1 PETA NKRI 2017 : SUATU TINJAUAN TEKNIS Andre Bohal Sinaga 1 231160083 Pembimbing : Dr. Ir. Eka Djunarsjah, M.T., ² Aulia Try Atmojo, S.Kel.,M.T. 1 Institut Teknologi Sumatera, Teknik Geomatika ²Institut Teknologi Bandung, Teknik Geodesi dan Geomatika Email :[email protected]Abstrak: Indonesia merupakan negara kepulauan karena memiliki banyak pulau pulau serta posisi geografis yang sangat strategis, yang berbatasan dengan 10 (sepuluh) negara. Di darat, Indonesia berbatasan dengan Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste. Sedangkan di laut, Indonesia berbatasan dengan India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Papua Nugini, Australia, dan Timor Leste. Indonesia memiliki kedaulatan yang terdiri atas daratan pada semua pulau yang berada di sebelah dalam garis pangkal kepulauan Indonesia, dan berdaulat di wilayah perairan pedalaman, perairan kepulauan, dan Laut Teritorial, serta memiliki hak berdaulat di zona tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif, dan Landas Kontinen. Penetapan batas maritim Indonesia sesuai dengan yang ditentukan dalam UNCLOS III. UNCLOS III (United Nations Convention on the Law of the Sea 1928 ) merupakan konvensi PBB (Persatuan Bangsa Bangsa yang mengatur penetapan batas laut antarnegara. Wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta batas batas maritimnya dengan 10 (sepuluh) negara tetangga tertuang dalam peta nasional yang dikenal dengan Peta NKRI, yang berlaku saat ini adalah Peta NKRI 2017. Pada penelitian ini membahas suatu tinjauan teknis mengenai aspek aspek teknis Peta NKRI 2017 ditinjau dari keilmuan Geomatika serta perubahan pada peta NKRI 2017 dari peta sebelumnya yaitu Peta NKRI 2015. Berdasarkan hasilan analisisis yang menggunakan metode deskripsi kualitatif, akan menganalisis aspek aspek teknis Peta NKRI 2017, yaitu meliputi peta laut, skala, datum vertikal, datum horizontal, serta sistem proyeksi, dan perubahan pada Peta NKRI 2017, sehingga didapatkan rekomendasi-rekomendasi teknis untuk Peta NKRI 2017. Kata Kunci : Peta NKRI 2017, Aspek teknis peta, UNCLOS III, Deskripsi Kualitatif .
14
Embed
PETA NKRI 2017 : SUATU TINJAUAN TEKNIS Andre Bohal …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Abstract: Indonesia is an archipelagic country because it has many islands and is
geographically very strategic, with 10 (ten) countries. On land, Indonesia is bordered by
Malaysia, Papua New Guinea and Timor Leste. While at sea, Indonesia borders India, Thailand,
Malaysia, Singapore, Vietnam, the Philippines, Palau, Papua New Guinea, Australia and Timor
Leste. Indonesia has sovereignty which consists of land on all islands to the right of the baseline
of the Indonesian archipelago, and is sovereign in inland waters, archipelagic waters and the
Territorial Sea, and has sovereign rights in additional zones, the Exclusive Economic Zone and
the Continental Shelf. The determination of Indonesia's maritime boundaries is in accordance
with those stipulated in UNCLOS III. UNCLOS III (United Nations Convention on the Law of the
Sea 1928) is a United Nations convention that regulates maritime boundaries between countries.
The sovereign territory of the Unitary State of the Republic of Indonesia and its maritime
boundaries with 10 (ten) neighboring countries is contained in a national map known as Peta
The Republic of Indonesia, currently in effect is the Map of the Republic of Indonesia 2017. In
this study, it discusses a technical review of the technical aspects of the 2017 NKRI Map in terms
of Geomatics as well as changes to the 2017 NKRI map from the previous map, namely the 2015
NKRI Map. , will analyze the technical aspects of the 2017 NKRI Map, which includes maps,
scale, vertical datum, horizontal datum, and projection system, and changes to the 2017 NKRI
Map, so that technical recommendations for the 2017 NKRI Map.
Keywords: Map of the Republic of Indonesia 2017, Technical aspects of the map, UNCLOS III,
Qualitative Description.
3
PENDAHULUAN
Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) merupakan Negara Kepulauan yang
berbatasan dengan 10 (Sepuluh) negara. Di
darat, Indonesia berbatasan dengan
Malaysia, Papua Nugini, dan Timor-Leste.
