Perubahan Luas Area Luka dan Pembentukan Jaringan Fibroblast Pada Luka Bakar yang diterapi dengan Madu dan Propolis DGD. Dharma Santhi, DAP. Rasmika Dewi, AAN Subawa 1 1 Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Telp. 0361-222510 [email protected]ABSTRAK Kerusakan jaringan pada kulit akibat terpajan panas tinggi membuat protein penyusun kulit terancam denaturasi menyebabkan berkurangnya pertahanan terhadap infeksi bakteri, meningkatkan jumlah kerusakan jaringan dan mencegah penyembuhan area kulit yang terbakar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui proses re-epitalisasi luka bakar pada tikus putih jantan Rattus norvegicus galur Wistar pada pemberian madu dan propolis secara topical yang dinilai melalui perubahan luas area luka bakar dan pembentukan jaringan fibroblast. Dari hasil Hasil Uji One Way ANOVA, pada hari ke – 14 dan 21 setelah perlakuan luka bakar mulai terjadi penurunan luas area luka bakar yang menunjukkan terjadinya pembentukan jaringan baru. Pada hari ke – 14, diketahui bahwa kelompok kontrol positif (pada pemberian salep SSD) memberikan penurunan luas area luka yang berbeda bermakna dengan kelompok kontrol negatif dan kelompok pemberian madu ternak dan madu hutan. Pada hari ke – 21, diketahui bahwa kelompok kontrol positif memberikan penurunan luas area luka yang sama dengan kelompok perlakuan. Pembentukan jaringan fibroblast diamati setelah hari ke – 21, ditemukan bahwa bahwa kelompok kontrol positif memberikan jumlah pembentukan jaringan fibroblast yang sama dengan kelompok perlakuan. Kata kunci: Luka Area Luka, Pembentukan Jaringan Fibroblast, Madu, Propolis Pendahuluan Inflamasi merupakan respon terhadap kerusakan jaringan akibat berbagai rangsangan yang merugikan, baik rangsangan kimia maupun mekanis, seperti luka bakar. Pada proses inflamasi terjadi reaksi vaskular, sehingga cairan, elemen- elemen darah, sel darah putih (leukosit), dan mediator kimia terkumpul pada tempat yang cedera untuk menetralkan dan menghilangkan agen-agen berbahaya serta untuk memperbaiki jaringan yang rusak (Kee dan Hayes, 1993). Tanda-tanda inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskuler, peningkatan permeabilitas kapiler, dan migrasi leukosit ke daerah inflamasi (Wilmana, 1995). Antimikroba menjadi pilihan untuk mencegah meluasnya infeksi pada luka bakar (Church, dkk, 2006). Produk lebah madu Indonesia, antara lain madu hutan, madu ternak, dan propolis pada penelitian sebelumnya, diketahui memiliki aktivitas sebagai antimikroba. Hal ini dapat dilihat dari pH yang dimiliki oleh madu hutan, madu ternak, dan propolis Indonesia berkisar antara 3,85 – 4,44. Dimana pada rentang pH tersebut, dikatakan
15
Embed
Perubahan Luas Area Luka dan Pembentukan Jaringan ... · tingkat penyembuhan luka bakar dilihat dari pembentukan jaringan fibroblast serta luas area luka bakar. Hasil dan Pembahasan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Perubahan Luas Area Luka dan Pembentukan Jaringan Fibroblast Pada
Luka Bakar yang diterapi dengan Madu dan Propolis
DGD. Dharma Santhi, DAP. Rasmika Dewi, AAN Subawa1
1Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Telp. 0361-222510 [email protected]
ABSTRAK
Kerusakan jaringan pada kulit akibat terpajan panas tinggi membuat protein
penyusun kulit terancam denaturasi menyebabkan berkurangnya pertahanan
terhadap infeksi bakteri, meningkatkan jumlah kerusakan jaringan dan mencegah
penyembuhan area kulit yang terbakar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
mengetahui proses re-epitalisasi luka bakar pada tikus putih jantan Rattus
norvegicus galur Wistar pada pemberian madu dan propolis secara topical yang
dinilai melalui perubahan luas area luka bakar dan pembentukan jaringan fibroblast.
