Page 1
PRAKTIK TAHFIZ AL-QUR’AN DI PONDOK
PESANTREN DAR AL-QUR’AN (CIREBON)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S. Ag)
Oleh:
Futihatun Wasilah
NIM 1112034000115
PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
2019
Page 5
i
ABSTRAK
Al-Qur‟an adalah sumber utama ajaran islam dan
pedoman hidup bagi setiap muslim. Pondok Pesantren Dar al-
Qur‟an, yaitu Pondok Pesantren yang mengkhususkan diri dalam
mempelajari ilmu-ilmu al-Qur‟an, Pondok Pesantren khusus
menghafal al-Qur‟an yang mana setiap lembaga pendidikannya
mempunyai karakteristik masing-masing dalam proses
pembelajarannya dan terkhusus pada praktek metode yang
digunakan dalam pendidikan penghafalan untuk menghasilkan
para penghafal al-Qur‟an yang berkualitas. Berdasarkan latar
belakang diatas, peneliti merumuskan kedalam dua pertanyaan
sebagai berikut: (1) Bagaimana sejarah kelahiran Pondok
Pesantren Dar al-Qur‟an Cirebon? (2) Bagaimana penerapan
praktek tahfiz al-Qur‟an dalam aktivitas belajar para santri?
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif. Prosedur pengumpulan data yang dilakukan adalah
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Wawancara peneliti
lakukan kepada isntruktur tahfiz dan beberapa santri kelas 7
sampai 9 Mts yang menghafalkan al-Qur‟an di Pondok Pesantren
Dar al-Qur‟an Cirebon.
Hasil temuan peneliti menunjukkan (1) sejarah berdirinya
Pondok Pesantren Dar al-Qur‟an Cirebon adalah berawal dengan
adanya Musabaqoh tilawatil Qur‟an yang pada saat itu meminta
Ahsin Sakho Muhammad untuk membuatkan tempat karantina
para peserta Musabaqh tilawatil Qur‟an. (2) praktek tahfiz di
Pondok Pesantren Dar al-Qur‟an ini mengutamakan berarpaun
target hafalan baik surah-surah pilihan, juz 30 ataupun 5 juz.
Dikarenakan agar hafalan tersebut nantinya bisa berguna di
masyarakat seperti mengimami sholat, bisa digunakan juga untuk
berdakwah dan sebagai persyaratan masuk ke perguruan tinggi
atau beasiswa.
Kata kunci: metode tahfiz, praktek tahfiz, pesantren Dar Al-
Qur’an
Page 6
ii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Swt Yang Maha Pengasih
dan Maha Penyanyang, segala puji bagi Allah Swt, atas segala
nikmat, karunia, hidayah serta inayah-Nya kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan
tanpa aral yang berarti. Shalawat dan salam-Nya semoga
senantiasa tercurah kepada kekasih-Nya Muhammad Saw,
pembawa pelita hati bagi manusia, para sahabat, para keluarganya
serta kepada orang-orang yang mengikuti sunnah-nya hingga hari
kiamat.
Skripsi yang berjudul “Praktek Tahfiz di Pesantren Dar al-
Qur‟an Cirebon” penulis susun dalam rangka memenuhi dan
melengkapi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Agama
Islam (S. Ag) pada Program Studi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir
Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan
skripsi ini, masih banyak kekurangan dan kelemahan yang
dimiliki penulis. Namun berkat bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak, akhirnya penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-
dalamnya kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc, MA,
selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta
jajarannya, dan bapak Dr. Yusuf Rahman, MA selaku Dekan
Fakultas Ushuluddin, dan Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA
selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Qur‟ân dan Tafsîr. Serta Ibu
Dra. Banun Binaningrum, M.Pd selaku Sekertaris Jurusan
Ilmu al-Qur‟ân dan Tafsîr.
Page 7
iii
2. Dr. Yusuf Rahman, MA selaku dekan Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kusmana, Ph.D selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik
Fakultas Ushuluddin, Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA selaku
Wakil Dekan II Bagian Administrasi Umum Fakultas
Ushuluddin dan Dr. Media Zainul Bahri, MA selaku Wakil
Dekan III Bagian Kemahasiswaan Fakultas Ushuluddin.
3. Bapak Muslih Nur Hassan, Lc, M.Ag selaku dosen
pembimbing skripsi yang dengan besar hati dan sabar
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran,
semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
sehingga akhirnya bisa sampai ke meja Munaqasyah.
4. Dr. Eva Nugraha, M. Ag selaku dosen penasehat, orang tua
dan ketua sidang yang selalu meluangkan waktunya untuk
penulis, rumahnya yang selalu terbuka bagi penulis dan
teman-teman seperjuangan untuk dijadikan tempat
konsultasi dan bimbingannya. Juga melalui beliau, tumbuh
ide-ide baru, pemikiran baru, sehingga penulis ada masukan
dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. 5.Bapak Isa Salam, selaku dosen penasehat akademik yang
telah membuka jalan saya menuju ujian seminar proposal
skripsi dengan menyetujui judul skripsi yang saya ajukan.
6. Seluruh Tim Penguji Sidang Munaqasyah baik Ketua Sidang,
Penguji I, Penguji II, Sekretaris dan Pembimbing.
7. Seluruh dosen dan staff Fakultas Ushuluddin Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
mencurahkan segala kemampuannya guna memberikan ilmu-
Page 8
iv
ilmu yang tak ternilai harganya. Serta kepada seluruh Civitas
Akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan pelayanan terbaiknya selama penulis
menyelesaikan administrasi.
8. Teristimewa kepada kedua orangtua penulis yaitu Abah
Fuaedi Abd Bashier dan Ibu Wasmi yang telah mencurahkan
kasih sayangnya, serta tak putus-putusnya memberikan
dukungan dan doa kepada penulis dalam menempuh
pendidikan. Juga kepada kakak-adik penulis yaitu Mbak
Oom Khamisah, Iffah Syariefah, dan adik Uswatun Wasilah,
Maftuh Aldi atas segala motivasinya sehingga penulis dapat
sampai pada jenjang terakhir sebagai mahasiswa.
9. H. Endang Husna Hadiawan, S.Ag dan Hj. Arbiyah
Mahfudz, AH. S.TH.I dan seluruh keluarga besar Pesantren
Al-Qur‟an Nur Medina atas segala kebersamaannya selama
ini, yang telah banyak mewarnai kehidupan penulis, juga
tempat tinggal yang baik kepada penulis untuk terus belajar.
10. Keluarga Besar Pesantren Nurul Falah Sepatan, Pondok
Pesantren yang sedikit banyak telah membentuk pribadi
penulis dan memberikan banyak pelajaran yang berharga
kepada penulis selama belajar bersama.
11. Calon Suami Mas Khaerul Fuad, yang cinta dan sabarnya
menjadi motivasi bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi
ini.
12. Teman-teman middle room dan para hafidzah yaitu Wawah,
Uci, Iza, Khalimah, Dina, Mba Lida, Neng Hiha, Halimah,
Hilya, dan Himmeh yang selalu sabar menyimak hafalan
Page 9
v
penulis yang belum ada apa-apanya ini menjadikan penulis
terus semangat dalam murojaah.
13. Teman-teman terkasih angkatan 2012 wabil khusus team
gegares The Evanger yang setiap malam selalu kuacian,
reboan, jagungan demi menyelesaikan misi skrispi dan
wisudaan. Thanks kalean terbaik
14. Serta kepada semua pihak yang telah ikut andil dan
berpartisipasi serta membantu penulis dalam menyelesaikan
Skripsi ini, semoga amal baik mereka diterima di sisi Allah
SWT dan mendapat balasan yang berlipat ganda, amiin.
Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
sangat jauh dari kesempurnaan baik dari segi bahasa maupun
isinya, karena kemampuan dan kondisi serta berbagai hal yang
berkenaan dengan penulis skripsi ini, mohon kiranya kritik dan
saran konstruktif bagi penulis. Maka dengan kerendahan hati,
Alhamdulillah penulis dapat mewujudkan skripsi yang sangat
sederhana ini, walaupun demikian penulis berharap skripsi ini
bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Ciputat, 25 Juli 2019
Hormat saya,
Futihatun Wasilah
Page 10
vi
PEDOMAN TRANLITERASI
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Nomor: 507 Tahun 2017.
Huruf
Arab
Huruf
Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا
B Be ب
T Te ت
Ts Te dan es ث
J Je ج
H h dengan garis bawah ح
kh ka dan ha خ
D De د
dz de dan zet ذ
R Er ر
Z Zet ز
S Es س
sy es dan ye ش
S es dengan garis di bawah ص
ḏ de dengan garis di bawah ض
ṯ te dengan garis di bawah ط
ẕ zet dengan garis di bawah ظ
koma terbalik di atas hadap kanan ع
gh ge dan ha غ
F Ef ف
Q Ki ق
K Ka ك
L El ل
M Em م
N En ن
W We و
H Ha ه
Apostrof ˋ ء
Y Ye ي
Page 11
vii
2. Vokal
Vokal adalah bahasa Arab, seperti vokal bahasa
Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal
rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal, ketentuan alih
aksaranya adalah sebagai berikut.
Tanda Vokal
Arab
Tanda Vokal
Latin
Keterangan
A Fathah
I Kasrah
U Ḏammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya
ada sebagai berikut:
Tanda Vokal
Arab
Tanda Vokal
Latin
Keterangan
ai a dan i ا ي
au a dan u ا و
3. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam
bahasa dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal
Arab
Tanda Vokal
Latin
Keterangan
ا â a dengan topi di
atas
î i dengan topi di ا ي
atas
û u dengan topi di ا و
atas
Page 12
viii
4. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab
dilambangkan dengan huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi
huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiah maupun huruf
kamariah. Contoh: al-rijâl bukan ar- rijâl, al-dîwân bukan
ad- dîwân.
5. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab
dilambangkan dengan sebuah tanda tasydīd ) ) dalam alih
aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan
menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan
tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda
syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh
huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata (الضرورة) tidak ditulis
ad-ḏarûrah melainkan al-ḏarûrah, demikian seterusnya.
6. Ta Marbûṯah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta
marbûṯah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf
tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di
bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûṯah
tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun,
jika huruf ta marbûṯah tersebut diikuti kata benda (ism),
maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat
contoh 3).
Page 13
ix
No Kata Arab Alih Aksara
Ṯarîqah طريقة 1
al-Jâmi„ah al-Islâmiyyah اجلامعة اإلسالمية 2
Wahdat al-wujûd وحدة الوجود 3
Page 14
x
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................ ii
PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah .. 6
D. Manfaat dan Tujuan Penelitian .............................. 7
E. Tinjauan Pustaka ...................................................... 8
F. Metode Penelitian .................................................... 12
G. Sistematika Penulisan .............................................. 15
BAB II METODE MENGHAFAL AL-QUR’AN .............. 17
A. Pengertian Metode dan Menghafal ........................ 17
B. Macam-macam Metode Menghafal Al-Qur‟an ...... 19
C. Faktor Pendukung dalam Menghafal Al-Qur‟an.... 24
D. Syarat yang Harus Dipenuhi Dalam Menghafal .... 27
BAB III BIOGRAFI DAN PROFIL PESANTREN ............ 30
A. Biografi Ahsin Sakho Muhammad Asyrofuddin ..... 30
1. Jejak Akademik dan Non Akademik ................ 31
2. Jejak Karir Organisasi ...................................... 33
3. Jejak Prestasi dan Legacy ................................. 34
4. Karya-karya ...................................................... 34
B. Profil Pondok Pesantren Dar Al-Qur‟an Cirebon .. 35
1. Sejarah Pondok Pesantren Dar al-Qur‟an ......... 35
Page 15
xi
2. Visi dan Misi Pesantren ................................... 36
3. Struktur Organisasi Pesantren .......................... 37
4. Kegiatan Menghafal al-Qur‟an ......................... 38
5. Fasilitas ............................................................. 40
6. Ekstra Kulikuler ................................................ 41
BAB IV PENERAPAN METODE HAFALAN DI PONDOK
PESANTREN DAR AL-QUR’AN ....................... 42
A. Pelaksanaan Pembelajaran Tahfiz al-Qur‟an di
Pesantren Dar Al-Qur‟an ......................................... 43
B. Implementasi Metode Tahfiz Al-Qur‟an di Pesantren
Dar al-Qur‟an ........................................................... 46
C. Praktik Tahfiz al-Qur‟an di Pesantren Dar al-Qur‟an
dan Wacana Pemeliharaan Kitab Suci ..................... 49
BAB V PENUTUP .................................................................. 54
A. Kesimpulan ............................................................. 54
B. Saran-saran .............................................................. 55
DAFTAR PUSTAKA ............................................................ 56
LAMPIRAN
Page 16
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Dokument Pengajian Hafalan
Lampiran 2
Dokumen Wawancara
Lampiran 3
Data instruktur dan santri
Page 17
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sesungguhnya al-Qur‟ân adalah Kalamullâh dan
merupakan petunjuk Allah SWT dalam mengenai apa yang
dikehendakinya. Bahkan secara keseluruhan al-Qur‟an adalah
eksistensi seperti isi alam raya dan benda yang ada di
dalamnya. Al-Qur‟an berisikan elemen eksistensi yang
universal, oleh karena itu al-Qur‟ân merupakan petunjuk atau
hidayah untuk seluruh umat manusia.1 Memahami al-Qur‟ân
adalah ibarat menmpuh sebuah perjalanan. Memerlukan
banyak wawasan sekitar Al-Qur‟ân yang hendak dituju dan
pengetahuan tentang rambu-rambu yang niscaya diperhatikan
dalam menempuh perjalanan tersebut.2
Hidup di bawah naungan Al-Qur‟ân adalah nikmat
yang tidak dapat diketahui kecuali oleh orang yang
merasakannya. Tiada bacaan seperti Al-Qur‟ân yang
dipelajari bukan hanya susunan redaksi dan pemilihan
kosakatanya, tetapi juga kandungan yang tersurat, tersirat
bahkan sampai kepada kesan yang ditimbulkannya semua
dituangkan dalam jutaan jilid, buku, generasi ke generasi.