Sedangkan di laut, Indonesia berbatasan
dengan India, Thailand, Malaysia,
Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Papua
Nugini, Australia, dan Timor-Leste [1]
Peta NKRI atau Peta Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) merupakan peta
yang menggambarkan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri
dari wilayah daratan, perairan pedalaman,
serta klaim batas maritim Indonesia yang
terdiri dari Laut Teritorial, Zona Tambahan,
Zona Ekonomi Eksklusif, Landas Kontinen,
serta Landas Kontinen Ekstensi. Posisi
geografis Repulik Indonesia yang diapit oleh
dua benua, mempunyai batas maritim
internasional dengan 10 negara tetangga.
Batas batas maritim ini tertuang dalam Peta
NKRI 2017 yang dikeluarkan oleh Badan
Informasi Geospasial (BIG). Indonesia di
dalam penetapaan batas maritim dengan
negara tetangga yang tertuang dalam Peta
NKRI 2017 menerapkan kaidah kaidah
UNCLOS III. UNCLOS III merupakan
Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa
(PBB) yang mengatur tentang hukum laut
internasional. UNCLOS III atau lebih
dikenal United Nations Convention on the
Law of the Sea adalah implementasi dari
Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa
Bangsa (PBB) yang berisi kegiatan
penetapan batas laut suatu negara pantai [2]
RUANG LINGKUP PENELITIAN Ruang lingkup pada penelitian ini adalah : 1. Peta yang digunakan adalah Peta NKRI
2017 2. Perubahan yang dimaksud pada peta
NKRI 2017 adalah perubahan pada batas
maritim meliputi perubahan nama laut,
perubahan garis batas maritim yang
dilakukan sepihak maupun berdasarkan
kesepakatan. 3. Melihat optimalisasi batas batas maritim
Negara Indonesia dari sudut pandang
geodesi. 4. Aspek aspek teknis yang dimaksud
adalah Skala, Peta Laut, Datum Vertikal, Datum Horizontal, Transformasi Koordinat, serta Sistem Proyeksi.
DAGRAM ALIR
Gambar 1. 1 Metode Penelitian
TEORI DASAR
Garis Pangkal
Pengertian garis pangkal menurut UNCLOS
III (United Nations Convention on the Law
of the Sea), merupakan suatu garis awal
yang menghubungkan titik titik terluar yang
diukur pada kedudukan garis air rendah (
low water line) dimana batas batas ke arah
laut, seperti laut teritorial dan wilayah
yurisdiksi laut lainnya (zona tambahan,
landas kontinen, dan zona ekonomi
eksklusif) diukur [2]. Garis Pangkal
merupakan acuan yang digunakan untuk
menetapkan batas-batas laut negara, yaitu
Laut Teritorial, Zona Tambahan, Zona
Ekonomi Eksklusif, dan Landas Kontinen
[1]. Dalam UNCLOS III (United Nations
4
Convention on the Law of the Sea),
disebutkan bahwa suatu negara pantai dapat
menggunakan berbagai kombinasi garis
pangkal untuk menetapkan batas-batas
lautnya [1].
Konsep penetapan garis pangkal menurut
UNCLOS III terdapat pada gambar 2.1.
Gambar 2. 1 Konsep penetapan garis
pangkal menurut UNCLOS III [3]
Dalam UNCLOS III dikenal beberapa macam garis pangkal, yaitu : 1. Garis pangkal normal (normal baseline)
2. Garis pangkal lurus (straight baseline) 3. Garis pangkal penutup (closing line)
(sungai, teluk, dan pelabuhan) 4. Garis pangkal kepulauan (archipelagic
baseline).
Batas Maritim Negara-negara pantai berkewajiban
menyajikan batas wilayah perairannya dalam
bentuk peta laut atau daftar koordinat
geografis dari titik titik-dasar (basepoints)
terluar wilayahnya. Dalam peta laut tersebut
harus disajikan informasi yang dibutuhkan
bagi pelayaran, serta yang paling penting
adalah garis garis pangkal yang digunakan
untuk mengukur batas-batas wilayah laut
(maritime zone). Konsep penetapan batas
laut yang tercantum dalam konvensi
dimaksudkan untuk penentuan wilayah
perairan negara-negara pantai di dunia
terutama negara-negara yang telah
meratifikasi konvensi tersebut [2].
Menurut UNCLOS III, wilayah perairan
terbagi atas :
1. Laut Teritorial
Dalam pasal 3 UNCLOS III (United Nations
Convention on the Law of the Sea)
disebutkan bahwa setiap negara pantai
berhak menetapkan lebar laut teritorialnya
hingga suatu batas yang tidak boleh
melebihi 12 mil laut, diukur dari garis
pangkal yang telah ditentukan. Di dalam
kawasan ini, negara pantai mempunyai hak
berdaulat atas ruang udara di atas laut
teritorial, dasar laut serta tanah di bawahnya.