Dari hasil Hasil Uji One Way ANOVA, pada hari ke – 14 dan 21 setelah perlakuan
luka bakar mulai terjadi penurunan luas area luka bakar yang menunjukkan
terjadinya pembentukan jaringan baru. Pada hari ke – 14, diketahui bahwa
kelompok kontrol positif (pada pemberian salep SSD) memberikan penurunan luas
area luka yang berbeda bermakna dengan kelompok kontrol negatif dan kelompok
pemberian madu ternak dan madu hutan. Pada hari ke – 21, diketahui bahwa
kelompok kontrol positif memberikan penurunan luas area luka yang sama dengan
kelompok perlakuan. Pembentukan jaringan fibroblast diamati setelah hari ke – 21,
ditemukan bahwa bahwa kelompok kontrol positif memberikan jumlah
pembentukan jaringan fibroblast yang sama dengan kelompok perlakuan.
Kata kunci: Luka Area Luka, Pembentukan Jaringan Fibroblast, Madu, Propolis
Pendahuluan
Inflamasi merupakan respon terhadap kerusakan jaringan akibat berbagai
rangsangan yang merugikan, baik rangsangan kimia maupun mekanis, seperti luka
bakar. Pada proses inflamasi terjadi reaksi vaskular, sehingga cairan, elemen-
elemen darah, sel darah putih (leukosit), dan mediator kimia terkumpul pada tempat
yang cedera untuk menetralkan dan menghilangkan agen-agen berbahaya serta
untuk memperbaiki jaringan yang rusak (Kee dan Hayes, 1993). Tanda-tanda
inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskuler, peningkatan permeabilitas kapiler,
dan migrasi leukosit ke daerah inflamasi (Wilmana, 1995). Antimikroba menjadi
pilihan untuk mencegah meluasnya infeksi pada luka bakar (Church, dkk, 2006).
Produk lebah madu Indonesia, antara lain madu hutan, madu ternak, dan propolis
pada penelitian sebelumnya, diketahui memiliki aktivitas sebagai antimikroba. Hal
ini dapat dilihat dari pH yang dimiliki oleh madu hutan, madu ternak, dan propolis
Indonesia berkisar antara 3,85 – 4,44. Dimana pada rentang pH tersebut, dikatakan
bahwa madu dan propolis mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Selain itu dari
uji aktivitas antibakteri menggunakan tes Kirby Bauer, dapat dilihat bahwa madu
madu hutan, madu ternak, dan propolis memiliki zone hambat terhadap
pertumbuhan bakteri yang tidak resisten maupun yang sudah resisten terhadap
antibiotika. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat penyembuhan luka
bakar dilihat dari pembentukan jaringan fibroblast serta luas area luka bakar
Bahan dan Metode
Pada penelitian ini dipergunakan madu yang diperoleh dari tanaman kapuk dengan
spesies lebah Apis mellifera, sedangkan bahan madu hutan diperoleh dari hutan di
pedalaman Riau, yaitu dari spesies Apis dorsata. Untuk bahan uji propolis yang
dipergunakan diperoleh dari spesies lebah Trigona sp dan Abelha coleta. Bahan uji
ini merupakan produk dagang yang mudah ditemukan di pasaran Indonesia.
Sebanyak 36 tikus putih jantan Rattus norvegicus galur Wistar dipergunakan untuk
penelitian ini, dibagi ke dalam 6 kelompok perlakuan. Sebelum diberian perlakuan,
sebelumnya semua hewan coba diadaptasikan selama 1 minggu serta diberikan
pellet serta air minum ad libitum. Kelompok I adalah kelompok kontrol negatif,
dimana luka bakar hewan coba diberi perlakuan dengan membersihkannya dengan
larutan normal saline. Kelompok II adalah kelompok kontrol positif, dimana luka
bakar hewan coba diberi perlakuan dengan mmengoleskan salep silver sulfdiazin
(SSD) 2%. Kelompok perlakuan III adalah kelompok perlakuan, di mana pada luka
bakar pada hewan coba diterapi menggunakan madu ternak dari spesies lebah Apis
mellifera. Kelompok perlakuan IV adalah kelompok perlakuan, di mana pada luka
bakar pada hewan coba diterapi menggunakan madu hutan dari spesies lebah Apis
dorsata. Kelompok perlakuan V adalah kelompok perlakuan, di mana pada luka
bakar pada hewan coba diterapi menggunakan propolis dari spesies lebah Trigona
Sp. Kelompok perlakuan VI adalah kelompok perlakuan, di mana pada luka bakar
pada hewan coba diterapi menggunakan propolis dari spesies lebah Abelha colata.
