This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Sistem Pertanian Vertikultur
LAPORAN PRAKTIKUM
Oleh :
Kelompok 3
1. Urifa (131510501204)
2. Syukron Ma’amun (131510501201)
3. Tri Andika (131510501212)
4. Dwi Lutfia Q. . (131510501222)
5. Handika Dwi A.. (131510501224)
6. Devi Yuliana . (131510501230)
7. Avrida Kristiawan. (131510501228)
8. Nurul Afifah (131510501233)
9. Adi Ardiansyah.. (131510501241)
10. Windy Primarta W. (131510501248)
11. Andy Prasetyo (131510501245)
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jumlah penduduk yang terus bertambah menyebabkan
meningkatnya kebutuhan pangan sedangkan lahan pertanian
semakin hari semakin sempit. Banyak lahan pertanian
yang beralih fungsi yaitu digunakan untuk perumahan,
pabrik, pertokoan, perkantoran dan lain sebagainya. Hal
ini berakibat besar pada hasil produksi pertanian yang
terus menurun akibat dari tuntutan masyarakat demi
kelangsungan hidup dan ketersediaan lahan yang semakin
sempit. Untuk mengatasi permasalahan tersebut digunakan
alternatif-alternatif lain. Salah satu alternatif yang
dapat dilakukan adalah dengan menerapkan sistem
pertanian vertikultur.
Vertikultur berasal dari bahasa inggris yaitu
vertical yang artinya lurus dan culture yang artinya
budidaya sehingga bisa diartikan bahwa vertikultur
adalah suatu sistem budidaya pertanian dengan yang
dilakukan secara vertikal atau bertingkat ke atas.
Sistem pertanian vertikultur ini baik digunakan untuk
tempat yang memiliki lahan sempit seperti perkotaan
dimana di daerah perkotaan sistem ini dapat berfungsi
secara maksimal dalam penggunaanya, sistem pertanian
ini berbeda dengan sistem pertanian kovensional. Sistem
pertanian konvensional, dalam 1 m2 dapat ditanami 5
batang sayuran sawi, sedangkan pada sistem pertanian
vertikultur, dalam 1 m2 dapat ditanami lebih dari 5
batang sawi, bisa saja 3 atau 4 kali lipat dari sistem
pertanian konvensional. Selain itu pada sistem ini juga
dapat ditanami selain tanaman sawi dan dilihat dari
segi keindahan, sistem pertanian vertikultur ini
memberikan nilai keindahan pada lingkugan disekitarnya.
Wadah yang digunakan bisa bermacam-macam baik dari
segi ukuran, bahan maupun modelnya. Bahan yang
digunakan bisa berupa pipa paralon, gully, bambu, karung
beras ataupun kaleng bekas, sedangkan wadah yang bisa
dipakai berbentuk anak tangga, persegi panjang dan
segitiga. Penanaman pada vertikultur menggunakan media
tanam yang baik, media tanam yang baik adalah media
yang memiliki kandungan unsur hara yang cukup dan
tekstur yang baik. Pada sayuran diharapkan daun yang
dihasilkan berwarna hijau, segar dan bagus. Oleh karena
itu tanaman tersebut diberi pupuk yang dapat merangsang
hijaunya daun segar dan renyah bila dikonsumsi.
Media tanam adalah tempat tumbuhnya tanaman untuk
menunjang perakaran. Dari media tanam inilah tanaman
menyerap makanan berupa unsur hara melalui akarnya.
Media tanam yang digunakan adalah campuran antara
tanah, pupuk kompos, dan sekam dengan perbandingan
1:1:1:1. Setelah semua bahan terkumpul, dilakukan
pencampuran hingga merata. Tanah dengan sifat koloidnya
memiliki kemampuan untuk mengikat unsur hara, dan
melalui air unsur hara dapat diserap oleh akar tanaman
dengan prinsip pertukaran kation. Sekam berfungsi untuk
menampung air di dalam tanah sedangkan kompos menjamin
tersedianya bahan penting yang akan diuraikan menjadi
unsur hara yang diperlukan tanaman.
