PERUBAHAN TUTUPAN MANGROVE DI PESISIR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN (Skripsi) Oleh EMI ARTIKA UNIVERSITAS LAMPUNG 2019
PERUBAHAN TUTUPAN MANGROVE DI PESISIR KABUPATENLAMPUNG SELATAN
(Skripsi)
Oleh
EMI ARTIKA
UNIVERSITAS LAMPUNG2019
ABSTRAK
PERUBAHAN TUTUPAN MANGROVE DI PESISIR KABUPATENLAMPUNG SELATAN
Oleh
Emi Artika
Hutan mangrove berperan penting dalam menjaga ekosistem daerah pesisir.
Ekosistem ini telah banyak mengalami konversi dan alih fungsi lahan menjadi
tambak, pemukiman, perkebunan dan sawah. Informasi mengenai tutupan hutan
mangrove secara periodik dan akurat sangat diperlukan untuk memastikan ekosistem
ini terjaga dengan baik, akan tetapi saat ini informasi tersebut masih sangat terbatas
ditinjau dari aspek kuantitas data maupun metodologi pemetaannya. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis teknik deteksi hutan mangrove yang paling tepat
dengan menggunakan citra satelit penginderaan jauh secara digital dan mengetahui
perubahan tutupan hutan mangrove yang terjadi pada kurun waktu 1990‒2017.
Lokasi penelitian ini bertempat di pesisir Kabupaten Lampung Selatan. Tutupan
lahan mangrove dihasilkan dari proses klasifikasi citra satelit menggunakan
algoritma maximum likelihood classification dan object oriented classification. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa algoritma object oriented classification merupakan
Emi Artikametode klasifikasi yang lebih baik dan akurat dalam mendeteksi hutan mangrove
dengan nilai akurasi sebesar 95%. Perubahan tutupan hutan mangrove di pesisir
Kabupaten Lampung Selatan yang dihasilkan dari hasil klasifikasi Citra Landsat
adalah pada tahun 1990‒1995 hutan mangrove berkurang sebesar (-181 ha), tahun
1995‒2000 hutan mangrove bertambah seluas (+ 2 ha), perubahan hutan mangrove
tahun 2000‒2009 luas hutan mangrove meningkat sebesar (+177 ha) dan perubahan
tutupan hutan mangrove tahun 2009‒2017 mengalami pertambahan luasan sebesar
(+224 ha). Pada tahun 2017 luas hutan mangrove yang ada di pesisir Kabupaten
Lampung Selatan seluas 458 ha.
Kata Kunci: Hutan mangrove, maximum likelihood classification, object oriented
classification, Penginderaan jauh, teknik deteksi tutupan lahan.
ABSTRACT
MANGROVE COVER CHANGES IN COASTAL SOUTH DISTRICTLAMPUNG
By
Emi Artika
Mangrove forests play an important role in maintaining coastal ecosystems. This
ecosystem has undergone a lot of conversion and land conversion into farms (shrimp
ponds), settlements, plantations and rice fields. Information about periodic and
accurate mangrove forest cover is needed to ensure that the ecosystem is well
maintained, but at present the information is still very limited in terms of data
quantity and mapping methodology. This study aims to analyze the most appropriate
detection techniques for mangrove forests by using digital remote sensing satellite
imagery and analyzing the changes in mangrove forest cover that occurred during the
period 1990‒2017. The location of this study is located in the coast of South
Lampung Regency. The cover of mangrove land was resulted from the classification
process of satellite imagery using the algorithm of maximum likelihood classification
and object oriented classification. The results showed that the object oriented
classification algorithm is better and more accurate classification method for
Emi Artikadetecting mangrove forests with an accuracy of 95%. Changes in the cover of
mangrove forests in 1990-1995 mangrove forests decreased by 181 ha, in 1995–2000
mangrove forests increased by 2 ha, in 2000–2009 mangrove forest area increased by
177 ha and in 2009‒2017 experienced an increase by 224 ha. In 2017 the area of
mangrove forests on the coast of South Lampung Regency was 458 ha.
Keywords: Land cover detection techniques, mangrove forests, maximum
likelihood classification, object-oriented classification, remote
sensing.
PERUBAHAN TUTUPAN MANGROVE DI PESISIR KABUPATEN
LAMPUNG SELATAN
Oleh
EMI ARTIKA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA KEHUTANAN
pada
Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
2019
RIWAYAT HIDUP
Bismillahhirohmannirrohiim, dengan rahmat Allah SWT
penulis dilahirkan di Desa Pasar Sukadana, Kecamatan
Sukadana Kabupaten Lampung Timur pada tangal 9 Juni
1995, merupakan anak pertama dari tiga bersaudara
pasangan Isman dan Noper Lina. Penulis menempuh
Pendidikan di Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 2 Sukadana Pasar pada tahun
2002‒2008, kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama
(SMP) di SMP Negeri 1 Sukadana Kabupaten Lampung Timur pada tahun
2008‒2011 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Sukadana Lampung
timur pada tahun 2011‒2014. Tahun 2014 penulis melanjutkan pendidikan di
Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama kuliah penulis telah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di
Desa Kesumadadi Kecamatan Bekri Kabupaten Lampung Tengah pada bulan
Januari hingga Februari 2017. Bulan Juli hingga Agustus 2017 penulis
melaksanakan Praktik Umum (PU) di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH)
Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Pada Tahun 2017, penulis aktif
di berbagai organisasi seperti Himpunan Mahasiswa Kehutanan (HIMASYLVA).
ii
SANWACANA
Puji syukur Kehadirat Allah SWT, shalawat teriring salam kepada junjungan
Nabi Besar Muhammad SAW. Alhamdulillah, atas izin-Nya penulis dapat
menyelesaikan penelitian yang berjudul “Perubahan Tutupan Mangrove di
Pesisir Kabupaten Lampung Selatan ” skripsi ini sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Jurusan Kehutanan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan
kemurahan hati dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan kali ini
perkenankanlah penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada.
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
2. Ibu Dr. Melya Riniarti, S.P., M.Si., selaku Ketua Jurusan Kehutanan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
3. Bapak Dr. Arief Darmawan, S.Hut., M.Sc., selaku dosen pembimbing pertama
yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan petunjuk kepada penulis
mulai dari awal penyusunan proposal penelitian sampai skripsi ini terselesaikan.
4. Bapak Rudi Hilmanto, S.Hut., M.Si., selaku dosen pembimbing kedua yang telah
memberikan pengarahan, bimbingan dan petunjuk kepada penulis mulai dari awal
penyusunan proposal penelitian sampai skripsi ini terselesaikan.
iii
5. Ibu. Dr. Hj. Bainah Sari Dewi, S.Hut., M.P., selaku pembahas yang telah
memberikan pengarahan, bimbingan dan petunjuk kepada penulis mulai dari awal
penyusunan proposal penelitian sampai skripsi ini terselesaikan.
6. Bapak Wahyudi Kurniawan, S.Hut., selaku Kepala KPH XIII Gunung Rajabasa-
Way Pisang-Batu Serampok yang telah memberikan ilmu dan informasi yang
dibutuhkan dalam penelitian ini.
7. Teruntuk kedua orang tua penulis (Bapak Isman dan Ibu Noper Lina) dan adik-
adik tercinta terima kasih atas bimbingan, nasihat, teguran, dukungan moril dan
materil serta kasih sayang yang selalu membuat penulis bersemangat.
8. Teruntuk keluarga besar Kehutanan 2014 “ Lugosyl”. Terima kasih atas segala
kebersamaan yang telah dilalui.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dalam
menyelesaikan skripsi.
