Top Banner

of 38

Perubahan Laporan Mpc Ku

Jul 13, 2015

Download

Documents

Al Fac
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

LAPORAN LENGKAP PRAKTEK LAPANG METODE PENGAMBILAN CONTOH KELIMPAHAN DAN DISTRIBUSI GASTROPODA PADA HABITAT MANGROVE

OLEH : LAODE HASRUN I1A1 08 050

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Mata Kuliah Metode Pengambilan Contoh

MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2010 HALAMAN PENGESAHAN

Judul

:

Laporan Lengkap Praktek Lapang Metode Pengambilan Contoh NIRWANA I1A1 09 066 Manajemen Sumberdaya Perairan III ( TIGA)

Nama Stambuk

: :

Program Studi : Kelompok :

Laporan Praktek Lapang ini Telah diperiksa dan disetujui oleh :

Koordinator Mata Kuliah Praktek

Asisten Pembimbing

MARUF KASIM, S.Pi,M.Si,Ph.D. NIP. 19700 926 1 999 031 002

JUMAIDIN

Desember 2011 Tanggal Pengesahan

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wataala karena atas nikmatnya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Lengkap Praktek Lapang Metode Pengambilan Contoh ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Penghargaan dan terima kasih penulis ucapkan kepada dosen pengasuh mata kuliah yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis. Asisten pembimbing yang telah sabar dalam membimbing penulis dalam pelaksanaan praktikek, dan seluruh asisten yang telah memberikan

bimbingannya, serta seluruh teman-teman yang telah turut membantu penulis dalam menyelesaikan laporan ini. Penulis menyadari bahwa laporan lengkap ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan agar penyusunan laporan berikutnya bisa lebih baik. Semoga Laporan Lengkap Praktek Lapang Metode Pengambilan Contoh ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Amin.

Kendari,

Desember 2011

Penulis

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

NIRWANA, Lahir Tanggal 05 Februari 1989 di Kendari (Sulawesi Tenggara). Penulis adalah anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Abd. Wahid dan Halija. Riwayat pendidikan yang ditempuh penulis berawal dari tingkat sekolah dasar di SD 08 Mandonga Kendari tahun 1996 dan tamat pada tahun 2001 kemudian melanjutkan sekolah di SMP Negeri 8 Kendari dan tamat pada Tahun 2004 kemudian melanjutkan sekolah di SMA Negeri 7 Kendari dan tamat pada tahun 2007, selanjutnya penulis melanjutkan sekolah ke tingkat perguruan tinggi dan sekarang Penulis menjadi Mahasiswa di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo Kendari dan sedang menjalankan studinya di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................. HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... KATA PENGANTAR ............................................................................ RIWAYAT HIDUP ................................................................................... DAFTAR ISI .............................................................................................. DAFTAR TABEL ...................................................................................... DAFTAR GAMBAR ................................................................................. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1.2. Tujuan Umum .............................................................................. 1.3. Tujuan Khusus .............................................................................. II. LANDASAN TEORI 2.1. Metode Kerja Lapang Mangrove. 4 1 3 3 i ii iii iv v vii viii

2.2. Keanekaragaman Dan Kelimpahan Krustacea Pada Daerah Mangrove6 III. METODE PRAKTEK 3.1. Waktu dan Tempat ......................................................................... 3.2. Alat................................................................................................. 3.3. Prosedur Kerja ............................................................................... 3.4. Analisis Yang Digunakan ............................................................. 10 10 10 11

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi........................................................... 12 4.2. Hasil Pengamatan ...................................................................... 4.3. Pembahasan ............................................................................... V. KEUNGGULAN METODE YANG DIGUNAKAN DAN ALASAN PENETAPAN METODE. 21 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ................................................................................ 6.2. Saran .......................................................................................... 23 DAFTAR PUSTAKA 22 13 14

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1 2

Judul

Alat dan bahan yang digunakan pada Praktek lapang ..................... Jumlah Jenis Organisme Kepiting Bakau ( Scylla serrata) Yang Ditemukan Pada Habitat Mangrove. Kelimpahan Organisme Kepiting Bakau ( Scylla serrata) Yang Ditemukan Pada Habitat Mangrove. Keanekaragaman Organisme Kepiting Bakau ( Scylla serrata) Yang Ditemukan Pada Habitat Mangrove.

11

13

3

14

4

15

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Judul Halaman

1

Perairan Pantai Bungkutoko .........................

12

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Salah satu sumber daya alam yang umum terdapat di daerah tropis adalah hutan mangrove yang merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang di dominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tubuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal yang cukup mendapat aliran, terlindung dari gelombang besar dan arus pasang yang kuat ( Bengen, 2004). Hutan mangrove berperan dalam menyediakan habitat bagi aneka ragam jenisi-jenis komoditi penting perikanan baik dalam keseluruhan maupun sebagian dari siklus hdupnya. mangrove. Sehingga banyak organisme yang terdapat dalam hutan

