PERSEPSI PENGGUNA TERHADAP LAYANAN PERPUSTAKAAN LAPAS KLAS II A SALEMBA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan (S.IP) Oleh: Astia Prestica NIM: 1113025100001 JURUSAN ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H / 2018 M
138
Embed
PERSEPSI PENGGUNA TERHADAP LAYANAN PERPUSTAKAAN … · 2018. 8. 21. · PERSEPSI PENGGUNA TERHADAP LAYANAN PERPUSTAKAAN LAPAS KLAS II A SALEMBA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PERSEPSI PENGGUNA TERHADAP LAYANAN PERPUSTAKAAN
LAPAS KLAS II A SALEMBA
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan (S.IP)
Oleh:
Astia Prestica NIM: 1113025100001
JURUSAN ILMU PERPUSTAKAAN
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1439 H / 2018 M
i
ABSTRAK
Astia Prestica (NIM: 1113025100001). Persepsi Pengguna Terhadap Layanan Perpustakaan Lapas Klas II A Salemba. Dibawah bimbingan Pungki Purnomo, MLIS. Program Studi Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018.
Penelitian ini dilaksanakan di perpustakaan LAPAS Klas II A Salemba dengan topik skripsi mengenai persepsi pengguna terhadap layanan perpustakaan Lapas Klas II A Salemba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi pengguna terhadap layanan pengguna di perpustakaan, persepsi pengguna terhadap koleksi di perpustakaan, dan persepsi pengguna terhadap petugas di perpustakaan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh jumlah narapidana di LAPAS Klas II A Salemba sebanyak 1239 penghuni berdasarkan data statistik LAPAS tahun 2017. Penentuan sampel menggunakan rumus Slovin yakni 93 responden. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner, studi kepustakaan, dan observasi. Pengolahan data menggunakan rumus skala interval. Teknik analisis data menggunakan skala likert untuk memberikan skor pada tiap item pernyataan. Hasil penelitian mengenai persepsi pengguna menunjukkan bahwa skor rata-rata keseluruhan terhadap aspek layanan perpustakaan adalah 3.55 (Positif). Skor rata-rata keseluruhan terhadap koleksi perpustakaan adalah 3.89 (Positif). Skor rata-rata keseluruhan terhadap petugas perpustakaan adalah 4.26 (Sangat Positif). Disimpulkan bahwa dari hasil skor rata-rata persepsi pengguna terhadap layanan perpustakaan adalah 3.81 (Positif), artinya menurut pengguna layanan di perpustakaan LAPAS Klas II A Salemba dapat dikatakan positif.
Kata Kunci : Persepsi, Layanan Perpustakaan, Perpustakaan Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, peneliti panjatkan kehadirat Ilahi Robbi, Allah Azza wa
jalla yang telah memberikan ni’mah iman dan Islam serta ridho-NYA sehingga
peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Persepsi Pengguna
Terhadap Layanan Perpustakaan Lapas Klas II A Salemba”.
Shalawat serta salam marilah kita curahkan kepada baginda Nabi
Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam beserta keluarga dan sahabatnya yang
telah berjuang demi umat. Semoga kelak kita mendapatkan syafaatnya di yaumul
hisab. Aamiin ya rabbal`alamin
Pada dasarnya dalam proses penulisan skripsi ini, peneliti mengalami
berbagai kesulitan, akan tetapi dengan adanya bantuan dan partisipasi dari
berbagai pihak, Alhamdulillah akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan, sehingga peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti perlu menyampaikan ucapan
terimakasih dan penghargaan terutama doa kepada :
1. Kedua orang tuaku, Abi Lamidi dan Umi Endang Suprihatin tercinta yang
telah memberikan doa, melimpahkan kasih sayang, saran dan motivasi
secara moril maupun materil, serta guruku KH Khoirul Hidayat yang selalu
mendoakan dan menyebarkan semangat kebaikan sehingga Alhamdulillah
peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
iii
2. Prof. Dr. Sukron Kamil, M. Ag, selaku Dekan Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Pungki Purnomo, MLIS, selaku Ketua Jurusan Ilmu Perpustakaan
Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan selaku
Dosen Pembimbing yang telah menyediakan waktu dan pemikirannya serta
selalu sabar membantu dan membimbing peneliti untuk menyelesaikan
skripsi.
4. Bapak Mukmin Suprayogi, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Ilmu
Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
5. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ilmu Perpustakaan FAH UIN Jakarta
yang telah banyak memberikan masukan dan ilmu kepada peneliti.
6. Seluruh pegawai LAPAS terutama Bapak Muhammad Danil sebagai
penanggung jawab perpustakaan, dan petugas perpustakaan (Kak Sony, kak
Anugrah, kak Mahes), serta kakak dan adik warga binaan yang sudah
memberikan kesempatan peneliti untuk melakukan penelitian.
7. Kepada adik-adikku yang tercinta, Nisa Mutiah dan Annaba al-Fitriah yang
selalu memberikan perhatian dan motivasi sejak pembuatan skripsi hingga
selesai.
8. Teman-teman Majlis Ta’lim Shulhul Majaami dan sahabatku Kak Redi
Kurniawan yang selalu memberikan doa dan semangat membangun
Tabel 4.3 Koleksi Perpustakaan LAPAS KLAS II A SALEMBA ......... 64
Tabel 4.4 Usia Responden ............................................................................... 67
Tabel 4.5 Pendidikan Responden .................................................................... 67
Tabel 4.6 Waktu Operasional Perpustakaan Hari Senin-Kamis Pukul 15.30-17.00 Mencukupi ....................................................................................... 68
Tabel 4.7 Waktu Operasional Perpustakaan Hari Jumat Pukul 08.00-17.00 Mencukupi Pengguna Dalam Mengakses Perpustakaan ................... 69
Tabel 4.8 Tidak Adanya Layanan Perpustakaan Pada Hari Sabtu Dan Minggu Menghambat Pengguna Menggunakan Perpustakaan ...................... 70
Tabel 4.9 Program Nonton Bareng “Film Edukasi” Setiap Hari Jumat Pukul 09.00-11.00 Mencukupi Kebutuhan Informasi Dan Hiburan Bagi Pengguna 71
Tabel 4.10 Pengguna Harus Mengikuti Aturan Atau Prosedur Perpustakaan ..... 72
Tabel 4.11 Syarat Peminjaman Buku Harus Menjadi Anggota Perpustakaan ..... 73
Tabel 4.12 Syarat Meminjam Buku Menjaminkan (Deposit) Uang Sejumlah Rp. 5000 – Rp. 50.000 ............................................................................ 74
Tabel 4.13 Maksimal Peminjaman Buku Sebanyak 3 Item ................................ 75
Tabel 4.14 Lama Waktu Peminjaman Buku Selama 2 Hari ............................... 76
Tabel 4.15 Pengguna Perpustakaan Harus Mengembalikan Buku Tepat Waktu 77
Tabel 4.16 Perpustakaan Tidak Memberikan Sanksi Apapun Atas Keterlambatan Pengembalian Buku ......................................................................... 78
Tabel 4.17 Perpanjangan Peminjaman Buku Selama 2 Hari .............................. 79
Tabel 4.18 Koleksi Yang Baik Fisiknya Lebih Banyak Dibanding Yang Rusak 80
Tabel 4.19 Koleksi Yang Ada Sesuai Dengan Minat Dan Kebutuhan Pengguna 81
Tabel 4.20 Koleksi Yang Tersedia Di Perpustakaan Sering Memperoleh Buku-Buku Baru (Up To Date) .......................................................................... 82
Tabel 4.21 Koleksi Referensi Seperti Biografi, Kamus, Dan Ensiklopedia Dibutuhkan Untuk Bahan Bacaan ................................................... 83
Tabel 4.22 Koleksi Majalah Sesuai Dengan Minat Pengguna ............................ 84
Tabel 4.23 Perpustakaan Sering Melanggan Majalah (Update) .......................... 85
ix
Tabel 4.24 Koleksi Fiksi (Seperti Novel Dan Komik) Lebih Digemari Dibandingkan Dengan Koleksi Non Fiksi .............................................................. 86
Tabel 4.25 Koleksi Fiksi Sering Memperoleh Buku-Buku Baru (Update) ......... 87
Tabel 4.26 Petugas Ramah Dalam Memberikan Layanan ................................. 88
Tabel 4.28 Petugas Proaktif Dalam Memberikan Layanan Kepada Pengguna ... 90
Tabel 4.29 Petugas Memiliki Keterampilan Dalam Membantu Pengguna Perpustakaan ................................................................................... 91
Tabel 4.30 Petugas Dapat Menerima Saran Dan Kritikan Dari Pengguna .......... 92
Gambar 1 Gedung LAPAS Klas II A Salemba ..................................... 107
Gambar 2 Kartu Tanda Pengunjung Penelitian ..................................... 107
Gambar 3 Tampak Depan Perpustakaan ............................................... 108
Gambar 4 Mading Perpustakaan ............................................................ 108
Gambar 5 Rak Koleksi .......................................................................... 109
Gambar 6 Buku Kunjungan Pengguna .................................................. 110
Gambar 7 Buku Peminjaman Koleksi ................................................... 111
Gambar 8 Kegiatan Nonton Film Edukasi ............................................ 112
Gambar 9 Kegiatan Narapidana Di Perpustakaan ................................. 112
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner
Lampiran 2 Data Jumlah Penghuni LAPAS 2017
Lampiran 3 Surat Keterangan Dosen Pembimbing Skripsi
Lampiran 4 Surat Izin Penelitian
Lampiran 5 Surat Balasan Izin Penelitian
Lampiran 6 Bimbingan Skripsi
Lampiran 7 Biodata Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyelenggaraan kesejahteraan perpustakaan di dalam lembaga
pemasyarakatan masih rendah dibandingkan dengan program-program
pembinaan lapas lainnya. Hal ini dikarenakan perpustakaan tidak menjadi
prioritas dalam proses pengembangan lembaga pemasyarakatan. Membangun
beberapa fasilitas yang berkaitan dengan kebutuhan primer masih menjadi
pokok rencana pengembangan lembaga pemasyarakatan. Seharusnya sebagai
lembaga yang memasyarakatkan narapidana, perpustakaan juga diikutsertakan
dan menjadi salah satu peran penting dalam mendukung visi dan misi bagi
setiap kegiatan pemberdayaan yang ada di lembaga pemasyarakatan terutama
sebagai wadah merehabilitasi narapidana. Perpustakaan menjadi bagian dari
bagian pembinaan dalam merehabilitasi narapidana melalui layanan dan
koleksi yang dimiliki, sehingga setiap harinya para narapidana ini tidak hanya
menjalani berbagai rutinitas program pembinaan yang diberikan selama 6
sampai 8 jam sehari saja namun dengan adanya perpustakaan, narapidana juga
dapat selaras memanfaatkan perpustakaan guna meningkatkan kualitas diri dan
produktifitas secara individu.
Berdasarkan ketentuan hukum Indonesia memang narapidana yang
terjerat kasus hukum harus menjalani pembinaan dan rehabilitasi di lapas
dengan waktu yang telah dijatuhkan sebelum narapidana kembali kepada
kehidupan masyarakat. Dalam masa pembinaan, narapidana memang tidak
mendapatkan kebebasan fisik, berdasarkan ulasan Konferensi Lembang tanggal
2
27 April 1964 yang ditulis oleh Djisman Samosir dalam bukunya berjudul
Tentang Penologi dan Pemasyarakatan, bahwa narapidana hanya dijatuhkan
pidana hilang kebebasan sebagai satu-satunya tantangan yang harus dilewati
setiap warga binaan yang melanggar norma perilaku.1 Demikian dengan
kondisi tersebut, secara tidak langsung menjadikan narapidana menghadapi
masalah keterbatasan dirinya dalam memperoleh informasi atau perkembangan
dari luar lapas, serta mengurangi diri dari kebiasaan bersosialisasi dalam
kehidupan masyarakatnya. Dengan begitu, tidak saja dukungan dari dunia luar
yang dibutuhkan, lapas sebagai wadah hukum yang paling utama pun harus
turut andil dalam menunjang segala kegiatan intelektual bagi narapidana, salah
satunya memberikan dan melengkapi fasilitas perpustakaan. Program
perpustakaan yang diselenggarakan berfungsi sebagai sarana pendidikan,
rekreasi, dan kebutuhan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat
narapidana.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995
tentang sistem pemasyarakatan, narapidana, anak didik pemasyarakatan, atau
klien menyebutkan bahwa pemasyarakatan berhak mendapatkan pembinaan
rohani dan jasmani, serta dilindungi hak-hak mereka untuk menjalankan
ibadah, berhubungan dengan pihak luar baik keluarga maupun pihak lain,
memperoleh informasi baik melalui media cetak maupun elektronik, dan
memperoleh pendidikan yang layak.