Tanaman yang biasa ditanam adalah tanaman yang
memiliki sistem perakaran pendek, nilai ekonomis tinggi
dan berumur pendek. Jenis tanaman yang biasa ditanam
adalah tanaman sayuran yang berumur pendek dengan
sistem perakaran serabut. Tanaman sayuran yang sering
Pengembangan vertikultur dengan tujuan komersial perlu
dipertimbangkan aspek ekonomisnya agar biaya produksi
jangan sampai melebihi pendapatan dari hasil penjualan
tanaman, sedangkan untuk hobi, vertikultur dapat
dijadikan sebagai media kreativitas dan memperoleh
panenan yang sehat dan berkualitas.
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa mampu dan terampil dalam menyikapi
permasalahan lahan kritis dengan membudidayakan tanaman
secara vertikultur.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Pretty et al.(2011), Selama setengah abad
terakhir, pemenuhan produksi pertanian di seluruh dunia
telah membantu jutaan orang untuk keluar dari
kemiskinan, menghilangkan ancaman kelaparan dan
menyediakan platform untuk pertumbuhan ekonomi pedesaan
dan perkotaan di banyak negara. Salah satu permasalahan
yang dihadapi dalam produksi tanaman adalah menurun
hasil dari strategi yang digunakan untuk efisiensi
ekonomi. Salah satu caranya adalah dengan sistem
vertikultur. Vertikultur merupakan suatu sistem
pertanian yang cara bertanamnya disusun keatas menuju
udara bebas dengan media tumbuh yang disusun secara
vertikal juga. Media tanam yang digunakan bisa berupa
riul, pipa paralon, ralon PVC, kaleng dan papan kayu
yang dapat digunakan sebagai alternatif. Sistem
pertanian vertikal di Indonesia di kembangkan sejak
tahun 1987 sehingga sistem pertanian ini sudah tidak
lazim lagi bagi masyarakat. Kolom vertikal atau undakan
ke atas yang paling sederhana bisa terbuat dari mulsa
hitam perak dengan kerangka yang terbuat dari bambu
(Wartapa et a.l, 2010).
Sistem budidaya vertikultur ini sangat baik
digunakan pada daerah yang memiliki lahan sempit
seperti daerah perkotaan, perumahan dana lain
sebagainya. Usahatani yang secara komersial dapat
dilakukan dengan sistem tanam vertikultur, apalagi jika
hanya kebutuhan sendiri seperti sayuran. Jenis tanaman
yang cocok pada sisten vertikultur ini adalah tanaman
semusim, sayuran yang tingginya tidak lebih dari 1
meter dan beberapa jenis bunga, misalnya seperti
tanaman cabai, kangkung darat tomat, terong, sawi,
seledri, daun bawang, kubis, bayam, brokoli, bunga
anggrek, selada dan bawang merah (Yulida, 2012).
Menurut Rasapto (2010), sistem pertanian
vertikultur ini memiliki beberapa kelebihan penanamana
yaitu; (1) kualitas produksi lebih tinggi dan
kontinuitas produksi dapat dijaga, (2) kualitas
produksi lebih baik dan lebih bersih, (3) menunjang
pendapatan keluarga, (4) menambah nilai estetika, (5)
menambah gizi, (6) menghilangkan stres, (7) menjadi
lahan bisnis, (8) sumber tanaman obat bagi keluarga
atau toga, (9) hemat pemakaian pupuk, air, tenaga kerja
dan benih, (10) dapat mengurangi gulma, (11) efisiensi
penggunaan lahan, (12) mempercantik halaman dan bisa
menjadi paru-paru kota serta tidak bergantung pada
musim. Selain itu, sistem ini juga juga memiliki
beberapa kekurangan antara lain (1) rawan terhadap
serangan jamur, (2) sistem penyiraman harus dilakukan
secara kontinu, (3) apabila menggunakan atap plastik
harus dilakukan penyiraman tiap hari, (4) investasi
awal yang dibutuhkan tinggi, (5) memerlukan tangga atau
alat khusus yang bisa dinaiki saat pemeliharaan dan
pemanenan ketika di lantai atas.
