Top Banner
Persuasi Visual pada Iklan Rokok, antara Regulasi dan Menyiasati Didit Widiatmoko Suwardikun diditw@bdg centrin.net.id Cigarette’s health hazard element makes its marketing and commercial limited by a set of rules, however, this limitation has made some ad workers think more creatively. A cigarette has no clear functional benefits because this product has a floating character, so it needs a post to moor their variety of characters due to the indistinctive products character. When there’s a limitation, then a cigarettes ad would easily change its anchoring point. Some of their points are pop culture, as the relation between pop culture and cigarettes has become an exchange of meanings and values. Pop culture needs capital for its festival and cigarettes needs a mount for its marketing. Several streams from pop culture defines its communities, so, for segmentation interest, pop culture has the ability to gathering a mass. Masculinity is also used in a cigarettes ad, shown by extreme sport activities. The ad itself doesn’t show the cigarette, nor a smoking person, but by sticking out its company’s name and logo and its brand – also by persuasive visualization that could represent the target audience pride – thus by watching its activity and logo, the spectator could recognize and remember everything that the ad maker presenting. Keywords : visual persuasion, anchoring point, masculinity Hampir dipastikan, akan kita jumpai teks yang berbunyi; ” Merokok Dapat Menyebabkan Kanker, Serangan Jantung, Impotensi dan Gangguan Kehamilan dan Janin”, dalam kotak khusus di tiap kemasan rokok. Ada kandungan – kandungan tertentu seperti Tar dan Nikotin yang berbahaya bagi tubuh, menyebabkan rokok mendapat regulasi khusus. Uniknya walaupun regulasi tersebut dihadirkan dengan tujuan membatasi, dalam prakteknya justru menguntungkan ketika
21
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Persuasi Visual Pada Iklan Rokok 2006

Persuasi Visual pada Iklan Rokok, antara Regulasi dan Menyiasati

Didit Widiatmoko Suwardikundiditw@bdg centrin.net.id

Cigarette’s health hazard element makes its marketing and commercial limited by a set of rules, however, this limitation has made some ad workers think more creatively. A cigarette has no clear functional benefits because this product has a floating character, so it needs a post to moor their variety of characters due to the indistinctive products character. When there’s a limitation, then a cigarettes ad would easily change its anchoring point. Some of their points are pop culture, as the relation between pop culture and cigarettes has become an exchange of meanings and values. Pop culture needs capital for its festival and cigarettes needs a mount for its marketing. Several streams from pop culture defines its communities, so, for segmentation interest, pop culture has the ability to gathering a mass. Masculinity is also used in a cigarettes ad, shown by extreme sport activities.

The ad itself doesn’t show the cigarette, nor a smoking person, but by sticking out its company’s name and logo and its brand – also by persuasive visualization that could represent the target audience pride – thus by watching its activity and logo, the spectator could recognize and remember everything that the ad maker presenting.Keywords : visual persuasion, anchoring point, masculinity

Hampir dipastikan, akan kita jumpai teks yang berbunyi; ” Merokok Dapat

Menyebabkan Kanker, Serangan Jantung, Impotensi dan Gangguan Kehamilan dan

Janin”, dalam kotak khusus di tiap kemasan rokok. Ada kandungan – kandungan tertentu

seperti Tar dan Nikotin yang berbahaya bagi tubuh, menyebabkan rokok mendapat

regulasi khusus. Uniknya walaupun regulasi tersebut dihadirkan dengan tujuan

membatasi, dalam prakteknya justru menguntungkan ketika sebuah produk mampu

menyiasati dengan konsep-konsep kreatif beriklan baik komunikasi verbal maupun

visual.

Rokok biasanya dimasukkan dalam kategorisasi produk-produk yang sensitif. Hal

ini berkaitan erat dengan adanya regulasi khusus yang dikenakan terhadap brand tersebut.

Produk – produk yang terkategorisasi sebagai produk sensitif meliputi: rokok, kondom

pharmaceutical dan alkohol. Dalam dunia praktisi periklanan menyebutnya sebagai

produk AKROBAT, akronim dari: Alkohol, Kondom, Rokok dan Obat-obatan. Sebutan

tersebut juga mewakili bagaimana biro iklan harus memutar otak ( ber-AKROBAT)

dalam menyiasati regulasi-regulasi yang ada.