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan mereka semua yang telah
diberikan kepada penulis. Penulis berharap kritik dan saran yang membangun
untuk kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca.
Bandar Lampung, Februari 2019Penulis
Emi Artika
iv
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR TABEL .......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii
I. PENDAHULUAN ................................................................................... 11.1 Latar Belakang ................................................................................... 11.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 21.3 Tujuan ................................................................................................ 31.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 31.5 Kerangka Pemikiran........................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 62.1 Hutan Mangrove ................................................................................ 62.2 Fungsi dan Manfaat Mangrove .......................................................... 72.3 Degradasi Hutan Mangrove ............................................................... 8
2.3.1 Kerusakan ringan ................................................................... 82.3.2 Kerusakan sedang...................................................................2.3.3 Kerusakan berat...................................................................... 9
2.4 Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi ........................... 102.5 Citra Satelit ........................................................................................ 122.6 Perubahan Tutupan Lahan Mangrove Menggunakan Penginderaan
Jauh dan Sistem Informasi Geografi (SIG)........................................ 132.7 Maximum Likelihood Classifcation .................................................. 152.8 Object Oriented Classification ......................................................... 172.9 Etnoekologi ........................................................................................ 18
III. METODE PENELITIAN .................................................................... 203.1 Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 20
3.2 Alat dan Bahan Penelitian ............................................................... 213.3 Batasan Penelitian ........................................................................... 213.4 Jenis Data......................................................................................... 213.5 Metode Pengumpulan Data ............................................................. 223.6 Analisis Data ................................................................................... 23
v
HalamanIV. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 24
4.1 Klasifikasi Citra............................................................................... 244.2 Perubahan Tutupan Mangrove di Pesisir Kabupaten Lampung
Selatan ............................................................................................. 294.3 Sejarah dan Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Hutan
Mangrove di Pesisir Kabupaten Lampung Selatan.......................... 36
V. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 455.1 Simpulan.......................................................................................... 455.2 Saran ................................................................................................ 46
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 48
LAMPIRAN.................................................................................................... 53Lampiran Hasil Wawancara ............................................................................ 54Gambar 16-23................................................................................................... 56
vi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman1. Hasil klasifikasi dengan teknik MLC dan OOC tahun 2017 .................... 25
2. Perbandingan uji akurasi klasifikasi Citra Landsat dengan teknik MLCdan OOC ................................................................................................... 26
3. Data tutupan lahan tahun 1990‒2017 di daerah Pesisir LampungSelatan....................................................................................................... 29
4. Perubahan tutupan lahan tahun 1990‒2000 .............................................. 30
5. Perubahan tutupan lahan tahun 2000‒2017 .............................................. 30
6. Daftar narasumber dari masyarakat sekitar hutan mangrove.................... 36
7. Hasil Wawancara dengan pihak KPH XIII ............................................... 40
8. Hasil wawancara masyarakat sekitar hutan mangrove ............................. 54
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman1. Bagan alir kerangka pemikiran ................................................................. 5
2. Peta lokasi penelitian pada penelitian perubahan tutupan lahan mangrovedi pesisir Kabupaten Lampung Selatan pada bulan Maret–Mei 2018dengan Skala 1: 500.000 ........................................................................... 20
3. Layout peta tutupan mangrove tahun 2017 dengan algoritma MLC ........ 28
4. Layout peta tutupan mangrove tahun 2017 dengan algoritma OOC......... 28
5. Layout peta tutupan mangrove hasil klasifikasi di pesisir KabupatenLampung Selatan tahun 1990.................................................................... 32
6. Layout peta tutupan mangrove hasil klasifikasi di pesisir KabupatenLampung Selatan tahun 1995.................................................................... 33
7. Layout peta tutupan mangrove hasil klasifikasi di pesisir KabupatenLampung Selatan tahun 2000.................................................................... 33
8. Layout peta tutupan mangrove hasil klasifikasi di pesisir KabupatenLampung Selatan tahun 2009.................................................................... 34
9. Layout peta tutupan mangrove hasil klasifikasi di pesisir KabupatenLampung Selatan tahun 2017.................................................................... 34
10. Perubahan hutan mangrove tahun 1990-2017........................................... 35
11. Peta perubahan tutuapan hutan mangrove tahun 1990-2017 .................... 36
12. Wawancara kepada masyarakat pesisir Kabupaten Lampung Selatan ..... 38
13. Hutan mangrove di Desa Berundung Kecamatan Ketapang pesisirKabupaten Lampung Selatan. .................................................................. 42
viii
Gambar Halaman14. Hutan mangrove di Desa Sumbernadi kecamatan ketapang Pesisir
Kabupaten Lampung Selatan. .................................................................. 43
15. Hutan mangrove di Desa Pematang Pasir Kecamatan Ketapang pesisirKabupaten Lampung Selatan .................................................................... 43
16. Foto wawancara dengan warga Desa Bandar Agung................................ 56
17. Wawancara dengan Kepala KPH Gn. Rajabasa........................................ 56
18. Penjelasan perubahan luasan mangrove oleh KKPH Gn. Rajabasa(Bpk. Wahyudi Kurniawan, S.Hut.).......................................................... 57
19. Penitikan hutan mangrove......................................................................... 57
20. Hutan mangrove Desa Sumbernadi .......................................................... 58
21. Tambak di Desa Pematang Pasir............................................................... 58
22. Tambak di Desa Sumbernadi .................................................................... 59
23. Rehabilitasi areal bekas tambak oleh KPH XIII ....................................... 59
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting di daerah pesisir
baik manfaat secara ekologi dan secara ekonomi (Barata dkk., 2017; Vitasari,
2015; Zainuri dkk., 2017). Indonesia memiliki ekosistem mangrove terluas di
dunia serta memiliki keanekaragaman hayati yang paling tinggi. Panjang garis
pantai sebesar 95.181 km, Indonesia mempunyai luas mangrove sebesar
3.489.140 ha pada tahun 2015, jumlah ini setara dengan 23% ekosistem mangrove
dunia yaitu dari total luas 16.530.000 ha. Luas mangrove di Indonesia, diketahui
seluas 1.671.140,75 ha dalam kondisi baik, sedangkan areal sisanya seluas
1.817.999 ha dalam kondisi rusak (KLHK, 2017). Lampung merupakan salah satu
provinsi di Indonesia yang memiliki ekosistem hutan mangrove dengan luas
10.533 ha (Gufran dan Kordi, 2012).
Kerusakan ekosistem mangrove akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Tekanan
penduduk terhadap kawasan hutan semakin meningkat seiring dengan
pertumbuhan ekonomi sehingga mendorong masyarakat untuk mengkonversi
lahan mangrove untuk tujuan lain seperti usaha perikanan (tambak), perkebunan
dan pemukiman serta penebangan liar guna memperoleh kayu dan kayu
bakar/arang (Onrizal dan Kusmana, 2008). Ekspansi usaha pertambakan udang di
2
kawasan pesisir Provinsi Lampung semakin meluas telah berdampak pada
kerusakan hutan mangrove, selain itu kebijakan perluasan tambak baru yang
berdampak konversi hutan mangrove akan menimbulkan kerugian sosial yang
jauh lebih besar (Widodo, 2015).
Ekosistem mangrove rentan terhadap berbagai gangguan, terutama akibat praktik
pengelolaan sumberdaya laut yang tidak ramah lingkungan (Khaery dkk., 2016).
