PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DI BAWAH UMUR DALAM KASUS PENCURIAN DITINJAU DALAM HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Analisis Putusan No:402/PID.SUS/ 2013/PN.TNG) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna MemperolehGelar Sarjana Hukum ( S.H ) Disusun oleh Dewi Rohmayanti 1114045000004 PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018/ 1439 H
96
Embed
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DI BAWAH UMUR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42991/1/DEWI... · DILAKUKAN ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DI BAWAH
UMUR DALAM KASUS PENCURIAN DITINJAU DALAM
HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
(Analisis Putusan No:402/PID.SUS/ 2013/PN.TNG)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu
Syarat Guna MemperolehGelar Sarjana Hukum ( S.H )
Disusun oleh
Dewi Rohmayanti
1114045000004
PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018/ 1439 H
ABSTRAK
Dewi Rohmayanti ( 11140450000041 ) “ Pertanggungjawaban Pidana Anak Dibawah Umur Dalam Kasus pencurian Ditinjau Dalam Hukum Islam dan Hukum Positif ( Analisi Putusan No. 402/PID.SUS/2013/PN.TNG).” Program Study Hukum Pidana Islam (JINAYAH ), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 2018 M/ 1439 H, Vii + 81 Halaman + 1 lampiran
Masalah utama dalam penelitian ini adalah bagaimana menetapakan tanggungjawab dalam melalui Diversi yang tidak diterapkan putusan Pengadilan Negeri Tangerang dengan Nomor 402/PID.SUS/2013/PN.TNG. Pengadilan Negeri Tangerang menvonis 5 bulan dan 15 Hari terhadap Zulfikar Alias Upi Bin Suhartono yang dinyatakan bersalah dalam kasus melakukan pencurian dengan menbayar denda sebesar Rp. 2.000.- dan penelitian bertujuan untuk mengtahui dari sistem peradilan pidana anak, dan tanggungjawab melakukan diversi di Indonesia dan beberapa negara serta hak anak dalam peraturan perundang-undangan dilingkungan Indonesia ini.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif-normatif. Dengan mengumpulkan berapa data yang dilakukan dengan kepustakaan dan menganalisa putusan kasus. Penulis melakukan identifikasi secara sistematik dari bahan hukum yang didapat, kemudian dianalisa secara deduktif, yaitu menganalisa bahan buku hukum yang bertolak belakang atau bahan hukum yang bersifat umum kemudian dikaji pada kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pada kasus Zulfikar Alias Upi Bin Suhartono seharusnya dilakukan secara diversi, anak seharusnya dikembalikan kepada orang tua /wali untuk di didik kembali dan di bimbing oleh Lembaga Penempatan Anak sementara ( LPKS ) bukan dipenjara, hal ini sesuai dengan pearturan pasa 6 Undang-Undang No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Kata Kunci : Cakap Hukum, Pencurian, Undang-Undang SPPA, Perlindungan Anak, Perkawinan,
Pembimbing 1 : Mustolih, SH, MH,CLA
Daftar pustaka : 1991 s.d 2016
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahiim...
Alhamdulillah, segala puji hanya untuk Allah yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas
akhir dalam menempuh studi Hukum Pidana Islam (Jinayah) Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sholawat serta salam tak lupa tercurahkan selalu kepada Baginda Nabi
Agung, Muhammad S.A.W yang telah membawa umatnya dari zaman jahiliyah
ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan dan kasih sayang.
Selanjutnya dalam proses penyusunan tugas akhir ini, penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah berjasa, yang
terhormat:
1. Dr. Phil. Asep Saepudin Jahar, M.A. selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. H. M. Nurul Irfan, M. Ag. selaku Kepala Program Studi Hukum Pidana
Islam (Jinayah).
3. Nur Rohim Yunus, LL. M selaku Sekretaris Program Studi Hukum Pidana
Islam (Jinayah).
4. Mustolih, SH, MH, CLA. selaku Dosen Pembimbing I dalam penulisan
skripsi dan telah memberikan masukan, arahan serta meluangkan waktunya
dengan penuh keikhlasan kepada penulis.
5. Seluruh Dosen dan Civitas Akademik Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Kepada orang tuaku yang tercinta, untuk BapakMawi yang telah hadir dalam
dalam hidupku dan selalu mendoakan anakmu ini, untuk ibu Enok Sopiyah
yang dengan ikhlas dan sabar tanpa henti kau selalu mendoakan anakmu ini
supaya sukses dalam menuntut ilmu, Kepada Kakak-kakak penulis Dadi
hidayat, Milah yuliani, Iis Aisyah, Mulyana, Komarudin, Ade Mulyana dan
Dina nupita yang selalu menberikan dukungan, motivasi, dan mengantarkan
penulis hingga menyelesaikan tugas akhir ini. Terimakasih atas kasih sayang,
v
bimbingan, dan pengorbanan yang tiada henti untuk penulis. Semoga Allah
selalu berkahi langkah kalian kapan dan dimana pun berada.
7. Teman-teman kelas Hukum Pidana Islam Angkatan 2014, terimakasih telah
menjadi teman dalam berprosesselama 4 (empat) tahun ini. Yang tidak saya
sebutkan satu persatu, kalian luar biasa.
8. Sahabat dan Senior PMII Komisariat Fakultas Syariah dan Hukum, telah
memberikan banyak pengalaman dan ilmu kepada penulis.
9. Sahabat setia seperti keluarga, KKN KEMBANG DESA syukran katsir telah
memberi warna dalam kehidupan penulis. Zahra, Tantri, Yessi, Irda, Ica,
Konsekuensi dari ketentuan Pasal 28B Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia perlu ditindak lanjuti dengan membuat kebijakan
pemerintah yang bertujuan untuk melindungi anak. 3
Perlindungan anak termuat dalam Pasal 66 UU Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia. Pertama, setiap anak berhak untuk tidak
dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan, dan hukuman yang tidak
manusiawi. Kedua, hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat
dijatuhkan pada pelaku pidana yang masih anak. Ketiga, setiap anak berhak
untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum. Keempat,
penangkapan, penahanan atau pidana penjara anakhanya boleh dilakukan
sesuai hukum yang berlaku dan hanya bisa dilaksanakan sebagai upaya
terakhir. Kelima, setiap anak yang dirampas kemerdekaanya berhak
mendapatkan perilaku secara manusiawi dan dengan memperhatikan
kebutuhan pengembangan pribadi sesuai dengan usia dan hanya
dipisahkan dengan orang dewasa. Keenam, setiap anak yang dirampas
kebebasannya berhak memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya
secara efektif pada setiap tahapan upaya hukum yang berlaku. Ketujuh, setiap
anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk membela diri dan
memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak
memihak dalam sidang yang tertutup untuk umum.4
Dalam Pasal 45 KUHP yang berisi mengenai kriteria dan umur anak
yang dapat diajukan ke sidang pengadilan karena kejahatan yang
dilakukannya adalah apabila anak tersebut telah mencapai umur 16 (enam
belas) Tahun.5 Sedangkan melihat pada Undang-Undang No.11 tahun 2012
Pasal (4) yang menetapkan batas umur anak yang dapat dijatuhi
hukuman atau sanksi pidana terdapat perbedaan. Dalam Pasal tersebut
3http://www.djpp.kemenkumham.go.id/harmonisasi-peraturan-lainnya/43-sosialisasi/571-sosialisasi-ruu-sistem-peradilan-pidana-anak.html diakses pada tgl 28 september 2017 jam. 16.50 .
4 Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice, (Bandung : PT Refika Aditama, 2009), h, 10.
5Soesilo, Kitab Undang-Undang Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum AcaraPidana , Bab III, Hal-Hal yang Menghapuskan, Menurangi atau Memberatkan Pidana Pasal 45, (Gama Press, 2008), h, 28.
4
diterangkan bahwa, (1) batas umur anak nakal yang dapat dijatuhkan ke
persidangan adalah sekurang-kurangnya berumur 8 (delapan) Tahun tapi
belum mencapai 18 (delapan belas) Tahun dan belum pernah kawin. (2)
dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana
dimaksud dalam pasal (1) dan diajukan kesidang pengadilan setelah anak
yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut, tetapi belum mencapai
umut 21( dua puluh satu ) tahun, tetap diajukan ke sidang anak.
Pengklasifikasian umur dalam peradilan anak akan menjadi sangat penting
dalam menentukan dapat tidaknya seseorang dijatuhi hukuman,
sertadapat tidaknya suatu tindak pidana pertanggungjawaban kepadanya
dalam lapangan kepidanaan.
Berbeda dengan Undang-undang No.11 tahun 2012 tentang sistem
peradilan pidana anak yang bertujuan untuk agar dapat terwujud peradilan
yang benar-benar menjamin perlindungan kepentingan terbaik terhadap anak
yang berhadapan dengan hukum. Pengadilan anak dinilai sudah tidak dan
belum secara komprehensif memberikan perlindungan khusus kepada anak
yang berhadapan dengan hukum. Adapun subtansi yang diatur dalam
Undang-undang sistem peradilan pidana anak antara lain mengenai
penempatan anak yang menjalani proses peradilan dapat ditempatkan
dilembaga pembinaan khusus anak (LPKA). Penjelasan Umum Undang-
undang sistem peradilan pidana anak. Yaitu Keadilan restoratif merupakan
suatu proses diversi, yaitu semua pihak yang terlihat dalam suatu tindak
pidana tertentu bersama-sama mengatasi masalah serta menciptakan suatu
kewajiban untuk menbuat segala sesuatunya menjadi lebih baik dengan
melibatkan korban, anak dan masyarakat dalam mencari solusi untuk
memperbaiki, rekonsilasasi dan menentramkan hati yang tidak berdasarkan
pembalasan.
Diversi adalah pengalihan penyeselaian perkara anak dari proses
peradilan pidana keproses diluar peradilan pidana. Diversi menurut dalam
pasal pasal 65 ayat a UU No. 11 tahun 2012, pembimbing kemasyarakatan
wajib membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan Diversi
5
melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak
selama proses Diversi dan pelaksanaan kesepakatan termasuk melaporkannya
kepada pengadilan apabila Diversi tidak dilaksanakan. Restorative Justice
adalah Penyelesaian pelanggaran hukum yang terjadi dilakukan dengan
membawa korban dan pelaku (tersangka) bersama-sama duduk dalam
satu pertemuan untuk bersama-sama berbicara.
Berbeda halnya dengan hukum pidana Islam, seorang anak tidak
akan dikenakan hukuman karena pencurian yang dilakukannya, karena tidak
ada beban tanggung jawab hukum terhadap seorang anak umur berapa
pun sampai dia mencapai umur dewasa (balîg), hakim hanya berhak
menegur kesalahannya atau menerapkan beberapa pembatasan baginya yang
akan membantu memperbaikinya dan menghentikannya dari membuat
kesalahan di masa yang akan datang. 6
Pertanggungjawaban pidana dapat diartikan sebagai pembebanan
seseorang dengan akibat perbuatan atau tidak adanya perbuatan yang
dikerjakannya dengan kemauan sendiri, dimana seseorang tersebut
mengetahui maksud dan akibat dari perbuatannya itu. Apabila hal tersebut
dalam arti pertanggungjawaban pidana terpenuhi, maka terdapat pula
pertanggungjawaban pidana. Dengan demikian orang gila, anak di bawah
umur, orang yang dipaksa dan terpaksa tidak dibebani pertanggungjawaban,
karena dasar pertanggungjawaban bagi mereka tidak ada.7
Pertanggungjawaban ini diartikan sebagai kekuatan berpikir
(idrak) dan pilihan (ikhtiar). Sehubungan dengan dua hal tersebut, maka
kedudukan anak dibawah umur berbeda-beda sesuai dengan perbedaan masa
yang dilaluinya dalam kehidupannya, semenjak dia lahir sampai di
mempunyai kedua perkara tersebut. Hukum pidana Islam mengampuni
anak-anak dari hukuman yang semestinya dijatuhkan bagi orang dewasa
kecuali jika dia telah balîg.
6 Abdur Rahman I, Tindak Pidana Dalam Syari’at Islam, diterjemahkan oleh Wadi Masturi, Syari’ah The Islamic Law, Cet ke-1, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992), h.
7Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h, 74.
6
Sementara dalam hukum Islam itu sendiri tidak memberi batasan
umur terhadap anak selain kata balîg, sebagai batas usia anak dianggap
dewasa, disamping banyaknya perbedaan pendapat di antara para ulama. Hal
ini menjadi sebuah persoalan karena akan menyulitkan bagi hakim dalam
menentukan hukuman kasus pencurian, sebab hukum pidana Islam
mengampuni anak-anak dari hukuman yang semestinya dijatuhkan bagi
orang dewasa kecuali jika dia telah balîg dan mukallaf (orang yang dibebani
hukum). Sedangkan batasan umur balîg sendiri tidak pasti berbeda-beda
dalam setiap diri seorang anak.
Permasalahan pertanggungjawaban anak di bawah umur dan
sanksi pemidanaannya menjadi perbincangan yang menarik untuk dibahas
mengingat terjadi ketidak seragaman baik dalam hukum Positif sendiri
maupun hukum pidanaIslam. Maka dalam penelitian ini, penulis tertarik
untuk mencoba menjelaskan dan menuangkan permasalahan ini dalam
skripsi dengan judul “PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DI
BAWAH UMUR DALAM KASUS PENCURIAN DITINJAU DALAM
HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF.(Analisis Putusan
No:402/PID.SUS/ 2013/PN.TNG
B. Identifikasi Masalah
1. Pencurian adalah mengambil barang hak milik orang lain secara tidak sah
tanpa seizin pemilik. Barang siapa mengambil suatu benda yang
seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki
secara melawan hukum.
2. Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang,
dan perpatisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusia, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
3. Hak Asasi Manusia adalah Seperangkat hak yang melekat pada hakikat
keberadaan manusia sebagai Mahluk tuhan Yang Maha Esa.
7
4. Diversi adalah pengalihan penyeselaian perkara anak dari proses
peradilan pidana keproses diluar peradilan pidana. Diversi menurut
dalam pasal pasal 65 ayat a UU No. 11 tahun.
5. Sanksi hukuman terhadap pelaku pencurian
6. Pandangan hukum pidana Islam dan hukum Positif terhadap pencurian
C. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang saya kemukakan
di atas. Maka penulisan skripsi ini menbatasi ruang lingkup penulisan
skripsi ini. hanya pada pertanggungjawaban pidana anak di bawah umur
dalam kasus pencurian. Dan bagaimana batas usia bagi anak yang
melanggar kasus pencurian disertai sanksi nya atau hukumannya, dan
dalam Undang-undang UU No 11 2012 tentang sistem peradilan pidana
anak. Dengan melakukan perbandingan hukum islam dan hukum positif.
dan menganalisi kasus .(Analisis Putusan No:402/PID.SUS/
2013/PN.TNG)
2. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, dapat dibuat
rumusan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimanapertimbangan hakim terhadap anak dalam putusan No.
402/ Pid.SUS/2013/PN.TNG?
b. Bagaimana batas usia pemindanan anak dalam pelaku pencurian
hukum Islam dan hukum Positif ?
c. Bagaimana pertanggungjawaban pidana pencurian yang dilakukan
anak di bawah umur menurut hukum positif dan hukum Islam?
8
D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu:
a. Untuk mengtahui tinjauan hukum islam dan hukum positif terhadap
putusan No. 402/Pid.SUS/2013/PN.TNG
b. Untuk mengtahui batas usia anak dan pertanggungjawaban pelaku
pencurian
c. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana pencurian yang
dilakukan oleh anak di bawah umur menurut hukum Islam dengan
hukum positif
2. Manfaat penelitian
Manfaat Teoritis
a. Mengembangkan wawasan dalam penerpan ilmu hukum serta
meningkatkan pengtahuan dibidang hukum islam dan hukum positif
b. Penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
pengembangan hukum khususnya yang berhubungan dengan
pertanggungjawaban pemnidanaan di Indonesia
Manfaat Praktis
a. Dengan penelitian ini diharapkan akan berguna bagi
pengembangan pemikiran di bidang hukum dan juga sebagai
kontribusi penyusun dalam bidang hukum Islam terutama
mengenai pertanggungjawaban pidanapencurian yang dilakukan
anak di bawah umur.
b. Sebagai sumbangan bagi pengembangan hukum Islam dan hukum
positif khususnya yang berkenaan dengan batas usia anak dan
pertanggungjawaban pidananya
9
E. Review Kajian Terdahulu
Dalam penelitian ini, penulis melakukan analisis pada kajian terdahulu
sebagai bahan pertimbangan dan perbandingan dalam penelitian ini. Adapun
kajian terdahulu yang menjadi acuan antara lain :
Skripsi karya oleh Muhammad Fakhruddin Zuhri yang berjudul
“Analisis Terhadap Batas Usia Dan Pertanggungjawaban Pidana Anak
Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak”.
Skripsi ini menjelaskan tentang bagaimana konseppertanggungjawaban
anak berdasarkan Undang-undang no. 3 tahun 1997 Tentang Pengadilan
Anak dan menurut hukum Islam dengan skripsi tersebut memberikan
gambaran bahwa ketentuan hukum terhadap pemenjaraan yang dilakukan
oleh pemerintah (aparat penegak hukum) atas kesalahan yang dilakukan anak
di bawah umur adalah sesuatu yang tidak dibenarkan dalam pandangan
hukum Islam. Dikarenakan anak dalam hukum Islam belum wajib
dikenakan pembebanan hukum (taklif).8
Imam Zamahsari, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pasal 26 UU
No. 3 Tahun 1997 Tentang Penjatuhan Pidana Bagi Anak Nakal”. Dalam
skripsi tersebut mengkaji tentang Pasal 26 UU No. 3 Tahun 1997 tentang
pidana anak nakal dalam perspektif hukum Islam. Dengan memakai metode
deskriptif analitis, dan menggali latar belakang serta substansi dari pasal
tersebut ditemukan bahwa penjatuhan pidana bagi anak nakal merupakan
sesuatu yang tepat karena sesuai dengan Pasal 5 ayat 1 Undang-undang Dasar
1945. Dari kajian yang dilakukan oleh si penulis, dapat dikatakan bahwa
berbagai macam persoalan yang terkait dengan anak nakal, maka Pasal 26
tersebut menjadi substansi penting dalam melindungi anak tersebut dan
secara yuridis formal tidak ada alasan bagi yudikatif untuk tidak menjalankan
dalam memberikan vonis bagi anak nakal yang terlibat pidana sesuai dengan
8Muhammad Fakhruddin Zuhri, Analisis Terhadap Batas Usia Dan Pertanggungjawaban Pidana Anak Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997Tentang Pengadilan Anak, Semarang: Iain Wali Songo, 2012.
10
UU tersebut. Adanya Pasal tersebut, secara substansi sangat berpengaruh
dalam melindungi kondisi psikologis anak.9
Tesis dari Novi Amalia Nugraheni, SH yang berjudul “Sistem
Pemidanaan Edukatif terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana”.30
Tulisan tersebut menitik beratkan pada kajiannya terhadap hakim dalam
pemberian hukuman yang sesuai terhadap anak. Hal ini dikarenakan pada
proses penjatuhan hukuman, hakim sering memberikan putusan yang
bersifat menghukum (punitive) ketimbang pemberian hukuman yang
bersifat mendidik sang anak tersebut. Padahal banyak sekali alternatif
hukuman yangdapat dipilih oleh para hakim selain menjatuhkan hukuman
penjara kepada anak nakal. Hukuman yang diberikan oleh hakim,
bagaimanapun juga akan mempengaruhi perkembangan anak pada waktu
yang akan datang. Oleh karenanya, sebisa mungkin hakim memberikan
hukuman yang tidak mengabaikan aspek-aspek perkembangan anak pada
masa mendatang.10
Penelitian yang disusun oleh penulis ini adalah
pertanggungjawabanpidana yang dilakukan oleh anak di bawah umur dengan
kasus pencurian menuru hukumIslam dan hukum positf.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian hukum
normatif. Metode penelitian hukum normatif adalah metode atau cara
yang digunakan dalam penelitian bahan pustaka yang ada dan sumber
datanya melalui penelitian buku yang relavan dengan persoalan
pertanggungjawaban pidana dalam kasus tindak pidana pencurian yang
dilakukan oleh anak di bawah umur. Norm-norma, kaidah-kaidah, atau
9mam Zamahsari, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pasal 26 UU No. 3 Tahun 1997 Tentang Penjatuhan Pidana Bagi Anak Nakal” Semarang: Iain Wali Songo, 2012.
10Novi Amalia Nugraheni, SH yang berjudul “Sistem Pemidanaan Edukatif terhadap
Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana”Semarang: Universitas Diponegoro, 2009.
11
asas-asas dalam prinsip yang terkandung dalam perudang-undangan,
landasan filosofi dan sosiologis dan yuridis.