Parameter yang dipergunakan untuk mengukur tingkat penyembuhan luka bakar
yang terjadi pada hewan coba setelah mendapat perlakuan luka bakar, adalah
tingkat penyembuhan luka bakar dilihat dari pembentukan jaringan fibroblast serta
luas area luka bakar.
Hasil dan Pembahasan
Proses penyembuhan luka dicatat pada hari ke- 0, 3, 7, 14, dan 21 setelah perlakuan
luka bakar. Semua luka difoto bersama alat pengukur standar (penggaris) untuk
mengukur luas area luka.
Tabel 4.7 Diameter Luka Bakar tikus jantan kelompok Perlakuan I
Kelompok I Diameter Luka Bakar (cm2)
Hari ke-0 Hari ke-3 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21 1 3,00 3,00 2,80 2,85 2,40 2 3,00 3,00 2,80 2,60 2,00 3 3,00 3,00 2,40 2,20 1,87 4 3,00 3,00 2,60 2,00 1,87 5 3,00 3,00 2,80 2,60 2,00 6 3,00 3,00 2,60 2,00 1,82
Rata – rata ± SD 3,00 ± 0.00 3,00 ± 0.00 2.67 ± 0.16 2,38 ± 0.36 1,99 ± 0.21
Dari tabel di atas terlihat penurunan luas area luka dari hari ke-0 sampai pada
hari ke – 21 pada kelompok perlakuan I.
Tabel 4.8 Diameter Luka Bakar tikus jantan kelompok Perlakuan II
Kelompok II Diameter Luka Bakar (cm2)
Hari ke-0 Hari ke-3 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21 1 3,00 3,00 2,80 1,30 0,24 2 3,00 3,00 2,40 1,20 0,32 3 3,00 3,00 2,80 1,20 0,48 4 3,00 3,00 2,40 1,00 0,22 5 3,00 3,00 2,80 1,20 0,22 6 3,00 3,00 2,60 1,10 0,20
Rata – rata ± SD 3,00 ± 0.00 3,00 ± 0.00 2.63 ± 0.20 1,17 ± 0.10 0.28 ± 0.11
Dari tabel di atas terlihat penurunan luas area luka dari hari ke-0 sampai pada
hari ke – 21, dimana pada kelompok ini diberikan salep Silver sulfadiazin 2%.
Tabel 4.9 Diameter Luka Bakar tikus jantan kelompok Perlakuan III
Kelompok III Diameter Luka Bakar (cm2)
Hari ke-0 Hari ke-3 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21 1 3,00 3,00 2,40 1,60 0,32 2 3,00 3,00 2,80 1,60 0,28 3 3,00 3,00 2,80 1,87 0,36 4 3,00 3,00 2,40 1,20 0,24 5 3,00 3,00 2,60 2,00 1,80 6 3,00 3,00 2,80 1,32 0,28
Rata – rata ± SD 3,00 ± 0.00 3,00 ± 0.00 2,63 ± 0.20 1,60 ± 0.31 0.55 ± 0.62
Dari tabel di atas terlihat penurunan luas area luka dari hari ke-0 sampai pada
hari ke – 21, dimana pada kelompok ini diberikan madu ternak dari spesies lebah
Apis mellifera.
Tabel 4.10 Diameter Luka Bakar tikus jantan kelompok Perlakuan IV
Kelompok IV Diameter Luka Bakar (cm2)
Hari ke-0 Hari ke-3 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21 1 3,00 3,00 2,60 1,80 0,75 2 3,00 3,00 2,80 1,60 0,64 3 3,00 3,00 2,80 2,00 0,52 4 3,00 3,00 2,60 1,70 0,48 5 3,00 3,00 2,60 1,40 0,52 6 3,00 3,00 2,60 1,90 0,80
Rata – rata ± SD 3,00 ± 0.00 3,00 ± 0.00 2.67 ± 0.10 1.73 ± 0.22 0.62 ± 0.13
Dari tabel di atas terlihat penurunan luas area luka dari hari ke-0 sampai pada
hari ke – 21, dimana pada kelompok ini diberikan madu hutan dari spesies lebah
Apis dorsata.