Makna pada pernyataan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 1995 diatas, tidak jauh berbeda dengan pernyataan pada buku berjudul
1 Djisman Samosir, Tentang Penologi dan Pemasyarakatan (Bandung: Nuansa Aulia, 2012), h. 128.
3
Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji, dikutip dari salah satu pernyataannya
bahwa salah satu hak narapidana atau warga binaan adalah memperoleh bahan
bacaan, mengikuti siaran media bahan bacaan, dan media massa guna melihat
perkembangan elemen di masyarakat.2
Begitupun dengan pernyataan IFLA dalam Guidelines for Library
Services to Prisoners bahwa perpustakaan lembaga pemasyarakatan menjadi
bagian penting dari seluruh lingkungan pemasyarakatan untuk mendukung
pendidikan, rekreasi, dan program rehabilitasi, serta sebagai penunjang
narapidana meningkatkan kualitas diri.3
Kemudian dalam Konvensi Internasional, menyatakan bahwa pada
pasal 40 Peraturan-peraturan Standar Minimum bagi perlakuan terhadap
narapidana (Resolusi Nomor 663 C (XXIV) tanggal 31 Juli 1957, Resolusi
2076 (LXII) tanggal 13 Mei 1977, menyebutkan bahwa setiap lembaga harus
memiliki perpustakaan agar dapat dimanfaatkan oleh narapidana secara
memadai, dan tidak saja disediakan buku-buku rekreasi namun juga buku-buku
pembelajaran, serta mendorong narapidana untuk memanfaatkan fungsi
perpustakaan sepenuhnya.
Dari pernyataan-pernyataan tersebut memperkuat bahwa informasi
merupakan hak yang harus dipenuhi lapas untuk narapidana. Oleh karena itu,
lapas perlu memberikan sarana bagi narapidana agar dapat dengan mudah
mengakses bahan bacaan dan informasi yang tersedia namun juga yang
dibutuhkan. Salah satu sarana yang dapat menunjang kebutuhan tersebut adalah
perpustakaan, sehingga dianggap sangat penting bagi perpustakaan dalam 2 Asfinawati, Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji (Jakarta: Kemitraan, 2007), h. 4. 3 Vibeke Lehmann dan Joanne Locke, Guidelines for Library Service to Prisoners (The Hague: International Federation of Library Associations and Institutions, 2005), h. 5.
4
mengembangkan layanan-layanan perpustakaan guna pemenuhan kebutuhan
informasi narapidana. Makna perpustakaan sendiri merupakan jembatan yang
menghubungkan antara sumber informasi yang terkandung di dalam koleksi
perpustakaan dengan pengguna.4 Perpustakaan mempunyai latar belakang,
karakteristik, organisasi, dan kegiatan yang berbeda-beda. Oleh karena itu
perpustakaan memiliki jenis yang beragam. Salah satu diantaranya adalah
perpustakaan khusus. Perpustakaan khusus merupakan perpustakaan sebuah
departemen, lembaga negara, lembaga penelitian, organisasi massa, militer,
industri, maupun perusahaan swasta.5 Terlebih untuk perpustakaan khusus,
perpustakaan khusus bernaung pada sebuah lembaga atau instansi. Pemerintah
mewajibkan seluruh lembaga atau instansi untuk memiliki perpustakaan guna
membantu memenuhi kebutuhan informasi pengguna yang ada pada lembaga
tersebut. Salah satu lembaga yang dimiliki pemerintah yaitu Lembaga
Pemasyarakatan atau LAPAS, lembaga khusus yang didalamnya terdapat para
narapidana.
Lembaga pemasyarakatan merupakan wadah untuk menerapkan
pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan, tertera dalam UU
No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Lembaga pemasyarakatan juga
menjadi unit pelaksanaan yang menampung, merawat, dan membina
narapidana. Berkaitan dengan hal tersebut maka suatu sistem pembinaan
terhadap narapidana merupakan hal yang paling penting untuk diperhatikan.
Pembinaan ini dilakukan agar jika seorang narapidana kembali ke masyarakat,
ia akan menjadi masyarakat dengan peran yang baik. Pembinaan terhadap
4 Sutarno, Perpustakaan dan Masyarakat (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), h. 56. 5 Sulistyo-Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991), h. 49.
5
narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan dapat berupa pembinaan mental
dan berbagai pendidikan keterampilan. Pembinaan seperti ini merupakan
pemikiran-pemikiran baru mengenai fungsi pembinaan di Indonesia yang tidak
lagi sekadar penjeraan terhadap narapidana tetapi juga merupakan suatu usaha
rehabilitasi dan reintegrasi sosial warga binaan pemasyarakatan yang telah
melahirkan suatu sistem pembinaan yang disebut sebagai sistem
pemasyarakatan. Kata Lembaga Pemasyarakatan pertama kali muncul tahun
1963, istilah pemasyarakatan tidak dapat dipisahkan dari seorang ahli hukum
yang bernama Sahardjo, karena istilah tersebut dikemukakan oleh beliau pada
saat beliau berpidato ketika menerima gelar Doctor Honoris Causa dari
Universitas Indonesia pada 5 Juli 1963. Dalam pidatonya beliau mengatakan
tujuan pidana penjara adalah pemasyarakatan. Berdasarkan pemikiran tersebut,
sejak tahun 1964 sistem pembinaan bagi narapidana dan anak narapidana telah
berubah secara mendasar, yaitu dari sistem kepenjaraan menjadi sistem
pemasyarakatan. Begitu pula institusi yang semula disebut sebagai rumah
penjara dan rumah pendidikan negara berubah menjadi Lembaga
Pemasyarakatan, ini tertera dalam Surat Intruksi Kepala Direktorat
Pemasyarakatan No. J.H.G.8/506 tanggal 17 Juni 1964.
Narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan memiliki kebutuhan dasar,
yakni kebutuhan informasi. Dihubungkan dengan tujuan dari perpustakaan
pada umumnya maka sangatlah penting bagi lembaga pemasyarakatan
memiliki perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan informasi pengguna, yang
dalam kasus ini pengguna adalah narapidana. Salah satu cara pembinaan
narapidana yaitu dengan mengadakan perpustakaan di dalam lembaga
6
pemasyarakatan tersebut, perpustakaan lembaga pemasyarakatan dapat
membantu tugas lembaga untuk membentuk narapidana agar dapat hidup
secara wajar dan baik dalam kehidupan moral maupun sosial. Undang-undang
No.43 Tahun 2007 Pasal 5 Ayat 3 tentang perpustakaan menyebutkan bahwa
masyarakat yang memiliki cacat atau kelainan fisik, mental, emosional,
intelektual, dan sosial berhak memperoleh layanan perpustakaan yang
disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan masing-masing.6 Kemudian,
hak-hak bagi narapidana, bahwa tidak seorang pun yang berada dibawah
bentuk penahanan atau pemenjaraan apapun dapat dijadikan sasaran
penganiayaan atau perlakuan kejam, tidak manusiawi atau hukuman yang
menghinakan. Seorang yang ditahan harus berhak memperoleh bantuan
seorang penasihat hukum. Seorang yang ditahan atau dipenjara berhak
dikunjungi oleh dan melakukan surat-menyurat, terutama dengan para anggota
keluarganya dan diberi kesempatan yang memadai untuk berkomunikasi
dengan dunia luar. Selain itu, orang yang berada dipenjara juga berhak
mendapatkan dan memperoleh informasi dengan menggunakan jenis saluran
yang contohnya dengan datang ke Perpustakaan. Pendapat ini di dasarkan
dengan ketentuan yang mengatur tentang hak-hak warga binaan melalui
Undang-Undang Republik Indonesia dalam pasal 14 ayat 1 Nomor 12 tahun
1995 tentang pemasyarakatan, salah satu isinya narapida berhak mendapatkan
bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang.
Narapidana merupakan salah satu yang harus kita sebut sebagai
pengguna perpustakaan yang juga memiliki kebutuhan dasar yakni kebutuhan 6 Indonesia, “Undang-undang No.43 Tahun 2007 Pasal 5 Ayat 3 tentang Perpustakaan,” diakses 5 Februari 2017, perpusnas.go.id/assets/uploads/2016/03/PP-24-2014-Pelaksanaan-UU-Perpustakaan.pdf.
7
informasi, terlebih untuk narapidana yang baru saja mendekam di lembaga
pemasyarakatan. Tentu akan sangat sulit untuk beradaptasi dengan kebutuhan
dasar yang tidak mudah terpenuhi akibat akses informasi yang terbatas.
Dengan layanan dan fasilitas yang diberikan perpustakaan akan dapat
disesuaikan dengan keterbatasan narapidana, salah satu fasilitas yang diberikan
perpustakaan yaitu pustakawan. Pustakawan sebagai penggerak perpustakaan
dituntut untuk dapat mengenali kebutuhan informasi narapidana serta
mengusahakan tersedianya kebutuhan informasi tersebut. Tentu dengan batasan
yang jelas ini, pustakawan diharapkan dapat bertindak sebagai tokoh utama
dalam penyediaan informasi. Dengan terpenuhinya salah satu faktor kebutuhan
dasar, narapidana diharapkan berkembang menjadi individu yang berkualitas
sehingga dapat diterima secara wajar dan baik dalam kehidupan sosial
masyarakat.
Demikian narapidana yang tinggal sebagai warga binaan di Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) Salemba, Jakarta Pusat tidak membuat warga binaan
surut untuk menimba ilmu. Hal itu terbukti dengan adanya perpustakaan
“Sumber Ilmu” di gedung griya belajar LAPAS Klas II A Salemba yang berdiri
sejak tahun 2013 atas dasar keputusan Kepala Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan HAM DKI Jakarta, Irsyad Bustaman, peresmian ini digelar seusai
pelaksanaan Apel Bersama UPT Pemasyarakatan Jajaran Kanwil Kementerian
Hukum dan HAM DKI. Adapun tujuan dari berdirinya perpustakaan milik
Rutan Salemba ini sebagai bentuk usaha peningkatan intelektualitas warga
binaan. Koleksi buku sebagian besar berasal dari anggaran lapas atau DIPA,
koleksi sumbangsih dari Persatuan Keluarga Berencana Indonesia atau PKBI,
8
hasil kerja sama dengan Walikota Jakarta Pusat serta Dinas Pendidikan
Menengah dan Tinggi Pemerintah Daerah DKI Jakarta seperti koleksi fiksi dan
non fiksi yang tentunya setiap hari dapat diakses oleh warga binaan, serta
koleksi komik dari pejabat tinggi negara yaitu Ibu Ani Yudhoyono. Sistem
pelayanan yang ada dilakukan secara open access yang artinya warga binaan
dapat memilih buku secara langsung pada rak-rak koleksi. Namun, hal ini tetap
dilakukan dengan pengawasan, tanpa mengurangi kenyamanan warga binaan.
Berawal dari pengamatan lapangan di perpustakaan “Sumber Ilmu”
Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba, penulis banyak memperhatikan
bahwa belum memadainya narapidana dalam memanfaatkan layanan yang
disediakan perpustakaan. Berkaitan dengan kesejahteraan perpustakaan dalam
melayani penggunanya, maka perpustakaan perlu menelusuri terlebih dahulu
penilaian-penilaian melalui pendapat yang dikemukakan pengguna mengenai
minat dan kebutuhan pengguna terhadap perpustakaan, karena persepsi
memiliki peran yang penting untuk mengungkap apa yang perlu diperbaiki lagi
dan sebagai salah satu panduan dalam memajukan kualitas perpustakaan.
Melalui persepsi menjadikan setiap warga negara ataupun setiap orang yang
datang sebagai pengguna memiliki hak dan derajat yang sama untuk turut
berpartisipasi dalam memajukan perpustakaan. Berdasarkan hal tersebut,
penulis tertarik untuk melihat lebih jauh mengenai layanan perpustakaan lapas
tersebut dan mengetahui bagaimana persepsi pengguna terhadap tingkat
pelayanan perpustakaan LAPAS Salemba. Untuk itu penulis menetapkan judul
penelitian “Persepsi Pengguna Terhadap Layanan Perpustakaan Lembaga
Pemasyarakatan Klas II A Salemba.”
9
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, agar lebih
efektif dan terfokus pada ruang lingkupnya, maka penulis memberikan
pembatasan masalah ini mengenai layanan perpustakaan dan persepsi
pengguna terhadap pelayanan perpustakaan LAPAS Salemba. Pembatasan
masalah ini dilihat dari aspek layanan yang tersedia, aspek koleksi, dan aspek
petugas perpustakaan.
Dari pembatasan diatas, untuk mempermudah pelaksanaan penelitian ini,
maka penulis merumuskan masalah penelitian dalam bentuk pertanyaan-
pertanyaan berikut ini:
1. Bagaimana persepsi warga binaan terhadap layanan perpustakaan LAPAS
Klas II A Salemba?