Page 2: Persuasi Visual Pada Iklan Rokok 2006

Dalam beriklan salah satu hal yang patut dipahami dengan jelas adalah

karakteristik sebuah produk yang akan diiklankan. Pada umumnya sebuah produk

diproduksi untuk mengisi sebuah kebutuhan tertentu. Lebih jelasnya sebuah produk

muncul karena memiliki atau memenuhi fungsi – fungsi tertentu.

Spesifikasi fungsi tersebut diolah lebih lanjut dalam strategi-strategi khusus

beriklan. Functional Benefit biasanya diolah menjadi Unique Selling Point sebagai

wahana diferensiasi diantara para kompetitornya. Kejelasan fungsi dan kelebihan-

kelebihan yang dimiliki sebuah produk akan mempertegas posisioning diantara produk di

ceruk yang sama. Hal ini akan memudahkan Pengiklan dalam mengomunikasikan seperti

apa produk yang ditawarkan.

Rokok dari sudut pandang ini justru memiliki keunikan tersendiri. Sebagai sebuah

produk tidak memiliki functional benefit secara jelas. Rokok telah memenuhi kebutuhan

tertentu yang juga sulit untuk di deskripsikan dengan pasti. Dalam kehidupan keseharian

kita, rokok sudah membentuk sebuah symptom tertentu (bagi para perokok ) yang

siklusnya mirip dengan kebutuhan konsumsi primer, seperti minum dan makan. Ada saat-

saat tertentu dimana seseorang merasa membutuhkannya dan harus dipenuhi. Tetapi

adakalanya rokok juga memenuhi kebutuhan konsumsi yang sifatnya lebih sekunder.

Seperti kudapan atau ’cemilan’, rokok mengisi ruang-ruang senggang di kehidupan kita.

Produk rokok memiliki kelenturan dalam banyak hal. Kelenturan tersebut menjadikan

rokok melampaui produk – produk di area sensitif lainnya.

Sebagai bandingan, produk pharmaceutical memiliki karakteristik yang lebih

kaku. Hal ini sangat menyulitkan biro iklan dalam menyiasati regulasi yang ada. Banyak

hal seperti kata-kata dan visual yang tidak boleh digunakan, ada juga kata-kata yang

justru harus dicantumkan, seperti kandungan bahan, kontra indikasi atau efek samping.

Akibatnya iklan pada produk obat-obatan dan sejenisnya menjadi paritas satu dengan

lainnya. Begitu juga yang terjadi pada produk minuman beralkohol. Karena karakteristik

produknya jelas dengan segala fungsi dan value-nya, produk alkohol sama sekali dilarang

di media elektronik dan sebagian besar media lainnya. Walaupun iklan-iklan produk

alkohol sangat inspiring bagi biro iklan dalam mengomunikasikannya, pada akhirnya

hanya terbatas dalam media above the line saja.

Page 3: Persuasi Visual Pada Iklan Rokok 2006

Ketidakjelasan functional benefit dari rokok menjadikan produk tersebut

cenderung floating karakteristiknya. Sehingga membutuhkan nilai-nilai tertentu sebagai

tempat berlabuh (anchoring) konsep produk untuk dikomunikasikan pada konsumennya.

Nilai-nilai yang diangkat sebagai tempat berlabuhnya konsep-konsep tersebut menjadi

sangat terbuka karena ketidakjelasan karakteristik produk. Hal ini menjadikan ide –ide

pengiklan melanglang buana tak terbatasi sebagai landasan kreatifnya. Batasan-batasan

yang selama ini dihadirkan dalam regulasi seperti larangan tegas memperlihatkan produk

rokok dan asap rokok justru dengan mudah disiasati.

Dengan terbukanya kemungkinan-kemungkinan yang ada pembuat iklan produk

rokok juga mampu melampaui mandatori-mandatori konservatif yang sering dipatok oleh

klien ( para produsen rokok).