Menurut Sa’diyah dkk. (2017), kerusakan hutan mangrove disebabkan dua hal
yaitu aktivitas manusia dan faktor alam. Perilaku masyarakat pesisir yang buruk
menyebabkan kerusakan pada ekosistem mangrove dimana perilaku manusia
dapat menentukan keberlanjutan kondisi lingkungan (Pinto, 2015).
Menurut Yuliasamaya dkk. (2014) untuk mengetahui kondisi hutan mangrove
secara utuh, informasi mengenai dinamika perubahan tutupan hutan mangrove
harus diketahui. Informasi tutupan dan dinamika perubahan hutan mangrove di
pesisir Kabupaten Lampung Selatan masih belum tersedia secara lengkap, oleh
karena itu informasi ini akan sangat diperlukan. Penelitian ini dilakukan untuk
menghasilkan informasi berupa data perubahan tutupan hutan mangrove beserta
faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah.
1. Metode apakah yang paling tepat dan akurat dalam mendeteksi perubahan
tutupan hutan mangrove menggunakan data penginderaan jauh ?
3
2. Bagaimana perubahan tutupan hutan mangrove yang terjadi di pesisir
Kabupaten Lampung Selatan pada kurun waktu 1990‒2017 ?
3. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi terjadinya perubahan tutupan
hutan mangrove di Pesisir Kabupaten Lampung Selatan selama kurun waktu
tahun 1990‒2017 ?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah.
1. Mendapatkan metode yang paling tepat dan akurat dalam upaya pemantauan
tutupan hutan mangrove dengan menggunakan citra satelit.
2. Mendeteksi perubahan tutupan hutan mangrove dari tahun 1990‒2017.
3. Menganalisis faktor yang mempengaruhi perubahan tutupan hutan mangrove.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi pihak-pihak
yang membutuhkan informasi berupa data trend perubahan tutupan hutan
mangrove di Pesisir Kabupaten Lampung Selatan dari tahun 1990‒2017, beserta
faktor yang mempengaruhi perubahan tutupan lahan. Informasi tersebut dapat
bermanfaat bagi perencanaan rehabilitasi dan pelestarian mangrove di masa
mendatang.
4
1.5 Kerangka Pemikiran
Pelaksanaan pemantauan perubahan penutupan lahan membutuhkan data spasial
seperti citra satelit dan data atribut lainnya sebagai bahan mentah untuk analisis
perubahan penutupan lahan. Citra Landsat TM, ETM+ dan OLI yang telah
dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan aplikasi ArcGIS 10.3,
eCognition Developer dan Erdas Imagine 8.5, hasil analisis citra kemudian
disajikan dalam bentuk layout peta tutupan mangrove dan tabulasi luasan
perubahan tutupan mangrove di pesisir Kabupaten Lampung Selatan. Bentuk
kegiatan dalam kajian perubahan tutupan lahan mangrove di Pesisir Kabupaten
Lampung Selatan dilakukan dengan cara menganalisis data citra dan data
pendukung lainnya. Kegiatan yang akan dilakukan adalah mengumpulkan data
Citra Landsat tahun 1990, 1995, 2000, 2009 dan 2017. Data citra satelit ini akan
diinterpretasikan dengan teknik analisis penginderaan jauh maximum likelihood
classification dan object oriented classification.
Penelitian ini menggunakan analisis citra dan pendekatan etnoekologi. Ilmu
etnoekologi merupakan suatu pendekatan yang memfokuskan perkembangan
dinamis dari suatu kajian suatu interaksi manusia dengan alam, berdasarkan
proses kronologis dengan memahami kurun waktunya. Pada penelitian ini
pendekatan etnoekologi yang digunakan adalah dengan cara memperoleh data
sekunder berupa studi pustaka serta melakukan wawancara secara purposive.
Hasil perolehan data tersebut kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kondisi penutupan
mangrove di pesisir Kabupaten Lampung Selatan sehingga dapat digunakan
5
sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan pengelolaan wilayah pesisir
Kabupaten Lampung Selatan. Bagan alir kerangka pikir penelitian ini
dideskripsikan pada Gambar 1.
V
Gambar 1. Bagan alir kerangka pemikiran.
Ekosistem Mangrove
Pesisir Kabupaten Lampung Selatan
Kerusakan/Konversi Lahan Mangrove
Penelitian Pendekatan Etnoekologi
Pesisir Kabupaten Lampung
Selatan
Citra Landsat
Path/row 123/64
Maximum
Likelihood
Analisis Deskriptif
Studi Pustaka dan Wawancara
Peta Perubahan Tutupan Mangrove
Selama Kurun Waktu 1990-2017
Deteksi perubahan
Tutupan Mangrove
Ground truth
Perhitungan Akurasi
Luas Penutupan Mangrove
Object Oriented
Classification
Peta Tutupan
Lahan KLHK
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hutan Mangrove
Hutan mangrove merupakan ekosistem penting yang mendukung kehidupan
masyarakat pesisir dalam menjaga keseimbangan lingkungan dan memberikan
nilai ekonomi bagi masyarakat (Suwargana, 2008). Hutan mangrove merupakan
hutan yang khas dengan keunikannya mangrove yang hidup di sepanjang pantai
yang dipengaruhi pasang surut air laut dengan tingkat toleransi yang tinggi
terhadap perbedaan kadar garam pada tempat tumbuhnya (Khomarudin, 2015).
Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam hayati yang dapat diperbaharui
dengan vegetasi penyusunnya yaitu lebih kurang 60 jenis pepohonan dan semak
serta lebih dari 20 jenis terdiri dari jenis tambahan yang merupakan asosiasi
mangrove, selain vegetasi yang terdapat di hutan mangrove tersebut, terdapat
lebih dari 2.000 biota air yang tergantung pada keberadaan hutan tersebut
(Kustanti, 2011). Raharjo dkk. (2015) menyatakan mangrove sebagai salah satu
komponen ekosistem pesisir yang memegang peranan yang cukup penting, baik di
dalam memelihara produktivitas perairan pesisir maupun di dalam menunjang
kehidupan penduduk di wilayah tersebut. Bagi wilayah pesisir, keberadaan hutan
mangrove terutama sebagai jalur hijau di sepanjang pantai/muara sungai sangatlah
penting untuk suplai kayu bakar, nener/ikan dan udang serta mempertahankan
7
kualitas ekosistem pertanian, perikanan dan permukiman yang berada di
belakangnya dari gangguan abrasi, instrusi dan angin laut yang kencang.
2.2 Fungsi dan Manfaat Mangrove
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem di daerah pesisir yang paling
produktif, yang menghasilkan serasah daun dan ranting sekitar 9 ton/ha/tahun.
Produksi serasah daun dan ranting hutan mangrove di Indonesia berkisar antara 78
ton/ha/tahun. Serasah daun dan ranting yang gugur merupakan sumber bahan
organik penting dalam rantai pakan (food chain) di lingkungan perairan (Buwono,
2015).
Menurut Ningsih (2008) hutan mangrove memiliki fungsi penting serta berfungsi
ganda, antaranya sebagai berikut.
1. Fungsi fisik, yakni sebagai pencegahan proses intrusi (perembesan air laut)
dan proses abrasi (erosi laut).
2. Fungsi biologis, yakni sebagai tempat pembenihan ikan, udang, kerang dan
tempat bersarang burung-burung serta berbagai jenis biota. Penghasil bahan
pelapukan sebagai sumber makanan penting bagi kehidupan sekitar
lingkungannya.