Substrat di sekitar hutan mangrove sangat mendukung kehidupan

kepiting bakau, terutama untuk melangsungkan perkawinan (Brower, 1977). Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain : pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Sedangkan fungsi ekonominya antara lain penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit. Karena fungsinya sebagai habitat dan juga

sebagai tempat mencari makan maka tidak jarang ketika kita msuk kedalam hutan mangrove kita akan menjumpai berbagai macam organism perairan dan juga terrestrial, diantara sekian banyak organisme perairan yang menempati hutan mangrove gastropoda merupakan salah satu hewan khas yang terdapat didalam ekosistem tersebut. Gastropoda adalah salah satu kelompok jenis dari moluska yang meliputi keong, siput dan limpet. Gastropoda termaksud dalam hewan yang tidak

bertulang belakang, tubuhnya lunak dan merayap. Bila merasa terancam bahaya, tubuhnya dapat ditarik masuk kedalam cangkangnya berbetuk tabung yang melingkar-lingkar seperti spiral, ada yang cangkangnya mulus sederhana tetapi pola gambarnya berbeda-beda dengan warna yang indah dan menarik. Jasin (1992) menyatakan, bahwa secara ekologi gastropoda berfungsi sebagai sumber pakan alami bagi organisme perairan dan sebagai pengurai bahan-bahan organik yang terdapat didasar perairan. Pantai Bungkutoko merupakan sebuah pulau yang terletak di muara teluk Kendari dan secara administrasi pulau ini masuk dalam wilayah Kelurahan Bungkutoko Kecamatan Abeli Kotamadya Kendari Propinsi Sulawesi Tenggara dan juga pantai Bungkutoko merupakan salah satu pantai dengan potensi sumberdaya pesisir dan laut cukup tinggi. Sumberdaya hayati berupa ekosistem mangrove telah dimanfaatkan masyarakat secara langsung dan tidak langsung sejak dulu (Kantor Kelurahan Bungkutoko, 2009).

Secara umum, ada dua jenis tehnik pengambilan sampel yaitu, sampel acak ( random sampling) dan sampel tidak acak ( nonrandom sampling). Random

sampling adalah cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. Sedangkan yang dimaksud dengan nonrandom sampling adalah setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel ( Kasim, 2010). Untuk mengetahui tingkat keanekaragaman dan kelimpahan Crustacea pada hutan mangrove yang ada di Perairan Bungkutoko kaitannya dengan kondisi mangrove yang ada pada perairan ini yang sudah mengalami degradasi maka praktek lapang ini penting untuk dilakukan. B. Tujuan Umum Praktek Tujuan umum diadakannya praktikum metode pengambilan contoh ini yaitu : 1. Untuk mengetahui langkah-langkah pengambilan sampel 2. Untuk mengetahui metode pengambilan sampel yang cocok untuk penelitian observasi pada ekosistem hutan mangrove 3. Mencoba manganalisis semua sampel yang ada untuk mengetahui kepadatan, penyebaran dan keanekaragaman berbagai jenis hutan mangrove atau analisis lain yang sesuai dengan tujuan praktek. C. Tujuan Khusus Praktek Sedangkan tujuan khusus diadakanya praktikum metode pengambilan contoh ini yaitu untuk melihat Kelimpahan dan Pola Distribusi berbagai spesies gastropoda pada daerah ekosistem mangrove yang terdapat di perairan pantai Desa Bungkutoko.

II. LANDASAN TEORI

A. Metode Pengambilan Sampling Populasi merupakan keseluruhan objek yang akan diamati. Objek yang diamati dapat berupa benda hidup maupun benda mati, dimana sifat-sifat yang ada dalam objek tersebut dapat diukur atau diamati. Populasi terdapat dua bagian

yaitu ada populasi yang tak terbatas dan populasi yang dapat diketahui jumlahnya. Hasil pengukuran atau karakteristik dari populasi disebut parameter yaitu harga rata-rata hitung (mean) dan simpangan baku(standard deviasi). Penjelasan di atas menyimpulkan bahwa populasi diteliti harus didefinisikan dengan jelas, termasuk didalamnya ciri-ciri dimensi waktu dan tempat. Sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang menjadi objek penelitian. Hasil pengukuran atau karakteristik dari sampel disebut statistik. Alasan perlunya pengambilan sampel adalah Keterbatasan waktu, tenaga dan biaya, Lebih cepat dan lebih mudah, memberi informasi yang lebih banyak dan dalam, dapat ditangani lebih teliti. Tujuan pengambilan sampel supaya

sample yang diambil dapat memberikan informasi yang cukup untuk dapat mengestimasi jumlah populasinya (Anonim, 2005). Populasi digunakan bila penelitian ingin mengetahui secara pasti keadaan populasi sesungguhnya yang memerlukan ketelitian dan kecermatan yang tinggi dan sumber informasi bersifat heterogen, di mana sifat dan karakteristik masingmasing sumber sulit dibedakan ( Margono, 1997 : 120 ).Ada dua jenis tehnik pengambilan sampel, yaitu sampel acak (random

sampling), dan sampel tidak acak (nonrandom sampling). Random sampling adalah

pengambilan sampel secara acak.

Dalam teknik random sampling , semua individu

dalam populasi baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini sampai sekarang dipandang

sebagai teknik yang paling baik. Untuk menentukan anggota sampel dalam random sampling dapat dilakukan dengan cara undian, ordinal, randomisasi dari tabel bilangan random.