Penarikan garis batas wilayah laut teritorial
antara dua negara pantai yang berhadapan
atau berdampingan didasarkan pada garis
tengah (median line) yang titik titiknya
mempunyai jarak yang sama terhadap titik
titik terdekat pada garis pangkal kedua
negara, kecuali karena alasan historis atau
keadaan khusus [2].
2. Perairan Pedalaman.
Perairan pedalaman diatur dalam pasal 8
UNCLOS III (United Nations Convention on
the Law of the Sea). Perairan pedalaman
adalah semua perairan yang terletak di
sebelah dalam ke arah darat garis pangkal,
seperti pelabuhan, sungai, danau, kanal, dan
perairan yang dapat dilayari. Secara umum,
perairan pedalaman merupakan bagian dari
wilayah daratan suatu negara pantai [3].
3. Zona Tambahan
Dalam UNCLOS III (United Nations
Convention on the Law of the Sea) Pasal 33,
zona tambahan adalah zona maritim yang
berdampingan dengan laut teritorial dan
merupakan area tambahan. Zona tambahan
dimaksudkan agar negara pantai dapat
melaksanakan pengawasan yang diperlukan
untuk mencegah pelanggaran peraturan bea
cukai, fiskal, imigrasi di dalam wilayah laut
teritorial, serta menghukum pelanggaran
tersebut di atas yang dilakukan di dalam
wilayah laut teritorial. Zona tambahan tidak
boleh melebihi 24 mil laut dari garis pangkal
yang digunakan untuk mengukur laut
teritorial [2].
4. Zona Ekonomi Eksklusif
Zona Ekonomi Eksklusif diatur dalam
UNCLOS III (United Nations Convention on
the Law of the Sea) pasal 57. Zona Ekonomi
5
Eksklusif merupakan suatu kawasan dimana
suatu negara pantai mempunyai hak
eksklusif untuk melakukan eksplorasi dan
eksploitasi, pelestarian dan pengelolaan
sumber daya alam (hayati dan non-hayati) di
dasar, di bawah, dan di atas laut, serta
kegiatan lain seperti produksi energi dari air,
arus, dan angin. Namun demikian, semua
negara lain dapat menikmati kebebasan
pelayaran dan penerbangan, serta kebebasan
meletakkan kabel dan pipa bawah laut,
dengan memperhatikan hak dan kewajiban
negara pantai serta harus mentaati peraturan
yang ditetapkan oleh negara pantai. Lebar
zona ekonomi eksklusif tidak boleh melebihi
200 mil laut dari garis pangkal yang
digunakan untuk mengukur laut teritorial
[2].
5. Landas Kontinen.
Landas Kontinen meliputi dasar laut dan
tanah di bawahnya dari daerah di bawah
permukaan laut yang terletak di dasar laut
teritorial sepanjang kelanjutan alamiah
daratan hingga pinggiran luar tepi kontinen
atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari
garis pangkal, dalam hal tepi kontinen tidak
mencapai jarak tersebut [3].
Gambar 2. 2 Pembagian Zona Batas Maritim
menurut UNCLOS III [1].
Delimitasi Batas Maritim Antarnegara
1. Batas Maritim Bilateral. Batas maritim bilateral menurut pengertian diatas dapat disimpulkan merupakan penentuan batas wilayah maritim antara dua
negara yang berbatasan dalam konteks berdampingan atau berhadapan. 2. Batas Maritim Trilateral. Batas Maritim Trilateral merupakan penentuan atau penetapan batas wilayah
maritim antara tiga negara yang saling
berdampingan atau berhadapan. Contoh
kasusnya adalah batas wilayah maritim
antara Indonesia, Malaysia, serta Singapura yang terletak di daerah Selat Malaka. 3. Batas Maritim Unilateral. Batas Maritim Unilateral merupakan
penentuan atau penetapan batas wilayah
maritim lebih dari tiga negara yang dalam
hal ini melibatkan banyak negara yang
saling berhadapan atau berdampingan.
Aspek Teknis Peta NKRI 2017
Beberapa aspek teknis mendasar pada Peta
NKRI 2017 yang perlu diperhatikan, antara
lain :
1. Peta Laut.
Peta laut atau yang lebih dikenal dengan
istilah chart seperti yang dijelaskan dalam
UNCLOS III (United Nations Convention on
the Law of the Sea) merupakan peta yang
dirancang dengan tujuan khusus, seperti
contohnya untuk navigasi dan tujuan
lainnya..
2. Sistem Proyeksi.
Penggambaran permukaan bumi yang
melengkung yang didekati dengan bentuk
ellipsoid pada sebuah bidang datar atau yang
lebih dikenal dengan peta dilakukan dengan
cara proyeksi titik titik di permukaan bumi
yang kemudian nantinya dituangkan dalam
bentuk peta. Salah satu proyeksi peta yang
lazim digunakan pada bidang ilmu geodesi
adalah proyeksi konform, yaitu proyeksi
yang mempertahankan sudut yang dibentuk
oleh perpotongan dua kurva sehingga sudut
yang digambar pada peta akan sama dengan
sudut yang ada di permukaan elipsoid [2].