Tabel 4.11 Diameter Luka Bakar tikus jantan kelompok Perlakuan V
Kelompok V Diameter Luka Bakar (cm2)
Hari ke-0 Hari ke-3 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21 1 3,00 3,00 2,40 1,50 0,50 2 3,00 3,00 2,40 1,04 0,16 3 3,00 3,00 2,60 1,60 0,24 4 3,00 3,00 2,80 1,92 0,45 5 3,00 3,00 2,80 1,44 0,27 6 3,00 3,00 2,40 1,20 0,28
Rata – rata ± SD 3,00 ± 0.00 3,00 ± 0.00 2.57 ± 0.20 1.45 ± 0.31 0.34 ± 0.16
Dari tabel di atas terlihat penurunan luas area luka dari hari ke-0 sampai pada
hari ke – 21, dimana pada kelompok ini diberikan propolis dari spesies lebah
Trigona sp.
Tabel 4.12 Diameter Luka Bakar tikus jantan kelompok Perlakuan VI
Kelompok VI Diameter Luka Bakar (cm2)
Hari ke-0 Hari ke-3 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21 1 3,00 3,00 2,40 0,75 0,10 2 3,00 3,00 2,80 1,05 0,50 3 3,00 3,00 2,80 0,75 0,30 4 3,00 3,00 2,80 0,98 0,45 5 3,00 3,00 2,80 1,04 0,14 6 3,00 3,00 2,40 0,75 0,10
Rata – rata ± SD 3,00 ± 0.00 3,00 ± 0.00 2.67 ± 0.21 0.89 ± 0.15 0.27 ± 0.18
Dari tabel di atas terlihat penurunan luas area luka dari hari ke-0 sampai pada
hari ke – 21, dimana pada kelompok ini diberikan propolis dari spesies lebah Abelha
coleta.
Hasil penelitian untuk mengetahui proses re-epitalisasi yang terjadi pada hewan
coba setelah mendapat perlakuan luka bakar melalui parameter luas area luka bakar
adalah sebagai berikut:
Tabel 5.3. Ringkasan Hasil Uji One Way ANOVA Luas Area Luka Bakar
Luas Area Luka Bakar Probabilitas (p)
Hari ke - 0
Hari ke - 3
Hari ke - 7 0.921
Hari ke - 14 0.000*
Hari ke - 21 0,000*
Keterangan: * = berbeda bermakna pada uji One Way ANOVA (p<0,05)
Berdasarkan tabel 5.3 di atas, dapat diamati bahwa tidak terdapat perbedaan yang
bermakna pada semua kelompok uji pada hari ke-7 perlakuan luka bakar. Hal ini
menandakan bahwa luas area luka sebelum perlakuan adalah seragam. Pada hari ke
– 14 dan 21 setelah perlakuan luka bakar mulai terjadi penurunan luas area luka
bakar yang menunjukkan terjadinya pembentukan jaringan baru. Dari analisis
statistik, pada hari ke– 14 dan 21 yang menunjukkan luas area luka bakar yang
berbeda bermakna antar kelompok perlakuan, di mana diperoleh nilai p = 0.000.
Oleh karena itu, data pengamatan pada hari ke – 14 dan 21 tersebut dapat dianalisis
lebih lanjut dengan uji LSD.
Hasil uji LSD digunakan untuk mengetahui probabilitas tiap kelompok sehingga
dapat diketahui perbedaan antara kelompok satu dan kelompok lainnya pada hari
ke- 14 dan 21 setelah perlakuan luka bakar. Ringkasan nilai probabilitas antar
kelompok pada uji LSD dapat dilihat pada tabel 5.4 dan 5.5.