Kasim, (2010) menjelaskan bahwa Pemilihan teknik pengarnbilan sampel merupakan upaya penelitian untuk mendapat sampel yang representatif (mewakili), yang dapat menggambarkanpopulasinya. Teknik pengambilan sampel tersebut dibagi atas 2 kelompok besar,yaitu : 1. Probability Sampling (Random Sample) Pada pengambilan sampel secara random, setiap unit populas, mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel. Faktor pemilihan atau penunjukan sampel yang mana akan diambil, yang semata-mata atas pertimbangan peneliti, disini dihindarkan. Bila tidak, akan terjadi bias. Dengan cara random, bias pemilihan dapat diperkecil, sekecil mungkin. Ini merupakan salah satu usaha untuk mendapatkan sampel yang representatif. Keuntungan pengambilan sampel dengan probability sampling adalah sebagaiberikut: - Derajat kepercayaan terhadap sampel dapat ditentukan. - Beda penaksiran parameter populasi dengan statistik sampel, dapatdiperkirakan. - Besar sampel yang akan diambil dapat dihitung secara statistik.

Cara pengambilan sampel yang termasuk secara random, yaitu sebagai berikut: 1. Sampel Random Sederhana (Simple Random Sampling) Proses pengambilan sampel dilakukan dengan memberi kesempatan yang sama pada setiap anggota populasi untuk menjadi anggota sampel. Jadi

disiniproses memilih sejumlah sampel n dari populasi N yang dilakukan secararandom. Ada 2 cara yang dikenal yaitu: a. Bila jumlah populasi sedikit, bisa dilakukan dengan cara mengundi "Cointoss". b. Tetapi bila populasinya besar, perlu digunakan label "Random Numbers" yang prosedurnya adalah sebagai berikut: - Misalnya populasi berjumlah 300 (N=300). - tentukan nomor setiap unit populasi (dari 1 s/d 300 = 3 digit/kolom). - tentukan besar sampel yang akan diambil. (Misalnya 75 atau 25 %) - tentukan skema penggunaan label random numbers. Keuntungan : - Prosedur estimasi mudah dan sederhana Kerugian : - Membutuhkan daftar seluruh anggota populasi. - Sampel mungkin tersebar pada daerah yang luas,sehingga biaya transportasi besar. Memilih sampel berdasarkan kelompok, wilayah atau sekelompok individu melalui pertimbangan tertentu yang diyakini mewakili semua unit analisis yang ada. Pemilihan sampel didasarkan pada karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai hubungan dengan karakteristik populasi yang sudah

diketahui sebelumnya disebut sebagai metode Purposive Sampling (Anonim, 2009). 2. Nonrandom Sampling atau Nonprobability Sampling Nonrandom Sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana tidak semua individu dalam populasi diberi peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini mempunyai kemungkinan lebih rendah dalam

menghasilkan sampel yang representative ( Sutrisno Hadi, 1980 : 76, dikutip oleh Margono, 1997: 125 ). Nonrandom sampling atau nonprobability sampling adalah setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel. Lima elemen populasi dipilih sebagai sampel karena letaknya dekat dengan rumah peneliti, sedangkan yang lainnya, karena jauh, tidak dipilih; artinya

kemungkinannya 0 (nol). B. Keanekaragaman dan Kelimpahan Gastropoda Pada Daerah Mangrove Ekosistem mangrove terdiri dari dua bagian, bagian daratan dan bagian perairan, bagian perairan terdiri dari dua bagian yakni tawar dan laut. Ekosistem mangrove dikenal sangat produktif, rapuh dan penuh sumberdaya ia juga diartikan sebagai ekosistem yang mendapat subsidi energy karena keberadaan arus pasut. Ekosistem mangrove terjadi karena perpaduan antara habitat-habitat yang bertentangan tetapi unik dan untuk menghadapi lingkungan yang unik ini jasadjasad hidup yang hidup dilingkungan ini telah mengembangkan kemampuan penyesuaian diri dengan keadaan yang unik tersebut. Keunikan ekosistem mangrove bukan hanya dilihat dari tingkat kekayaan dan keragaman organisme

flora dan fauna yang terdapat di dalam ekosistem hutan mangrove tetapi hal ini dapat dilihat dan ditinjau dari segi pemanfaatan hutan mangrove yang banyak memiliki nilai ekonomis penting yang dapat memberdayakan ekonomi masyarakat dengan berdasarkan aspek kelestarian (Hutching, 1987). Indeks keanekaragaman adalah indeks yang menunjukan banyak tidaknya jenis individu yang ditemukan pada suatu lokasi perairan. Keanekaragaman spesies merupakan ukuran keheterogenan spesies dalam komunitasnya yang dinyatakan dengan suatu indeks keanekaragaman (Sugianto,1994). Menurut Hesse (1947) keanekaragaman hewan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu (1) faktor makanan, hewan cenderung akan tinggal di suatu daerah dimana mereka dapat dengan mudah mendapatkan makanan, (2) Faktor substrat yang sangat mempengaruhi keanekaragaman suatu populasi karena setiap organisme memiliki kemampuan untuk menempati suatu daerah yang sesuai dengan lingkungan hidupnya. Kelimpahan dapat diketahui dengan cara jumlah individu pada

pengambilan contoh di bagi dengan jumlah luasan pengambilan contoh. Kelimpahan suatu jenis organisme di tentukan oleh kondisi lingkungan. Lingkungan yang baik akan meningkatkan kelimpahan semakin tinggi. Kelimpahan menunjukan suatu jumlah kuantitatif suatu organisme dalam perairan (Armin, 2010).

