PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ORANG YANG MENYURUH MELAKUKAN PENGANIAYAAN TERHADAP ORANG LAIN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Dalam Hukum Pidana Islam OLEH: WIDIA ASTUTI SHP 162206 PEMBIMBING: Dr. H. Ishaq, S.H.,M.Hum Edi Kurniawan, S.Sy.,M.Phil PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARI’AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI TAHUN 202
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ORANG YANG
MENYURUH MELAKUKAN PENGANIAYAAN TERHADAP ORANG
LAIN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM DAN KITAB
UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Dalam Hukum Pidana Islam
OLEH:
WIDIA ASTUTI
SHP 162206
PEMBIMBING:
Dr. H. Ishaq, S.H.,M.Hum
Edi Kurniawan, S.Sy.,M.Phil
PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI TAHUN 202
i
ii
Pembimbing I : Dr. H. Ishaq., SH., M.Hum
Pembimbing II : Edi Kurniawan., S.Sy., M.Phil
Alamat : Fakultas Syariah UIN STS Jambi
Jl. Jambi-Muara Bulian KM. 16 Simp. Sei Duren
Jaluko Kab. Muaro Jambi 31346 Telp. (0741) 582021
Kepada Yth. Jambi, April 2020
Dekan Fakulltas Syariah
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Di-
JAMBI
NOTA DINAS
Assalamu’alaikum wr. wb.
Setelah membaca dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka skripsi
saudari Widia Astuti yang berjudul: “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap
Orang Yang Menyuruh Melakukan Penganiayaan Terhadap Orang Lain
Menurut Hukum Pidana Islam Dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP)” telah disetujui dan dapat diajukan untuk dimunaqasahkan guna
melengkapi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) dalam program
studi Hukum Pidana Islam pada Fakultas Syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi.
Demikianlah, kami ucapkan terima kasih semoga bermanfaat bagi
kepentingan Agama, Nusa dan Bangsa.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. H. Ishaq., SH., M.Hum Edi Kurniawan., S.Sy., M.Phil
NIP.19631218199403 1 001 NIDN. 2018028801
iii
iv
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil ‘alamin
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi nikmat kesehatan sehingga
saya dapat menyelesaikan skripsi ini guna memperoleh gelar Sarjana Hukum
(SH). Shalawat beserta salam tidak lupa pula saya haturkan kepada baginda
Rasulullah SAW, manusia terbaik yang pernah ada di dunia ini, yang selalu
menjadi sumber inspirasi saya untuk menjadi lebih baik didalam berbagai hal.
Kuibaratkan karya kecilku ini bak serantai mawar yang wanginya akan tetap
teringat sepanjang hayat, meski kelak raganya akan lekang terlengser waktu, dan
kupersembahkan mawar ini untuk:
Pahlawan terhebatku ayahanda Fahmi dan malaikat tak bersayapku ibunda Rosini
yang telah membesarkan dan mendidikku dengan penuh kegigihan dan kesabaran,
yang tiada hentinya berjuang dan selalu menyelipkan namaku disetiap doanya.
Terima kasih untuk semua perjuangan yang ayah ibu berikan selama ini, berkat
do’a dan dorongan kalian berdualah saya dapat menyelesaikan skripsi ini, harapan
terbesarku semoga skripsi ini bisa menjadi hadiah terindah bagi ayah dan ibu.
Kakak-kakakku tersayang Imran Edi, Heriyanto, dan Sopiyan penyemangat
dalam setiap langkahku dan mendoakan keberhasilanku
Semua keponakanku tersayang yang tak bisa kusebutkan namanya satu persatu,
yang sudah memberikan semangat untukku
Teman-teman seperjuangan dijurusan Hukum Pidana Islam (HPI) angkatan 2016,
Fakultas Syariah UIN STS Jambi yang telah menyumbangkan bantuan dan do’a
untuk saya, semoga persahabatan kita menjadi persaudaraan yang abadi
selamanya.
Sahabat-sahabat terbaikku dan teman seperjuanganku selama menimba ilmu
pendidikan.
