perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PERSEPSI ETIS PENGGELAPAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK DI WILAYAH SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat- Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : SIGIT PRASETYO F 1306610 S1 NON REGULER JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
88
Embed
PERSEPSI ETIS PENGGELAPAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK DI … · 2013. 9. 24. · Pemerintah untuk segera menindak tegas semua pelaku praktik penggelapan pajak, setelah diadakan penelitian
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERSEPSI ETIS PENGGELAPAN PAJAK
BAGI WAJIB PAJAK DI WILAYAH SURAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi
Syarat- Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
SIGIT PRASETYO F 1306610
S1 NON REGULER JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN
PERSEPSI ETIS PENGGELAPAN PAJAK BAGI WAJIB
PAJAK DI WILAYAH SURAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Penyusunan Skripsi pada Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
SIGIT PRASETYO
F 1306610
Telah disetujui oleh Dosen Pembimbing
Pada tanggal 29 November 2010
Dosen Pembimbing,
(Drs. Eko Arief Sudaryono, M.Si., Ak)
NIP. 19611231 198803 1 006
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan diterima baik oleh tim penguji Skripsi Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi
syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi.
Surakarta, Desember 2010
Tim Penguji Skripsi
1. Prof. Dr. Rahmawati. M.Si, Ak. (.....................................)
NIP. 19680401 199303 2 001 Ketua
2. Drs. Eko Arief Sudaryono, M.Si, Ak (.....................................)
NIP. 19611231 198803 1 006 Pembimbing
3. Dra. Setianingtyas Honggowati, M.M. Ak (.....................................)
NIP. 19600427 198601 2 001 Penguji
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
MOTTO
v Tiadalah merekadiperinta, kecuali supaya menyembah kepada Allah dengan ikhlas dalam menjalankan agama, lurus, dan mendirikan sholat, mengheluarkan zakat. Itulah agama yang lurus.
(Qs. Al bayyinah : 5) v Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah
selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah dengan sesungguh sungguhnya (urusan) yang lain dan hanya kepada Tuhanlah hendaknya kamu berharap
(Qs. Al Insyirah :6-8)
v Awali dengan Bismillah, landasi dengan ikhlas, akhiri dengan Alhamdulillah. v Jadilah orang yang selalu mensyukuriu nikmat yang telah diberikan oleh Allah
SWT, berperilaku sederhana,menerima apa adanya, bergaul dengan siapa saja, kelak akan berguna bagi kita sendiri.Allah bersama orang- orang yang sabar.
v Mengetahui kekurangan diri kita sendiri adalah tangga buat mencapai cita-cita,
berusahalah terus untuk mengisi kekurangan adalah keberanian yang luar biasa. (Prof. Dr. Hamka)
v Apa yang sudah berlalu itulah yang terbaik, keadan yang lalu baik ataupun jelek
itulah yang terbaik karena akan menjadi landasan bagi hari esok. (Imam Al Ghozali)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PERSEMBAHAN
Segala Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang menciptakan alam semesta,
Muhammad Rosul umat mu’min, Alquran dan Al-hadist sebagai
petunjuk, skripsi ini kupersembahkan kepada:
1. Kedua Orangtuaku tercinta yang
dengan ikhlas merawat dan
mendidikku, telaga kasih sayang
yang tak kan pernah kering
mengalirkan doa untukku.
2. Kakakku dan Adikku, terima kasih
atas do’a nya.
3. Calon Isteriku Tias Dwi Pramita,
Yang telah sabar menanti dan
menemani setiap langkahku.
4. Semua keluarga besarku, teman-
teman dan sahabatku yang tak bisa
saya sebutkan satu persatu,
terima kasih atas semua pelajaran
hidup yang telah kalian berikan.
5. AD4383QA, AD5454AS, AD5777U, yang
selalu mengantarku dengan selamat
kemanapun tempat tujuanku.
6. Almamaterku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEPSI ETIS PENGGELAPAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK DI WILAYAH SURAKARTA
Sigit Prasetyo
F 1306610
ABSTRAKSI
Tujuan yang hendak dicapai dengan adanya penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi etis penggelapan pajak bagi Wajib Pajak di wilayah Surakarta. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan dapat mendorong Pemerintah untuk segera menindak tegas semua pelaku praktik penggelapan pajak, setelah diadakan penelitian tentang persepsi etis penggelapan pajak bagi Wajib Pajak di wilayah Surakarta.
Metode yang digunakan dalam menganalisis data penelitian ini adalah analisis deskriptif. Analisis deskriptif merupakan upaya analisa data dengan memberikan gambaran tentang suatu data. Sedangkan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah memberikan gambaran tentang persepsi etis penggelapan pajak bagi Wajib Pajak di wilayah Surakarta. Populasi yang dipakai pada penelitian ini adalah seluruh wajib pajak yang berada di wilayah Surakarta. Sampel dalam penelitian ini adalah 75 wajib pajak di Wilayah Surakarta.
