Top Banner
Mental Mapping Kota Palu Sri Wulandari | 1 LATAR BELAKANG Kota merupakan hasil produk manusia dan budaya yang sangat beragam yang lakukan oleh individu-individu yang bermukim dan beraktvitas didalamnya. Menurut Mumford dalam Damayanti (2011), kota sangat spesifik terhadap budaya, tidak ada dua kota pun yang sama persis, meskipun memiliki latar belakang yang serupa. Namun penilaian karakteristik sebuah kota relatif dianggap lebih mudah karena bentuk fisik lebih mudah terlihat dan terasa dibandingkan dengan aspek sosial budaya. Terdapat hubungan yang sangat erat antara masyarakat terhadap ruang sebagai wadah kegiatan. Kota sebagai tempat terpusatnya kegiatan masyarakat, akan senantiasa berkembang baik kuantitas maupun kualitasnya, sesuai perkembangan kuantitas dan kualitas masyarakat. Hal tersebut merupakan indikator dinamika serta kondisi pembangunan masyarakat kota tersebut berserta wilayah di sekitarnya. Perkembangan dan pertumbuhan kota secara spesifik diperoleh gambaran mengenai hal-hal yang menyangkut proses perkembangan dan pertumbuhan kota, faktor-faktor penggerak perkembangan dan pertumbuhan kota, dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat dipakai didalam usaha pengarahan dan penyusunan arah dan besarnya perkembangan dan pertumbuhan kota. Untuk mengetahui perkembangan dan pertumbuhan kota diperlukan adanya peta mental (mental map) dapat diartikan sebagai pengetahuan seseorang terhadap lingkungan disekitarnya sehingga dapat diketahui suatu identitas suatu kota. Berdasarkan sejarah, Kota Palu awalnya adalah sebuah “Kota Baru” yang letaknya di muara sungai. Dr. Kruyt menguraikan bahwa Palu sebenarnya tempat baru dihuni orang (De Aste Toradja’s van Midden Celebes). Awal mula pembentukan kota Palu berasal dari penduduk Desa Bontolevo di Pegunungan Ulayo. Setelah pergeseran penduduk ke dataran rendah, akhirnya mereka sampai di Boya Pogego sekarang ini. Kota Palu sekarang ini adalah bermula dari kesatuan empat kampung, yaitu : Besusu, Tanggabanggo (Siranindi) sekarang bernama Kamonji, Panggovia
16

Peta Mental Kota Palu

Feb 26, 2023

Download

Documents

Yunober Mberato
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Peta Mental Kota Palu

Mental Mapping Kota Palu

Sri Wulandari | 1

LATAR BELAKANG

Kota merupakan hasil produk manusia dan budaya yang sangat beragam

yang lakukan oleh individu-individu yang bermukim dan beraktvitas didalamnya.

Menurut Mumford dalam Damayanti (2011), kota sangat spesifik terhadap

budaya, tidak ada dua kota pun yang sama persis, meskipun memiliki latar

belakang yang serupa. Namun penilaian karakteristik sebuah kota relatif dianggap

lebih mudah karena bentuk fisik lebih mudah terlihat dan terasa dibandingkan

dengan aspek sosial budaya.

Terdapat hubungan yang sangat erat antara masyarakat terhadap ruang

sebagai wadah kegiatan. Kota sebagai tempat terpusatnya kegiatan masyarakat,

akan senantiasa berkembang baik kuantitas maupun kualitasnya, sesuai

perkembangan kuantitas dan kualitas masyarakat. Hal tersebut merupakan

indikator dinamika serta kondisi pembangunan masyarakat kota tersebut berserta

wilayah di sekitarnya.

Perkembangan dan pertumbuhan kota secara spesifik diperoleh gambaran

mengenai hal-hal yang menyangkut proses perkembangan dan pertumbuhan

kota, faktor-faktor penggerak perkembangan dan pertumbuhan kota, dan

kemungkinan-kemungkinan yang dapat dipakai didalam usaha pengarahan dan

penyusunan arah dan besarnya perkembangan dan pertumbuhan kota. Untuk

mengetahui perkembangan dan pertumbuhan kota diperlukan adanya peta

mental (mental map) dapat diartikan sebagai pengetahuan seseorang terhadap

lingkungan disekitarnya sehingga dapat diketahui suatu identitas suatu kota.