2. Bagaimana persepsi warga binaan terhadap koleksi perpustakaan LAPAS
Klas II A Salemba?
3. Bagaimana persepsi warga binaan terhadap petugas perpustakaan LAPAS
Klas II A Salemba?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan pada perumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan
untuk:
1. Mengetahui persepsi warga binaan terhadap layanan perpustakaan LAPAS
Klas II A Salemba.
2. Mengetahui persepsi warga binaan terhadap koleksi perpustakaan LAPAS
Klas II A Salemba.
10
3. Mengetahui persepsi warga binaan terhadap petugas perpustakaan LAPAS
Klas II A Salemba.
Berdasarkan tujuan diatas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Akademis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teoritis dan
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan mengenai layanan
perpustakaan.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai
perpustakaan, terutama perpustakaan khusus seperti perpustakaan
Lembaga Pemasyarakatan.
c. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi penelitian
berikutnya dengan topik yang berhubungan.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada
pengelola perpustakaan untuk pengembangan layanan perpustakaan
yang sesuai dengan kebutuhan pengguna.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada kepala
lembaga pemasyarakatan mengenai kebutuhan pengguna perpustakaan
berkaitan dengan pengembangan layanan perpustakaan di lembaga
pemasyarakatan.
c. Penelitian ini sebagai pembelajaran dan acuan bagi pihak-pihak terkait
yang berwenang dan perpustakaan lembaga pemasyarakatan di
11
Indonesia dalam memberikan pelayanan yang optimal untuk
memenuhi kebutuhan informasi pengguna.
D. Definisi Istilah
Untuk memudahkan dalam memahami istilah-istilah yang digunakan
dalam penelitian ini, maka penulis memberikan beberapa pengertian istilah
yang sering digunakan dalam setiap bab penelitian, diantaranya sebagai
berikut:
1. Persepsi
Persepsi adalah proses kemampuan yang dialami setiap orang
didalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik melalui
penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman.7
2. Layanan Perpustakaan
Layanan perpustakaan merupakan kegiatan penyediaan dan
pendayagunaan informasi berbasis pustaka yang ditujukan untuk
memfasilitasi pengguna terkait dengan jam operasional perpustakaan, jenis
jasa, layanan prima, dan fasilitas yang tersedia.8
3. Perpustakaan Lembaga Pemasyarakatan
Perpustakaan Lembaga Pemasyarakatan yang dikelola didalam
lembaga pemasyarakatan untuk narapidana, sebagai perpustakaan penjara
7 Toha Nursalam, Materi Pokok Persepsi Perpustakaan 1-6 (Jakarta: Universitas Terbuka, 1996), h. 49. 8 Indonesia, “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 Pasal 14 Ayat 1 tentang Perpustakaan,” diakses 5 September 2017, http://www.pnri.go.id/law/undang-undang-nomor-43-tahun-2007-tentang-perpustakaan/.
12
yang menyediakan sarana penting untuk perbaikan narapidana, sehingga
kehadiran perpustakaan sangat penting dalam suplemen untuk program
pendidikan, rehabilitasi, membangun karakter, dan menciptakan kondisi
yang lebih produktif bagi narapidana.9
E. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai permasalahan
ini, penulis akan menguraikan secara sistematis mulai dari Bab I sampai Bab V
dengan rincian sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah yang menjadi dasar
penentuan judul penelitian, pembatasan dan perumusan masalah
yang dibahas, tujuan dan manfaat dilakukannya penelitian, definisi
istilah, serta sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN LITERATUR
Bab ini berisi landasan teori dan kajian pustaka tentang hal-hal
yang berkaitan dengan objek yang diteliti seperti lembaga
pemasyarakatan, perpustakaan khusus, perpustakaan lembaga
pemasyarakatan, dan layanan perpustakaan, serta penelitian
terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini.
9 Leonard Montague Harrod, Harrod’s Librarian Glossary of Terms used in Librarianship, Documentation and The Book Crafts and Reference Books (London: Gowen, 1990), h. 496.
13
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi tentang jenis dan pendekatan penelitian, populasi dan
sampel, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan dan analisis
data, dan pengukuran persepsi, serta jadwal penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini membahas tentang gambaran umum objek penelitian yaitu
Perpustakaan Lembaga Pemasyarakatan Salemba, hasil penelitian
dan pembahasan yang berkaitan dengan layanan perpustakaan dan
persepsi pengguna terhadap layanan perpustakaan Lembaga
Pemasyarakatan Salemba.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari penelitian. Peneliti
juga mencoba memberikan saran-saran yang membangun untuk
Perpustakaan Lembaga Pemasyarakatan Salemba mengenai
layanan yang telah dilakukan oleh perpustakaan secara singkat dan
jelas.
14
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
A. Perpustakaan Lembaga Pemasyarakatan sebagai Perpustakaan Khusus
1. Pengertian Perpustakaan Khusus
Perpustakaan di Lembaga Pemasyarakatan dapat di kategorikan
perpustakaan khusus, seperti yang tertera pada Undang-undang Nomor
43 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 7 tentang Perpustakaan: “Perpustakaan
khusus adalah perpustakaan yang diperuntukkan secara terbatas bagi
pemustaka di lingkungan lembaga pemerintah, lembaga masyarakat,
lembaga pendidikan keagamaan, rumah ibadah, atau organisasi lain”.10
Sulistyo Basuki menggambarkan bahwa perpustakaan khusus
merupakan perpustakaan sebuah departemen, lembaga negara, lembaga
penelitian, organisasi massa, militer, industri, maupun perusahaan
swasta.11
Sumardji pun berpendapat bahwa perpustakaan khusus merupakan
perpustakaan dengan koleksinya yang bersifat khusus, yang digunakan
sebagai sarana penunjang untuk mengembangkan pengetahuan bagi
masyarakat tertentu.12
10 Indonesia, “Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 7 tentang Perpustakaan,” diakses 1 September 2017, http://www.pnri.go.id/law/undang-undang-nomor-43-tahun-2007-tentang-perpustakaan/. 11 Sulistyo-Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), h. 49. 12 Sumardji P, Manajemen dan Tata Kerja Perpustakaan (Jakarta: Grasindo, 1999), h. 16.
15
Pengertian diatas diperkuat dengan pengertian yang disampaikan
dalam Badan Standarisasi Nasional mengenai standar nasional
perpustakaan khusus bahwa perpustakaan khusus adalah salah satu jenis
perpustakaan yang dibentuk oleh lembaga (pemerintah atau swasta) atau
perusahaan atau asosiasi yang menangani misi bidang tertentu dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi di lingkungannya dalam
rangka mendukung pengembangan dan peningkatan lembaga maupun
kemampuan sumber daya manusia.
2. Karakteristik Perpustakaan Khusus
Perpustakaan khusus mempunyai karakteristik khusus yang dapat
dilihat dari fungsi, subyek yang ditangani, koleksi yang dikelola,
pengguna yang dilayani, dan kedudukannya. Adapun karakteristik dari
perpustakaan khusus, sebagai berikut:
a. Memiliki buku dengan jumlah terbatas pada satu atau beberapa disiplin ilmu
b. Melayani pengguna dalam kelompok tertentu saja c. Memiliki jenis koleksi informasi tertentu dan termuat dalam
berbagai media d. Memiliki koleksi yang bukan pada buku saja melainkan pada
majalah, pamflet, paten, laporan penelitian, abstrak, atau indeks karena jenis tersebut umumnya merupakan informasi yang lebih mutakhir dibanding buku.
e. Jasa yang diberikan lebih mengarah kepada minat anggota perorangan karena itu perpustakaan menyediakan jasa yang sangat berorientasi ke pemakainya dibandingkan jenis perpustakaan jenis lain. Jasa yang diselenggarakan misalnya pemencaran informasi terpilih atau pengiriman fotokopi artikel sesuai dengan minat pemakai.13
13 Sulistyo-Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan, 1993, h. 49.
16
3. Jenis-Jenis Perpustakaan Khusus
Berdasarkan karakteristik diatas maka yang termasuk jenis-jenis
perpustakaan khusus sebagai berikut:
a. Perpustakaan departemen dan lembaga negara non departemen b. Perpustakaan bank c. Perpustakaan surat kabar dan majalah d. Perpustakaan industri dan badan komersial e. Perpustakaan badan penelitian dan lembaga ilmiah f. Perpustakaan perusahaan g. Perpustakaan rumah sakit h. Perpustakaan organisasi.14
4. Tujuan Perpustakaan Khusus
Tujuan perpustakaan secara umum adalah menghimpun,
menyediakan, mengolah, memelihara, dan mendayagunakan semua
koleksi bahan pustaka, sarana pemanfaatannya, serta melayani
masyarakat pengguna yang membutuhkan informasi dan bahan bacaan.15
Tujuan perpustakaan khusus adalah perpustakaan yang hanya
menyediakan koleksi khusus yang berkaitan dengan misi dan tujuan dari
organisasi atau lembaga yang memilikinya dan hanya memberikan
pelayanan yang khusus kepada staf organisasi atau lembaga.
Adapun tujuan spesifik dari perpustakaan khusus beragam
tergantung penempatan jenis lembaganya, yakni:
14 Karmidi Artoatmojo, Manajemen Perpustakaan Khusus (Jakarta: Universitas Terbuka, 1996), h. 1.4. 15 Sutarno NS, Manajemen Perpustakaan: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Sagung Seto, 2006), h. 53.
17
a. Memberikan jasa layanan kepada pemustaka di bidang yang menjadi subyek utama dari lembaga yang menaungi.
b. Membangun jaringan informasi ilmiah dan kerjasama perpustakaan di bidang yang terkait.
c. Memberikan jasa referensi, studi, bibliografi, penelitian dan informasi ilmiah lainnya.
d. Melakukan pengelolaan sumber informasi ilmiah yang menjadi subyek utama perpustakaan terkait.
e. Menyebarkan informasi mutakhir terkait dengan bidang yang menjadi subyek utama dari lembaga yang melingkupi.
f. Membantu upaya pelestarian dan pengembangan sumber-sumber informasi yang terkait dengan bidang kajian organisasi atau lembaga induk.16
B. Perpustakaan Lembaga Pemasyarakatan
1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan atau LAPAS adalah tempat untuk
melakukan pembinaan terhadap masyarakat didik pemasyarakatan di
Indonesia. Lembaga Pemasyarakatan merupakan unit pelaksana teknis di
bawah naungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia. Sejak tahun 1964 sistem pembinaan
bagi narapidana telah berubah secara mendasar, yaitu dari sistem
kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan. Begitu pula institusinya
yang semula disebut rumah penjara dan rumah pendidikan negara
berubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan berdasarkan Surat Instruksi
Kepala Direktorat Pemasyarakatan Nomor J.H.G.8/506 tanggal 17 Juni
1964. Perubahan istilah tersebut tidak hanya sekedar menghilangkan
kesan menakutkan dan adanya penyiksaan dalam sistem penjara, tetapi
lebih mengarah kepada pembinaan-pembinaan narapidana yang
16 Hasugian Jonner, Dasar-Dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2009), h. 82.
18
berorientasi pada tindakan-tindakan berperikemanusiaan dan disesuaikan
dengan kondisi narapidana.
Lembaga pemasyarakatan di dalamnya terdapat penghuni seperti
narapidana atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), terdapat juga
yang statusnya masih tahanan. Istilah tahanan maksudnya ialah orang
tersebut masih berada dalam proses peradilan dan belum ditentukan
bersalah atau tidak oleh hakim. Pegawai negeri sipil yang menangani
pembinaan narapidana dan tahanan di lembaga pemasyarakatan disebut
Petugas Pemasyarakatan, atau dahulu lebih dikenal dengan istilah sipir
penjara.
Untuk menunjang kegiatan yang dilakukan oleh Lembaga
Pemasyarakatan maka tempat tersebut memiliki suatu mekanisme
tersendiri yang disebut dengan sistem pemasyarakatan yang merupakan
suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga
binaan pemasyarakatan berdasarkan pancasila yang dilaksanakan secara
terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk
meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari
kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana
sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif
berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup sebagai warga yang baik
dan bertanggung jawab.17
17 Djisman Samosir, Fungsi Pidana Penjara Dalam Sistem Pemidanaan di Indonesia (Bandung: Bina Cipta, 1992), h. 81-82.
19
2. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan
Pembentukan lembaga pemasyarakatan di Indonesia dimaksudkan
untuk menghukum orang-orang yang melakukan kejahatan sekaligus
sebagai upaya pemasyarakatan terpidana, artinya tempat terpidana
dipersiapkan dengan baik agar kelak setelah masa hukumnya selesai
kembali ke masyarakat dengan keterampilan tertentu yang sudah di
kembangkan melalui Lembaga Pemasyarakatan. Perubahan pandangan
dalam memperlakukan narapidana di Indonesia tentunya didasarkan pada
suatu evaluasi kemanusiaan yang merupakan wujud dari makna pancasila
sebagai dasar pandangan hidup bangsa yang mengakui hak-hak asasi
narapidana.