Menurut Desiliyarni et al (2005), sistem
vertikultur dalam penanamannya juga harus memerhatikan
jarak tanam yang digunakan. Jarak antar pot akan
mempengaruhi jumlah cahaya yang akan diserap oleh
tanaman dimana cahaya ini memiliki peranan yang sangat
tinggi dalam proses fotosintesis. Tanaman jika
kekurangan sinar matahari tidak dapat melakukan
fotosintesis secara maksimal sehingga pertumbuhan dan
hasil yang diperoleh tidak optimal. Selain itu dengan
adanya jarak tanam ini daun antar tanaman tumbuh dengan
baik, tidak tumpang tindih sehingga dapat mengurangi
kelembaban dan temperatur yang ada (Pongarrang dkk.,
2013).
Menurut Sutarminingsih (2003), bahan-bahan dan
peralatan yang ada disekitar kita dapat dimanfaatkan
dalam sistem vertikultur. Model dalam penempatan wadah
media tanam ada beberapa macam antara lain kolom wadah
disusun secara horizontal, kolom wadah media disusun
secara vertikal dan digantung serta pot yang disusun.
Sistem vertikultur membutuhkan kondisi yang baik untuk
tanaman dalam proses pertumbuhannya mulai dari benih
sampai pada fase panen. Sistem pertanian vertikal yang
outdoor harus memerhatikan kondisi suhu dan kelembaban
lingkungan disekitarnya sehingga tanaman dapat tumbuh
dengan optimal. Pengendalian dan peningkatan CO2 harus
disimulasikan untuk mendapatkan hasil biomassa yang
maksimal. Sejak tanaman tumbuh dalam sistem aeroponik
memungkinkan untuk mendaur ulang nutrisi yang lebih
dari udara. Menyaring kontaminasi dan jejak gas
merupakan hal yang harus diutamakan dalam sistem
tertutup, untuk hal ini, tiga lantai pengendalian
lingkungan yang diperlukan, mengendalikan kualitas
udara dan mendaur ulang nutrisi lebih dari 8 -9
budidaya tanaman pada masing-masing lantai (Banerjee,
2014).
Hasil studi mengatakan bahwa penanaman di ruang
vertikal 10 meter persegi per lantai kondominium dengan
jumlah lantai empat dapat menghemat ruang daripada
tanaman horisontal. Irigasi tetes dan sistem penyiraman
tidak berbeda hasil pertumbuhan tanaman yang diteliti
baik terhadap ukuran dan tinggi batang tanaman.
Perbandingan hasil tanam per unit areal dengan jumlah
air yang digunakan penyiraman itu yang menjadi faktor
utama. Produktivitas tanaman pada kedua sistem irigasi
siram dan tetes terlihat kurang daripada menanam dengan
irigasi normal. Karena penanaman dengan irigasi yang
biasa digunakan pupuk kimia dan biasanya ditanam di
dataran. Tapi tanaman ini ditanam di kondominium di
mana tanaman menerima sinar matahari tidak sempurna.
Kondominium menerima sinar matahari hanya dalam waktu
singkat pada pagi dan sore hari ketika matahari
bersinar diagonal ke kondominium saja. Sementara tanam
vertikal penelitian ini tidak menggunakan pupuk kimia,
tetapi digunakan air limbah dari kolam ikan bukan pupuk
ikan yang diberi pakan dengan kotoran ayam. Hal itu
membuat tanaman tidak sepenuhnya menerima nutrisi
setara dengan tanaman yang diberikan pupuk secara
langsung. Keuntungan dari sistem ini adalah tidak
terdapat residu kimia pada tanaman dan sayuran yang
ditanam. Penelitian ini dapat digunakan sebagai
alternatif penanaman bagi masyarakat perkotaan dan juga
mengurangi biaya tanam (Keeratiurai, 2013).