Berdasarkan sejarah, Kota Palu awalnya adalah sebuah “Kota Baru” yang

letaknya di muara sungai. Dr. Kruyt menguraikan bahwa Palu sebenarnya tempat

baru dihuni orang (De Aste Toradja’s van Midden Celebes). Awal mula

pembentukan kota Palu berasal dari penduduk Desa Bontolevo di Pegunungan

Ulayo. Setelah pergeseran penduduk ke dataran rendah, akhirnya mereka sampai

di Boya Pogego sekarang ini.

Kota Palu sekarang ini adalah bermula dari kesatuan empat kampung,

yaitu : Besusu, Tanggabanggo (Siranindi) sekarang bernama Kamonji, Panggovia

Page 2: Peta Mental Kota Palu

Mental Mapping Kota Palu

Sri Wulandari | 2

sekarang bernama Lere, Boyantongo sekarang bernama Kelurahan Baru. Mereka

membentuk satu Dewan Adat disebut Patanggota. Salah satu tugasnya adalah

memilih raja dan para pembantunya yang erat hubungannya dengan kegiatan

kerajaan. Kerajaan Palu lama-kelamaan menjadi salah satu kerajaan yang dikenal

dan sangat berpengaruh. Itulah sebabnya Belanda mengadakan pendekatan

terhadap Kerajaan Palu. Belanda pertama kali berkunjung ke Palu pada masa

kepemimpinan Raja Maili (Mangge Risa) untuk mendapatkan perlindungan dari

Manado di tahun 1868. Pada tahun 1888, Gubernur Belanda untuk Sulawesi

bersama dengan bala tentara dan beberapa kapal tiba di Kerajaan Palu, mereka

pun menyerang Kayumalue. Setelah peristiwa perang Kayumalue, Raja Maili

terbunuh oleh pihak Belanda dan jenazahnya dibawa ke Palu. Setelah itu ia

digantikan oleh Raja Jodjokodi, pada tanggal 1 Mei 1888 Raja Jodjokodi

menandatangani perjanjian pendek kepada Pemerintah Hindia Belanda.

Kemudian raja yang yang terakhir, yaitu Raja Tjatjo Idjazah, tidak ada lagi

pemerintahan raja-raja di wilayah Palu. Setelah masa kerajaan telah ditaklukan

oleh pemerintah Belanda, dibuatlah satu bentuk perjanjian “Lange Kontruct”

(perjanjian panjang) yang akhirnya dirubah menjadi “Karte Vorklaring” (perjanjian

pendek). Hingga akhirnya Gubernur Indonesia menetapkan daerah administratif

berdasarkan Nomor 21 Tanggal 25 Februari 1940. Kota Palu termasuk dalam

Afdeling Donggala yang kemudian dibagi lagi lebih kecil menjadi Onder Afdeling,

yang meliputi tiga wilayah pemerintahan landschap, yaitu Landschap Palu,

Landschap Dolo dan Landschap Kulawi.

Pada tahun 1942, terjadi pengambilalihan kekuasaan dari Pemerintahan

Belanda kepada pihak Jepang. Di masa Perang Dunia II ini, kota Donggala yang kala

itu merupakan ibukota Afdeling Donggala dihancurkan oleh pasukan Sekutu

maupun Jepang. Hal ini mengakibatkan pusat pemerintahan dipindahkan ke kota

Palu di tahun 1950. Saat itu, kota Palu berkedudukan sebagai Kepala

Pemerintahan Negeri (KPN) setingkat wedana dan menjadi wilayah daerah

Sulawesi Tengah yang berpusat di Kabupaten Poso sesuai Undang-Undang Nomor

4 Tahun 1950. Kota Palu kemudian mulai berkembang setelah dibentuknya

Page 3: Peta Mental Kota Palu

Mental Mapping Kota Palu

Sri Wulandari | 3

Residen Koordinator Sulawesi Tengah Tahun 1957 yang menempatkan Kota Palu

sebagai Ibukota Keresidenan.

Pertumbuhan Kota Palu setelah Indonesia merebut kemerdekaan dari

tangan penjajah Belanda kemudian Jepang pada tahun 1945 semakin lama

semakin meningkat. Dimana hasrat masyarakat untuk lebih maju dari masa

penjajahan dengan tekat membangun masing-masing daerahnya. Berkat usaha

makin tersusun roda pemerintahannya dari pusat sampai ke daerah-daerah. Maka

terbentuklah daerah Swatantra tingkat II Donggala sesuai peraturan pemerintah

Nomor 23 Tahun 1952 yang selanjutnya melahirkan Kota Administratif Palu yang

berbentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1978.

