BAR 1
Modul Teknik Pengelasan
1. PERKEMBANGAN TEKNOLOGI LAS
1.1 Definisi dan Lingkup Penggunaan Teknologi Las
Las (welding) adalah suatu cara untuk menyambung benda padat
dengan jalan mencairkannya melalui pemanasan. Sedangkan definisi
las menurut Deutche Industrie Normen (DIN) adalah ikatan metalurgi
pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam
keadaan lumer atau cair.
Gambar 1.1 Contoh peristiwa pengelasan
. Utuk berhasilnya penyambungan diperlukan beberapa persyaratan
yang harus dipenuhi, yaitu:
Bahwa benda padat tersebut dapat cair oleh panas;
Bahwa antara benda-benda padat yang disambung tersebut terdapat
kesesuaian sifat lasnya sehingga tidak melemahkan/menggagalkan
sambungan tersebut;
Bahwa cara-cara penyambungan sesuai dengan sifat benda padat dan
tujuan penyambungan.
Sebagai contoh, dua batang lilin disambung dengan terlebih
dahulu mencairkan permukaan-permukaan yang akan disambung dengan
mempergunakan sumber panas (api/obor). Peristiwa ini disebut
peristiwa pengelasan.Jadi untuk benda padat yang tidak dapat
mencair oleh panas seperti misalnya: asbes, kayu, mika dan
lain-lain, tidak akan dapat dilas. Penyambungannya hanya dapat
dilaksanakan dengan rekatan, baut dan cara-cara lain selain
las.
Adapun sumber-sunber panas untuk pengelasan dapat diperole dari
proses proses benikut ini. Suhu yang dihasilkan dari yang paling
rendah hingga yang tinggi sekali (dari beberapa ratus derajat
Celsius hingga puluhan ribu derajat Celsius)
1. Bahan bakar minyak, untuk menghasilkan panas beberapa ratus
derajat celcius untuk pengelasan benda padat dengan titik lebur
rendah, misalnya timah, plastik dan lain-lain.
2. Campuran zat asam dengan gas pembakar seperti acetylene,
propan dan hidrogen. Proses ini disebut oxy-acetylene,
oxy-hidrogen, dan atau oxy-fuel. Secara populer di Indonesia
disebut las karbit atau autogen. Panas yang dihasilkan dapat
mencapai titik lebur baja, yaitu sekitar 1.370 derajat celsius.
3. Induksi listrik.
4. Busur nyala listrik dan gas pelindung. Sumber panas ini
digunakan dalam pengelasan paduan baja yang peka terhadap proses
oksidasi. Untuk mendapatkan hasil yang optimal digunakan gas
pelindung oksidasi, seperti TIG, MIG, Plasma arc dan lain-lain.
5. Sinar infra merah.
6. Reaksi kimia eksotermis.
7. Ledakan bahan mesiu (cad, explosion)
8. Pemboman dengan electron.
9. Sinar laser dan lain-lain.
Dari daftar di atas dapat diketahui betapa luasnya tekonologi
pengelasan tersebut, mengingat kegunaannya yang sangat penting
dalam teknologi penyambungan benda padat (yang dapat cair oleh
panas) untuk keperluan manusia. Hingga saat ini sudah terdapat
sekitar 40 jenis pengelasan yang diketemukan manusia. Dari
keseluruhan jenis las yang sudah ada, hanya ada dua jenis las yang
paling banyak dan umum digunakan di Indonesia, yaitu las lintrik
busur nyala listrik terlindung
1.2 Sejarah Pengelaan
Berdasarkan penemuan benda-benda sejarah dapat diketahui bahwa
teknik penyambungan logam telah diketahui sejak dari zaman
prasejarah, misalnya pembrasingan logam paduan emas-tembaga dan
pematrian paduan timbal-timah menurut keterangan yang didapat telah
diketahui dan dipraktekkan dalam rentang waktu antara tahun 4000
sampai 3000 S.M. Contoh-contoh yang membuktikan bahwa proses las
sudah digunakan sejak
penyangga
Gambar 1.2 Skema proses las tempa
zaman prasejarah adalah diketemukannya peti jenazah Raja
Tutankhamen yang diperkirakan dibuat tahun 1360 SM dengan
melibatkan proses pengelasan. Patung raksasa Rhodes setinggi 35
meter yang kini masuk salah satu dari tujuh keajaiban dunia dibuat
sekitar tahun 290 SM ternyata kerangkanya dibuat dari besi dengan
kontruksi las. Satu lagi sebuah pedang baja yang diperkirakan
dibuat sekitar tahun 1200 tahun yang lalu di Ukrania yang kini
masih baik juga menerapkan proses las, yaitu las tempa ( lihat
gambar 1.2). Pada zaman Renaissance, sudah ada tukang tempa yang
sangat trampil seperti dikutip Vannoccio Biringccio dalam bukunya
Pyrotechnica yang diterbitkan di Venice 1540 (Alip, 1989:2).
