Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 90 Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina Irza Khurun’in 7 Abstract In the end of 2007, Australia through AusAID increased their foreign aid to the Pelstinian Authority nearly tripled, from $ 15.2 million in 2006-2007 to $ 42 million in 2007-2008. That policy could not be separatedfrom the Australian interest in the political conflictconstellation betweenIsraeland Palestine. Yet, as a donor country, Australia didn’t get economically benefit from the aid flow to Palestine. Moreover, the geographical location between two countries are very far apart. Furthermore, Australian aid to Palestinian Authority is also inconsistentwith thepolitical support, such as Australia rejection on the recognition ofPalestinian sovereignty. So, the research question is ‘why did Australia increaseits foreignaidtothe Palestinian Authority?’ To analyze this Australia’s behavior, the author uses a constructivist approach, with emphasize on humanitarian norm and Australian identity as a donor country. The basic assumption of constructivism focused on ideational structure and it become the main framework in this paper. Main argument in this paper is international humanitarian norm and Australian identity as a donor country act as ideational structure whichconstitutively interplay on the Australian policy toincrease foreign aid to the Palestinian Authority. Keywords: International humanitarian norm, national identity, foreign aid Pendahuluan Bantuan luar negeri menjadi fenomena penting dalam kancah perpolitikan dunia. Pada masa perang dingin, bantuan luar negeri menjadi media politik bagi negara-negara besar untuk menyebarkan ideologinya. Kondisi tersebut terus berlanjut seiring fenomena globalisasi. Terdapat berbagai pergeseran kepentingan dalam bantuan luar negeri. Muncul motif kemanusiaan dalam bantuan luar negeri, sekalipun tidak melepas kemungkinan adanya tendensi kepentingan politik di baliknya. Australia, misalnya, yang aktif menjadi negara donor sejak sebelum Perang Dunia II, dan terus mengalami perubahan selama 50 tahun terakhir ini (Australian Bureau of Statistic, 2001). Dalam program bantuan luar negeri, Australia juga mengikutsertakan aspek humanitarian aid. Unsur kemanusian menjadi hal yang tidak terlepaskan dari praktik bantuan luar negeri negara Penulis adalah Alumni Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya
26
Embed
Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 90
Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri
Australia ke Otoritas Palestina
Irza Khurun’in7
Abstract
In the end of 2007, Australia through AusAID increased their foreign aid to the
Pelstinian Authority nearly tripled, from $ 15.2 million in 2006-2007 to $ 42 million in
2007-2008. That policy could not be separatedfrom the Australian interest in the
political conflictconstellation betweenIsraeland Palestine. Yet, as a donor country,
Australia didn’t get economically benefit from the aid flow to Palestine. Moreover, the
geographical location between two countries are very far apart. Furthermore,
Australian aid to Palestinian Authority is also inconsistentwith thepolitical support,
such as Australia rejection on the recognition ofPalestinian sovereignty. So, the
research question is ‘why did Australia increaseits foreignaidtothe Palestinian
Authority?’ To analyze this Australia’s behavior, the author uses a constructivist
approach, with emphasize on humanitarian norm and Australian identity as a donor
country. The basic assumption of constructivism focused on ideational structure and it
become the main framework in this paper. Main argument in this paper is international
humanitarian norm and Australian identity as a donor country act as ideational
structure whichconstitutively interplay on the Australian policy toincrease foreign aid
to the Palestinian Authority.
Keywords: International humanitarian norm, national identity, foreign aid
Pendahuluan
Bantuan luar negeri menjadi fenomena penting dalam kancah
perpolitikan dunia. Pada masa perang dingin, bantuan luar negeri menjadi media
politik bagi negara-negara besar untuk menyebarkan ideologinya. Kondisi
tersebut terus berlanjut seiring fenomena globalisasi. Terdapat berbagai
pergeseran kepentingan dalam bantuan luar negeri. Muncul motif kemanusiaan
dalam bantuan luar negeri, sekalipun tidak melepas kemungkinan adanya
tendensi kepentingan politik di baliknya.