Berangsur-angsur susunan ketatanegaraan RI diperbaiki oleh pemerintah

pusat disesuaikannya dengan keinginan rakyat di daerah-daerah melalui

pemecahan dan penggabungan untuk pengembangan daerah, kemudian

dihapuslah pemerintahan Swapraja dengan keluarnya peraturan yang antara lain

adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 dan Undang-Undang Nomor 29

Tahun 1959 serta Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 Tentang Terbentuknya

Dati I Propinsi Sulteng dengan Ibukota Palu.

Dasar hukum pembentukan wilayah Kota Administratif Palu yang dibentuk

tanggal 27 September 1978 atas Dasar Asas Dekontrasi sesuai Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. Kota Palu

sebagai Ibukota Propinsi Dati I Sulawesi Tengah sekaligus ibukota Kabupaten Dati

II Donggala dan juga sebagai ibukota pemerintahan wilayah Kota Administratif

Palu. Palu merupakan kota kesepuluh yang ditetapkan pemerintah menjadi kota

administratif.

Sebagai latar belakang pertumbuhan Kota Palu dalam perkembangannya

tidak dapat dilepaskan dari hasrat keinginan rakyat di daerah ini dalam pencetusan

pembentukan Pemerintahan wilayah kota untuk Kota Palu dimulai sejak adanya

Keputusan DPRD Tingkat I Sulteng di Poso Tahun 1964. Atas dasar keputusan

tersebut maka diambil langkah-langkah positif oleh Pemerintah Daerah Tingkat I

Sulawesi Tengah dan Pemerintah Dati II Donggala guna mempersiapkan segala

Page 4: Peta Mental Kota Palu

Mental Mapping Kota Palu

Sri Wulandari | 4

sesuatu yang ada kaitannya dengan kemungkinan Kota Palu sebagai Kota

Administratif. Usaha ini diperkuat dengan SK Gubernur KDH Tingkat I Sulteng

Nomor 225/Ditpem/1974 dengan membentuk Panitia Peneliti kemungkinan Kota

Palu dijadikan Kota Administratif, maka pemerintah pusat telah berkenan

menyetujui Kota Palu dijadikan Kota Administratif dengan dua kecamatan yaitu

Palu Barat dan Palu Timur.

Berdasarkan landasan hukum tersebut maka pemerintah Kota

Administratif Palu memulai kegiatan menyelenggarakan pemerintahan di wilayah

berdasarkan fungsi sebagai berikut :

a) Meningkatkan dan menyesuaikan penyelenggaraan pemerintah dengan

perkembangan kehidupan politik dan budaya perkotaan.

b) Membina dan mengarahkan pembangunan sesuai dengan perkembangan

sosial ekonomi dan fisik perkotaan.

c) Mendukung dan merangsang secara timbal balik pembangunan wilayah

Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah pada umumnya dan Kabupaten Dati

II Donggala.

Hal ini berarti pemerintah wilayah Kota Administratif Palu

menyelenggarakan fungsi-fungsi yang meliputi bidang pemerintahan, pembinaan

kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya perkotaan dan pengarahan

pembangunan ekonomi, sosial dan fisik perkotaan.

Selanjutnya berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1994, terjadi

perubahan status dari Kota Administratif Palu menjadi Kotamadya Palu yang

sekarang menjadi Kota Palu yang terbagi menjadi 8 kecamatan, yaitu Kecamatan

Palu Timur, Kecamatan Palu Barat, Kecamatan Palu Selatan, Kecamatan Palu

Utara, Kecamatan Ulujadi, Kecamatan Tatanga, Kecamatan Mantikulore dan

Kecamatan Tawaeli.

Kota Palu terletak memanjang dari timur ke barat disebelah utara garis

katulistiwa dalam koordinat 0,35 – 1,20 LU dan 120 – 122,90 BT. Luas wilayahnya

395,06 km2 dan terletak di Teluk Palu dengan dikelilingi pegunungan dan sungai

membelah ditengah kota. Kota Palu terletak pada ketinggian 0 – 2500 m dari

Page 5: Peta Mental Kota Palu

Mental Mapping Kota Palu

Sri Wulandari | 5

permukaan laut dengan keadaan topografis datar hingga pegunungan. Sedangkan

dataran rendah umumnya tersebut disekitar pantai. Sedangkan morfologi Kota

Palu pada awalnya mengikuti pola perkembangan fisik yang bersifat konsentris,

yaitu penjalaran fisik kota yang mempunyai sifat rata pada bagian luar, cenderung

lambat dan menunjukkan morfologi kota yang kompak disebut sebagai

perkembangan konsentris (concentric development). (Northam dalam Yunus

(1994)).