3. Fungsi kimia, yakni sebagai proses dekomposisi bahan organik dan proses-
proses kimia lainnya yang berkaitan dengan tanah mangrove.
4. Fungsi ekonomi, yakni sebagai sumber bahan bakar dan bangunan, lahan
pertanian dan perikanan, obat-obatan dan bahan penyamak. Hasil dari
mangrove, terutama kayunya telah diusahakan sebagai bahan baku pulp.
8
2.3 Degradasi Hutan Mangrove
Pemerintah Daerah (2000) menyatakan potensi mangrove di Lampung mengalami
penurunan sangat drastis dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, sebagai akibat
konversi dan pembabatan hutan mangrove yang tidak terkendali. Usaha tambak
udang merupakan usaha yang tidak terpengaruh oleh krisis ekonomi pada taun
1990-an. Pada periode tersebut, pembukaan tambak baru dengan mengkonversi
lahan mangrove yang ada terjadi secara meluas.
Berdasarkan pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004
menyatakan bahwa ekosistem hutan mangrove yang mengalami kerusakan dapat
dibedakan menjadi tiga tingkatan.
2.3.1 Kerusakan ringan
Kerusakan ekosistem hutan mangrove yang tergolong ringan apabila jumlah
populasi pohon mangrove yang menutupi ekosistem hutan mangrove kurang dari
50% dan jumlah kerapatan pohon mangrove kurang dari 1000 pohon/ha. Untuk
kerusakan ringan ekosistem hutan mangrove hanya berpengaruh kecil terhadap
kelangsungan hidup fauna yang berhabitat di sana maupun aktivitas ekonomi
penduduk yang tinggal di daerah tersebut.
2.3.2 Kerusakan sedang
Kerusakan ekosistem hutan mangrove yang tergolong sedang apabila jumlah
populasi pohon mangrove yang menutupi ekosistem hutan mangrove kurang dari
30% dan jumlah kerapatan pohon mangrove kurang dari 600 pohon/ha. Untuk
9
kerusakan sedang ekosistem hutan mangrove dapat mengakibatkan sebagian besar
fauna kehilangan sumber makanan dan tempat tinggal, serta sebagian besar
aktivitas ekonomi penduduk dalam memanfaatkan sumberdaya alam hutan
mangrove akan berkurang.
2.3.3 Kerusakan berat
Kerusakan ekosistem hutan mangrove yang tergolong berat apabila jumlah
populasi pohon mangrove yang menutupi ekosistem hutan mangrove kurang dari
10 % dan jumlah kerapatan pohon mangrove kurang dari 200 pohon/ha. Untuk
kerusakan berat ekosistem hutan mangrove dapat mengakibatkan kehidupan fauna
yang berhabitat di sana terancam bahaya bahkan kepunahan dan aktivitas ekonomi
penduduk yang memanfaatkan sumberdaya alam hutan mangrove akan terhenti,
selain itu daerah tersebut akan terancam dari bencana alam tsunami, gelombang
laut besar dan abrasi yang membahayakan kehidupan manusia.
Kerusakan yang terjadi pada hutan mangrove dikarenakan adanya aktivitas
manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya dengan mengintervensi ekosistem
mangrove. Hal ini dapat dilihat dari adanya alih fungsi lahan ekosistem hutan
mangrove menjadi tambak, pemukiman, industri dan sebagainya maupun
penebangan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan. Hal itu dikarenakan hutan
mangrove memiliki fungsi ekonomi antara lain sebagai penghasil keperluan
rumah tangga, penghasil keperluan industri dan penghasil bibit (Khazali dkk.,
2002).
10
Secara garis besar, ada dua faktor penyebab kerusakan hutan mangrove, yaitu
faktor alam seperti banjir, kekeringan, hama penyakit, badai atau gelombang
yang menghempas wilayah pantai dan faktor manusia seperti konversi area hutan
mangrove menjadi area pemukiman dan tambak, kegiatan reklamasi, dan
pemanfaatan kayu mangrove untuk berbagai keperluan (Dahuri dkk., 2001).
Menurut Novyanti dkk. (2011) kerusakan hutan mangrove yang terjadi
disebabkan oleh manusia dan alam. Manusia menyebabkan kerusakan mangrove
didorong dengan adanya faktor sosial ekonomi yang mendorong terjadinya
pemanfaatan lahan maangrove yang berlebihan. Tingkat kedalaman pantai
berpengaruh terhadap abrasi dan sedimentasi yang dapat menyebabkan kerusakan
hutan mangrove.
2.4 Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi
Penginderaan jauh dapat diartikan dengan mengamati objek di permukaan bumi
tanpa menyentuh secara langsung, diantaranya dengan menggunakan teknologi
berbasis satelit (Suwargana, 2008). Lillesand dan Kiefer (1993) mendefinisikan
penginderaan jauh sebagai ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang
suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh melalui
suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah yang dikaji.
Citra adalah gambaran rekaman suatu objek atau biasanya berupa gambaran objek
pada foto. Citra satelit memiliki kelebihan yaitu data yang direkam dalam bentuk
digital sehingga memudahkan pengolahannya maupun interpretasinya, resolusi
temporalnya tinggi (Landsat multi spectral scanner (MSS) setiap 16 hari),
11
biayanya relatif murah dibandingkan dengan luas liputannya, sedangkan
kelemahannya memiliki resolusi spasial yang kasar (Landsat MSS 79×79 m2),
skalanya kecil, kenampakan objek secara garis besar dan penggunaanya
memerlukan software khusus dan komputer (Somantri, 2008). Penginderaan jauh
terdiri atas 3 komponen utama yaitu obyek yang diindera, sensor untuk merekam
obyek dan gelombang elektronik yang dipantulkan atau dipancarkan oleh
permukaan bumi. Interaksi dari ketika komponen ini menghasilkan data
penginderaan jauh yang selanjutnya melalui proses interpretasi dapat diketahui
jenis obyek, area ataupun fenomena yang ada (Oktaviani dkk., 2017). Prahasta
(2005) menyatakan bahwa penginderaan jauh merupakan metode pengambilan
data spasial yang paling sering digunakan. Hal ini dikarenakan penginderaan jauh
memiliki keunggulan diantaranya.
1. Hasil yang didapatkan memiliki cakupan wilayah studi yang sangat bervariasi
mulai dari yang kecil hingga yang luas.
2. Dapat memberikan gambaran unsur-unsur spasial yang komprehensif dengan
bentuk-bentuk geometri relatif dan hubungan yang benar.
3. Periode pengukuran relatif singkat dan dapat diulang kembali dengan cepat dan
konsisten.
4. Skala akurasi data spasial yang diperoleh dapat bervariasi dari yang kecil
hingga yang besar.
5. Kecenderungan dalam mendapatkan data yang paling baru.
6. Biaya survei keseluruhan terhitung relatif murah.
12
Penginderaan jauh vegetasi mangrove didasarkan pada dua sifat penting yaitu
bahwa mangrove mempunyai zat hijau daun (klorofil) dan mangrove tumbuh di
pesisir (Yuliasamaya dkk., 2014). Sifat optik klorofil yang menyerap spektrum
sinar merah dengan memantulkan kuat spektrum inframerah. Klorofil
fitoplankton yang berada di air laut dapat dibedakan dari klorofil mangrove,
karena sifat air yang sangat kuat menyerap spektrum inframerah dengan ini
vegetasi mangrove dapat dibedakan dengan area di sekitarnya.