Australia, misalnya, yang aktif menjadi negara donor sejak sebelum
Perang Dunia II, dan terus mengalami perubahan selama 50 tahun terakhir ini
(Australian Bureau of Statistic, 2001). Dalam program bantuan luar negeri,
Australia juga mengikutsertakan aspek humanitarian aid. Unsur kemanusian
menjadi hal yang tidak terlepaskan dari praktik bantuan luar negeri negara
Penulis adalah Alumni Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Brawijaya
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 91
donor. Dalam bantuan luar negeri Australia secara konsisten menyertakan
humaniatarian aid disamping delopment aid.
Australia banyak memberikan asistensi ke negara-negara di Asia dan
Afrika, termasuk kawasan Timur Tengah, salah satunya adalah Otoritas
Palestina. Australia mulai memberikan bantuan luar negeri ke Otoritas Palestina
terhitung sejak tahun 1995 dan terjadi peningkatan drastis pada tahun 2007 di
bawah PM Kevin Rudd (Marty Harris, 2012). Bantuan Australia yang yang
semula $15,2 juta pada periode tahun 2006-2007 menjadi $42 juta pada periode
tahun 2007-2008 (Marty Harris, 2012). Terlihat bahwa terjadi peningkatan
hampir tiga kali lipat.
Sejak periode tahun 1995-1996 hingga periode tahun 2000-2001, rata-
rata bantuan luar negeri dari AusAID ke Otoritas Palestina adalah sebesar $5,4
juta. Mengalami peningkatan yang berarti pada periode 2001-2002 yakni sebesar
$9 juta. Bantuan luar negeri AusAID ke Otoritas Palestina periode tahun 2001-
2002 hingga periode tahun 2005-2006 terus mengalami peningkatan sedikit demi
sedikit hingga mencapai $16,1 juta pada periode tahun 2005-2006. Pada periode
tahun 2006-2007 menurun menjadi $15,2 juta. Rata-rata bantuan AusAID ke
Otoritas Palestina dari periode tahun 2001-2001 hingga tahun 2006-2007 adalah
sebesar $12,25 juta (Marty Harris, 2012).
Kecenderungan Australia dalam memberikan bantuan luar negeri ke
Otoritas Palestina tidak sejalan dengan dukungan politik yang diberikan.
Terdapat inkonsistensi dalam Pemerintah Australia untuk mendukung resim
politik di Palestina. Pertama, hingga tahun 2012, Australia tidak mengakui
Palestina sebagai entitas negara. Kedua, posisi Australia dalam menempatkan
diri dalam konflik Palestina dengan Israel, suara Australia cenderung mengekor
suara yang diberikan oleh Amerika Serikat. Seperti dalam catatan voting
Australia dalam Resolusi PBB ‘Peaceful settlement of the question of Palestine’
yang mencatat bahwa Australia 'abstain' pada tahun 2001 dan 2003, 'setuju' pada
tahun 2002, dan konsisten 'tidak' sejak tahun 2004. Ketiga, UNGA voting record
Australia terhadap resolusi-resolusi DK-PBB tidaklah memberikan dukungan
yang signifikan. Pada sidang PBB bulan Desember 2007, suara Australia dalam
resolusi self determination of Palestinian People adalah abstain, dan suara
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 92
menolak untuk resolusi permanent souvereignty of Palestinian people in the
Occupied Palestinian teritory (UNDP, 2010).
Keempat, dalam bidang ekonomi perdagangan seperti yang tercatat
dalam annual report Australia’s trade with Africa and the Middle East2010 oleh
Australian Government Foreign Affair and Trade tahun 2010, tidak tercatat
hubungan dagang antara Australia dengan Otoritas Palestina. Dalam bidang
politik, hubungan bilateral kedua negara bersifat informal, hanya dalam tataran
representatif office, kedua negara tidak memiliki hubungan diplomatik resmi.