KARAKTERISTIK VALUNER (NARASUMBER)

Tujuan dari penyusunan peta mental di Kota Palu ini untuk mengumpulkan,

mengorganisasikan, menyimpan dalam ingatan, memanggil, dan menguraikan

kembali informasi mengenai loaksi relatif serta tanda-tanda mengenali lingkungan

geografis oleh seseorang terhadap suatu kota.

Narasumber untuk pengumpulan data dan peta mental Kota Palu adalah

penduduk asli Kota Palu dan pendatang yang sudah mentap di Kota Palu yang

berjumlah 5 orang dengan latar belakang umur, jenis kelamin, pendidikan,

pekerjaan, dan kegemaran yang berbeda.

Narasumber 1 merupakan penduduk asli Kota Palu yang berjenis kelamin

perempuan dan berusia 28 tahun ini menyebutkan bahwa ciri khas dari Kota

Palu adalah Patung Kuda, Anjungan Pantai Talise, Monumen Nosarara

Nosabatutu, Bundaran STQ, Taman Nasional, Lapangan Vatulemo, Masjid

Arkam Babu Rahman (Masjid Terapung), Jembatan Palu IV, dan Pusat Rekreasi

Masyrakat. Narasumber yang sekarang berstatus mahasiswa dengan latar

pendidikan sebelumnya yaitu arsitektur dan juga gemar mendengarkan musik

ini, maka yang terpilih menjadi ciri khas suatu kota adalah tempat atau

bangunan yang paling menonjol sehingga mudah untuk dikenali.

Narasumber 2 merupakan warga pendatang yang berasal dari Kota Makassar

(Sulawesi Selatan) yang berjenis kelamin laki-laki dan berusia 27 tahun ini

menyebutkan bahwa yang menjadi ciri khas dari Kota Palu adalah Monumen

Nosarara Nosabatutu, Patung Kuda, Jembatan Palu IV, Kampung Nelayan,

Page 6: Peta Mental Kota Palu

Mental Mapping Kota Palu

Sri Wulandari | 6

Masjid Arkam Babu Rahman (Masjid Terapung), Bundaran Hasanuddin,

Kawasan Pertokoan, Sungai Palu dan Anjungan Pantai Talise. Narasumber yang

bekerja di salah satu kantor swasta dengan latar pendidikan yaitu teknik sipil

serta gemar berenang ini, maka yang menjadi ciri khas kota ini adalah tempat-

tempat yang paling sering dikunjugi dan juga tempat rekreasi.

Narasumber 3 merupakan warga pendatang yang berasal dari Kota Kediri (Jawa

Timur) yang berjenis kelamin laki-laki, berusia 29 tahun dan sudah menetap di

Kota Palu selama 25 tahun ini menyebutkan bahwa ciri khas dari Kota Palu

adalah Rumah Adat Souraja, Anjungan Pantai Talise, Gedung Juang, Taman

Nasional, Lapangan Vatulemo, Kawasan Penggaraman, Kampung Nelayan, dan

Jembatan Palu IV. Narasumber yang bekerja disalah satu kantor pemerintahan

ini dengan latar belakang pendidikan dari teknik arsitektur ini dan gemar jalan-

jalan ini, maka yang menjadi ciri khas dari kota ini adalah tempat-tempat yang

memiliki nilai historis yang bisa dikelola menjadi kawasasn heritage dan yang

menjadi pusat aktivitas masyarakat.

Narasumber 4 merupakan warga yang berasal dari Kabupaten Parigi Moutong

yang merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Tengah yang berjenis

kelamin laki-laki dan berusia 31 tahun ini menyebutkan bahwa yang menjadi

ciri khas Kota Palu adalah Monumen Nosarara Nosabatutu, Patung Kuda,

Sungai Palu, Bundaran STQ, Lapangan Vatulemo, Jembatan Palu IV, Taman Gor,

dan Pantai Taman Ria. Narasumber yang bekerja di salah satu bank swasta dan

gemar bersepeda ini, maka yang menjadi ciri khas kota ini adalah tempat-

tempat yang biasa dilewati yang juga merupakan rute bersepeda untuk

berkeliling kota.

Narasumber 5 merupakan penduduk asli Kota Palu yang berjenis kelamin laki-

laki dan berusia 63 tahun ini menyebutkan bahwa ciri khas dari Kota Palu adalah

Gedung Juang, Taman Nasional, Jembatan Palu I, Pasar Tua, Rumah Adat

Souraja dan Kawasan Pertokoan. Narasumber yang juga seorang pensiunan

PNS dan pernah menjadi guru mata pelajaran Bahasa Indonesia serta gemar

Page 7: Peta Mental Kota Palu

Mental Mapping Kota Palu

Sri Wulandari | 7

berolahraga ini lebih menekankan kepada bangunan bersejarah yang dapat

menjadi ciri khas suatu kota.