2.5 Citra Satelit
Data Citra Satelit merupakan hasil penginderaan jauh oleh satelit melalui
pengukuran energi gelombang elektromagnetik tertentu yang dipancarkan oleh
objek di permukaan bumi. Citra satelit tidak ada kontak fisik secara langsung
dengan objek atau fenomena yang dikaji dalam pengukurannya. Respon radiasi
dari masing-masing spektrum gelombang elektromagnetik berasosiasi dengan
karakteristik material objek. Respon masing-masing spektrum gelombang
elektromagnetik dikumpulkan dalam bentuk rekaman citra multispektral. Data
tersebut sebagai acuan informasi dalam segala aspek eksplorasi seperti eksplorasi
awal panas bumi. Untuk mendapatkan data tersebut, dapat diperoleh secara gratis
di website USGS (United States Geological Survey) (Purwanto dkk., 2017).
Satelit LDCM (Landsat Data Continuity Mission) telah diluncurkan pada tahun
2011 dari Vandenberg Air Force Base (VAFB). Setelah meluncur di orbitnya,
satelit tersebut dinamakan sebagai Landsat-8. Satelit LDCM (Landsat- 8)
dirancang diorbitkan pada orbit mendekati lingkaran sinkron-matahari, pada
13
ketinggian 705 km, inklinasi 98.2º, periode 99 menit, waktu liput ulang 16 hari.
Satelit LDCM (Landsat-8) dirancang membawa sensor pencitra OLI (Operational
Land Imager) yang mempunyai kanal-kanal spektral yang menyerupai sensor
ETM+ (Enhanced Thermal Mapper plus) dari Landsat-7. Sensor pencitra OLI ini
mempunyai kanal-kanal baru yaitu kanal-1 sebesar 443 nm untuk aerosol garis
pantai dan kanal 9 sebesar 1375 nm untuk deteksi cirrus akan tetapi tidak
mempunyai kanal inframerah termal. Sensor lainnya yaitu Thermal Infrared
Sensor (TIRS) ditetapkan sebagai pilihan (optional), yang dapat menghasilkan
kontinuitas data untuk kanal-kanal inframerah termal yang tidak dicitrakan oleh
OLI (Sitanggang, 2010).
2.6 Perubahan Tutupan Lahan Mangrove Menggunakan Penginderaan
Jauh dan Sistem Informasi Geografi (SIG).
Pengaplikasian teknik penginderaan jauh dan SIG pada penelitian dapat
memberikan informasi mengenai pengurangan maupun pertambahan tutupan
lahan mangrove. Selain itu, hal tersebut juga dapat mempermudah pembuatan
basis data dalam rangka pengelolaan hutan mangrove sebagai salah satu
sumberdaya dan modal pembangunan (Faturrohmah dan Marjuki, 2017).
Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang karena manusia
mengalami kondisi yang berubah pada waktu yang berbeda (Lillesand dan Kiefer,
1993). Deteksi perubahan mencakup penggunaan fotografi udara berurutan diatas
wilayah tertentu dari fotografi tersebut peta penggunaan lahan untuk setiap waktu
dapat dipetakan dan dibandingkan (Lo, 1995).
14
Untuk mengetahui perubahan tutupan mangrove harus dilakukan analisis
perubahan tutupan lahan dengan menggunakan aplikasi penginderaan jauh dapat
dilakukan melalui interpretasi visual citra penginderaan jauh untuk mengetahui
persebaran komunitas vegetasi mangrove di suatu wilayah. Apabila data
penginderaan jauh yang digunakan bersifat multitemporal, maka dapat
diaplikasikan untuk kegiatan monitoring, seperti monitoring perubahan luasan,
monitoring perubahan distribusi tutupan lahan dan lain sebagainya (Faturrohmah
dan Marjuki, 2017).
Menurut Paryono (2003) teknik-teknik untuk mendeteksi perubahan secara
digital telah banyak dikembangkan dan digunakan secara operasional, antara lain
tumpang-susun citra (image overlay), pembedaan citra (image differencing),
penisbahan citra (image rationing), analisis komponen utama (principal
componen analysis – PCA), komparasi klasifikasi (classification comparison), dan
Analisis Perubahan Vektor (vector change analysis – VCA). Deteksi perubahan
dengan cara interpretasi visual citra pada layar monitor komputer berdasarkan
hasil olahan citra digital multispektral, dalam hal ini fiture yang tampak pada layar
langsung didelineasi sesuai dengan parameter perubahan penutupan lahan dan
penggunaan lahan sehingga menghasilkan data digital penutupan lahan dan
penggunaan lahan dalam format vektor (Rustikasari dkk., 2012).
Data perubahan penutupan lahan dapat diperoleh dengan melakukan proses
tumpang-susun (overlay) antara dua kelas penutupan lahan pada tahun yang
berbeda sehingga posisi terjadinya perubahan dapat diketahui. Informasi
perubahan ini kemudian diekstrak ke dalam format database dan diolah secara
15
tabular sehingga diketahui apakah luasan suatu kelas mengalami penambahan atau
pengurangan. Selain itu dapat diketahui juga bentuk perubahannya semula dari
suatu kelas menjadi kelas yang lain, selanjutnya data disajikan dalam bentuk tabel
dan grafik (Ramayanti dkk., 2015).
Data perubahan penutupan lahan diperoleh dari hasil overlay peta antara hasil
klasifikasi penutupan lahan tahun 1990 sampai 2017 menghasilkan data
perubahan untuk periode 1990 sampai 2017. Informasi perubahan penutupan
lahan ini ditampilkan dalam bentuk peta perubahan tutupan lahan mangrove tahun
1990 sampai 2017.
2.7 Maximum Likelihood Clasification
Pemetaan dan identifikasi jenis tutupan lahan dengan teknik klasifikasi maximum
likelihood classification (MLC) lebih akurat dari teknik klasifikasi lain.
Klasifikasi terbimbing adalah teknik klasifikasi yang meliputi kumpulan algoritma
yang didasari oleh input area contoh oleh operator. Metode MLC merupakan
metode yang memiliki akurasi cukup tinggi dan yang paling banyak digunakan
dibandingkan metode parallelepiped yang memiliki akurasi tinggi namun banyak
piksel yang tidak terklasifikasi dan tumpang tindih, dan minimum distance yang
memiliki akurasi paling rendah. Interpretasi visual citra dilakukan untuk
menganalisis dan mengidentifikasi jenis, jumlah dan pola sebaran tutupan lahan
secara visual. Dalam melakukan interpretasi secara visual ini digunakan elemen-
elemen interpretasi yang terdiri dari warna, bentuk, ukuran, tekstur, pola dan
lokasi (Muhammad dkk., 2016).
16
Metode MLC merupakan metode klasifikasi terbimbing yang paling banyak
digunakan untuk data penginderaan jauh. Sebelum melakukan klasifikasi,
pengguna menentukan training area yang digunakan untuk melihat ciri-ciri
statistika masing-masing calon kelas (Richards, 1993). Klasifikasi MLC
didasarkan pada perkiraan densitas probabilitas untuk setiap tutupan/penggunaan
lahan. Perhitungan probabilitas di sini memungkinkan untuk menemukan sebuah
piksel dari kelas i pada vektor X yang didefinisikan oleh persamaan berikut.
P(i|X) = P(X|i)P(i)/P(X)
Keterangan :
P(i|X) = probabilitas bersyarat dari kelas i, dihitung mengingat bahwa vektor X
ditetapkan secara apriori (tanpa syarat). Probabilitas ini juga disebut
likelihood.