2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis, yaitu
berusa memaparkan tentang batas usia dan pertanggungjawaban
pidananya menuruthukum positif dan hukum Islam. Selanjutnya data-
data yang ada, di uraikan dan di analisis dengan secermat mungkin
sehingga dapat ditarik kesimpulan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Karena penelitian ini adalah library research, maka pada
tahap pengumpulan data menggunakan bahan-bahan pustaka tentang
batas usia anak dan pertanggungjawaban pidananya. Hukum pidana
positif dan hukum pidana Islam yang relevan. Pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah menelaah terhadap bahan
pustaka yang bersifat:
a. Data primer yaitu : sumber data atau yang menjadi rujukan utama
penelitian ini adalah adalah pasal 1 ayat 1UU No. 23 tahun 2002
perbaharui UU No. 35 Tahun 2014Tentang Perlindungan Anak.
Pasal 66 Tentang Hak Asasi Manusia ( HAM ) UU No. 39 Tahun
1999 dan UU No.3 tahun 1997 tentang peradilan anak. Pasal 45 dalam
KUHP, UU No. 11 tahun 2012 sistem peradilan pidana anak.
b. Data sekunder yaitu: al-Qur’an, Kitab Undangundang Pidana, dan
Undang-undang. Selain itu untuk melengkapi data primer, juga
digunakan sumber-sumber berupa aturan hukum Islam dan hukum
positif, serta karya-karya hukum yang berkenaan dengan tindak
pidana pencurian yang dilakukan anak dibawah umur. Dan terdapat
juga buku-buku, jurnal, karya tulis ilmiah atau artikel yang berkaitan
dengan judul penelitian
4. Analisis Data
Metode analisis data yang biasanya digunakan adalah metode
kualitatif. Data skripsi ini menggunakan analisis kualitatif yakni menarik
12
kesimpulan secara deskriptif dan deduktif dan seluruh data yang
didapatkan akan diklasifikasikan dari bentuk yang bersifat umum
sehingga mendapatkan gambaran kesimpulan yang spesifik.
5. Metode penulisan
Penyusunan penelitian ini akan menggunakan metode penelitian
yang merujuk kepada Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas
Syari”ah dan Hukum. Universitas Islam Negeri ( UIN ) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk menggambarkan secara garis besar mengenai kerangka
pembahasan dalam penyusunan skripsi ini, maka perlu dikemukakan
sistematika pembahasannya. Dalam pembahasan skripsi ini, secara runtut
mencakup lima bab yaitu sebagai berikut:
Bab pertama berisi pendahuluan, yang di dalamnya menguraikan
tentang latar belakang masalah yang kemudian dirumuskan pokok masalah
yang menjadi kajian dalam skripsi Ini, tujuan dan kegunaan penelitian,
kerangka teoritik yang dipakai sebagai acuan dasar ketika melakukan
analisis terhadap data-data yangdikumpulkan, dan metode penelitian sampai
pada titik akhir pembahasan.
Bab kedua yang menguraikan tinjaun pemindanaan dan perlindungan
anak dalam hukum positif dan hukum islam
Bab ketiga, yang berisi tentang pengertian pencurian, pengertian anak
menurut hukum positif, batasan umur pertanggungjawaban menurut hukum
positif dan hukum positif.
Bab keempat, merupakan analisis bentuk perlidungan anak dan
batas usia pertanggungjawaban pidana menurut hukum Islam dan hukum
positif,persamaan dan perbedaan pertanggungjawaban pidana pencurian
yang di lakukan oleh anak di bawah umur.
13
Bab kelima, merupakan bab penutup. Pada bab ini penulis akan
menarik kesimpulan dan saran-saran mengenai yang telahdi bahas dan diteliti
dalam skripsi ini.
BAB II
KERANGKAN TEORI TENTANG PEMINDAAN ANAK DALAM HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM
A. Pemindaaan Anak dalam Hukum positif
Pengertian pemindaan diartikan secara luas sebagai suatu proses
pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim, maka dapatlah diartikan bahwa
sistem pemindaan mencakup keseluruhan perundang-undangan yang mengatur
bagaimana hukum pidana ditegakan atau dioperasikan secara konkret sehinga
seorang dijatuhi sanksi ( hukum pidana) ini berarti semua peraturan perundang-
undangan mengenai hukum pidana subtansif, hukum pidana formal dan hukum
pidana pelaksanaan pidana dapat dilihat sebagai satu kesatuan sistem pemindaan1.
Istilah kebijakan hukum pidana atau penal policy, berapa ahli hukum
berpendapat dalam hukum pidana, seperti Sudarto mengemukakan bahwa,
kebijakan hukum pidana mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai
dengan keadan dan situasi pada saat itu, kemudian badan-badan yang diberikan
wewenang oleh pemerintah untuk menetapkan peraturan-peraturan yang diterima
dan diekspersikan dalam untuk mencapai suatu yang dicita-citakan2.
Kebijakan pidana dalam penyeselaian perkara anak dapat dihindari
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak yaitu proses penyeselain perkara anak pelaku tindak
pidana melalui diversi dan keadilan restorative. Diversi disebut dilaksanakan jika
perbuatan yang dilakukan ancaman dengan pidana penjara dibawah 7 (tahun) dan
bukan pengulangan tidak pidana. melihat prinsip-prinsip tentang perlindungan
anak terutama prinsip mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak maka
diperlukan proses penyeselaian perkara diluar mekanisme pidana atau biasanya
disebut diversi, karena lembaga pemasyarakatan permasalahan anak dan justru
1 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, edisi ke-dua( P.T Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002). H. 129.
2 Sudarto, Hukum dan Hukum pidana, ( Alumni, Bandung, 1981).h. 159
14
15
didalam lembaga masyarakat rawan terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap hak
anak 3.
B. Pemindaan Anak dalam Hukum Islam
Dalam Hukum Islam itu sendiri pemindaan bagi seorang yang terbukti
melakukan tindak pidana. Tidak akan dikenakan sanksi apapun baik hukuman
hudud, qishas/diyat ataupun ta’zir pidana bagi anak-anak yang bersalah dalam
islam diberikan kepada orang tuanya, karena orang tua wajib mendidik anak-
anaknya agar menjadi orang yang lebih baik. Apabila anak menjadi penjahat
berarti orang tua tidak melaksanakan kewajiabannya dengan baik. Maka orang
tualah yang menaggung akibatnya, yaitu diberi sanksi karena kelalaianya.
Ketentuan dalam hukum islam, tidak ada pertanggungjawaban hukum atau
anak sampai dia mencapai usia puber. Qadhi hakim hanya untuk menegur
kesalahannya atau menetapkan beberapa pembatasan baginya yang menbantu
memperbaikinya dan menghentikan kesalahannya dimasa yang akan datang4. Bila
seorang anak mencuri, atau menbunuh sekalipun, ia tidak bisa dikenai sanksi
hukuman apapun. Bahkan, menurut Wahbah Zuhaili, dalam buku al-fiqh al-
Islamiy, mencatat, status perbuatan anak tersebut, dalam kategori fiqh, belum
termasuk tindakan kriminal (jinayah).
Berbeda konsep dengan pemindaan dalam hukum sekuler, Hukum Islam
memandang pemindaan merupakan suatu kepercayaan yang berasal dari petunjuk
Tuhan Yang ada dalam Al-qur’an. Islam menggariskan bahwa manusia diberi
kebebasan untuk bertindak dan pada dasarnya jiwa manusia itu sediri suci.
Manusia itu sendiri yang kemudian menetukan jalan yang ia pilih. Tujuan hukum
islam dari segi pembuat hukum ada tiga, yaitu keharusan berbuat atau tidak,
memilih antara melakukan atau tidak, dan melakukan atau tidak karena ada atau
tidaknya keharusan keberadan hukum tersebut. Ketiga tujuan ini diliaht dari segi
tingkat kepentingan bagi manusia, sehingga tujuan hukum islam dari segi
3 Marliana, Peradilan Pidana Anak: Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice, ( P.T Reftika Aditama, Bandung, 2009).h. 10
4 Abdurahman I. Doi, Tindak Pidana dalam syariat Islam, Alih bahasa Sulaiman Rasjid, CET ke 1, ( Rineka Cipta, Jakarta 1992). H. 16
16
pembuat hukum itu dapat dibagi kedalam tujuan primer( al-dharuriyah), sekunder
( al-hajjy) dan tujuan tersier (al-tahsiny). 5
C. Teori Pemindaan 1. Pemindaan Menurut Umum
Pemidanaan bisa diartikan sebagai tahap penetapan sanksi dan juga tahap
pemberian sanksi dalam hukum pidana. Kata “pidana” pada umumnya diartikan
sebagai hukum, sedangkan “pemidanaan” diartikan penghukuman. Doktrin
menbedakan hukum pidana materil dan hukum pidana formil.
Tirtamidjaja menjelaskan Hukum pidana Materill dan Hukum pidana Formil
sebagai berikut: 6
a. Hukum pidana materill adalah kumpulan aturan pidana yang menetukan
pelanggarana pidana, menetapkan syarat-syarat bagi pelanggar pidana untuk
dapat dihukum, menunjukan orang dapat dihukum dan dapat menetapkan
hukuman atas pelanggaran pidana.
b. Hukum pidana formil adalah kumpulan aturan hukum yang mengatur cara
mempertahankan hukum pidana materill terhadap pelanggaran yang
dilakukan orang-orang tertentu, atau dengan kata lain mengatur cara
bagaimana hukum pidana materill diwujudkan sehingga memperoleh
keputusan hakim serta mengatur cara melaksanakan putusan hakim.
c. Pemidanaan sebagai satu tindakan terhadap seorang penjahat, dapat
dibenarkan secara formal bukan terutama karena pemidanaan itu
mengandung konsekuensi-koneskuensi positif bagi terpidana, korban juga
orang lain dalam masyarakat. Karena itu teori ini disebut juga teori
konsekuensialisme. Pidana dijatuhkan bukan karena telah berbuat jahat
tetapi agar pelaku kejahatan tidak lagi berbuat jahat dan orang lain takut
melakukan kejahatan serupa.
Pernyataan di atas, terlihat bahwa pemidanaan itu sama sekali bukan
dimaksudkan sebagai upaya balas dendam melainkan sebagai upaya pembinaan
5 Mohd. din, Simulasi Pembangunan Hukum Pidana Nasional Dari Aceh Untuk Indonesia,( Unpad Press, Bandung, 2009 ). H. 78
6Leden Marpaun, Asas, Teori, Praktik Hukum Pidana. ( cet ke-2), ( Jakarta : Sinar Graftika, 2005,) H. 2.
17
bagi seorang pelaku kejahatan sekaligus sebagai upaya preventif terhadap
terjadinya kejahatan serupa. Pemberian pidana atau pemidanaan dapat benar-
benar terwujud apabila melihat beberapa tahap perencanaan sebagai berikut :
a. Pemberian pidana oleh pembuat undang-undang;
b. Pemberian pidana oleh badan yang berwenang;
c. Pemberian pidana oleh instansi pelaksana yang berwenang.
2. Jenis –jenis Pemindanaan
Hukum pidana indonesia mengenal 2 (dua) jenis pidana yang diatur dalam
Pasal 10 KUHP yakni :
1) Pidana Pokok
a. Pidana mati
b. Pidana penjara
c. Pidana kurungan
d. Pidana denda
2) Pidana Tambahan
a. Pencabutan hak-hak tertentu
b. Perampasan barang-barang tertentu
c. Pengumuman putusan hakim
Adapun mengenai kualifikasi urut-urutan dari jenis-jenis pidana tersebut
adalah didasarkan pada berat ringannya pidana yang diaturnya, yang terberat
adalah yang disebutkan terlebih dahulu. Keberadaan pidana tambahan adalah
sebagai tambahan terhadap pidana-pidana pokok , dan biasanya bersifat fakultatif
(artinya dapat dijatuhkan ataupun tidak). Hal ini terkecuali bagi kejahatan-
kejahatan sebagaimana tersebut dalam ketentuan Pasal 250 bis, 261 dan Pasal 275
KUHP menjadi bersifat imperatif atau keharusan.
3. Tujuan Pemindanann
Di indonesia sendiri, hukum positif belum pernah merumuskan tujuan
pemidanaan. Selama ini wacana tentang tujuan pemidanaan tersebut masih dalam
tataran yang bersifat teoritis. Namun sebagai bahan kajian, Rancangan KUHP
18
Nasional telah menetapkan tujuan pemidanaan pada Buku Kesatu Ketentuan
Umum dala Bab II dengan judul Pemidanaan, Pidana dan Tindakan.
Tujuan pemidanaan menurut Wirjono Prodjodikoro (1989 : 16), yaitu :
a. Untuk menakut-nakuti orang jangan sampai melakukan kejahatan baik secara
menakut-nakuti orang banyak (generals preventif) maupun menakut-nakuti
orang tertentu yang sudah melakukan kejahatan agar dikemudian hari tidak
melakukan kejahatan lagi (speciale preventif)
b. Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang melakukan kejahatan
agar menjadi orang-orang yang baik tabiatnya sehingga bermanfaat bagi
masyarakat.
Tujuan pemidanaan itu sendiri diharapkan dapat menjadi sarana
perlindungan masyarakat, rehabilitasi dan resosialisasi, pemenuhan pandangan
hukum adat, serta aspek psikologi untuk menghilangkan rasa bersalah bagi yang
bersangkutan. Meskipun pidana merupakan suatu nestapa tetapi tidak
dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan martabat manusia.
P.A.F. Lamintang (1984 : 23) menyatakan :Pada dasarnya terdapat tiga pokok
pemikiran tentang tujuan yang ingin dicapai dengan suatu pemidanaan, yaitu :
a. Untuk memperbaiki pribadi dari penjahat itu sendiri
b. Untuk membuat orang menjadi jera dalam melakukan kejahatan-kejahatan,
dan
c. Untuk membuat penjahat-penjahat tertentu menjadi tidak mampu untuk
melakukan kejahatan-kejahatan yang lain, yakni penjahat yang dengan
cara-cara yang lain sudah tidak dapat diperbaiki lagi.
Dari kerangka pemikiran di atas, melahirkan beberapa teori tentang tujuan
pemidanaan. Pada umumnya teori-teori pemidanaan terbagi atas tiga. Pada bagian
ini penulis akan menguraikan teori tersebut sebagai berikut :
a) Teori Absolut atau Teori pembalasan (Vergeldings Theorien)
Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah
melakukan kejahatan atau tindak pidana. Teori ini diperkenalkan oleh Kent dan
19
Hegel. Teori Absolut didasarkan pada pemikiran bahwa pidana tidak bertujuan
untuk praktis, seperti memperbaiki penjahat tetapi pidana merupakan tuntutan
mutlak, bukan hanya sesuatu yang perlu dijatuhkan tetapi menjadi keharusan,
dengan kata lain hakikat pidana adalah pembalasan (revegen). Sebagaimana yang
dinyatakan Muladi bahwa :7
Teori absolut memandang bahwa pemidanaan merupakan pembalasan atas
kesalahan yang telah dilakukan sehingga berorientasi pada perbuatan dan terletak
pada terjadinya kejahatan itu sendiri. Teori ini mengedepankan bahwa sanksi
dalam hukum pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan
sesuatu kejahatan yang merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu
pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan sehingga sanksi bertujuan
untuk memuaskan tuntutan keadilan.
Dari teori tersebut di atas, nampak jelas bahwa pidana merupakan suatu
tuntutan etika, di mana seseorang yang melakukan kejahatan akan dihukum dan
hukuman itu merupakan suatu keharusan yang sifatnya untuk membentuk sifat
dan merubah etika yang jahat ke yang baik.
Menurut Vos Andi Hamzah, bahwa :8
Teori pembalasan absolut ini terbagi atas pembalsan subyektif dan
pembalasan obyektif. Pembalasan subyektif adalah pembalasan terhadap
kesalahan pelaku, sementara pembalasan obyektif adalah pembalasan terhadap
apa yang telah diciptakan oleh pelaku di dunia luar.
b) Teori Relatif atau Tujuan (Doel Theorien)
Teori relatif atau teori tujuan, berpokok pangkal pada dasar bahwa pidana
adalah alat untuk menegakkan tata tertib (hukum) dalam masyarakat. Teori ini
berbeda dengan teori absolut, dasar pemikiran agar suatu kejahatan dapat dijatuhi
hukuman artinya penjatuhan pidana mempunyai tujuan tertentu, misalnya
memperbaiki sikap mental atau membuat pelaku tidak berbahaya lagi, dibutuhkan
7Zainal Abidin, Hukum Pidana I , CET ke -2 ( jakarta, Sinar Grafika, 2007, ) h. 11. 8Andi Hamzah, Terminologi Hukum Pidana, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2009) H.27.
20
proses pembinaan sikap mental atau membuat pelaku tidak berbahaya lagi,
dibutuhkan proses pembinaan sikap mental.
Menurut Muladi tentang teori ini bahwa :9
Pemidanaan bukan sebagai pembalasan atas kesalahan pelaku tetapi sarana
mencapai tujuan yang bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju
kesejahteraan masyarakat. Sanksi ditekankan pada tujuannya, yakni untuk
mencegah agar orang tidak melakukan kejahatan, maka bukan bertujuan untuk
pemuasan absolut atas keadilan.
Dari teori ini muncul tujuan pemidanaan yang sebagai sarana pencegahan,
baik pencegahan khusus (speciale preventie) yang ditujukan kepada pelaku
maupun pencegahan umum (general preventie) yang ditujukan ke masyarakat.
Teori relatif ini berasas pada tiga tujuan utama pemidanaan yaitupreventif,
detterence, dan reformatif. Tujuan preventif (prevention) untuk melindungi
masyarakat dengan menempatkan pelaku kejahatan terpisah dari masyarakat.
Tujuan menakuti (detterence) untuk menimbulkan rasa takut melakukan
kejahatan, baik bagi individual pelaku agar tidak mengulangi perbuatanya,
maupun bagi publik sebagai langkah panjang. Sedangkan tujuan perubahan
(reformation) untuk mengubah sifat jahat si pelaku dengan dilakukannya
pembinaan dan pengawasan, sehingga nantinya dapat kembali melanjutkan
kebiasaan hidupnya sehari-hari sebagai manusia yang sesuai dengan nilai-nilai
yang ada di masyarakat.
c) Teori Gabungan/modern (Vereningings Theorien)
Teori gabungan atau teori modern memandang bahwa tujuan pemidanaan
bersifat plural, karena menggabungkan antara prinsip-prinsip relatif (tujuan) dan
absolut (pembalasan) sebagai satu kesatuan. Teori ini bercorak ganda, dimana
pemidanaan mengandung karakter pembalasan sejauh pemidanaan dilihat sebagai
suatu kritik moral dalam menjawab tindakan yang salah. Sedangkan karakter
9Zainal Abidin, Hukum Pidana I , CET ke -2 ( jakarta, Sinar Grafika, 2007, ) H.11.
21
tujuannya terletak pada ide bahwa tujuan kritik moral tersebut ialah suatu
reformasi atau perubahan perilaku terpidana di kemudian hari.Teori ini
diperkenalkan oleh Prins, Van Hammel, Van List (Djoko Prakoso, 1988 :47)
dengan pandangan sebagai berikut :
• Tujuan terpenting pidana adalah membrantas kejahatan sebagai suatu
gejala masyarakat.
• Ilmu hukum pidana dan perundang-undangan pidana harus memperhatikan
hasil studi antropologi dan sosiologis.
• Pidana ialah suatu dari yang paling efektif yang dapat digunakan
pemerintah untuk memberantas kejahatan. Pidana bukanlah satu-satunya
sarana, oleh karena itu pidana tidak boleh digunakan tersendiri akan tetapi
harus digunakan dalam bentuk kombinasi denga upaya sosialnya.
Dari pandangan diatas menunjukkan bahwa teori ini mensyaratkan agar
pemidanaan itu selain memberikan penderitaan jasmani juga psikologi dan
terpenting adalah memberikan pemidanaan dan pendidikan. Dari uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pemidanaan, yaitu dikehendakinya suatu
perbaikan-perbaikan dalam diri manusia atau yang melakukan kejahatan-
kejahatan terutama dalam delik ringan. Sedangkan untuk delik-delik tertentu yang
dianggap dapat merusak tata kehidupan sosial dan masyarakat, dan dipandang
bahwa penjahat-penjahat tersebut sudah tidak bisa lagi diperbaiki, maka sifat
penjeraan atau pembalasan dari suatu pemidanaan tidak dapat dihindari.
4. Pengertian Sistem Peradilan Pidana Anak
Istilah Sistem Peradilan Pidana Anak merupakan terjemah dari istilah The
Juvenile Justice System, yaitu suatu istilah yang digunakan sedefinsikan dengan
sejumlah Institusi yang bergabung dalam pengadilan, yang melipuit polisi, jaksa
penuntut umum dan penasihat hukum, lembaga pengawasan, pusat-pusat
penahaan anak, dan fasilitas-fasilitas pembinaan anak.10
10M. Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk di Hukum, ( jakarta, Sinar Grafika, 2013) h.43.