Almamaterku tercinta Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi,
tempat penulis menimba ilmu.
v
MOTTO
Artinya:
“Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan
melihat (balasan)nya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat
zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (Q.S Al-Zalzalah ayat 7-8).
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr. wb segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas
segala rahmat dan hidayahnya yang telah memberikan kesehatan dan kesabaran,
serta tak lupa penulis haturkan shalawat serta salam kepada Nabi besar Muhammad
SAW, sehingga penulis dapat menyeleaikan skripsi ini dengan judul
“Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Orang Yang Menyuruh Melakukan
Penganiayaan Terhadap Orang Lain Menurut Hukum Pidana Islam dan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)”.
Adapun maksud dari penulisan skripsi ini adalah untuk memperoleh gelar
sarjana strata satu di jurusan Hukum Pidana Islam pada Fakultas Syariah
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak dapat
selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu melalui
kesempatan ini penulis ingin mengungkapkan perasaan terdalam kepada semua
orang yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini. Dengan segenap
kerendahan hati, penulis ingin menghaturkan rasa bangga dan ribuan terima kasih
yang tak terhingga kepada:
1. Bapak Prof Dr. H. Suaidi Asyari MA, Ph.D selaku Rektor Universitas Islam
Negeri (UIN) Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
2. Bapak Dr. Sayuti Una, S.Ag., M.H selaku Dekan Fakultas Syariah Universitas
Islam Negeri (UIN) Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
vii
3. Bapak Agus Salim, S.Th. I., MA., M. IR., Ph.D selaku Wakil Dekan Bidang
Akademik, Bapak Dr. Ruslan Abdul Ghani, S.H., M.Hum selaku Wakil Dekan
Bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan, Bapak Dr. H. Ishaq,
S.H., M.Hum selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, dan Kerja Sama
Dilingkungan Fakultas Syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
4. Ibu Dr. Robi’atul Adawiyah, M.HI selaku ketua Jurusan Hukum Pidana Islam
Fakultas Syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
5. Bapak Dr. H. Ishaq, S.H., M.Hum selaku pembimbing I dan Bapak Edi
Kurniawan, S.Sy., M.Phil selaku pembimbing II yang dengan tulus telah
meluangkan waktu dalam membimbing, mengarahkan, dan memotivasi,
sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.
6. Bapak dan Ibu dosen, asisten dosen, dan karyawan Fakultas Syariah UIN
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan
kepada penulis selama menjadi mahasiswa.
7. Teman-teman seangkatan dan seperjuangan, mahasiswa-mahasiswi HPI
angkatan 2016 yang sudah banyak memberikan dukungan dan motivasi sehingga
penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman KKN desa Teluk Rendah, Kecamatan Cerminan Gedang,
Kabupaten Sarolangun. Yang telah banyak mengajarkan penulis arti
kebersamaan dan kekeluargaan meski dalam waktu yang singkat selama satu
bulan penuh namun sangat bermanfaat.
9. Teman-teman PPL di Lapas Kelas II A Jambi yang telah mengajarkan penulis
arti disiplin, dan kesabaran, serta kerja samanya selama satu bulan penuh.
viii
10. Sahabat-sahabatku, dan masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu
persatu. Terima kasih atas dukungan dan bantuannya, semoga kita selalu
menjadi sahabat dan saudara untuk selamanya. Serta semua pihak yang terlibat
dalam penyusunan skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan,
akan tetapi penulis tetap berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua
pihak dalam proses menerapkan ilmu yang penulis dapatkan di bangku kuliah,
semoga skripsi ini mampu membantu kemajuan ilmu pengetahuan. Untuk lebih
menyempurnakan skripsi ini dimasa mendatang penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran dari semua pihak dengan harapan agar dapat bermanfaat bagi yang
berkepentingan.