Kemudian apa yang dituangkan dari sumber yang tak pernah
kering itu, berbeda-beda sesuai dengan perbedaan
1 Muhammad Chirzin, Permata Al-Qur’an(Yogyakarta: Qirtas, 2003), h.1
2 „Abdul „Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada, Ensiklopedi Adab Islam
Menurut al-Qur‟an dan as-Sunnah, (Jakrta: Pustaka Imam Asy-Syafi‟I, 2007),
h. 215
Page 18
2
kemampuan dan kecenderungan. Al-Qur‟ân layaknya permata
yang memancarkan cahaya yang berbeda-beda sesuai dengan
sudut pandang masing-masing.3
Diantara keistimewaan al-Qur‟ân adalah ia merupakan
kitab yang dijelaskan dan dimudahkan untuk dihafal. Al-
Qur‟ân adalah sumber utama ajaran islam dan merupakan
pedoman hidup bagi setiap muslim. Al-Qur‟ân bukan sekedar
memuat petunjuk tentang hubungan manusia dengan
Tuhannya, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan
sesamanya bahkan hubungan manusia dengan alam
sekitarnya.4Dari sini dapat kita pahami bahwa pernyataan-
pernyataan al-Qur‟ân Al-Karim seperti yang penulis
kemukakan bahwa al-Qur‟ân itu bersifat universal. Al-Qur‟ân
memberikan pengaruh yang baik bagi pembacanya. Meski
demikian, kita masih dituntut untuk berusaha membuat
interpretasi rasional dan berusaha keras untuk mengungkap
rahasia-rahasia dibalik pernyataan ayat-ayat dan
menyimpulkannya.5
Setiap seseorang mempunyai seni atau metode
tersendiri dalam menghafal al-Qur‟ân yang sesuai dengan
kondisi masing-masing. Inilah bagian dari mukjizat sekaligus
keistimewaan al-Qur‟ân. Karena orang yang sibuk pun bisa
meghafal al-Qur‟ân. Demikian pula, orang yang memiliki
3 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2003), h.3.
4 Aziz Abdul Rauf, Kiat Sukses Menjadi Hfidz Qur’an Da’iyah,
(Bandung: Syamil Cipta Media, 2004), h. 86 5Kayfa Nata’amal Ma’al-Qur’an, Terj, Drs. Masykur Hakim, M.A
(Bandung, Mizan, 1996), h. 39
Page 19
3
banyak waktu luang, pelajar dan juga orang awam bisa
melakukannya. Maka al-Qur‟ân adalah sebaik-baik pengajar,
pendidik dan yang akan mengangkat derajat di dunia dan
akhirat. Al-Qur‟ân mewujudkan kebahagiaan dan ketenangan
dalam hidup. Pengaruhnya terlihat secara nyata dan dapat
membantu beralih dari yang baik menuju yang lebih baik
dalam semua lini kehidupan.6
Bagi seorang muslim, menghafal al-Qur‟ân baik
secara keseluruhan 30 juz maupun sebagainya, merupakan
ibadah menghafal al-Qur‟ân adalah ibadah yang sangat
agung. Menghafalkan al-Qur‟ân adalah perintah Allah. Setiap
ibadah yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya pasti
mengandung kemashlahatan bagi umat islam, baik
kemashlahatan di dunia maupun akhirat.7 Dengan
melaksanakan ibadah menghafal al-Qur‟ân, Insya Allah
seorang muslim akan mendapatkan banyak kebaikan dan
manfaat. Dan sebagian manfaat tersebut adalah bersifat
spiritual, dan sebagiannya bersifat fisik.
Membaca al-Qur‟ân mempunyai nilai ibadah yang
mendatangkan pahala. Al-Qur‟ân mempunyai keutamaan
yang sangat luar biasa. Jika membacanya saja bernilai ibadah,
apalagi menghafalkannya. Itulah kemukjizatan al-Qur‟ân.
Etika ini perlu diperhatikan, mengingat bahwasanya orang
yang sedang membaca ataupun menghafal al-Qur‟ân ibarat
6 Ahmad Salim Badwilan, Kisah Inspiratif Para Penghafa Al-Qur’an,
(Grogol Sukoharjo, WIP, 2008), h.96 7Abu Ammar, Abu Fariyah Al-Adnani, Negeri- negeri Penghafal Al-
Qur‟an, (Sukoharjo, Al-Wafi, 2015), h. 115
Page 20
4
berdialog dengan Allah.8 Meskipun diyakini bahwa al-Qur‟ân
diperihala Allah SWT, namun hendaknya kita sebagai
hambanya jangan terpaku pada penafsiran secara harfiyah
sehingga tidak melakukan usaha apa-apa. Oleh karena itu
salah satu cara untuk menjaga kemurnian al-Qur‟ân adalah
dengan cara menghafalnya hal ini biasanya disebut dengan
tahfidz al-Qur‟an yaitu dengan cara membuka hati orang-
orang yang dikehendakinya untuk menghafal al-Qur‟ân
sebagai usaha untuk menjadi orang-orang pilihan dan yang
diamanati untuk menjaga dan memelihara kemurnian al-
Qur‟ân.9
Namun jika kita melihat realita yang ada, al-Qur‟ân
hanya dijadikan bahan pajangan rumah, lemari bahkan hanya
dibaca ketika selama bulan ramadhan saja. Tanpa dipahami
atau dihafalkan. Terkadang sebagian orang tua disibukkan
dengan urusan lain tanpa mengingat pentingnya mendidik
anak agar ingin menjadi anak yang hafal al-Qur‟ân atau
hafidz. Padahal jika kesadaran itu ditanamkan pada anak yang
sudah memasuki usia dini atau umat Muslim yang memiliki
keinginan atau meluangkan waktunya untuk membaca dan
menghafalkanal-Qur‟ân, maka akan sangat banyak manfaat
yang diperoleh. Selain itu, dapat mengantarkan seseorang
pada kebahagiaan dunia-akhirat dan meraih pahala yang
begitu besar.
8 Ulin Nuha Mahfudhon, Jalan Penghafal Al-Qur’an, (Jakarta: Percetakan
PT Gramedia, 2017), h. 104 9 Abdul Basith, Metode Hafalan Al-Qur‟an di Pesantren Nur Medina,
(Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, UIN Jakrta, 2017)
Page 21
5
Padahal secara konteks keindonesiaan, kita melihat
betapa banyaknya metode cepat menghafal al-Qur‟ân. Bahkan
seseorang bisa menghafal al-Qur‟ân hanya dalam hitungan
hari dan bisa dalam hitungan jam saja. Oleh karenanya
menurut pandangan Dr. Ahsin Sakho Muhammad dalam
menghafalkan al-Qur‟ân beliau memberikan beberapa
metode, salah satu metode yang dikemukakan oleh beliau
adalah metode membaca ayat yang akan dihafalkan dengan
melihat mushaf, sebanyak 10 sampai 30 kali dengan
konsentrasi dan fokus sambil menghafalkan.10
Sedangkan metode lain juga ditemukan di PPPA
Dârul Qur‟ân Cisarua Bogor, dalam upaya dan pembelajaran
di pondok pesantren ini mahasantri menghafal menggunakan
metode Al Qosimi. Metode Al Qosimi adalah metode cepat,
kuat dan praktis untuk menghafal al-Qur‟ân. Bisa di
praktekan bersama maupun tanpa guru. Dari usia pra sekolah
dan lansia. Metode Al Qosimi ini lebih mengutamakan
membaca ayat terlebih dahulu dan diulang sebanyak 40 kali
kemudian dilanjutkan menghafal dan murojaah. Karena
konsepnya membaca berulang-ulang juga termasuk
menghafal.11
Dari data di atas terdapat salah satu pesantren al-
Qur‟ân yang penulis kaji dalam karya ini, yaitu Pesantren Dâr
Al-Qur‟ân yang berada di Arjawinangun, Cirebon. Bertitik
10
Ahsin Sakho Muhammad, Menghafalkan al-Qur’an, (jaksel, Qaf Media
Kreativa, 2017) h.34 11
PPPA Daarul Qur‟an, Menghafal Al-Qur‟an dengan Metode Al-Qosimi,
di akses dari https://pppa.or.id, pada tanggal 16 oktober 2018 pukul 11.10
Page 22
6
fokus pada hafalan al-Qur‟an Pesantren Dâr Al-Qur‟ân
memberikan fasilitas pembinaan menghafalkan al-Qur‟ân
bagi mahasantri dan masyarakat pesantren yang mempunyai
keinginan dalam menekuni hafalan al-Qur‟ân. Disini dapat
terlihat bahwa kebutuhan akan pentingnya menghafalkan al-
Qur‟ân adalah suatu hal yang diimpikan oleh kebanyakan
orang. Hal inilah penulis menganggap penting untuk diteliti,
karena menjadi suatu kewajiban bagi umat muslim agar
mengetahui adanya perintah menghafalkan dan memahami al-
Qur‟ân. Dengan demikian, penulis melakukan penelitian
dengan mengambil tokoh pakar al-Qur‟ân dan bidang qiraat
yaitu Ahsin Sakho Muhammad selaku dosen tetap di fakultas
ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan latar
belakang di atas maka penulis ingin mengkaji lebih dalam
serta dapat menjawab permasalahan, sehingga penulis
bermaksud menyusun skripsi dengan judul: “Praktek Tahfiz
Al-Qur’ân di Pesantren Dâr al-Qur’ân Cirebon”.
B. Identifikasi, Perumusan dan Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah
diuraikan sebelumnya dan agar pembahasan dalam skripsi ini
terarah serta tidak terjadi kesalahan dalam penelitian, maka
penelitian ini dilakukan di Pesantren Dâr al-Qur‟ân
Arjawinangun Cirebon, yang meliputi praktek tahfiz al-Qur‟an
terhadap mahasantri penghafal al-Qur‟ân di Pesantren tersebut.
Praktek tahfiz yang penulis bahas adalah praktek yang
diterapkan di Pesantren, serta yang dijadikan objek penelitian
Page 23
7
adalah selaku instruktur tahfiz atau ustazah dan santri yang masih
bersekolah dan bermukim di asrama Pesantren Dâr Al-Qur‟an
Cirebon. Maka dari itu, penulis merumuskan beberapa masalah
yang ada sebagai berikut:
1) Bagaimana sejarah kelahiran Pondok Pesantren Dar al-
Qur‟an Cirebon?
2) Bagaimana penerapan praktek tahfiz al-Qur‟an dalam
aktivitas belajar para santri?
Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas dan tidak
terarah, maka penulis membatasi masalah yang ada, yakni pada
aspek teoritis dan implementasinya di Pondok Pesantren Dar al-
Qur‟an Cirebon.
C. Manfaat dan Tujuan Penelitian
Sebagaimana yang sudah tertuang dalam rumusan
masalah sebelumnya, maka tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian ini adalah untuk menjelaskan praktek tahfiz al-
Qur‟ân di Pondok Pesantren Dâr al-Qur‟an. Penelitian ini juga
untuk melihat seberapa jauh pengaruh metode dalam kegiatan
menghafal al-Qur‟ân bagi mahasantri penghafal al-Qur‟ân di
Pesantren Dâr al-Qur‟ân Cirebon.
Secara praktis penelitian ini akan menjadi bahan acuan
bagi lembaga pengembangan kajian al-Qur‟ân dalam
mengembangkan metode tahfiz al-Qur‟ân di pesantren dan
juga tersedianya informasi tentang lembaga yang
menyelenggarakan pengajaran al-Qur‟ân terhadap mahasantri
dan masyarakat umum.
Page 24
8
D. Tinjauan Pustaka
Untuk memahami posisi penelitian yang akan
dilakukan, penulis pun melakukan tinjauan pustaka atas
beberapa karya tulis yang membahas tema yang sama atau
mempunyai kemiripan dengan yang dibahas oleh penulis,
diantaranya adalah:
1. Abdul Basith (Skripsi, 2017)12
Jurusan Ilmu Al-Qur‟ân
dan Tafsir Fakultas Ushuluddin yang berjudul “(Model
Hafalan Al-Qur‟ân Di Pesantren Nur Medina).” Skripsi
ini membahas tentang perkembangan sebuah lembaga
pendidikan di pesantren dan model hafalan serta
pengaruh bagi pesantren tersebut.
2. Indriyani Sukaman (Skripsi, 2008)13
Jurusan Tafsir
Hadist Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yang berjudul
“(Metode Membaca al-Qur‟ân: Studi Komparatif Metode
Qiraati Dengan Metode Iqra‟).” Skripsi ini membahas
masalah perbedaan dan persamaan metode Qira’ati
dengan metode Iqra’ baik ditinjau dari metode
pengajaran ataupun materi pelajaran.
12
Abdul Basith, “Model Hafalan Al-Qur‟an di Pesantren Nur Medina”,
(Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017). 13
Indriyani Sukamana “Membaca dan Menghafalkan Al-Qur‟an: Studi
Komparatif Metodologi Qiraati dengan Metode Iqra”, (Skripsi S1 Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008).