Ada beberapa jenis jenis sistem proyeksi
seperti berikut :
a. Sistem Proyeksi Mercator.
Sistem proyeksi Mercator adalah sistem
proyeksi yang sesuai digunakan untuk
daerah sekitar ekuator (lintang< 150)
dengan menggunakan skala peta yang
besar. Sistem proyeksi Mercator
menggunakan bidang proyeksi silinder
dengan sumbu simetri bidang
6
proyeksinya berimpit dengan sumbu
elipsid atau garis normal.
b. Sistem Proyeksi Lambert.
Sistem proyeksi Lambert adalah sistem
proyeksi yang sesuai digunakan untuk
daerah lintang antara 40 hingga 720
dengan distorsi luas yang cukup kecil
sekitar 2%.
c. Sistem Proyeksi Transverse
Mercator (TM).
Proyeksi Transverse Mercator (TM)
menggunakan bidang proyeksi silinder
dengan sumbu simetri bidang proyeksi
tegak lurus dengan sumbu elipsoid
(transverse) dan tidak terjadi distorsi
bentuk atau sudut. Karakteristik yang
lebih spesisifik dari proyeksi ini adalah
semakin jauh dari meridian sentral maka
konvergensi meridian akan semakin
membesar, meridian dan paralel
berpotongan tegak lurus, faktor skala
tetap di meridian sentral, faktor skala
akan membesar seiring membesarnya
bujur relatif terhadap meridian sentral
(pada kondisi lintang yang sama dengan
satu garis paralel), serta faktor skala akan
mengecil dengan membesarnya lintang
(pada kondisi bujur yang sama dengan
satu garis meridian).
d. Sistem Proyeksi Universal
Transverse Mercator (UTM).
Proyeksi Universal Transverse Mercator
(UTM) merupakan pengembangan dari
proyeksi Transverse Mercator (TM)
yang memiliki karakteristik khusus dan
telah dibakukan untuk seluruh dunia.
Karakteristik khususnya antara lain
adalah :
Elipsoid referensi yang
digunakan terserah pemakai,
yang terbagi dalam 60 zona,
dengan lebar setiap zona 60.
Penomoran zona, dimulai dari
1800 BB (Bujur Barat) sampai
1800 BT (Bujur Timur).
Wilayah pemakaian meliputi 840
LU (Lintang Utara) sampai 800
LS (Lintang Selatan).
Untuk koordinat proyeksi
ditetapkan sumbu-X sebagai
proyeksi lintang nol (ekuator)
dan sumbu-Y sebagai proyeksi
dari meridian sentral di setiap
zona yang disebut dengan sistem
koordinat yang mengacu pada
titik nol sejati.
Koordinat proyeksi UTM
biasanya dinyatakan terhadap
titik nol semu, dengan
XSEMU=XSEJATI+500,000 m dan
YSEMU=YSEJATI untuk belahan
bumi utara dan
YSEMU=YSEJATI=10,000,000 m
untuk belahan bumi selatan.
Konsep titik nol semu ini
digunakan agar tidak ada
koordinat berharga negatif.
Faktor skala di meridian sentral =
0.99996 [2].
3. Datum Vertikal.
Pada peta laut umumnya digunakan suatu
bidang air rendah (chart datum) sebagai
bidang referensi, sehingga semua kedalaman
yang diperlihatkan pada peta laut mengacu
pada pasut rendah (low tide). Datum vertikal
dipengaruhi oleh pergerakan bulan dan bumi
termasuk fase bulan, orbit bulan, serta
perubahan deklinasi bulan.
Pengertian chart datum adalah rata rata air
rendah tertentu yang diperoleh dari suatu
periode pengamatan selama 19 tahun atau
lebih agar pengaruh astronomis yang berarti
dapat termasuk di dalamnya.
Contoh berbagai jenis bidang vertikal yang
dijadikan sebagai chart datum :
MLLW (Mean Lower Low Water)
LLWLT (Lower Low Water Large
Tide)
LLWST (Lowest Low Water Spring
Tide)
LAT(Lowest Astronomical Tide) [2].
4. Datum Horizontal
Datum Horizontal atau Datum Geodesi yang
saat ini digunakan adalah WGS (World
7
Geodetic System) 84 atau yang lebih dikenal
dengan WGS 84 [2].
WGS 84 telah digunakan oleh sistem
penentuan posisi global sejak 1987 dan
menjadi datum standar yang disepakati
secara internasional sebagai datum untuk
sistem referensi horizontal. Elipsoid yang
digunakan adalah GRS (Geodetic Reference
System) 1980 dengan parameter a =
6,378,187m dan modifikasi f =
1/298.257223563, yang berpusat di pusat
bumi (geocentric ellipsoid) [2].