Jambi, 12 April 2020
Penulis,
Widia Astuti
ix
ABSTRAK
Baik Hukum Pidana Islam maupun Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP), keduanya bertujuan untuk menimbulkan efek jera kepada pelaku tindak
pidana agar tidak mengulangi perbuatannya dan orang lain tidak menirunya. Namun
perbedaan keduanya terletak pada sumber hukum dan sanksi kepada pelaku tindak
pidana. Dengan demikian, skripsi ini membahas pertanggung pidana terhadap orang
yang menyuruh melakukan penganiayaan terhadap orang lain menurut kedua
hukum ini. Skripsi ini bertujuan untuk mengungkap pertanggungjawaban pidana
terhadap orang yang menyuruh melakukan tindak pidana penganiayaan dalam
perspektif hukum Islam dan hukum positif. Permasalahan yang timbul dari
penelitian ini adalah bagaimanakah pertanggungjawaban terhadap orang yang
menyuruh melakukan penganiayaan terhadap orang lain menurut kedua hukum
tersebut serta persamaan dan perbedaannya. Penelitian ini menggunakan cara
pengumpulan data dengan mencari referensi dari studi pustaka, dokumen dan studi
arsip serta menggunakan teori perbandingan pidana dalam penelitiannya. Penelitian
ini menyimpulkan bahwa: pertama, dalam hukum Islam penyuruh akan dikenakan
hukuman ta’zir, kedua menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
penyuruh pelaksana dapat dipidana dengan pidana dengan pasal 55 KUHP. Dimana
orang yang menyuruh melakukan sama dengan orang yang melakukan, ketiga
adalah persamaan dan perbedaannya, kedua hukum tersebut memberikan
kedudukan pertanggungjawaban yang berbeda-beda terhadap pelaku turut serta
dalam melakukan suatu jarimah namun terdapat persamaan diantara keduanya,
yaitu dalam KUHP dan hukum Islam mengenal orang yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan atas perbuatannya (terganggu karena penyakit atau cacat
kejiwaan dan pengaruh daya paksa). Saran dari penulis, pemerintah harus
melakukan gerakan sadar hukum kepada masyarakat terhadap suatu
pertanggungjawaban pidana.
Kata Kunci: Penganiayaan, Tanggungjawab, Menyuruh.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... i
NOTA DINAS ............................................................................................... ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................................ iii
PERSEMBAHAN ........................................................................................ iv
MOTTO ........................................................................................................ v
KATA PENGANTAR ................................................................................. vi
ABSTRAK ................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................. x
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................ xii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang .................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................... 3
C. Batasan Masalah................................................................... 3
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ......................................... 3
E. Kerangka Teori.................................................................... 5
F. Kerangka Koseptual ............................................................. 6
G. Tinjauan Pustaka ................................................................. 9
H. Metode Penelitian................................................................. 11
I. Sistematika Penulisan .......................................................... 16
BAB II. PENGANIAYAAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM
DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA
(KUHP)
A. Pengertian Penganiayaan ......................................................18
1. Hukum Pidana Islam ........................................................18
2. Hukum Pidana KUHP ......................................................21
B. Macam-Macam Penganiayaan .............................................22
1. Hukum Pidana Islam ........................................................22
2. Hukum Pidana KUHP ......................................................25
BAB III. TINJAUAN UMUM TENTANG TURUT SERTA
MELAKUKAN INDAK PIDANA MENURUT HUKUM
PIDANA ISLAM DAN DAN KITAB UNDANG-
UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)
A. Pengertian Turut Serta...........................................................28
1. Menurut Hukum Pidana Islam .........................................29
2. Menurut Hukum KUHP ...................................................30
B. Bentuk-Bentuk Turut Serta ...................................................33
1. Menurut Hukum Pidana Islam .........................................33
2. Menurut Hukum KUHP ...................................................40
BAB IV. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Orang Yang
Menyuruh Melakukan Tindakan Pidana Menurut Hukum
Pidana Islam ....................................................................... 47
xi
B. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Orang Yang
Menyuruh Melakukan Tindakan Pidana Menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) .......................... 52
C. Persamaan dan Perbedaan Pertanggungjawaban Orang yang
Menurut yurisprudensi, yang disebut dengan penganiayaan yaitu
sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau luka.