Page 25
9
3. Nur Laila (Skripsi, 2014)14
Jurusan Ilmu Al-Qur‟ân dan
Tafsir Fakultas Ushuluddin yang berjudul “(Membaca
dan Menghafal Al-Qur‟ân di Kalangan Mahasiswa Tafsir
Hadist UIN Jakarta: Studi Kasus Mahasiswa Tafsir Hadis
Semester 3 dan 5 Tahun 2013).” Skripsi ini membahas
tentang menghafal al-Qur‟ân mendatangkan kemudahan.
4. Idah Mufidah (Skripsi, 2012) meneliti sebuah pesantren
yang berada di Babakan Lebaksiu Tegal. Dengan tujuan
mengetahui prosedur penerapan metode amsilati sebagai
metode praktis dalam mendalami Al-Qur‟ân.
5. Ahmad Atabik (Jurnal Penelitian, 2014) menyebutkan
bermacam-macam bentuk dan corak pengumpulan
masyarakat juslim Indonesia dengan al-Qur‟ân
diantaranya dalam tradisi tahfiz. Bagaimanapun al-
Qur‟ân sebagai kitab suci agama Islam, di Indonesia
mendapat tempat yang luar biasa di hati masyarakatnya,
begitu juga bagi yang hafal al-Qur‟ân dianggap menjadi
sesuatu yang sakral, diyakini mendatangkan
keberuntungan bagi orang yang bergumul dengannya
serta mendatangkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Sekilas aktivitas tahfiz bagi komunitas pesantren tampak
sudah biasa. Namun bagi para peneliti living Qur‟ân,
dilakukan secara terus menerus dan pada waktu-waktu
tertentu.
14
Nur Laila, “Membaca dan Menghafalkan Al-Qur‟an di Kalangan
Mahasiswa Tafsir Hadist UIN Jakarta”. (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014).
Page 26
10
6. Siti Rif‟ah (Skripsi, 2013) skripsi ini membahas tentang
pengaruh motivasi membaca al-Qur‟ân terhadap
ketenangan jiwa santriwati di pondok pesantren al-
Hikmah Tugurejo Tugu Semarang. Dilatarbelakangi oleh
perbedaan motivasi membaca al-Qur‟ân yang
mempengaruhi ketenangan jiwa santriwati. Dalam
membaca al-Qur‟an mempunyai dorongan atau motivasi
yang berbeda-beda, jadi kuantitasnya dalam al-Qur‟ân
berbeda-beda antara santriwati satu dengan yang lainnya.
Berbeda kuantitas membaca al-Qur‟ân. Maka berbeda
pula pengaruh ketenangan jiwa yang dialami para
santriwati.
7. Ahmad Anwar (Skripsi, 2014) bahwa terdapat
pelaksanaan mujahadah pondok pesantren Al-
Luqmaniyyah Umbulharjo Yogyakarta yang dilakukan
dan diwajibkan oleh pengasuh untuk para santri menjadi
rutinitas setiap hari dengan serentak dilakukan bersama-
sama dan dengan dipimpin oleh salah satu seorang imam
yang sudah dipilih oleh pengurus yakni: ta‟mir atas
persetujuan atas pengasuh pondok. Al-Qur‟ân menjadi
bagian dalam kehidupan mereka dalam pesantren.
Membaca al-Qur‟an menjadi nilai tersendiri atas masing-
masing individu dalam suatu masyarakat atau kelompok
tertentu yang diimplementasikan dalam aktivitas
masyarakat dalam suatu kebudayaan.
8. Setio Purwanto (Jurnal Suhuf, 2007) meneliti tentang
kecepatan menghafal al-Qur‟ân ditinjau dari daya ingat
Page 27
11
jangka pendek yang dilakukan di pondok pesantren
Krapyak Yogyakarta. Dan hasilnya bahwa daya ingat
jangka pendek berpengaruh signifikan terhadap
kecepatan menghafal al-Qur‟ân, semakin tinggi daya
ingat jangka pendeknya maka akan semakin cepat pula
dalam menghafal.
9. Siti Fuziah (Skripsi, 2014) bagaimana praktik pembacaan
al-Qur‟ân surat-surat pilihan di Pondok Pesantren putri
Dâr Al-Furqon dan apa makna praktik pembacaan al-
Qur‟ân surat-surat pilihan tersebut bagi para pelaku, baik
itu makna bagi santri secara umum, makna bagi santri
pengurus dan ustadzah, maupun makna bagi pengasuh.
Hasil penelitian dalam tulisan ini yaitu menunjukkan
bahwa pertama, praktik pembacaan al-Qur‟ân surat-surat
pilihan ini dilaksanakan rutin setelah shalat berjamaah
fardu yang dijadikan sebagai wirid ba‟da shalat dan
diikuti khusus oleh santri putri yang suci saja, dengan
diawali bacaan al-Qur‟ân surat al-Fatihah sebagai
hadhoroh atau bacaan tawassul kepada ahli kubur.
10. Babay pujiati (Skripsi, 2009)ia mendeskripsikan pondok
pesantren al-Qur‟ân al-Furqân yang mempunyai tujuan:
a. Mencetak qori‟ dan qori‟ah yang berahlak mulia, b.
Mengkatkan akhlakul karimah, iman dan taqwa, c.
Mempersiapkan masa depan yang qur‟ani.
Sementara yang membedakan skripsi penulis adalah
penulis hanya membahas tentang praktek tahfiz al-Qur‟an di
Pesantren Dâr al-Qur‟ân cirebon. Maka dari itu penulis
Page 28
12
menganggap bahwa skripsi di atas sangatlah berbeda dengan
apa yang penulis teliti. Perbedaannya dengan skripsi ini
adalah penulis memaparkan lebih dalam lagi tentang praktek
tahfiz menggunakan pendekatan secara langsung. Maka
menurut penulis pembahasan penting dan perlu dibahas.
Dengan demikian, ini menunjukan penelitian yang akan
penulis lakukan belum pernah dilakukan oleh penulis
sebelumnya.
E. Metodologi Peneltian.
Penelitian ini berjenis field research. Pengertian yang biasa
diberikan kepada field research adalah penelitian lapangan atau
penelitian di lapangan. Ada juga yang menamakan dengan
penelitian empiris atau penelitian induksi.15
Intinya, penelitian ini
berusaha untuk melihat fakta-fakta yang ada secara nyata dan
langsung.
Jika dilihat dari pendekatan analisisnya, penelitian jenis ini
termasuk dalam penelitian kualitatif, yang lebih menekankan
analisisnya pada proses penyimpulan induktif, serta analisis
terhadap dinamika hubungan antara fenomena yang diamati,
dengan menggunakan logika ilmiah.
Sedangkan dari kedalaman analisisnya, penelitian ini adalah
penelitian deskriptif, yang mana analisis hanya dilakukan sampai
taraf pendeskripsian, yaitu menganalisis dan menyajikan fakta
15
Emriz, Metodologi Penelitian Pendidikan; Kualitatif dan Kuantitatif,
(Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2008), h.169
Page 29
13
secara sistematis dengan tujuan agar mudah dipahami dan
disimpulkan.
Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan cara-cara
berikut:
a) Observasi
Observasi menyaratkan pencatatan dan perekaman
sistematis mengenai sebuah peristiwa, artefal-artefak, dan
perilaku-perilaku informan yang terjadi dalam situasi
tertentu, bukan seperti yang belakangan mereka ingat,
diceritakan kembali, dan di generalisasikan oleh
partisipan itu sendiri. Metode observasi ini jarang
digunakan sendiri, tapi sering dikaitkan dengan
wawancara.16
Dengan demikian, penelitian ini akan
melihat dan mencatat berbagai kegiatan santri dalam
melaksanakan program hafalan al-Qur‟an melalui praktek
tahfiz al-Qur‟an di Pondok Peantren Dar al-Qur‟an
Cirebon, sehingga akan mendapatkan data yang akurat
guna mendukung proses penelitian ini.
b) Wawancara
Wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara
peneliti dan responden. Komunikasi berlangsung dalam
Tanya jawab secara tatap muka, sehingga gerak dan
mimik responden yang merupakan pola media dapat
melengkapi kata-kata verbal. Karena itu, wawancara
16
Christine Daymon dan Immy Holloway, metode-metode riset Kualitatif
dalam Public Relation & Marketing Communication. Penerjemah Cahya
Wiratama (Bandung: Penerbit Bentang, 2008), h. 321.
Page 30
14
tidak hanya menangkap soal pemahaman dan ide, tetapi
juga menangkap perasaan, pengalaman, emosi dan motif
yang dimiliki informan.17
Dalam penelitian ini, penulis
mewawancarai sejumlah orang yang dianggap penting
dalam penelitian ini, seperti para pengajar dan santri di
Pondok Pesantren Dar al-Qur‟an Cirebon.
c) Dokumentasi
Dalam buku Pendidikan Islam Perspektif, disebutkan
bahwa metode dokumentasi adalah metode yang
dipergunakan dalam mencari data mengenai hal-hal atau
variable yang berupa catatan, transkip, surat kabar, dan
sebagainya.18
Adapun dalam penelitian ini, penulis
menggunakan tanya jawab untuk menggali beberapa
informasi mengenai santri disana. Nantinya, berbagai
jawaban dalam tanya jawab tersebut akan digunakan
sebagai acuan untuk mengambil kesimpulan.
Setelah data-data dikumpulkan, selanjutnya adalah proses
analisis data. Analisis data adalah upaya untuk
mengorganisasikan, memilah, dan menemukan apa yang
penting, untuk selanjutnya disampaikan atau layak
diterima oleh orang lain. Dalam penelitian ini, data yang
telah dikumpulkan akan dianalisis menggunakan metode
analisis kategori, dengan memperhatikan tahapan reduksi
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan dengan
model interaktif. Adapun deskripsi data, nantinya akan
17
W Gulo, Metodologi Peneltian (T. tp: Grasindo, t.t), h. 119. 18
Faisol, Pendidikan Perspektif Islam (Jakarta: Guepedia, t.t) h. 110.
Page 31
15
disajikan secara naratif untuk menggambarkan seluruh
kegiatan yang telah diteliti.
Adapun tehnik penulisan skripsi ini di bawah
panduan Buku pedoman Akademik dan Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta 2017. Yang disusun oleh tim
penyusun dan diterbitkan pada tahun 2017.19
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun dalam beberapa bab dan setiap
babnya terdiri dari beberapa subbab yang sesuai dengan
keperluan kajian yang akan dilakukan. Dengan tujuan untuk
mendapatkan hasil yang sistematis dengan perincian sebagai
berikut:
Bab pertama, merupakan pendahuluan, yang meliputi
latar belakang masalah mengapa perlu dibahas, kemudian
dirumuskan dan dibatasi supaya pembahasannya tidak
melebar. Begitu juga dalam bab ini memaparkan kegunaan
dan manfaat penelitian juga menunjukan kajian pustaka untuk
mengetahui masalah utama dan temuan yang telah dihasilkan
pada penelitian sebelumnya juga menjadi referensi dalam
melakukan penelitian yang akan digunakan untuk
menyelesaikan masalah yang akan dibahas.
Bab kedua, pada bab ini berisi hal-hal yang terkait
metode menghafal al-Qur‟an yang membahas seputar macam-
19
Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2017
Page 32
16
macam metode, pengertian metode dan menghafal, faktor
pendukung serta syarat yang harus dipenuhi dalam
menghafal.
Bab ketiga, pada bab ini berisi tentang profil lembaga
pesantren Dar al-Qur‟an termasuk didalamnya adalah sejarah
berdirinya pesantren ini kemudian kegiatan yang ada didalam
pesantren, fasilitas beserta guru-guru yang terlibat dalam
kegiatan hafalan, kemudian ditutup dengan pembagian santri
berdasarkan kategori tertentu.
Bab keempat, berisi hasil penelitian dan pembahasan,
yang meliputi: pengertian metode menghafal al-Qur‟an,
penerapan metode tahfiz dan hafalan al-Qur‟an, pelaksanaan
program pembelajaran tahfiz al-Qur‟an di pesantren Dar al-
Qur‟an, implementasi dan hasil pembelajaran menghafal al-
Qur‟an. Pada bab ini penulis menghadirkan hasil akhir dari
penelitian dalam memahami metode tahfiz.
Bab kelima, dalam bagian ini berisi penutup yang
meliputi kesimpulan atau hasil dari penelitian yang telah
penulis teliti dan saran-saran untuk penelitian selanjutnya
Page 33
17
BAB II
METODE MENGHAFAL AL-QUR’AN
A. Pengertian Metode dan Menghafal
Menghafal al-Qur‟an adalah kegiatan menghayati dan
meresapkan bacaan-bacaan al-Qur‟an kedalam hati hingga
melekat kuat dalam ingatan. Aktivitas al-Qur‟an menempati
tingkatan tertinggi dibandingkan sekedar membaca dan
mendengar karena terhimpun 3 (tiga) aktivitas sekaligus yaitu
membaca, mengulang bacaan, dan menyimpan dalam memori
otak.20
Dapat disimpulkan bahwa menghafal al-Qur‟an adalah
proses untuk memelihara, menjaga, dan melestarikan
kemurnian al-Qur‟an. Atas kaitannya mengenai cara-cara
dalam menghafal al-Qur‟an, disini akan digunakan istilah
“metode”.