ANALISIS PETA MENTAL

Citra kota merupakan kesan atau persepsi antara pengamat dengan

lingkungannya yang diberikan oleh orang banyak bukan individual. Kesan atau

persepsi setiap orang berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan,

pengalaman yang dialami dan sudut pandang. Citra kota lebih ditekankan pada

lingkungan fisik atau sebagai kualitas sebuah obyek fisik seperti warna, struktur

yang kuat, sehingga akan menimbulkan bentuk yang berbeda, bagus dan menarik

perhatian.

Dalam mengidentifikasi citra kota berdasarkan hasil pengamatan terhadap

masyarakat dapat dilakukan dengan menggunakan metode menurut Kevin Lynch,

yaitu melalui kegiatan wawancara mendalam (In depth interview) dan pemetaan

citra kota (Mental mapping). Saat wawancara dapat diajukan pertanyaan

mengenai bagaimana suatu kota disimbolkan oleh masyarakat kemudian diminta

untuk mendeskripsikan perjalanan mereka dari rumah sampai dengan ke tempat

aktivitas rutin seperti bekerja dan sekolah termasuk tanda-tanda yang mereka

alami selama perjalanan. Mereka juga diminta untuk membuat suatu daftar dan

deskripsi mengenai bagian-bagian yang paling mudah mereka kenali atau memiliki

ciri khas. Selain wawancara mereka juga diminta untuk membuat suatu sketsa

atau peta kasar dari kota itu. Dari sketsa itu dapat dilihat bahwa mereka tidak akan

mencantumkan tempat-tempat yang membingungkan dan bagian-bagian kota

yang tidak disukai oleh masyarakat.

Setiap orang akan memiliki peta mental yang berbeda-beda. Hal tersebut

disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut :

1. Gaya hidup seseorang akan berpengaruh terhadap peta mental yang

dimiliknya. Pengaruhnya terhadap tempat-tempat yang pernah diketahui atau

didatanginya.

Page 8: Peta Mental Kota Palu

Mental Mapping Kota Palu

Sri Wulandari | 8

2. Keakraban dengan lingkungan. Jika seseorang mengenal lingkungan sekitarnya

dengan baik, maka akan semakin luas dan semakin rinci peta mentalnya.

3. Keakraban sosial. Semakin pandai seseorang bergaul, maka akan semakin

banyak tempat baru yang akan dikunjungi. Hal ini berarti seseorang akan

semakin mengenal wilayah-wilayah lain diluar lingkungannya.

Dengan demikian berdasarkan hasil data diatas, dapat ditemukan bahwa

tempat yang paling mudah diingat yang dapat menjadi ciri khas Kota Palu, yaitu

Jembatan Palu IV dipilih oleh 4 narasumber, kemudian Patung Kuda, Anjungan

Pantai Talise, Taman Nasional, Monumen Nosarara Nosabatutu, dan Lapangan

Vatulemo masing-masing dipilih oleh 3 narasumber. Selanjutnya Kampung

Nelayan, Kawasan Pertokoan, Bundaran STQ, Sungai Palu, Rumah Adat Souraja,

Gedung Juang dan Masjid Arkam Babu Rahman (masjid terapung) masing-masing

dipilih oleh 2 narasumber. Kawasan penggaraman, Pusat Rekreasi Masyarakat,

Bundaran Hasanuddin, Taman GOR, Pantai Taman Ria, Pasar Tua dan Jembatan

Palu I masing-masing dipilih oleh 1 narasumber.

Peta mental seseorang dapat diukur melalui citra suatu kota sebagai

pembentuk identitas kota. Namun citra kota belum tentu dikatakan sebagai

identitas kota. Citra kota dapat dibuat secara instan, sedangkan identitas kota

membutuhkan waktu yang lama untuk membentuknya. Identitas kota berkaitan

dengan ritme sejarah yang telah melalui proses yang panjang. Sehingga dalam

sebuah citra kota memerlukan (Lynch, 1960) :

Identitas pada sebuah obyek atau sesuatu yang berbeda dari yang lain.

Struktur atau pola yang saling berhubungan antara obyek dan pengamat.

Makna terhadap obyek bagi pengamatnya.