Kelas Gastropoda merupakan kelas terbesar dari Mollusca lebih dari 75.000 spesies yang ada yang telah teridentifikasi dan 15.000 diantaranya dapat dilihat

bentuk fosilnya. Fosil dari kelas tersebut secara terus-menerus tercatat mulai awal zaman Cambrian. Ditemukannya Gastropoda di berbagai macam habitat, dapat disimpulkan bahwa Gastropoda merupakan kelas yang paling sukses di antara kelas yang lain (Barnes, 1980). Morfologi Gastropoda terwujud dalam morfologi cangkangnya. Sebagian besar cangkangnya terbuat dari bahan kalsium karbonat yang di bagian luarnya dilapisi periostrakum dan zat tanduk (Sutikno, 1995). Cangkang Gastropoda yang berputar ke arah belakang searah dengan jarum jam disebut dekstral, sebaliknya bila cangkangnya berputar berlawanan arah dengan jarum jam disebut sinistral. Siput-siput Gastropoda yang hidup di laut umumnya berbentuk dekstral dan sedikit sekali ditemukan dalam bentuk sinistral (Dharma, 1988). Menurut Dharma (1988) kelas Gastropoda dibagi dalam tiga sub kelas yaitu : Prosabranchia, Ophistobranchia dan Pulmonata. a. Prosobranchia Memiliki dua buah insang yang terletak di anterior, sistem syaraf terpilin membentuk angka delapan, tentakel berjumlah dua buah. Cangkang umumnya tertutup oleh operkulum. Kebanyakan hidup di laut tetapi ada beberapa

pengecualian, misalnya yang hidup di daratan antara lain dari family Cyclophoridae dan Pupinidae bernafas dengan paru-paru dan yang hidup di air tawar antara lain dari family Thiaridae. Sub kelas ini dibagi lagi ke dalam tiga ordo yaitu :

1. Archaeogastropoda Insang primitif berjumlah satu atau dua buah yang tersusun dalam dua baris filamen, jantung beruang dua, nefrida berjumlah dua buah. Mereka dapat

ditemukan di laut dangkal yang bertemperatur hangat, menempel di permukaan karang di daerah pasang surut serta di muara sungai. Achaeogastropoda adalah Haliotis, Trochus, Acmaea. Contoh ordo

Gambar 1. Contoh ordo Archaeogastropoda. (A) Acmaea (B) Haliotis (C) Trochus (Hegner & Engeman, 1968). 2. Ordo Mesogastropoda Insang sebuah dan tersusun dalam satu baris filamen, jantung beruang satu, nefridium berjumlah satu buah, mulut dilengkapi dengan radula yang berjumlah tujuh buah dalam satu baris. Hewan ini hidup di daerah hutan bakau atau pohonpohon, laut surut sampai laut lepas pantai dan karang-karang di tepi pantai, laut dangkal bertemperatur hangat, laut dalam, di balik koral, parasit pada binatang laut serta di atas hamparan pasir. Contoh ordo Mesogastropoda adalah Crepidula,Littorina, Campeloma, Pleurocera, Strombus, Charonia, Vermicularia.

Gambar 2. Contoh ordo Mesogastropoda. (A) Crepidula (B) Littorina (C) Campeloma (D) Pleurocera (E) Strombus (F) Charonia (G) Vermicularia (Hegner & Engeman, 1968). 3. Ordo Neogastropoda Insang sebuah dan tersusun dalam satu baris filamen, jantung beruang satu, nefridium berjumlah satu buah, mulut dilengkapi dengan radula yang berjumlah tiga buah atau kurang dalam satu baris. Hewan ini hidup di daerah pasang surut beriklim tropis, pada batu karang yang bertemperatur panas, laut lepas pantai, laut dangkal dan laut yang berlumpur. Contoh ordo Neogastropoda adalah Murex, Conus. Colubraria, Hemifusus.

Gambar 3. Contoh ordo Neogastropoda. (A) Murex (B) Urosalpinx (C) Busycon (D) Conus (Hegner & Engeman, 1968).

b. Ophistobranchia Kelompok gastropoda ini memiliki dua buah insang yang terletak di posterior, cangkang umumnya tereduksi dan terletak didalam mantel, nefridia berjumlah satu buah, jantung satu ruang dan organ reproduksi berumah satu. Kebanyakan hidup di laut. Subkelas ini dibagi kedalam delapan ordo yaitu: 1. Cephalaspidea Cangkang terletak eksternal, besar dan tipis, beberapa jenis mempunyai cangkang internal, kepala besar dilengkapi dengan Cephalic Shield, parapodia biasanya ada dan lebar. Contoh ordo Cephalaspidea adalah Bulla