P(X|i) = probabilitas bersyarat (conditional) dari vektor X, dihitung mengingat
bahwa kelas ditetapkan secara apriori
P(i) = probabilitas kelas i muncul di dalam sebuah citra
P(X) = probabilitas dari vektor X
Lillesand dan Kiefer (1993) menyatakan bahwa klasifikasi MLC mengevaluasi
secara kuantitatif variance dan co-variance pola tanggapan spektral kategori
ketika mengklasifikasi piksel yang tidak dikenal. Untuk melakukan ini, dibuat
asumsi bahwa distribusinya normal.
2.8 Object Oriented Classification
Object oriented classification (OOC) merupakan metode klasifikasi yang
menambahkan suatu input pengetahuan kontekstual ke dalam segmentasi. Proses
klasifikasi dalam metode ini menggunakan prosedur segmentasi dengan sistem
hirarki, sehingga suatu karakteristik objek dapat ditambahkan dengan kumpulan
17
informasi tambahan dari objek yang diklasifikasikan seperti bentuk, tekstur,
konteks dan informasi lain yang terkait dengan objek yang diklasifikasikan.
Penggunaan informasi tambahan ini akan memperkaya informasi dalam
klasifikasi, sehingga dapat menghasilkan pengelompokan yang lebih spesifik dan
akurat. Perbedaan mendasar pada pendekatan ini dibandingkan dengan klasifikasi
konvensional terletak pada unit dasar proses analisis citra berupa objek citra atau
segmen. OOC tidak menganalisis piksel tunggal, serta tindakan klasifikasi yang
harus diterapkan pada objek citra (Baatz dan Shape, 2000).
Segmentasi adalah suatu metode untuk pengelompokkan objek ke dalam
region-region yang ditentukan oleh suatu ukuran kehomogenan. Metode ini
menghasilkan gambaran objek suatu ukuran yang sama dalam struktur dan
resolusi yang berbeda (Rusdi, 2005). Segmentasi menggunakan tiga parameter
yaitu skala (scale), warna (color) dan bentuk (form). Parameter skala (scale
parameter) adalah nilai abstrak yang menentukan heterogenitas maksimum yang
diperbolehkan untuk menghasilkan objek tanpa korelasi langsung dengan ukuran
piksel yang terukur. Parameter ini lebih bergantung pada heterogenitas material
data. Parameter warna menyeimbangkan homogenitas warna dari segmen dan
homogenitas dari bentuk. Parameter bentuk mengontrol bentuk kenampakan dari
objek dengan menyeimbangkan antara kriteria kehalusan (smoothness) dan
kriteria kekompakan (compactness) dari objek (Willhauck, 2000).
18
2.9 Etnoekologi
Etnoekologi adalah ilmu yang membahas hubungan yang erat antara manusia,
ruang hidup dan semua aktivitas manusia di bumi. Ilmu etnoekologi merupakan
sintesis dan adaptasi dari ilmu geografi, hal ini dikarenakan ilmu geografi
cakupannya sangat luas. Karena ilmu geografi yang memiliki cakupan yang
sangat luas, maka diperlukan suatu bidang ilmu yang menspesifikasikan
ilmu-ilmu tersebut yang difokuskan pada fenomena-fenomena yang terjadi di
ruang aktivitas manusia. Dengan demikian, ilmu etnoekologi merupakan ilmu
yang menjembatani ilmu alam, ilmu sosial, dan ilmu lingkungan alam dan ilmu
lingkungan yang memfokuskan manusia sebagai aktor dalam aktivitas lingkungan
alam (Hilmanto, 2010).
Bentuk interaksi dan adaptasi manusia dengan alam, yaitu adanya aktivitas
manusia mengubah bentang alam di bumi, baik lingkungan biotik dan lingkungan
abiotik. Kegiatan membuka ladang, melakukan domestikasi hewan maupun
tumbuhan, melakukan penghijauan, membuat bendungan dan membuat sistem
irigasi merupakan contoh bentuk interaksi dan adaptasi manusia. Manusia dalam
berinteraksi dengan lingkungannya tidak bisa lepas dari faktor geografis
(Hilmanto, 2010).
Deskripsi perilaku masyarakat berinteraksi dengan alam pada suatu wilayah bisa
berlaku pada waktu tertentu, tetapi kondisi saat ini yang terjadi merupakan suatu
hasil dari proses yang sudah berlangsung sejak dulu melalui berbagai macam
perubahan. Perubahan-perubahan bisa berlangsung dalam jangka pendek atau
dalam jangka panjang. Banjir, gunung meletus, tanah longsor merupakan
19
perubahan dalam jangka pendek yang disebabkan oleh fenomena insidental,
sedangkan pola musim yang disebabkan iklim merupakan perubahan yang terjadi
dalam jangka panjang. Reaksi dari berbagai macam perubahan geografi tersebut
menyebabkan manusia memiliki prilaku untuk mengadakan perubahan dan
tanggapan terhadap tawaran atau tawaran yang berubah. Perubahan-perubahan
yang mendesak manusia mampu mendorong manusia untuk melakukan
penemuan-penemuan baru untuk menjaga kelestarian hidup manusia itu sendiri
(Hilmanto, 2010).
20
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lokasi hutan mangrove pesisir Kabupaten Lampung
Selatan pada bulan Maret‒Mei 2018. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar 2. Peta lokasi penelitian pada penelitian perubahan tutupan lahan
mangrove di pesisir Kabupaten Lampung Selatan pada bulan Maret‒
Mei 2018 dengan skala 1: 500.000.
21
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan pada saat penelitian yaitu, alat tulis, kamera, laptop,
Global Positioning System (GPS), software ArcGIS 10.3, Erdas Imagine 8.5,
eCognition Developer , Microsoft Word 2010 dan Microsoft Excel 2010. Bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data spasial tutupan mangrove
pesisir Lampung Selatan yaitu, Citra Landsat 5, 7, 8 dengan path/row 123/64
tahun 1990 sampai 2017, peta administrasi dan peta digital tutupan lahan dari
KLHK.
3.3 Batasan Penelitian
Batasan penelitian ini yaitu.
1. Hutan mangrove yang diamati tahun 1990 sampai 2017.
2. Penelitian dilakukan pada hutan mangrove di pesisir Kabupaten Lampung
Selatan.
3.4 Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian meliputi.
Data primer yang digunakan di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Citra Landsat 5, 7, 8 path/row 123/64 dengan perekaman peta pada tahun
1990‒2017.
2. Hasil wawancara.
3. Dokumentasi dan temuan saat observasi lapang.
22
Data sekunder mencakup data yang telah tersedia baik dari studi pustaka serta
dokumentasi dan publikasi instansi terkait. Data sekunder yang diperlukan dalam
Penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Kondisi umum lokasi penelitian.
2. Sejarah lokasi penelitian lahan mangrove.
3. Tutupan lahan menurut KLHK .
3.5 Metode Pengumpulan Data
Data primer merupakan data yang langsung diperoleh di lapangan dari sumbernya.
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam pengumpulan data primer yang
dilakukan dalam penelitian ini.
1. Ground Truth GPS
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan GPS (Global Positioning
System).
2. Analisis Citra Satelit
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik penginderaan jauh dan analisis
data dilakukan dengan sistem informasi geografis. Teknik penginderaan jauh
yang digunakan adalah MLC dan OOC dengan perangkat lunak Erdas Imagine
8.5 dan eCognition Developer. Data yang akan digunakan adalah data Citra
Landsat tahun 1990-2017 Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis
data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS 10.3, Erdas
Imagine 8.5, dan Ecognition Developer yang akan digunakan untuk
mengetahui perubahan tutupan lahan mangrove tiap tahunnya.