22
Didalam kata sistem peradilan piadana anak, terdapat istilah “ Sistem
Peradilan Pidana Anak” dan istilah kata anak, kata “anak” dalam frasa “ sistem
peradilan pidana anak” meski dicantumkan, karena untuk menbedakan dengan
sistem peradilan pidana anak dewasa, Sebagaimana telah dibahas pada bab
sebelumnya, bahwa dalam sistem peradilan pidana anak, apabila mengacu pada
UU No. 3 Tahun 1999 tentang pengadilan anak, maka yang dimaksud anak adalah
anak nakal, yakni yang melakukan tindak pidana, atau pun anak yang melakukan
perbuatan terlarang bagi anak-anak. 11 Definsi tersebut mengandung permasahan
secara teroretis yakni mencampurkan tindak pidana dengan perbuatan yang
dilarang, sehingga mengakibatkan penafisiran yang tidak tunggal. Pada pratiknya,
aparat penegak hukum bisa menangkap seorang anak yang hanya menempel
temannya dengan seekor lebah, padahal tersebut tidak perlu ditangkap, melainkan
bisa selesai melalaui jalan kekeluargaan. Permasalahan definsi tersebut jelas
bermasalah, sehingga diperbaiki dalam UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak, bahwa yang dimaksud anak dalam sistem peradilan
pidana anak adalah anak yang berkonflik dengan hukum.
Sistem Peradilan Pidana Anak merupakan sistem peradilan pidana, maka
dalam menberikan pengertian sistem peradilan pidana anak, terlebih dahulu
djelaskan mengenai sistem peradilan pidana. Sistem peradilan pidana ( criminal
justice system ) menunjukan mekanisme kerja dalam penanggulangan kejahatan
dengan menggunakan dasar “ pendekatan sistem”
Menurut Muladi, sistem peradilan pidana merupakan suatu jaringan (
network ) peradilan yang menggunakan hukum pidana sebagai sarana utamanya,
baik maupun hukum pidana materill, hukum pidana formil maupun hukum
pelaksanaan pidana. 12 sedangkan pengertian crimnal Justice system adalah
interkoneksi antara keputusan dari setiap instansi yang terlibat dalam proses
peradillan pidana.
Pada akhirnya UU Sistem Peradilan Pidana Anak menberikan defisni
berupa keseluruhan proses penyeselaian perkara anak yang berhadapan dengan
11 Mengacu pada pasal 1 angka (2) No.3 Tahun 1999 tentang pengadilan Anak. 12Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, ( semarang: badan penerbit
Universitas Diponegoro, 2002 ) h. 4.
23
hukum, mulai tahap penyeldikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah
menjalani perkara.
a. Tujuan Sistem Peradilan Pidana Anak
Gordon Bazemore menyatakan bahwa tujuan sistem peradilan pidana anak
( SPPA ) berbeda-beda, tergantung pada paradigma sistem peradilan pidana anak
yang dianut. Terdapat tiga paradigma peradilan pidana yang terkenal, yakni: 13
1) Tujuan SPPA dengan Paradigma Pembinaan Individu
Yang dipentingkan adalah penekanan pada permasalahan yang dihadapi
pelaku, bukan pada perbuatan yang diakibatkan. Tanggung jawab ini terletak pada
tanggung jawab sistem dalam memenuhi kebutuhan pelaku. Penjatuhan sanksi
dalam sistem peradilan pidana anak dengan paradigma pembinaan individual,
adalah sanksi ditonjokan pada indikator hal-hal yang berhubungan dengan apakah
pelaku diidentifikasi, apakah pelaku telah diminta untuk dibina dalam program
pembinaan khsusus dan sejauh program dapat diselesaikan. Putusan ditekankan
pada perintah pemberiaan program untuk diterapi dan pelayaan. Fokus utama
pada pengidentifikasikan pelaku dan pengembangan pendekatan positis untuk
mengkoreksi masalah. Kondisi delinkuensi ditetapkan dalam rangka pembinaan
pelaku. Pelaku dianggap tak berkompeten dan tak mampu berbuat rasional tanpa
campur tangan terapilik. Pada umumnya pelaku perlu dibina,, karena pelaku akan
memperoleh keuntungan dan campur tangan terapilik
Pencapaian tujuan diketahui dengan melihat apakah pelaku bisa
menghindari pengaruh jejak dari orang/lingkungan tertentu, apakah pelaku
mematuhi aturan dari pembina, apakah pelaku hadir berperan serta pembinaan,
apakah pelaku menunjukan kemajuan dalam sikap dan seft control, apakah ada
kemajuan dalam interaksi dengan keluarga. Yang diutamakan dalam pratek adalah
konsuling kelompok dan keluarga: paket kerja probation ialah disusun, dan
aktivitas rekeasi, yang telah berlangsung, menurut sistem peradilan pidana dengan
13M. Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk di Hukum, ( jakarta, Sinar Grafika, 2013) h.45-47.
24
paradigma pembinaaan individual, maka agar perlindungan masyarakat secara
langsung, bukan bagian fungsi paradigma anak.
2) Tujuan SPPA dengan Paradigma Retributif
Ditentukan pada saat pelaku dijatuhi pidana. Tujuan dijatuhi sanski
tercapai dilihat dengan kenyataan apakah pelaku telah dijatuhi pidana dan dengan
pemidanaan yang tepat, pasti, setimpal serta adil. Bentuk pemidanaan berupa
penyekapan, pengawasan elektronik, sanksi punitif denda, dan fee. Untuk
menciptakan perlindungan masyarakat dilakukan dengan pengawasan sebagai
strategis terbaik, seperti penahanan, penyekapan, dan pengawasan elektronik.
Keberhasilan perlindungan masyarakat dengan dilihat pada keadaan apakah
pelaku telah ditahan, apakah residivius berkurang dengan pencegahan atau
penahanan.
3) Tujuan SPPA dengan Paradigma Restoratif
Ada asumsi dalam sistem peradilan pidana anak dengan paradigma
restoratif, bahwa di dalam mencapai tujuan pejatuhan sanksi, maka diikut sertakan
korban untuk berhak aktif terlibat dalam proses peradilan. Indikator pencapaian
tujuan penjatuhan sanksi tercapai dengan dilihat pada apakah korban telah
direstorasi, kepuasanan korban, besar ganti rugi, kesadaran pelau atas perhatian,
jumlah kesepakatan perbaikan yang dibuat, kualitas pelayaan kerja dan
keseluruhan proses yang terjadi bentuk-bentuk sanksi yaitu restitusi, mediasi
pelaku korban, pelayaan korban, restorasi masyarakat, pelayaan langsung pada
korban atau denda restoratif.
Dalam pasal 2 UU No. 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana
anak dilaksanakan berdasarkan atas :
• pelindungan;
• keadilan;
• nondiskriminasi;
• kepentingan terbaik bagi Anak;
25
• penghargaan terhadap pendapat Anak;
• kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak;
• pembinaan dan pembimbingan Anak;
• proporsional;
• perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir; dan
• penghindaran pembalasan.
b. Diversi
Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses
peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.14
Restorative Justice adalah Penyelesaian pelanggaran hukum yang
terjadi dilakukan dengan membawa korban dan pelaku (tersangka) bersama-
sama duduk dalam satu pertemuan untuk bersama-sama berbicara.
Sistem Peradilan Pidana Anak (Juvenile Justice System) adalah segala
unsur sistem peradilan pidana yang terkait di dalam penanganan kasus-kasus
kenakalan anak. Pertama, polisi sebagai institusi formal ketika anak nakal
pertama kali bersentuhan dengan sistem peradilan, yang juga akan
menentukan apakah anak akan dibebaskan atau diproses lebih lanjut. Kedua,
jaksa dan lembaga pembebasan bersyarat yang juga akan menentukan apakah
anak akan dibebaskan atau diproses ke pengadilan anak. Ketiga, Pengadilan
Anak, tahapan ketika anak akan ditempatkan dalam pilihan-pilihan, mulai dari
dibebaskan sampai dimasukkan dalam institusi penghukuman. Sehubungan
dengan hal ini, Muladi yang menyatakan bahwa criminal justice
systemmemiliki tujuan untuk : (i) resosialisasi dan rehabilitasi pelaku tindak
pidana; (ii) pemberantasan kejahatan; (iii) dan untuk mencapai kesejahteraan
sosial. Berangkat dari pemikiran ini, maka tujuan sistem peradilan pidana anak
terpadu lebih ditekankan kepada upaya pertama (resosialiasi dan rehabilitasi) dan
ketiga (kesejahteraan sosial). Namun upaya lain diluar mekanisme pidana atau
14http:// doktormarlina.htm Marlina,Penerapan Konsep Diversi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana dalam Sistem Peradilan Pidana Anak .Diakses hari selasa tanggal 16 januari 2018pukul 18.00 wib.
26
peradilan dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya metode
Diversi dan Restorative Justice.
Diversi adalah pengalihan penanganan kasus kasus anak yang diduga telah
melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat.
Pendekatan diversi dapat diterapkan bagi penyelesaian kasus-kasus anak yang
berkonflik dengan hukum.
Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah :
• Untuk menghindari anak dari penahanan;
• Untuk menghindari cap/label anak sebagai penjahat;
• Untuk mencegah pengulangan tindak pidana yang dilakukan oleh
anak; Agar anak bertanggung jawab atas perbuatannya;
• Untuk melakukan intervensi-intervensi yang diperlukan bagi
• Korban dan anak tanpa harus melalui proses formal
• Menghindari anak mengikuti proses sistem peradilan;
• Menjauhkan anak dari pengaruh dan implikasi negatif dari proses
peradilan.
Program diversi dapat menjadi bentuk restoratif justicejika :
• Mendorong anak untuk bertanggung jawab atas perbuatannya;
• Memberikan kesempatan bagi anak untuk mengganti kesalahan
• yang dilakukan dengan berbuat kebaikan bagi si korban;
• Memberikan kesempatan bagi si korban untuk ikut serta dalam
proses;
• Memberikan kesempatan bagi anak untuk dapat mempertahankan
hubungan dengan keluarga;
• Memberikan kesempatan bagi rekonsiliasi dan penyembuhan dalam
masyarakat yang dirugikan oleh tindak pidana.15
1) Tujuan Penerapan Konsep Diversi
15http:// Blog pada WordPress.com. Anjar's Blog. KONSEP DIVERSI DAN RESTORATIVE JUSTICE. Diakses hari sabtu tanggal 20 januari 2018 pukul 13.00 wib
27
Prinsip utama pelaksanaan konsep diversi yaitu tindakan Persuasif atau
pendekatan non penal dan memberikan kesempatan kepada seseorang untuk
memperbaiki kesalahan Petugas dalam melaksanakan diversi menunjukkan
pentingnya ketaatan kepada hukum dan aturan. Petugas melakukan diversi
dengan cara pendekatan persuasif dan menghindari penangkapan yang
menggunakan tindakan kekerasan dan pemaksaan untuk mengalihkan suatu
kasus dari proses formal ke proses informal. Proses pengalihan ditujukan
untuk memberikan perlindungan terhadap anak yang berkonflik dengan
hukum.
Diversi berupaya memberikan keadilan kepada kasus anak yang telah
terlanjur melakukan tindak pidana sampai kepada aparat penegak hukum sebagai
pihak penegak hukum. Kedua keadilan tersebut dipaparkan melalui sebuah
penelitian terhadap keadaan dan situasi untuk memperoleh sanksi atau
tindakan yang tepat (appropriate treatment)Tiga jenis pelaksanaan program
diversi yaitu:
• Pelaksanaan kontrol secara sosial (social control orientation), yaitu
aparat penegak hukum menyerahkan pelaku dalam tanggung jawab
pengawasan atau pengamatan masyarakat, dengan ketaatan pada
persetujuan atau peringatan yang diberikan. Pelaku menerima tanggung
jawab atas perbuatannya dan tidak diharapkan adanya kesempatan
kedua kali bagi pelaku oleh masyarakat.
• Pelayanan sosial oleh masyarakat terhadap pelaku (social service
orientation), yaitu melaksanakan fungsi untuk mengawasi,
mencampuri, memperbaiki dan menyediakan pelayanan pada pelaku
dan keluarganya. Masyarakat dapat mencampuri keluarga pelaku untuk
memberikan perbaikan atau pelayanan.
• Menuju proses restorative justiceatau perundingan (balanced or restorative
justice orientation), yaitu melindungi masyarakat, memberi kesempatan
pelaku bertanggung jawab langsung pada korban dan masyarakat dan
membuat kesepakatan bersama antara korban pelaku dan masyarakat.
28
Pelaksanaannya semua pihak yang terkait dipertemukan untuk
bersama-sama mencapai kesepakatan tindakan pada pelaku
2) Pelaksanaan Diversi
Pelaksanaan diversi dilatarbelakangi keinginan menghindari efek
negatif terhadap jiwa dan perkembangan anak oleh keterlibatannya dengan
sistem peradilan pidana.Pelaksanaan diversi oleh aparat penegak hukum
didasari oleh kewenangan aparat penegak hukum yang disebut discretionatau
dalam bahasa Indonesia diskresi.
Dengan penerapan konsep diversi bentuk peradilan formal yang ada
selama ini lebih mengutamakan usaha memberikan perlindungan bagi anak
dari tindakan pemenjaraan. Selain itu terlihat bahwa perlindungan anak
dengan kebijakan diversi dapat dilakukan di semua tingkat peradilan mulai dari
masyarakat sebelum terjadinya tindak pidana dengan melakukan
pencegahan.Setelah itu jika ada anak yang melakukan pelanggaran maka tidak
perlu diproses ke polisi.
Selanjutnya jika anak yang melakukan pelanggaran sudah terlanjur
ditangkap oleh polisi dalam setiap pemeriksaan peradilan untuk dapat
melekukan diversi dalam bentuk menghentikan pemeriksaan demi
pelindungan terhadap pelaku anak. Kemudian apabila kasus anak sudah
sampai di pengadilan, maka hakim dapat mengimplementasikan ide diversi
demi kepentingan pelaku anak tersebut yang sesuai dengan prosedurnya dan
diutamakan anak dapat dibebaskan dari pidana penjara. Terakhir bila anak
sudah terlanjur berada di dalam penjara, maka petugas penjara dapat
membuat kebijakan diversi terhadap anak sehingga anak dapat di limpahkan ke
lembaga sosial, atau sanksi alternatif yang berguna bagi perkembangan dan masa
depan anak tapi diversi untuk mengeluarkan dari sistem peradilan. Satu hal
utama dari bentuk ini yaitu sikap kehati-hatian dari polisi, dimana anak muda
yang telah ditangani polisi hanya diberikan peringatan lisan dan tertulis,
29
setelah itu anak akan dilepas dan merupakan akhir dari permasalahan
terkecuali kalau anak tersebut melakukan pelanggaran selanjutnya
(mengulangi) maka akan dilakukan proses lanjutan.
Selanjutnya untuk membedakan dan menentukan mana yang baik dan
buruk bagi dalam melakukan perbuatan melanggar hukum adalah tindakan
yang menyangkut aspek moral dan kejiwaan. Tanpa memiliki kekeuatan
moral dan kejiwaan ini, seseorang tidak dapat diminati
pertanggungjawabannya hukum atas tindakan yang dilakukan serta adanya unsur
kesalahan, artinya apakah benar anak melakukan perbuatan yang dapat
dipidana atau dilarang oleh Undang-Undang. Hal ini untuk menghidari asas
Green Straf Zonder Schuld (tidak ada pidana, jika tidak ada kesalahan)
kemudian dapat dibedakan juga mengenai keakurasian alat bukti yang
diajukan penuntut umum dan terdakwa untuk membuktikan kebenaran surat
dakwaan. Alat bukti ini, minimal harus dua, jika tidak terpenuhi, terdakwa tidak
dapat dipidana hal tersebut sesuai dengan KUHP (Pasal 184). Hal ini sesuai
dengan asas unus testis nullus testisartinya suatu alat bukti bukanlah suatu alat
bukti.
3) Dasar Hukum dalam Penerapan Diversi Menurut Hukum Perlindungan
Anak
Penahanan yang dilakukan terhadap anak tetap berpedoman kepada
aturan hukum mengenai hak anak yang tercantum dalam aturan yang ada
mengenai hak anak yaitu konvensi hak anak, UU Pengadil nak dibedakan
tempat penahannya dengan orang dewasa pemenuhan fasilitas yang melindungi
perkembangan anak, pendidikan, hobi, akses dengan keluarga, perlindungan
hak propesi anak, pelindungan dari penyiksaan dan perlakuan fisik dan mental
dan proses peradilan yang singkat dan cepat.
Anak ditentukan berdasarkan perbedaan umur anak, yaitu bagi anak
yang masih di 8 – 18 tahun dan melakukan tindak pidana setelah melampaui
30
batas usia 18 tahun hal tersebut sesuai dengan UU Perlidungan Anak, hak
asasi manusia dan Beijing Rulis.16
Berumur 8 (delapan) tahun sampai 12 (dua belas) tahun hanya dapat
dikenakan tindakan, seperti dikembalikan kepada orang tuanya, ditempatkan
pada organisasi social atau diserahkan kepada Negara,sedangkan terhadap anak
yang telah mencapai umur diatas umur 12 (dua belas) tahun sampai 18
(delapan belas) tahun dijatuhkan pidana Pembedaan perlakuan tersebut
didasarkan atas pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, sosiologi,
psikologis, pedegogis(pendidikan) sosial anak. Dasar pertimbangan ini dalam
pertimbangan.
Pemindanaan anak di bawah umur tidaklah relevan kalau
menggunakan tiga teori klasik yaitu :
• Teori absolute atau pembalasan yaitu dalam teori pembalasan
diharapkan dapat menjarakan pelaku tindak pidana
• Teori relative atau tujuan yaitu tidak seluruhnya dapat
dikesampingkan dalam pemindanaananak di bawah umur sebab teori
ini tidak saja masih mempertimbangkan kepentingan pelaku, korban,
masyarakat tetapi juga kepentingan masa depan pelaku, termasuk juga
memberikan pendidikan terhadap anak agar menjadi insaf dan sadar, tidak
mau mengulangi lagi perbuatannya dan dapat menjadi manusia yang baik.
• Teori gabungan atau konvergensi yaitu teori yang mengambil dari teori
pembalasan dan teori relative di atas, jelas tidak relevan lagi dengan teori
pemindanaan pada saat sekarang, karena dalam teori yang masih berlaku
toeri pembalasan yang hanya memandang kejadian masa lampau tanpa
memandang kepentingan masa depan pelaku tindak pidana yang
acapkali menimbulkan penderitaan tanpa batas.
16Marlina, Peradilan Pidana Anak Di Indonesia Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice,( Reflika Aditama, 2009,)h. 127.
31
Dengan demikian Mengingat pada pasal 67 bahwa berlakunya
undang- undang no 11 tahun 2012 tentang pengadilan anak atau sistem peradilan
pidana anak maka pasal 45, 46 dan 47 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
dinyatakan tidak berlaku, jadi pembedaan perlakuan dan sanksi pidana dapat
diatur dalam. Undang-Undang No 11 tahun 2012 Tentang Pengadilan Anak
pasal 22 – 34 dan UU NO 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak pasal 16 –
18 dimaksudkan untuk lebih melindungi dan mengayomi anak yang
bermasalah dengan hukum agar dapat menyongsong masa depannya.
D. Teori Perlindungan Anak
1. Perlindungan Hukum Terhadap Anak
Perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan sebagai upaya
perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak (
fundamental rights and freedom of children ) serta berbagai kepentingan yang
berhubungan dengan kesejahteraan anak. Jadi masalah perlindungan hukum bagi
anak mencakup lingkup yang sangak luas. 17
Berangkat dari pembatasan diatas, maka lingkup perlindungan hukum bagi
anak-anak:
a. Perlindungan terhadap kebebasan anak
b. Perlindungan terhadap hak asasi anak
c. Perlindungan hukum terhadap semua kepentingan anak yang berkaitan
dengan kesejahteraan.
Dalam perspketif kenegaraa, komitmen negara untuk melindungi warga
negara terhadap anak, dapat ditemukan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 ( UUD 1945). Hal tersebut tercerimlah dalam kalimat: “ ... Kemudian dari
pada itu menbentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
melaksanakan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertibaan dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaiaan
17Waluyadi, Hukum Perlindungan Anak, ( CV. Mandar maju, bandung, 2009) h.1.
32
abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia
itu.. “
Komitmen yuridis negara untuk melindungi warga negaranya sebagaimana
disebutkan dalam alinea ke –IV UUD 1945 tersebut, selanjutnya dijabarkan BAB
XA tentang Hak Asasi Manusia ( HAM ) khususnya untuk pelindungan terhadap
anak. Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 menyatakan “ setiap berhak atasa
kelangsungan hidup, bertumbuh dan berkembang serta berhak atas perlidungan
diri kekerasan dan diskriminasi. Penulisan berpendapat.