Secara umum, dapatlah dikatakan bahwa pembinaan dan
bimbingan pemasyarakatan haruslah ditingkatkan melalui pendekatan
pembinaan mental (agama, pancasila, dan sebagainya) meliputi
pemulihan harga diri sebagai pribadi maupun sebagai warga negara yang
meyakini dirinya masih memiliki potensi produktif bagi pembangunan
bangsa dan oleh karena itu mereka diberi pembelajaran juga untuk
menguasai keterampilan tertentu guna dapat hidup mandiri dan berguna
bagi pembangunan. Ini berarti, pembinaan dan bimbingan yang diberikan
mencakup bidang mental dan pendidikan keterampilan.
20
3. Pengertian Perpustakaan Lembaga Pemasyarakatan
Perpustakaan lembaga pemasyarakatan atau disebut dengan
perpustakaan penjara yang dikelola didalam lembaga pemasyarakatan
untuk narapidana, menyediakan sarana yang penting untuk perbaikan
narapidana, sehingga kehadiran perpustakaan sangat penting sebagai
suplemen untuk program-program pendidikan, proses rehabilitasi dari
tahanan, membangun karakter, menumbuhkan kesempatan kerja yang
lebih baik dan diharapkan dapat menciptakan kondisi yang lebih stabil
dan lebih produktif bagi narapidana.18
Demikian hal yang sama dikemukakan oleh Ray Prtherch bahwa
perpustakaan lembaga pemasyarakatan merupakan sebuah perpustakaan
yang diselenggarakan di dalam lembaga pemasyarakatan dan untuk
penggunanya yaitu narapidana. Dengan begitu jelas adanya bahwa
perpustakaan lembaga pemasyarakatan merupakan perpustakaan khusus,
dimana hal tersebut dapat dilihat dari penggunanya yang khusus.19
4. Sejarah perpustakaan Lembaga Pemasyarakatan
Perpustakaan menjadi wadah penting masyarakat dalam
meningkatkan pengetahuan dan pendidikan, oleh karena itu kehadiran
perpustakaan mulai dianggap penting terutama bagi institusi negeri dan
swasta. Pentingnya perpustakaan karena lembaga ini menjadi pusat
pengetahuan dan masyarakat dapat memanfaatkan perpustakaan sebagai
18 Montague Harrod, Harrod’s Librarian Glossary of Terms used in Librarianship, Documentation and The Book Crafts and Reference Books, h. 496. 19 Ray Prytherch, Harrod’s Librarian’s Glossary and Reference Book 10th Edition (London: Ashgate Publishing Limited, 2005), h. 569.
21
wahana rekreasi dan meningkatkan keterampilan melalui kegiatan
membaca. Salah satu instansi dilingkup pemerintahan yang memiliki
perpustakaan adalah lembaga permasyarakatan (LAPAS), dimana
lembaga ini telah memiliki sejarah panjang terhadap pemanfaatan
perpustakaan sebagai upaya memberikan pendidikan bagi masyarakat
yang menjalani hukuman di penjara.
Sejarah keberadaan perpustakaan penjara telah berlangsung sejak
masa kolonial Belanda, hal ini tertera pada penelitian yang telah
dilakukan oleh Dini pada tahun 2011 dimana penelitian tersebut
membahas tentang sejarah berdirinya perpustakaan penjara di Indonesia
pada masa tahun 1917 – 1964 yang dilatarbelakangi oleh keluarnya
Staatsblad 1917 pasal 113 yang mengatur keberadaan perpustakaan di
penjara. Secara garis besar, dapat ditarik kesimpulan dari penelitian
tersebut menunjukkan bahwa perpustakaan penjara pertama di Indonesia
diperkirakan adalah penjara Semarang, penjara Sukamiskin, penjara
Tangerang yang saat itu memuat narapidana dari kalangan Eropa serta
kalangan intelektual. Tokoh yang mengembangkan perpustakaan penjara
di Indonesia yakni Mr.H.M.Hijmans, Mr.Roesbandi, Soekarno, M.Hatta,
Sjahrir, dan Pramoedya Ananta Toer. Perubahan Sistem Kepenjaraan
menjadi Sistem Pemasyarakatan membuat perpustakaan menjadi bagian
yang penting dalam pembinaan para narapidana.20 Keberadaan
perpustakaan penjara di masa kolonial juga dapat dilihat dari kisah
Mohamad Bondan yang dipenjara oleh kolonial antara tahun 1929 –
20 Dini, “Sejarah Perpustakaan Penjara di Indonesia Periode 1917-1964,” diakses 5 September 2017, http://lib.ui.ac.id/.
22
1934. Menurut Molly Bondan dalam bukunya berjudul Spanning a
revolution menceritakan bahwa Mohamad Bondan menjadi tahanan di
penjara Glodok, dimana kesibukannya selama menjadi tahanan
dihabiskan dengan melanjutkan studi dengan cara membaca di
perpustakaan penjara Glodok yang menyediakan koleksi buku berbahasa
Inggris, majalah dan buku terbitan balai pustaka.21
5. Tujuan Perpustakaan Lembaga Pemasyarakatan
Perpustakaan penjara memiliki beberapa tujuan, beberapa
koleksinya bertujuan sebagai pendukung kurikulum dalam program
pendidikan yang telah ada. Tujuan lain dari perpustakaan penjara
merupakan sebagai wadah atau pusat rekreasi terutama bagi narapidana
yang gemar membaca sekaligus memanfaatkan waktu secara positif.
Beberapa juga mencoba untuk membaca cerita nonfiksi dan pendidikan
umum sebagai bahan pembelajaran dan perbaikan karakter. Pusat peran
dari terbentuknya perpustakaan di dalam penjara ini pun sebagai
kontribusi bagi narapidana agar belajar secara tidak terputus dan
perbaikan diri sendiri sehingga narapidana dapat aktif dalam pemerintah
dan masyarakat, sekaligus menjadi pusat rehabilitasi untuk pemulihan
diri narapidana.22
21 Molly Bondan, Spanning a Revolution : Kesaksian Eks-Digulis dan Pergerakan Nasional Indonesia (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), h. 119. 22 Brenda Vogel, Down For The Count: A Prison Library Handbook, Metuchen (New Jersey: Scarecrow Press, 1995).
23
Berdirinya perpustakaan di lembaga pemasyarakatan bertujuan
untuk menyediakan sumber-sumber informasi yang diperlukan guna
memenuhi kebutuhan informasi, pendidikan, dan hiburan bagi
narapidana. Selain yang telah dijelaskan, tujuan lain dari perpustakaan
lembaga pemasyarakatan sebagai berikut:
a. Merehabilitasi, artinya mengubah kebiasaan dan perilaku.
b. Mendorong pencerahan diri, artinya meningkatkan moralitas.
c. Mengatasi kebosanan atas rutinitas yang dilakukan oleh para
narapidana dengan menyediakan bacaan.
d. Menyediakan akses ke pengadilan, artinya memberikan informasi
dan pengetahuan mengenai proses peradilan dan pemasyarakatan.
Sebuah perpustakaan lembaga pemasyarakatan dapat menjadi
sistem pendukung yang penting bagi masyarakat narapidana dan petugas
lembaga pemasyarakatan jika dipergunakan dan dirancang dengan baik
sehingga perpustakaan dapat menjadi sebuah penyedia sumber informasi
yang sangat berharga dan tentunya dapat menjadikan masyarakat penjara
berilmu pengetahuan, maka dari itu dibutuhkan kerjasama yang kuat
antara sinergi dari pemerintah, masyarakat, dan lembaga perpustakaan.
Dalam menggapai tujuan tersebut, keberadaan perpustakaan adalah
sarana yang sangat penting bagi setiap lembaga pemasyarakatan,
perpustakaan juga penting sebagai faktor yang mempengaruhi tabiat dan
minat baca sebuah komunitas masyarakat. Disisi lain, perpustakaan
memiliki peranan untuk merehabilitasi narapidana, artinya perpustakaan
24
merupakan bagian dari tim rehabilitasi dan diharuskan menyediakan
bahan-bahan tambahan untuk membantu pembinaan bagi narapidana.23
6. Peran Perpustakaan Lembaga Pemasyarakatan
Sejarah menerangkan bahwa keberadaan perpustakaan sangat
penting di lingkungan lembaga permasyarakatan, hal ini tidak lepas
karena perpustakaan memberikan fasilitas bagi masyarakat lembaga
pemasyarakatan berupa ilmu pengetahuan yang dapat digunakan untuk
meningkatkan keterampilan dan pendidikan bagi penghuni lembaga
pemasyarakatan. Pendidikan adalah milik bersama termasuk didalamnya
masyarakat lembaga pemasyarakatan oleh karena itu sudah sepantasnya
mereka mendapatkan perhatian dari pemerintah terutama dalam hal
pelayanan pendidikan yang salah satunya dengan menyelenggarakan
perpustakaan didalam lembaga pemasyarakatan. Perpustakaan harus
dikelola secara profesional dengan menggunakan jasa pustakawan
sehingga proses kegiatan manajemen perpustakaan dapat berjalan baik,
selain itu keberadaan perpustakaan harus didukung dengan kebijakan
alokasi anggaran yang jelas terutama berkaitan dengan pengadaan
koleksi perpustakaan. Penentuan koleksi buku harus didasarkan pada
kebutuhan pengguna sehingga proses kebermanfaatan dari koleksi
perpustakaan dapat berjalan secara tepat guna. Beberapa koleksi yang
dapat diadakan di perpustakaan penjara seperti buku tentang
keterampilan, kerajinan, hukum dan pendidikan, majalah dan surat kabar.
23 Brenda Vogel, “Making Prison Libraries Visible and Accessible,” Library Association of Alberta 56 (2) (1994): h. 120.
25
Adapun kebijakan pengadaan koleksi harus dikoordinasikan dengan
pemegang keputusan ditingkat lembaga sehingga pengadaan buku dapat
disesuaikan dengan aturan lembaga pemasyarakatan.
Adanya perpustakaan didalam lembaga permasyarakatan dapat
memberikan peranan sebagai berikut:
a. Perpustakaan menjadi sarana pendidikan bagi masyarakat lembaga pemasyarakatan, artinya masyarakat lembaga pemasyarakatan sangat heterogen dimana mereka terdiri dari berbagai golongan dan usia sehingga keberadaan perpustakaan dapat memberikan tempat belajar bagi seluruh golongan.
b. Perpustakaan menjadi sarana demokrasi, artinya masyarakat lembaga pemasyarakatan tetap membutuhkan ruang untuk berkembang sehingga mereka memiliki rasa bahwa masyarakat lembaga pemasyarakatan pun tetap diperhatikan, oleh karena itu perpustakaan diselenggarakan sebagai sarana demokrasi yang dapat digunakan oleh seluruh golongan untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang bermanfaat serta sebagai sarana rekreatif dan interaktif.
c. Perpustakaan menjadi sarana meningkatkan keterampilan, artinya salah satu kegiatan yang aktif dilakukan pada lembaga permasyarakatan adalah kegiatan peningkatan keterampilan masyarakat lembaga pemasyarakatan dengan berbagai program keterampilan kerja. Perpustakaan datang sebagai fasilitator yang menyediakan koleksi informatif tentang pengetahuan keterampilan yang relevan dengan kegiatan peningkatan keterampilan dilingkungan lembaga pemasyarakatan.
d. Perpustakaan menjadi sarana pemberi informasi, artinya pengetahuan bagi seluruh masyarakat, selain itu perpustakaan juga berfungsi membantu terciptanya pendidikan sepanjang hayat untuk seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu keberadaan perpustakaan di dalam lembaga pemasyarakatan merupakan bukti bahwa perpustakaan dapat menjadi tempat yang demokratis karena mampu memberikan pelayanan kepada seluruh masyarakat khususnya bagi mereka yang menjalani hukuman didalam lembaga pemasyarakatan.24
24 “Sejarah Perpustakaan Penjara di Indonesia Periode 1917-1964.”