Iklan Rokok dan Persuasi melalui Budaya Pop

Keleluasaan pengembangan konsep kreatif pada iklan rokok menjadikan iklan-

iklan yang muncul lebih kreatif dan variatif. Salah satu tempat berlabuh konsep dan nilai-

nilai produk rokok adalah wilayah budaya pop. Pemilihan budaya pop sebagai tempat

berlabuh dapat disidik dari kelebihan-kelebihan dan kemampuan wilayah tersebut dalam

men-deliver ide-ide dan nilai-nilai produk kepada konsumennya. Budaya pop memberi

Page 4: Persuasi Visual Pada Iklan Rokok 2006

ruang yang mampu menghimpun massa dan sekaligus mudah dipahami oleh massa yang

lebih luas.

Budaya menurut Raymond Williams bisa berarti ”pandangan hidup tertentu dari

masyarakat, periode, atau kelompok tertentu ”. Jika kita membahas dengan definisi ini

maka perkembangan sastra, hiburan, olah raga, dan upacara ritus keagamaan termasuk di

dalamnya. Selanjutnya, Williams mendefinisikan budaya juga sebagai praktik-praktik

penandaan ( signifying practices). Dengan definisi ini, kita dapat menyebut puisi, novel,

opera, lukisan, sebagai contohnya. Maka, berbicara tentang budaya pop berarti

menggabungkan kedua makna budaya tersebut. Makna pandangan hidup tertentu

memungkinkan kita untuk berbicara tentang praktik – praktiknya. Praktik kebermaknaan

memungkinkan kita untuk membahas tentang opera sabun, musik pop, ataupun komik

sebagai contoh lain dari budaya pop. Praktik-praktik budaya menghadirkan teks-teks

budaya. Dan selanjutnya teks-teks budaya tersebut diadopsi oleh Pengiklan dalam

pengembangan konsep kreatifnya.

Budaya pop seringkali dikontraskan dengan budaya tinggi. Batas-batas kultural

tinggi-rendah akhirnya mereproduksi budaya populer yang dianggap sebagai

”inferioritas”. Argumen tersebut cenderung memandang budaya yang berbasis komoditas

sebagai sesuatu yang tidak autentik, manipulatif. Dasar pemikirannya adalah budaya

massa kapitalis terkomodifikasi tidaklah autentik karena tidak diproduksi oleh orang

kebanyakan, dan bersifat manipulatif karena tujuan utamanya adalah supaya laku dijual.

Budaya pop juga akhirnya memunculkan istilah ”Industri Budaya” untuk menunjukkan

bahwa budaya tersebut tidak bisa lepas dari politik ekonomi dan produksi kebudayaan

oleh perusahaan-perusahaan kapitalis.

Hubungan tersebut menjadikan sebuah simbiosis yang mutualis antara produk-

produk rokok yang akan diiklankan dengan mengambil idiom-idiom budaya pop. Iklan-

iklan rokok dengan mudah mendeliver nilai-nilai yang ingin disampaikan pada target

marketnya. Transfer nilai-nilai tersebut menjadi sangat mudah karena terjadi proses

Mimikri, sebuah proses perpindahan nilai-nilai karena didasari oleh kesenangan. Budaya

pop membawa kesenangan tersendiri karena sifat hiburannya. Hiburan menjadi pintu

utama masuknya nilai-nilai sebuah produk rokok melalui ikon-ikon populer seperti

aktris/aktor, atau musisi yang biasa menghibur massa. Proses pengidolaan terhadap

Page 5: Persuasi Visual Pada Iklan Rokok 2006

orang-orang yang menjadi ikon budaya pop atau praktik-praktik budaya pop, seperti

musik, dan olah raga menjadi hal yang penting.

Antara budaya pop dan produk-produk rokok terjadi barter nilai dan makna. Di

satu sisi dalam praktiknya kelangsungan budaya pop membutuhkan pemodal ( pengiklan/

produsen rokok), dan vice versa-nya, pengiklan (produsen rokok) membutuhkan wahana

untuk mendeliver nilai-nilai produknya pada konsumen yang menyenangi budaya pop.