Adapun elemen yang yang membentuk citra kota menurut Kevin Lynch

adalah sebagai berikut :

1. Paths merupakan suatu jalur yang digunakan oleh pengamat untuk bergerak

atau berpindah tempat untuk mengamati kota dan elemen –elemen lingkungan

lainnya yang saling berhubungan. Path menunujukkan rute-rute sirkulasi yang

biasanya digunakan orang untuk melakukan pergerakan secara umum, yakni

Page 9: Peta Mental Kota Palu

Mental Mapping Kota Palu

Sri Wulandari | 9

jalan, gang-gang utama, jalan transit, lintasan kereta api, saluran dan

sebagainya. Path mempunyai identitas yang lebih baik jika memiliki identitas

yang besar (misalnya ke stasiun, tugu, alun-alun dan lain-lain), serta ada

penampakan yang kuat (misalnya fasade, pohon, dan lain-lain), atau belokan

yang jelas.

Yang menjadi paths di Kota Palu adalah Jalan Prof. Yamin terdapat Lapangan

Vatulemo, Jalan Sultan Hasanuddin 1 terdapat Gedung Juang dan Taman

Nasional, Jalan DR. Moh. Hatta terdapat Taman Gor, Jalan Cumi-cumi terdapat

Pantai Taman Ria dan Masjid Arkam Babu Rahman (masjid terapung), Jalan

Rajamoili terdapat Anjungan Pantai Talise, dan Jalan Cut Mutia terdapat Pusat

Rekreasi Masyarakat dan Kawasan Penggaraman.

2. Edges merupakan batas yang memiliki identitas yang kuat karena tampak

visualnya yang jelas dan fungsi batasnya yang jelas untuk membagi atau

menyatukan dapat berupa suatu desain, sungai, gunung, dan sebagainya.

Yang menjadi edges di Kota Palu adalah Sungai Palu, yang membelah wilayah

kota bagian timur dan barat.

3. Districs merupakan kawasan bagian kota yang mempunyai karakter atau

aktivitas khusus yang mudah dikenali oleh pengamatnya yang memiliki bentuk

dan pola, wujud, ciri dan karakteristik yang berbeda dengan kawasan

sekitarnya, misalnya kawasan perdagangan, kawasan permukiman, daerah

pinggiran kota, daerah pusat kota, dan sebagainya.

Yang menjadi districs di Kota Palu adalah kawasan pertokoan dan kawasan

penggaraman.

4. Nodes merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis dimana arah atau

aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah ke arah atau aktivitas lain,

misalnya persimpangan lalu lintas, stasiun, lapangan terbang, jembatan, kota

secara keseluruhan dalam skala makro besar, pasar taman, square, dan

sebagainya.

Yang menjadi nodes di Kota Palu yang merupakan persimpangan lalu lintas

adalah patung kuda yang merupakan perempatan antara Jalan Rajamoili, Jalan

Page 10: Peta Mental Kota Palu

Mental Mapping Kota Palu

Sri Wulandari | 10

Undata, Jalan Raden Saleh, dan Jalan Cut Mutia. Kemudian nodes yang kedua

adalah Taman Nasional yang berbentuk lingkaran yang juga merupakan

persimpangan lalu lintas antara Jalan Sultan Hasanuddin I, Jalan Mawar, Jalan

Jend. Gatot Subroto, Jalan Wolter Monginsidi, dan Jalan Sulawesi. Selanjutnya

nodes yang ketiga adalah bundaran Hasanuddin yang juga merupakan

persimpangan lalu lintas antara Jalan Sultan Hasanuddin I, Jalan Togean, Jalan

Sultan Hasanuddin dan Jalan Jend. Sudirman. Nodes persimpangan lalu lintas

berikutnya adalah bundaran STQ antara Jalan Soekarno-Hatta dengan Jalan

Jabal Nur. Nodes yang lainnya adalah Taman Gor, Pasar Tua dan Jembatan Palu

IV.

5. Landmark merupakan simbol yang menarik secara visual dengan sifat

penempatan yang menarik perhatian dan mempunyai bentuk yang unik serta

terdapat perbedaan skala dalam lingkungannya. Beberapa landmark

mempunyai arti di daerah kecil dan hanya dapat dilihat di daerah itu, sedangkan

landmark lain mempunyai arti untuk keseluruhan kota dan bisa dilihat dari

mana saja. Landmark adalah elemen penting dari bentuk kota karena

membantu orang mengenali suatu daerah dan juga titik yang menjadi ciri suatu

kawasan. Misalnya sungai, gunung, pantai, gedung, patung, tugu, jembatan,

jalan layang, dan sebagainya.