26
Perpustakaan juga tidak hanya memberikan peranan terhadap
lembaga pemasyarakatan saja, tetapi juga dapat memberikan pengalaman
lain kepada narapidana ketika mereka menggunakan layanan yang ada
diperpustakaan. Pendapat dari Sullivan yaitu seorang pustakawan juga
profesor peradilan pidana mengatakan :
“They [the books] do more than keep prisoners out of trouble. They
accomplish mental therapy; they relieve tension; they carry the prisoners
outside the confines of his own thought; they keep him from turning his
mind in on itself. They give indirect education to men who could never be
lured into a classroom”.25
Peranan yang ada di perpustakaan seperti dari apa yang telah
dijelaskan tersebut, yakni mampu menunjang program-program atau
kegiatan yang ada di lembaga pemasyarakatan dan juga mampu
memberikan sarana pendukung pengembangan dan pemecahan masalah
yang dihadapi oleh narapidana. Terkait dengan peranan lembaga
pemasyarakatan, dunia internasional memberikan acuan untuk
mengembangkan layanan perpustakaan lembaga pemasyarakatan dalam
dokumen-dokumen internasional, yakni:
25 Sullivan Larry E, “The Least of Our Brethren: Library Service to Prisoners,” American Library Association 31. No.5 (2000).
27
a. Peraturan PBB tentang standar minimum bagi perlakuan terhadap
narapidana (1955) pasal 40 berbunyi: “Setiap lembaga
pemasyarakatan harus mempunyai perpustakaan untuk digunakan
oleh narapidana dan diisi bukan saja degan buku-buku rekreasi tetapi
juga buku pengetahuan sehingga mendorong narapidana untuk
menggunakan dengan baik.”
b. The Education in Prison Report, oleh Dewan Eropa pada sebuah bab
mengenai perpustakaan lembaga pemasyarakatan. Dalam hal ini
merekomendasikan bahwa perpustakaan lembaga pemasyarakatan
harus memiliki standar profesional yang sama dengan perpustakaan
di masyarakat, harus dikelola oleh seorang pustakawan profesional,
harus memenuhi kepentingan dan kebutuhan yang berbeda-beda,
harus juga menyediakan akses yang terbaik bagi tahanan, dan harus
menyediakan berbagai macam literatur dan kegiatan membaca.26
C. Pelayanan Perpustakaan
Komponen terpenting dalam tubuh perpustakaan adalah layanan, baiknya
kualitas layanan dapat diukur dan mengacu kepada pemenuhan kebutuhan
pengguna. Pengguna yang datang menggunakan perpustakaan merupakan
peran terpenting dalam memberikan penilaian perpustakaan terhadap
pelayanan yang diterima oleh pengguna, dari berbagai latar belakang pengguna
tanpa memandang batas usia, jenis kelamin, dan ras agama.27
26 Lehmann dan Locke, Guidelines for Library Service to Prisoners, h. 5. 27 Ulfah Handayani, “Perpustakaan dan Dakwah Pemakai: Peranan Perpustakaan dalam Masyarakat,” Al Maktabah Vol.12, No.1 (April 2000): h. 49.
28
1. Tujuan dan Fungsi Layanan Perpustakaan
Tujuan sebuah layanan perpustakaan adalah memberikan kepuasan
terhadap seluruh pemenuhan kebutuhan informasi pengguna. Atas dasar
pernyataan yang dikatakan oleh William S.Dix, ia adalah seorang
pustakawan perpustakaan Princeton University di Amerika Serikat,
menurutnya suatu perpustakaan dianggap bermutu apabila perpustakaan
itu mampu memberikan layanan yang cepat, tepat, dan benar kepada
pengguna. Layanan yang baik dapat memberikan citra yang baik pula
terhadap perpustakaan. Berawal dari layanan inilah, pengguna
memperoleh kesan mengenai baik atau tidaknya pelayanan perpustakaan
tersebut.28
2. Jenis-jenis Pelayanan Perpustakaan
Berikut beberapa jenis layanan yang terdapat di dalam sebuah
perpustakaan, yaitu:
a. Layanan Teknis adalah pekerjaan perpustakaan dalam
mempersiapkan koleksi agar dapat digunakan untuk
menyelenggarakan layanan pembaca. Layanan ini meliputi
pengadaan, pengolahan, penyusunan koleksi, dan sarana temu
kembali informasi (Katalog, indeks, bibliografi, dan lain-lain), serta
ketersediaan berbagai fasilitas penunjang lainnya.
28 Soetminah, Perpustakaan, Kepustakawanan, dan Pustakawan (Jakarta: Kanisius, 1992), h. 129-130.
29
b. Layanan pembaca atau pemakai adalah layanan yang diberikan
kepada pemakai, yaitu anggota perpustakaan. Layanan pembaca
mencakup beberapa hal sebagai berikut:
1). Layanan baca
2). Layanan sirkulasi merupakan kegiatan untuk melayani
pengguna dalam pemesanan, peminjaman, dan pengembalian
buku.
3). Layanan rujukan atau referensi merupakan kegiatan layanan
pengguna dengan cara memberikan informasi secara langsung
maupun tidak langsung, dengan mengacu atau menunjuk kepada
suatu koleksi atau sumber infomasi yang ada dan dapat
menjawab pertanyaan yang disampaikan oleh pengguna
perpustakaan.
4). Layanan indeks dan abstrak merupakan layanan yang disediakan
perpustakaan sebagai alat bantu untuk mempermudah pengguna
menemukan informasi dan deskripsi ringkas dokumen tertentu.
5). Layanan informasi mutakhir atau current awareness service
merupakan layanan rujukan termasuk bantuan yang
bersifat pribadi dan langsung bagi mereka yang mencari
informasi di perpustakaan untuk berbagai tujuan, dan juga
berbagai macam kegiatan perpustakaan yang bertujuan
menyediakan informasi tersebut semudah mungkin.
30
6). Layanan potokopi
7). Layanan internet merupakan pelayanan perpustakaan yang
diberikan dengan menyediakan sarana internet dan dapat
dimanfaatkan secara gratis dengan kapasitas yang memadai.
8). Layanan audiovisual merupakan layanan yang dapat membantu
pengguna untuk mendapatkan ilmu pengetahuan melalui media
berupa TV kabel, VCD/DVD, dan kaset dengan cara seperti
pemutaran film-film bernilai edukasi.
9). Layanan pemesanan informasi
10). Layanan orientasi pemakai merupakan kegiatan layanan
pengguna dengan cara memberikan bimbingan kepada pengguna
tentang bagaimana cara memanfaatkan fasilitas perpustakaan
dengan baik dan benar.
Pada dasarnya jenis layanan setiap perpustakaan tidak jauh
berbeda, tujuannya adalah memberikan bantuan kepada pengguna untuk
memperoleh bahan pustaka sesuai minat dan perhatian mereka. Jadi
perpustakaan adalah sebuah sistem yang mempertemukan pengguna dan
bahan bacaan yang dicarinya. Nilai baik atau buruk sebuah perpustakaan
ditentukan oleh sejauh mana kepuasan pengguna terhadap layanan
perpustakaan yang telah diperolehnya dari perpustakaan. Selain itu, tidak
hanya kepuasan pengguna, kualitas kinerja perpustakaan juga
31
dipengaruhi oleh hadirnya persepsi pengguna terhadap layanan
perpustakaan.29
3. Layanan Perpustakaan Lembaga Pemasyarakatan
Layanan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh individu
atau lembaga dimana individu atau lembaga tertentu mencoba
memberikan apa yang orang lain butuhkan. Menurut Kotler dalam Fandy
Tjiptono, layanan jasa merupakan setiap tindakan yang ditawarkan oleh
suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible
(tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan terhadap
sesuatu. Demikian halnya dengan lembaga pemasyarakatan, dimana
layanan merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh perpustakaan
lembaga pemasyarakatan. Produk jasa yang dilayankan perpustakaan
lembaga pemasyarakatan dapat berkaitan dengan produksi fisik maupun
tidak.30
Dalam standar perpustakaan khusus dikemukakan bahwa layanan
jasa perpustakaan merupakan kegiatan penyediaan dan pendayagunaan
informasi berbasis pustaka yang ditujukan untuk memfasilitasi pengguna
yang membutuhkan dan terkait dengan waktu (jam operasional
perpustakaan) jenis jasa, layanan prima, dan fasilitas yang tersedia.
Pelayanan yang dilakukan oleh perpustakaan lembaga pemasyarakatan
sejalan dengan Undang-Undang yang menyatakan bahwa perpustakaan
29 Karmidi Artoatmojo, Pelayanan Bahan Pustaka (Jakarta: Universitas Terbuka, 1999), h. 1-3. 30 Fandy Tjiptono, Manajemen Jasa (Yogyakarta: ANDI, 2000), h. 486.
32
khusus memberikan layanan kepada pengguna.31 Pelayanan yang
dilakukan di perpustakaan lembaga pemasyarakatan sama halnya dengan
tujuan dari lembaga itu sendiri, sehingga dapat menjadikan perpustakaan
lembaga pemasyarakatan sebagai tujuan untuk memenuhi kebutuhan
rekreasi, pendidikan, dan memberikan informasi yang bermanfaat bagi
narapidana ketika kembali kepada masyarakat. Oleh karena itu,
pelayanan perpustakaan lembaga pemasyarakatan harus memberikan
pelayanan yang proaktif bertujuan untuk membantu program rehabilitasi
yang dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan.32
Secara umum, sistem layanan perpustakaan terdiri atas dua jenis
yakni layanan terbuka (open access) dan layanan tertutup (close access).
Layanan terbuka, artinya pengguna dibebaskan untuk menelusuri dan
mencari koleksi yang dibutuhkan. Sementara itu, layanan tertutup artinya
pengguna tidak memiliki izin untuk menelusuri dan mencari koleksi itu
sendiri, dan memerlukan bantuan petugas perpustakaan untuk
mendapatkan koleksi yang dibutuhkan dengan cara memberikan nomor
panggil buku dan keterangan identitas dari buku yang telah di telusuri
melalui OPAC (Online Public Access Catalog) atau dikenal dengan
istilah katalog penelusuran koleksi. Berdasarkan jenis dan sasaran
perpustakaan, sistem layanan yang lebih efektif diterapkan oleh
perpustakaan lembaga pemasyarakatan adalah sistem layanan terbuka
31 Indonesia, “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 Pasal 14 Ayat 1 tentang Perpustakaan.” 32 Australian Library and Information Association, “Australian Prison Libraries: Minimum Standard Guidelines,” diakses 5 September 2017, http://read.alia.org.au/sites/default/files/documents/pr_prison_library_guidelines.pdf.
33
bertujuan untuk memberikan layanan yang prima sebagai bentuk
keleluasaan pengguna dalam mengakses informasi.
4. Jenis dan Program Layanan Perpustakaan Lembaga
Pemasyarakatan
Layanan yang diberikan oleh perpustakaan lembaga
pemasyarakatan merupakan layanan yang mencakup layanan referensi,
layanan informasi, layanan sirkulasi yang dapat digunakan narapidana
yang telah terdaftar sebagai anggota perpustakaan, dan layanan pinjam
antar. Layanan pinjam antar disini dimaksudkan sebagai bentuk
kerjasama antar perpustakaan, dimana dapat mempermudah narapidana
memperluas informasi dengan mengakses koleksi-koleksi diluar
perpustakaan.33 Oleh karena itu, agar efektifitas perpustakaan lebih
dirasakan oleh narapidana, maka layanan yang diberikan perpustakaan
lembaga pemasyarakatan harus mengikuti waktu aktif dan waktu luang
narapidana. Hal ini dikarenakan jam operasional perpustakaan menjadi
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pemanfaatan perpustakaan di
lembaga pemasyarakatan. Sesuai dengan sepuluh prinsip
pemasyarakatan, maka pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak
sekadar bersifat mengisi waktu dan tidak hanya sekadar untuk memenuhi
kepentingan negara sewaktu-waktu saja. Sebab pekerjaan yang diberikan
kepada narapidana haruslah sesuai dengan pekerjaan yang berkaitan
dengan lingkungan masyarakat dan menunjang usaha peningkatan
produksi. Berkaitan dengan hak-hak narapidana tersebut, tujuan dari
33 Lehmann dan Locke, Guidelines for Library Service to Prisoners, h. 10.
34
pemasyarakatan itu sendiri lebih diartikan sebagai pemulihan kesatuan
hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan yang hakiki.34 Berdasarkan
penjelasan Sheila Clark dan Erica Maccreaigh sebagai berikut:
a. Layanan rekreasi merupakan jenis program bertujuan untuk membangun potensi yang dimiliki narapidana. Dengan demikian, program ini akan mendorong kreatifitas konstruktif atau berpikir secara kritis. Program layanan perpustakaan ini diharapkan dapat memberikan penyegaran terhadap kebosanan narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan.
b. Layanan program literasi merupakan program yang paling mudah dan jelas peluangnya bagi perpustakaan lembaga pemasyarakatan karena program layanan ini memberikan kesempatan staf perpustakaan untuk berkolaborasi dengan para pendidik dan lembaga lain. Demikian program layanan ini bersifat mengarah kepada pendidikan bagi narapidana.
c. Layanan perpustakaan hukum merupakan pembelajaran terhadap
penerapan hukum, artinya pustakawan tidak lagi perlu khawatir terhadap penerapan hukum yang salah. Secara sederhana, layanan perpustakaan hukum ini memberikan pengetahuan dan bantuan kepada narapidana mengenai keputusan hukum. Program layanan ini bermanfaat untuk memberikan pengetahuan dan kekuatan hukum, artinya diharapkan dengan adanya program ini menjadikan narapidana dapat memahami dan membela diri dari tuduhan hukum yang berlangsung. Ini dikarenakan narapidana adalah bagian dari sistem peradilan pidana.35
5. Pembinaan Layanan Perpustakaan
Layanan perpustakaan adalah jantung dalam kegiatan
perpustakaan, karena kegiatan ini berhubungan secara langsung dengan
masyarakat, dan menjadi alat ukur dalam sebuah keberhasilan
penyelenggaraan pemberdayaan perpustakaan. Hakikatnya memang yang
34 Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Kehakiman dan HAM, 40 Tahun Pemasyarakatan: Mengukir Citra Profesionalisme (Jakarta: Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Kehakiman dan HAM, 2004), h. 36-37. 35 Sheila Clark dan Erica Maccreaigh, Library Services To The Incarcerated: Applying The Public Library Model In Correctional Facility Libraries (London: Libraries Unlimited, 2006).