Metode dalam bahasa arab dikenal dengan istilah
Thariqoh yang berarti langkah-langkah strategis yang
dipersiapkan untuk melakukan sesuatu pekerjaan.21
Metode
berasal dari method dalam bahasa inggris yang berarti cara.
Metode adalah cara yang tepat dan cepat dalam melakukan
sesuatu. Selain itu Zuhairi juga mengungkapkan bahwa
metode berasal dari bahasa yunani (Greeka) yaitu dari kata
“metha” dan “hodos”. Metha berarti melalui atau melewati,
sedangkan kata hodos berarti jalan atau cara yang harus
20
Subhan Nur, Energi Ilahi tilawah Al-Qur’an, Republika Penerbit,
Jakarta 2012, h. 45. 21
Zuhairi, Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993), h.
66.
Page 34
18
dilalui atau dilewati untuk mencapai tujuan tertentu.22
Sedangkan menurut Ahmad Tafsir dalam buku Metode
Pengajaran Islam mengatakan bahwa metode adalah istilah
yang digunakan untuk mengungkapkan pengertian cara yang
paling tepat dalam melakukan sesuatu.23
Makna metode dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
metode dibagi menjadi dua arti. Yang pertama, cara yang
digunakan untuk melaksanakan sesuatu pekerjaan agar
tercapai sesuai apa yang dikehendaki. Yang kedua, cara kerja
bersistem untuk memudahkan pelaksanaan sesuatu tujuan
yang ditentukan.24
Dari uraian dan pendapat di atas, penulis dapat
mengambil kesimpulan bahwa definisi tersebut memiliki
keterkaitan dengan menghafal al-Qur‟an. Maka dari itu
metode menghafal adalah cara yang tepat dan cepat untuk
memasukkan informasi berupa ayat-ayat Al-Qur‟an, dapat
menyimpannya dan juga dapat menyampaikannya diluar
kepala.
Sedangkan menghafal sendiri memiliki arti mengingat
atau menjaga ingatan. Dalam bahasa arab kata hafalan berasal
dari kata yahfazu yang memiliki arti memelihara, menjaga
22
Abdul Aziz Abdul Rauf, Kiat Sukses Menjadi Hafizh Qur’an Da’iyah,
Cet. 4, (Bandung: PT Syamil Cipta Media), 2004. 23
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Islam, (Bandung: Remaja Rosda
Karya, 1995), Cet. 1, H. 9. 24
Tim Pustaka Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Gita Media
press, tt), h. 406.
Page 35
19
dan ingatan.25
Maka kata hafalan dapat diartikan dengan
berusaha meresapkan kedalam pikiran agar selalu ingat
terhadap materi yang diterima.26
Sementara itu, menghafal al-
Qur‟an merupakan kegiatan menghayati dan meresapkan
bacaan-bacaan al-Qur‟an kedalam hati hingga melekat kuat
dalam ingatan.27
Dalam keterangan lainnya, disebutkan
bahwa aktivitas menghafal al-Qur‟an juga menempati
tingkatan tertinggi dibandingkan sekedar membaca dan
mendengar karena terhimpun 3 (tiga) aktivitas sekaligus yaitu
membaca, mengulang bacaan, dan menyimpan dalam memori
otak.28
Dari beberapa definis yang telah penulis kemukakan
diatas mengenai metode dan menghafal, maka dapat
disimpulkan bahwa menghafal al-Qur‟an adalah proses untuk
memelihara, menjaga dan melestarikan kemurnian al-Qur‟an
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad lewat perantara
malaikat Jibril diluar kepala agar tidak terjadi pemalsuan dan
perubahan serta dapat menjaga dari sifat lupa.
B. Macam-macam Metode Menghafal Al-Qur’an
Dalam menghafalkan al-Qur‟an tentu dibutuhkan
keuletan dan kedisplinan agar hafalan tersebut benar-benar
25
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Mahmud Yunus
Wadzuryah, 1997), h. 105. 26
Depdikbut, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Perum Balai
Pustaka, 1988), h. 335. 27
Hakim Huda Harahap, Rahasia Al-Qur’an, (Depok: Darul Hikmah,
2007), h. 28. 28
Subhan Nur, Energi Ilahi Tilawah Al-Qur’an, (Jakarta: Republika
Penerbit, 2012) h. 45.
Page 36
20
terserap kedalam otak atau masuk kememori jangka panjang
seseorang. Oleh karenanya dalam menghafal al-Qur‟an juga
perlu menggunakan metode untuk bisa menghafal secara
efektif dan mencapai target yang ditentukan. Pada prinsipnya
semua metode itu baik untuk dijadikan pedoman menghafal
al-Qur‟an, akan tetapi setiap orang mempunyai porsi daya
ingat yang berbeda-beda. Artinya tiap orang memiliki model
atau gaya menghafal yang berbeda juga dengan yang lainnya.
Maka dari itu, perlu adanya bimbingan guru agar bisa
membantu menemukan metode yang tepat untuk si penghafal.
Karena tidak sedikit orang yang bingung dalam menemukan
metode yang tepat.
Sementara itu, untuk mencapai hasil hafalan yang
baik, perlu adanya beberapa macam metode dalam menghafal
al-Qur‟an, untuk kajian ini penulis akan memaparkan
beberapa ragam metode menghafal al-Qur‟an, diantaranya
yaitu:
1. Metode Simai
Sima‟I sendiri artinya mendengar. Oleh karenanya
metode ini dilakukan dengan cara mendengarkan bacaan
orang lain, misal mendengar dari guru atau juga lewat
murotal. Dapat juga melalui bacaan sendiri yang direkam
kemudian dijadikan media untuk menghafal. Metode ini
sangat efektif bagi penghafal yang mempunyai daya ingat
yang extra, terutama bagi penghafal yang tunanetra atau
anak-anak yang masih dibawah umur yang belum
mengenal baca tulis al_Qur‟an. Dan cara ini bisa
Page 37
21
dipraktekkan langsung oleh orang tua, guru melalui
kaset/rekaman.
2. Metode Jama‟
Metode jama‟ adalah cara menghafal yang
dilakukan secara kolektif, yaitu ayat-ayat yang dihafal
secara bersama-sama, dipimpin oleh instruktur. Cara
kerjanya adalah, pertama instruktur membacakan satu
ayat atau beberapa yat dan siswa menirukan secara
bersama-sama, kemudian instruktur membimbingnya
dengan mengulang-ulang kembali ayat-ayat tersebut.
Setelah ayat-ayat itu dapat mereka baca dengan baik dan
benar, selanjutnya mereka menirukan bacaan instruktur
sedikit demi sedikit mencoba melepaskan mushaf dan
seterusnya, sehingga ayat yang sedang dihafalnya itu
sepenuhnya masuk ke dalam ingatan. 29
3. Metode Kitabah
Dalam bahasa Arab, kata kitabah artinya tulis,
menulis dan tulisan. Cara kerja dari metode kitabah ini
adalah menggunakan media kertas untuk menulis, jadi,
penghafal terlebih dahulu menulis ayat-ayat yang akan
dihafalnya pada selembar kertas, kemudian ayat-ayat
tersebut dibacanya sampai lancer dan benar bacaannya,
lalu dihafalkannya. Dengan berkali-kali menuliskannya ia
dapat sambil memperhatikan dan sambil menghafalnya
dalam hati..
29
Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Menghafal Al-Qur’an, (Jakarta, Bumi
Aksara, 2004), h. 63-66.
Page 38
22
4. Metode Tasalsuli
Cara kerja metode tasalsuli ini adalah menghafal
satu halaman al-Qur‟an, dengan menghafal satu ayat
sampai benar-benar hafal, kemudian pindah ke ayat kedua
sampai benar-benar hafal juga. Kemudian gabungkan ayat
satu dengan ayat kedua tanpa melihat mushaf. Dalam
metode ini, penghafal tidak boleh berpindah ke ayat
selanjutnya kecuali hafalan sebelumnya lancar, begitu
juga ayat berikutnya. Dalam menerapkan metode tasalsuli
ini, penghafal harus sabar karena harus banyak
mengulang-ulang setiap ayat yang sudah dihafal dan
menggabungkan dengan ayat sebelumnya yang sudah
dihafal.
5. Metode Annashr
Annashr sendiri berasal dari bahasa Arab yang
artinya pertolongan. Oleh sebab itu, metode ini bekerja
dengan cara menghafal yang dibarengi dengan memahami
maknanya. Metode ini memiliki cara kerja yang unik,
Karena menggunakan rumus menghafal 4-3-2-1.
Maksudnya adalah, guru akan membaca satu mufrodat
(kalimat) beserta artinya, kemudian murid akan
menirukan 4 kali sampai ayat 1 ayat selesai. Setelah itu
murid disuruh mengulangi lagi per mufrodat sampai
sampai ayat habis sebanyak 3 kali tanpa dibimbing, dan
diulangi lagi sebanyak 2 kali kemudian sekali.30
30
Muhammad Taufik, Belajar Cepat dan Mudah Terjemah Al-Qur’an
Metode An Nashr, (Malang: UM Press, 2013), h. 6.
Page 39
23
6. Metode Takrir
Kata “takrir” dalam bahasa Arab adalah (), yang
berarti pengulangan.31
Metode ini menggunakan cara
menghafal dengan mengulang hafalan yang sudah
ditambah ataupun yang sudah disetorkan kepada
instruktur. Dalam metode ini, cara mentakrir yang benar
adalah ketika penghafal mendahulukan hafalan yang baru,
kemudian dilanjutkan dengan hafalan yang lama.
Tujuannya adalah agar hafalan yang sebelumnya sudah
dihafal tidak lupa ketika ditambah dengan hafalan yang
baru. Metode ini adalah metode yang sering digunakan
oleh para penghafal al-Qur‟an, terutama di pesantren-
pesantren penghafal al-Qur‟an.
7. Metode ODOA (One Day One Ayat)
Secara bahasa one day adalah satu hari, sedangkan
one ayat artinya satu ayat. One day one ayat berarti
menghafal satu hari satu ayat. Metode ODOA ini
menggabungkan antara otak kiri dan otak kanan, selain itu
metode ini memiliki cara kerja yang unik, karena dalam
metode ini diterapkan menghafal satu ayat selama satu
hari dan harus benar-benar hafal kemudian dihari kedua
dilanjutkan menghafal ayat berikutnya. Berdasarkan
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa metode one
day one ayat adalah suatu metode menghafal satu hari
satu ayat yang dikembangkan berdasarkan multiple
31
Ma‟shum bin Ali, Kitab Al-Amtsilatul Tasrifiyah, ( Jakarta: Pustaka
Alamsyah, 1992) h. 12
Page 40
24
intelligences yaitu kecerdasan majemuk penghafal yang
memudahkan menghafal dengan proses yang
menyenangkan.32
8. Metode Dzikroni
Seperti namanya, metode ini diperkenalkan oleh
salah satu ustadz asal Sukoharjo, Jawa Tengah, yang
bernama Dzikron. Dalam prakteknya, metode ini
menggunakan model menghafal al-Qur‟an dengan gaya
bayati, metode ini bisa diterapkan untuk anak-anak,
remaja maupun orang tua yang ingin menghafal al-Qur‟an
dengan mudah dan menyenangkan. Metode ini mudah
difahami dan dipelajari karena menggunakan sistem
penghafalan yang mengenalkan kunci-kunci setiap
ayatnya.33
C. Faktor Pendukung Dalam Menghafal Al-Qur’an
Kegiatan menghafal al-Qur‟an tentu tidak semudah
dengan apa yang dibayangkan, kesulitan-kesulitan pasti
banyak ditemui oleh setiap orang yang sedang menghafalnya.
Oleh karena itu, sebelum menghafal al-Qur‟an penting untuk
mengetahui apa saja faktor-faktor pendukung yang ada
didalamnya. Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan
32
De Porter Boobi dan Mike Henarcki, Quantum Learning Membiasakan
Belajar Nyaman dan Menyenangkan, (Bandung, PT Mizan Pustaka, 2011), h.
210. 33
Sholikhah, “Proses Pembelajaran Tahfidz al-Qur‟an Dengan Metode
Dzikroni Di Pondok Pesantren Adh-Dhuhaa Gentan Baki Sukoharjo” (Skripsi
S1 Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Surakarta,
2017), h. 43.
Page 41
25
beberapa faktor pendukung dalam menghafal al-Qur‟an,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Bacaan al-Qur‟an Baik dan Benar
Bacaan yang baik dan benar tentu harus dimiliki
oleh para penghafal al-Qur‟an, karena bacaan al-Qur‟an
yang dianggap benar adalah manakala bacaannya telah
menerapkan ilmu tajwid. Begitu pula dengan bacaan yang
berirama dan lancar.
2. Konsisten Pada Satu Mushaf
Ketika konsisten memegang satu mushaf, maka
biasanya yang terukir dibenak adalah gambar halaman
dan ayat terakhir. Permulaan surah pada “halaman ini”
dan permulaan juz ada pada “halaman itu”, bahkan
dihalaman antara surah dan juz itu akan berakhir serta
berapa jumlah ayat yang ada di dalamnya. Semua itu
dapat memantapkan hafalan dan menjadikan lebih mampu
menyambung, menggabungkan dan menyelesaikan
halaman dengan baik dan cepat. Tapi jika suatu hari misal
menghafal dengan mushaf dari dari awal surah pada letak
yang lain, maka akan kebingungan. Oleh karena itu, salah
satu faktor pendukung dari menghafal al-Qur‟an adalah
dengan konsisten pada satu mushaf.34
3. Motivasi
Yang dimaksud motivasi disini adalah keadaan
seseorang yang mendorong untuk berbuat sesuatu.