Pertanian vertikal adalah sistem produksi
berkelanjutan yang membudidayakan tanaman tanpa
intervensi manusia melalui kontrol otomatis dalam ruang
yang cocok untuk lingkungan pertumbuhan tanaman seperti
cahaya, suhu, kelembaban, tingkat karbon dioksida, dan
nutrisi. Pengenalan kebun vertical ini dapat membuat
pertanian berdiri pada tangga sistematis dan otomatis
revolusi pertanian baru melalui konvergensi berbagai
teknologi terbaru. Tujuan dari penelitian dan
pengembangan yang sedang dilakukan saat ini adalah
menciptakan lingkungan dimana-mana dengan peternakan
vertikal dan layanan yang cerdas. Namun, layanan pintar
memiliki keterbatasan dan kekurangan antara lain : (1)
membutuhkan intervensi manusia, (2) kebanyakan sistem
layanan pintar bergantung pada sistem tertentu. Jadi,
dalam rangka untuk memperpanjang, memperbaiki atau
menghapus layanan, itu harus ditangani oleh pengembang
asli, (3) Dan mereka masih kurang handal karena adanya
beberapa faktor lingkungan atau faktor kontrol untuk
pertumbuhan tanaman (Kim et al. 2013).
BAB 3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Pertanian Berkelanjutan acara sistem
pertanian vertikultur dilaksanakan di Laboratorium
Fisiologi Tumbuhan Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Jember pada tanggal 7 Maret 2015
pukul 08.10 WIB – selesai.
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
1. Benih tanaman kangkung
2. Umbi bawang merah
3. Benih brokoli
4. Bibit sawi
5. Tanah
6. Pasir
7. Kompos
8. Arang sekam
3.2.2 Alat
1. Pipa paralon
2. Sprayer
3. Kertas label
4. Sak/kresek besar
5. Timba
3.3 Cara Kerja
1. Menyiapkan bangunan vertikultur dari bahan-bahan
yang telah disediakan
2. Mengisi bangunan vertikultur yang telah dibuat
dengan campuran media yang ada. Kemudian memberikan
nutrisi sebelum bibit ditanam
3. Menanam bibit atau benih ke dalam bangunan
vertikultur secara perlahan agar bibit atau benih
tidak rusak
4. Melakukan pengamatan secara teratur
5. Mengamati pertumbuhan tanaman sesuai dengan
parameter pengamatan.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Gambar 4.1.1Tinggi tanamanbawang merah
Gambar 4.1.2Jumlah daun
tanaman bawangmerah
Gambar 4.1.3Panjang daun
tanaman bawangmerah
Gambar 4.1.4 Lebardaun tanamanbawang merah
Gambar 4.1.5Tinggi tanaman
kangkung
Gambar 4.1.6Jumlah daun
tanaman kangkung
Gambar 4.1.7 Panjang daun tanaman kangkung
Gambar 4.1.8Lebar daun
tanaman kangkung
Gambar 4.1.9Tinggi tanaman
brokoli
Gambar 4.1.10Jumlah daun
tanaman brokoli
Gambar 4.1.11 Panjang daun tanaman brokoli
Gambar 4.1.12 Lebar daun tanamanbrokoli
Gambar 4.1.13 Tinggi tanaman kailan
Gambar 4.1.14 Jumlah daun tanaman kailan
Gambar 4.1.15 Jumlah daun tanaman kailan
Gambar 4.1.16
Jumlah daun tanaman kailan
4.2 Pembahasan
Berdasarkan dari grafik, tanaman bawang merah
tumbuh dengan baik. Hal ini terlihat dari grafik tinggi
tanaman, panjang daun, dan jumlah daun tanaman bawang
merah terus meningkat. Lebar daun bawang merah
mengalami fluktuatif hal ini dikarenakan oleh beberapa
faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal yang mempengaruhi adalah gen dari
setiap umbi bawang merah berbeda. Faktor ekternal yang
mempengaruhi adalah nutrisi dan hama serta penyakit.