Tabel 5.4. Ringkasan Hasil Uji LSD Luas Area Luka Bakar Hari Ke - 14
Hari
Pengamatan Kelompok
Kelompok
I
Kelompok
II
Kelompok
III
Kelompok
IV
Kelompok
V
Kelompok
VI
Hari ke - 21
Kelompok I 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.000*
Kelompok II 0.000* 0.007* 0.001* 0.066 0.069
Kelompok III 0.000* 0.007* 0.371 0.326 0.000
Kelompok IV 0.000* 0.001* 0.371 0.066 0.000
Kelompok V 0.000* 0.066 0.326 0.066 0.01
Kelompok VI 0.000* 0.069 0.000 0.000 0.001
Keterangan :
* : Berbeda bermakna (p<0,05)
Kelompok I : Pemberian Larutan Normal Saline
Kelompok II :Pemberian Salep Silver Sulfadiazin
Kelompok III : Pemberian Madu Ternak sp. Apis mellifera
Kelompok IV : Pemberian Madu Hutan sp. Apis dorsata
Kelompok V : Pemberian Propolis sp. Trigona
Kelompok VI : Pemberian Propolis sp. Abelha coleta
Dari hasil uji LSD pada hari ke – 14, diketahui bahwa kelompok kontrol positif
(pada pemberian salep Silver Sulfadiazin) memberikan penurunan luas area luka
yang berbeda bermakna dengan kelompok kontrol negatif dan kelompok pemberian
madu ternak dan madu hutan.
Tabel 5.5. Ringkasan Hasil Uji LSD Luas Area Luka Bakar Hari Ke - 21
Hari
Pengamatan Kelompok
Kelompok
I
Kelompok
II
Kelompok
III
Kelompok
IV
Kelompok
V
Kelompok
VI
Hari ke - 21
Kelompok I 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.000*
Kelompok II 0.000* 0.121 0.052 0.828 0.929
Kelompok III 0.000* 0.121 0.671 0.179 0.102
Kelompok IV 0.000* 0.052 0.671 0.081 0.043
Kelompok V 0.000* 0.828 0.179 0.081 0.759
Kelompok VI 0.000* 0.929 0.102 0.043* 0.759
Keterangan :
* : Berbeda bermakna (p<0,05)
Kelompok I : Pemberian Larutan Normal Saline
Kelompok II :Pemberian Salep Silver Sulfadiazin
Kelompok III : Pemberian Madu Ternak sp. Apis mellifera
Kelompok IV : Pemberian Madu Hutan sp. Apis dorsata
Kelompok V : Pemberian Propolis sp. Trigona
Kelompok VI : Pemberian Propolis sp. Abelha coleta
Gambar 1. Preparat Histopatologi Kelompok Perlakuan I
Gambar 2. Preparat Histopatologi Kelompok Perlakuan II
Gambar 3. Preparat Histopatologi Kelompok Perlakuan III
Gambar 4. Preparat Histopatologi Kelompok Perlakuan IV
Gambar 5. Preparat Histopatologi Kelompok Perlakuan V
Gambar 6. Preparat Histopatologi Kelompok Perlakuan VI
Dari hasil perhitungan pembentukan jaringan fibrobast pada hari ke – 21,
diketahui bahwa kelompok kontrol positif (pada pemberian salep Silver
Sulfadiazin) memberikan pembentukan jaringan fibroblast yang berbeda bermakna
dengan kelompok kontrol negatif. Sedangkan bila dibandingkan dengan perlakuan,
memberikan pembentukan jaringan fibroblast yang sama.
Madu dikatakan sebagai antimikroba dengan spektrum yang luas, serta non
toksik terhadap jaringan manusia. Pada beberapa kasus, madu digunakan pada luka
terinfeksi yang tidak sembuh dengan terapi antibiotik standar dan antiseptik,
dimana madu efektif pada semua fase penyembuhan luka tanpa efek samping pada
pada prosesnya. Studi efektivitas madu sebagai antimikroba menunjukkan aktivitas
antimikroba terhadap lebih dari 70 strain bakteri yang ditemukan pada luka,
termasuk Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA)7. Penelitian lain di
Belanda dengan menggunakan berbagai isolate bakteri yaitu : Staphylococcus