34
Amjad Qasim, Kaifa Tahfazh al-Qur’an al-Karim fi Syahr, (Madiun:
Zamzam, 2012), h. 160.
Page 42
26
Seseorang yang menghafal al-Qur‟an pasti termotivasi
oleh sesuatu yang berkaitan dengan al-Qur‟an. Seperti
misal motivasi kesenangan pada al-Qur‟an atau karena
keutamaan yang dimiliki oleh para penghafal al-Qur‟an.
Karena dalam kegiatan menghafal al-Qur‟an sesorang
akan dituntut kesungguhan tanpa mengenal bosan dan
putus asa. Maka dari itu motivasi yang dimulai dari diri
sendiri sangat penting dalam mencapai keberhasilan, yaitu
menghafal al-Qur‟an 30 juz. Karena hal ini menekankan
pada hal-hal yang mengarahkan seseorang dalam suatu
tujuan.
4. Faktor Lingkungan Sosial
Dalam hal ini lingkungan mempunyai peranan
yang sangat penting terhadap keberhasilan atau tidaknya
pendidikan agama. Hal ini beralasan bahwa lingkungan
juga bisa menimbulkan semangat seseorang dalam
menghafal al-Qur‟an.35
Di samping itu kondisi
masyarakat pun turut mempengaruhi perkembangan jiwa
dan semangat. Seseorang yang tumbuh berkembang di
daerah masyarakat yang kental keagamaannya tentu dapat
mempengaruhi pola piker seseorang untuk menghafal al-
Qur‟an. Semua perbedaan sikap dan pola pikir pada diri
seseorang merupakan salah satu penyebab pengaruh dari
lingkungan masyarakat dimana mereka tinggal.36
35
Zuhairini dkk, Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani,
1993), h. 40. 36
M. Dalyono, Psikolog Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h.
130.
Page 43
27
5. Usia Cocok/Ideal
Walaupun tidak ada batasan tertentu secara mutlak
untuk mulai menghafal al-Qur‟an, Tingkat usia seseorang
terhadap keberhasilan dalam menghafal berbeda-beda.
Seseorang yang masih muda akan lebih potensial daya
ingatnya, dibandingkan dengan seseorang yang sudah usia
lanjut. Dalam hal ini ternyata usia dini atau anak-anak
lebih mempunyai daya rekam yang kuat terhadap sesuatu
yang dilihat, didengar dan dihafalnya. Karena Pada usia
muda, otak manusia masih sangat segar dan jernih.
Sehingga lebih fokus dan tidak terlalu banyak kesibukan,
serta masih belum memiliki banyak problem hidup. Maka
dari itu, usia yang cocok dalam upaya menghafal al-
Qur‟an ini sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
dalam menghafalnya.37
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan
bahwa faktor pendukung dalam menghafal al-Qur‟an
merupakan faktor terpenting yang perlu dipahami sebelum
menghafal.
D. Syarat yang Harus Dipenuhi Dalam Menghafal
Sebelum menghafal al-Qur‟an ada satu hal yang tidak
kalah penting untuk diperhatikan, yaitu syarat-syarat dalam
menghafal. Faktanya, poin ini sangat penting terhadap
berlangsungnya proses menghafal. Dalam konsep dan kriteria
37
Zulkifli, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rajawali Press, 1992), h.
52-53
Page 44
28
penghafal al-Qur‟an yang ideal menurut Ahsin Sakho
Muhammad38
adalah membaca harakatnya dengan benar.
Karena menurutnya kebanyakan orang yang bertekad dan
berencana untuk menghafal melakukan kesalahan, kemudian
menghafal dengan cara yang keliru. Maka sebaiknya sebelum
menghafal, hendaknya memastikan terlebih dahulu bahwa
yang dihafal itu benar.
Tidak hanya itu dalam bukunya yang berjudul
menghafalkan al-Qur‟an Ahsin Sakho Muhammad
menjelaskan bahwa salah satu yang perlu diperhatikan
seseorang sebelum menghafal adalah hati.39
Ketika
menghafal, keadaan hati harus tetap berada pada situasi
keimanan yang baik serta tidak boleh melakukan
kemaksiatan. Karena dengan posisi hati yang seperti ini
seseorang akan cepat dan mudah menghafal.
Dalam proses menghafal al-Qur‟an, para penghafal
mempunyai beberapa syarat agar proses penghafalannya
dapat berjalan lancar dan mencapai keberhasilan yang
maksimal, 40
diantaranya:
1. Niat yang ikhlas
Niat yang ikhlas dan sungguh-sungguh akan
mengantar seseorang ketempat tujuan dan akan
membentengi diri dari hal yang bisa menjerumuskan
38
Ahsin Sakho Muhammad adalah pendiri sekaligus pengasuh Pesantren
al-Qur‟an Dar al-Qur‟an. 39
Ahsin Sakho Muhammad, Menghafalkan al-Qur’an, (Jakarta: PT. Qaf
Media Kreativa, 2017), h 23 40
Ilham Agus Sugianto, Kiat Praktis Menghafal Al-Qur’an,(Bandung:
Mujahid, 2004), h.34
Page 45
29
kedalam hal yang tidak baik. Niat adalah hal yang paling
utama dalam melakukan sesuatu apapun, niat juga
sebagai pengaman dari penyimpangan dalam suatu proses
menghafal al-Qur‟an. Dengan adanya niat, maka seorang
tidak akan menganggap sesuatu itu sebagai beban yang
sangat berat di pikul.
2. Memiliki keteguhan hati
Keteguhan dan kesabaran hati juga termsauk syarat
yan penting dalam menghafal al-Qur‟an. Hal ini
dikarenakan dalam proses menghafal al-Qur‟an pasti akan
banyak kendala atau masalah yang berdatangan. Oleh
karena itu, untuk senantiasa dapat melestarikan hafalan
tersebut perlu memiliki keteguhan dan kesabaran hati,
karena kunci utama keberhasilan dalam menghafal al-
Qur‟an adalah ketekunan dan juga pengulangan.
3. Istiqamah
Yang dimaksud dengan istiqamah adalah konsisten,
yaitu tetap menjaga dialek bacaan dan juga konsisten
dalam membagi waktu untuk menghafal dan juga untuk
pengulangan. Seorang penghafal yang konsisten akan
sangat menghargai waktu, karena jika seorang penghafal
bermain dengan waktu, maka itu akan menghambat
prosesnya.
Page 46
30
BAB III
BIOGRAFI DAN PROFIL PESANTREN
A. Biografi Ahsin Sakho Muhammad Asyrofuddin
Ahsin Sakho Muhammad Asyrofuddin lahir pada
tanggal 21 Februari 1956 di Arjawinangun, Cirebon.
Keluarga Ahsin Sakho Muhammad ini merupakan keluarga
besar Pondok Pesantren Dar Al-Qur‟an Arjawinangun,
Cirebon. Ayahnya bernama Muhammad Asyrofuddin dari
keluarga biasa yang berlatar belakang pendidikan pesantren.
Sedangkan ibunya bernama Ummu Salamah Syathori putri
dari pendiri Pondok Pesantren Dar At-Tauhid Arjawinangun,
yakni KH. Syathori. Sejak kecil beliau telah menunjukkan
bakatnya dalam ilmu-ilmu al-Qur‟an. Oleh sebab itu, sejak
kecil beliau hidup dalam suasana religius yang dikenal
bersama delapan orang saudaranya.41
Meskipun hidup dalam keluarga yang berkecukupan,
Ahsin Sakho Muhammad tetap dididik hidup sederhana dan
taat agama. Akhlak terpuji tersebut selalu diterapkan
sepanjang hayat, sehingga membuatnya menjadi sosok yang
sangat menginspirasi para muridnya. Sikap tegas dan disiplin
selalu beliau ajarkan dalam pertemuan pembelajaran tanpa
henti, dengan harapan semua muridnya menjadi ahli Qur‟an.
Tak hanya itu, bahkan sikap tegas dan disiplin juga tampak
ketika beliau berusia muda. meski demikian, semangatnya
41
Ahsin Sakho Muhammad, Enslikopedi Tematis Al-Qur’an, (Jakarta:
Kharisma Ilmu, 2005), h. 105
Page 47
31
dalam mengajarkan ilmu-ilmu al-Qur‟an tak pernah luntur.
Hingga saat ini setiap minggu Ahsin Sakho Muhammad
bolak-balik Jakarta-Cirebon untuk mengajar di beberapa
Universitas, salah satunya Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Ahsin Sakho Muhammad beserta keluarga tinggal di
Jl. Kebon Baru No. 22, RT 01, RW 06, Arjawinangun,
Cirebon. Yang berada di area Pondok Pesantren Dar Al-
Qur‟an yang beliau dirikan pada tahun 2002.
1. Jejak Akademik dan Non- Akademik
Jejak akademik Ahsin Sakho Muhammad dimulai
dengan menempuh studi tingkat dasar di SD dan SMP
yang berlokasi di Desa tempat tinggalnya. Setelah tamat
SMP, Ahsin Sakho Muhammad belajar dasar-dasar ilmu
agama di Pondok Pesantren milik keluarganya. Selama
tiga tahun sejak 1970. Kemudian melanjutkan pelajaran di
Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, sambil belajar SMU.
Sejak lama, Pesantren Lirboyo memang didominasi oleh
para santri asal Cirebon dan sekitarnya.
Selanjutnya, di Pesantren terkemuka itu ahsin
Sakho Muhammad belajar fiqh dan ilmu-ilmu alat, seperti
nahwu, sharaf, dan sebagainya. Sementara disaat libur
panjang Ahsin Sakho Muhammad menimba di Pesantren
lain. Antara lain, pernah mengaji tabarruk kepada KH
Umar Abdul Manan (Solo) dengan menyetorkan hafalan-
hafalan al-Qur‟annya. Meski tidak lama belajar
kepadanya, tidak sampai dua bulan, Ahsin Sakho
Page 48
32
Muhammad merasa sangat beruntung, karena dari sana
beliau memperoleh syahadah sanad dari sang guru.
Sementara itu, Ahsin Sakho Muhammad
melanjutkan studi ke mancanegara dengan berkuliah di
Fakultas Kulliyatul-Qur‟an wa Dirasah Islamiyyah dari
Al-Jam‟iah Al-Islamiyah, Madinah al-Munawarah pada
tahun 1997. Selama belajar disana, beliau mendapatkan
beasiswa. Pemberian beasiswa tersebut, selain sebagai
penghargaan bagi mereka yang mempelajari dan
menghafal al-Qur‟an, juga untuk memotivasi para
mahasiswa yang kuliah di Fakultas tersebut.
Selepas menamatkan pendidikan keserjanan,
beliau melanjutkan ke program Pascasarjana di
Universitas yang sama dengan konsntrasi jurusan Tafsir
dan Ilmu al-Qur‟an, selesai pada tahun 1987 dengan tesis
Sejarah Perkembangan Ulumul Qur’an. Sedangkan untuk
disertasi beliau menulis tahqiq kitab At-Taqrib wal-Bayan
fi Ma‟rifati Syawadzil-Qur‟an karya Ash-Shafrawi, ulama
asal Iskandariyah, Mesir, kelahiran 636 H/1216 M. Dan
akhirnya beliau meraih gelar Doktor dengan yudisium
Mumtaz Syaraful „Ula (cumluade) pada tahun 1989.
Selama 12 tahun sejak tahun 1997, Ahsin Sakho
Muhammad menghabiskan masa mudanya di Jam‟iyyah
Al-Islamiyyah, Madinah. Diantara teman dari tanah air
yang sama belajar disana namun berbeda angkatan adalah
Hidayat Nur Wahid dan Salim Seggaf Al-Jufri. Setelah
selesai belajar di Madinah beliau kembali mengajar di
Page 49
33
Pondok Pesantren Darut Tauhid, Cirebon, yang diasuh
oleh pamannya, KH Ibnu Ubaidillah.
2. Jejak Karir Organisasi
Di bidang organisasi, karir Ahsin Sakho
Muhammad meliputi: Ketua Tim Revisi Terjemahan dan
Tafsir Departemen Agama (2004-2007). Selain itu,
dibidang pendidikan Ahsin Sakho Muhammad menjadi
tenaga pendidik di sejumlah perguruan tinggi berikut:
rektor Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta (2005-2014),
Sebagai dosen tetap di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Perguruan Tinggi Ilmu
Al-Qur‟an (PTIQ) Jakarta. Selain itu beliau dipercaya
menjadi pakar ilmu Qira‟ah Sab‟ah dan Qira‟ah Asyrah.
Kini Ahsin Sakho Muhammad menjadi pengasuh Pondok
Pesantren Dar Al-Qur‟an dan Dewan Penasihat Pondok
Pesantren Dar Al-Tauhid di Arjawinangun, Cirebon,
untuk mencetak para penghafal al-Qur‟an dan para
generasi Qur‟ani.
Sementara itu dibidang dakwah, Ahsin Sakho
Muhammad menjadi narasumber di berbagai dakwah lisan
maupun tulisan, seperti pengajian qiraat warasy, yang
diikuti para guru al-Qur‟an dari wilayah Cirebon dan
Sekitarnya. Sebelumnya, materi yang diberikan mencakup
semua qiraat mutawatir yang dikenal sebagai qiraat
sab’ah. Tetapi karena dipandang terlalu berat, dan
menyulitkan mereka yang belum memiliki bekal yang
memadai, lalu pengajian ini difokuskan pada salah satu
Page 50
34
qiraat saja, dan itu adalah qiraat warasy. Kemudian,
beliau juga, aktif di Lajnah pentashih al-Qur‟an kemenag
Republik Indonesia sekaligus penasehat Yayasan
Karantina Tahfizh al-Qur‟an Nasional.