Yang menjadi landmark Kota Palu yang alami adalah berupa bentang alam,

yaitu Sungai Palu, Gunung Gawalise, dan Teluk Palu. Sedangkan landmark yang

buatan, yaitu Jembatan Palu IV, Masjid Arkam Babu Rahman, Anjungan Pantai

Talise, Patung Kuda dan Monumen Nosarara Nosabatutu.

Page 11: Peta Mental Kota Palu

Mental Mapping Kota Palu

Sri Wulandari | 11

Gambar 1. Peta Mental berdasarkan Persepsi Masyarakat

Monumen

Nosarara

Nosabatutu

Bundaran

STQ

Jembatan

Palu IV

Patung

Kuda

Taman

Nasional Lapangan

Vatulemo

Kampung

Nelayan

Kawasan

Pertokoan

Sungai

Palu Rumah Adat

Souraja

Gedung Juang

Masjid terapung

Kawasan

Penggaraman

Pusat Rekreasi

Masyarakat

Bundaran

Hasanuddin

Taman GOR

Pantai

Taman

Ria

Anjungan

Pantai

Talise

Pasar Tua

Jembatan Palu I

U

Page 12: Peta Mental Kota Palu

Mental Mapping Kota Palu

Sri Wulandari | 12

Gambar 2. Peta Mental berdasarkan Elemen Pembentuk Citra Kota

Page 13: Peta Mental Kota Palu

Mental Mapping Kota Palu

Sri Wulandari | 13

Berdasarkan Gambar 1 diatas dapat diketahui terdapat 20 tempat yang

paling mudah diingat, yaitu : Jembatan Palu IV yang merupakan jembatan

lengkung pertama di Indonesia dan yang ketiga di dunia, kemudian patung kuda,

Anjungan Pantai Talise merupakan ruang terbuka publik yang berada di sepanjang

pesisir Pantai Talise, Taman Nasional merupakan salah satu ruang terbuka hijau

yang berada ditengah-tengah Kota Palu, Monumen Nosarara Nosabatutu yang

berarti Bersama Kita Satu merupakan bangunan berwarna putih yang berfungsi

sebagai simbol perdamaian dan merupakan bagian dari Taman Edukasi

Perdamaian Nusantara serta juga terdapat Gong Perdamaian Nusantara yang

hanya terdapat di 5 daerah di Indonesia. Selanjutnya Lapangan Vatulemo

merupakan ruang terbuka publik yang berada di depan Kantor Walikota Palu yang

juga menjadi salah pusat kegiatan masyarakat untuk berolahraga, menikmati

jajanan kaki lima, untuk kegiatan konser, upacara, pameran, hingga digunakan

untuk melaksanakan shalat untuk hari raya. Kemudian kampung nelayan

merupakan pantai tempat rekreasi yang berada di tengah kota. Kawasan

pertokoan yang terletak di Jalan Sultan Hasanddin ini merupakan salah pusat

perdagangan yang sudah ada sejak lama di Kota Palu dengan menggunakan sistem

pertokoan linier (shopping street). Bundaran STQ, Sungai Palu adalah sungai yang

membelah Kota Palu, Rumah Adat Souraja merupakan bangunan tradisional

tempat tinggal para raja. Gedung Juang merupakan bangunan peninggalan

Belanda dan juga merupakan bangunan pemerintahan pertaman di Sulawesi

Tengah. Masjid Arkam Babu Rahman atau yang lebih dikenal dengan sebutan

masjid terapung, karena memang memang letaknya yang menjorok ke arah laut

dan merupakan masjid terapung pertama di Kota Palu. Kemudian kawasan

penggaraman merupakan satu-satunya kawasan pembuatan garam yang tersisa di

Kota Palu, sehingga dijadikan kawasan cagar budaya. Pusat Rekreasi Masyarakat

merupakan ruang terbuka publik yang juga terletak di pesisir Pantai Talise ini

merupakan tempat favorit masyarakat Kota Palu untuk melepaskan kepenatan

karena dapat menikmati pemadangan ke arah Teluk Palu dan pegunungan dan

juga terdapat kafe-kafe kecil di sepanjang pesisir pantai yang menyuguhkan

Page 14: Peta Mental Kota Palu

Mental Mapping Kota Palu

Sri Wulandari | 14

jajanan tradisional. Bundaran Hasanuddin yang terletak bersebelahan dengan

kawasan pertokoan, kemudian Pantai Taman Ria juga merupakan tempat rekreasi

di tengah kota ke arah barat dari pusat kota. Pasar tua merupakan pasar

tradisional yang masih bertahan hingga sekarang dan yang terakhir adalah

Jembatan I merupakan jembatan pertama yang mengubungkan dua wilayah Kota

Palu yang dipisahkan oleh Sungai Palu.