5. Skala Peta
Dalam Konvensi Hukum Laut penyajian
garis batas wilayah perairan dilakukan pada
peta laut dengan skala yang sesuai dengan
pemilihan skala harus mencakup area yang
terkait serta dapat menjamin ketelitian
terbaik.
Ketelitian penggambaran berbagai garis dan
feature pada peta merupakan fungsi dari
skala. Pemilihan skala peta mempunyai
hubungan langsung dengan ketelitian posisi.
Batasan skala berkisar antara 1:100.000
hingga 1:1.000.000 untuk peta ZEE dan
landas kontinen, sedangkan peta laut
teritorial berkisar antara 1:50.000 hingga
1:100.000 [3].
6. Transformasi Koordinat.
Transformasi secara umum adalah
perubahan suatu bentuk dan ukuran ke
bentuk dan ukuran lain, baik secara fisik
maupun secara non fisik.
Sebagai penerapan pengertian di atas, maka
transformasi yang dimaksudkan di sini
adalah perubahan koordinat obyek dari suatu
sistem koordinat ke sistem koordinat lain.
Sistem Koordinat adalah suatu kesatuan
yang dibentuk sedemikian rupa dalam
menyatakan letak atau posisi obyek yang
tidak tergantung pada obyek lainnya [3]. antar negara (internasional). Posisi geografis Repulik Indonesia yang diapit oleh dua benua, mempunyai batas wilayah internasional dengan 10 negara tetangga.
METODOLOGI PENELITIAN Data
Data spasial adalah data yang bereferensi
geografis atas representasi objek di permukaan bumi. Data spasial untuk
penelitian ini adalah Peta NKRI 2017. Data nonspasial adalah data lain selain data spasial yang diperlukan guna menunjang dan
mendukung keberadaan data spasial yang berguna untuk penelitian ini. Data
nonspasial dari penelitian ini adalah data peraturan peraturan yang berkaitan dengan
Peta NKRI 2017, serta segala kesepakatan kesepakatan yang dilakukan oleh Indonesia
dengan negara tetangga guna untuk kepastian batas antar negara, serta segala
literatur literatur yang mendukung.
Metode 1. Studi Literatur. Studi literatur adalah studi yang dilakukan
oleh penulis yaitu dengan melakukan
pencarian terhadap berbagai sumber tertulis,
baik berupa jurnal jurnal ilmiah yang
berkaitan dengan penelitian ini, arsip,
majalah, artikel, serta buku-buku yang
relevan dan menunjang untuk rumusan
masalah yang sedang dikaji, sehingga
informasi yang di dapat dari studi literatur
ini dapat dijadikan rujukan untuk
memperkuat argumentasi-argumentasi yang
dihasilkan penulis. 2. Studi Aspek Teknis. Studi aspek teknis adalah studi untuk
mempelajari aspek aspek teknis Peta NKRI 2017 diantaranya adalah Peta Laut, Sistem Proyeksi, Datum Vertikal, Datum
Horizontal, Skala, serta Transformasi Koordinat. 3. Deskripsi Kualitatif.
Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif dengan pendekatan deskriptif,
yang artinya membuat deskripsi secara
sistematis, faktual dan akurat tentang fakta
fakta dan sifat sifat populasi atau objek
tertentu, sehingga dalam penelitian ini
bertujuan untuk menjelaskan dan
mendeskripsikan bagaimana apek aspek
teknis yang ada pada Peta NKRI 2017.
Aspek aspek teknis yang dikaji pada
penelitian ini adalah aspek aspek teknis Peta
NKRI 2017 serta perubahan Peta NKRI
8
2017 terhadap Peta NKRI 2015. Aspek
teknis peta yang dimaksud adalah peta laut,
sistem proyeksi, datum vertikal, datum
horizontal, transformasi koordinat, serta
skala peta.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Studi Teknis Peta NKRI 2017. Spesifikasi Teknis Peta NKRI 2017 :
a) Peta Laut.
Peta NKRI 2017 sendiri menggunakan data
peta laut diantaranya adalah peta Alur Laut
Kepulauan Indonesia (ALKI) skala
1:300.000 dan skala 1:100.000 yang
diterbitkan oleh PUSHIDROSAL tahun
2012, peta Zona Ekonomi Eksklusif Wilayah
Kepulauan Indonesia skala 1:1.000.000
yang diterbitkan oleh
PUSHIDROSAL tahun 2015 serta peta Garis
Pangkal Wilayah Negara Kepulauan
Indonesia dengan skala 1:200.000 yang
diterbitkan oleh PUSHIDROSAL tahun
2015. b) Sistem Proyeksi.