Event budaya pop seperti konser musik adalah wahana yang sering dipakai untuk

menanamkan nilai-nilai produk rokok kepada target marketnya. Persuasi yang bersifat

asosiatif antara karakter produk dan karakter musik yang disponsori menjadi

pertimbangan utama. Nilai-nilai yang mewakili sebuah genre musik tertentu berarti juga

mewakili nilai-nilai sebuah produk yang mensponsorinya. Musik Jazz memiliki nilai-

nilai tertentu yang melekat menjadi citra yang khas dan telah memiliki posisi tersendiri

diantara genre musik lainnya. Kualitas musikalitasnya menjadikan musik Jazz

mengkhususkan pada tingkat apresian tertentu. Tingkat sophistikasi yang tinggi

membawa Jazz pada kategori musik yang ’High Class’. Nilai-nilai tersebut menjadi

tempat melabuhkan nilai-nilai beberapa produk rokok seperti Dji Sam Soe Super

Premium. Karakter produk yang diposisikan bercita rasa tinggi memiliki korelasi nilai

dengan musik Jazz. Diharapkan subtitusi nilai tersebut dengan mudah diapresiasi oleh

target market dari produk rokok yang bersangkutan.

Rokok

Djarum mencoba

melekatkan nilai-nilai produknya melalui genre musik yang berbeda, sesuai dengan

Page 6: Persuasi Visual Pada Iklan Rokok 2006

karakter musik yang mewakilinya. Musik Rock menjadi wahana penyampai aspirasi

nilai-nilai dari produk Djarum Super. Dalam All Out Tour ,Rockstar yang

merepresentasikan nilai-nilai tersebut adalah Band Jamrud, Dewa dan Padi. Cita rasa

musikalitas baik lirik lagu maupun partitur lagu, plus performance panggung bermuara

pada karakter tiap band. Band terpilih berarti mewakili juga cita rasa produk Djarum

Super sebagai sponsornya.

Kaum muda menjadi target market yang paling disasar oleh beberapa iklan rokok

Djarum. Hal ini terjejak melalui pemilihan genre musik yang dijadikan tempat berlabuh

nilai-nilai dan makna dari produk mereka. Selain musik-musik beraliran Rock, pada

produk rokok L.A Lights juga mulai menggarap ceruk anak muda yang menyukai musik

Indie. Musik Indie mempunyai tempat khusus di kalangan anak muda. Semangat

perlawanan terhadap jalur mainstream yang di bawa oleh musik indie seakan mewakili

semangat kalangan tersebut. Komunitas-komunitas yang menggemari musik indie

menjadi diaspora yang penting dan tidak bisa diabaikan begitu saja. Melalui L.A Indiefest

dengan tema ” Black Amplifier Concert ” , varian produk Djarum ini menggarap target

market ini melalui sponsorship konser musik dengan aliran Indie.

Sampoerna A Mild sebagai sebuah produk rokok yang mengawali munculnya

rokok mild di Indonesia pertama kali, mencoba meramu konsep konser musik yang

berbeda. A Mild mencoba mengidentikkan dirinya sebagai leading brand yang selalu

terdepan termasuk dalam penyelenggaraan konser musik. Konsep konser musik

Soundrenalin sangat mirip dengan konser musik legendaris Woodstock di Amerika. Citra

’yang mengawali’ atau yang telah ’melegenda’ menjadi nilai-nilai yang coba diraih oleh

A Mild. Disamping pemilihan musisi pengisi acara konser tersebut yang juga

mensubtitusi nilai-nilai dari produk A Mild. Aksi panggung spektakuler puluhan musisi

terkenal, A Mild Live Soundrenaline juga menghadirkan beberapa hiburan lain selain

musik, misaInya games, permainan basket, barisan stand-stand yang menarik, dan

berbagai atraksi lainnya. Ini menjadikan A Mild Live Soundrenaline sebagai sebuah

festival “musik plus” yang merepresentasikan juga kreatifitas penciptaan sebuah produk

rokok mild yang mereka sandang.