3. Jejak Prestasi dan Legacy
Keahliannya dalam ilmu al-Qur‟an membawa
berkah tersendiri. Terbukti selama beberapa tahun
belakangan, setiap Ramadhan beliau diundang ke Inggris
untuk menjadi imam shalat Tarawih di London dan kota-
kota lainnya, meski demikian Ahsin Sakho Muhammad
tetap tinggal bersama keluarga di Cirebon untuk mengajar
di Pondok Pesatren miliknya. Selain itu, jejak akademik
Ahsin Sakho Muhammad yang luar biasa, terutama
dibidang al-Qur‟an, yang akhirnya berubah penobatan
menjadi seorang pakar Qiraat dan al-Qur‟an, sehingga
beliau berhak mendapatkan gelar Doktor di salah satu
Universitas Madinah dengan cumluade.
4. Karya-Karya Ahsin Sakho Muhammad
Ahsin Sakho Muhammad juga aktif menghasilkan
karya tulis, terutama terkait al-Qur‟an dan Qiraat yang
merupakan spesialisasi beliau. Berikut ini karya-karya
Ahsin Sakho Muhammad;
1. Keberkahan al-Qur’an
2. Renungan Kalam Langit
3. Oase al-Qur’an Penuntun Kehidupan
4. Oase al-Qur’an Pencerah Kehidupan (2018)
5. Oase al-Qur’an Penyejuk Kehidupan
Page 51
35
6. Membumikan Ulumul Qur’an (2019)
7. Menghafalkan al-Qu’an (2017)
8. Ensiklopedi Kemukjizatan Ilmiah al-Qur’an dan As-
Sunnah Kemukjizatan Bumi dan Laut
B. Profil Pondok Pesantren Dar al-Qur’an Cirebon
1. Sejaraah Pondok Pesantren Dar al-Qur’an
Pesantren Dar al-Qur‟an terletak di daerah Cirebon,
dibawah pimpinan Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad.42
Dalam ranah pendidikan islam pesantren ini tergolong
baru, namun aktivitas kegiatan pesantren telah
berlangsung sejak tahun 1988, dan secara resmi para
santri mendiami pesantren ini sekitar tahun 2003. Asal
muasal pesantren Dar al-Qur‟an ini menurut pimpinannya,
bahwa sekitar tahun 1990 terdapat beberapa pengurus
Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur‟an (LPTQ)
kabupaten Cirebon yang menitipkan peserta Musabaqah
Tilawatil Qur‟an (MTQ) cabang tafsir al-Qur‟an untuk
dibina dan dibimbing selama beberapa hari.43
Namun
karena pada saat itu belum ada tempat maka untuk
42
Ia menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) hingga strata tiga (S3) di
Jam’iyah Islamiyyah Medina Saudi Arabia. Beliau menuntut ilmu di pesantren
Lirboyo Kediri, pesantren Mangkuyu dan Solo pimpinan KH. Umar, Pesantren
al-Munawwir Krapyak Yogyakarta bahkan pernah di pesantren Yanbu‟ul
Qur‟an Kudus. Pesantren yang disebut terakhir ini tidak lama kira-kira sekitar
tiga atau empat bulan karena harus memenuhi panggilan belajar di Mekah al-
Mukarramah Saudi Arabia. 43
Wawancara dengan DR. KH. Ahsin Sakho Muhammad hari Selasa, 20
Februari 2019.
Page 52
36
sementara dititipkan ke pesantren-pesantren lain yang
memiliki korelasi.44
Sebelum pesantren resmi berdiri, para santri dari para
pesantren induk “Darut Tauhid” sangat antusias mengikuti
program pengajian al-Qur‟an kepada Dr. Ahsin Sakho
Muhammad di rumahnya, kegiatan dilaksanakan setiap
selesai shalat maghrib dan subuh, mayoritas mereka
mengaji al-Qur‟an secara bi an-nazar. Namun terdapat
beberapa santri yang mengaji al-Qur‟an secara bi al-
ghaib. Selain membimbing para santri, beliau juga
menyempatkan untuk membimbing para santri yang
belajar tentang qira‟at sab‟ah.
2. Visi dan Misi Pesantren Dar al-Qur’an
Setiap Pesantren tentu memiliki cita-cita mewujudkan
masyarakat yang islami melalui lahirnya bibit santri yang
berkualitas. Harapan ini menjadi motivasi yang terus
diperjuangkan dan dikerjakan secara sistematis dan
terprogram dengan penggemblengan santri. Dar al-Qur‟an
sendiri memiliki visi antara lain:
a) Menjadi Pondok Pesantren yang berkomitmen dan
intelektual berlandaskan ajaran al-Qur‟an dan as-
Sunnah.
44
Seoerti di pesantren induknya Darut Tauhid, bahkan pada masa-masa
awal terdapat peserta tafsir bernama H. Musta‟in utusan dari Jawa Barat yang
dititipkan ke pesantren Al-Arafat di Desa Gintunglor.
Page 53
37
b) Terciptanya pendidikan islam berdaya saing tinggi dan
berbasis moral sebagai kader umat yang menjadi
rahmatan lil alamin.
c) Membentuk generasi yang berkarakter Qur‟ani dalam
membangun peradaban dalam semua sisi kehidupan.
Misi:
a) Mencetak hafizh dan hafizhah yang fasih dalam
membaca dan menghafal al-Qur‟an.
b) Mewujudkan keimanan dan ilmu pengetahuan dalam
kehidupan sehari-hari.
c) Menjadikan al-Qur‟an sebagai prioritas utama layanan
pendidikan dengan mengedepankan akhlakul karimah.
3. Struktur Organisasi Pesantren
Dibawah ini adalah struktur organisasi kepengurusan
Pesantren Dar al-Qur‟an:
Pendiri : Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad
Ustadzah Hj. Habibah Mahfuz
Pengawas : KH. Mahsun Muhammad MA
Ustadz H. Endang Husna Hadi, S. Ag
Pengasuh : Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad
Ustadzah Hj. Habibah Mahfuz
Lurah Putra : Nur Cholid
Lurah Putri : Ela Qona‟atul Azizah
Sekretaris Putra : Muhammad Adlan
Sekretaris Putri : Evi Najihan
Bendahara Putra : Izul Arobi
Page 54
38
Bendahara Putri : Siti Qonaah45
4. Kegiatan Menghafal al-Qur’an
Sebagaimana kegiatan Pesantren pada umumnya yang
tidak terlepas dari kegiatan agama, begitu juga di
Pesantren Dar al-Qur‟an, kegiatan yang wajib diikuti di
Pesantren ini adalah tahfiz karena memang dari awal
dibentuknya Pondok Pesantren Dar al-Qur‟an itu menjadi
program unggulan di Pesantren ini selain program
unggulan lainnya seperti naghom, ilmu qiraat dll.
Adapun jumlah jumlah santri Pondok Pesantren Dar
al-Qur‟an terdiri dari 150 santri putra, dan 213 santri
putri, yang terbagi ke dalam 2 bagian yaitu santri
Khuffadz dan non Khuffadz. Santri Khuffadz putri
berjumlah sebanyak 53 orang yang terdiri dari pengurus
19, santri yang tidak sekolah 29, dan santri yang
bersekolah 5. Dan sisanya merupakan non Khuffadz.
Sementara itu untuk jadwal umum pengajian antara
santri putra maupun putri dilaksanakan mulai ba‟da
subuh sampai pukul 06.00 mengaji al-Qur‟an di aula
masing-masing dan tetap pada pengawasan instruktur.
Kemudian pada pukul 14.30-16.00 adalah untuk pengajian
santri yang non Khuffadz. Kemudian diteruskan pada
pukul 16.50 selesai pengajian tafsir Jalalain. Dan terakhir
45
Wawancara pribadi dengan Ela Qona‟atul Azizah, Dar al-Qur‟an, 25
April 2019.
Page 55
39
adalah pukul 20.00 sampai dengan pukul 21.00 pengajian
bersama walid.46
Sedangkan untuk jadwal pelaksanaan pengkajian al-
Qur‟an yaitu setoran hafalan dan tadarussan wajib di
Pondok Pesantren Dar al-Qur‟an ini terbagi menjadi dua
bagian, karena dalam Pondok Pesantren tersebut terdapat
dua tipe penghafal al-Qur‟an, yaitu bagi yang bersekolah
dan tidak bersekolah. Adapun bagi yang bersekolah
adalah:
a) Ba‟da maghrib untuk tadarrus wajib
b) Ba‟da isya untuk setoran wajib
Dan untuk para Khuffadz yang tidak bersekolah
mempunyai jadwal yang berbeda dengan yang bersekolah,
yaitu:
a) Pagi pukul 09.00-10.30 adalah waktu untuk
setoran dan tadarrus wajib
b) Siang pukul 13.30-14.30 adalah waktu untuk
setoran wajib
c) Malam ba‟da maghrib adalah waktu untuk
tadarrus wajib
Pada hari minggu pagi, kegiatan para santri adalah
bergotong royong (ro‟an) membersihkan seluruh area
Pondok Pesantren. Walaupun setiap hari para santri
mendapat tugas piket kebersihan secara bergantian, akan
tetapi pada hari minggu ini dilakukan secara bersama-
46
Yaitu Ahsin Sakho Muhammad, selaku pendiri serta pengasuh Pondok
Pesantren Dar al-Qur‟an Cirebon.
Page 56
40
sama. Hal ini dilakukan untuk mengaplikasikan nilai-nilai
Islam tentang kebersihan dan juga untuk memupuk rasa
kebersamaan dan kerukunan.
Sedangkan untuk mengembangkan wawasan dan
keterampilan kegamaan di Pondok Pesantren Dar al-
Qur‟an Cirebon, maka ditunjang dengan beberapa
kegiatan diantaranya: Khotmil Qur‟an bil ghoib setiap
hari minggu di akhir bulan, yasinan bersama setiap malam
jum‟at dan dilanjutkan pembacaan sholawat dengan
menggunakan alat musik marawis yang dibawakan oleh
santri putra, dan ziaroh wali setiap satu tahun sekali.
5. Fasilitas
Berdasarkan hasil penelitian, penulis dapat
menyimpulkan bahwa sarana dan prasana yang ada di
Pondok Pesantren Dar al-Qur‟an Cirebon sudah cukup
memadai untuk ukuran sebuah Pesantren. 4 lantai, lantai
pertama sebagai aula untuk kegiatan sholat berjamaah,
kemudian lantai kedua dan ketiga dijadikan kamar
istirahat santri dan lantai keempat sebagai jemuran
sekaligus tempat nderes santri.47
Berikut adalah daftar sarana dan prasarana yang
ada di Pondok Pesantren Dar al-Qur‟an:
1) Asrama putra dan putri
2) Aula pengajian al-Qur‟an
3) Musholla
47
Observasi di lapangan 21 April 2019.
Page 57
41
4) Perpustakaan
5) Ruang Belajar
6) Alat Rebana dan Marawis
7) Perpustakaan
8) Dapur Masak
9) Sound System
10) Area Prakir
6. Ekstra Kurikuler
a) Muhadharah
b) Shalawat al-Barzanji
c) Pelatihan kepemimpinan
d) Pelatihan mengajar al-Qur‟an
Page 58
42
BAB IV
PENERAPAN METODE HAFALAN DI PONDOK
PESANTREN DÂR AL-QUR’ÂN
Pada penelitian ini penulis memusatkan penelitian di
Pesantren Dâr al-Qur‟ân Cirebon disebabkan dalam beberapa
faktor. Pertama Pesantren tersebut adalah Pesantren yang
backgroundnya adalah Pesantren penghafal al-Qur‟ân, yang mana
kesehariannya tentu tidak lepas daripada berinteraksi dengan al-
Qur‟ân berupa metode menghafal al-Qur‟ân. Faktor yang kedua
ialah mengenai penerapan metode tahfîz yang digunakan pada
santri yang bermukim di Pesantren serta implementasi dan hasil
pembelajaran tahfiz al-Qur‟ân di Pesantren Dâr al-Qur‟ân.