Gambar 4. Contoh ordo Cephalaspidea (Hegner & Engeman, 1968). 2. Anaspidea Cangkang tereduksi jika ada terletak internal, kepala tanpa Cephalic Shield, rongga mantel pada sisi kanan menyempit dan tertutup oleh parapodia yang lebar. Contoh ordo Anaspidea adalah Aplysia. 3. Thecosomata Cangkang berbentuk kerucut, rongga mantel besar, parapodia lebar dan merupakan modifikasi dari kaki yang berfungsi sebagai alat renang, hewan

berukuran mikroskopik dan bersifat planktonik. Contoh ordo Thecosomata adalah Cavolinia. 4. Gymnosomata Tanpa cangkang dan mantel, parapodia sempit, hewan berukuran mikroskopik dan bersifat planktonik. Misalnya Clione, Cliopsis, Pneumoderma. 5. Nataspidea Cangkang terletak internal, eksternal atau tanpa cangkang, rongga mantel tidak ada plicate gill satu buah, terletak disisi kanan. Contoh ordo Notaspidea adalah Umbraculum 6. Acochilidiacea Tubuh kecil diliputi spikula, tanpa cangkang, insang ataupun gigi, Visceral mass besar dan memipih pada batas kaki. Misalnya Hedylopsis, Microhedyle. 7. Sacoglossa Dengan atau tanpa cangkang, radula dan buccal area, mengalami modifikasi menjadi alat penusuk dan pengisap alga. Contoh ordo Sacoglossa adalah Berthelinia. 8. Nudibranchia Cangkang tereduksi, tanpa insang sejati, bernafas dengan insang sekunder yang terdapat di sekeliling anus, rongga mantel tidak ada, permukaan dorsal tubuh dilengkapi cerata berupa tonjolan dari kelenjar pencernaan. Contoh ordo Nudibranchia adalah Glossodoris.

c. Pulmonata Bernapas dengan paru-paru, cangkang berbentuk spiral, kepala dilengkapi dengan satu atau dua pasang tentakel, sepasang diantaranya mempunyai mata, rongga mentel terletak di interior, organ reproduksi hermaprodit atau berumah satu. Sub kelas ini dibagi menjadi dua ordo yaitu : 1. Stylomatophora Tentakel berjumlah dua pasang, sepasang diantaranya mempunyai mata di ujungnya, kebanyakan anggotanya teresterial. Misalnya Achatina, Triodopsin, Limax.

Gambar 5. Contoh ordo Stylomatophora. (A) Triodopsis (B) Limax (C) Achatina (Hegner & Engeman, 1968). 2. Basomatophora Tentakel berjumlah dua pasang, sepasang diantaranya mempunyai mata didepannya, kebanyakan anggotanya hidup di air tawar, kosmopolitan. Contoh ordo Basomatophora adalah Physa.

Gambar 6. Contoh ordo Basomatophora. (A) Lymnaea (B) Physa (C) Helisoma (D) Ferrissia (Hegner & Engeman, 1968). g. Habitat Gastropda Moluska termaksud hewan yang sangat berhasil menyesuaikak diri untuk hidup diberbagai tempat dan cuaca. Sebagian gastropoda yang hidup di daerah hutan-hutan bakau, ada yang hidup di atas tanah yang berlumpur atau tergenang air, ada pula yang menempel pada akar atau batang, dan memanjat, misalnya pada Littorina, cerithiidae, cassidula dan lain-lainnya. Pada umumnya gastropoda lambat pergerakannya dan bukan merupakan binatang yang berpindah-pindah. Kebanyakan Cypraea ditemukan dibalik koral atau karang yang mati. Conus lebih banyak variasinya, ada yang menempel di atas terumbu karang, di bawah karang, di atas pasir ataupun yang membenamkan dirinya dalam pasir. Murex ada yang hidup diatas terumbu karang, dibalaik karang aatau diatas pasir. Beberapa Cypraea, conus, Murex ditemukan hidup didasar laut yang dalamnya sampai ratusan meter (Dharma, 1988). Nybakken (1988) mengatakan bahwa penilikan habitat dari gastropoda tergantung ketersediaan makanan yang berupa detritus dan makro alga serta

kondisi lingkungan yang terlindungi dari gerakan massa air. Keong yang hidup memebenamkan diri di dasar laut umunya mempunyai cangkang yang panjang, lancip dan stream line. Di rataan terumbu karang dengan dasar yang berpasir halus misalkan dapat dijumpai belacong (Cerithium virtagus). Dijelaskan pula bahwa kehadiran gastropoda selain menyebar pada kawasan pasng surut berdasarkan letaknya juga berdasarkan tipe substratnya. Khususnya pada kawasan pasang surut berbatu akan lebih jelas terlihat adanya namun pada substrat lumpur dan pasir tidak demikian. Pilihan habitat moluska pada berbagai lereng pasir dan lumpur adalah gastropoda penggali yang merupakan kekhasan rataan pasir dan lumpur pada kawasan neritik. Binatang-binatang infauna seringkali memberikan reaksi yang menyolok terhadap ukuran butiran atau tekstur dasar laut. Dengan memberikan ratio antara pasir-lumpur-lempung sudah diramalkan jenis-jenis organism yang akan diterima (Odum, 1993). Menurut Oemarja dan Wardhana (1990) dalam Made (2008) menyatakan bahwa spesies gastropoda umumnya tergolong herbivore, hidup didaerah pasang surut sampai kedalaman 6 meter dengan dasr berlumpur pasir yang banyak ditumbihi oleh alga. Sugiri (1989), menyatakan bahwa gastropoda umumnya hidup bebas, beberapa melakat pada karang ataupun kayu, beberapa mebenamkan diri dalam lumpur ataupun di dasar peraiaran yang berpasir. Selanjutnya Whitten et al., (1992) menyatakan bahwa hewan lunak seperti kerang pina dan siput gastropoda