Masalah perlindungan hukum dan hak-haknya bagi anak-anak indonesia
adalah salah satu sisi pendekatan untuk melindungi anak-anak Indonesia. Agar
perlindungan hak-haknya anak dapat dilakukan secara teratur, tertertib dan
bertanggung jawab maka diperlukan peraturan hukum yang selaras dengan
berkembang masayarakat Indonesia yang dijiwai sepenuhnya oleh pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam kaitannya dengan persoalan perlindungan hukum bagi anak-anak,
maka dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 34 telah ditegaskan bahwa “
fakir msikin dan anak-anak telantar diperlihara oleh negara “. Hal ini
menunjukan adanya perhatian serius dari pemeritahan terhadap Hak-Hak anak dan
perlindungan. Lebih lanjut pengaturan pemerintahan tentang hak-hak anak dan
perlindungan ini terpisah dalam berbagai peraturan perundang-undangan, antara
lain:
a. Dalam bidang hukum dengan adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2012 tentang sistem peradilan pidana anak
b. Dalam bidang kesehatan dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang kesehatan, diatur dalam pasal 128s/d 135.
c. Dalam bidang pendidikan, diatur dengan pasal Undang-Undang Dasar
Nomor 36 Tahun dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional
33
d. Dalam bidang tenaga kerja dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang ketenagakerjaan dalam pasal 68 s/d 75 dan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 1999 tentang pengesahan konvilensi ILO mengenai usia
minimum dan diberbolehkan berkerja
e. Dalam bidang kesejahteran sosial dengan Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak.
f. Perlindungan Anak secara lebih komprenhenisf diatur dalam Undang-
Undang. Pasal 1 ayat 1 UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas
Undang-Undang Perlindungan Anak.
Dengan uraian di atas tampaknya bahwa sesungguhnya usaha
perlindungan anak sudah sejak lam ada, baik pengaturan dalam bentuk peraturan
perundang-undangan maupun dalam pelaksanaannya, baik oleh pemerintahan
maupun organisasi sosial. Namun demikian usaha tersebut belum menunjukan
hasil yang memadai sesustu kebutuhan dan perkembangan masayarakat. Keadan
ini disebabkan situasi dan kondisi serta keterbatasana yang ada pada pemerintahan
dan masyarakat sendiri itu belum memungkinkan mengembangkan secara nyata
ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah ada.
Untuk itu, marilah kita sama-sama meminjau hak-hak dan perlindungan
anak, yang dalam hal ini batasi pada uaraian yang menbahas hak-hak dan
perlindungan secara sepintas, yang diberikan oleh deklarasi anak sedunia yang
melatarbelakangi Undang-Undang nasional tentang kesejahetraan anak, dengan
harapan dapat lebih sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat, sebab
peraturan tersebut relaif cukup baru.
Dimulai dari asas dua deklarasi hak-hak yang berbunyi: “ Anak-anak
menpunyai hak untuk memperoleh perlindungan khusus, dan harus memperoleh
kesempatan dan fasiliats yang dijamin oleh hukum dan sarana lain sehingga
secara jasmani, mental akhlak, rohani dan sosial, mereka dapat berkembang
dengan sehat dan wajar dala keadaan bebas dan bermartabat” .
Beranjak dari sini, maka reaslisasinya kita temui dalam Undang-Undang
Nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan Anak pasal 2, 3, 4, 5 dibawah Titel II
yang mengatur tentang Hak-Hak anak. Sedangkan pasal 6 mengatur tentang
34
pemberian bantuan dan asuhan bagi anak yang mengalami masalah perlakuaan
yang akibatnya dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran hukum berdasarkan
keputusan Hakim. Pasal 10 dibawah Titel III tentang pertanggungjawaban
terhadap kesejahteraan anak. Maka pengadilan melalui keputusan hakim berhak
mencabut atau mengembalikan kuasa kepada orang tua.
Dengan demikian, maka apa yang tercermin pada peraturan perundang-
undangan ini menunjukan bahwa Indonesia telah menberika hak-hak dan
perlindungan anak.18
Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak
dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 tahun ( delapan belas )
tahun. Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh dan
komprehensif, undang-undang ini meletakan kewajiban menberikan perlindungan
kepada anak berdasarkan asas-asas berikut: 19
a. Nondiskriminasi
b. Kepentingan terbaik bai anak
c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan
d. Penghargaan terhadap pendapat anak.
Dengan melakukan pembinaann, pembangunan, dan perlindungan anak,
perlu peran masyarakat, baik melalui lembaga keagaaman, lembaga swadaya
masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media
massa, atau lembaga pendidikan.
E. Teori Anak Di Mata Hukum
Faktor usia memang memilki pengaruh terhadap tingkah laku manusia jika
diliat dari segi fisik, psikis dan sosiologis. Faktor usia pula disebutkan pula
menpunyai hubungan dengan pengulangan tingkah laku kriminal. Mengenal hal
ini menurut Thorsten Stallin menbagikan ilmu dari hasil studi nya di Benua Eropa
mengatakan bahwa semakin muda usia seseorang yang mengalami suatu
18 Soetodjo Wagiati dan meilani, Hukum pidana Anak, ( bandung, reftika aditama, 2013) h.49-51.
19Undang-Undang Perlindungan Anak( UU RI No. 23 tahun 2002 ), (jakrta, Redaksi Sinar Grafika, 2003), h.35.
35
hukuman. Maka semakin besar lagi kemungkinan akan mengulangi kembali
perbuatan yang mengakibatkan untuk dihukum, dan mungkin ia akan mengulangi
kejahatan-kejahatan di masa waktu yang panjang.
Anak adalah manusia yang masih kecil, misalnya anak ini berusia 6
tahun.20Dalam hukum positif, pengertian anak dapat ditinjau dari berbagai aspek,
yaitu aspek hukum, aspek psikologis, dan aspek biologis. Dalam UU anak
ditinjau dari aspek hukum yaitu, dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 35
Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang perlindungan anak,
disebutkan bahwa anak merupakan seseorang yang berusia 18 ( delapan belas )
tahun, termasuk anak masih dibawah umur kandungan. Dalam pasal 1 ayat 2
Undang-undang Nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, yang disebut
anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21 ( dua puluh satu ) tahun dan
belum pernah kawin menurut ketentuan pasal 45 KUHP, bahwa seseorang
dikatakan masih anak-anak haruslah menpunyai 2 syarat, yakni:
a. Orang atau anak itu ketika melakukan tindak pidana belum dewasa yang
dalam artian belum memilki umur 21 ( dua puluh satu ) tahun dan belum
pernah kawin
b. Tuntuatan itu mengenai perbuatan pidana pada waktu ia berumur 16 tahun.
Dalam hukum islam, orang yang sudah dewasa disebutkan dengan orang
sudah aqil baligh yang dihitung sejak seorang laki-laki sudah mengalami mimpi
basah dan seorang perempuan sudah mengalami menstruasi. Penentuan umur
seseoramh yang belum aqil baligh dan yang sudah baligh dalam islam sangatlah
susah.
Kedua, anak ditinjau dari aspek psikologis. Proses perkembangan anak
terdiri dari beberapa fase pertumbuhan yang bisa digolongkan berdasarkan pada
keselaran antara perkembangan jasmani anak dengan perkembangan jiwa anak.
Ketiga, anak ditinjau dari segi biologis yang lebih ditekankan pada
perubahan fisik seseorang. Biasanya, perubahan fisik seseorang yang diawali
20Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, ( jakarta, balai pustaka, 1976), hlm 38 dalam Bundi Hidayat, Pemindananan Anak di Bawah Umur, ( bandung, P.T , Alumni 2010). H.55.
36
dengan perubahan jasmani yang menyangkut dari segi seksual, biasannya terjadi
pada sekitar umur 13-14 tahun, Perubahan itu disertai dan diiringi oleh perubahan-
perubahan lainnya yang berjalan sampai umur 20 tahun. Oleh karena itu, masa
remaja dapat dikatakan terjadi pada umur 13-20 tahun.
Kedudukan anak yang dihukum dengan diserahkan kepada orang tua,
lembaga perawatan yang khusus atau pembinaan, dibalai latihan kerja, atau
lembaga sosial, dan tidak dapat disebut sebagai gugurnya tindak pidana yang
dilakukan oleh anak tersebut dan atau dihapusnya hak anak untuk menjalankan
hukuman penjara dari anak tersebut,
BAB III
PERTANGGUNGJAWABN PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN ANAK DIBAWAH UMUR
A. Pengertian Tindak Pidana Pencurian 1. Pencurian menurut Hukum Positif
a. Pengertian Tindak Pidana
Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari strafbaarfeit, di dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP) tidak terdapat penjelasan dengan
yang dimaksud strafbaarfeit itu sendiri. Biasanya tindak pidana disinoimkan
dengan delik, yang berasal dari bahasa Latin yakni kata Delictum. Dalam kamus
hukum pembatasan delik tercantum sebagai berikut: “ Delik adalah perbuatan
yang dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-
undang (tindak pidana)”1
Tindak pidana yang dalam Bahasa Belanda disebut strafbaarfeit, terdiri
atas tiga suku kata yaitu Straf yang diartikan sebagaian pidana dan hukum, baar
diartikan dapat dan boleh, dan feit yang diartikan sebagai tindak, peristiwa,
pelanggaran dan perbuatan.
Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP ) dikenal dengan istilah strafbaarfeit dan dalam kepustakaan tentang
hukum pidana sering mempergunakan delik, sedangkan pembuat Undang-Undang
merumuskan suau Undang-Undang mempergunakan istilah peristwa pidana atau
perbuatan pidana atau tindakan pidana.2
Penulis beberapa memaparkan beberapa pengertian strafbaarfeit menurut
pakar antara lain:
Menurut Simons mengartikan sebagaimana dikutip dalambuku Leden
Marpaung strafbaarfeit sebagai berikut: “strafbaarfeit adalah suatu tindak yang
melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja
oleh seseorang yang tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabaankan dan
1 Sudarsono, Kamus Hukum , cet ke-5 ( jakarta, PT. Rineka Cipta.2007. )h. 92. 2 Amir Iiyas, Asas-Asas Hukum Pidana, ( Yogjakarta, Rengkang Education Yogjkarta dan
Pukap Indonesia. 2012 ) h.20.
37
38
oleh Undang-Undang telah dinyatakan sebagai suatu tindak yang dapat dihukum.” 3. Moeljanto menyebutkan tindak pidana sebagai perbuatan pidana yang diartikan
sebagai berikut: “ perbuatan yang melanggar yang dilarang oleh suatu aturan
hukum larangan mana yang disertai ancaman ( sanksi ) yang berupa pidana
tertentu bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut.”
Andi Zainal Abdidin mengemukakan istilah yang paling tepat ialah delik,
dikarenakan alasan sebagai berikut:
• Bersifat universal dan dikenal dimana-mana,
• Lebih singkat, efisien, dan netral, Dapat mencakup delik-delik khusus
yang subjeknya merupakan badan hukum, badam, orang mati.
• Orang memakai istilah strafbaarfeit, tindak pidana, dan perbuatan pidana
juga menggunakann delik,
• Luas pengertian sehingga meliputi juga delik-delik yang diwujudkan oleh
koorporasi orang tidak kenal menurut hukum pidana ekonomi Indonesia.
• Tidak menimbulkan kejanggalan seperti “ peristiwa pidana” ( bukan
peristiwa perbuatan yang dapat dipidana melainkan pembuatnyya).4
Jonkers dan Utrech berpendapat rumusan Simons merupakan rumusan
yang paling lengkap karena meliputi:
• Diancam dengan pidana oleh hukum;
• Bertentangan dengan hukum;
• Dilakukan oleh yang bersalah;
• Orang itu dipandang bertanggungjawab atas perbuatanya. 5
Berdasarkan rumusan yang ada maka tindak pidana (strafbaarfeit) memuat
beberapa syarat-syarat sebagai berikut:
• Suatu perbuatan manusia
• Perbuatan itu dilarang dengan hukuman oleh undang-undang
3 Leden Marpaung, Asas Teori Pratik Pidana, cet ke-7 ( jakarta, Sinar Grafika, 2012 ) hlm 8.
4 Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I , CET ke -2 ( jakarta, Sinar Grafika, 2007, ) hlm 231-232 .
5 Andi Hamzah, Terminologi Hukum Pidana, ( jakarta, : Sinar Grafika. 2009 ) h. 20.
39
• Perbuatan itu dilakukan oleh seorang yang dapat dipertanggungjawabkan.6
Dalam KUHP sendiri, tindak pidana dibagi menjadi dua yakni pelanggaran
dan kejahatan yang masing-masing termuat dalam buku III dan buku II KUHP.
Pelanggaran sanksinya lebih ringan dari pada kejahatan.
Banyak istilah yang digunakan untuk menunjuk pengenrtian strafbaarfeit,
bermacam-macam istilah dan pengertian yang digunakan oleh para pakar
dilatarbelakagi oleh alasan dan pertimbangan yang rasional sesuai sudut pandang
masing-masing pakar.
b. Pengertian Tindak Pidana pencurian
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP) dalam bab XXII dikenal
beberapa tindak pidana, tindak pidana biasa dan tndak pidana dengan pemberatan.
Tindak pidana biasa, hal ini biasanya terjadi pada kondisi yang normal, bukan
dalam kondisi mengancam atau menbahayakan. Pencurian seperti ini, sering kali
terjadi pada kondisi yang sepi. Hal ini dimanfaatkan oleh pencuri untuk
melakukan niat jahatnya. Sebagaimana yang dijelaskan dalam pasal 362 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana. Sedangkan tindak pidana berat, terjadi pada
kondisi yang tidak sewajarnya atau kondisi yang mengkhawatirkan atau
mengancam.
Pencurian atau disebut juga dengan diesfsat: theft perbuatan dengan
sengaja benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain dengan maksud
memilikinya secara melawan hukum. 7
Pengertian delik pencurian menurut Koster Henke, dengan mengambil
barang saja belum merupakan pencurian, karena harusnya seluruhnya atau
sebagian kepunyaan orang lain. Lagipula pengambilan itu harus dengan maksud
untuk memilkinya bertentangan dengan hak pemilik.
Delik pencurian diatur dalam pasal 362 sampai dengan pasal 367 KUHP
dengan berbagai macam jenis pencurian. Delik pencurian bisa dkategorikan yang
paling umum, karena hampir disetiap negara mengatur tetang delik pencurian
6 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, cet ke-2 ( jakarta, PT, Raja Grafindo, 2011. ) h. 48. 7 Andi Hamzah, Terminologi Hukum Pidana, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2009) h. 37
40
Pencurian di dalam terbentuknya yang pokok itu di atur dalam pasal 362 KUHP
yang berbunyi:
“Hij die eeing goed dat geheel of ten deele aan ander toebehoot wegneent,
met het oogmerk om het zizh wedeerhtelijik toe te eigenen, wordt, als schudig aan
gestracft met gevangenisstraft van ten hoogste vijjjaren of geldboete van ten
hoogste negen hondred gulden”
Artinya: barang siapa yang mengambil suatu benda yang sebagian atau
seluruhnya merupakan kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk menguasai
benda tersebut secara melawan hukum. Karena bersalah melakukan pencurian,
dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau dengan pidana
denda setinggi-tinnginya sembilan ratus rupiah.
c. Unsur-unsur tindak pidana pencurian
Dalam pasal 362 KHUP merupakan pasal dimana dirumuskan bnetuk
pokok dari pencurian. Pasal-pasal lainnya mengandung unsur tambahan terhadap
pencurian dalam bentuk pokok (pasal 362 KUHP).
Tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok seperti yang diatur pasal
362 KUHP terdiri atas unsur Subjektif dan unsur Objektif sebagai berikut:
• Unsur Subjektif : Met het toogmek om het zizh wederrechtjik toe teigemen
atau dengan dimaksud untuk menguasai benda tersebut seacara melawan
hukum.
• Unsur Objektif : Hij atau barangsiapa, “ wegmemen atau mengambil, eing
goed atau sesuatu benda, dat gehel of gedeeticijk een ander toebehort atau
sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain.
Mengenai seseorang yang melakukan tindak pidana pencurian, haruslah
memenuhi semua usnur dari tindak pidana pencurian yang terdapat dalam
rumusan 362 KUHP. Dengan segala unsur yang dimaksudkan didalam KUHP
bahwa mengambil suatu barang sebagian atau keseluruhnya kepunyaan atau milik
orang lain, dengan maksud untuk memilki dan melawan hukum.
41
d. Macam –macam Tindak Pidana Pencurian
Dengan mempelajari rumusan pasal 362, 363, 364, 365 dan 367 KUHP,
maka terhadap perbuatan-buatan pencurian tersebut dibuat klasifikasi sebagai
berikut:
• Pencurian dalam bentuk pokok (pasal 362)Pencurian yang dikualifikasikan
/ diperbuat (pasal 363)
• Pencurian ringan (pasal 363)
• Pencurian denga kekerasan (pasal 365)
• Pencurian dalam keluarga (367)
• Sanksi Pidana
2. Pencurian Menurut Hukum Islam
a. Pengertian Jarimah
Hukum pidana Islam mengenal istilah tindak pidana dengan jarimah atau
jinayah. Kata jarimah berasal dari kata jarama, yajrimu, jariman, yang bentuk
jamaknya adalah jarimah atau jaraim, artinya al-dzabu wa al-khotu ( perbuatan
dosa, perbuatan salah atau kejahatan).8
Dalam Hukum Pidana Islam, suatu perbuatan dianggap sebagai jarimah
jika dilarang oleh syara.’ 9 Ahmad Hanafi juga menambahkan dalam hukumnya
bahwa suatu perbuatan dapat dianggap jarimah apabila dapat merugikan
kehidupan tata aturan masyarakat, kepercayaan-kepercayaan, atau merugikan
kehidupan anggota-anggotta masyarakat, baik harta bendanya, nama baik atau
perasaan-perasaannya atau pertimbangan-timbangan lain yang harus dihormati
dan diperlihara.
Apabila dalam istilah jinaya itu sendiri berasal dari kata bahasa Arab,
berasal dari kata jana, yajni, janyan, jinayatan yang berarti adznaba (berbuat dosa)
atau tamawalu (menggapai atau memetik dan mengumpulkan) seperti dalam
kalimat janaal dzanaba (seseorang mengumpulkan emas dari penambangan).10
9 Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, h. 9 . 10 M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, ( jakarta, Amzah, 2016) h.4.
42
Ada dua pendapat tentang Fiqh Jinayah dalam pandangan Islam itu
sendiri:
Menurut M. Nurul Irfan mengemukakan bahwa Jinayah adalah sebuah
tindakan atau perbuatan yang mengancam keselamatan fisik dan tubuh manusia
serta berpotensi menimbulkan kerugian pada harga diri dan harta kekayaan
manusia sehingga tindakan atau perbuatan itu dianggap haram untuk dilakukan
bahkan pelakunya harus dikenal sanksi hukum, baik diberikan didunia maupun
diakhirat.11
Menurut Abdul Qadir Audah, mengemukakan Fiqh Jinayah secara istilah
adalah nama bagi suatu tindakan yang diharamkan secara syara’ . baik tindakan
itu terjadi pada jiwa, harta, maupun hal-hal yang lain. 12 kemudian ia
mengemukakan pada umumnya para ahli Hukum Islam menbatasi cakupan makna
Jinayah hanya pada tindakan-tindakan yang mengancam keselamatan jiwa dan
fisik manusia, yaitu tindakan pembunuhan, pelukan, pemukulan dan aborsi:
walaupun sebagaian ahli yang lain berpendapat bahwa Jinayah mencakup semua
tindakan pidana Hudud dan Qisas.13
Pengertian Jarimah Pencurian
Dalam Hukum Pidana Islam itu Jarimah Pencurian disebut sebagai Sariqah
itu bentuk mashdar dari kata اق ر س – ق ر س ی -ق ر س dan secara etimologis berarti ذ خ ا
-mengambil harta milik orang seseorang secara sembunyi ما لھ خفیة و حیلة
sembunyi dan dengan tipu daya. Sementara itu, secara terminologis terbagi 2
yaitu: P13F
14
• Ali Bin Muhammad Al-Jurjani
Sariqah dalam syariat Islam yang pelaku nya harus diberi hukuman potong
tangan adalah mengambil sejumlah harta senilai sepuluh dirham yang
masih berlaku, disamping ditempat penyimpanan atau dijaga dan
11 M. Nurul Irfan, Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam , ( Jakarta: Sinar Grafika, 2011) h. 29.
12 Abdul Qadir Audah, Al-Tasyri Al-jin’i Al-Islami,( Beirut, Al-risalah, 1998) h. 67. 13 M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, ( jakarta, Amzah, 2016) h .5. 14 M. Nurul Irfan , Masyofah, Fiqh Jinayah , cet ke -1 ( jakarta, Amzah, 2013 ) h. 8.