Menurut Hidayat et al, (2010), nitrogen merupakan unsur
hara yang dapat merangsang pertumbuhan vegetatif
tanaman khususnya tinggi tanaman. Tinggi tanaman bawang
merah yang tertinggi terjadi pada pemberian pupuk
dengan dosis 4 ml serta diikuti dengan panjang daun dan
jumlah daun. Jumlah daun pada bawang merah mengalami
peningkatan tetapi pada perlakuan dosis 0 ml (kontrol)
mengalami peningkatan kemudian tetap. Hal ini
disebabkan oleh banyak daun yang mati dan gugur yang
diduga akibat dari defisiensi unsur hara. Hal ini
dikarenakan tidak ada pemberian pupuk setelah tanam
(Supriyadi dkk., 2013). Lebar daun bawang merah rata-
rata sama, pada 21 hari setelah tanam lebar daun pada
perlakuan dosis dengan 0 ml dan 6 ml mengalami
penurunan.
Berdasarkan darai data yang diperoleh dari grafik,
tanaman kangkung dapat tumbuh dengan baik. Hal ini
terbukti dari peningkatan tinggi, jumlah daun, panjang
daun dan lebar daun tanaman kangkung. Jumlah daun pada
perlakuan dengan dosis 6 ml mengalami penurunan, pada
minggu terakhir jumlah daunnya berkurang. Hal ini
disebabkan oleh daun yang gugur atau terkena penyakit.
Daun kangkung yang masih muda apabila terkena benturan
akan mudah patah. Selain itu, tanaman kangkung
membutuhkan suplai air yang cukup dalam pertumbuhannya
(Wiwin dkk., 2007). Tanaman brokoli tumbuh dengan baik.
Hal ini terlihat dari panjang daun, jumlah daun, lebar
daun dan tinggi daun mengalami peningkatan. Tanaman
brokoli pada perlakuan 2 ml tidak tumbuh atau mati. Hal
ini disebabkan oleh beberapa faktor salah satu
faktornya adalah kandungan unsur hara pada media tanam.
Tanaman brokoli akan tumbuh dengan baik apabila tanah
bersifat humus, gembur, porus dan pH tanah antar 6-7,
selain itu kedalaman tanam dari bibit brokoli juga
berpengaruh terhadap pertumbuhan brokoli. Tanaman
brokoli biasanya biasanya tumbuh didataran tinggi.
Berdasarkan grafik tanaman kailan tumbuh dengan
cukup baik meskipun ada beberapa yang mengalami
fluktuatif baik dari segi tinggi, panjang daun, jumlah
daun dan panjang dari tanaman kailan. Perbedaan ini
disebabkan oleh jumlah nutrisi yang diberikan berbeda.
Menurut Annisava (2013), produksi kailan bergantung
pada penggunaan pestisida dan pupuk. Penggunaan pupuk
yang tidak bijaksana dapat menurunkan produktivitas
lahan. Jumlah daun kailan juga mempengaruhi dalam
pertumbuhannya. Semakin banyak jumlah daun kailan maka
semakin baik pula pertumbuhan dari tanaman kailan
tersebuit karena daun yang memiliki klorofil yang baik
dapat membuat proses fotosintesis baik sehingga
pertumbuhan tanaman kailan juga berlangsung dengan
baik.
Vertikultur diartikan sebagai budidaya tanaman
secara vertikal sehingga penanamannya dilakukan
dengan menggunakan sistim bertingkat. Tujuan dari
vertikultur adalah untuk memanfaatkan lahan yang
sempit secara optimal. Penanaman dengan sistem
vertikultur dapat dijadikan alternatif bagi
masyarakat yang tinggal di kota, yang memiliki
lahan sempit atau bahkan tidak ada lahan yang
tersisa untuk budidaya tanaman. Tanaman yang dapat
dibudidaya dengan teknik vertikultur adalah tanaman
sayuran, tanaman hias, buah-buahan dan tanaman obat-
obatan (Nirwana dkk., 2013).