Menurut ayat 4 pasal 351, masuk pula dalam pengertian penganiayaan ialah
sengaja merusak kesehatan orang lain.9
4. Hukum Pidana Islam
Hukum Pidana Islam merupakan peraturan Allah SWT yang
bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hukum pidana Islam sering juga
dikenal dengan kata fiqh jinayah. Fiqh jinayah adalah segala ketentuan
hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal.10
5. Hukum Pidana Positif
Hukum Pidana Positif merupakan sekumpulan asas dan kaidah hukum
yang berlaku saat ini, berbentuk lisan maupun tulisan yang memberlakukan
hukum tersebut bersifat mengikat secara khusus dan umum yang ditegakkan
oleh lembaga peradilan atau pemerintahan yang hidup dalam suatu negara.11
G. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan hasil penelusuran peneliti terhadap beberapa lteratur
terdahulu, maka peneliti menemukan adanya beberapa literatur yang memiliki
relevansi dengan penelitian yang peneliti lakukan sebagai berikut:
1. Rosa Hoirisma Zulka12, dengan judul skripsinya “ Penyelesaian Tindak
Pidana Penganiayaan Menurut Hukum Adat dan Hukum Pidana”. Dalam
9 Ibid, hlm 14. 10 Zainuddin Ali. Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm 1. 11 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), hlm 5. 12 Mahasiswa Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
tahun 2017
10
skripsi ini membahas tentang cara penyelesaian tindak pidana penganiayaan
menurut hukum adat dan hukum pidana.
2. Ardiansyah13, dengan judul skripsinya “Tinjauan Yuridis Terhadap Delik
Penganiayaan Studi Kasus Putusan PN No. 707/Pid.B/2013 PN.Mks”. Dalam
skripsi ini mebahas tentang penerapan hukum pidana dan sanksi pidana
terhadap kasus delik penganiayaan apakah telah sesuai dengan norma hukum
yang telah berlaku.
3. Rizki Febrian14, dengan judul skripsinya “Sanksi Terhadap Pelaku
Penganiayaan Ibu Hamil Yang Menyebabkan Kematian Janin Dilihat
Perspektif Hukum Positif Dan Hukum Islam”. Dalam skripsi membahas
tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana penganiayaan menurut hukum
posistif dan hukum Islam.
4. Mutmainnah15, yang berjudul “Pertanggungjawaban Pidana Orang Yang
Melakukan dan Menyuruh Melakukan Dalam Kasus Penganiayaan Menurut
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana”. Dalam skripsi ini membahas tentang
pertanggungjawaban terhadap orang yang melakukan atau disuruh
melakukan tindak pidana penganiayaan Menurut Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana.
Dari hasil analisis terhadap karya tersebut di atas, maka akan menjadi
jelas arah dan tujuan dari masing-masing penenelitian di atas demikian juga yang
13 Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin Makassar tahun 2014 14 Mahasiswa Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
tahun 2015 15 Mahasiswa Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
tahun 2013
11
dimaksud dalam penelitian ini. Atas dasar itu peluang untuk mewujudkan
penelitian ini juga menjadi sangat terbuka karena masing-masing penelitian
tersebut dengan perspektif yang berbeda. Jadi, antara peneliti terdahulu dengan
penulis terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah sama-sama
meneliti tentang penganiayaan sedangkan perbedaannya seperti bagaimana telah
disebutkan di atas.
H. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan diartikan sebagai usaha dalam rangka aktivitas penelitian
untuk mengadakan hubungan dengan yang diteliti atau metode-metode untuk
mencapai pengertian tentang masalah penelitian.16
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
yuridis normatif atau pendekatan undang- undang, sebuah penelitian yang
menggunakan metode alamiah yang bertujuan untuk menafsirkan fenomena
yang terjadi dan dilakukan dengan berbagai metode yang ada.17 Pendekatan
yang digunakan penulis dalam penelitian ini yaitu pendekatan yang meninjau
dan menganalisa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan hukum pidana
Islam tentang Turut serta melakukan perbuatan pidana. Oleh karena itu,
dalam penelitian ini akan dikaji berbagai sumber pustaka yang berkenaan
dengan pokok permasalahan di atas, yang lebih jelasnya adalah
membandingkan dan memahami ketetapan dari dua sistem hukum yang
16 Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis, Serta Disertasi, (Bandung:
diidentikkan dengan melukai, yang dalam bahasa Arab disebut dengan istilah
jirahah yang artinya melukai. Istilah jirah ini dipergunakan dalam lapangan
ilmu fiqh pada perbuatan yang melukai badan, menghilangkan nyawa, baik
disertai dengan luka atau tidak, seperti membunuh dengan racun, serta
tindakan-tindakan lain yang menghilangkan manfaat alat tubuh manusia,
seperti menjadi buta, tuli dan lainnya.33
Untuk mengetahui suatu perbuatan itu dapat dipandang sebagai jarimah
dan pelakunya dapat dikenai pertanggung jawaban pidana apabila telah
terpenuhi beberapa unsur, yaitu :
1. Unsur formiil, yaitu adanya ketentuan atau aturan yang
menunjukkan larangan terhadap suatu perbuatan yang diancam
hukuman.
2. Unsur materiil, yaitu adanya perbuatan yang melawan hukum baik
itu perbuatan nyata-nyata berbuat atau sikap tidak berbuat.
3. Unsur moril, yaitu unsur yang terdapat pada pelaku. Pelaku jarimah
haruslah mukallaf34, yaitu orang yang dapat dimintai
pertanggungjawaban terhadap jarimah yang dilakukannya.35
Sedangkan menurut Sayyid Sabiq, kata jinayat adalah bentuk jamak,
adapun bentuk tunggalnya adalah jinayah yang diambil dari kata jana, yajni
yang artinya memetik. Dikatakan : “Jana as-Samara” yang artinya: bilamana
33 Ibid, hlm 554. 34 Mukallaf adalah muslim yang dikenai kewajiban atau perintah dan menjauhi larangan
agama (pribadi muslim yang sudah dapat dikenai pertanggungjawaban hukum). Seseorang berstatus
mukallaf bila ia telah dewasa dan tidak mengalami gangguan jiwa maupun akal. 35A. Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, cet. Ke-2, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hlm
6.
20
ia mengambil buah dari pohonnya. Dan dikatakan pula: “Jana ‘Ala Qawmihi
Jinayatan” yang artinya: ia telah melakukan tindakan kriminalitas terhadap
kaumnya, karena itu ia dipidana.36
Para ahli fiqh Islam telah membuat terminologi khusus untuk
mengkategorikan tindakan-tindakan pidana, yaitu menjadi 2 (dua) macam :
- Pertama : Jaraim al-Hudud, yaitu tindakan pidana yang bersanksikan
hukum had.
- Kedua : Jaraim al-Qishas, yaitu tindakan pidana yang bersanksikan
hukum qishas.
Penganiayaan merupakan tindakan kejahatan yang membuat jiwa atau bukan
jiwa, menderita musibah dalam bentuk luka atau terpotong organ tubuh.37
Dalam hukum pidana Islam istilah penganiayaan tidak dipakai, yang
ada dalam hukum pidana Islam adalah jarimah/jinayah terhadap selain jiwa.
Pembunuhan didefinisikan sebagai suatu perbuatan mematikan; atau
perbuatan seseorang yang dapat menghancurkan bangunan kemanusiaan.
Suatu tindakan seseorang untuk menghilangkan nyawa; menghilangkan ruh
atau jiwa orang lain.38 Dalam hukum pidana Islam, pembunuhan termasuk ke
dalam jaraim qishas (tindakan pidana yang bersanksikan hukum qishas),
yaitu tindakan kejahatan yang membuat jiwa atau bukan jiwa menderita
musibah dalam bentuk hilangnya nyawa, atau terpotong organ tubuhnya.39
36Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, III (Kairo : Dar al-Fath Lil I’lam al-‘Arabi, 1990), hlm 5. 37Ibid., hlm 5. 38Abdul Qadir ‘Audah, at-Tasyri’I al-Jina’I al-Islami, II (Beirut : Dar al-Kitab al-‘Arabi, t.t),
hlm 6. 39Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, III (Kairo : Dar al-Fath Lil I’lam al’Arabi, 1990), hlm 263.