23
3. Interview
Memperoleh data dengan berbentuk pertanyaan yang menggambarkan
pengalaman, pengetahuan, opini, dan perasaan narasumber. Metode yang
dilakukan adalah interview standar tak terskedul (Non-Schedule Standardised
Interview). Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh dari studi
kepustakaan berupa studi literatur, hasil penelitian terdahulu serta berasal dari
sumber tertulis atau dokumen yang memiliki relevasi dengan penelitian ini.
3.6.Analisis Data
Analisis tutupan hutan mangrove dilakukan dengan cara menganalisis terlebih
dahulu tutupan hutan mangrove dengan dua teknik yaitu MLC dan OOC. Hasil
dari kedua teknik tersebut akan dianalisis menggunakan error matriks yang
difungsikan untuk mengetahui teknik yang memiliki keakuratan terbaik. Setelah
didapatkan teknik yang paling baik, hasil dari teknik tersebut akan digunakan
untuk mengetahui perubahan tutupan hutan mangrove selama periode yang telah
ditentukan yaitu tahun 1990, 1995, 2000, 2009 dan 2017. Penelitian ini juga
dapat melakukan penghitungan akurasi peta tutupan lahan dari KLHK. Hasil
wawancara dan observasi lapang dianalisis secara deskriptif kualitatif.
Analisis data primer serta data sekunder yang menunjang berupa hasil wawancara
serta studi pustaka diolah menggunakan tiga tahapan meliputi reduksi, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan. Hasil dari analisis ini adalah peta perubahan
tutupan hutan mangrove dari waktu ke waktu dan narasi mengenai peristiwa/isu
yang melatar belakangi perubahan tersebut.
45
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Simpulan dari penelitian yang telah dilakukan yaitu.
1. Metode yang diperbandingkan pada penelitian ini ialah metode MLC dengan
nilai akurasi sebesar 82% dan OOC sebesar 95%, metode yang paling tepat dan
akurat dalam pemantauan tutupan hutan mangrove dengan citra satelit yaitu
dengan metode OOC.
2. Perubahan tutupan mangrove dari tahun 1990‒2017 terjadi secara fluktuatif
dengan luas hutan mangrove pada tahun 1990 sebesar 236 ha lalu mengalami
penurunan sebesar 181 ha sehingga tahun 1995 luas hutan mangrove menjadi
55 ha, namun pada tahun selanjutnya mengalami peningkatan luasan hutan
mangrove sehingga pada tahun 2000 luas hutan mangrove meningkat menjadi
57 ha, tahun 2009 sebesar 234 dan pada tahun 2017 sebesar 458 ha
3. Faktor yang mempengaruhi perubahan tutupan hutan mangrove di pesisir
Kabupaten Lampung Selatan adalah faktor alam dan aktivitas manusia. Faktor
alam meliputi abrasi, sedimentasi, kecepatan angin dan arah angin sedangakan
faktor aktivitas manusia meliputi alih fungsi lahan hutan mangrove,
pembalakan hutan mangrove dan kesadaran serta peran masyarakat dalam
menjaga dan pelestarian hutan mangrove.
46
5.2 Saran
Saran dari penelitian ini yaitu perlu adanya rehabilitasi dan pelestarian hutan
mangrove dengan sistem pembinaan dan pemberdayaan masyarakat, peningkatan
pengetahuan dan peran serta masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove.
48
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansayah, M., Ing. dan Rusdi, M. 2004. Diskriminasi tegakan hti (hutan
tanaman industri) menggunakan object oriented classification studi kasus
pt. hti wira karya sakti, jambi. Prossiding Seminar Nasional
Penginderaan Jauh. 1(1):1-8.
Baatz, M. dan Shape, A. 2000. Multiresolution segmentation: an optimization
approach for high quality multi-scale image segmentation. Angewandte
Geographische Informationsverarbeitung XII. Beitrage zum AGIT
Symposium Salzburg. 12-23.
Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XX Lampung. 2018. Data
Penutupan Lahan. BPKH. Lampung.
Barata, M.A.S., Ashadi, F. dan Triangggono, M.M. 2017. Konservasi hutan
mangrove sebagai upaya pengentasan masalah banjir rob dan abrasi air
laut desa wringin putih banyuwangi. Jurnal Pengabdian kepada
Masyarakat IKIP PGRI Jember. 1(1):29-32.
Buwono, Y.R. 2015. Potensi Fauna Akuatik Ekosistem Hutan Mangrove Di
Kawasan Teluk Pangpang Kabupaten Banyuwangi. Tesis. Universitas
Udayana. Denpasar. 89 hlm.
Dahuri, R., Rais, J., Ginting, S.P. dan Sitepu, M.J. 2001. Pengelolaan Sumber
Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Buku. PT Pradnya
Paramita. Jakarta. 326 hlm.
Dewi, B.S., Hilmanto,R. dan Herison, A. 2016. Lampung Mangrove Center
Upaya Riset dan Pengabdian untuk Bangsa. Buku. Plantaxia.
Yogyakarta. 140 hlm.
Faturrohmah, S. dan Marjuki, B. 2017. Identifikasi dinamika spasial sumberdaya
mangrove di wilayah pesisir kabupaten demak jawa tengah. Majalah
Geografi Indonesia. 31(1):56-64.
Gufran, M. dan Kordi, K.M. 2012. Ekosistem Mangrove, Potensi, Fungsi, dan
Pengelolaan. Buku. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. 256 hlm.
49
Harianto, S.P., Dewi, B.S. dan Wicaksono, M.D. 2015. Mangrove Pesisir
Lampung Timur: Upaya Rehabilitasi dan Peran Serta Masyarakat. Buku.
Plantaxia. Yogyakarta. 79 hlm.
Hilmanto, R. 2010. Etnoekologi. Buku. Penerbit Universitas Lampung. Bandar
Lampung. 115 hlm.
Humaida, N., Sudarsono, B. dan Prasetyo, Y. 2015. Analisis perbandingan
kepadatan pemukiman menggunakan klasifikasi supervised dan segmentasi
(studi kasus kota bandung). Jurnal Geodesi Undip. 4(4):75-78.
Khaery, A., Kusmana,C. dan Setiawan,Y. 2016. Strategi pengelolaan ekosistem
mangrove di desa passare apua kecamatan lantari jaya kabupaten bombana
provinsi sulawesi tenggara. Jurnal Silvikultur Tropika. 7(1):38-44.
Khazali, M., Bengen, D.G. dan Nikijuluw, V.P.H. 2002. Kajian partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan mangrove (studi kasus di desa karangsong,
kecamatan indramayu,kabupaten indramayu, provinsi jawa barat). Jurnal
Pesisir dan Lautan. 4(3):29-42.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2017. Luas Hutan Mangrove.
KLHK. Jakarta.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2018. Data Penutupan Lahan.
KLHK. Jakarta.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2004. Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan
Kerusakan Mangrove. Jakarta. 8 hlm.
Kustanti, A. 2011. Manajemen Hutan Mangrove. Buku. Kampus IPB Taman
Kencana Bogor. IPB Press. Bogor. 248 hlm.
Khomarudin, M.R. 2015. Pedoman Pengolahan Data Penginderaa Jauh Landsat
8 Untuk Mangrove. Buku. Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh. Jakarta.
22 p.