Dapat disimpulkan bahwa pola perkembangan fisik Kota Palu cenderung

berbentuk konsentrik yaitu penjalaran fisik kota yang mempunyai sifat rata pada

bagian luar, cenderung lambat dan menunjukkan morfologi kota yang kompak

(Northam dalam Yunus (1994)) dengan fungsi kawasan permukiman, kegiatan

pemerintahan, kawasan perdagangan dan kawasan pendidikan berada di pusat

kota. Sedangkan tempat pusat kegiatan masyarakat yang menjadi landmark

hampir semuanya berpola linier (memanjang) mengikuti kondisi geografis yang

berada di sepanjang pesisir pantai Teluk Palu yaitu Pantai Taman Ria, Masjid

Arkam Babu Rahman (masjid terapung), Jembatan Palu IV, Anjungan Pantai Talise,

Pusat Rekreasi Masyarakat, Kawasan Penggaman dan Kampung Nelayan.

Page 15: Peta Mental Kota Palu

Mental Mapping Kota Palu

Sri Wulandari | 15

KESIMPULAN

Peta mental merupakan salah satu cara untuk mengidentifikasi citra suatu

kota yaitu dengan mendeskripsikan bagian atau tempat yang paling mudah

dikenali atau memiliki ciri khas tersendiri. Berdasarkan peta mental dari

narasumber didapatkan 20 tempat yang paling menonjol dan memiliki ciri khas

yang ada di Kota Palu. Sedangkan berdasarkan elemen pembentuk citra kota, peta

mental yang didapatkan adalah tempat-tempat yang berhubungan dengan peta

mental sebelumnya. Dengan demikian peta mental berdasarkan persepsi

masyarakat saling berkaitan terhadap elemen pembentuk citra kota.

Setiap orang dapat dengan mudah membuat peta mentalnya sendiri.

Namun kedetailan peta mental tersebut sangat bergantung pada pada setiap

orang dan seberapa sering orang tersebut berinteraksi dengan lingkungan

sekitarnya. Faktor lainnya seperti usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, dan

kegemaran juga cenderung memiliki pengaruh kuat dalam mempersepsikan suatu

kota.

Page 16: Peta Mental Kota Palu

Mental Mapping Kota Palu

DAFTAR PUSTAKA

Lynch, Kevin. 1960. The Image Of City. The M.I.T. Press. Cambridge.

Mulyati, Ahda dan Junaeny, Fitria. 2009. Pusat Pertokoan Dengan Konsep

Pedestrian Mall di Kota Palu. Jurnal Ruang Vol. 1 (1), 21-26.

Rifai. 2011. Analisis Perkembangan Fisik Kota Palu dengan Citra Landsat. Jurnal

Ruang Vol. 3 (1), 45-54.

Yunus, Hadi S. 1994. Teori dan Model Struktur Keruangan Kota. Fakultas Geografi

Universitas Gadjah Maada. Yogyakarta.

Zand, Markus. 1999. Perancangan Kota Secara Terpadu. Kanisius. Yogyakarta.

Internert Source

________. 2010. Sejarah Kota Palu I Sulawesi Tengah. [Online]. Tersedia di :

http://indo-one.blogspot.com/2010/07/sejarah-kota-palu-sulwesi-tengah.html.

[01 Desember 2014].

________. 2011. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.66 Tahun 2011. [Online].

Tersedia di : http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-daerah/kabupaten/id

/72/name/sulawesi-tengah/detail/7271/kota-palu. [01 Desember 2014].

Bappeda Provinsi Sulawesi Tengah. 2011. Sejarah Singkat Sulawesi Tengah.

[Online]. Tersedia di : http://sulteng.go.id./pub3/index.php?option=com

content&view=article&id=46&Itemid=53. [01 Desember 2014].

Damayanti, Rully. 2011. Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Persepsi Kota Surabaya.

[Online]. Tersedia di : http://rullydamayanti.wordpress.com/. [01 Desember 2014]

Palu, Soal. 2014. Taman Edukasi Perdamaian Nusantara, Hanya Sekedar Simbol?.

[Online]. Tersedia di : http://www.infopalu.com/2014/05/taman-edukasi-

perdamaian-nusantara-hanya-sekedar-simbol/. [01 Desember 2014].

Rumudiati, Ninik. 2009. Peta Mental Wilayah. [Online]. Tersedia di :

http://ninikr.blogspot.com/2009/05/peta-mental-wilayah.html. [01 Desember

2014].