43
dilakukan oleh seseorang mukallaf secara sembunyi-sembunyi serta tidak
terdapat unsur syubhat, sehingga kalau barang itu kurangdari sepuluh
Dirham yang masih berlaku maka tidak dapat dikategorikan sebagai
pencurian yang pelakunya diancam hukuman potong tangan.15
• Wahbah Al-Zuhaili
Sariqah ialah mengambil harta milik orang lain dari tempat penyimpanan
nya yang biasa digunakan untuk menyimpan secara diam-diam dan
sembunyi-sembunyi. Termasuk dalam kategori mencuri adalah mengambil
atau mencuri informasi dan pandangan jika dilakukan dengan sembunyi-
sembunyi.
b. Unsur-unsur Tindak Pidana ( Jarimah )
Suatu jarimah dianggap terjadi jika suatu perbuatan melanggar syara’ yang
telah ditentukan sehigga sanksi yang diberikan sesuai. Sebelum adanya sanksi ada
beberapa unsur yang diperhatikan apakah suatu tindakan tersebut
mengindikasikan suatu jarimah. Oleh karena itu, ada beberapa unsur yang harus
dipenuhi:
• Unsur Formil ( Al-Rukn Al-syar’ir )
Unsur Formil ( Al-Rukn Al-syar’ir ) merupakan unsur yang menyatakan
bahwa seseorang dapat dinyatakan sebagai pelaku jarimah jika ada nash
yang secara tegas melarang dan menjatuhkan sanksi kepada pelaku tindak
pidana.16
• Unsur Materill ( Al-Rukn Al-Madii )
Unsur Materill ( Al-Rukn Al-Madii ) merupakan unsur yang menyatakan
bahwa seseorang dapat dijadikan pidana jika ia benar-benar terbukti
melakukan sebuah jarimah, baik yang bersifat positif ( aktif dalam
melakukan sesuatu ) maupun yang bersifat negatif (pasif dalam melakukan
sesuatu ). 17
• Unsur Moril ( Al-Rukn Al-adabi )
15 M. Nurul Irfan , Masyofah, Fiqh Jinayah , cet ke -1 ( jakarta, Amzah, 2013 ) h. 9.
16 Abdul Qadir Audah, Al-Tasyri Al-jin’i Al-Islami,( Beirut, Al-risalah, 1998) h .97. 17 M. Nurul Irfan , Masyofah, Fiqh Jinayah , cet ke -1 ( jakarta, Amzah, 2013 ) h. 2.
44
Unsur Moril ( Al-Rukn Al-adabi ) merupakan unsur yang merupakan
seseorang yang dipersalahkan jika dia sudah dapat mempertanggung
jawabkan atas tindak pidana.18
c. Macam-macam Jarimah pencurian
Jarimah ini sebenarnya sangak banyak macam dan ragammnya, akan
tetapi, secara garis besar dapat dibagi dengan meninjaunya dari beberapa segi
berat ringanya hukuman, jarimah dapat dibagi 3 bagian yaitu:
• Jarimah Qisash dan diyat adalah jarimah yang diancam dengan hukuman
qisash atau diyat. Baik qisash maupun diyat keduanya dengan hukuman
had adalah had merupakan hak Allah ( hak masyarakat ), sedangkan qisash
dan diyat adalah hak manusia (Individu)
• Jarimah Hudud jarimah yang diancam dengan hukuman had, pengertian
hukuman had adalah hukuman yang telah ditetapkan jenis, bentuk, dan
sanksinya oleh Allah SWT dalam Al-qur’an dan oleh Nabi SAW dalam
hadist. 19 Had secara harfiah ada beberapa kemungkinan arti antara lain
batasan atau definsi, siksaan.
• Jarimah Takzir adalah jarimah yang diancam dengan hukuman takzir.
Pengertian
1) Syarat dan Rukun Jarimah Sariqah
Rukun-rukun pencurian yang harus dipenuhi ada tiga, yaitu:
• Sariq ( pelaku pencurian)
• Masruq ( barang yang dicuri)
• Saraqah ( pencurian )
Menurut Sayid Sabiq, bahwa syarat-syarat pencurian yang dihukum
potong tangan adalah sebagai berikut:
• Taklif yaitu sudah cakap hukum dan sudah dewasa
• Perbuatan tersebut atas kehendak sendiri bukan atas paksaan orang lain
18 Abdul Qadir Audah, Al-Tasyri Al-jin’i Al-Islami, ( Beirut, Al-risalah, 19987)h. 9. 19 M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, ( jakarta, Amzah, 2016) h. 47.
45
• Nilai harta yang dicuri jumlahnya mencapai satu nisab yaitu kadar harta
tertentu yang ditetapkan sesuai dengan undang-undang.
• Sesuatu yang dicuri bukan barang syubhat.
2) Unsur-unsur Jarimah Sariqah
Unsur –unsur sariqah dalam Fiqh Jinayah dalam Hukum Pidan Islam: 20
• Pengambilan secara diam-diam atau dengan sembunyi-sembunyi
Pengembalian secara diam-diam terjadi apabila pemilik (korban ) tidak
mengtahui terjadinya pengembalian barang tersebut dan ia tidak merelakanya.
Contohnya, mengambil barang-barang milik orang lain dari dalam rumahnya
pada malam hari ketika ia (pemilik) sedang tidur. Pengembalian harta harus
dilakukan dengan sempurna jadi. Sebuah perbuatan tidak dianggap sebagai
tindak pidana jika tangan pelaku hanya menyentuh barang tersebut.
• Barang yang diambil berupa harta
Salah satu unsur yang penting untuk dikenakan hukuman potong tangan
adalah bahwa barang yang dicuri itu harus barang yang bernilai mal ( harta)
Adapun beberapa syarat penting untuk dikenakan hukuman potong tangan,
syarat-syarat tersebut adalah :
a) Barang yang harus dicuri mal mutaqawwin yaitu barang yang
dianggap bernilai menurut syara’. Menurut Syafi’i, Maliki dan
Hambali, bahwa yang dimaksud dengan harta benda berharga
adalah yang dimuliakan syara’, yaitu bukan benda yang
diharamkan oleh syara’ seperti khamr, babi, anjing, bangkai dan
seterusnya, karena benda-benda tersebut menurut Islam dan kaum
Muslimin tidak ada harganya. Karena mencuri benda yang
diharamkan oleh syara’, tidak dikenakan sanksi potong tangan. Hal
ini disampaikan Abdul Qadir Audah, “ Bahwa tidak divonis
20 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam ( Fiqh Jinayah ), ( jakrta, Sinar Grafika, Cet ke 1 , 2004) h.83.
46
potong tangan kepada pencuri terdidik (helder ) maupun anjing
tidak terdidik, meskipun harganya mahal karena haram menjual
belinya.
b) Barang tersebut harus barang yang bergerak
Untuk dikenakan hukuman Had bagi para pencuri maka
disyaratkan barang yang dicuri harus baranng atau benda yang
begerak, suatu benda dapat dianggap sebagai benda bergerak
apabila benda tersebut bisa diperintahkan dan satu tempat ke
tempat lainnya.
c) Barang tersebut harus barang yang disimpan
Jumuhur Fuqaha berpendapat bahwa salah satu syarat untuk
dikenakan hukuman Had bagi pencuri adalah bahwa barang yang
dicuri harus tersimpan ditempat simpannya. Sedangkan Zhairiyah
dan sekelompoknya ahli hadist tetap menberlakukan hukuman Had
walapun pencurian hukum dari tempat tersimpannya apabila
barang yang dicuri mencapai nisab yang dicuri.
d) Barang tersebut mencapai nisab pencurian
Tindak pidana pencurian baru dikenakan hukuman bagi
pelakunnya apabila barang yang dicuri mencapai nisab pencurian.
Nisab harta curian yang dapat mengakibatkan hukuman Had
potonglah ialah seperempat dinar ( berkurang lebih seharga emas 1,
62 Gram), dengan demikian harta yang tidak mencapai nisab itu
dapat dipikirkan kembali, disesuaikan dengan keadaan ekonomi
pada suatu dan tempat.
• Harta tersebut milik orang lain
Untuk terwujudnya tindak pidana pencurian yang pelakunya dapat
dikenakan hukuman Had, disyaratkan barang yang dicuri itu merupakan
barang orang lain. Dalam keluarga dengan unsur ini yang terpenting adalah
barang tersebut ada pemiliknya, dan pemiliknya itu bukan si pencuri
melainkan orang lain.
47
d. Sanksi Jarimah Pencurian
Ulama menyatakan bahwa pencurian termasuk salah satu dai tujuh
jarimah hudud. Hal ini sejalan dengan Firman Allah SWT. Berikut:
Dalam QS Al-Maidah ayat 38, Alloh berfirman:
ز ی ز ع هللا و هللا ن م ا ال ك ا ن ب س ا ك م ء ب ~از ا ج م ھ ی د ی ا ا ~وع ط ا ق ف ة ق ا ر الش و ق ر اا لش و
م ی ك ح Artinya : “laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
kedua (sebagai ) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan
dari alloh dan alloh maha perkasa lagi maha bijaksana. (QS Al-Maidah /5/; 38 )”.
Di dalam ayat ini Allah menyatakan secara tegas bahwa laki-laki pencuri
maupun perempuan yang pencuri harus di potong tangannya, Ulama telah sepakat
dengan hal ini, tetapi berbeda pendapat mengenai batas minimal nisab) barang
curian dan dengan tangan sebelah mana yang harus dipotong.
Dengan demikian, ayat tentang potong tangan harus dihubungkan dengan
hadis Nabi. Berikut ini versi lengkap dari hadis tersebut:
االس د ی ع ط ق ت ال ا ل ق م ل س و ھ ی ل ع ى هللا ل ص هللا و ل س ر ن ا ع ھ ن ع هللا ي ض ر ة ش ا ئ ع ن ع
ا _ متفق علیھ و اللفظ لمسلم و اللفظ للبجا ر ي د ا ع ص ف ا ر ن ی د ع ب ر في ال ا ق ر
ا ي ھ و ة ش ا ئ ا_ و في ر و ا یة ال حمد ا ي عن ع د ا ع ص ف ا ر ین د ع ب ر في د لی ا ع ط ق ت
( _) ك ل ذ ن ئ م ن د ا و ا ھ یم و ا ف ع ط ق ت ال و ر ان د یال ع ب ر و ا في ع ط ق
Artinya : Dari Aisyah Ra. Ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“tangan pencuri akan dipotong jika mencuri seharga dinar atau
lebih.’” ( HR. Muttafaq ‘ alaih) “ tangan pencuri dipotong karena
mencuri seperempat dinar atau lebih.” ( HR. Al-Bukhari dan Muslim )
dari Aisyah , “ potonglah tangan pencuri yang mencuri seperempat
Dinar atau dan jangan dipotong pada pencurian yang kurang itu, “ (
HR. Ahmad )
48
B. Pengertian Anak
Berdasarkan Kamus Besar Indonesia ( KBBI), anak adalah keturunan
kedua, dalam Konsideran pasal 1 ayat 1 UU No. 35 Tahun 2014 tentang
perubahan atas Undang-Undang perlindungan anak, dikatakan bahwa anak adalah
amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat
bahwa anak adalah Tunas, manusia seutuhnya, dan generasi muda penerus cita-
cita perjuangan bangsa memiliki potensi, dan memiliki peran strategis dan
menpunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa
dan negara pada masa depan. Oleh karena itu agar setiap anak kelak mampu
memikul tanggung jawab tersebut, maka ia pelu mendapat kesempatan yang
seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental
maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta
untuk mewujudkan kesejahteraann anak dengan menberikan jaminan terhadap
permusuhan hak-haknya adanya.
Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa pembuat Undang-Undang
( DPR dan pemerintahannya ) Memiliki politik hukum yang responif terhadap
perlindungan anak. Anak ditempatkan pada posisi yang mulia sebagai amanah
Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki peran strategis dalam menjamin
kelangusngan eksistensi negara ini, melalui pasal 1 ayat 1 UU No. 35 Tahun 2014
tentang perubahan atas Undang-Undang perlindungan anak, bahkan dibentuk
Komisi Perlindungan Anak Indonesia ( KPAI ) yang memiliki tanggung jawab
untuk meningkatkan efektivitas perlindungan anak. 21 pembicaraan tentang anak
dan perlindungan tidak akan pernah berhenti sejarah kehidupan, karena anak
adalah generasi bangsa dan penerus pembangunan, yaitu generasi yang
dipersiapkan sebagai subjek pelaksana pembangunan yang berkelanjutan dan
pemagang kendali masa depan suatu negara, tidak terkecuali Indonesia.
Perlindungan anak Indonesia berarti melindungi potensi sumber daya instansi dan
21 M. Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Mata Hukum, ( jakarta, Sinar Grafika, 2013) h. 8-9.
49
menbangun manusia Indonesia seutuhnya, menuju masyarakat yang adil dan
makmur, materill spiritual berdasarkan pancasila dan UUD 1945.22
Terdapat beberapa pengertian anak menurut peraturan perundang-
undangan begitu juga menurut para pakar. Namun tidak ada keseragaman
mengenai pengertian anak tersebut. Secara umum kita ketahui yang
dimaksud dengan anak yaitu orang yang masih belum dewasa atau masih
belum kawin.
Berikut ini merupakan beberapa perbedaan pengertian anak dalam
peraturan perundang-undangan:
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dalam Pasal 330
ditetapkan bahwa belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur
genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak lebih dahulu kawin.
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam Pasal 45, anak
yang belum dewasa apabila belum berumur 16 (enam belas) tahun.
Sedangkan apabila ditinjau batasan umur anak sebagai korban kejahatan (Bab
XIV) adalah apabila berumur kurang dari 15 (lima belas) tahun
Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan, dalam pasal 1 ayat (8) ditentukan bahwa anak didik
pemasyarakatan baik anak pidana, anak negara, dan anak sipil yang dididik di
lapas paling lama berumur 18 (delapan belas) tahun.Dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, penjelasan tentang anak
terdapat dalam pasal 1 ayat 1 Anak adalah seorang yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun termasuk anak yang berada dalam kandungan.
Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak Pasal 1 Ayat 3 Anak adalah anak yang telah berumur 12
(dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga
melakukan tindak pidana.
Sedangkan pembatasan pengertian anak menurut menurut beberapa ahli
yakni sebagai berikut:
22 Nahrina, Perlindungan Hukum Pidana Anak di Indonesia, ( Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada , 2012) h.1.
50
Menurut Sugiri sebagai mana yang dikutip dalam buku karya Maidi
Gultom mengatakan bahwa:
“Selama di tubuhnya masih berjalan proses pertumbuhan dan
perkembangan, anak itu masih menjadi anak dan baru menjadi dewasa bila
proses perkembangan dan pertumbuhan itu selesai, jadi batas umur anak-anak
adalah sama dengan permulaan menjadi dewasa, yaitu 18 (delapan belas) tahun
untuk wanita dan 21 (dua puluh) tahun untuk laki-laki.” 23
Adapun Hilman Hadikusuma masih dalam buku yang sama
merumuskannya dengan:
“Menarik batas antara sudah dewasa dengan belum dewasa, tidak perlu
dipermasalahkan karena pada kenyataannya walaupun orang belum dewasa
namun ia telah dapat melakukan perbuatan hukum, misalnya anak yang belum
dewasa telah melakukan jual beli, berdagang, dam sebagainya, walaupun ia
belum berenang kawin.”24
Dalam penulisan skripsi ini penulis memberikan batasan pengertian
anak yakni seseorang telah mencapai usia 8 (delapan) tahun dan belum 18
(delapan belas) tahun serta belum kawin.
1. Hak-Hak Anak Dan Kewajiban Anak
Anak adalah generasi yang akan datang, baik dan buruk nya masa
depan tergantung pula pada baik dan buruknya kondisi anak saat ini.
Berkaitan dengan tersebut, maka perlakuan terhadap anak dengan cara yang
baik adalah kewajiban kita bersama, agar ia bisa tumbuh berkembang dengan
baik dapat menjadi pengembangan risalah peradaban bangsa ini.
a. Setiap anak dalam proses peradilan pidana berhak: (pasal 3 UU SPPA)
Diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai
dengan umurnya
b. Dipisahkan dari orang dewasa
c. Memperoleh bantuan hukum dan bantuan orang secara efektif
d. Melakukan kegiatan rekreasional
23 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak, Cetakan Kedua, (Bandung,, P.T.Refika Aditama, 2010,) h.32.
51
e. Bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak
manusiawi, serta merendahkan derajatnya dan martabatnya
f. Tidak dijatuhi pidanamati atau pidana seumur hidup
g. Tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan
dalam waktu yang paling singkat
h. Memperoleh keadilan dimuka pengadilan anak yang objektif, tidak
memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum.
i. Tidak dipublikasika identitasnya
j. Memperoleh perdampingan orang tua/wali dan orang yang dipercaya oleh
anak
k. Memperoleh advokasi sosial
l. Memperoleh kehidupan pribadi;
m. Memperoleh aksesibiltas, terutama bagi anak
Hak-hak Anak dalam Konvensi PBB(kepres No.36 Tahun 1990 ): 25
• Memperoleh perlindungan bentuk diskrimasidan dan hukman.
• Memperoleh perlindungan dan perawatan seperti untuk kesejahteraan,
keselamatan dan kesehatan
• Tugas negara untuk menghormati tanggung jawab, hak dan kewajiban
orang tua serta keluarga
• Negara mengakui hak hidup anak, serta kewajiban negara menjamin
perkembangan dan kelangsungan hidup anak
• Hak memperoleh kebangsaan, nama, serta hak untuk mengtahui dan
diasuh oleh orang tua.
• Hak memelihara jati diri termasuk kebangsaan, nama dan hubungan
keluarga.
• Hak untuk tinggal bersama orang tua.
• Kebebasan menyatakan pendapat /pandangan
• Kebebasan berfikir, berkeyakinan, beragama
• Kebebasan untuk berhimpun, berkumpul, dan berserikat.
25 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak, Cetakan Kedua, (Bandung,, P.T.Refika Aditama, 2010,) h.13-15.
52
• Memperoleh imformasi dan aneka ragam sumber yang diperlukan.
• Memperoleh perlindunga akibat kekerasan fisik, mental, penyalahgunaan,
pelantaran atau perlakuaan salah( eksplotasi ) serta penyalahgunaan
seksual
• Memperoleh perlindungan hukum terhadap gangguan ( kehidupan pribadi,
keluarga, surat-menyurat atau serangan yang tidak sah).
• Perlindungan anak yang tidak mempunyai orang tua menjadi kewajiban
negara
• Perlindungan terhadap anak yang berstatus pengunsi
• Hak perawatan khusu bagi anak cacat.
• Memperoleh pelayaan kesehatan
• Hak mempeoleh manfaat jaminan sosial (asuransi sosial)
• Hak anak taraf yang layak bagi perkembangan fisik, mental, dan sosial.
• Hak anak atas pendidikan
• Hak anak untuk beristirahat dan bersenang-senang untuk terlibat dalam
kegiatan bermain, berekreasi, dan seni budaya.
• Hak atas perlindungan dari eksploitasi ekonomi
• Perlindungan dan penggunaan obat terlarang
• Melindungi anak dari segala bentuk eksploitasi seksual
• Perlindungan terhadap penculikan dan penjualan atas perdagangan anak
• Melindungi anak terhadap semua bentuk eksploitasi segala aspek
kesejahteraan anak.
• Larangan penyiksaan, hukuman yang tidak manusiawi
• Hukum acara peradilan anak,
• Hak mempeoleh bantuan hukum baik di dalam atau diluar pengadilan .
Hak –hak anak menuurt Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan
Anak ( pasal 2 sampai pasal 8 ) : 26
26 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak, Cetakan Kedua, (Bandung,, P.T.Refika Aditama, 2010,) h.15-19 .
53
• Anak berhak kesejahteraan, keperawatan, asuhan, dan bimbimngan
berdasarkan kasih sayang baik maupun keluarganya maup didalam asuhan
khusus untuk tumbuh dan berkembang wajar.
• Anak berhak atas pelayaan untuk mengembangkan kemampuan dan
kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa,
untuk menjadi warga yang baik dan berguna.
• Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang,
bergaul dengan anak yang sebaya, bermain dan berkreasi, dan berkreasi
sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasanya demi mengembang
diri.
• Setiap anak menyandang cacat bentuk memperoleh rehabilitas, bantuan
sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
• Setiap anak selama pengasuhan orang tua, wali, atau wali pihak lain pun
bertanggungjawab atas pengasuhan, berhak mendapatkan perlindungan
diri dari perlakuaan diskrimasi, eksploitasim, hak ekonomi maupun
seksual penelantaran; kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan ketidak
adian dan perlakukan salah lainnya.
• Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, keculai jika
ada alasan dan/ atau aturan hukum yang menunjukan bahwa pemisah itu
adalah demi kepentingan terbaik bagi anak untuk merupakan
pertimbangan terakhir.
• Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam
kegiatan politik; pelibatan dalam sangketa bersenjata; pelibatan dalam
kerusuhan sosial dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan dan
pelibatan dalam peperangan.
• Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sarana penganiayaan,
penyiksaan, atau penjatuhan hukum yang tidak manusiawi
• Setiap anak berhak memperoleh kebebasan sesuai dengan huum.
• Penangkapan, penahaann atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan
apabilasesuai hukum yang berlaku dan hanya dilakukan sebagai upaya
terakhir.
54
• Setiap anak dirampas kebebasannya berhak, mendapatkan perlakukan
secara manusiawi dan penempatnnya dipisahkan dari orang dewasa
bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap
tahapannya upaya hukum yang berlaku, dan menbela diri dan mempeoleh
keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam
sidang tertutup untuk umum.
• Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang
berhadapannya dengan hukum berhak dirahasiakan.
• Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak
mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.
2. Sebab-Sebab Timbulnya Kenakalan Anak
Zakiah Drajat mengemukakan mengemukakan terjadinya kenakalan anak
remaja: “Dimana kekacauan dan dan kegelisahan atau tekanan perasaan yang
dideritanya, dipantulkan keluar dalam bentuk kelakuan yang mungkin
menggangu orang lain atau dirinya sendiri, sering kali menyebabkan
timbulnya kenakalan anak atau remaja”27
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 mengatakan bahwa anak adalah
orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun
tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.