Australia tidak memiliki kedutaan besar di Palestina, begitupula sebaliknya
(Australian Government Department of Foreign Affairs and Trade, 2012).
Dengan latar belakang ini, muncul pertanyaan, apa yang
melatarbelakangi Australia meningkatkan bantuan luar negerinya ke Otoritas
Palestina pada tahun 2007? Pendekatan konstruktivisme digunakan dalam
analisis dengan menekankan pada narasi konstruksi struktur ide di Australia.
Guna menjelaskan kebijakan yang diambil Australia melalui perspektif
konstruktivisme, penulis membaginya menjadi dua eksplanasi. Eksplanasi yang
pertama adalah adanya international humanitarian norms di level internasional
sebagai instrumen struktur ide yang mempengaruhi perilaku Australia dalam
peningkatan bantuan luar negerinya ke Otoritas Palestina. Eksplanasi yang
kedua adalah pengaruh struktur ide terhadap penguatan kembali identitas dan
argumentasi kepentingan nasional.
Perspektif Konstruktivisme
Di bagian latar belakang telah disebutkan tentang penggunaan
konstruktivisme sebagai alat analisis. Penggunaan konstruktivisme digunakan
karena penulis ingin melihat ada aspek non-material yang turut mendorong
perilaku Australia terkait dengan peningkatan bantuan luar negerinya ke Otoritas
Palestina. Tulisan ini fokus terhadap hubungan agen-struktur dalam kerangka
struktur ideasional, oleh karenanya penulis menggunakan logika berpikir
konstruktivisme.
Di tahun 1989, konstruktivisme muncul sebagai jalan tengah antara
pendekatan positivistik dan non-positivistik. Fokus utama kosntruktivisme
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 93
adalah hubungan agen-struktur, yang mana keduanya saling terkait dan saling
mempengaruhi. Konstruktivisme mengajak untuk berpikir bagaimana dunia
material-subjektif berinteraksi dengan dunia intersubjektif dalam proses
konstruksi realitas soial (Hobson, 2013:147).
Terdapat berbagai varian dalam konstruktivisme, diantaranya adalah
varian konvensional dan linguistik. Konstruktivisme aliran konvensional
menitiberaktkan pada konsep agen-struktur dengan fokus pada struktur ide
(ideas) sedangkan aliran linguistik menitikberatkan pada deliberasi wacana,
misalnya dalam speech act (Abubakar, 2011:123). Dalam tulisan ini, penulis
menggunakan aliran konvensional karena ingin melihat bagaimana perilaku
Australia dalam hal peningkatan bantuan luar negeri ke Otoritas Palestina tidak
lepas dari pengaruh struktur ide, yakni norma internasional dan identitas.
Norma dalam masyarakat internasional mempengaruhi identitas dan
kepentingan nasional. Norma ‘mengajari’ negara tentang apa yang seharusnya
menjadi kepentingan nasionalnya yang kemudian diimplementasikan dalam
kebijakan nasional (Abubakar, 2011:123-137). Finnemore menyatakan bahwa
norma sebagai bentukan negara-negara besar sehingga bisa menekan negara-
negara lain untuk mematuhinya. Di sisi lain, Wendt mengemukakan asumsinya
tentang identitas, bahwa aktor mendapatkan atau menciptakan identitas yang
kemudian memberikan dasar bagi kepentingan yang didefinisikan dalam proses
konseptualisasi sebuah situasi (Maja, 2002:14).
Identitas adalah hubungan antara apa yang dilakukan aktor dan
bagaimana aktor memberikan label pada diri aktor tersebut (Maja, 2002:14).