21
Kejahatan atas fisik tetapi tidak menimbulkan kematian, dalam literatur
fiqh jinayah disebut dengan الجناية على ما دون النفس baik dilakukan secara
sengaja atau tidak sengaja.40
2. Menurut Hukum Pidana Positif
Secara umum, tindak pidana terhadap tubuh dalam KUHP disebut
penganiayaan. Dari segi bahasa, penganiayaan adalah suatu kata jadian atau
kata sifat yang berasal dari kata dasar “aniaya” yang mendapat awalan “pe”
dan akhiran “an”. Penganiayaan adalah tindak kejahatan/delict yang
merupakan perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan yang
disertai ancaman, yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar
larangan tersebut. Penganiayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
diartikan “sebagai perlakuan yang sewenang-wenang (penyiksaan,
penindasan, dan sebagainya)”. 41 Dengan kata lain untuk menyebut seseorang
telah melakukan penganiayaan, maka orang tersebut harus memiliki
kesengajaan dalam melakukan suatu perbuatan untuk membuat rasa sakit
pada orang lain atau luka pada tubuh orang lain ataupun dalam perbuatannya
merugikan kesehatan orang lain. Pengertian penganiayaan yang dimuat
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengertian dalam arti luas: yakni yang
menyangkut “perasaan” atau “batiniah”. Penganiayaan yang dimaksud dalam
ilmu hukum pidana adalah yang berkenaan dengan tubuh manusia.42
40 Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Bogor: Kencana 2003), hlm 269. 41 http://kbbi.web.id/penganiayaan.com(akses tanggal 13 maret 2020) 42 Siti Badriah, “Tindak Pidana Penganiayaan Menurut Hukum Islam Hukum Positif: Studi
Kasus Pengadilan Negeri Jakarta Selatan”, skripsi (UIN Syarif Hidayatullah, 2007), hlm 39.
menunjuk pada dua keadaan konkret, yaitu pertama, adanya kejadian
tertentu (perbuatan); dan kedua, adanya orang yang berbuat atau yang
menimbulkan kejadian itu. Pandangan yang memisahkan antara perbuatan
dan orang yang melakukan hal tersebut sering disebut dengan pandangan
dualisme.65
Berdasarkan pengertian perbuatan pidana tersebut di atas, dapat
disimpulkan bahwa perbuatan pidana merupakan suatu perbuatan yang
berisi larangan untuk tidak melakukan sesuatu secara melawan hukum
dengan kesalahan dan diberikan sanksi, baik dalam Undang-Undang
maupun dalam Peraturan Daerah.66
b) Pengertian Turut Serta
Kata penyertaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
berarti proses, cara, perbuatan menyertai atau menyertakan.67 Hal tersebut
menjelaskan bahwa ada dua orang atau lebih yang melakukan suatu tindak
pidana atau dengan kata lain dua orang atau lebih turut mewujudkan suatu
tindak pidana.68
Secara luas dapat disebutkan bahwa:
Seseorang turut serta mengambil bagian dalam hubungannya
dengan orang lain, untuk mewujudkan suatu tindak pidana,
mungkin jauh sebelum terjadinya hal tersebut (misalnya:
merencanakan), dekat sebelum terjadinya (seperti menyuruh atau
menggerakkan untuk melakukan, memberikan keterangan atau
65 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm
71. 66 Rahman Syamsuddin, Mengenal Hukum Indonesia, hlm 197. 67 http://kbbi.web.id/penyertaan.com(akses tanggal 25 februari 2020) 68 Kanter, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia dan Penerapannya, (Jakarta: Storia
Mengenai turut serta dalam melakukan perbuatan jarimah, dalam hukum
Islam ada dua bentuk penyertaan dengan pertanggungjawaban dari masing-
masing bentuk penyertaan tersebut, yang pembagiannya sebagai berikut:
Pertama, turut berbuat jarimah langsung. Kedua, turut berbuat jarimah tidak
langsung. Jika dilihat kedua bentuk tersebut diatas dapat dilihat penjelasan
dibawah ini:
1. Turut berbuat jarimah langsung (isytirakul al-mubasyir)
Perbuatan jarimah secara langsung dalam pelaksananaannya terbagi
menjadi dua bentuk, yakni: pertama, pelaku jarimah berbuat secara kebetulan
(tawafuq) dan kedua adanya kesepakatan para pelaku untuk melakukan
kejahatan tersebut (tamalu).106 Oleh karena itu, dalam hal
pertanggungjawaban jarimah turut serta secara tawafuq, pelaku
bertanggungjawab tanpa dibebani hasil perbuatan yang dilakukan oleh orang
lain, seperti dijelaskan dalam Q.S. Al-An’am ayat 164 sebagai berikut:
Artinya:
“Katakanlah (Muhammad), Apakah (patut) aku akan mencari Tuhan
selain Allah. Padahal dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. Setiap
perbuatan dosa seseorang, dirinya sendiri yang bertanggungjawab.