Selain musik, ranah budaya pop yang tidak kalah kemampuannya dalam

menghimpun massa dan berpeluang untuk penetrasi nilai-nilai dari sebuah produk rokok

Page 7: Persuasi Visual Pada Iklan Rokok 2006

adalah ritus olah raga. Berbagai jenis olah raga menjadi wahana yang sangat

menguntungkan bila dapat dipergunakan untuk mendeliver nilai dan makna melalui

sponsorship. Dari sepak bola yang sangat mendunia sampai bulutangkis yang menjadi

kebanggaan nasional tak luput dari sponsorship produk rokok. Intinya budaya pop

memberi ruang yang luar biasa dalam mendeliver nilai dan makna dari sebuah produk

rokok. Kemampuan menghimpun massa yang luas sekaligus tersegmentasi dengan sangat

baik menjadikan tempat berlabuh yang ideal bagi iklan rokok pada umumnya. Walaupun

dengan akal jernih akan kita temukan adanya ketidaksinambungan antara produk rokok

yang cenderung merusak kesehatan dengan ritual olah raga yang justru sebaliknya,

dipercaya menjaga kesehatan.

Iklan Rokok dan Representasi Maskulinitas

Maskulinitas seperti sekeping mata uang dalam iklan – iklan rokok. Produk rokok

selalu diasumsikan dengan nilai – nilai kejantanan, pemberani, petualang, macho. Nilai-

nilai ini diangkat dengan dalih target market terbesar produk tersebut adalah kaum Adam.

Beberapa contoh tagline, seperti : ”Pria Punya Selera”, ”Selera Pemberani”, ” Tunjukkan

Merahmu”, ”Yang Penting Rasanya Bung !”. Sederet key word tersebut kental sekali

warna maskulinitasnya. Terkadang disubtitusikan dalam bentuk warna (merah= berani =

laki-laki) atau sifat-sifat yang identik dengan kelelakian seperti sifat pemberani.

Walaupun warna merah atau sifat pemberani tidak selalu menjadi milik pria, tetapi iklan

tersebut memanfaatkan pola pikir stereotip yang ada di masyarakat sekarang ini. Pola-

pola pikir bahwa pria adalah sosok yang aktif, dinamis, berani, kuat. Sedangkan wanita

Page 8: Persuasi Visual Pada Iklan Rokok 2006

adalah sosok yang pasif, makhluk domestik, lemah, dimanfaatkan sebagai referensi

utama para pembuat iklan rokok.

Kuatnya maskulinitas dalam iklan rokok dapat kita telusuri dari banyak aspek.

Pertama, adalah dari produk rokok itu sendiri, rokok adalah sebuah habit impor. Budaya

merokok dari awalnya memang dikhususkan untuk pria. Oleh pria-pria dewasa suku

Indian di Amerika. Di Indonesia tidak mengenal budaya menghisap tembakau dengan

cara dibakar ( merokok ), tetapi dengan cara dikunyah dicampur daun sirih ( menyirih ).

Kegiatan menyirih tersebut dilakukan baik pria maupun wanita di Indonesia.

Sifat-sifat ”khusus pria” tersebut selanjutnya melekat pada produk rokok. Secara

karakteristik morfologis dari rokok sekarang ini, mewakili bentuk ’Phallus’ yang identik

dengan milik pria. Sadar atau tidak, produk rokok membawa nilai-nilai kelelakian sejak

awalnya.

Kedua, adalah pada sifat-sifat Periklanan yang juga kita impor dari barat. Pola

pikir barat sangat dipengaruhi oleh pemikiran Yunani dan Romawi. Maskulinitas dan

budaya Patriarkal sangat kuat tercermin pada pola pikir keduanya. Akar ’keperkasaan’

dalam konteks Periklanan Modern dapat kita telusuri lebih lanjut dalam tradisi Yunani

dan tentu saja Romawi. Kedua budaya tersebut telah teradopsi ke dalam kebudayaan

kapitalistik Barat modern. Kebudayaan Yunani berkembang melalui unsur-unsur

maskulinitas penggambaran dewa-dewa dalam lukisan maupun patung-patungnya. Mitos-

mitos dewa mereka selalu digambarkan tampan, gagah, berotot kawat, pandai, dan

perkasa. Selanjutnya mitos tersebut ter-representasi dalam wujud kegagahan kaisar-kaisar

Romawi. Julius Caesar (102-44 SM ) salah satu yang paling dikenal namanya. Dan

beberapa kisah lainnya, seperti Mark Anthony salah seorang panglima Caesar yang

ditugaskan di Mesir dan kemudian terlibat asmara dengan Cleopatra. Keperkasaan,

kekuasaan, penaklukan selalu menyertai kisah – kisah dalam sejarah Romawi.