Sistem proyeksi UTM (Transverse
Mercator) memiliki karakteristik khusus
dalam hal pembagian zona yaitu penomoran
zona dan penentuan posisi zona, dan
karakteristik khusus dalam faktor skala serta
sistem koordinat. Sistem proyeksi ini
membagi bumi menjadi 60 zona, dimana
lebar zona adalah 60. Peta RBI merupakan
peta dasar nasional di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) dengan menerapkan sistem proyeksi
UTM (Universal Transverse Mercator) yang
mencakup 9 zona dengan Indonesia berada
pada nomor zona 46 sampai nomor zona 54
[6]. Ini menjelaskan bahwa pada pembuatan
Peta NKRI 2017 menggunakan sistem
proyeksi UTM (Universal Transverse
Mercator). Peta NKRI 2017 menggunakan
sistem proyeksi UTM (Universal Transverse
Mercator). Tetapi pada Peta NKRI 2017
masih ada kesalahan typo yang menyatakan
bahwa sistem proyeksi yang digunakan
adalah Mercator. Hal ini menandakan masih
ada kesalahan kesalahan teknis yang perlu
diperhatikan dalam Peta NKRI 2017.
c) Datum Vertikal. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2002, Garis Air Rendah adalah datum
hidrografis peta kenavigasian yang ditetapkan pada kedudukan rata-rata garis air rendah perbani [7]. Hal ini menyatakan
bahwa dalam penentuan batas maritim yang termuat pada Peta NKRI 2017 berdasarkan PP nomor 38 tahun 2002, menggunakan
garis air rendah yang ditetapkan pada kedudukan rata rata garis air rendah perbani. Garis air rendah perbani yang dimaksud adalah garis air rendah atau muka surutan
pada saat bulan perbani. Ini menjelaskan bahwa penentuan datum vertikal yang digunakan oleh Indonesia pada Peta NKRI
2017 masih merupakan datum vertikal lokal. Demi kepastian hukum, Peta NKRI 2017 sudah seharusnya menggunakan datum
vertikal global. Akan tetapi Indonesia dalam Peta NKRI 2017 belum menggunakan datum vertikal global yaitu LAT (Lowest Astronomical Tide ) yang direkomendasikan
oleh IHO (International Hydrographic Organization) [4]. Datum vertikal global ini sangat sesuai digunakan di Indonesia
d) Datum Horizontal. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2002 Datum Horizontal atau Datum Geodesi yang digunakan adalah WGS 84
(World Geodetic System 1984) [7]. Datum ini merupakan datum global yang digunakan pada saat ini
e) Skala Peta.
Skala Peta pada Peta NKRI 2017 adalah
1:5.000.000.
2. Perubahan Peta NKRI 2017 pada Batas ZEE Indonesia dan
Palau
Konstruksi teknis yang dibangun dalam
klaim batas ZEE Indonesia dengan Palau
yang tertuang dalam peta NKRI 2017
merupakan klaim Indonesia secara sepihak
dengan melalui tiga tahapan, yaitu klaim
maksimal 200 mil laut, dan kekuasaan penuh
pada Karang Tobi dan Pulau Karang Helen
9
yang mengakibatkan kedua pulau tersebut
memiliki batas laut teritorial masing masing
12 mil laut. Klaim ZEE Indonesia terhadap
Palau pada Peta NKRI 2017 dan klaim ZEE
Palau terhadap Indonesia pada Peta EFZ
(Extended Fishery Zone) 2008 adalah klaim
yang memiliki argumentasi masing masing.
Kedua klaim tersebut mengakibatkan
tumpang tindih batas maritim yang
mengakibatkan tumpang tindih pengelolaan
sumberdaya kelautan dan pemanfaatan laut.
Maka oleh karena itu perlu dilakukan
perundingan kedua negara agar dapat
dihasilkan kesepakatan batas untuk
mendapatkan batas Zona Ekonomi Eksklusif
secara defenitif. Berikut ini perubahan
klaim Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
dan Palau dilihat dari Peta NKRI 2015
menuju yang terbaru yaitu Peta NKRI 2017
yang diperlihatkan pada gambar 4.2 serta
gambar 4.3.
Gambar 4. 1 Batas ZEE Indonesia dan Palau
pada Peta NKRI 2015 [8]
Gambar 4. 2 Batas ZEE Indonesia dan Palau
pada Peta NKRI 2017 [1]
3. Perubahan Peta NKRI 2017 pada
Batas ZEE Indonesia dan Filipina Indonesia dan Filipina memiliki batas Zona
Ekonomi Eksklusif dan batas Landas
Kontinen yang berada pada daerah
Samudera Pasifik dan Laut Sulawesi.