35
menjadi alat ukur keberhasilan misi perpustakaan adalah ketersediaan
layanan-layanan perpustakaan yang menjadi faktor utama kepuasan bagi
pengguna dalam mengakses perpustakaan tersebut. Bentuk layanan yang
ideal dan ramah bagi pengguna, memiliki beberapa poin penting sebagai
berikut:
a. Layanan yang disediakan dan juga diberikan oleh perpustakaan sesuai dengan kehendak dan kebutuhan pemustaka.
b. Bersifat inovatif, informatif, membimbing, dan mengarahkan, serta tidak bersifat menggurui sehingga mampu menumbuhkan rasa percaya bagi pemustaka.
c. Berjalan dengan mudah dan tidak merumitkan (sederhana) d. Berlangsung cepat waktu dan tepat sasaran e. Menarik simpati dan menyenangkan pemustaka f. Layanannya bervariatif, artinya perpustakaan menciptakan bentuk-
bentuk layanan yang menjadikan perpustakaan sebagai wadah informasi yang nyaman bagi pemustaka sehingga mengundang rasa ingin kembali pemustaka.
g. Ramah tamah dan ramah lingkungan bagi pemustaka.36
Tantangan dalam upaya memberikan layanan ideal kepada
pemustaka untuk menggapai kondisi yang sesuai dengan visi dan misi
suatu organisasi perpustakaan, terdapat beberapa hal yang harus mampu
di antisipasi yaitu misi (apa yang harus dicapai), kompetisi (bagaimana
cara berkompetisi yang baik dan benar), kinerja (bagaimana
menunjukkan hasil dan manfaat), perubahan (bagaimana cara mengatasi
proses perubahan) dalam mempertahankan jati diri perpustakaan.37
36 Sutarno NS, Manajemen Perpustakaan: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Sanitra Media Utama, 2004), h. 70. 37 h. 162.
36
D. Pengertian Persepsi
Persepsi tersebut dapat terbentuk oleh tingkat pengetahuan, pengalaman,
serta kebutuhan pengguna terhadap jasa perpustakaan yang tersedia.
Mewujudkan kepuasan pengguna bukanlah hal yang mudah dilakukan karena
kepuasan pengguna sulit diukur dan memerlukan perhatian yang khusus.38
Persepsi dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai penglihatan,
pemahaman, atau tanggapan. “Nina Ariani dan Ida Farida, mendefinisikan
persepsi sebagai proses membuat penilaian atau membangun kesan mengenai
berbagai macam hal yang terdapat dalam penginderaan seseorang”.39
Dalam buku psikologi perpustakaan, Toha Nursalam mendefinisikan
bahwa persepsi pada hakikatnya adalah proses kemampuan yang dialami setiap
orang didalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik melalui
penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman.40
Morris berpendapat bahwa persepsi sebagai suatu proses individu-
individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar
memberikan makna bagi mereka.41
Jalaludin Rakhmat berpendapat bahwa persepsi adalah pengalaman
tentang objek, peristiwa, dan hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi dan menafsirkan pesan, memberikan makna pada stimulasi indra.42
38 Sutardji, Maulidyah, dan Sri Ismi, “Analisis Beberapa Faktor Yang Berpengaruh Pada Kepuasan Pengguna Perpustakaan : Studi Kasus di Perpustakaan Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian,” Jurnal Perpustakaan Pertanian 15, Nomor 2 (2006): h. 33. 39 Nina Ariani Martini dan Ida Farida, Materi Pokok Psikologi Perpustakaan (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009), h. 4. 40 Nursalam, Materi Pokok Persepsi Perpustakaan 1-6, h. 49. 41 Ariani Martini dan Farida, Materi Pokok Psikologi Perpustakaan, h. 4.3.
37
Wiji Suwarno mengatakan persepsi adalah proses diterimanya
rangsangan berupa objek, kualitas hubungan antar gejala, maupun peristiwa
sampai rangsangan itu disadari dan dimengerti.43
Di perpustakaan atau di suatu lembaga informasi proses persepsi timbul
dan mempengaruhi pengguna dalam mengakses informasi yang meliputi
koleksi, layanan, fasilitas fisik, sumber daya manusia, dan fasilitas teknologi
informasi yang tersedia.
1. Pengelompokkan Persepsi
Secara garis besar persepsi dibedakan dalam dua jenis, yaitu
persepsi mengenai benda dan persepsi sosial. Persepsi benda, objek
stimulusnya merupakan suatu hal yang dapat kita sentuh, dirasakan, dan
diindera secara langsung. Unsur perantara dalam persepsi benda terbatasi
seperti gelombang udara, gelombang cahaya, suhu, dan umumnya adalah
gejala fisik. Kemudian, persepsi sosial merupakan suatu hal yang bisa
terjadi karena adanya kontak secara tidak langsung seperti melalui cerita
atau hal-hal yang kita dengar dari orang lain. Persepsi sosial stimulusnya
tidak dapat disentuh atau diraba, dirasakan, dan hanya dapat ditangkap
melalui penginderaan terhadap sejumlah petunjuk misalnya emosi, motif,
sikap, dan lain-lain.44
42 Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), h. 51. 43 Wiji Suwarno, Psikologi Perpustakaan (Jakarta: Sagung seto, 2009), h. 52. 44 Nursalam, Materi Pokok Persepsi Perpustakaan 1-6, h. 49.
38
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi
a. Faktor Eksternal (Stimulus)
Beberapa hal yang terdapat didalam stimulus yang
mengarahkan perhatian seseorang:
1) Ukuran atau Intensitas, yaitu benda-benda yang berukuran
besar cenderung lebih diperhatikan.
2) Sesuatu yang kontras, yaitu sesuatu yang berbeda yang
lainnya.
3) Frekuensi atau Repetisi, yaitu sesuatu yang sering muncul atau
berulang-ulang.
4) Gerakan, yaitu suatu perpindahan yang terjadi dari satu tempat
pada tempat lainnya.
b. Faktor Internal (Individu yang mempengaruhi persepsi)
Faktor-faktor dibawah ini dapat menciptakan perhatian yang
timbul dari diri individu yang mempersepsi atau respector, sebagai
berikut:
1) Kebutuhan, artinya faktor dimana orang-orang akan memperhatikan hal-hal yang akan memuaskan kebutuhannya.
2) Minat, artinya faktor dimana orang-orang akan memperhatikan hal-hal yang disukainya.
3) Set, yaitu harapan seseorang terhadap rangsang atau stimulus
yang timbul. Set menyangkut kesiapan seseorang untuk merespon suatu stimulus tertentu.45
45 Ariani Martini dan Farida, Materi Pokok Psikologi Perpustakaan, h. 4.5-4.6.
39
3. Aspek-Aspek Persepsi
Dalam bukunya yang berjudul Psikologi Sosial, menurut Walgito
aspek-aspek persepsi sebagai berikut:
a. Kognisi, yaitu aspek yang berhubungan dengan pengenalan akan
objek, peristiwa, hubungan yang diperoleh karena diterimanya suatu
rangsangan. Aspek ini menyangkut pengharapan, cara berpikir, dan
pengalaman masa lampau. Aspek kognisi dapat menjadi latar
belakang individu dalam mempersepsikan sesuatu seperti pandangan
individu terhadap sesuatu berdasarkan pengalaman yang pernah
didengar dan dilihat dalam kehidupan sehari-hari.
b. Afeksi, yaitu suatu hal yang berhubungan dengan emosi, artinya
rangsang yang diterima akan dibedakan dan dikelompokkan kedalam
emosi seseorang. Individu dalam aspek ini akan mempersepsikan
sesuatu berdasarkan pada emosi individu tersebut. Hal ini
disebabkan karena adanya pendidikan moral dan etika yang melekat
sejak kecil pada individu tersebut.
c. Konasi, yaitu suatu hal yang berhubungan dengan kemauan. Aspek
konasi ini menyangkut penafsiran suatu rangsang yang menyebabkan
individu bersikap dan berperilaku sesuai dengan rangsang yang
ditafsirkan.
40
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Individu Terhadap
Perpustakaan
Faktor yang berperan dalam menciptakan sebuah persepsi individu
terhadap perpustakaan yaitu stimulus itu sendiri, latar atau setting,
variabel diri respector (individu atau keadaan sosial), dan keadaan fisik
perpustakaan (seperti kelengkapan koleksi, tata letak koleksi, kondisi
ruangan dan perabot, fasilitas yang tersedia), dan lokasi perpustakaan.
Sedangkan variabel diri respector yang dapat mempengaruhi persepsi
terhadap perpustakaan, sebagai berikut:
a. Pengalaman masa lalu, yaitu suatu kondisi dimana seseorang
terpengaruhi atas hal-hal tertentu berdasarkan pengalaman yang ia
dapatkan sebelumnya.
b. Informasi yang diterima, yaitu suatu kondisi dimana seseorang telah
terpengaruh berdasarkan hal-hal tertentu atau pendapat yang
disampaikan orang lain terhadap suatu hal.
c. Sistem nilai yang dianut, yaitu suatu kondisi yang mana menjadikan
tiap individu atau kelompok memiliki pandangan dan kebiasaan
yang berbeda. Misalnya masyarakat di negara maju menganggap
bahwa membaca merupakan keharusan bagi mereka, namun belum
tentu itu menjadi suatu pandangan yang sama dengan pandangan
masyarakat di negara berkembang.
d. Kepribadian, yaitu suatu tingkat kepercayaan diri individu yang
menghasilkan sebuah pandangan tertentu dalam menghadapi kondisi
di lingkungan sekitarnya, termasuk perpustakaan.
41
e. Minat atau motivasi, yaitu suatu proses yang tetap untuk
memperhatikan dan menfokuskan diri pada sesuatu yang diminatinya
dengan perasaan senang. Misalnya suatu persepsi yang muncul
terhadap perpustakaan akan berbeda antara individu yang gemar
membaca buku dengan individu yang tidak terlalu menyukai
kegiatan membaca buku.
f. Harapan, yaitu bentuk dasar dari kepercayaan akan sesuatu hal yang
diinginkan akan didapatkan, termasuk kondisi ini dapat dialami di
perpustakaan.
g. Pendidikan merupakan suatu jenjang atau tingkatan belajar
seseorang yang mana dapat menciptakan sebuah persepsi terhadap
tingkat kebutuhan informasinya.
h. Kebutuhan merupakan suatu kondisi yang timbul karena adanya
tuntutan fisik dan psikis terhadap pemenuhan hal-hal tertentu.46
46 Walgito, Psikologi Sosial: Suatu Pengantar (Yogyakarta: ANDI, 2003), h. 50.
42
E. Penelitian Terdahulu
1. Penelitian pertama yang pernah dilakukan sebelumnya yaitu penelitian dari
Achmad Fachmi, Program studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Tahun 2012 dengan judul
“Persepsi Pengguna Terhadap Layanan Perpustakaan Lembaga
Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang.” Tujuan penelitian ini adalah
untuk memahami persepsi pengguna terhadap layanan di perpustakaan
Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Kelas II A Tangerang dan harapan
mereka untuk pengembangan layanan perpustakaan mereka kedepannya.
Persamaan antara penelitian ini dengan peneliti terdapat pada tema yaitu
layanan perpustakaan lembaga pemasyarakatan. Perbedaan dari penelitian
ini dengan peneliti adalah lokasi perpustakaan, dan jenis pendekatan yang
digunakan. Penelitian yang dilakukan oleh Achmad Fachmi menggunakan
jenis pendekatan kualitatif, sementara peneliti menggunakan jenis
pendekatan kuantitatif.