Hal ini menjadi wajar, bila mulai dari organisasi politik, kesenian, dan

kesusastraan, sampai alfabetikal Romawi sangat mempengaruhi kebudayaan yang

muncul di Eropa dan berimbas pula ke Amerika. Kedua kebudayaan tersebut kian

menampakkan wujudnya terutama ketika di Eropa dan kemudian di Amerika Serikat

muncul sebuah gerakan kebudayaan pop pada pertengahan 1950-an. Salah satu dampak

yang perlu dicatat adalah munculnya seni beriklan indah. Iklan harus tampil mempesona,

Page 9: Persuasi Visual Pada Iklan Rokok 2006

cantik, indah, menarik dan atraktif. Pada akhirnya cara manipulasi iklan dalam

pengolahannya tidak hanya berperan sebagai ”sihir” pengolah kesadaran masyarakat

tetapi juga penerus tongkat estafet semangat maskulinitas budaya Romawi dan Yunani.

Ketiga, adalah faktor media. Persoalan dominasi pria erat bertalian dengan fungsi

media massa. Fungsi media massa sebagai sarana memberi informasi, hiburan, dan juga

mendidik sangat berperan dalam membangun imajinasi atau fantasi masyarakat

pembacanya. Implikasinya, persepsi dan konsep tentang ”keperkasaan” lelaki sebagai

bagian dari fantasi khalayak pembacanya, bukan menjadi sesuatu yang sulit untuk

ditemukan dan dijadikan komoditas iklan.

Selanjutnya aktivitas jurnalistik, terutama dalam meneropong wanita seringkali

didominasi lelaki. Pandangan – pandangan media terhadap wanita terkooptasi dalam

bingkai khas lelaki. Contoh konkret adalah cover majalah atau tabloid yang kita jumpai

setiap hari lebih sering menampilkan gambar wanita sebagai hiasan (point of interest).

Dalam konteks ini cara pandang wanita dalam media massa seringkali tereduksi sebatas

makhluk biologis.

Dalam iklan rokok penggambaran tersebut lebih jelas tampak. Sosok pria menjadi

subyek utama penokohan dalam iklan-iklannya. Beberapa seri iklan rokok Djarum Super

menampilkan beberapa lelaki melakukan olah raga alam bebas. Olah raga alam bebas

selain tentu merepresentasikan kebebasan ( keleluasaan kehendak ) juga berarti

kekuasaan untuk memilih yang dinginkan. Hal ini jelas identik dengan semangat

maskulinitas. Belum pemilihan aktifitas alam bebas dengan kategori ekstrim; panjat

tebing, paralayang, menyusur sungai, off road identik dengan keberanian dalam level

tertentu dan selalu berafiliasi dengan citra lelaki. Kebebasan ( kegiatan alam bebas /

outdoor adventure ) juga berarti posisi negasi dari citra domestifikasi perempuan. Citra

perempuan yang hanya tinggal di rumah saja, terjejak dalam sejarah perkembangan

peradaban manusia. Ketika manusia mengenal piranti untuk berburu, maka terjadi

pembagian tugas kaum pria pergi keluar berburu sedangkan kaum wanita tinggal di

rumah untuk menunggu dan memasak hasil buruan. Kegiatan eksplorasi keluar

selanjutnya identik dengan pekerjaan lelaki.