Sumber energi panas yang dipergunakan pada waktu itu diduga
dihasilkan dari pembakaran kayu atau arang. Berhubung suhu yang
diperoleh dengan pembakaran kayu dan arang sangat rendah maka
teknik penyambungan ini pada waktu itu tidak dikembangkan lebih
lanjut.
Setelah energi listrik dapat dipergunakan dengan mudah,
teknologi pengelasan maju dengan pesat sehingga menjadi suatu
teknik penyambungan yang mutakhir. Cara-cara dan teknik-teknik
pengelasan yang banyak digunakan pada waktu ini seperti las busur,
las resistansi listrik, las termit dan las gas, pada umumnya
diciptakan pada akhir abad ke19.
Gambar 1.3 Peralatan las busur nyala listrik, th. 1885.
Alat-alat las busur dipakai secara luas setelah alat tersebut
digunakan dalam praktek oleh Benardes dalam tahun 1885. Dalam
penggunaan yang pertama ini Benardes memakai elektroda yang dibuat
dari batang karbon atau grafit. Dengan mendekatkan elektroda ke
logam induk atau logam yang akan dilas sejarak kira-kira 2 mm, maka
terjadi busur listrik yang merupakan sumber panas dalam proses
pengelasan. Karena panas yang timbul, maka logam pengisi yang
terbuat dan logam yang sama dengan logam induk mencair dan mengisi
tempat sambungan (lihat Gambar 1.3).
Dalam tahun 1889 Zerner mengembangkan cara pengelasan busur yang
baru dengan menggunakan busur listrik yang dihasilkan oleh dua
batang karbon. Dengan cara ini busur yang dihasilkan ditarik ke
logam dasar oleh gaya elektromagnit sehingga terjadi semburan busur
yang kuat (lihat Gambar 1.4).
Gambar 1.4 Skema las busur dengan dua elektroda.
Slavianoff dalam tahun 1892 adalab orang pertama yang
menggunakan kawat logam elektroda yang turut mencair karena panas
yang ditimbulkan oleh busur listrik yang terjadi. Dengan penemuan
ini maka elektroda di samping berfungsi sebagai penghantar dan
pembangkit busur listrik juga berfungsi sebagai logam pengisi.
Kemudian Kjellberg menemukan bahwa kwalitas sambungan las menjadi
lebih baik bila kawat elektroda logam yang digunakan dibungkus
dengan terak. Penemuan ini adalah permulaan dari penggunaan las
busur dengan elektroda terbungkus yang sangat luas penggunaannya
pada waktu ini dalam penyambungan konstruksi, yang meliputi
perkapalan, kerangka baja, perpipaan, bejana tekan, jembatan,
konstruksi mesin dan lain sebagainya. Luasnya penggunaan teknologi
las dalam penyambungan konstruksi ini disebabkan karena bangunan
dan mesin yang dibuat dengan mempergunakan teknik penyambungan ini
menjadi lebih ringan dan proses pembuatannya juga lebih sederhana
sehingga waktu pengerjaan menjadi lebih singkat dan biaya
keseluruhannya menjadi lebih murah.
Di samping untuk pembuatan, proses las dapat juga dipergunakan
untuk reparasi inisalnya untuk mengisi lubang-lubang pada coran,
membuat lapisan keras pada perkakas, mempertebal bagian-bagian yang
sudah aus dan macam-macam reparasi lainnya. Pengelasan bukan tujuan
utama dalam pembuatan konstruksi, tetapi hanya merupakan sarana
untuk mencapai ekonomi pembuatan yang lebih baik. Karena itu
rancangan las dan cara pengelasan harus betul-betul memperhatikan
kesesuaian antara sifat-sifat las dengan.kegunaan konstruksi serta
keadaan di sekitarnya.