Dan seseorang tidak akan memikul beban dosa orang lain. Kemudian
106 Mustofa Hasan, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah), (Bandung: Pustaka Setia, 2013),
hlm 227.
kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitahukannya
kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan.”107
Yang berarti bahwa orang yang melakukan suatu jarimah tersebut,
maka pertanggungjawaban hukumannya akan kembali pada dirinya sendiri
atau pembuat jarimah tersebut.
Berbeda dengan turut serta tamalu, semua pelaku turut serta dalam
berbuat jarimah, bertanggungjawab atas apa yang terjadi, sehingga
menetapkan hukumannya itu dipandang adil, seperti firman Allah Swt dalam
Q.S An-Nisa ayat 58 sebagai berikut:
Artinya:
“Sesungguhnya allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu
menetapkannya dengan adil. Sesungguhnya allah sebaik-baik yang
memberi pengajaran kepadamu. Sesungguhnya allah adalah maha
mendengar lagi maha melihat.”108
Maksud dari ayat tersebut bahwa pelaku jarimah secara tamalu, dalam
hal bahwa hukuman atas apa yang telah mereka lakukan harus dikenakan
secara adil tanpa terkecuali. Selain itu, sebagaimana diketahui bahwa pelaku
jarimah berbuat secara kesepakatan (tamalu), sudah tentu ia melakukan
dengan sengaja.
107 Kementerian Agama RI, Al-Quran Terjemah Tafsiryah, (Bandung: Syaamil, 2013), hlm
150 108 Ibid, hlm 87.
2. Berbuat jarimah secara tidak langsung (Isytirak Ghairi al-Mubasyir)
Setiap orang yang mengadakan perjanjian dengan orang lain untuk
melakukan suatu jarimah, menyuruh orang serta pembantuan. Sebagaimana
dalam hukum Islam menetapkan mengenai pertanggungjawaban terhadap
hukuman bagi pelaku turut serta berbuat jarimah tidak langsung yakni pidana
ta’zir109. Adapun jarimah yang ditentukan syara’ hanya jarimah hudud110,
qishas111, dan diyat112. Sebab, dalam turut serta melakukan jarimah tidak
langsung, tidak ditentukan oleh syara’ (baik bentuk maupun macam
hukumnya). Oleh karena itu, sanksi pelaku turut serta dalam berbuat jarimah
secara tidak langsung, maka hukumannya adalah ta’zir..113
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa pertanggungjawaban
dalam hukum Islam terhadap orang yang menyuruh melakukan adalah
dikenakan hukuman ta’zir. Sebagaimana diketahui bahwa hukuman ta’zir
yang sifatnya mendidik dimana pelakunya tidak dikenai had114. Ancaman
hukuman ta’zir ditentukan oleh penguasa atau dalam hal ini biasanya disebut
hakim untuk memberikan pelajaran bagi pelakunya. Dalam memberikan
hukuman tersebut berupa hukuman penjara, skorsing atau pemecatan, ganti
109 Ta’zir secara etimologi berarti menolak atau mencegah, yang bertujuan untuk mencegah
yang bersangkutan mengulangi kembali perbuatannya dan menimbulkan efek jera pada pelaku. 110 Hudud berarti sanksi-sanksi yang ditetapkan kadarnya untuk memenuhi hak Allah SWT. 111 Qishas adalah pembalasan yang sepadan atau setimpal dengan kadar kejahatan. 112 Diyat adalah harta yang dibebankan karena adanya tindak kriminal atau yang sering
disebut dengan denda. 113 Mustofa Hasan, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah), (Bandung: Pustaka Setia, 2013),
hlm 593. 114 Had adalah hukuman yang telah ditetapkan oleh syara’ dalam rangka mencegah seseorang
untuk melakukan tindakan kriminal yang menyebabkan timbulnya hukuman tersebut.