Yang dimaksud anak nakal adalah:
a) Anak yang melakukan tindak pidana; atau
b) Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak,
baik menurut peraturan perundangan maupun menurut peraturan
hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang
Dengan menggunakan logika yang sangat sederhana, kita akan
menyetujui bahwa pada dasarnya manusia mempunyai kecendrungan untuk
berbuat baik, akan tetapi, untuk mewujudkannya terkadang ia harus bergulat
dengan faktor yang ada di dalam dirinya atau juga kemungkinan situasi dan
kondisi, yang menjadikan dirinya berbuat sebaliknya.29
Romli Atmasasmita mengemukakan pendapatnya mengenai motivasi
instrintik dan motivasi ekstrintik yang menyebabkan kenakalan anak.
a) Motivasi intrinstik dari kenakalan anak-anak ialah:
• Faktor intelegentia;
• Faktor usia;
• Faktor kelamin;
• Faktor kedudukan anak dalam keluarga.
• Yang termasuk motivasi ekstrinsik adalah:
• Faktor rumah tangga;
• Faktor pendidikan dan sekolah;
• Faktor pergaulan anak;
• Faktor mass media.
C. Batas Umur Pertanggungjawaban Pidana
1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana
Menurut Ahmad Hanafi yang disadur oleh Ahmad Wardi Muslich,
pengertian pertanggungjawaban pidana dalam syari’at Islam adalah
pembebanan seseorang dengan akibat perbuatan atau tidak adanyaperbuatan
yang dikerjakannya dengan kemauan sendiri, di mana orang tersebut mengetahui
maksud dan akibat dari perbuatannya itu.30 Dalam hukum pidana Islam sendiri
pertanggungjawaban dikaitkan bahwa pertanggungjawaban pidana juga
mengandung pengertian bahwa seseorang bertanggung jawab atas sesuatu
29 Walyadi, Pengetahuan Dasar Hukum Acara Pidana, (Bandung, Mandar Maju, 1991) , h. 17.
30 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam; Fikih Jinayah, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2004,) h. 74.
56
perbuatan pidana yang secara sah dan telah diatur oleh nash (syar’i). Bisa
dikatakan bahwa pidana itu dapat dikenakan secara sah berarti untuk
tindakan ini telah ada aturannya dalam sistem hukum tertentu dan sistem hukum
itu telah berlaku dan mengikat atas perbuatanitu. Dan dapat dikatakan bahwa
tindakan ini dibenarkan oleh sistem hukum. Hal inilah yang menjadi konsep
mengenai pertanggungjawaban pidana31.
Kemampuan bertanggung jawab adalah keadaan dimana seseorang
dianggap cakap hukum dan mampu mempertanggungjawabkan atas segala
tindakannya. Sedangkan tidak mampu bertanggung jawab hal ini umumnya
dihubungkan dengan keadaan rohani dan jasmani dari si pelaku, antara lain:
• Jiwa si pelaku cacat
• Karena tekanan jiwa yang tidak dapat ditahan
• Gangguan penyakit jiwa.
Perbuatan si pelaku tetap merupakan perbuatan melawan hukum,
tetapi karena keadaan si pelaku yang demikian, dia pun dimaafkan.32
Dalam hukum Positif ketentuan pertanggungjawaban pidana menurut
Undang-undang Nomor 11tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak
terhadap anak nakal dapat dijatuhkan pidana yaitu pidana pokok dan pidana
tambahan atau tindakan. Dengan menyimak Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2)
diatur pidana pokok dan pidana tambahan bagi anak nakal. P32F
33P Diantaranya
andalah:
1) Pidana Pokok
Ada beberapa pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal, yaitu:
• Pidana penjara
• Pidana kurungan
• Pidana denda, atau
31 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas-Asas Pidana Islam, ( Fiqh Jinayah), ( jakarta, Sinar Grfatika, 2004 ), h. 75.
32 Leden Marpaung, Asas, Teori, Praktik Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005, ) h. 72.
33 Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2004, ) h. 27.
57
• Pidana pengawasan.
2) Pidana Tambahan
3) Pidana tambahan terdiri dari:
• Perampasan barang-barang tertentu
• Pembayaran ganti rugi
• Tindakan
Beberapa tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anaknakal (Pasal 24
ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997) adalah:
a) Mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh
b) Menyerahkan kepada Negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan,
dan latihan kerja
c) Menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial
kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan, pembinaan, dan
latihan kerja.34
Selain tindakan tersebut, hakim dapat memberi teguran dan menetapkan
syarat tambahan. Penjatuhan tindakan oleh hakim dilakukan kepada anak
yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik
menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum
lain. Dalam segi umur, pengenaan tindakan terutama bagi anak yang masih
berumur 8 ( delapan) tahun sampai 12 (dua belas) tahun. Terhadap anak
yang telah melampaui umur di atas 12 (dua belas) tahun dijatuhkan pidana.
Hal itu mengingat pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial
anak. Sedangkan rumusan pengenaan tindakan terhadap anak menurut Pasal
132 rancangan KUHP adalah:
• Pengembalian kepada orang tua, wali atau pengasuhnya
• Penyerahan kepada Pemerintah atau seseorang
• Keharusan mengikuti suatu latihan yang diadakan oleh Pemerintah atau
suatu badan swasta
34 Redaksi Sinar Grafika, Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Peradilan Anak, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2000. ) H.10.
58
• Pencabutan surat izin mengemudi
• Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana
• Perbaikan akibat tindak pidana
• Rehabilitasi dan atau
• Perawatan di dalam suatu lembaga.35
4) Pidana Penjara
Berbeda dengan orang dewasa, pidana penjara bagi anak nakal lamanya ½
(satu perdua) dari ancaman pidana orang dewasa atau paling lama 10 (sepuluh)
tahun. Terhadap anak nakal tidak dapat dijatuhkan pidana mati maupun
pidana seumur hidup. Dan sebagai gantinya adalah dijatuhkan salah satu
tindakan.36
5) Pidana Kurungan
Pidana kurungan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal maksimal
setengah dari maksimum ancaman pidana kurungan bagi orang dewasa.
Yang dimaksud maksimum ancaman pidana kurungan bagi orang dewasa,
adalah maksimum ancaman pidana kurungan terhadap tindak pidana yang
dilakukan sesuai dengan yang ditentukan dalam KUHP atau Undang-undang
lainnya (penjelasan Pasal 27).
6) Pidana Denda
Seperti pidana penjara dan pidana kurungan, penjatuhan pidana denda
dijatuhkan setengah dari maksimum ancaman pidana denda bagi orang
dewasa. Jika denda itu tidak dapat dibayar, maka wajib diganti dengan
latihan kerja selama 90 hari dengan jam kerja tidak lebih dari 4 jam sehari
dan tidak boleh dilakukan di malam hari. Tentunya hal demikian mengingat
pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial anak serta perlindungan
anak.37
7) Pidana Bersyarat
35 Bambang Waluyo,Pidana dan Pemindaan, cet ke-1, ( jakarta, Sinar Graftika, 2008 ) h. 28.
59
Pidana bersyarat bagi anak nakal sesuai dengan rumusan Pasal 29
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 adalah:
a. Pidana bersyarat dapat dijatuhkan, apabila pidana penjara yang
dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun, sedangkan jangka waktu masa
pidana bersyarat adalah paling lama 3 (tiga) tahun.
b. Dalam putusan pidana bersyarat diberlakukan ketentuan sebagai berikut:
• Syarat umum, yaitu anak nakal tersebut tidak akan melakukan tindak
pidana lagi selama menjalani masa pidana bersyarat.
• Syarat khusus, yaitu untuk melakukan atau tidak melakukan hal
tertentu yang ditetapkan dalam putusan hakim dengan tetap
memperhatikan kebebasan anak.
c. Pengawasan dan bimbingan
• Selama menjalani masa pidana bersyarat, jaksa melakukan
pengawasan dan bimbingan kemasyarakatan melakukan bimbingan
agar anak nakal menepati persyaratan yang telah ditentukan.
• Anak nakal yang menjalani pidana bersyarat, dibimbing oleh balai
pemasyarakatan berstatus sebagai klien pemasyarakatan.
• Selama anak nakal berstatus sebagai klien pemasyarakatan dapat
mengikuti pendidikan sekolah.38
8) Pidana Pengawasan
Pidana pengawasan adalah pidana khusus yang dikenakan untuk
anak, yakni pengawasan yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum terhadap
perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari di rumah anak tersebut dan
pemberian bimbingan yang dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan.
Anak nakal yang diputus oleh hakim untuk diserahkankepada Negara di
tempatkan di Lembaga Pemasyarakatan anak sebagai anak Negara, dengan
38 Redaksi Sinar Grafika, Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Peradilan Anak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000. ) H.12.
60
maksud untuk menyelamatkan masa depan anak atau bila anak menghendaki anak
dapat diserahkan kepada orang tua asuh yang memenuhi syarat.39
Disini dapat dibedakan atau disamakan dilihat dari (Pasal 24 ayat (1)
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997) dengan Pasal 132 rancangan KUHP
dimana anak nakal dikembalikan kepada kedua orang tua, orang tua asuhnya. Dari
sini dapat di tafsirkan bahwasannya undang-undang peradilan anak saling
melengkapi.
Dalam syariat Islam pertanggungjawaban itu didasarkan kepada tiga hal:
• Adanya perbuatan yang dilarang
• Perbuatan itu dikerjakan dengan kemauan sendiri, dan
• Pelaku mengetahui akibat perbuatannya itu.
Apabila terdapat tiga hal tersebut maka terdapat pula pertanggungjawaban.
Apabila tidak terdapat maka tidak terdapat pula pertanggungjawaban.
Dengan demikian orang gila, anak di bawah umur, orang yang dipaksa dan
terpaksa tidak dibebani pertanggungjawaban, karena dasaar
pertanggungjawaban pada mereka ini tidak ada.40
2. Unsur –Unsur Pertanggungjawaban Pidana
Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing disebut dengan
teorekenbaarheid atau criminal responsbility yang menjuruskan kepada
pemidanaan pelaku atau tersangaka dengan maksud untuk menentukan seseorang
terdakwa atau tersangka dapat dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana
yang terjadi atau tidak. 41
39 Bambang Waluyo, Pidana dan Pemindaan, cet ke-1, ( jakarta, Sinar Graftika, 2008 ) h. 31.
40 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam; Fikih Jinayah, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2004, ) hl. 74
41 Leden Marpaung, Asas, Teori, Praktik Hukum Pidana. ( cet ke-2), ( Jakarta : Sinar Graftika, 2005,) h.49.
61
Pertanggungjawaban pidana meliputi beberapa Unsur yang diuraikan
sebagai berikut:
a. Mampu Bertanggung Jawab
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diseluruh dunia pada umumnya
tidak mengatr tentang kemampuan bertanggungjawab, yang diatur yaitu
ketidak mampuan bertanggungjawab, seperti isi pasal 44 KUHP antara
lain berbunyi sebagai berikut: “barang siapa melakukan perbuatan
yang tidak dapat dipertanggungjawabankan kepadannya karena
jiwaya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit,
tidak dipidana”
E.Y. Kanter dan S.R Sianturi memperjelaskan bahwa unsur-unsur mampu
bertanggungjawab mencakup:
1) Keadaan jiwanya
• Tidak terganggu oleh penyakit terus-menerus atau sementara(tempora)
• Tidak cacat dalam pertumbuhan dan sebagaimananya
• Tidak terganggu karena terkejut, hypontisme, amarah yang meluap,
pengaruuh bawah sadar ( reflexe beweging), melindur ( slaapwandel),
mengigau karena demam (koorts) nyidamdan dan lain sebagainya, dengan
perkataan lain didalam keadaan sadar.
2) Kemampuan Jiwannya;
• Dapat menginsyafi hakekat dari tindaknya
• Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut apakah akan
dilaksanakan atau tidak, dan
• Dapat mengtahui ketercelaaan dari tindakan tersebut.
3) Kesalahan
Kesalahan memilki arti penting sebagai asas tidak tertulis dalam hukum
positif indonesia yang menyatakan “tindak pidana tanpa kesalahan”, yang
artinya untuk dapat dipidananya seseorang diharuskan adanya kesalahan
62
yang melekat pada diri seorang pembuat kesalahan untuk dapat dimintai
pertanggungjawab atasnya.42
Ilmu hukum pidana mengenal dua bentuk kesalahan, yaitu
kesengajaan atau dolus dan kealpaan atau culpa, yang diuraikan lebih
jelas sebagai berikut:
Kesengajaan ( Opzet)
Menurut Criminal Wetboek Nederland tahun 1809 Pasal 11, sengaja
(Opzet) itu adalah maksud untuk membuat sesuatu atau tidak membuat
sesuatu yang dilarang atau diperintahkan oleh undang-undang.43
Pada umumnya para pakar telah menyetujui bahwa “kesengajaan”
terdiri atas 3 (tiga) bentuk, yakni:44
• Kesengajaan sebagai dimaksud ( Oogmerk) Corak kesengajaan ini adalah
yang paling sederhana, yaitu perbuatan pelaku yang memang
dikehendaki dan ia juga menghendaki (atau membayangkan) akibatnya
yang dilarang. Kalau yang dikehendaki atau yang dibayangkan ini tidak
ada, ia tidak akan melakukan berbuat.45
• kesengajaan dengan insaf pasti (opzet als zekerheidsbewustzijn)
Kesengajaan semacam ini ada apabila si pelaku dengan perbuatnnya,
tidak bertujuan untuk mencapai akibat dasar dari delict, tetapi ia tahu
benar bahwa akibat tersebut pasti akan mengikuti perbuatan itu.46
• kesengajaan dengan keinsafan akan kemungkinan (dolus
eventualis).Kesengajaan ini juga disebut “kesengajaan dengan
kesadaran akan kemungkinan” bahwa seseorang melakukan perbuatan
42 Teguh Prasetyo,Hukum Pidana, cet k3 -2, ( jakarta, PT. Raja Grafindo, 2011) h. 226-227.
43 Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I , CET ke -2 ( jakarta, Sinar Grafika, 2007) h.226 44 Leden Marpaung,., Asas, Teori, Praktik Hukum Pidana. ( cet ke-2), (
Jakarta : Sinar Graftika, 2005,) h. 9. 45 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, cet k3 -2, ( jakarta, PT. Raja Grafindo, 2011) h. 98. 46 Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, ( Jogjakarta, Rengkang Education dan
Pukuan Indonesia, 2012 ) h.80.
63
dengan tujuan untuk menimbulkan suatu akibat tertentu, akan tetapi, si
pelaku menyadari bahwa mungkin akan timbul akibat lain yang juga
dilarang dan diancam oleh undang undang.47
Kealpaan ( Culpa )
Kealpaan adalah bentuk kesalahan yang disebabkan kurangnya
sikap hati-hati karena kurang melihat kedepan, kealpaan ini sendiri
di pandang lebih ringan daripada kesengajaan.
Kealpaan terdiri atas 2 (dua) bentuk, yakni:
• Kealpaan dengan kesadaran (bewuste schuld/culpa lata).Dalam
hal ini, si pelaku telah membayangkan atau menduga akan
timbulnya suatu akibat, tetapi walaupun ia berusaha untuk
mencegah, nyatanya timbul juga akibat tersebut.
• Kealpaan tanpa kesadaran (onbewuste schuld/culpa levis)
Dalam hal ini, si pelaku tidak membayang atau menduga akan
timbulnya suatu akibat yang dilarang atau diancam hukuman oleh undang-
undang, sedangkan ia seharusnya memperhitungkan akan timbulnya suatu akibat.
4) Tidak ada alasan pemaaf
Alasan pemaaf atau schulduitsluitingsground ini manyangkut
pertanggungjawaban seseorang terhadap perbuatan pidana yang telah
dilakukannya atau criminal responbility, alasan pemaaf ini menghapuskan
kesalahan orang yang melakukan delik atas dasar beberapa hal.
Alasan ini dapat kita jumpai di dalam hal orang itu melakukan perbuatan
dalam keadaan:
• Daya Paksa Relatif
Dalam M.v.T daya paksa dilukiskan sebagai kekuatan, setiap daya paksa
seseorang berada dalam posisi terjepit (dwangpositie). Daya paksa ini
47 Leden Marpaung, Asas, Teori dan Praktik Hukum Pidana. ( cet ke-2), ( Jakarta : Sinar Graftika, 2005,), h.18.
64
merupakan daya paksa psikis yang berasal dari luar diri si pelaku
dan daya paksa tersebut lebih kuat dari padanya.48
• Pembelaaan Terpaksa Melampaui Batas
Ada persamaan antara pembelaan terpaksa noodwer dengan pembelaan
terpaksa yang melampaui batas nodwer exces, yaitu keduanya
mensyaratkan adanya serangan yang melawan hukum yang dibela
juga sama, yaitu tubuh, kehormatan, kesusilaan, dan harta benda baik
diri sendiri maupun orang lain.
Perbedaanya ialah:
• Pada noodwer, si penyerang tidak boleh di tangani atau dipukul lebih
daripada maksud pembelaan yang perlu, sedangkan noodwerexces
pembuat melampaui batas-batas pembelaan darurat oleh karena
keguncangan jiwa yang hebat.
• Pada noodwer, sifat melwan hukum perbuatan hilang, sadangkan pada
noodweexces perbuatan tetap melawan hukum, tetapi pembuatnya
tidak dapat dipidana karena keguncangan jiwa yang hebat.
• Lebih lanjut pembelaan terpaksa yang melampaui batas nodwerexces
menjadi dasar pemaaf, sedangkan pembelaan terpaksa (noodwer)
merupakan dasar pembenar, karena melawan hukumnya tidak ada.49
5) Perintah Jabatan Tidak Sah
Perintah berasal dari penguasa yang tidak berwenang, namun pelaku
menganggap bahwa perintah tersebut berasal dari penguasa yang
berwenang, pelaku dapat dimaafkan jika pelaku melaksanakan perintah
tersebut berdasarkan itikad baik, mengira bahwa perintah tersebut sah dan
masih berada pada lingkungan pekerjaanya.50
48 Amir Ilyas, , Asas-Asas Hukum Pidana Islam, ( Jogjakarta, Rengkang Education dan Pukuan Indonesia, 2012 ) h.88-89.
49 Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I, Cet ke -1 , ( jakarta, Sinar Graftika, 2007 ) h. 200-201.
50 Amir Ilyas Asas-Asas Hukum Pidana Islam, ( Jogjakarta, Rengkang Education dan Pukuan Indonesia, 2012 )h.90.
BAB IV
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM
POSITIF
A. Pertimbangan Hakim Tentang Pidana Pencurian Yang Dilakukan Anak
Di Bawah Uumur Dalam Putusan No: 402/PID.SUS/2013/PN.TNG
1. Kronologi Kejadian
Dalam analisa putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung ini,
penulis mendapatkan data dari putusan Pengadilan Negeri Tangerang. Dalam
kasus ini sebagai terdakwa yaitu Zulfikar alias Upi Bin Suhartono bersama Fahril,
Hendrik dan Aris Trianto ( masing-masing berkas perkara terpisah ) pada hari
Kamis, tanggal 24 Januari ditahun 2013, bertempat di Perumahan Pamulang
Permai I Blok A 19 Rt. 04/10 Kel. Pamulang Barat Kec. Pamulang Tangerang
Selatan, atau setidaknya pada tempat lain dimana Pengadilan Negeri Tangerang
berwenang memeriksa dan mengadili perkaranya, dengan sengaja mengambil
sesuatu barang dengan maksud akan memilki barang itu dengan melawan hak,
yang dilakukan pada waktu malam hari dalam sebuah rumah atau pekarangan
yang tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada disitu
tidak diketahui atau tidak diketahui oleh yang berhak dilakukan oleh dua orang
atau lebih secara bersama-sama. Perbuatan mana dilakukan terdakwa dengan
cara tersebut.
Pada awalnya terdakwa bersama Fahril, Hendrik dan Zulfikar alias Upi (
masing berkas perkara terpisah ) sedang berjalan untuk mencari sasaran,
sesampainya di jalan Perumahan Pamulang Permai Blok A 19 Rt. 04/10 Kel.
Pamulang Barat Kec. Pamulang Tangerang Selatan. Melihat rumah dalam
keadaan sepi, kemudian Terdakwa berempat menbagi tugas, Terdakwa bersama
Fahril dan Hendrik ( masing-masing berkas perkara terpisah ) menunggu diluar
pagar, sedangkan Upi dan Fahril
( masing-masing berkas perkara terpisah) masuk kedalam pekarangan
rumah dengan cara lompat pagar, kemudian Terdakwa masuk kedalam rumah
dengan cara berlebih dahulu melepas kaca nako, dan pintu terbuka setelah itu
65
66
masuk kedalam rumah untuk mengambil barang-barang berupa CPU, Monitor,
Keyboard yang ada diruang depan lalu Terdakwa bawa dipindahkan kebelakang
rumah dan setelah itu Terdakwa pergi kedapur dan mengambil tabung gas yang
berukuran 3 kg, selanjutnya disatukan menjadi satu dengan CPU sebelum
mengambil Keyboard mengambil celana yang ada diruang kursi tamu.