Identintas tidak hanya membangun dan mengatur interaksi dengan aktor lainnya,
melainkan juga menentukan bentuk anarki dan strategi untuk keamanan
lingkungan (Maja, 2002:14).Sehingga muncul identitas kolektif yang tergantung
pada bagaimana menciptakan kepentingan bersama.Aktor dengan identitas
kolektif mendefinisikan mereka berdasar pada perasaan solidaritas komunitas
dan loyalitas (Maja, 2002:15). Ditambah dengan pernyataan Finnemore tentang
norma bahwa norma yang dianggap sebagai bentukan negara-negara besar atas
interaksi-interaksi kemudian norma tersebut ‘mengajari’ negara tentang apa
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 94
yang seharusnya menjadi kepentingan nasionalnya yang kemudian
diimplementasikan dalam kebijakan nasional (Maja, 2002:14).
Konstruktivisme konvensional yang digunakan dalam analisis ini
menekankan pada tiga hal, yakni norma, identitas, dan kepentingan. Penjelasan
norma dan identitas sebagai struktur ideasional yang mempengaruhi Australia
dalam pembentukan kepentingan serta perilakunya. Norma internasional yang
dirujuk adalah norma kemanusiaan internasional atau international humanitarian
norm. Kondisi kemanusiaan di Palestina merupakan masalah bersama dalam
dunia internasional. Bagaimana negara-negara banyak yang memberikan
bantuan kemanusiaan ke Palestina dalam rangka membantu para pengungsi serta
menciptakan kerangka peace building untuk mengurangi penderitaan masyarakat
di Palestina. Konflik Israel Palestina yang belum memiliki ujung serta
menyebabkan banyak korban jiwa, traumatik, serta rusaknya insfrastruktur
merupakan tantangan kemanusiaan. Di sisi lain, Australia memberikan bantuan
luar negeri ke Palestina juga tidak lepas dari program kemanusiaan.
Poin yang kedua adalah identitas nasional. Wendt mendefinisikan
identitas sebagai seperangkat pemahaman yang relatif stabil tentang diri dan
perannya dalam hubungan sosial (Wendt dalam Eiki dan Piret, 2009:8). Klaim
utama paradigma konstruktivis adalah secara intersubjektifitas ide, norma, dan
nilai merupakan suatu kekuatan kausal independen yang saling mempengaruhi
(Wendt dalam Eiki dan Piret, 2009:8). Konseptualisasi identitias memaikan
peran terhadap ekspektiasi aktor terhadap dirinya sendiri (Wendt dalam Eiki dan
Piret, 2009:9). Lebih spesifik lagi, identitas dapat dipahami melalui tiga premis,
yang pertama adalah identitas bukan esesnial dan secara sosial terbentuk dalam
proses pendeskripsian dan konseptualisasinya (Eiki dan Piret, 2009:9). Kedua
identitas adalah relational, akibat dari hubungan dengan berbagai “significant
others” (Neumann dalam Eiki dan Piret, 2009:9). Dan yang terakhir adalah
identitas memiliki narasi dan diskursi struktur terhadap kondisi historis yang
dapat mempengaruhi aktor dalam menentukan aktor memahami siapa dirinya
(Ricoeur; A.D. Smith;Wertsch dalam Eiki dan Piret, 2009:9)
Bagi kosntruktivisme, struktur ideasional dan normatif adalah sama
pentingnya dengan struktur material. Menurut Copeland, struktur ideasional dan
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 95
pembentukan identitas berlaku hubungan saling mempengaruhi atau mutually
constituted (Guzzini dan Leander, 2006:26). Adanya hubungan yang saling
membentuk itu kemudian juga mempengaruhi perilaku yang diambil oleh aktor.