Perundingan Indonesia dengan Filipina
mengenai negosiasi perjanjian batas Zona
Ekonomi Eksklusif setelah 20 tahun,
akhirnya telah menemukan kata sepakat
dalam perundingannya. Pemerintah
Indonesia dan Filipina sepakat untuk
menggunakan UNCLOS III sebagai acuan
dalam penentuan batas maritimnya.
Perjanjian penetapan batas maritim
Indonesia dan Filipina sudah ditandatangani
pada 18 Mei 2014 di Jakarta, Indonesia.
Kemudian penandatanganan dilanjutkan
pada 23 Mei 2014 di Istana Malacanang di
Manila, Filipina. Indonesia meratifikasi
kesepakatan tersebut pada tanggal 27 April
2017 dengan menerbitkan undang undang
yaitu Undang Undang No. 4 Tahun 2017
tentang Pengesahan Persetujuan antara
Pemerintah Republik Indonesia dan
Pemerintah Republik Filipina mengenai
Penetapan Batas Zona Ekonomi Eksklusif.
Hasil kesepakatan tersebut menghasilkan 5
(lima) segmen batas Zona Ekonomi
Eksklusif yaitu segmen perairan sekitar laut
sulawesi bagian tengah, segmen perairan
sekitar laut sulawesi bagian timur, perairan
diantara pulau Marore dan pulau Balut,
10
segmen perairan di utara pulau Miangas,
serta segmen perairan di Samudera Pasifik.
Berikut ini perubahan klaim Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia dan Filipina yang
tertuang pada Peta NKRI 2017 yang
ditampilkan pada gambar 4.4.
Gambar 4. 3 Perjanjian Batas ZEE Indonesia
dan Filipina pada Peta NKRI 2017 [1]
4. Klaim Indonesia Atas Sebagian Laut
China Selatan Menjadi Laut Natuna
Utara Penamaan nama Laut Natuna Utara
merupakan klaim Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia atas sebagian Laut China Selatan.
Sesuai dengan UNCLOS III (United Nations
Convention on the Law of the Sea),
Indonesia yang merupakan negara kepulauan
memiliki hak yurisdiksi atas klaim Zona
Ekonomi Eksklusif seluas 200 mil laut yang
diatur dalam pasal 57. Indonesia sudah
memiliki kedaulatan penuh dengan memiliki
batas laut teritorial dan batas zona tambahan
di kepulauan Natuna, akan tetapi untuk batas
Zona Ekonomi Eksklusif sejauh 200 mil laut
di kepulauan Natuna belum memiliki batas
yang defenitif. Klaim Indonesia atas Zona
Ekonomi Eksklusif sejauh 200 mil laut di
Laut Natuna Utara ditentang oleh Republik
Rakyat China dengan tetap berpegang teguh
pada klaim Nine Dashed Line yang
merupakan Traditional Fishing Zone China.
Hal ini menandakan Indonesia perlu untuk
melakukan perundingan batas dengan negara
China walaupun pada dasarnya Indonesia
tidak mengakui berbatasan dengan China
apabila kedua negara mengikuti kaidah
kaidah UNCLOS III di segmen Laut Natuna
Utara. Maka sikap yang tepat diambil oleh
pemerintah Indonesia adalah penentuan
batas dengan jalur damai melalui
perundingan-perundingan bilateral untuk
penentuan batas ZEE, mengingat konflik-
konflik yang terjadi akhir-akhir ini di
segmen Laut Natuna Utara.
Berikut ini peta laut Natuna Utara pada Peta
NKRI 2017 yang ditampilkan pada gambar
4.5.
Gambar 4. 4 Peta Laut Natuna Utara [1].
5. Perubahan Peta NKRI 2017 pada
Batas ZEE Indonesia dan Malaysia Indonesia beserta Malaysia adalah negara-
negara yang termasuk dalam negara-negara
yang sudah meratifikasi UNCLOS 1982.
Indonesia meratifikasi UNCLOS III (United
Nations Convention on the Law of the Sea)
dengan menerbitkan Undang-Undang No. 17
Tahun 1985 yang membuktikan bahwa
Indonesia taat kepada rezim hukum laut
internasional tersebut. Sedangkan Malaysia
meratifikasi UNCLOS III (United Nations
Convention on the Law of the Sea) pada
tanggal 14 Oktober 1996. Maka oleh karena
itu, sebagai negara yang berbatasan secara
batas darat dan batas laut, Indonesia serta
Malaysia seharusnya mengacu kepada
aturan-aturan maupun ketentuan-ketentuan
dalam menyelesaikan solusi untuk dapat
menentukan batas maritim Indonesia dan
11
Malaysia dalam hal ini adalah batas Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia dan Malaysia.