jenis Lambis sp. Dan Strombus sp. Merupakan jenis-jenis hewan yang terdapat pada padang lamun. Gastropoda pada hutan mangrove berperan penting dalam proses dekomposisi serasah dan mineralisasi materi organik terutama yang bersifat herbivor dan detrivor, dengan kata lain Gastropoda berkedudukan sebagai dekomposer. Kehadiran Gastropoda sangat ditentukan oleh adanya vegetasi mangrove yang ada di daerah pesisir. Kelimpahan dan distribusi Gastropoda dipengaruhi oleh faktor lingkungan setempat, ketersediaan makanan, pemangsaan dan kompetisi. Tekanan dan perubahan lingkungan dapat mempengaruhi jumlah jenis dan perbedaan pada struktur (Suwondo, 2006). C. Metode Kerja Lapang Mangrove Metode yang digunakan dalam praktek lapang ini adalah metoda survey dan penentuan stasiun dengan menggunakan teknik sampling Purposive Random Sampling berdasarkan kondisi hutan mangrove, substrat dan aktifitas.

Pengambilan sampel dilakukan pada saat kondisi pasang dan menggunakan metode transek garis yang tegak lurus dengan garis pantai. Prosedur yang dilakukan ialah sebagai berikut : 1. Memilih area pasang surut yang mudah dijangkau tanpa menggunakan alat bantu. 2. Memasang transek garis tegak lurus garis pantai sepanjang 50 meter, hal ini dilakukan untuk mendapatkan sampel yang mewakili zonansi dari hutan mangrove.

3. Memasang transek garis selanjutnya dilakukan pemasangan plot berukuran 10 x 10 meter sebanyak 1 buah. 4. Didalam transek 10 x 10 meter tersebut dibuat lagi plot berukuran 5 x 5 meter dan 1 x1 meter sebanyak 3 kali pengulangan 5. Mencatat jenis dan jumlah gastropoda yang ada. Tujuan dari teknik pengambilan sampel dengan metode ini ialah agar sampel yang diperoleh dapat mewakili setiap organism gastropoda yang ada di hutan mangrove, mendapatkan data yang benar-benar valid, sehingga bias dapat diperkecil. Makin kecil tingkat perbedaan diantara rata-rata populasi dengan ratarata sampel, maka makin tinggi tingkat presisi sampel itu.

III. METODE PRAKTEK

A. Waktu dan Tempat Praktikum ini dilaksanakan pada Hari Minggu tanggal 26 November 2011 Pukul 09.00-12.00 WITA, yang bertempat di perairan Pantai Pantai Desa

Bungkutoko. B. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum metode pengambila contoh dapat dilihat pada table berikut : Tabel 1. Alat dan Bahan.yang diguankan berserta kegunaanya No Alat dan Bahan Kegunaan . 1. Kompas Untuk menentukan arah garis transek 2. Meteran dari bahan plastik Utuk mengukur panjang garis transek 3. Tali Untuk membuat plot/petak sampel 4. Gunting atau pisau pemotong Untuk memotong ranting atau cabang ranting tumbuhan yang tidak teridentifikasi 5. Kantong plastik dan kertas koran Untuk menyimpan tumbuhan dan organisme yang tidak teridentifikasi 6. Label dan alat-alat tulis Untuk menandai tempat sampel dan untuk mencatat hasil pengukuran 7. Buku-buku Floristik Membantu mengidentifikasi jenis tumbuhan 8. Data sheet Tempat mencatat hasil pengamatan tumbuhan

C. Prosedur Pengamatan Praktikum lapang ini dilakukan dengan cara membuat transek kuadrat secara sederhana dan dilakukan dengan metode sampling acak sederhana.

Adapun prosedur kerja dari praktek lapang ini adalah sebagai berikut : 1. Menentukan titik pengambilan sampel pada setiap stasiun.

2. Membuat kuadrat sampling sesuai dengan besaran dan subyek penelitian, untuk macrozoobenthos, kita dapat mengambil 10 x 10 meter2. 3. Dalam kuadrat 5 x 5 meter2, dapat dilakukan pengambilan kuadrad kecil ukuran 1 x 1 meter2 sebanyak minimal 3 kali pengulangan. 4. Luasan kuadrad dan jumlah ulangan dapat disesuaikan dengan luasan dan subyek penelitian. 5. Selanjutnya kita dapat mengambil organisme sampel dengan tangan atau alat bantu. 6. Sampel organisme yang diambil langsung diidentifikasi dan dihitung jumlah tiap jenisnya perkuadrat sampling yang ada. D. Analisis Yang Digunakan 1. Kelimpahan D = Ni A Keterangan: D = kepadatan bivalvia (ind./m2 ) Ni = jumlah individu spesies bivalvia A = luas (m2)

2. Tipe Distribusi2

Id =

7xN

N (N- 1)

Dimana : Id = Indeks Distribusi X = Jumlah Individu Setiap Plot N = Jumlah Total Individu n = Jumlah Petak Pengambilan Contoh Dengan kriteria : Id = 1, Pola penyebaran bersifat acak Id < 1, Pola penyebaran seragam Id > 1, Pola penyebaran secara mengelompok