Berdasarkan latar belakang fenomena serta penjelasan teoritis di atas,
maka konstruktivisme membantu penulis untuk menunjukkan bahwa norma dan
identitas secara konstitutive membentuk perilaku aktor. Dalam hal ini,
international humanitarian norms yang memegang prinsip-prinsip kemanusiaan
telah terinternalisasi dalam aktivitas politik global. Berbagai organisasi
internasional telah mengamini adanya prinsip kemanusiaan yang harus ditaati
oleh negara. Termasuk pada aktivitas pemberian bantuan asing yang juga harus
menekankan aspek kemanusiaan di dalamnya. Australia, dalam hal ini, bertindak
sebagai negara donor. Tergabungnya Australia kedalam negara OECD maupun
DAC (Development Assitance Committee) ‘menuntut’ –nya untuk merasa perlu
berkontribusi dalam bantuan kemanusiaan sebagai bentuk aktualisasi diri dalam
dunia internasional dengan cara mematuhi norma.
Di sisi lain, perilaku peningkatan bantuan luar negeri ke Otoritas
Palestina tersebut juga dapat digunakan untuk penguatan kembali identitasnya.
Berangkat dari pemahaman mengenai konsep identitas yang telah dijelaskan
sebelumnya, maka identitas merupakan kondisi yang terkonstruksi secara sosial.
Seperti halnya dengan Australia yang melabeli dirinya sebagai negara donor.
Australia termasuk dalam 10 besar negara donor (OECD, 2011). Pemahaman
dirinya sebagai negara donor telah terinternalisasi sebagai sebuah identitas bagi
Australia. Maka, dalam kerangka bantuan luar negeri, Australia berupaya
menunjukkan bahwa dirinya merupakan negara donor yang menjalankan prinsip
kemanusiaan dengan langkah meningkatkan bantuan kemanusiaan ke Palestina.
Palestina menjadi salah satu arena bagi Australia untuk
mengeksistensikan diri dalam percaturan politik global. Ditambah dengan
konflik di Palestina melawan Israel yang menyebabkan banyak korban jiwa serta
kerusakan insfrastruktur. Langkah peningkatan bantuan luar negeri ke Otoritas
Palestina menjadi sebuah pengukuhan identitasnya bahwa pemerintah Australia
sebagai negara donor yang peduli terhadap kemanusiaan.
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 96
Dalam pembahasannya, operasionalisasi perspektif konstruktivisme
dalam tulisan ini menekankan aspek struktur ide, yakni norma dan identitas
dalam mengkonstruksi kepentingan dan perilaku aktor. Internalisasi norma
secara ilmiah dapat menjelaskan struktur ide sehingga dapat mempengaruhi
aktor secara konstitutif melalui penguatan identitas (Finnemore dan Kathry,
1998:891-893). Eksplanasi konstitutif dalam makalah ini dibagi menjadi dua
bagian, yang pertama membahas tentang norma kemanusiaan (international
humanitarian norms) dalam mengkonstruksi perilaku Australia terkait dengan
peningkatan bantuan luar negerinya ke Otoritas Palestina. Yang kedua, pengaruh
struktur ide terhadap penguatan kembali identitas dan argumentasi kepentingan
nasional.
Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Bantuan luar negeri merupakan salah satu inovasi politik di abad 20
(Jean-Philippe Therien, 2002:449). Konsep bantuan luar negeri tidak memiliki
definisi pasti. Secara umum bantuan luar negeri merupakan aliran dana dari
negara donor ke negara penerima. Bantuan luar negeri pada praktinya memiliki
berbagai sudut pandang. Carol Lancaster mendefinisikan bantuan luar seperti
berikut ini:
Foreign aid is defined here as a voluntary transfer of public resources, from a
government to another independent government, to an NGO, or to an international
organization such (such as the World Bank or the UN Development Program) with at
least a 25% percent grant elemen, one goal of which is to better the human condition in
teh country receiving the aid (Carol, n.d:9).
Sedangkan OECD mendefinisikan bantuan luar negeri sebagai Official
Development Assistance (ODA), yakni:
Provided by officil agencies, including state and local government, or by
their executive agencies and each transaction of which is administered
with the promotion of the economic development and walfare of
developing countries as its main objective and concessional in character
and convers a grant elemen of at least 25 per cent (calculated at a rate of
discount of 10 per cent).