Penerapan sistem vertikultur ini sangatlah efisien
karena sistem vertikultur ini sangatlah menguntungkan.
Hal ini dikarenakan alat dan bahan yang digunakan
tidaklah terlalu mahal, biaya yang dibutuhkan rendah,
sistem produksi yang baik, kualitas yang dihasilakan
baik. Sistem vertikultur ini merupakan salah satu
penerapan dari pertanian berkelanjutan karena sistem
ini telah memenuhi 4 sifat dari agrosistem. Sifat
pertama yaitu stabilitas, dengan sistem vertikultur ini
Produktivitas dari tanaman hasil vertikultur ini
sangatlah baik karena unsur hara yang dibutuhkan oleh
tanaman terpenuhi. Sifat yang kedua yaitu stabilitas
artinya dapat berlangsung secara terus menerus. Sistem
vertikultur ini dalam penanaman dan pemanenanya tidak
bergantung pada musim sehingga dapat berlangsung
secara kontinyu. Sifat yang ke tiga yaitu
keberlanjutan, dalam penerapannya sistem vertikultur
tidak menggunakan pestisida sekalipun menggunakan dalam
dosis yang rendah. Selain itu pupuk yang digunakan
lewat daun sehingga tidak akan ada pupuk yang terbuang.
Sifat yang terakhir yaitu keseimbangan, sistem ini
menjaga keseimbangan antar lingkungan selain itu juga
dapat dinikmati keindahan dari sistem ini.
Menurut Sutarminingsih (2003), secara umum, wadah
media tanam pada sistem vertikultur dapat disusun
sesuai dengan keinginan penanam namun terdapat beberapa
model yang sudah terkenal atau biasa digunakan yaitu:
1. Model tegak/vertikal : model ini biasanya terbuat
dari bambu ataupun besi yang berbentuk silindris.
Bamboo atau besi tersebut diberdirikan dan pada sisi
kiri-kanannya terdapat lubang-lubang yang berfungsi
sebagai lubang tanam.
2. Model vertikultur rak : model ini biasanya terbuat
dari pipa yang besar, bamboo ataupun besi yang
berbentuk setengah silindris. Berbeda dengan model
tegak, model ini diletakkan secara horizontal. Bila
dipandang, model ini berupa seperti anak tangga.
3. Model vertikultur gantung : model ini, wadah media
tanam digantungkan. Wadah ini dapat berupa polybag,
botol dan lain sebagainya.
4. Model vertikultur pot susun : model vertikultur
ini, wadah media yang dipilih dari bahan yang cukup
kokoh dan dapat tegak berdiri dengan bentuk
menyerupai pot. Bahan-bahan tersebut kemudian disusun
pada suatu tegakan dengan susunan sesuai dengan
selera sehingga menjadi pot susunan yang mirip dengan
pohon pot.
Praktikum kali ini menggunakan teknik vertikal
atau tegak dimana pada teknik ini kita dapat menanam
tanaman dengan melihat dari segi keindahan dan sifat
tanaman tersebut. Urutan penanaman pada teknik tegak
ini yaitu tanaman yang memiliki sifat sedikit dalam
kebutuhan air dan yang terbawah membutuhkan banyak air.
Praktikum kali ini tanaman yang ditanam mulai dari atas
sampai bawah yaitu bawang merah, kangkung, brokoli dan
kailan. Tanaman bawang merah membutuhkan sedikit air
dan tanaman kailan membutuhkan banyak air serta kailan
merupakan tanaman yang dapat mengeluarkan zat toksin.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Sistem vertikultur merupakan sistem budidaya
tanaman secara vertical.
2. Berdasarkan data yang diperoleh tanaman bawang
merah, kangkung, brokoli dan kailan tumbuh dengan baik.
3. Pertumbuhan tanaman budidaya dipengaruhi oleh
nutrisi yang yang diberikan.