Dompet yang dimeja lalu Terdakwa Kantongi lalu celana Terdakwa lempar
kedalam kardus yang sudah disiapkan oleh Fahril ( berkas terpisah ) masuk lagi ke
dalam rumah dan setelah keluar menbawa Monitor. Kemudian Fahril ( berkas
terpisah ) mengemas hasil pencurian kedalam kardus yaitu: CPU, Monitor, dan
Celana setelah barang dikemas barang dikeluarkan Fahril dan dari luar diterima
oleh Hendrik ( berkas terpisah ), mengangkat tabung gas yang kemudian dari luar
pagar tabung gas diterima oleh aris. Setelah tabung gas Aris terima kembali
kemudian Aris menyerahkan bungkusan plastic yang berisi pakaian saksi korban
kepada Terdakwa, baru setelah keluar Terdakwa dan Fahril keluar dari
pekarangan dengan cara lompat pagar secara bergantian. Selanjutnya tabung gas
Aris jual kepada orang tidak kenal seharga Rp. 70.000.-( Tujuh puluh ribu rupiah )
Aris mengambil Rp. 15.000.- ( lima belas ribu rupiah ) sisa nya Terdakwa pakai
jajan bersama Fahril, Hendrik dan Terdakwa ambil uang untuk keperluaan sehari-
hari:1
2. Pertimbangan Majelis Hakim
Dalam hal ini, Putusan Hakim Anak harus mempertimbangkan mengenai
unsur-unsur yang didakwan oleh jaksa penuntut umum anak dalam dakwaanya.
Unsur-unusr pasal tersebut harus seluruhnya terbukti dan jika salah satu unsur
tersebut tidak terbukti, maka anak akan diputus bebas, dalam pertimbangan unsur
tersebut, Hakim harus merujuk pada ketentuan alat bukti yang terdapat pada pasal
184 KUHAP dan juga berdasarkan menurut para ahli maupun para yurisprudensi
untuk menentukan lamanya pidana, Hakim anak juga menguaraikan tentang
keadan baik yang menberatkan maupun yang meringkan.
1 Putusan Pengadilan Negeri ..., h.3
67
Mengenai penegasan tentang keadan-keadaan yang menberatkan dan
meringkan bagi anak dapat bercermin baik dari diri sendiri dan perilakunya, untuk
kepentingan kepribadian maupun untuk masa depannya.
Dalam putusan nomor 402/PID.SUS/2013/PN.TNG , Menimbang, bahwa
kini Majelis Hakim akan mempertimbangkan dakwaan Penuntut Umum yaitu
melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-3, ke-4 KUHP, yang unsur-unsur sebagai
berikut:2
• Barang siapa
• Mengambil sesuatu barang
• Yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain
• Dengan maksud untuk memilki dengan melawan hukum
• Pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang
ada rumahnya. Yang dilakukan oleh orang yang ada disitu untuk tidak
diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam
persidangan, Majelis Hakim sependapat dengan penuntut Umum bahwa unsur-
unsur Pasal 363 ayat (1) ke-3, ke-4 KUHP telah terpenuhi, dan oleh karena
terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana “ pencurian dalam keadaan menberatkan” . untuk itu Terdakwa harus
dijatuhi hukuman yang setimpal dengan perbuatanya:
Menimbang, bahwa selama proses persidangan perkara ini berlangsung,
Pengadilan tidak menemukan adanya alasan-alasan yang dapat dipakai sebagai
alasan pemaaf, pembenar maupun alasan pengahapus pidana lainnya sebagaimana
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku:3
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24, 25 dan 26 KUHAP,
maka masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa akan dikurangkan
dengan lamanya pidana penjara yang akan dijatuhkan kepada Terdakwa:
2 Putusan Pengadilan Negeri ..., h.5 3 Putusan Pengadilan Negeri ..., h.6
68
Menimbang, bahwa sebelum putusan mempunyai kekuasan hukum,
maka berdasarkan Pasal 193 ayat (2) b KUHAP , status penahanan Terdakwa
tetap dipertahankan
Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 222 ayat (1) KUHAP, karena
Terdakwa dinyatakan bersalah dan dipidana penjara, maka kepada Terdakwa tetap
menbayar biaya perkara yang besarnya ditentukan dalam antar putusan dibawahi
ini:
Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan hukuman Terdakwa dipandang
perlu untuk mempetimbangkan hal-hal yang menberatkan maupun yang
meringkan yang dijadikan alasan menjatuhkan sebagai berikut: 4
Hal-hal yang menberatkan:
• Perbuatan Terdakwa meresahkan masyarakat:
• Perbuatan Terdakwa merugikan saksi korban:
Hal-hal yang meringkan :
• Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan:
• Terdakwa belum pernah dihukum:
• Terdakwa masih berusia muda dan diharapkan untuk menjadi baik dan
dapat berubah tingkah lakunya:
Menimbang, bahwa terhadap barang bukti yang diajukan dalam perkara ini,
maka statusnya hukuman yang ditentukan sebagaimana diktum putusan dibawah
ini:
Bahwa dengan memperhatikan hal-hal yang telah dipertimbangkan oleh
Majelis Hakim, maka akhirnya Majelis sampai pada suatu kesimpulan bahwa
akan dijatuhi kepada terdakwa seperti tersebut dalam memutuskan putusan
merupakan suatu pidana yang dianggap adil dan bijaksana dan sesuai dengan rasa
keasilan.
4 Putusan Pengadilan Negeri ..., h.6
69
3. Amar Putusan
Salah satu esensi terpenting dari proses dan prosedural perkara anak
adalah putusan Hakim Pengadilan sebagai akhir penyesalan perkara anak. 5
Ditinjau dari praktik peradilan, amar putusan hakim anak dimulai dengan kata “
mengadili ”
Dalam putusan nomor 402/PID.SUS/2013/PN.TNG mengenai
Pertanggungjawaban pidana pencurian yang dilakukan anak dibawah umur
terdapat amar putusan yang berisi “ mengadili ”
a. Menyatakan bahwa Terdakwa ZULFIKAR alias UPI Bin
SUHARTONO telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana “ pencurian dalam keadaan menberatkan”,
b. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa ZULFIKAR alias UPI Bin
SUHARTONO oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 ( lima
) bulan dan 15 ( lima belas ) hari;
c. Menetapkan masa penangkapan dan penahana yang telah dijalani
Terdakwa dikurangi seluruhnya dan pidana penjara yang dijatuhikan
d. Memerintahkan Terdakwa tetap ditahan;
e. Memerintahkan agar barang bukti berupa ;
- Tabung gas ukuran 3 kg, Monitor, CPU, Keyboard, helm,
dikembalikan kepada yang berhak yaitu saksi Ahmad Sumadj;
f. Menbebankan Terdakwa menbayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000 (
Dua Ribu rupiah );
Penulis beranggapan, bahwa vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim
merupakan keputusan yang tepat. Di samping menimbang hal-hal yang
memberatkan dan meringankan Terdakwa anak di bawah umur tersebut, patut pula
dipertimbangkan adanya kekhususan yang dimiliki seorang anak di bawah umur
sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Maka itu, kasus ini memiliki
kekhususan dengan mengecualikan ketentutan yang umum seperti yang tercantum
5Lilik Mulyadi, Wajah Sistem Peradilan Pidana Anak Indonesia, ( bandung, PT. Alumni, 2014,) hl.274.
70
dalam Pasal 363 ayat 1 ke 3-4 KUHP yang memberikan sanksi 7 tahun.
Kekhususan ini disebabkan dengan adanya faktor umur seseorang. Di samping itu,
ketentuan yang digariskan dalam Pasal 363 ayat 1 ke 3-4 KUHP bukanlah sanksi
yang mutlak diterapkan. Sebab selama terdapat beberapa hal yang menurut hakim
dapat meringankan, maka sanksi dapat diperingan, dengan ketentuan tidak melebihi
batas sanksi yang digariskan, ultra petita.
B. Batasan usia anak di bawah umur menurut Hukum Islam dan Hukum Positif
A. Menurut Hukum Pidana Positif
Dalam hukum pidana Positif batasan anak ditentukan oleh Undang-undang
yaitu 12 (dua belas) tahun dan belum 18 (delapan belas) tahun atau belum
menikah. Hal ini agak berbeda jika memakai hukum perdata yang tertuang
dalam KHI (kompilasi hukum Islam) yang menyebutkan bahwa pengertian anak
yang kaitannya dengan Pemeliharaan Anak (Bab XIV Pasal 98) adalah
seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, adapun bunyi
lengkapnya sebagai berikut:
“Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 (dua puluh
satu) tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau
belum pernah melangsungkan pernikahan”.6
Dalam beberapa Bab yang terkandung dalam Undang-undang Nomor
3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak, terdapat Bab yang mengatur
tentang pemidanaan terhadap batas umur anak yang dapat diajukan ke sidang
pengadilan anak yaitu dalam Bab I Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Pasal ini
berbunyi :
1. Batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke Sidang Anak adalah
sekurangkurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur
18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.
2. Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan diajukan ke sidang
pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur
6Kompilasi Hukum Islam Bab XIIV Tentang Pemeliharaan AnakPasal 98 Ayat (1).
71
tersebut, tetapi belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, tetap
diajukan ke Sidang Anak. 7
Dalam hal ini apabila seorang anak di bawah umur melakukan tindak pidana
pencurian, maka anak tersebut tidak dapat dikenai hukuman orang dewasa.
Karena hukuman bagi anak adalah setengah dari hukuman orang dewasa.
Dan setiap anak pertumbuhannya berbeda-beda. Dilihat dari segi lingkungan
dan pergaulan anak tersebut. ada seorang anak yang cukup kasih sayangnya dan
ada pula anak tersebut tidak dapat kasih sayang baik dari keluarga maupun
lingkungannya. Maka hal ini akan menjadikan anak tersebut mencari
lingkungan yang nyaman baginya. Dan anak tersebut tidak bias membedakan
mana lingkungan yang baik dan mana lingkungan yang buruk.
Begitupula kehidupan anak tersebut. jika tidak diperhatikan oleh
keluarganya maka anak tersebut bias terjerumus ke dalam tindak pidana
kejahatan baik itu pencurian maupun pembunuhan. Maka dalam hal ini
orang tua asuhnya sangat dibutuhkan supaya mendidik anak tersebut menjadi
anak yang cakap hukum. Misalnya: jika orang tua mendidik anak tersebut dengan
baik dan benar maka anak tersebut tidak akan terjerumus dalam tindak pidana.
B. Menurut Hukum Pidana Islam
Menurut hukum pidana Islam, batasan terhadap usia minimum seorang anak
tidak dijelaskan secara pasti, disamping banyaknya perbedaan pendapat di antara
para ulama. Adanya perbedaan pendapat dikalangan para ulama fiqh mengenai
batas usia minimum bagi anak yang dikenakan pemidanaan, dapat dijadikan
sebuah rujukan dalam menetapkan sanksi pemidanaan terhadap anak.
Penetapan umur dianggap penting, karena baik dalam hokum
Positif maupun hukum pidana Islam, umur dijadikan sebagai acuan bagi
hakim dalam menentukan jenis sanksi yang akan dibebankan pada seorang anak
tersebut. Seperti halnya dalam hukum pidana Islam, ketentuan adanya pidana
7Redaksi Sinar Grafika, Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Peradilan Anak, Jakarta: Sinar Grafika, 2000. H. 4.
72
dibebankan terhadap orang yang telah dibebani kewajiban hukum (mukallaf), dan
bukan orang yang belum mengerti dan paham akan hukum (anak-anak).8
Dalam Fiqh, Islam tidak memberi batasan yang pasti terhadap batasan
umur anak disamping banyaknya perbedaan pendapat diantara para ulama’.
Para ulama’ fiqh berijma’, bahwa seorang anak bila telah berihtilammaka
dipandang baligh. Begitu juga seorang gadis, dengan kedatangan haidatau
kuat untuk hamil. Sesuai dengan ayat Al-Qur’an dalam surat An-Nur ayat 59:
ك یبین اللة لكم و ا ذ ا بلغ األ طفل منكم ا لحلم فلیستئذ نو ا كما ا ستئذ ن الذ ین قبلھم . كذ ل
59( ة علیم حكیم ء ا یتھ . والل
Artinya : “ Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur baligh, Maka
hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka
meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. Dan Allah
Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nur: 59).9
Baik dalam hukum pidana Islam maupun hukum Positif, keduanya
sama mempunyai kesamaan tentang adanya aturan mengenai kemampuan
bertanggung jawab. Dalam hukum pidana Islam aturan ini dituangkan dalam ayat-
ayat Al-Qur’an, sedangkan dalam hukum Positif dituangkan dalam Undang-
undang salah satunya adalah Undang-undang tentang Peradilan Anak.
Sedangkan aturan mengenai batasan anak antara hukum pidana Islam dengan
hukum Positif berbeda dengan kata lain, pertanggungjawaban anak dalam
hukum pidana Islam dengan hukum Positif juga.
berbeda terpaut adanya perbedaan siapa yang dikatakan anak dalam
hukum pidana Islam maupun hukum Positif. Dengan demikian antara hukum
pidana Islam dengan hukum Positif keduanya mempunyai kelebihan masing-
masing. Hukum pidana Islam lebih fleksibel dalam penentuan
pertanggungjawaban pidana karena pertanggungjawaban tidak ditentukan
dengan umur seseorang yang pasti tetapi pertanggungjawaban pidananya bersifat
keterkaitan antara baligh, mukallaf dan tamyiz. Sedangkan hukum Positif
8Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, ( Jakarta: Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan, 1992,) h. 86.
9Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, Bandung: Jabal Roudhotul Jannah, 2010, hlm 358
73
bersifat permanen terhadap umur tertentu antara 12 (dua belas) tahun
sampai 18 (delapan belas) tahun atau belum menikah.
C. Pertanggungjawaban Pidana Pencurian Yang Dilakukan Anak Di Bawah Umur
1. Menurut Hukum Pidana Positif
Dalam hukum Positif anak masih berpeluang untuk dipidana, tetapi dalam
proses peradilan maupun pidananya anak berhak mendapat perlakuan khusus, hal
ini juga termasuk dalam tindak pidana pencurian. Adapun ketentuan sanksi pidana
untuk anak menurut hukum Positif terutama yang terdapat pada ketentuan
Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak No. 11 tahun 2012 pasal 28 terdiri
dari:
a. Pidana denda yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal paling
banyak ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana denda bagi
orang dewasa.
b. Apabila pidana denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ternyata
tidak dapat dibayar maka diganti dengan wajib latihan kerja.
c. Wajib latihan kerja sebagai pengganti denda dilakukan paling lama 90
(Sembilan puluh) hari kerja dan lama latihan kerja tidak lebih dari 4
(empat) jam sehari serta tidak dilakukan pada malam hari.10
2. Menurut Hukum Pidana Islam
Dalam hukum pidana Islam adalah pembebanan seseorang dengan
akibat perbuatan atau tidak adanya perbuatan yang dikerjakannya dengan
kemauan sendiri, di mana orang tersebut mengetahui maksud dan akibat dari
perbuatannya itu. Dalam hukum pidana Islam pertanggungjawaban itu didasarkan
kepada tiga hal:
a. Adanya perbuatan yang dilarang
b. Perbuatan itu dikerjakan dengan kemauan sendiri, dan
c. Pelaku mengetahui akibat perbuatannya itu.11
10Redaksi Sinar Grafika, Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Peradilan Anak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000.) H. 28.
11Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam; Fikih Jinayah,( Jakarta: Sinar Grafika, 2004,) H. 74.
74
Apabila terdapat tiga hal tersebut, maka terdapat pula
pertanggungjawaban. Apabila tidak terdapat maka tidak terdapat pula
pertanggungjawaban. Dengan demikian orang gila, anak di bawah umur,
orang yang dipaksa dan terpaksa tidak dibebani pertanggungjawaban, karena
dasar pertanggungjawaban pada mereka ini tidak ada. Dan anak di bawah umur
(belum baligh) tidak dikenakan hukuman pokok, seperti halnya potong
tangan, tetapi tidak menuntut kemungkinan dilakukannya ta’ziratau pembinaan
atau dimaafkan begitu saja karena pada dasarnya seseorang yang belum
baligh belum dibebani hukum secara penuh.
Dalam hukum pidana Islam pertanggungjawaban anak di bawah umur
yang mencuri tidak dipotong tangan, akan tetapi bisa digunakan alternative
berupa pembinaan atau ta’zir yang berupa hukuman selain hukuman pokok
(potong tangan), baik itu mendidik anak agar menjadi baik atau
dikembalikan keorang tua.
Selain perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian kepada
orang lain, perbuatan tersebut telah ditetapkan oleh Negara dalam bentuk
Undang-undang,
demikian pula dalam hukum pidana Islam, suatu perbuatan dapat
dikategorikan
sebagai tindak pidana (jarimah) apabila perbuatan tersebut telah diatur
oleh nash. Undang-undang maupun nashtersebut tidak mempunyai arti tanpa
adanya dukungan yang dapat memaksa seseorang untuk mematuhi peraturan
tersebut.
Dukungan yang dimaksud adalah penyertaan ancaman hukuman atau
sanksi.
Mengenai hukuman bagi anak yang melakukan tindak pidana, hukum
pidana Islam tidak memberikan ketentuan yang jelas, karena menurut hukum
Islam anak itu merupakan amanat yang diberikan oleh Allah SWT yang harus
dijaga, dirawat sebaik mungkin. Sehingga ketika seorang anak melakukan
75
perbuatan melanggar hukum, maka anak tersebut tidak dikenakan hukuman
dan sebagai gantinya, yang menjalankan hukuman adalah orang tuanya.
Selain perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian kepada orang lain,
perbuatan tersebut telah ditetapkan oleh Negara dalam bentuk Undang-
undang, demikian pula dalam hukum pidana Islam, suatu perbuatan dapat
dikategorikan sebagai tindak pidana (jarimah) apabila perbuatan tersebut telah
diatur oleh nash. Undang-undang maupun nashtersebut tidak mempunyai arti
tanpa adanya dukungan yang dapat memaksa seseorang untuk mematuhi
peraturan tersebut. Dukungan yang dimaksud adalah penyertaan ancaman
hukuman atau sanksi.
Mengenai hukuman bagi anak yang melakukan tindak pidana, hukum
pidana Islam tidak memberikan ketentuan yang jelas, karena menurut hukum
Islam anak itu merupakan amanat yang diberikan oleh Allah SWT yang harus
dijaga, dirawat sebaik mungkin. Sehingga ketika seorang anak melakukan
perbuatan melanggar hukum, maka anak tersebut tidak dikenakan hukuman
dan sebagai gantinya, yang menjalankan hukuman adalah orang tuanya.
Suatu perbuatan tidak dapat dianggap sebagai suatu tindak pidana,
sebelum ada ketentuan Undang-undang yang melarang suatu perbuatan dan
pelanggaran dari ketentuan Undang-undang tersebut berakibat pada pelaku tindak
pidana untuk diminta pertanggungjawabannya.12
Pelanggaran atau kejahatan terhadap ketentuan hukum dapat berupa
berbuat atau tidak berbuat. Pelaku jarimahdapat dihukum apabila perbuatannya
dapat dipersalahkan. Setiap perbuatan pidana atau peristiwa pidana itu harus
mengandung unsur-unsur sifat melawan hukum, perbuatan tersebut dapat
dipersalahkan dan perbuatan yang dilakukan merupakan perbuatan yang dalam
hukum dinyatakan perbuatan yang dapat dihukum. Dan dikatakan bahwa
jarimahdapat dipersalahkan terhadap pelakunya, apabila pelaku tersebut sudah
berakal, cukup umur, dan bebas berkehendak. Dalam arti pelaku tersebut
terlepas dari unsur paksaan dan dalam keadaan kesadaran yang penuh.
Oleh karena itu kedudukan anak kecil berbeda-beda menurut perbedaan masa
yang dilalui hidupnya.
Unsur-unsur jarimah dalam hukum pidana Islam, yaitu:
1. Adanya nashyang melarang dan mengancam perbuatan itu
2. Adanya tingkah laku yang membentukjarimah
3. Si perbuat adalah mukallaf.13
Pada dasarnya orang yang melakukan jarimah itu dihukum, tetapi ada yang
di antaranya tidak dihukum karena mabuk, gila dan belum dewasa. Seseorang yang
mampu bertanggung jawab dan telah dapat memutuskan baik buruknya suatu hal,
serta mampu mengatur dan mengontrol dirinya sesuai dengan pandangan hidup
yang dianutnya yakni Islam, maka dengan itu dia telah dewasa menurut pendidikan
Islam.
Dari ketentuan di atas adalah ketentuan terhadap keadaan seseorang yang
dapat dipertanggungjawabkan sekaligus, apabiladia berbuat jarimah maka dia
dikenakan sanksi pidana. Konsep yang dikenakan oleh syari’at Islam tentang
pertanggungjawaban anak yang belum dewasa merupakan konsep yang baik
meskipun telah lama, namun tetap menyamai teori terbaru di kalangan hukum
Positif. Menurut hukum Romawi yang mendasari hukum Bangsa Eropa
sebagai bentuk hukum Positif, menyatakan bahwa apabila anak-anak sudah
berumur 7 (tujuh) tahun maka dia dikenai pertanggungjawaban pidana. Sedangkan
menurut syari’at Islam pertanggungjawaban pidana didasarkan atas dua perkara,
yaitu kekuatan berpikir dan pilihan (iradahdan ikhtiar).