A. Pelaksanaan Pembelajaran Tahfiz al-Qur’an di Pesantren
Dar Al-Qur’an
Dalam proses pembelajaran Tahfiz al-Qur‟an di Pesantren
Dar al-Qur‟an dilakukan berbagai upaya yang telah penulis
jelaskan pada sub sebelumnya, bahwasanya untuk mencapai
pembelajaran yang efektif dan efisien perlu adanya metode
atau cara yang jelas. Agar pembelajaran berjalan dengan
lancar juga tersistem secara rapi. Sebagaimana definisi
“Metode” pembelajaran sudah penulis jelaskan di bab
sebelumnya. Dalam pandangan filosofis pendidikan metode
merupakan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan
pendidikan. Seperti hasil wawancara penulis dengan Ahsin
Page 59
43
Sakho Muhammad yaitu selaku pendiri sekaligus pengasuh
Pondok Pesantren Dar al-Qur‟an menyatakan bahwa:
“Salah satu metode dalam menghafal al-Qur‟an adalah
metode menghafal satu per satu terhadap ayat-ayat yang
hendak dihafalnya. Metode ini adalah salah satu cara yang
digunakan di Pondok Pesantren Dar al-Qur‟an untuk
mencapai hafalan awal, setiap ayat bisa dibaca sebanyak
sepuluh kali atau berulang-ulang sesuai kemampuan
penghafal sehingga proses ini mampu mengkondisikan ayat-
ayat yang dihafalkannya dalam bayangannya, hingga dapat
membentuk gerak refleks pada lisannya. Demikian
selanjutnya, sehingga semakin banyak diulang maka kualitas
hafalan akan semakin tepat.”48
Dipesantren Dar Al-Qur‟an santri kelas 7, 8, dan 9 MTS
memiliki proses menghafal yang berbeda-beda. Seperti
halnya pada santri kelas 7 MTS yang hanya diwajibkan
membaca secara melihat (bi al-Nadhar) artinya untuk
menghafal belum dimulai. Siswa Dar Al-Qur‟an baru bisa
memulai hafalannya jika sudah kelas 8 MTS itupun
menghafal surah-surah pilihan (Al-Kahfi, Ar-Rahman,
Waqi‟ah, Yasin, Al-Mulk, Ad-Dukhan, As-Sajadah), hal ini
dikarenakan surah-surah tersebut nantinya akan bermanfaat
bagi santri jika santri tersebut sudah lulus dari pesantren
paling tidak bisa menjadi imam shalat ketika dibutuhkan di
masyarakat. Sedangkan di tingkatan siswa kelas 9 MTS sudah
diwajibkan untuk menghafal dari juz pertama. Saat akhir
masa sekolah (wisuda sekolah), selain wisuda sekolah santri
juga di wisuda al-Qur‟an, berapa pun juz yang santri hafal
baik itu 4 juz, 5 juz, 10 juz bahkan lebih mereka tetap di
48
Wawancara pribadi dengan Ahsin Sakho Muhammad, Pamulang 26 Februari 2019.
Page 60
44
wisuda dan mendapatkan penghargaan berupa ijazah sesuai
yang mereka hafal. Ijazah ini akan berguna bagi santri untuk
melanjutkan ke jenjang selanjutnya.49
Selain menghafal ketika santri berada di pesantren Dar
Al-Qur‟an, mereka menyibukkan diri untuk mempersiapkan
pelajaran sekolah untuk keesokan harinya, mengerjakan tugas
sekolah (PR), dan kegiatan-kegiatan yang ada di pesantren
Dar Al-Qur‟an lainnya.
Dalam proses pencarian data dan informasi yang ada di
Pesantren Dar al-Qur‟an, penulis menemukan cara alternatif
yang digunakan oleh santri untuk menghafal dan mengulang
hafalan al-Qur‟annya. Diantara cara atau metode tersebut
adalah dengan mengulang-ulang ayat sebanyak sepuluh
hingga tiga puluh kali sebelum dihafal. Karena cara ini sangat
efektif untuk mengingat ayat-ayat dalam al-Qur‟an. Hal ini
sesuai dengan apa yang diungkapkan salah satu santri kelas
delapan yang bernama Viani:
“Jadi metode yang saya gunakan biasanya ya metode
Takrir, jadi sebelum satu ayat saya hafalkan, terlebih dahulu
saya hafalkan, saya baca dulu binnadhar hingga sepuluh kali,
baru saya kemudian berani hafalkan. Sebab ayat yang dibaca
berulang kali sebelum dihafal akan lebih awet dan melekat
dihati maupun di dalam ingatan. Selain itu terkadang saya
49
Wawancara pribadi dengan Ahsin Sakho Muhammad, Pamulang, 26
Februari 2019.
Page 61
45
juga mendengarkan bacaan al-Qur‟an oleh Ustazah,
mendengarkan MP3 musik juga. Lalu saya menirukannya.50
Dari ungkapan santri tersebut dapat penulis simpilkan,
bahwa menghafal al-Qur‟an tidak seperti menghafal naskah
atau teks pidato. Karena al-Qur‟an sendiri tidak bisa
disamakan dengan karya sastra manapun. Perlu upaya yang
ekstra agar ayat yang dihafal bisa fasih. Dan cara atau metode
yang digunakan adalah seperti diatas. Sebab banyak diantara
para penghafal yang sudah selesai 30 juz tapi sering lupa di
beberapa ayat bahkan beberapa juz. Ada juga yang Tajwid
dan Makhaorijul hurufnya belum sempurna. Itu semua terjadi
karena pada awal menghafalnya kurang penekanan terhadap
Tajwid dan Makhorijul hurufnya.
Memang banyak metode menghafal yang diperkenalkan
kepada santri, namun kebanyakan dari mereka menggunakan
metode takrir. Menurut salah satu santri, metode takrir lebih
mudah untuk menghafal karena santri lebih banyak untuk
mengulang ayat yang akan dihafal. Pengulangan ayat yang
dihafal hampir 30 kali, seperti saat menghafal surah al-
Baqarah ayat 1-5 dengan mengulangnya hingga 30 kali
sampai benar-benar hafal, kemudian menambah lima ayat
selanjutnya yakni ayat 6-10 di surah al-Baqarah, setelah
diulang-ulang sebanyak 30 kali hingga hafal selanjutnya
50
Wawancara dengan Viani santri di Pondok Pesantren Dar al-Qur‟an, 24
April 2019.
Page 62
46
mengulang kembali dari ayat 1-10 hingga hafalan lancar,
begitupun untuk hafalan-hafalan selanjutnya.51
B. Implementasi Metode Tahfiz al-Qur’ân di Pesantren Dâr
al-Qur’ân
Setiap metode memiliki waktu yang paling tepat untuk
diterapkan. Begitu juga dengan berbagai cara atau
pengimplementasian metode tahfiz yang diterapkan di
Pondok Pesantren Dâr al-Qur‟ân Cirebon. selain waktu yang
digunakan terdapat juga kiat-kiat atau riyadhah untuk
menjaga hafalan al-Qur‟ân.
Dari hasil wawancara dengan para santri diketahui bahwa
metode yang digunakan santri dalam menghafal al-Qur‟an di
Pondok Pesantren Dar al-Qur‟an adalah sebagai berikut:
a) Wawancara bersama Fikriyatul
“Fikriyatul menyatakan bahwa metode menghafal al-
Qur‟an yang digunakan adalah metode tahfiz yaitu
menghafalkan potongan-potongan ayat. Dalam satu ayat
diambil perkara dan diingat, apabila sudah ingat ke kata
selanjutnya terus diulang-ulang kembali ke kata
sebelumnya yang sudah dihafal sampai selesai satu ayat.
Dan apabila sudah hafal, terus lanjut ke ayat berikutnya
dengan cara yang sama sampai selesai satu halaman.52
”
b) Wawancara Nur Azizah
51
Wawancara dengan Ela Hasanah santri di Pondok Pesantren Dar al-
Qur‟an, 24 April 2019. 52
Wawancara dengan Fikriyatul santri di Pondok Pesantren Dar al-
Qur‟an, 24 April 2019.
Page 63
47
“Sedangkan menurut Nur Azizah, metode yang
digunakannya dalam menghafal al-Qur‟an supaya mudah
untuk menghafal dan tetap teringat adalah dengan
menggunakan metode Takrir serta membaca beberapa
ayat al-Qur‟an beserta artinya .53
”
c) Wawancara Nur Baity
“Sedangkan menurut Nur Baity, metode yang
digunakannya dalam menghafal al-Qur‟an supaya mudah
untuk menghafal dan tetap teringat adalah dengan
menggunakan metode Takrir serta sering mengulangnya
sehabis sholat.54
”
d) Wawancara bersama Ela Hasanah
“Adapun menurut Ela Hasanah, metode yang yang saya
gunakan dalam menghafal al-Qur‟an supaya mudah terus
diingat adalah dengan menggunakan metode tahfiz atau
menghafal hafalan satu hari 2 lembar atau satu halaman
satu hari.55
”
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah
satu informan yaitu ustazah Sayyidah Shuhah selaku
instruktur tahfiz di Pondok Pesantren Dar al-Qur‟an, menurut
ustazah Sayyida Shuhah menyatakan bahwa metode yang
cocok bagi santri dalam menghafal al-Qur‟an ialah dengan
menggunakan beberapa macam, yaitu:
53
Wawancara dengan Nur Azizah santri di Pondok Pesantren Dar al-
Qur‟an, 24 April 2019. 54
Wawancara dengan Nur Baity santi di Pondok Pesantren Dar al-Qur‟an,
24 April 2019. 55
Wawancara dengan Ela Hasanah santri di Pondok Pesantren Dar al-
Qur‟an, 24 April 2019.
Page 64
48
“para santri diminta menghafal terlebih dahulu,
apabila sudah selesai menghafal dan para santri langsung
menyetorkan hafalannya kepada instruktur dan dibetulkan
atau membacakannya secara bersama-sama. Dan untuk
metode ustadzahnya terlebih dahulu yang mebacakan,
misalnya hari pertama surah Yaasin, kemudian instruktur atau
ustazahnya membacakan satu atau tiga ayat untuk yang
pendek, akan tetapi untuk ayat yang panjang hanya dibacakan
satu ayat saja sampai habis surah Yaasin, kemudian
dibacakan dan dituliskan serta santri diminta santri untuk
mengikuti. Tapi sebelum itu diminta membaca terlebih
dahulu.56
”
Dari penjelasan yang dinyatakan oleh instruktur
Sayyidah Shuhah bahwa dalam kegiatan menghafal al-Qur‟an
beliau menggunakan beberapa metode, yaitu metode takrir
salah satunya (mengulang kembali hafalan yang sudah
pernah dihafalkan) dan metode menuliskan ayat yang akan
dibahas.
Dengan demikian dari beberapa jawaban dari
wawancara diatas, baik dari para santri maupun informan
dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan para santri
dalam menghafal al-Qur‟an di Pondok Pesantren Dar al-
Qur‟an itu banyak bermacam-macam metode yang
maksudnya bahwa metode yang instruktur gunakan dalam
mengajarkan para santri ketika menghafal al-Qur‟an harus
56
Wawancara pribadi dengan Instruktur Tahfiz di Pondok Pesantren Dar
al-Qur‟an, 24 April 2019.
Page 65
49
juga menyesuaikan dengan kemampuan daya tangkap santri
dalam menghafal, oleh sebab itu para instruktur tahfiz yang
mengajar di Pondok Pesantren Dar al-Qur‟an menggunakan
metode yang berbeda-beda tergantung dari beberapa
kelompoknya masing-masing.
C. Praktik Tahfiz al-Qur’an di Pesantren Dar al-Qur’an
dan Wacana Pemeliharaan Kitab Suci
Dilihat dari hasil temuan observasi dan wawancara di
Pondok Pesantren Dar al-Qur‟an, terdapat empat praktik
tahfiz khusus dalam menghafalkan al-Qur‟an diantaranya
adalah:
1. Membaca sambil menghafal
Yaitu dengan cara membaca satu ayat kemudian diamati
dan dipahami. Al-Qur‟an yang digunakan sebaiknya al-
Qur‟an mushaf yang pojokan. Jadi satu ayat dibaca
berulang ulang sampai 30 kali.
2. Yang kedua yaitu dengan membaca melihat tidak melihat
sampai benar-benar hafal.
3. Menghaal sambil memejamkan mata dan di ulangi sampai
10 sampai 15 kali.
4. Mulai menghafal sambil membelakakan mata (sudah
hafal), jika sudah seperti itu barulah ke ayat berikutnya.
Setelah anak sudah menghafalkan 1 ayat hendaknya juga
membaca mulai awal ayat sebelumnya yang telah dihafal.
Menyambung satu ayat ke ayat berikutnya itu merupakan
suatu pekerjaan. Nah sekarang bagaimana 3 in 1 itu
Page 66
50
jangan berhenti pada akhir ayat tapi diulang lagi pada
awal ayatnya.
kombinasi antara bil ghaib dan bin an-nadzhar dengan
cara anak-anak membaca al-Qur‟anul karim kalau bisa 10 hari
khatam, sampai berikutnya. Hal ini akan bisa membantu
dalam menghafalkan al-qur‟anul karim. Seandainya dalam
satu halaman terdiri dari 15 baris, kalau mau menghafalkan 5
baris pertama itu dihafal kemudian baru 5 baris kedua dan 5
baris ketiga. Jadi satu halaman itu bisa dibagi menjadi 3
sampai 4 bagian. Jadi bagian pertama dihafalkan, bagian
kedua dihafal lalu menghubungkan bagian pertama dan
kedua. Kalau sudah hafal baru ke bagian ke 3 dan kalau sudah
hafal bagian 1, 2, 3 baru masuk ke bagian 4 nya kalau sudah
hafal dan terus di ulangi sampai habis menggunakan 4
langkah di atas. Kalau sudah selesai baru halaman berikutnya
dan seterusnya.
Pernah juga dicoba di pesantren Dar al-Qur‟an
mengguanakan teori menulis membaca dan menghafalkan.
Menulis ayat yang mau dihafalkan, setelah benar ditulis
semua lalu dibacakan dan baru dihafalkan.
Cara ini menurut pengasuh pesantren (Ahsin Sakho)
bagus dan juga sudah jauh di lakukan oleh para ulama di
afrika utara pada ratusan tahun yang lalu. Jadi sebelumnya
dihafalkan ditulis dulu dan dibaca dengan benar baru
dihafalkan. Tidak boleh beranjak pada halaman berikutnya
kecuali halaman sebelumnya itu sudah benar dan tidak ada
yang salah. Semkin banyak keterlibatan anggota badan dalam
Page 67
51
proses menghafal al-qur‟an itu semakin bagus. Menulis itu
merupakan pekerjaan tangan, melihat pekerjaan mata,
membaca pekerjaan mulut. Tadabbur terhadap isinya itu
merupakan pekerjaan hati. Jadi berapa yang sudah di gerakan.