Kampouraki. M., Wood G.A. dan Brewer T.R. 2008. Opportunities and
limitations of object-based image analysis for detectingurban impervious
and vegetated surfaces using true-colour aerial photography.
Researchgate.net. DOI: 10.1007/978-3-540-77058-9-30.
Lillesand, T.M. dan Kiefer. F. W. 1993. Penginderaan Jauh dan Interpretasi
Citra. Alih bahasa. Buku. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
744 hlm.
Lo, C.P. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Buku. Universitas Press. Jakarta.
475 hlm.
50
Marini, Y., Emiyati, Hawariyah, S. dan Hartuti, M. 2014. Perbandingan metode
klasifikasi supervised maximum likelihood dengan klasifikasi berbasis
objek untuk inventarisasi lahan tambak di kabupaten maros. Prossiding
Seminar Nasional. 1(6):505-516.
Muhammad, A.M.,Rombang, J.A. dan Saroinsong, F.B. 2016. Identifikasi jenis
tutupan lahan di kawasan kphp poigar dengan metode maximum
likelihood. Jurnal Cocos. 7 (2):1-9.
Ningsih, S.S. 2008. Analisis Vegetasi Hutan Mangrove. Tesis. Universitas
Sumatera Utara. Medan.100 hlm.
Novyanti, R., Sastrawibawa, S. dan Prihadi, D.J. 2011. Identifikasi kerusakan
dan upaya rehabilitasi ekosistem mangrove di pantai utara subang. Jurnal
Akuatika. 2 (2):1-7.
Nurjanah, M. 2018. Analisis Pengelolaan Hutan Mangrove Menjadi Area
Tambak. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung. 200 hlm.
Oktaviani, A.R., Nugraha, A. L. dan Firdus, H.S. 2017. Analisis penentuan lahan
kritis dengan metode fuzzy logic berbasis penginderaan jauh dan sistem
informasi geografis (studi kasus: kabupaten semarang). Jurnal Geodesi
Undip. 6 (4): 332-340.
Onrizal dan Kusmana, C. 2008. Studi ekologi hutan mangrove di pantai timur
sumatera utara. Jurnal Biodiversitas . 9 (1):25-29.
Parsa, I.M. 2013. Optimaliasi parameter segmentasi untuk pemetaan lahan sawaah
menggunakan citra satelit landsat (studi kasus padang pariaman, sumatera
barat dan tanggamus, lampung). Jurnal Penginderaan Jauh. 10(1): 34-37.
Paryono, P. 2003. Pemodelan Citra Digital Perubahan Lingkungan Biogeofisik
Wilayah Pesisir Menggunakan Citra Landsat Thematic Mapper. Suatu
Telaah Analitik dan Fisik Lingkungan atas Kegiatan Pertambangan di
Kabupaten Mimika Papua. Disertasi. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta. 191 hlm.
Pemerintah daerah. 2000. RENSTRA Pengelolaan wilayah pesisir lampung.
Buku. Lampung. 99 hlm.
Pinto, Z. 2015. kajian perilaku masyarakat pesisir yang mengakibatkan
kerusakan lingkungan (studi kasus di pantai kuwaru, desa poncosari,
kecamatan srandakan, kabupaten bantul, diy). Jurnal Wilayah dan
Lingkungan. 3(3):165-169.
51
Prahasta, E. 2005. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Buku.
Informatika. Bandung.760 hlm.
Primavera, J.H. 1991. Intensive prawn in the philippines: ecological, social and
ecenomic implication. Ambio. 1(20):28-33.
Purwanto, M.S., Bashril, A.A., Harto M.F.D. dan Syahwirawan, Y. 2017. Citra
satelit landsat 8 + tris sebagai tinjauan awal dari manifestasi panas bumi di
wilayah gunung argopura. Jurnal Geosaintek. 3 (1):13-16.
Raharjo, P., Setiady, D., Zallesa, S. dan Putri, E. 2015. Identifikasi kerusakan
pesisir akibat konversi hutan bakau (mangrove) menjadi lahan tambak di
kawasan pesisir kabupaten cirebon. Jurnal Geologi Kelautan. 13 (1):
9-23.
Ramayanti, L. A., Yuwono, B.D. dan Awaluddin, M. 2015. Pemetaan tingkat
lahan kritis dengan menggunakan penginderaan jauh dan sistem informasi
geografi (studi kasus kabupaten blora). Jurnal Geodesi Undip. 4 (2): 200-
207.
Richards, J.A. 1993. Remote Sensing Digital Image Analysis. Buku. Springer.
German. 464 hlm.
Rusdi, 2005. Perbandingan Klasifikasi Maximum Likelihood dan Object
Oriented pada Pemetaan Penutupan atau Penggunaan Lahan. Tesis.
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 21 hlm.
Rustikasari, N.D., Sasmito, B. dan Hani’ah. 2012. Deteksi perubahan luasan
lahan tambak menggunakan delineasi metode density slicing (studi kasus:
kabupaten demak, jawa tengah). Jurnal Geodesi Undip. 1(1):1-10.
Sampurno, R.M. dan Thoriq, A. 2016. Klasifikasi tutupan lahan menggunakan
citra landsat 8 operational land imager (oli) di kabupaten sumedang.
Jurnal Teknotan. 10 (2):62-68.
Sitanggang, G. 2010. Kajian pemanfaatan satelit masa depan: sistem
penginderaan jauh satelit ldcm (landsat-8). Jurnal Berita Dirgantara.
LAPAN. 11 (2):47-58
Somantri, L. 2008. Pemanfaatan teknik penginderaan jauh untuk
mengidentifikasi kerentanan dan risiko banjir. Jurnal Geografi GEA.
8(2):1-9.
52
Suwargana, N. 2008. Analisis perubahan hutan mangrove menggunakan data
penginderaan jauh di pantai bahagia, muara gembong, bekasi. Jurnal
Penginderaan Jauh. 5 (1):64-74.
Sa’diyah, H., Hendrarto, Boedi. dan Rudyanti, S. 2017. Determinasi faktor
penting berdasarkan aktivitas masyarakat untuk pengembangan kawasan
rehabilitasi hutan mangrove di pantai karangsong, kabupaten indramayu.
Jurnal Saintek Perikanan Undip. 13 (1):1-7.
System for Automated Geoscientific Analyses. 2016. Klasifikasi Berdasarkan
Objek. Artikel. Http.sagagisindonesia.wordpress.com. Diakses pada hari
Kamis tanggal 19 Desember 2017. Pukul 16.23.
Vitasari, M. 2015. Kerentanan ekosistem mangrove terhadap ancaman
gelombang ekstrim/abrasi di kawasan konservasi pulau dua banten. Jurnal
Bioedukasi. 8 (2):33-36.
Widodo, A. 2015. Pengelolaan wilayah pesisir dalam upaya perbaikan hutan
mangrove dari kerusakan akibat ekspansi tambak di lampung. Artikel.
1-3.
Willhauck, G. 2000. Comparison of object oriented classification techniques and
standard image analysis for the use of change detection between spot
multispectral satellite images and aerial photos. Jurnal Amsterdam. 33 (1):
1-8.
Yuliasamaya, Darmawan, A. dan Hilmanto, R. 2014. Perubahan tutupan hutan
mangrove di pesisir kabupaten lampung timur. Jurnal Sylva Lestari. 2 (3):
113-120.
Zanuri, A.B., Takwanto, A. dan Syarifuddin, A. 2017. Konservasi ekologi hutan
mangrove di kecamatan mayangan kota probolinggo. Jurnal Dedikasi.
14 (1):2-7.