4. Sistem tanam vertikultur termasuk dalam pertanian
berkelanjutan.
5. Model yang biasa digunakan dalam sistem vertikultur
ini adalah model tegak, rak, gantung dan pot susun.
5.2 Saran
Dalam melakukan teknik budidaya secara vertikultu
ini maka hal-hal yang harus diperhatikan, harus benar-
benar diperhatikan agar tanaman dapat tumbuh dengan
baik dan memberikan hasil produksi yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Annisava, Aulia Rani. 2013. Optimalisasi PertumbuhanDan Kandungan Vitamin C Kailan (Brasssica alboglabraL.) Menggunakan Bokashi Serta Ekstrak TanamanTerfermentasi. Agroteknologi, 3(2) : 1-10.
Banerjee, C. 2014. Up, up and away! The economics ofvertical farming. Agricultural studies 2(1): 40-60.
Desiliyarni, T., Y. Astuti dan J. Endah. 2005.Vertikultur: teknik bertanam di lahan sempit. Jakarta :Agromedia Pustaka.
Pongarang, Dedy, Abdur Rahman dan Wa Iba. 2013.Pengaruh Jarak Tanam dan Bobot Bibit TerhadapPertumbuhan Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii)Menggunakan Metode Vertikultur. Mina Laut Indonesia,03(12) : 94-112.
Keeratiurai, P. 2013. Comparison of drip and sprinklerirrigation system for the cultivation plantsvertically. Agricultural and Biological Science, 8(11): 740-744.
Kim, T., N. Bae, M. Lee, C. Shin, J. Park and Y. Cho.2013. A study of an agricultural ontology model foran intelligent service in a vertical farm. Smarthome, 7(4): 117-126.
Hidayat, F., U. Sugianti Dan K. A. Chandra. 2010.Pengaruh Bokashi Limbah Padat Agar-Agar Dan PupukAnorganik Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi TanamanBawang Merah (Allium Ascalonicum L) Varietas PhilipinaAgrika, 4(1) : 21-29.
Nirwana, V.M., I.R. Sastrahidayat, dan A. Muhibbudin.2013. Pengaruh Populasi Tanaman terhadap Hama dan
Penyakit Tanaman Tomat yang dibudidayakan secaraVertikultur. HPT, 1(4): 67-80.
Pretty, J., C. Toulmin2 Dan S. Williams. 2011.Sustainable Intensification In African Agriculture.Agricultural Sustainability 9 (1) : 4-24
Rasapto, P.W. 2010. Budidaya sayuran denganvertikultur. Pusat penelitian dan pengembangan peternakan,1(1): 424-439
Roziq, F., I. R. Sastrahidayat dan S. Djauhari. 2013.Kejadian hama dan penyakit tanaman cabai kecil yangdibudidayakan secara vertikultur di sidoarjo. HPT,1(4):30-37
Supriyadi, Ade, I. Rochdjatun, Dan S. Djauhari. 2013.Kejadian Penyakit Pada Tanaman Bawang Merah YangDibudidayakan Secara Vertikultur Di Sidoarjo. HPT,1(3) : 27-40.
Sutarminingsih, L. 2003. Pola bertanam secara vertikal,vertikultur. Yogyakarta : Kanisius.
Wartapa, A., S. Sugihartiningsih, S. Astuti dan Sukadi.2010. Pengaruh jenis pupuk dan tanaman antagonisterhadap hasil cabb rawit (Capsicum frutencens)budidaya vertikultur. llmu-ilmu pertanian, 6(2): 142-156.
Wiwin, S., R. Murtiningsih, G. A. Sopha, dan T.Handayani. 2007. Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Sayuran.Bandung : Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
LAMPIRAN
Gambar 1.Pencampuran media
tanam
Gambar 2. Pipaparalon Gambar 3.
Pemberian lubang
Gambar 4. Prosespenanaman
Gambar 5. Tanamanbawang merah yangsudah berkecambah