Itu berarti semkain banyak keterkaitan antar anggota badan
terhadap al-qur‟an semakin bagus.
Menghafal al-Qur‟an tidak hanya mengandalkan
intelektualitas tapi harus pula mengikutsertakan amalan
spiritual dan bersifat kejiwaan atau rohani agar hatinya tetap
ikhlas. Karena ikhlas adalah modal utama terhadap cinta
kepada al-Qur‟an, kedua ketekunan yaitu dengan istiqomah
dalam menghafalkan al-Qur‟an. Sudah sejauh mana penghafal
bisa membagi dan mengorbankan waktunya untuk
menghfallkan al-Qur‟an. Dalam hal ini diperlukan adanya
lingkungan tahfiz yang kondusif. Begitu juga doa dari kedua
orang tua serta amalan penghafal sehari-hari.
Dalam menghafalkan al-Qur‟an itu diperlukan
keikhlasan jadi hati yang tidak ikhlas itu seperti
lapangan pesawat, kalau hatinya tidak ikhlas itu sama
sperti lapangan yang masih belum bagus untuk di
darati. Itulah salah satu gambaran dari hati yang tidak
ikhlas, tidak subur dan tidak bisa di tanami tanam-
tanamn sehingga tidak bisa tumbuh dengan baik. Jadi
yang penting itu cinta kepada al-qur‟an kemudian
ikhlas menekuni menghafal al-qur‟anul karim, doa
dari kedua orang tua, amalan-amalankeshalehan
pribadi dari diri sendiri. Kemudian yang tidak kalah
lagi itu adalah ketekunan dan keistikomahan dalam
menghafalkan al-qur‟an. Oleh karena itu rumus yang
Page 68
52
selalu saya ajarkan keikhlasan dan ketekunan dan
istiqomah berdoa dan tawakkal.57
Dengan keikhlasan maka akan muncul keberkahan. Ikhlas
dan yakin, tidak perlu khawatir memikirkan pekerjaan atau
karir yang dimiliki dari seorang penghafal al-Qur‟an. Karena
orang yang menghafalkan al-Qur‟an adalah orang yang mau
berkhidmat untuk Allah, jika Allah tau ada orang yang mau
berkhidmah untukNya maka Allah akan memberikan
penghargaan yang Allah sendiri akan mengaturNya. Yaitu
berupa keberkahan, anak-anak yang sholeh/ sholehah,
keluarganya sakinah kemudian senang terhadap beribadah. Itu
merupakan keberkahan. Mungkin sebgaian kita menganggap
keberkahan adalah materi, tapi sebenarnya kalau yang dicari
hanya materi saja itu sangat sedikit. Tapi keberkahan menurut
makna yang luas secara maknawi itu justru lebih berharga.
Jadi seperti itu dalam proses menghafalkan al-Qur‟an
membacanya harus bisa mencermat sesuai dengan bacaan
kaidah ilmu tajwid. Kalau menghafalkan kemudian di ulang
ulang lagi menjadi martabat al mutqin. Jadi anak-anak yang
sudah selesai 30 juz itu bukan berarti sudah selesai, dia harus
kembali lagi dari awal (mengulang-ulang).
Al-Qur‟an pada masa nabi itu terabadikan dalam hafalan
para shabat. Karena pada saat itu para sahabat banyak yang
ummi, sehingga andalannya pada saat itu dengan cara
dihafal. Menghafal itu penting karena seandainya buku-buku
di dunia itu hancur, maka sudah banyak yang dihafal.
57
Wawancara pribadi dengan Ahsin Sakho Muhammad, Pondok Pesantren Dar al-Qur’an, 25 April 2019.
Page 69
53
Dengan menghafalkan al-Qur‟an maka akan ada kader-
kader yang ahlul Qur‟an. Menurut Ahsin Sakho Muhammad
Menghafalkan al-Qur‟an banyak sekali keistimewaannya,
salah satunya adalah menciptakan kader-kader yang shaleh.
Orang-orang yang setiap hari beserta dengan al-Qur‟an
jiwanya dan sosialnya akan lebih peduli, karena dituntut
untuk berperilaku yang bagus dan sebagainya.
Page 70
54
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asal muasal pesantren Dar al-Qur‟an pada tahun 1990
terdapat beberapa pengurus Lembaga Pengembangan Tilawatil
Qur‟an (LPTQ) kabupaten Cirebon yang menitipkan peserta
Musabaqah Tilawatil Qur‟an (MTQ) cabang tafsir al-Qur‟an
untuk dibina dan dibimbing selama beberapa hari. Sebelum
pesantren resmi berdiri, para santri dari para pesantren induk
“Darut Tauhid” sangat antusias mengikuti program pengajian al-
Qur‟an kepada Dr. Ahsin Sakho Muhammad di rumahnya.
Di pesantren Dar Al-Qur‟an santri terbagi menjadi tiga kelas
7, 8, dan 9 MTS. Santri kelas 7 MTS hanya diwajibkan membaca
secara melihat (bi al-Nadhar), santri kelas 8 MTS menghafal
surah-surah pilihan (Al-Kahfi, Ar-Rahman, Waqi‟ah, Yasin, Al-
Mulk, Ad-Dukhan, As-Sajadah), dan santri kelas 9 MTS
menghafal dari juz pertama. Saat akhir masa sekolah mereka
akan diwisuda sekolah dan wisuda al-Qur‟an. Berapa pun juz
yang santri hafal baik itu 4 juz, 5 juz, 10 juz atau lebih. Metode
yang digunakan dari kebanyakan santri Dar al-Qur‟an adalah
metode takrir dengan cara mengulang ayat yang akan dihafal.
Pengulangan ayat yang dihafal hampir 30 kali, seperti saat
menghafal surah al-Baqarah ayat 1-5 dengan mengulangnya
hingga 30 kali sampai benar-benar hafal, kemudian menambah
lima ayat selanjutnya yakni ayat 6-10 di surah al-Baqarah,
Page 71
55
setelah diulang-ulang sebanyak 30 kali hingga hafal selanjutnya
mengulang kembali dari ayat 1-10 hingga hafalan lancar,
begitupun untuk hafalan-hafalan selanjutnya.
B. Saran
Dalam penelitiaan ini, penulis tentunya menyadari segala
kekurangan yang terdapat di dalam karya tulis. Setelah penulis
melakukan penelitian tentang praktek tahfiz al-Qur‟an di
pesantren Dar al-Qur‟an Cirebon, maka penulis akan memberikan
beberapa masukan:
1. Kepada para santri Dar al-Qur‟an agar tetap memurojaah
hafalah yang telah dihafalkan dan dapat mengamalkan
segala ilmu yang telah diperoleh di pesantren khususnya
pada hafalan yang telah dihafalkan dapat diamalkan
dalam kehidupan sehari-hari, dan tetap menjadi hafiz al-
Qur‟an yang berguna bagi kehidupan bermasyarakat yang
madani dan masyarakat Qur‟ani.
2. Kepada para peneliti, dalam skripsi ini masih banyak
kekurangan, oleh karenanya saran dan kritik dari peneliti
maupun dari para intelektual sangat penulis harapkan.
Page 72
56
DAFTAR PUSTAKA
„Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada, „Abdul. (2007) Ensiklopedi Adab
Islam Menurut al-Qur’an dan as-Sunnah, Jakrta: Pustaka
Imam Asy-Syafi‟I
Abu Ammar, Al-Adnani, Abu Fariyah. (2015) Negeri- negeri
Penghafal Al-Qur‟an, Sukoharjo, Al-Wafi
Al-Hafidz, Ahsin W. 2004. Bimbingan Menghafal Al-Qur’an,
Jakarta: Bumi Aksara
Badwilan, Ahmad Salim. (2008) Kisah Inspiratif Para Penghafa
Al-Qur’an, Grogol Sukoharjo, WIP
Basith, Abdul. (2017) “Model Hafalan Al-Qur‟an di Pesantren
Nur Medina”, Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Boobi, De Porter. dan Henarcki, Mike. 2011. Quantum Learning
Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan,
Bandung, PT Mizan Pustaka.
Chirzin, Muhammad. (2003) Permata Al-Qur’an, Yogyakarta:
Qirtas.
Dalyono, M. 2009. Psikolog Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Daymon, Christine dan Holloway, Immy. 2008. Metode-metode
riset Kualitatif dalam Public Relation & Marketing
Communication. Penerjemah Cahya Wiratama. Bandung:
Penerbit Bentang
Depdikbut. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Perum Balai Pustaka.
Page 73
57
Emriz. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan; Kualitatif dan
Kuantitatif, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada.
Faisol, Pendidikan Perspektif Islam, Jakarta: Guepedia, t.t
Harahap, Hakim Huda. 2007. Rahasia Al-Qur’an, Depok: Darul
Hikmah
Kayfa Nata’amal Ma’al-Qur’an, Terj, Drs. Masykur Hakim, M.A
Bandung, Mizan, 1996
Laila, Nur. (2014) “Membaca dan Menghafalkan Al-Qur‟an di
Kalangan Mahasiswa Tafsir Hadist UIN Jakarta”. Skripsi
S1 Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ma‟shum, bin Ali. (1992) Kitab Al-Amtsilatul Tasrifiyah, Jakarta:
Pustaka Alamsyah
Mahfudhon, Ulin Nuha. 2017. Jalan. Penghafal Al-Qur’an,
Jakarta: Percetakan PT Gramedia
Muhammad, Ahsin Sakho. (2005) Enslikopedi Tematis Al-
Qur’an, Jakarta: Kharisma Ilmu
Muhammad, Ahsin Sakho. 2017. Menghafalkan al-Qur’an,
Jakarta: PT. Qaf Media Kreativa
Nur, Subhan. (2012) Energi Ilahi Tilawah Al-Qur’an, Jakarta:
Republika Penerbit
Observasi di lapangan 21 April 2019.
Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2017
PPPA Daarul Qur‟an, Menghafal Al-Qur‟an dengan Metode Al-
Qosimi, di akses dari https://pppa.or.id, pada tanggal 16
oktober 2018 pukul 11.10
Page 74
58
Qasim, Amjad. 2012. Kaifa Tahfazh al-Qur’an al-Karim fi Syahr,
Madiun: Zamzam
Rauf, Abdul Aziz Abdul. (2004) Kiat Sukses Menjadi Hafizh
Qur’an Da’iyah, Cet. 4, Bandung: PT Syamil Cipta Media
Seoerti di pesantren induknya Darut Tauhid, bahkan pada masa-
masa awal terdapat peserta tafsir bernama H. Musta‟in
utusan dari Jawa Barat yang dititipkan ke pesantren Al-
Arafat di Desa Gintunglor.
Shihab, M. Quraish. (2003) Wawasan Al-Qur’an, Bandung:
Mizan
Sholikhah, “Proses Pembelajaran Tahfidz al-Qur‟an Dengan
Metode Dzikroni Di Pondok Pesantren Adh-Dhuhaa
Gentan Baki Sukoharjo” Skripsi S1 Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan Institut Agama Islam Negeri Surakarta, 2017
Sugianto, Ilham Agus. 2004. Kiat Praktis Menghafal Al-Qur’an,
Bandung: Mujahid.
Sukamana, Indriyani. 2008. “Membaca dan Menghafalkan Al-
Qur‟an: Studi Komparatif Metodologi Qiraati dengan
Metode Iqra”, Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tafsir, Ahmad. (1995) Metodologi Pengajaran Islam, (Bandung:
Remaja Rosda Karya
Taufik, Muhammad. (2013) Belajar Cepat dan Mudah Terjemah
Al-Qur’an Metode An Nashr, (Malang: UM Press,
Tim Pustaka Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Gita
Media press, tt
W Gulo, Metodologi Peneltian (T. tp: Grasindo, t.t).
Page 75
59
Yunus, Mahmud. (1997) Kamus Arab Indonesia, (Jakarta:
Mahmud Yunus Wadzuryah.
Zuhairini dkk. (1993) Metodologi Pendidikan Agama, Solo:
Ramadhani
Zulkifli. 1992. Psikologi Perkembangan, Jakarta: Rajawali Press.
Wawancara
Wawancara dengan DR. KH. Ahsin Sakho Muhammad hari
Selasa, 20 Februari 2019.
Wawancara pribadi dengan Ahsin Sakho Muhammad, Pamulang,
26 Februari 2019.
Wawancara dengan Ela Hasanah santri di Pondok Pesantren Dar
al-Qur‟an, 24 April 2019.
Wawancara dengan Fikriyatul santri di Pondok Pesantren Dar al-
Qur‟an, 24 April 2019.
Wawancara dengan Nur Azizah santri di Pondok Pesantren Dar
al-Qur‟an, 24 April 2019.
Wawancara dengan Nur Baity santi di Pondok Pesantren Dar al-
Qur‟an, 24 April 2019.
Wawancara pribadi dengan Instruktur Tahfiz di Pondok
Pesantren Dar al-Qur‟an, 24 April 2019.
Wawancara pribadi dengan Ela Qona‟atul Azizah, Dar al-Qur‟an,
25 April 2019.
Page 76
LAMPIRAN I
Bagian Depan Pondok Pesantren Dar Al-Qur’an
Kegiatan Mengaji dan Muroja’ah Al-Qur’an
Pondok Pesantren Darul Al-Qur’an
Page 77
Kegiatan Sholat Jama’ah di
Pondok Pesantren Darul Al-Qur’an
Kegiatan Setoran Hafalan
Pondok Pesantren Darul Al-Qur’an