2. Penelitian kedua yang pernah dilakukan sebelumnya yaitu penelitian dari
Nurul Qomariah, Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Fakultas Adab
dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Tahun 2006
dengan judul “Persepsi Pemakai Terhadap Pelayanan Perpustakaan
Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Selatan.” Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara pelayanan
perpustakaan dengan pemakai perpustakaan RSUP Fatmawati. Persamaan
antara penelitian ini dengan peneliti terdapat pada tema yaitu persepsi,
layanan perpustakaan, dan jenis pendekatan yang digunakan. Perbedaan
dari penelitian ini dengan peneliti adalah jenis dan lokasi perpustakaan.
43
BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam metode penelitian ini, penulis akan memaparkan mengenai metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: jenis dan pendekatan
penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan dan
analisis data, serta metode pengukuran persepsi.
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilakukan menggunakan jenis penelitian deskriptif yang
bertujuan untuk mempermudah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat.
Penelitian ini mempelajari masalah dalam masyarakat serta tata cara yang
berlaku dalam situasi tertentu. Metode ini juga dapat menyelidiki kedudukan
suatu fenomena dengan melihat hubungan antara faktor satu dengan faktor
yang lainnya. Penelitian ini umumnya dilakukan pada penelitian dalam bentuk
studi kasus. Format deskriptif kualitatif studi kasus memusatkan diri pada satu
masalah tertentu dari berbagai fenomena.47
Sedangkan pendekatan penelitian yang peneliti gunakan adalah
pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah data yang berbentuk
angka-angka dari hasil lapangan.48 Jenis penelitian ini dipilih untuk
menggambarkan secara sistematis mengenai layanan di Perpustakaan LAPAS
Klas II A Salemba.
47 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Jakarta: Kencana, 2010), h. 68. 48 Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian (Jakarta: STIA-LAN, 2004), h. 85.
44
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah obyek ataupun subyek yang mempunyai kualitas
dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulan.49 Dalam penelitian ini yang menjadi
populasi adalah narapidana di LAPAS Klas II A Salemba yang terdiri
atas narapidana laki-laki (usia remaja dan usia dewasa).
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan teknik probability
sampling yaitu proportionate stratified random sampling dengan
menggunakan rumus slovin. Probability sampling adalah teknik
pengambilan sampel dimana peneliti memberikan peluang yang sama
bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota
sampel.50
Pengambilan sampel dalam penelitian ini diambil dari jumlah rata-
rata penghuni LAPAS, dimana dari data statistik LAPAS tahun 2017
sebanyak 1239 penghuni.51
Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan besarnya sampel
dalam penelitian ini adalah dengan rumus Slovin, sebagai berikut:52
49 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 119. 50 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 109. 51Data dapat dilihat dari lampiran Grafik Jumlah Penghuni tahun 2017 52 Sevilla Coensuelo G, Pengantar Metode Penelitian (Jakarta: UI Press, 1993), h. 161.
45
n = N
1 + Ne2
Keterangan:
n = Ukuran sampel atau jumlah anggota sampel
N = Ukuran populasi atau jumlah anggota populasi
e = Batas kesalahan yang diinginkan (10% dari populasi)
Maka diperoleh sebagai berikut :
n = 1239
1 + 1239 (0.1)2
1239
1 + 1239 (0.01)
1239
1+ 12.39
1239
13.39
Jumlah keseluruhan responden yang didapat sebanyak 92.739 = 93 (Dibulatkan). Dari jumlah yang dihasilkan tersebut, selanjutnya diambil sampelnya dengan memperhatikan tingkatan yang ada di dalam populasi. Sampel terbagi ke dalam dua bagian yaitu narapidana anak berjumlah 47 dan narapidana dewasa berjumlah 46.
C. Teknik Pengumpulan Data
Dalam suatu penelitian, teknik pengumpulan data adalah hal yang sangat
penting untuk memperoleh data yang akan digunakan untuk proses analisis
46
data lebih lanjut. Data penelitian ini bersumber dari dua jenis data yaitu data
primer dan data sekunder.
1. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data pertama atau asli yang
diperoleh di lapangan, meliputi: observasi dan kuesioner. Adapun sumber
data primer pada penelitian ini antara lain:
a) Observasi
Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara mengadakan penelitian secara teliti, dan
pencatatan secara sistematis, serta data yang di dapatkan melalui
pengamatan. Oleh sebab itu penulis melakukan pengamatan
langsung di lapangan terhadap objek yang diteliti yaitu
perpustakaan LAPAS Klas II A Salemba untuk mendapatkan data.
b) Kuesioner
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pernyataan tertulis
kepada responden mengenai topik yang terkait untuk di nilai
langsung oleh responden. Salah satu bentuk data primer ini adalah
data yang dikumpulkan dari responden dan diperoleh dari hasil
pengamatan dan wawancara melalui kuesioner tertutup, berisikan
daftar pertanyaan yang telah disusun secara sistematis, kemudian
disebarkan kepada narapidana sebagai pengguna jasa layanan
perpustakaan. Jenis kuesioner yang tertutup ini tersaji dalam bentuk
47
pernyataan dan pilihan jawaban singkat dalam bentuk skala
interval. Tehnik yang dilakukan dalam memperoleh data yaitu
responden diminta untuk memilih salah satu pilihan dari jawaban
yang tersedia sesuai kenyataan yang dialami oleh responden
tersebut. Dari hasil jawaban atas pernyataan kuesioner tersebut,
maka penulis olah menjadi data-data numerik yang kemudian di
interpretasikan kedalam bentuk prosentase.53
2. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data kedua yang diperoleh
melalui perantara yang diigunakan sebagai pelengkap data pada
penelitian, meliputi: riset kepustakaan dan dokumentasi. Adapun sumber
data sekunder pada penelitian ini antara lain:
a) Riset Kepustakaan
Riset kepustakaan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mencari
sumber data tertulis yang dapat dijadikan landasan teori untuk
memperkuat proses analisis data. Penulis melakukan pencarian data
menggunakan bahan-bahan pustaka yang terkait dengan
permasalahan penelitian baik berupa fisik maupun elektronik.
b) Dokumentasi
Dokumentasi adalah sumber tertulis yang berisikan tentang
informasi. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu. Dokumen berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
53 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 199.
48
monumental dari seseorang.54 Cara untuk mendapatkan data
dengan jalan melihat buku-buku, laporan tahunan, dan dokumen
yang berkaitan dengan penelitian. Dokumentasi digunakan untuk
menjaring data sekunder, yaitu data untuk memberikan gambaran
atau deskriptif terhadap lokasi penelitian.
D. Teknik Pengolahan Data
Langkah selanjutnya yaitu tahap pengolahan data yang telah diperoleh
dari penyebaran kuesioner kepada responden penelitian dengan tujuan untuk
menyederhanakan data yang dikumpulkan melalui format atau strukturnya
sehingga akan mempermudah dan mempercepat analisa data. Berikut
beberapa tahap pengolahan data kuesioner penelitian ini:
1. Tahap penyuntingan atau Editing adalah pengecekan atau pengoreksian
data yang telah terkumpul.
2. Tahap tabulasi data adalah penyajian data dalam bentuk tabel atau daftar
untuk memudahkan pengamatan dan evaluasi. Kegiatan ini dikerjakan
dengan menghitung frekuensi dan persentase dari setiap jawaban
terhadap seluruh jawaban, kemudian diberikan penafsiran juga nilai
persentase yang diperoleh.55 Tabulasi data yang telah selesai dikerjakan,
kemudian dilakukan analisa data dengan menginterpretasikan data
berdasarkan pengamatan peneliti dilapangan dan landasan literatur yang
berkaitan dengan penelitian.56
54 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 329. 55 Iqbal Hasan, Analisis Data Penelitian dengan Statistik (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 24. 56 Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan (Jakarta: Grafindo Persada, 2001), h. 40-41.
49
E. Teknik Analisis Data
Dalam analisis data, penulis memperoleh data dari penyebaran kuesioner
dilapangan, kemudian data diolah dan diedit, selanjutnya dianalisis, dan
kemudian disajikan dalam bentuk narasi. Hasil penelitian yang diterima
melalui kuesioner diolah dengan menggunakan alat bantu program SPSS
(Statistical program for Social Science) yaitu suatu program komputer statistik
yang mampu memproses data statistik secara tepat dan cepat. Analisis data
adalah pengolahan data yang diperoleh dengan menggunakan rumus atau
dengan aturan-aturan yang ada sesuai dengan pendekatan penelitian.57
Selanjutnya dilakukan proses penyusunan data agar data lebih mudah untuk
dianalisis. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif
persentase. Deskriptif persentase diolah dengan menggunakan cara frekuensi
dibagi dengan jumlah responden dikali 100 persen.
Adapun rumus pengolahan data yang digunakan untuk menghitung
angket yang bukan persepsi untuk mengetahui persentase jawaban responden
terhadap peryataan yang diajukan dengan menggunakan rumus, sebagai
berikut:
𝐏 = 𝐅𝐍
x 100%
57 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 239.
50
Keterangan:
P = Angka presentase untuk setiap kategori
F = Frekuensi jawaban responden
N = Jumlah responden atau sampel yang telah diolah.58
Langkah selanjutnya, hasil persentase yang terdapat dalam tabel-tabel
penelitian ini akan ditafsirkan, sebagai berikut:
1. 1% - 25% = Sebagian kecil 2. 26% - 49% = Hampir setengahnya 3. 50% = Setengahnya 4. 51% - 75% = Sebagian besar 5. 76% - 99% = Hampir seluruhnya 6. 100% = Seluruhnya.59
F. Pengukuran Persepsi
Pengukuran persepsi yang digunakan adalah dengan bentuk data
kuantitatif sehingga hasil penelitian dapat terukur dengan jelas. Sebuah
pengukuran persepsi dapat menggunakan penggabungan yaitu skala penilaian
verbal dan angka. Istilah skala penilaian verbal merupakan suatu proses
mengungkapkan yang baik dan buruk, yang wajib dan yang tidak wajib
terhadap suatu gagasan, benda perilaku pada kontinum baik dan tidak baik,
setuju atau tidak setuju sehingga terimplikasi pada pilihan diantara berbagai
jenis tindakan dan perilaku. Penggabungan skala penilaian verbal dan angka
dapat membantu menginterpretasikan hasil penelitian. Penelitian ini
menggunakan skala sampai 5 yang berjangkauan dari sangat baik sampai
sangat tidak baik agar memudahkan pengguna untuk melihat perbedaan 58 Ridwan, Dasar-dasar Statistika (Bandung: Alpabetis, 2003), h. 71. 59 Yusnimar, “E-Book dan Pengguna Perpustakaan Perguruan Tinggi di Jakarta,” diakses 6 November 2017, http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/al-maktabah/article/view/1572.
51
pilihan. Dalam skala yang digunakan ini tidak bersifat netral, sehingga akan
mendorong responden dapat mengambil keputusan sendiri dalam menilai
positif atau negatif terhadap sesuatu yang sedang ditanyakan melalui kuisoner.
Sedangkan untuk menganalisis data kuesioner terhadap pernyataan yang
disebarkan diberikan nilai tersendiri, dan selanjutnya penulis menggunakan
metode skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat,
dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam
penelitian, fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh penulis,
yang selanjutnya disebut dengan variabel penelitian.60 Penggabungan skala
verbal dan angka, terdapat pada tabel berikut:
Tabel 3.1
Pengukuran Persepsi
Pernyataan Kepuasan Nilai
Sangat baik
Baik
Cukup baik
Tidak baik
Sangat tidak baik
5
4
3
2
1
Untuk dapat mengetahui penilaian responden terhadap suatu objek, maka
skor-skor yang diperoleh dijumlahkan, kemudian disimpulkan skor rata-
ratanya. Skor rata-rata merupakan hasil dari penjumlahan skor dari tiap skala
yang dikalikan dengan frekuensinya masing-masing, kemudian hasil dari
60 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2015), h. 93.
52
penjumlahan tersebut dibagi dengan jumlah sampel atau total frekuensi.