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

[

A. Gambaran Umum Lokasi Pulau Bungkutoko sebagai lokasi penelitian, merupakan sebuah pulau

yang terletak di muara teluk Kendari dan secara administrasi pulau ini masuk dalam wilayah Kelurahan Bungkutoko Kecamatan Abeli Kotamadya Kendari Propinsi Sulawesi Tenggara Pulau Bungkutoko dilihat pada gambar berikut :

zz

Gambar 7 . Kondisi Perairan Pulau Bungkutoko Berdasarkan letak astronomisnya pulau Bungkutoko berada pada 3 58 29 LS - 3 58 32 LS dan 122 35 37 BT - 122 37 10 BT. Dengan letak geografis sebagai berikut : y y y y Sebelah Utara berhadapan dengan Kelurahan Kasilampe Sebelah Timur berhadapan dengan Laut Banda Sebelah Selatan berhadapan dengan Kelurahan Petoaha Sebelah Barat berhadapan dengan Teluk Kendari

Pulau Bungkutoko mempunyai daratan yang terdiri dari perbukitan yang membentang dari bagian barat sampai bagian selatan. Sedangkan bagian timur dan utara relatif rata. Luas wilayah 2,25 km2 dengan kemiringan antara 1% - 5% dan memiliki pantai yang landai dengan dasar perairan berpasir, berlumpur dan pasir berbatu dimana vegetasi mangrove di pulau ini secara umum tumbuh pada substrat lumpur berpasir (Kantor Kelurahan Bungkutoko, 2009). B. Hasil Pengamatan Hasil pengamatan yang diperoleh setelah melaksanakan praktek adalah sebagai berikut. Tabel 2. Kepadatan dan Distribusi Gastropoda pada Habitat Magrove Perairan Pantai Pulau Bungkutoko No. Plot Pylum Spesies Jumlah Kepadatan(ind/m2) Distribusi 1 Gastropoda Turritella terebra 38 0.38 1 2 Gastropoda Turritella terebra 7 0.07 1 3 Gastropoda Turritella terebra 29 0.29 1 C. Pembahasan 1. Kepadatan Gastropoda. Brower & Zar (1977) menyatakan bahwa kepadatan menunjukkan jumlah individu yang hidup pada habitat tertentu, luasan tertentu, dan waktu tertentu. Berdasarkan hasil pengamatan di pulau Bungkutoko berhasil diidentifikasi gastropoda, yakni Turritella terebra. Jenis ini ditemukan pada semua plot yang dibuat. Pada plot pertama berhasil ditemukan 38 individu T. terebra, pada plot 1 ini merupakan tempat terbanyak ditemukannya spesies T. terebra . Pada plot ke dua didapatkan 7 individu T. terebra sedangkan pada plot ke tiga diperoleh 29 individu T. terebra.

Berdasarkan hasil analisis data kepadatan yang tertinggi untuk gastropoda spesie T. terebra tedapat pada plot ke 1 dimana nilai kepadatan individu tersebut sebesar 0,38 ind/m2, kemudian disusul pada plot ke tiga sebesar 0,29 ind/m2 dan kepadatan terendah ada pada plot 2 sebesar 0,7 ind/m2. Pada plot 1 merupakan plot dengan jumlah individu terbanyak hal ini dikarenakan, luasan yang ditempati merupakan yang paling luas sehingga berpengaruh pada kepadatannya. Nilai kepadatan yang tinggi menunjukkan jumlah organisme yang banyak. Hal ini mengindikasikan bahwa habitat tersebut dapat ditempati oleh organisme dalam jumlah yang banyak. Kepadatan pada jenis ini terpengaruh oleh luasan transek yang digunakan berbanding dengan jumlah individu yang ada. selain itu faktor arus yang tenang mempengaruhi bentuk sedimen dimana pada plot ini substrat berupa lumpur yang kurang sesuai dengan T. terebra. Hal ini sesuai dengan pernyataan Odum, (1971) Diperairan yang arusnya kuat, lebih banyak ditemukan substrat yang kasar (pasir atau kerikil), karena partikel kecil akan terbawa akibat aktivitas arus dan gelombang. Jika perairannya tenang dan arusnya lemah maka lumpur halus akan mengendap. 2. Distribusi Bivalvia Jenis-jenis dari kelas Gastropoda dan Bivalvia dapat tumbuh dan berkembang pada sedimen halus karena memiliki alat-alat fisiologis khusus untuk dapat beradaptasi pada lingkungan perairan yang memiliki tipe substrat berlumpur. Ukuran partikel substrat bervariasi, mulai dari liat yang berdiameter 1, Pola penyebaran secara mengelompok (Krebs, 1989). Odum (1971) mengemukakan bahwa pola penyebaran biota di alam umumnya terjadi secara mengelompok dan jarang sekali terjadi acak. Sifat individu yang cenderung mengelompok tersebut sebagai akibat menanggapi perubahan cuaca dan musim, perubahan habitat dan proses reproduktif. Pola distribusi ini sangat tidak menguntungkan karena dapat meningkatkan persaingan antar individu dalam mendapatkan makanan dan ruang sebagai tempat hidupnya. Kelompok individu yang hidup secara berkelompok dikarenakan kemampuan mobilitas yang rendah sehingga sukar untuk menyebar dan berpindah-pindah. Jenis-jenis yang mempunyai pola penyebaran mengelompok ini menunjukkan

bahwa kehidupannya membutuhkan habitat yang khas, sehingga pola penyebaran jenis-jenis ini sempit dan terbatas. Dengan hidup mengelompok, jenis-jenis dari bivalvia yang ditemukan cenderung kuat untuk berkompetisi dengan jenis lainnya, sehingga hanya jenis yang kuat dan mampu beradaptasi dengan lingkungannya yang dapat bertahan hidup.