Prosedur pengelasan kelihatannya sangat sederhana, tetapi
sebenarnya di dalamnya banyak masalah-masalah yang harus diatasi di
mana pemecahannya memerlukan bermacam-macam pengetahuan. Karena itu
dalam pengelasan, pengetahuan harus turut serta mendampingi
praktek. Secara lebih terperinci dapat dikatakan bahwa dalam
perancangan konstrukai bangunan dan mesin dengan sambungan las,
harus direncanakan pula tentang cara pengelasan, cara pemeriksaan,
bahan las dan jenis las yang akan dipergunakan, berdasarkan fungsi
dan bagian-bagian bangunan atau mesin yang dirancang.
Pada waktu ini telah digunakan lebih dari 40 jenis pengelasan
termasuk pengelasan yang dilaksanakan dengan hanya menekan dua
logam yang disambung sehingga terjadi ikatan antara atom-atom atau
molekul-molekul dari logam yang disambungkan. Melihat jumlah dari
jenis pengelasan yang begitu banyak, menunjukkan bahwa teknologi
las talah banyak mengalami perkembangan dan penyempurnaan.
Di samping penemuan-penemuan oleh Slavianoff dan Kjellberg dalam
las busur dengan elektroda terbungkus seperti diterangkan di atas,
dalam tahun 1886 Thomson menciptakan proses las resistansi listrik,
Goldschinitt menemukan las temit dalam tahun 1895 dan dalam tahun
1901 las oksi-asetilen mulai digunakan oleh Fouche dan Piccard.
Karena banyaknya cara-cara pengelasan yang diciptakan selama dua
dekade sekitar tahun 1900, maka rentang waktu tersebut disebut masa
keemasan pertama untuk pengelasan logam. Selama 15 tahun sesudah
tahun 1910 tidak ada penemuan-penemuan yang berarti dan baru tahun
1926 mulailah masa keemasan yang kedua dengan ditemukannya las
hidrogen atom oleh Lunguinir, las busur logam dengan pelindung gas
mulia oleh Hobart dan Dener dan las busur rendam oleh Kennedy dalam
tahun 1935. Penemuan las busur rendam ini membuka jalan ke arab
otomatisasi dalam bidang pengelasan yang dapat memperbaiki kwalitas
las secara menyolok. Kemudian dalam tahun 1936 Wasserman menyusul
dengan menemukan cara pembrasingan yang mempunyai kekuatan tinggi.
Dalam tahun-tahun berikutnya sampai dengan tahun 1950 tidak terjadi
penemuan-penemuan baru.
1800 1850 1900 1950
Gambar 1.5 Perkembangan cara pengelasan
Kamajuan-kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang
dicapai sampai dengan tahun 1950, telah mulai mempercepat lagi
kemajuan dalam bidang las. Karena itu, tahun 1950 dapat dianggap
sebagai permulaan masa keemasan yang ketiga yang masib terus
berlangsung sampai sekarang. Selama masa keemasan yang ketiga ini
telah ditemukan cara-cara las baru antara lain las tekan dingin,
las listrik terak, las busur dengan pelindung gas CO2, las gesek,
las ultrasonik, las sinar elektron, las busur plasma, las laser dan
masih banyak lagi lainnya. Jumlah penemuan pada tahun-tahun
tertentu dan jenis pengelasan yang ditemukan dapat dilihat dalam
Gbr. 1.5. Berbagai jenis las yang telah disebutkan di atas, akan
dibahas lebih lanjut dalam bab tersendiri tentang jenis-jenis
las.
Belum semua cara pengelasan yang ditemukan dipergunakan dalam
praktek pada waktu ini, sebagian masih memerlukan perbaikan yang
mungkin dalam waktu dekat akan menjadi lebih bermanfaat dan dapat
merupakan sumbangan yang berharga kepada kemajuan teknologi
las.
1.3 Pengembangan Teknologi Las
Pada tahap-tahap permulaan dari pengembangan teknologi las,
biasanya pengelasan hanya dipergunakan pada sambungan-sambungan dan
reparasi-reparasi yang kurang penting. Tetapi setelah melalui
pengalaman dan praktek yang banyak dan waktu yang lama, maka
sekarang penggunaan proses-proses pengelasan dan penggunaan
konstruksi las merupakan hal yang umum di semua negara di
dunia.