Page 10: Persuasi Visual Pada Iklan Rokok 2006

Maskulinitas juga muncul dalam iklan rokok Dji Sam Soe dengan pendekatan

yang berbeda. Pria tegap masih menjadi subyek utama, profesi pilot jet tempur menjadi

simbol representasinya. Profesi pilot hampir dipastikan didominasi oleh pria. Jet tempur (

F-16 ) sebagai kendaraan membawa sifat-sifat agresifitas lelaki. Menyerang, menghabisi

dan mengalahkan adalah simbol kelelakian. Tagline ”Kesempurnaan dari Keahlian”

semakin menegaskan sifat – sifat maskulin yang terbangun. Kata ”sempurna” dan ”ahli”

bermuara pada kepandaian atau kecerdasan dalam tingkat tertentu. Secara referensial

dunia ilmu pengetahuan yang mengkonstitusi orang-orang pandai dan cerdas juga

didominasi oleh pria. Sebut saja Einstein, Newton, Copernicus dan masih banyak lagi

adalah ber-gender pria. Sedangkan ilmuwan wanita selalu hanya jadi subordinan, seperti

Merie Currie misalnya.

Iklan rokok Gudang Garam merepresentasikan citra maskulin melalui sosok pria

dan menyandingkannya dengan seekor harimau. Pria dan harimau disandingkan untuk

saling mensubtitusi makna diantara keduanya. Pria dengan ekspresi raut muka tegas,

Page 11: Persuasi Visual Pada Iklan Rokok 2006

secara gestural mendongak cenderung frontal, menyiratkan makna menantang dan

berani. Atribut pakaian berlidah dipundak menandakan peruntukkan di lapangan, dalam

hal ini konteksnya adalah hutan rimba. Sedangkan harimau sendiri mewakili simbol

kekuatan dan kekuasaan. Harimau adalah mamalia carnivora terbesar yang ada di hutan

tropis. Menempati struktur tertingi dalam rantai makanan, menjadikan harimau sebagai

raja rimba belantara di sebagian besar wilayah Indonesia.

Figur pria atau penampilan sosok pria dalam sebuah iklan tidak hanya simbolisasi

dominasi pria, melainkan lebih ke arah simbolisasi Maskulinitas dalam pengertian yang

lebih luas. Maskulinitas kapitalistik memberi makna dominasi pria dalam terminologi apa

saja yang memungkinkan untuk dijual. Wajah Indo ( campuran keturunan asing ) atau

sosok bule ( keturunan asing ). Implikasinya, adalah melahirkan pahlawan idola,

sebagaimana pernah dilakukan orang di zaman Yunani dan Romawi.

Iklan Rokok , Representasi Tubuh Individual dan Kelompok

Tubuh hari ini tereksposisi demikian intensif sekaligus ekstentif. Menurut I.

Bambang Sugiharto dalam Penjara Jiwa, Mesin Hasrat ( Jurnal Kalam, 2000: 26):

”ekstensif, sebab tubuh kini telah menjadi lingkungan visual kita di mana pun kita

berada. Di televisi, pada billboard iklan, di majalah, koran, ataupun tabloid, di segala

tempat dan saat kita mencerap dalam perjumpaan dengan citraan tubuh, kita merasa

Page 12: Persuasi Visual Pada Iklan Rokok 2006

dikepung oleh tubuh, seakan tubuh adalah satu-satunya bahasa komunikasi yang paling

mudah dimengerti ”.

Tubuh yang tercitrakan dalam iklan rokok menampilkan tubuh-tubuh yang

paradoks. Di satu sisi produk rokok memiliki kandungan yang membahayakan tubuh bila

terus-menerus terhisap. Tetapi tubuh-tubuh yang terepresentasi dalam iklan-iklan rokok

adalah mewakili tubuh yang terkategorikan sehat. Tubuh yang penuh integritas,

semangat, bergerak dinamis.

Tubuh dalam iklan adalah tubuh-tubuh rekayasa, objek penyampai pesan

komunikasi yang disiapkan oleh Tim Kreatifnya. Ideologi iklan memperlakukan tubuh

sebagai simbol-simbol yang membawa dan mewakili nilai dan makna produk yang

diiklankan. Meminjam istilah Mary Douglas, tubuh adalah kode atau metafor pemetaan

sosio-kognitif tertentu tentang realitas, yang seringkali bersifat ideologis. Tubuh

seringkali digunakan sebagai simbol hubungan sosial, bahkan dari sisi tertentu juga

politis. Dalam masyarakat pra-modern stabilitas ataupun instabilitas tubuh bahkan

memantulkan stabilitas atau instabilitas sistem sosial yang lebih luas. Tubuh yang sakit

mengisyaratkan adanya ketidakberesan dalam masyarakat. Dengan kesadaran itulah

tubuh dalam iklan rokok dibangun. Sosok tubuh yang kuat, kokoh dinamis, bersosialisasi

dalam bentuk kegiatan atau gaya hidup tertentu menjaga stabilitas makna yang

diinginkan.