V. ALASAN PENERAPAN METODE

Berbagai alasan saya memilih untuk menerapkan metode ini yaitu pada umumnya metode ini sederhana, hemat biaya, tenaga, waktu dengan tingkat akurasi yang tinggi. Pada pengamatan atau pada praktek lapang yang telah saya lakukan untuk mengetahui penyebaran atau distribusi dari Phylum Molluscca yaitu saya

menggunakan metode transek kuadrat dengan pengulangan sebanyak tiga kali pengulangan dengan pengulangan tersebut saya menentukan secara purposive yaitu dimana penentuannya berdasarkan pengamatan dan melihat mana yang banyak atau yang dapat mewakili disitu saya mengadakan pengulangan yang dimaksut tersebut dan Pada pengambilan sampel secara random, setiap unit populasi, mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel. Faktor pemilihan atau penunjukan sampel yang mana akan diambil, yang sematamata atas pertimbangan peneliti, disini dihindarkan. Bila tidak, akan terjadi bias. Dengan cara random, bias pemilihan dapat diperkecil, sekecil mungkin. Ini merupakan salah satu usaha untuk mendapatkan sampel yang representatif. Serta beberapa alasan lain mengapa saya mengambil metode ini karena metode ini memiliki beberapa keunggulan yaitu sesuai dengan tujuan yang saya tujukan baik dari segi lokasi maupun dari segi populasi yang dituju, tidak membutuhkan pengetahuan tentang populasi sebelumnya, metode ini sederhana dan bebas dari kesalahan-kesalahan klasifikasi yang mungkin terjadi, metode ini data dengan mudah dapat dianalisisaserta kesalahan-kesalahan dapat dihitung. metode ini cukup sederhana dan tidak membutuhkan biaya yang besar, tenaga

yang besar, karena populasi yang dikumpulkan hanya sebagian dari populasi, metode ini cukup sederhana dan mempercepat hasil survey tidak membutuhkan waktu yang lama, sehingga berbagai perencanaan dapat dilakukan, serta metode ini cukup sederhana dan memiliki tingkat akurasi yang tinggi

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktek lapang ini adalah sebagai berikut : 1. Hutan mangrove merupakan habitat berbagai jenis organisme yang mempunyai peranan sangat penting bagi kehidupan organisme yang hidup di dalamnya 2. Gastropoda yang berada pada ekosistem mangrove di Perairan Bungkutoko terdiri dari 1 spesies yaitu Turritella terebra dengan kepada tertinggi yaitu 0,38 ind/m2. 3. Kelimpahan ind/m2 4. Kelimpahan kepiting bakau dipengharuhi oleh kerapatan jenis mangrove, bobot serasah, kelimpahan makrozoobenthos, salinitas air, substrat, kedalaman air, tekstur substrat di perairan. B. Saran Saran yang dapat kami ajukan pada praktek lapang ini adalah sebaiknya dalam menentukan transek untuk pengambilan sampe gastropoda pada hutan mangrove dilakukan pada daerah yang tingkat kerapatan mangrovenya cukup tinggi sehingga sampel yang di dapat lebih banyak baik jenis maupun jumlah spesies. Turritella terebra yang ditemukan di substrat adalah 1

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010.http://www.manggaraibaratkab.go.id/webmangbar/index.php?hal. diakses Desember 2011. Armin, L., 2010. Kelimpahan dan Keanekaragaman Jenis. http://www.google.co.id/. diakses Tanggal 3 Desember 2011. Barnes, R.D. Invertebrate Zoology. Saunders Collage. Fourth Edition. Bengen, D.G. 2004. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut Institut Pertanian Bogor (PKSPLIPB). Bogor. Brower, J.E. and J.H. Zar. 1977. Field and Laboratory Methods For General Ecology M.W.C. Brown Co.Publ. Dubuque, Lowa. 194 p Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia (IndonesiaShell). Sarana Graha.Jakarta. Hutching, B. And P. Sesanger. 1987. Ecology Of Mangrove. University Of Queensland Press. St. vLucia London, New York.388 p. Kasim, M. 2010. Penuntun Praktek Metode Pengambilan Sampel. FPIK UNHALU. Kendari. Hegner, R.B. & J.G. Engemann. 1968. Invertebrata Zoology. New York : Macmillan Publishing Co. INC Hutabarat, S. 2000. Pengantar Oseanografi. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Made, R. 2008. Studi Kelimpahan dan Distribusi Gastropoda (Strombus luhunus) Pada Ekosistem lamun di Perairan pantai Desa Wasuemba kecamatan wabula Kabupaten Buton. 53 hal Margono, S.,Drs., Metodologi Penelitian Pendidikan, PT Rineka Cipta, cetakan pertama, Jakarta, 1997 Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta : PT. Gramedia. Odum , E. P. 1993 . Dasar - dasar Ekologi. Terjemahan Tjahjono Samingan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press Sugianto, A., 1994. Ekologi Kuantitatif. Usaha Nasional Surabaya

Sugiri, N. 1989. Zoologi Avertebrata II. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar universitas Ilmu Hayat. IPB. Bogor. .