Perhitungan skor rata-rata menggunakan rumus sebagai berikut:
X = [ (S1 X F1) + (S2 X F2) + (S3 X F3) + (S4 X F4) + (S5 X F5) ]
N
Keterangan :
X = Skor rata-rata
(S1...S5) = Skor pada skala 5 sampai dengan 1
F = Frekuensi Jawaban
N = Jumlah sampel yang diolah atau total frekuensi
Skala yang digunakan diatas memiliki keterbatasan analisa, yaitu hanya
menyatakan bahwa objek tersebut sangat baik atau sangat tidak baik, sehingga
diperlukan analisa lebih lanjut. Supaya analisa menjadi lebih luas, maka ordinal
dapat dirubah menjadi skala interval yaitu menentukan skala-skala yang
memiliki jarak yang sama antara titik-titik yang berdekatan yang diperlukan
untuk menggambarkan keadaan dengan lebih teliti, memberikan prediksi, dan
pengontrolan yang lebih akurat. Untuk menentukan skala interval skor persepsi
caranya dengan membagi selisih antara skor tertinggi dengan skor terendah
dengan banyaknya skala. Cara tersebut dapat dirumuskan dengan rumus
sebagai berikut:
Skala interval = { a(m-n) } : b
53
Keterangan :
a = Jumlah atribut
m = Skor tertinggi
n = Skor terendah
b = Jumlah skala penilaian yang ingin dibentuk.61
Jika skala penilaian yang ingin dibentuk berjumlah 5, dimana skor
terendah adalah satu dan skor tertinggi adalah lima, maka skala interval skor
persepsi dapat dihitung seperti {1(5-1) : 5}, jadi jarak antara setiap titik adalah
0,8 sehingga diperoleh penilaian sebagai berikut:
Sangat positif 4.24 – 5.04
Positif 3.43 – 4.23
Cenderung positif 2.62 – 3.42
Negatif 1.81 – 2.61
Sangat negatif 1.00 – 1.80.62
G. Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Perpustakaan Lembaga Pemasyarakatan
Klas II A Salemba. Letak perpustakaan berada di Jalan Percetakan Negara No.
88 A, RT. 12/ RW. 04, Jakarta Pusat. Penelitian ini dilaksanakan pada Kamis,
14 Desember 2017, dengan perincian sebagai berikut:
61 Fred N Kerlinger, Asas-Asas penelitian Behavioral (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1990), h. 101. 62 Bilson Sinamora, Panduan Riset Perilaku Konsumen (Jakarta: Gramedia, 2004), h. 202.
54
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian Skripsi
NO
KEGIATAN
2017-2018
Februari
Oktober
Desember
Januari
Maret
Mei
1.
Penyusunan
Proposal
2.
Pengajuan
Proposal
3.
Bimbingan
Skripsi
4.
Penelitian
5.
Penyusunan
Skripsi
6.
Pengajuan
Sidang
7.
Sidang
Skripsi
55
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Profil Lembaga Pemasyarakatan
1. Sejarah Singkat Lembaga Pemasyarakatan
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI No.
M.2-PR.07.03 Tahun 2007 tanggal 23 Februari 2007 tentang
pembentukan unit pelaksana teknis Lembaga Pemasyarakatan Klas II A
Salemba, Cibinong, Pasir Putih Nusakambangan dan Lembaga
Pemasyarakatan, dideskripsikan bahwa secara historis berdirinya Lapas
Klas II A Salemba merupakan pemekaran dari UPT Pemasyarakatan
Rutan Klas I Salemba menjadi 2 (dua) Satuan Kerja di lingkungan
Kementerian Hukum dan HAM RI DKI Jakarta yaitu Rutan Klas I
Jakarta Pusat dan Lapas Klas II A Salemba Jakarta pada tahun 2007.
Sebelum menginjak tahun 1945, bangunan Lapas pada saat itu
difungsikan sebagai tempat tahanan bagi yang melakukan pelanggaran
hukum kolonial Hindia Belanda. Kemudian setelah tahun 1945,
bangunan Lapas digunakan untuk menampung tahanan politik, tahanan
sipil, dan pelaku kejahatan ekonomi. Saat terjadi G 30 S/PKI sebagian
tahanan dipindahkan ke Lapas Cipinang dan Lapas Glodok. Sejak tahun
1960 sampai dengan 1980, Lapas Salemba difungsikan sebagai rumah
tahanan militer dibawah pimpinan Inrehab Laksusda Jaya. Pada 4
februari 1980 pengelolaan lapas Salemba diserah terimakan dari Inrehab
Laksusda Jaya kepada Departemen Kehakiman RI melalui Kakanwil
Ditjen Pemasyarakatan IV Jakarta Raya dan Kalbar berdasarkan SP
56
Pangkopkamtib tgl 9 Januari 1980, Sprint-12/KepKam/I/1980 dan Surat
Perintah Pelaksana No. Sprint 4-5/KAHDA/I/1980 Tgl 23 Januari 1980.
Berdasarkan Kep. Menkeh No. M.04.UM.01.06 Tahun 1983, Lapas
Salemba berubah status menjadi Rumah Tahanan Negara Salemba. Pada
Tahun 2007 mengingat kondisi kelebihan kapasitas penghuni Rutan
Salemba yang semakin padat, maka dilakukan pemekaran Rutan Salemba
menjadi dua bagian yaitu Rutan Klas I Jakarta Pusat dan Lapas Klas II A
Salemba. Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba dibentuk
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.02-
PR.07.03 Tahun 2007 Tanggal 23 Februari 2007 tentang pembentukan
Unit Pelaksana Teknis Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba,
Cibinong, Pasir Putih Nusakambangan, dan Lembaga Pemasyarakatan
Klas II B Boalemo di Way Kanan, Slawi, Nunukan, Boalemo, dan
Jailolo.
2. Visi dan Misi Lembaga Pemasyarakatan
a. Visi
Menjadikan Lapas yang terpercaya dalam memberikan
pembinaan, pelayanan, dan perlindungan terhadap Warga Binaan
Pemasyarakatan.
b. Misi
1) Menjadikan sistem perlakuan humanis yang memberikan rasa
aman, nyaman, dan berkeadilan.
57
2) Melaksanakan pembinaan, perawatan, dan pembimbingan
untuk mengembalikan narapidana menjadi warga negara
yang aktif dan produktif ditengah-tengah masyarakat.
3) Membangun karakter dan mengembangkan sikap ketaqwaan,
sopan santun, dan kejujuran pada diri narapidana.
4) Memberikan pelayanan, perlindungan, dan pemenuhan
terhadap hak-hak warga binaan pemasyarakatan dan
keluarga/ warga masyarakat yang berkunjung.
3. Data dan Fakta
Petugas lembaga pemasyarakatan klas II A Salemba berjumlah 242
orang, yang terdiri atas pegawai sipir, pejabat strukturat, dokter, dokter
gigi, dan perawat. Lapas ini memiliki kapasitas 572 orang dengan
batasan usia warga binaan pemasyarakatan berkisar antara 12 tahun
sampai dewasa. Adapun latar belakang kejahatan yang dilakukan sebagai
berikut: Kejahatan terhadap ketertiban, pembakaran, penyuapan,
kejahatan mata uang, memalsukan materai atau surat, kesusilaan,
———. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
Artoatmojo, Karmidi. Manajemen Perpustakaan Khusus. Jakarta: Universitas Terbuka, 1996.
———. Pelayanan Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka, 1999.
Asfinawati. Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji. Jakarta: Kemitraan, 2007.
Australian Library and Information Association. “Australian Prison Libraries: Minimum Standard Guidelines.” Diakses 5 September 2017. http://read.alia.org.au/sites/default/files/documents/pr_prison_library_guidelines.pdf.
Bondan, Molly. Spanning a Revolution : Kesaksian Eks-Digulis dan Pergerakan Nasional Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008.
Clark, Sheila, dan Erica Maccreaigh. Library Services To The Incarcerated: Applying The Public Library Model In Correctional Facility Libraries. London: Libraries Unlimited, 2006.
Coensuelo G, Sevilla. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: UI Press, 1993.
Dini. “Sejarah Perpustakaan Penjara di Indonesia Periode 1917-1964.” Diakses 5 September 2017. http://lib.ui.ac.id/.
104
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Kehakiman dan HAM. 40 Tahun Pemasyarakatan: Mengukir Citra Profesionalisme. Jakarta: Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Kehakiman dan HAM, 2004.
Handayani, Ulfah. “Perpustakaan dan Dakwah Pemakai: Peranan Perpustakaan dalam Masyarakat.” Al Maktabah Vol.12, No.1 (April 2000): 49.
Hasan, Iqbal. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Indonesia. “Undang-undang No.43 Tahun 2007 Pasal 5 Ayat 3 tentang Perpustakaan.” Diakses 5 Februari 2017. perpusnas.go.id/assets/uploads/2016/03/PP-24-2014-Pelaksanaan-UU-Perpustakaan.pdf.
———. “Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 7 tentang Perpustakaan.” Diakses 1 September 2017. http://www.pnri.go.id/law/undang-undang-nomor-43-tahun-2007-tentang-perpustakaan/.
———. “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 Pasal 14 Ayat 1 tentang Perpustakaan.” Diakses 5 September 2017. http://www.pnri.go.id/law/undang-undang-nomor-43-tahun-2007-tentang-perpustakaan/.
Irawan, Prasetya. Logika dan Prosedur Penelitian. Jakarta: STIA-LAN, 2004.
Jonner, Hasugian. Dasar-Dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Jakarta: Gramedia Pustaka, 2009.
Kerlinger, Fred N. Asas-Asas penelitian Behavioral. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1990.
Kohar, Ade. Teknik Penyusunan Kebijakan Pengembangan Koleksi Perpustakaan: Suatu Implementasi Studi Retrospektif. Jakarta, 2003.
Larry E, Sullivan. “The Least of Our Brethren: Library Service to Prisoners.” American Library Association 31. No.5 (2000).
105
Lehmann, Vibeke, dan Joanne Locke. Guidelines for Library Service to Prisoners. The Hague: International Federation of Library Associations and Institutions, 2005.
Montague Harrod, Leonard. Harrod’s Librarian Glossary of Terms used in Librarianship, Documentation and The Book Crafts and Reference Books. London: Gowen, 1990.
Nursalam, Toha. Materi Pokok Persepsi Perpustakaan 1-6. Jakarta: Universitas Terbuka, 1996.
Prytherch, Ray. Harrod’s Librarian’s Glossary and Reference Book 10th Edition. London: Ashgate Publishing Limited, 2005.
Soetminah. Perpustakaan, Kepustakawanan, dan Pustakawan. Jakarta: Kanisius, 1992.
Sudijono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Grafindo Persada, 2001.
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2012. ———. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi. Bandung:
Alfabeta, 2011.
———. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2015.
———. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta, 2012.
106
Sulistyo-Basuki. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991.
———. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993.
Sumardji P. Manajemen dan Tata Kerja Perpustakaan. Jakarta: Grasindo, 1999.
Sutardji, Maulidyah, dan Sri Ismi. “Analisis Beberapa Faktor Yang Berpengaruh Pada Kepuasan Pengguna Perpustakaan : Studi Kasus di Perpustakaan Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian.” Jurnal Perpustakaan Pertanian 15, Nomor 2 (2006): 33.
Sutarno. Perpustakaan dan Masyarakat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003.
Sutarno NS. Manajemen Perpustakaan: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Sanitra Media Utama, 2004.
———. Manajemen Perpustakaan: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Sagung Seto, 2006.
Vogel, Brenda. Down For The Count: A Prison Library Handbook, Metuchen. New Jersey: Scarecrow Press, 1995.
———. “Making Prison Libraries Visible and Accessible.” Library Association of Alberta 56 (2) (1994): 120.
Walgito. Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Yogyakarta: ANDI, 2003.
Yusnimar. “E-Book dan Pengguna Perpustakaan Perguruan Tinggi di Jakarta.” Diakses 6 November 2017. http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/al-maktabah/article/view/1572.
107
GAMBAR
Gambar 1. Gedung LAPAS Klas II A Salemba
Gambar 2. Kartu Tanda Pengunjung Penelitian
108
Gambar 3. Tampak Depan Perpustakaan
Gambar 4. Mading Perpustakaan
109
Gambar 5. Rak Koleksi
110
Gambar 6. Buku Kunjungan Pengguna
111
Gambar 7. Buku Peminjaman Koleksi
112
Gambar 8. Kegiatan Nonton Film Edukasi
Gambar 9. Kegiatan Narapidana Di Perpustakaan
LEMBAR KUESIONER
Assalamu`alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Dengan hormat saya Astia Prestica. Mahasiswa Jurusan Ilmu Perpustakaan
dan Informasi, Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dalam rangka penelitian skripsi mengenai “Persepsi
Pengguna Terhadap Layanan di Perpustakaan LAPAS KLAS II A
Salemba”, penulis memohon kesediaan saudara untuk berpartisipasi memberikan
jawaban terhadap kuesioner ini sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Kuesioner
ini bertujuan untuk kepentingan ilmiah dan kerahasiaan pengisian kuesioner ini
akan dijaga sepenuhnya. Atas simpati dan empati dari saudara untuk berpartisipasi
dalam kuesioner penelitian ini, penulis mengucapkan terimakasih.
1. Petunjuk Penggunaan
Pilihlah pernyataan dibawah ini sesuai dengan pendapat anda, dengan
memberi tanda (√ ) pada salah satu pilihan yang terdapat dalam kolom