Berikut ini adalah Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia dengan Malaysia menurut Peta
NKRI 2015 :
Gambar 4. 5 Batas ZEE Indonesia dan
Malaysia pada Peta NKRI 2015 [8].
Perubahan Batas ZEE Indonesia dan
Malaysia di segmen Selat Malaka
ditampilkan pada gambar 4.7 berikut :
Gambar 4. 6 Batas ZEE Indonesia dan
Malaysia pada Peta NKRI 2017 [5].
Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa
batas Zona Ekonomi Eksklusif yang
diajukan oleh Indonesia masih memerlukan
kesepakatan dengan Malaysia. Sesuai
dengan konvensi hukum laut PBB tahun
1982, yaitu UNCLOS III maka Indonesia
menggunakan prinsip sama jarak untuk
menentukan Garis Tengah (Median Line)
dikarenakan luas laut yang yang membatasi
Indonesia dan Malaysia tidak sampai sejauh
400 mil laut. Pada segmen ini Malaysia
menginginkan penentuan batas ZEE
menggunakan kesepakatan batas landas
kontinen tahun 1970 di peta yang lama, serta
hak atas pulau pulau kecil Malaysia yang
berada pada perbatasan dengan Indonesia.
Oleh karena itu, diperlukan perjanjian
kesepakatan batas ZEE untuk kepastian
hukum dalam hal pengelolaan dan eksplorasi
sumber daya alam.
6. Perubahan Peta NKRI 2017 pada
Batas Laut Teritorial Indonesia di
Selat Riau. Pada daerah di Selat Riau, Indonesia
berbatasan dengan negara Singapura dan
Malaysia.. Batas maritim trilateral antara
Indonesia, Singapura, serta Malaysia yang
terletak pada daerah selat Riau merupakan
perbatasan laut teritorial. Hal ini
dikarenakan luas perairan pada daerah
perbatasan itu tidak memenuhi 200 mil laut
sehingga tidak memungkinkan klaim batas
ZEE pada daerah tersebut.
Berikut ini merupakan batas laut teritorial
Indonesia dan Singapura yang terdapat pada
Peta NKRI 2017 seperti digambarkan pada
gambar 4.8 :
Gambar 4. 7 Peta Batas Laut Teritorial
Indonesia-Singapura Pada Peta NKRI 2017
[5].
Tampak pada gambar bahwa batas laut
teritorial Indonesia, Malaysia, dan Singapura
belum mencapai pada hasil kesepakatan. Hal
ini memerlukan kerjasama antara ketiga
negara untuk mencapai kesepakatan batas.
Perubahan pada Peta NKRI 2017 adalah
perubahan batas yang diberikan pada dua
karang kecil pada segmen tersebut menjadi
diperkecil, yang sebelumnya pada peta yang
lama untuk ukuran kedua karang kecil
12
tersebut diberikan batas yang luas. Karang
yang dimaksud adalah bernama South Ledge
milik Singapura dan Pedra Bianca milik
Malaysia. Batas laut teritorial di Selat Riau
perlu kerjasama ketiga negara untuk
menentukan batas yang memiliki
kesepakatan dan kepastian hukum.
REKOMENDASI Aspek teknis yang perlu diperhatikan dalam Peta NKRI 2017 adalah mendorong pemerintah atau lembaga terkait untuk mengadopsi LAT (Lowest Astronomical Tide) sebagai datum vertikal global yang direkomendasikan oleh IHO (International Hydrographic Organization) serta
mendorong pemerintah untuk memperbaiki
kesalahan-kesalahan typo pada Peta NKRI
2017 terutama pada sistem proyeksi. Mendorong kepada pemerintah untuk segera menyelesaikan batas batas maritim
Indonesia dengan negara tetangga yang
belum selesai antara lain batas ZEE dengan
Palau, batas ZEE dengan Malaysia, batas
laut teritorial di selat Riau, serta batas batas
yang lain seperti batas pada di Tanjung
Datu, di laut Sulawesi dan terutama yang
saat ini tengah kontroversial yaitu batas ZEE
Indonesia dengan Republik Rakyat China
dengan penamaan Laut Natuna Utara yang
sampai saat ini ditentang oleh China
dikarenakan sudah melanggar klaim Nine
Dash Line ( Sembilan garis khayal) yang
ditetapkan China. Dalam hal ini, Indonesia
harus melakukan perundingan dengan
negara Republik Rakyat China untuk
menyelesaikan konflik tersebut, walaupun
pada dasarnya Indonesia tidak mengakui
bahwa negara Indonesia berbatasan dengan
Republik Rakyat China, akan tetapi dengan
klaim China dalam Nine Dash Line sudah memaksa Indonesia untuk memiliki perbatasan dengan China.
KESIMPULAN Adapun kesimpulan dari hasil penelitian ini