Sejarah pemakaiannya dapat ditelusuri dengan melihat hal-hal
berikut : dalam tahun 1921 telah dibuat kapal pertama di dunia yang
seluruhnya menggunakan sambungan las. Jembatan kereta api dengan
konstruksi baja pertama yang seluruhnya dilas dibuat dalam tahun
1927 dan dipasang melintasi sungai Turtle Creek di Pensylvania,
Amerika Serikat. Dalam tahun yang sama gedung Sharon yang merupakan
gedung besar pertama yang menggunakan rangka baja yang seluruhnya
dilas juga didirikan di Amerika Serikat. Adalah suatu hal yang
menarik bahwa konstruksi bangunan dengan las seperti disebutkan
atas dibangunnya dalam tahun-tahun 1920-an di mana pada saat
tersebut juga sedang terjadi laju perkembangan teknologi las yang
cepat.
Sekitar tahun 1940-an terjadi patah-getas pada beberapa jembatan
dan kapal yang dilas. Walaupun secara statistik kecelakaan yang
ditimbulkan oleh patah-getas ini hanya kecil saja, tetapi hal ini
memberikan masalah teknik besar yang perlu segera diatasi.
Sehubungan dengan usaha pemecahan masalah tersebut banyak hal-hal
baru dalam teknologi las yang turut terpecahkan antara lain sifat
mampu las dari baja. Dalam Gbr. 1.6 ditunjukkan suatu kapal yang
mengalami patah getas dan dalam Gbr. 1.7 dapat dilihat permukaan
patahan sambungan las dari kapal tersebut. Jembatan Hasselt di
Belgia yang runtuh juga karena patah-getas dapat dilihat dalam Gbr.
1.8.
Dalam Gbr.1.9 dilihat retak yang tenjadi pada balok utama dari
jembatan Rudersdorf di Jerman yang dibuat dari pelat baja yang
dilas. Patahnya jembatan ini disebabkan oleh retak-retak halus pada
daerah pengaruh panas dan sambungan las seperti yang ditunjukkan
dalam Gbr. 1.10. Penyelidikan yang dilakukan terhadap patahan ml
membuktikan bahwa penyebab utamanya adalah menjalarnya patah getas
yang disebabkan oleh adanya cacat las seperti retak halus dan
tegangan sisa dalam bahan yang terjadi pada
Arah patahan (a)
(b)
Gambar 1.6 Kapal yang patah waktu Titik mula
berlabuh arah patahan
Arah patahan (c)
(A) Patahan getas dan geser pada (B) Contoh dari permukaan
suatu pelat di kapal tangki patahan
Gambar 1.7 Permukaan patahan dari kapal dalam Gambar 1.6
waktu pengelasan. Penelitian yang dilakukan kemudian menunjukkan
bahwa sifat-sifat bahan yang digunakan terutama kepekaan terhadap
takik dan retak las memegang pernan utama dalam patah getas.
Sebagai akibat dari penelitian-penelitian ini maka ditentukan
standar cara-cara pengujian seperti uji Charpy dengan takik V, uji
rambatan retak dan cara uji kepekaan retak. Dengan cara-cara
pengujian ini maka terbentuklah dasar-dasar pemilihan bahan yang
sesuai untuk pengelasan. Cara-cara dan dasar-dasar ini akan
diterangkan lebih terperinci dalam bab yang lain. Terwujudnya
standar-standar teknik dalam pengelasan akan membantu memperluas
lingkup pemakaian sambungan las dan memperbesar ukuran bangunan
konstruksi yang dapat dilas. Dengan kemajuan yang telah dicapai
sampai dengan saat ini teknologi las memegang peranan penting dalam
masyarakat industri moderen.
(a) (b)
Gambar yang menunjukkan bahwa patahan yang terjadi adalah
patahan getas
Zonhoven Hasselt
tergeser
permukaan patahan
Gbr. 1.9 Retak pada batang utama dari jembatan yang di las
Gbr. 1.10 Retak balus pada daerab pengaruh peas (HAZ).
Penghembus udara
Elektroda batangan dari karbon tanpa pembungkus
Serangkaian battery sebagai sumber tanaga listrik
Pegangan/tangkai las
B: pengatur jarak elektroda benda kerja
A : dapat dilengkapi roda untuk pekerjaan besar
Bahan tambah
1. Lilin dipanaskan pada ujung-ujungnya yang akan disambung
hingga ujung-ujung tersebut mencair
Api/obor
2. Bagian yang mencair dipautkan dan ditekan satu dengan
lainnya, hingga cairan membeku kembali
3. Lilin telah tersambung
Arang/batu bara
PAGE Jurusan Teknik Mesin FT Unesa 17
_1099204587.doc