13Alie, Yafie, dkk., Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, terjemahan dari “At-Tasyri’ AlJina’I Al-Islamiy Muqaronah Bil Qanunil Wad’iy” karya Abdul Qadir Audah, jilid 4, ( Bogor, KharismaIlmu, ) h. 255.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah Penulis membahas masalah di atas, akhirnya penulis
dapat menyimpulkan bahwa :
1. Dalam Putusan Pengadilan Negeri Tangerang
Dalam hukum Positif, Hakim akan mempertimbangkan dakwaan
Penuntut Umum yaitu Dan Hakim juga menimbang ketentuan pasal 24,
25, 26 KUHP, pasal 363 ayat (1) ayat ke-(3), ke –(4) KUHP, Atas Nama
Zulfikar alias Upi Bin Suhartono, telah terbukti bersalah dan mengakui
nya, dan dijatuhi Pidana Hukuman selama 5 Bulan 15 hari, menbebankan
Terdakwa menbayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000.-. Dan dalam
hukum Islam melihat kepada Hukuman potongan karena anak ini telah
baligh.
2. Batasan usia anak di bawah umur dalam pandanagn Islam itu sendiri
melihat kepada baligh dan tumbuhnya anak tersebut, dan dalam hukum
positif itu sendiri bisa meliaht kepada Undang-Undang No.11 tahun 2012
tentang sistem peradilan pidana anak dan Undang-Undang No. 23 tahun
2002 diperbaruhi Undang-Undang No. 35 Tahun 2014. UU No. 1 tahun
1974 tentang perkawinan
3. Pertanggungjawaban tindak pidana pencurian yang dilakukan anak di
bawah umur dalam Menurut hukum Positif adalah anak masih
berpeluang untuk dipidana, tetapi dalam proses peradilan maupun
pidananya anak berhak mendapat perlakuan khusus, hal ini juga
termasuk dalam tindak pidana pencurian. Adapun ketentuan sanksi
pidana untuk anak menurut hukum Positif terutama yang terdapat
pada ketentuan Undang-undang Peradilan Anak No. 3 Tahun 1997 pasal
28 terdiri dari:
77
78
a. Pidana denda yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal paling banyak
½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana denda bagi orang
dewasa.
b. Apabila pidana denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ternyata tidak dapat dibayar maka diganti dengan wajib latihan kerja.
c. Wajib latihan kerja sebagai pengganti denda dilakukan paling
lama 90 (Sembilan puluh) hari kerja dan lama latihan kerja tidak
lebih dari 4 (empat) jam sehari serta tidak dilakukan pada malam hari.
menurut hukum pidana Islam adalah pengertian bahwa seseorang
bertanggung jawab atas sesuatu perbuatan pidana yang secara sahdan
telah diatur oleh nash(syar’i). Jadi tidak ada suatu jarimah, kecuali
sesudah ada penjelasan, dan tidak ada hukuman kecuali sesudah ada
aturan yang mengikatnya. Para fuqahamerumuskan sebuah kaidah
yang berbunyi, sebelum adaketentuan nash, tidak ada hukum bagi
perbuatan orang-orang berakal. Dari kaidah tersebut, dapat dipahami
bahwa perbuatan atau sikap tidak dipandang sebagai jarimah,
kecuali bila ada nash yang jelas melarang perbuatan tersebut.
Apabila tidak ada nashseperti itu, tidak ada tuntutan atau hukuman
terhadap pelakunya. Jadi dari kedua kaidah tersebut dapat
disimpulkan bahwa tidak ada jarimah dan tidak ada hukuman,
kecuali dengan suatu nash.
B. Saran-saran
Delik pidana pencurian atau tindak pidana lain yangdilakukan anak di
bawah umur merupakan perbuatan yang melanggar hukum, baikhukum
pidana Islam maupun hukum Positif. Selain itu, perbuatan pencurian atau
tindak pidana yang dilakukan oleh anak, ini tidak dibenarkan adanya
pemberian sanksi yang melebihi batas dari sanksi yang seharusnya bagi
seorang anak di bawah umur. dalam hukum pidana Islam anak di bawah umur
tidak mendapatkan sanksi dengan ketentuan bahwa anak tersebut belum
baligh, tetapi tidak menuntut kemungkinan bahwa anak juga akan
79
diberikan sanksi walaupun sanksi tersebut berupa ta’zir maupun pembinaan.
Oleh karena itu sangat diharapkanbagi setiap orang tua, agar membimbing
anaknya dan dapat menghindarkan anaknya dari perilaku melanggar
hukum. Dan bagi aparatur hukum, untuk selalu memproposionalkan hukum
anak di bawah umur sebagaimana Undang-undang yang mengaturnya,
baik itu dalam peradilan maupun proses pemidanaan. Hal ini merupakan
salah satu bentuk upaya menjadikan hukum yang berkeadilan bagi anak.
Selainitu, peran aktif dari masyarakat dalam menciptakan keamanan dan
kedamaian masyarakat sangat diperlukan untukmenjaga agar tercapainya
keadilan dalam hukum agar bisa berjalan diseluruh lapisan masyarakat
C. Penutup
Alhamdulillahirobbil’ Alamin, rasa Syukur Penulis panjatkan
kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufiq, dan
kemurahan-Nya kepada hamba-Nya (Penulis), Penulis akhirnya dapat
menyelesaikan tugas akhir studinya. Penulis menyadari bahwa dalam hasil
karya yang sederhana ini masih banyak kekurangan dan kekeliruan, baik
dalam penyusunan, maupun penulisannya. Maka Penulis mengaharapkan
saran dan kritik demi terciptanya karya ini lebih baik. Akhirnya Penulis
mengucapkan rasa syukur dan terimakasih kepada Allah SWT, kedua
Orang Tua, Keluarga, dan Segenap Kerabat, para pimpinan dikalangan
fakultas Syari’ah, Dosen Pembimbing, teman-teman seperjuangan, dan semua
pihak yang telah membantu skripsi ini. Semoga karya ini dapat
menjadikan manfaat baik bagi Penulis maupun orang lain. Mudah-
mudahan Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia dan rahmat-Nya
bagi kita semua amin.
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
P U T U S A NNomor : 402 / PID.SUS / 2013 / PN.TNG.
“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”
------Pengadilan Negeri Tangerang, yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara
pidana tindak pidana anak, telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara
terdakwa : -------------------
Nama Lengkap : ZULFIKAR Alias UPI Bin SUHARTONO ;
Tempat Lahir : Tangerang ;
Umur/ Tgl. Lahir : 16 tahun / 13 Juli 1996 ;
Jenis Kelamin : Laki-laki ;
Kebangsaan : Indonesia ;
Tempat Tinggal : Jalan Oscar VI Rt.003/002 Kelurahan Bambu Apus,
Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan ;
Agama : I s l a m ;
Pekerjaan : Pelajar ;
Pendidikan : SLTA Kelas 1 ;
(-). Terdakwa ditahan dalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN) sejak tanggal 03
Februari 2013 sampai dengan sekarang ;
Terdakwa didampingi oleh Penasihat Hukumnya bernama JON HENDRY, SH
& REKAN, Advokat dan Pengacara, pada Kantor LBH & LSM Pembela HAM Payung
Bangsa, beralamat di Komplek Pengayoman Eksekusi III Blok E.4/11 RT.01/13 Sukasari
Tangerang Banten, 15118, yang ditunjuk oleh Majelis Hakim dengan Penetapan No.402/
Pen/Pid.Sus/2013/PN.TNG tertanggal 13 Maret 2013 ;
PENGADILAN NEGERI TERSEBUT ;
Telah membaca berkas perkara atas nama Terdakwa tersebut ;
Telah mendengar keterangan saksi-saksi, dan keterangan Terdakwa ;
Telah memeriksa/memperhatikan barang bukti dalam perkara tersebut ;
Telah mendengar uraian tuntutan Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri
Tangerang atas diri Terdakwa, yang pada pokoknya menuntut sebagai berikut :
- 1 -
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
1 Menyatakan Terdakwa ZULFIKAR Alias UPI BIN SUHARTONO, bersalah
melakukan tindak pidana Pencurian dalam keadaan memberatkan, sebagaimana
diatur dan diancam pidana dalam Pasal 363 (1) ke-3, ke-4 KUHP dalam surat
dakwaan ;
2 Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa, berupa pidana penjara 7 (tujuh) bulan
dengan dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan
perintah Terdakwa tetap ditahan ;
3 Menyatakan barang bukti berupa :
- Tabung gas ukuran 3 kg, Monitor, CPU, Keyboard, helm, dikembalikan kepada
yang berhak yaitu saksi Ahmad Sumadji ;----------------------------------
4 Menetapkan agar Terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu
rupiah) ;
Setelah mendengar pembelaan secara lisan dari Terdakwa, yang pada pokoknya
bahwa Terdakwa dalam perkara ini mengaku bersalah, sangat menyesal serta berjanji
tidak akan mengulangi kembali, dan oleh karenanya Penasihat Hukum Terdakwa
memohon kepada Majelis Hakim agar dihukum yang seringan-ringannya
Menimbang, bahwa atas pembelaan secara lisan dari Terdakwa tersebut,
selanjutnya Penuntut Umum secara lisan mengajukan tanggapannya yang pada pokoknya
menyatakan tetap pada tuntutannya semula;
Menimbang, bahwa Terdakwa didakwa dengan dakwaan sebagai berikut :
Bahwa ia Terdakwa Zulfikar Alias Upi Bin Suhartono bersama Fahril, Hendrik
dan Aris Trianto (masing-masing berkas perkara terpisah), pada hari Kamis, tanggal 24
Januari 2013 sekira jam 03.00 Wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan
Januari di tahun 2013, bertempat di Perumahan Pamulang Permai I Blok A 19 RT.04/10
Kel. Pamulang Barat Kec. Pamulang Tangerang Selatan, atau setidak-tidaknya pada
tempat lain dimana Pengadilan Negeri Tangerang berwenang memeriksa dan mengadili
perkaranya, dengan sengaja mengambil sesuatu barang dengan maksud akan memiliki
barang itu dengan melawan hak, yang dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah
atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada disitu
tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak ykang dilakukan oleh dua orang
atau lebih secara bersama-sama. Perbuatan mana dilakukan Terdakwa dengan cara
sebagai berikut :
2
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Pada awalnya Terdakwa bersama Fahril, Hendrik dan zulfikar Alias Upi (masing-
masing berkas perakra terpisah) sedang berjalan jalan untuk mencari sasaran,
sesampainya di jalan Perumahan Pamulang Permai Blok A 19 Pamulang Barat
Kec. Pamulang Tangerang melihta rumah dalam keadaan sepi, kemudian
Terdakwa berempat membagi tugas, Terdakwa bersama Hendrik (berkas terpisah)
menunggu diluar pagar, sedangkan Upi dan Fahril (masing-masing berkas
terpisah) masuk kedalam pekarangan rumah dengan cara lompat pagar, kemudian
Terdakwa masuk kedalam rumah dengan cara terlebih dahulu melepas kaca nako,
dan pitnu terbuka setelah itu masuk ke dalam rumah mengambil barang-barang
berupa CPU, Monitor Keyboard yang ada di ruang depan lalu Terdakwa bawa
dipindahkan kebelakang rumah dan setelah itu Terdakwa pergi kedapur dan
mengambil tabung gas yang berukuran 3 kg, selanjutnya disatukan menjadi satu
dengan CPU sebelum mengambil keyboard mengambil celana yang ada di ruang
kursi tamu ;
• Dompet yang ada dimeja lalu Terdakwa Kantongi lalu celana Terdakwa lempar
kedalam kardus yang sudah disiapkan oleh Fahril (berkas terpisah) masuk lagi
kedalam rumah dan setelah keluar membawa montir. Kemudian Fahril (berkas
terpisah) mengemas hasil pencurian kedalam kardus yaitu CPU, monitor, dan
celana setelah barang dikemas barang dikeluarkan oleh Fahril dan dari luar
diterima oleh Hendrik (berkas terpisah), mengangkat tabung gas yang kemudian
dari luar pagar tabung gas Aris terima, setelah tabung gas Aris terima kembali
kemudian Aris menyerahkan bungkusan plastic yang berisi pakaian saksi korban
kepada Terdakwa, baru setelah Terdakewa dan Fahril keluar pekarangan dengan
cara lompat pagar secara bergantian. Selanjutnya tabung gas Aris jual kepada
orang yang tidak dikenal seharga Rp. 70.000,- (tujuh puluh ribu rupiah) Aris
bersama Fahril, Hendrik dan Terdakwa, sedangkan hasil penjualan computer Rp.
200.000,- (dua ratus ribu rupiah), sedangkan dompet Terdakwa ambil uangnya
untuk keperluan sehari-hari ;
• Akibat perbuatan Terdakwa bersama teman-temannya saksi Ahmad Sumadji
menderita kerugian Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) atau setidak-tidaknya lebih
dari Rp. 250,- (dua ratus lima puluh rupiah) ;
Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 363 ayat (1) ke-3, ke-4
KUHP ;
- 3 -
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa atas dakwaan tersebut di atas, Terdakwa menyatakan telah
mengerti dan tidak mengajukan keberatan / eksepsi atas dakwaan tersebut ;
Menimbang, bahwa Penuntut Umum telah mengajukan 3 (tiga) orang saksi,
yang telah didengar keterangannya dimuka persidangan dibawah sumpah adalah sebagai
berikut :
1. Saksi AHMAD SUMADJI :
• Bahwa saksi pernah diperiksa di Polisi ;
• Bahwa keterangan yang pernah saksi terangkan di Polisi tersebut benar ;
• Bahwa pada hari Kamis tanggal 24 Januari 2013 sekira pukul 04.30 WIB
bertempat di Perumahan Pamulang Permai I Blok A 19 RT.04/10 Kelurahan
Pamulang Barat, Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan, Terdakwa telah
melakukan tindak pidana pencurian terhadap barang berupa CPU komputer
warna putih Pentium IV, 1 (satu) buah tabung gas ukuran 3 kg, Monitor LCD
merk Samsung 15 inch, 1 (satu) buah helm merk KYT, 1 (satu) buah celana
jeans warna biru, jaket katun lengan panjang dan ATM BCA milik saksi ;
2. Saksi HENDRIK Bin PI’IN :
• Bahwa saksi pernah diperiksa di Polisi ;
• Bahwa keterangan yang pernah saksi terangkan di Polisi tersebut benar ;
• Bahwa pada hari Kamis tanggal 24 Januari 2013 sekira pukul 04.30 WIB
bertempat di Perumahan Pamulang Permai I Blok A 19 RT.04/10 Kelurahan
Pamulang Barat, Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan, Terdakwa telah
melakukan tindak pidana pencurian terhadap barang berupa CPU komputer
warna putih Pentium IV, 1 (satu) buah tabung gas ukuran 3 kg, Monitor LCD
merk Samsung 15 inch, 1 (satu) buah helm merk KYT, 1 (satu) buah celana
jeans warna biru, jaket katun lengan panjang dan ATM BCA milik saksi
AHMAD SUMADJI ;
Menimbang, bahwa atas keterangan saksi yang didengar dibawah sumpah
tersebut, Terdakwa atas pertanyaan Hakim menyatakan tidak keberatan dan semua
keterangan saksi dibenarkannya ; -------------------------------
Menimbang, bahwa dimuka persidangan Terdakwa telah memberikan
keterangan, yang pada pokoknya sebagai berikut :
4
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Bahwa Terdakwa pernah diperiksa di Polisi ;
• Bahwa keterangan yang pernah Terdakwa terangkan di Polisi tersebut benar ;
• Bahwa Terdakwa mengerti dakwaan Jaksa Penuntut Umum tersebut ;
• Bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum tersebut benar ;
• Bahwa pada hari Kamis tanggal 24 Januari 2013 sekira pukul 04.30 WIB
bertempat di Perumahan Pamulang Permai I Blok A 19 RT.04/10 Kelurahan
Pamulang Barat, Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan, Terdakwa telah
melakukan tindak pidana pencurian terhadap barang berupa CPU komputer
warna putih Pentium IV, 1 (satu) buah tabung gas ukuran 3 kg, Monitor LCD
merk Samsung 15 inch, 1 (satu) buah helm merk KYT, 1 (satu) buah celana
jeans warna biru, jaket katun lengan panjang dan ATM BCA milik saksi
AHMAD SUMADJI ;
• Bahwa Terdakwa merasa bersalah dan menyesal dengan perbuatannya ;
Menimbang, bahwa kini Majelis Hakim akan mempertimbangkan dakwaan
Penuntut Umum yaitu melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-3, ke-4 KUHP, yang unsur-
unsurnya sebagai berikut :
• Barang siapa ;
• Mengambil sesuatu barang ;
• Yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain ;
• Dengan maksud untuk memiliki dengan melawan hukum ;
• Pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada
rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada disitu tidak diketahui atau tidak
dikehendaki oleh yang berhak ;
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan,
Majelis Hakim sependapat dengan Penuntut Umum bahwa seluruh unsur-unsur Pasal 363
ayat (1) ke-3, ke-4 KUHP telah terpenuhi, dan oleh karenanya Terdakwa telah terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pencurian dalam keadaan
memberatkan“, untuk itu Terdakwa harus dijatuhi hukuman yang setimpal dengan
perbuatannya ;
Menimbang, bahwa selama proses persidangan perkara ini berlangsung,
Pengadilan tidak menemukan adanya alasan-alasan yang dapat dipakai sebagai alasan
- 5 -
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
pemaaf, pembenar maupun alasan penghapus pidana lainnya sebagaimana ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku ;
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan pasal 24, 25 dan 26 KUHAP, maka
masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa akan dikurangkan dengan lamanya
pidana penjara yang akan dijatuhkan kepada terdakwa ;
Menimbang, bahwa sebelum putusan mempunyai kekuatan hukum, maka
berdasarkan pasal 193 ayat (2) b KUHAP, status penahanan Terdakwa tetap
dipertahankan;
Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 222 ayat (1) KUHAP, karena Terdakwa
dinyatakan bersalah dan dipidana penjara, maka kepada Terdakwa dibebankan untuk
membayar biaya perkara yang besarnya akan ditentukan dalam amar putusan dibawah ini ;
Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan hukuman kepada Terdakwa
dipandang perlu untuk mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan maupun yang
meringankan, yang dijadikan alasan menjatuhkan hukuman sebagai berikut:
Hal-hal yang memberatkan :
• Perbuatan Terdakwa meresahkan masyarakat ;
• Perbuatan Terdakwa merugikan saksi korban ;
Hal-hal yang meringankan :
- Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan ;
- Terdakwa belum pernah dihukum ;
- Terdakwa masih berusia muda dan diharapkan untuk menjadi baik dan dapat berubah
tingkah lakunya ;
Menimbang, bahwa terhadap barang bukti yang diajukan dalam perkara ini,
statusnya akan ditentukan sebagaimana diktum putusan dibawah ini ;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas,
maka hukuman yang akan dijatuhkan sebagaimana tercantum dalam diktum putusan
dibawah ini dipandang sudah cukup adil dan bijaksana sesuai dengan kesalahannya ;
6
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Mengingat Pasal 363 ayat (1) ke-3, ke-4 KUHP, serta segala ketentuan dalam
KUHAP (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981) yang bersangkutan;
M E N G A D I L I
1. Menyatakan Terdakwa ZULFIKAR Alias UPI Bin SUHARTONO telah terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ”Pencurian dalam
keadaan memberatkan“ ;--------------------------------------------------------------
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa ZULFIKAR Alias UPI Bin SUHARTONO
oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 (lima) bulan dan 15 (lima belas) hari ;
3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa,
dikurangkan seluruhnya dari pidana penjara yang dijatuhkan ; -------
4. Memerintahkan Terdakwa tetap ditahan ; -------------------------------------------------
5. Memerintahkan agar barang bukti, berupa : ----------------------------------------------
- Tabung gas ukuran 3 kg, Monitor, CPU, Keyboard, helm, dikembalikan kepada
yang berhak yaitu saksi Ahmad Sumadji ; ---------------------------------
6. Membebankan Terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,-
( Dua ribu rupiah) ; ------------------------------------------------------------------------------
Demikianlah diputuskan pada hari : Rabu, tanggal 03 April 2013, oleh kami :
TOGA NAPITUPULU, SH. sebagai Hakim Tunggal, putusan mana pada hari itu juga
diucapkan di persidangan yang terbuka untuk umum oleh Hakim tersebut dengan dibantu
oleh : J.C. ENDANG ARDATI, Panitera Pengganti, dihadapan INA MAMMU A, SH.
Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Tangerang, dengan dihadiri oleh Terdakwa
dengan didampingi oleh Penasihat Hukumnya ;
PANITERA PENGGANTI,
J.C. ENDANG ARDATI
HAKIM TERSEBUT,
TOGA NAPITUPULU, SH.
- 7 -
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
8
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8