Tubuh yang sendiri, mandiri mewakili citra individualistik. Tubuh yang mandiri

mendeliver makna kepercayaan diri (chauvinisme pada diri). Sebuah sifat yang dalam

konvensi makna selama ini diidentikkan dengan milik lelaki. Gestur dan anatomi tubuh

tertentu sengaja dipilih untuk menguatkan konsep komunikasi yang dimaksudkan. Bentuk

tubuh yang ideal menurut konvensi umum dan semangat zamannya (zeitgeist), otot-otot

yang kokoh, pose tertentu akan membingkai makna ideologis dari sebuah iklan rokok.

Kemandirian yang cenderung individualistik adalah cerminan gaya hidup urban

kosmopolit sekaligus sifat-sifat modernis yang dibawa oleh budaya barat. Tubuh-tubuh

yang lain tergambarkan bersosialisasi dalam kelompok. Kelompok tubuh tersebut di ikat

dalam kegiatan tertentu seperti: berolah raga, bermain musik, ataupun yang besifat gaya

hidup kosmopolit ’dugem’ di pub atau diskotik. Tubuh-tubuh tersebut mewakili semangat

guyub dunia timur ( dalam hal ini konteksnya Indonesia), ataupun semangat percaya pada

Page 13: Persuasi Visual Pada Iklan Rokok 2006

kelompok/ pertemanan yang berafiliasi dengan kalangan muda. Keduanya terepresentasi

dan menjalin makna sesuai dengan ideologi iklan rokok yang diwakilinya.

Daftar Pustaka Abbot, David, Cutting Edge Advertising, Prentice Hall, Singapore 1999Aland, Jenny

and Darby, Max, Art Connection, Heinemann Educational Australia, Melbourne, 1992.

Belch, George E and Michael A., Advertising and Promotion : An Integrated Marketing Communications Perspective, Irwin/ McGraw-Hill, International Edition, Boston, 1998.

Chaney, David, Lifestyles : Sebuah Pengantar Komprehensif, Jalasutra, Yogyakarta, 1996.

Hanusz, Mark, Kretek : The Culture and Heritage of Indonesia’s Clove Cigarettes, Equinox Publishing (Asia) Pte. Ltd. Singapore, 2003.

Kotler, Phillip. Advertising Insights From A - Z , Erlangga, Jakarta 2004. Krugman, Reid, Dunn, Barban, Advertising, its role in modern marketing, The

Dryden Press, Forth Worth, Texas, 1994. Ritonga, Jamiludin M., Tipologi Pesan Persuasif, Indeks, Jakarta 2005.

Rourkes, Nicholas, Design Synectics, Stimulating Creativity in Design, Davis Publications, Massachusetts, 1988

Storey, John, Teori Kebudayaan dan Budaya Pop, Memetakan Lanskap Konseptual Cultural Studies, Qalam, Yogyakarta, 2003

Sutopo, H.B. , Metodologi penelitian Kualitatif, dasar teori dan penerapannya dalam penelitian, Sebelas Maret University Press, Surakarta, 2002.

Sutrisno, M; Putranto, H; (editor), Teori-Teori Kebudayaan, Kanisius Yogyakarta, 2005.

Sumber LainBudi Handojo, Merek dan Produk. Majalah Media Kawasan, Desember 2005

Page 14: Persuasi Visual Pada Iklan Rokok 2006

http://www.pppi.co.idhttp://www.indonesianonsmokesociety.co.idhttp://www.republika.co.id/koran_detail.asp?.idhttp://www.kompas.comwww.phillipmorris.comwww.pdpersi.co.id

Tulisan ini cuplikan dari kesimpulan penelitian tentang “persuasi pada iklan rokok keretek”. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2006, bersama Doddy Ahmad dan Triyadi Guntur.