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 97
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa bantuan luar
negeri merupakan aliran dana maupun bantuan teknis dari pemerintah negara
donor ke recipient, baik itu secara langsung atau yang bersifat bilateral aid
maupun multilateral aid. Bantuan luar negeri juga merupakan salah satu konsep
baru dan menjadi alat untuk mencapai kepentingan nasional. Lancaster
menyebutnya sebagai konsep yang tricky (OECD, n.d:). Maka, tidak heran jika
negara-negara donor menggunakan bantuan luar negeri sebagai alat politiknya.
Australia sebagai salah satu negara donor terbesar di dunia secara kontinyu
memberikan bantuan luar negeri ke berbagai negara di dunia, termasuk Otoritas
Palestina.
Dalam perkembangannya, bantuan luar negeri Australia mengalami
beberapa perubahan, baik perubahan dari segi lembaga, maupun dari segi
substansi bantuan dan motif yang mempengaruhinya. Berawal dari Australian
Development Assistance Agency (ADAA) di tahun 1976, yang mana saat ini
menjadi Australian Agency for International Development (AusAID) sejak
tahun 1995 (AusAID). Program bantuan yang diberikan juga beragama,
misalnya tahun 2001 disebut dengan Ausralia’s Overseas Aid Program, dan
International Development Assistance Program sejak tahun 2008 dan seterusnya.
Pemberian bantuan luar negeri Australia ke Palestina sudah berlangsung
sejak dua dekade yang lalu. Dalam perjalanannya, bantuan yang diberikan
Australia ke Palestina termasuk konstan sebelum akhirnya mengalami kenaikan
drastis di tahun 2007. Terlihat hampir tiga kali lipat jumlah dana yang
digelontorkan Australia ke Otoritas Palestina. Di bawah ini merupakan tabel
bantuan luar negeri Australia ke Palestina dari tahun ke tahun:
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 98
Gambar 1. Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina : 1995-96
ke 2012-13
Sumber : Marty Harris, Foreign Affairs, Defence and Security Section, 2012
Terlihat jelas kenaikan drastis bantuan yang diberikan oleh Australia ke
Otoritas Palestina di tahun 2007. Dari tabel di atas mengindikasikan bahwa
bantuan yang diberkan oleh Australia cenderung konstan dengan kenaikan yang
tidak terlalu siginifikan. Selama 10 tahun, dari tahun 1995 hingga 2005 bantuan
yang diberikan tidak pernah lebih dari $20 juta. Namun pada tahun 2007-2008
menjadi $42 juta.
Secara umum, Australia juga memberikan perhatian terhadap kondisi
kemanusiaan negara-negara di dunia melalui humanitarian aid yang dialokasikan
ke berbagai negara. Middle East, yang didalamnya termasuk Palestina,
menduduki termasuk kawasan yang mendapatkan alokasi bantuan kemanusiaan
cukup besar dari Australia. Berikut ini merupakan grafik penerima bantuan
kemanusiaan Australia sejak tahun 2003.
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 99
Gambar 2. Penerima Bantuan Kemanusiaan Australia Tahun 2003-2012
Sumber : http://www.globalhumanitarianassistance.org/countryprofile/australia#tab-
recipients
West Bank dan Jalur Gaza termasuk urutan sepuluh besar negara yang
mendapatkan bantuan kemanusiaan dari Australia terhitung sejak tahun 2003. Di
tahun 2003, bantuan kemanusiaan yang dialokasikan ke West Bank dan Jalur
Gaza sebanyak $9,5 juta, dan meningkat cukup banyak di tahun 2007 mencapai
angka $14,2 juta. Seperti yang tergambar pada gambar di bawah ini:
Gambar 3. Sepuluh Besar Negara Penerima Bantuan Kemanusiaan
Australia
Sumber : http://www.globalhumanitarianassistance.org/countryprofile/australia#tab-