rugi, pukulan, teguran dengan kata-kata dan jenis hukuman lainnya akan
diberikan kepada pelakunya sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.115
B. Pertanggungjawaban Pidana Orang yang Menyuruh Melakukan Penganiayaan
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Tanggung jawab merupakan salah satu ciri dari manusia yang memiliki
adab. Manusia merasa bertanggung jawab karena ia menyadari akibat baik atau
buruk perbuatannya itu, dan menyadari pula bahwa ada pihak lain yang
memerlukan keadilan.116 Tanggung jawab timbul berdasarkan prinsip manusia
itu hidup bermasyarakat dan manusia tidak boleh berbuat semaunya terhadap
manusia lain, harus menghormati dan melindungi haknya maupun hak orang
lain.117
Pertanggungjawaban pidana adalah mengenakan hukuman terhadap
pembuat karena perbuatan yang melanggar larangan atau menimbulkan keadaan
yang terlarang. Pertanggungjawaban pidana ditentukan berdasarkan pada
kesalahan pembuat dan bukan hanya dengan dipenuhinya seluruh unsur tindak
pidana. Dengan demikian, kesalahan ditempatkan sebagai faktor penentu
pertanggungjawaban pidana. Pertanggungjawaban pidana mengandung makna
bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum,
sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang, maka orang tersebut patut
mempertanggungjawabkan perbuatan sesuai dengan kesalahannya.118 Dasar
115 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah cet ke-4, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2012), hlm 392. 116 http:/baguspemudaindonesia.blogdetik.com/2011/04/20,manusia-dan-tanngungjawab
(akses tanggal 20 juni 2019) 117 http:/mhaidarharif.wordpress.com/2012/05/02/manusia-dan-tanggungjawab (akses
tanggal 20 juni 2019) 118 Rachmat, Akuntasi Pemerintahan, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm 42.
pertanggungjawaban adalah kesalahan yang terdapat pada jiwa pelaku dalam
hubungannya dengan kelakuannya yang dapat dipidana berdasarkan
kejiwaannya itu pelaku dapat dicela karena kelakuannya itu.
Pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana merupakan konsep
sentral yang dikenal dengan ajaran kesalahan. Kesalahan dalam arti sempit dapat
berbentuk sengaja (opzet) atau lalai (culpa). Dalam bahasa latin ajaran kesalahan
ini disebut dengan sebutan “mens rea”. Doktrin mens rea dilandaskan pada suatu
perbuatan tidak mengakibatkan seseorang bersalah kecuali jika pikiran
seseorang itu jahat. Pertanggungjawaban pidana adalah penilaian apakah
seseorang tersangka/terdakwa dapat dipertanggungjawabkan atas suatu tindak
pidana yang terjadi.119
Seseorang tersangka atau terdakwa dapat dipertanggungjawabkan atas
suatu tindak pidana yang dilakukan dan dapat dipidana jika mempunyai
kesalahan, yakni apabila pada waktu melakukan perbuatan pidana, dilihat dari
segi masyarakat, dia dapat dicela, sebab dianggap dapat berbuat lain, jika
memang tidak ingin berbuat demikian. Pertanggungjawaban pidana pada
hakikatnya merupakan suatu mekanisme yang dibangun oleh hukum pidana
untuk bereaksi terhadap pelanggaran atas “kesepakatan menolak” suatu
perbuatan tertentu.120
Seseorang dapat dipidana jika orang tersebut telah melakukan perbuatan
yang bersifat melawan hukum, serta mempunyai kesalahan dan mampu