Berdasarkan hasil penelitian tentang persepsi etis penggelapan pajak bagi Wajib Pajak di wilayah Surakarta dapat ditarik kesimpulan bahwa 85,74% pegawai swasta tidak setuju dengan adanya berbagai bentuk praktik penggelapan pajak; 82,13% wiraswasta tidak setuju dengan adanya berbagai bentuk praktik penggelapan pajak; dan 95,56% pegawai negeri sipil tidak setuju dengan adanya berbagai bentuk praktik penggelapan pajak.
Kata kunci: wajib pajak, penggelapan pajak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ETHICAL PERCEPTIONS TAX EVASION FOR TAXPAYERS IN THE REGION SURAKARTA
Sigit Prasetyo
F 1306610
ABSTRACT
A goal to be achieved in the presence of this research is to investigate the
perception of tax evasion unethical for Taxpayers in the region of Surakarta. Based on the results of this study is expected to encourage the Government to immediately take action against all perpetrators of the practice of tax evasion, having conducted research on ethical perceptions of tax evasion for Taxpayers in the region of Surakarta. The method used in analyzing data of this research is descriptive analysis. Descriptive analysis is a data analysis effort to provide a snapshot of the data. While the definition in this study is to provide a snapshot of the perception of tax evasion unethical for Taxpayers in the region of Surakarta. The populations used in this study are all taxpayers residing in the territory of Surakarta. The samples in this study were 75 taxpayers in the region of Surakarta. Based on the results of research on ethical perceptions of tax evasion for Taxpayers in the Surakarta region can be deduced that 85.74% private employees do not agree with the existence of various forms of tax evasion; 82.13% self-employed do not agree with the existence of various forms of tax evasion; and 95.56% of civil servants do not agree with the existence of various forms of tax evasion. Keywords: taxpayer, for tax evasion.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum. Wr. Wb.
Puji syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi
ini dengan baik dan lancar. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari
bimbingan, pengarahan, dan dukungan dari berbagai pihak yang dengan
ketulusan, kasih sayang, dan pengorbanannya memberikan bantuan kepada
penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. DR. Bambang Sutopo, M. Com., Ak, selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah meberikan ijin
Tabel 4.5. Distribusi Tingkat Penghasilan Responden ........................ 41
Tabel 4.6. Rangkuman Persepsi Wajib Pajak yang Bekerja Sebagai
Pegawai Swasta terhadap Penggelapan Pajak ..................... 66
Tabel 4.7. Rangkuman Persepsi Wajib Pajak yang Bekerja Sebagai
Wiraswasta terhadap Penggelapan Pajak ............................... 67
Tabel 4.8. Rangkuman Persepsi Wajib Pajak yang Bekerja Sebagai
Pegawai Negeri Sipil terhadap Penggelapan Pajak ................ 68
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ......................................................... 28 Gambar 4.1 Penggelapan Pajak Etis Jika Jumlahnya Signifikan dan
Uang yang Terkumpul, Masuk dalam Kantong Politisi Korup, Keluarga, dan Teman-Temannya ......................... 42
Gambar 4.2 Penggelapan Pajak Etis jika Kemungkinan Tertangkap atau Diketahui oleh Aparat Pajak Rendah ....................... 44
Gambar 4.3 Penggelapan Pajak Etis jika Sistem Perpajakan Tidak Adil ................................................................................... 45
Gambar 4.4 Penggelapan Pajak Tetap Etis Walaupun Tarif Pajak Tidak Terlalu Tinggi Karena Pemerintah Tidak Memberikan Timbal Balik Sebanyak yang Dia Ambil dari Saya ........................................................................... 47
Gambar 4.5 Penggelapan Pajak Etis Jika Sebagian Besar Uang yang Terkumpul Digunakan Secara Boros ............................... 49
Gambar 4.6 Penggelapan Pajak Etis jika Uang yang Terkumpul Digunakan untuk Mendukung Perang yang Menurut saya Tidak Adil ................................................................ 50
Gambar 4.7 Penggelapan Pajk Etis jika Sebagian Besar Uang yang Terkumpul Digunakan untuk Proyek yang Tidak Menguntungkan Bagi Saya .............................................. 52
Gambar 4.8 Penggelapan Pajak Etis bila Tarif Pajak Terlalu Tinggi .. 53 Gambar 4.9 Penggelapan Pajak Etis jika Saya Tidak Sanggup untuk
Membayarnya ................................................................... 55 Gambar 4.10 Penggelapan Pajak Etis jika Sebagian Besar Uang yang
Terkumpul Digunakan untuk Proyek yang Secara Moral Tidak saya Setujui ............................................................ 56
Gambar 4.11 Penggelapan Pajak Tetap Etis Walaupun Sebagian Besar Uang yang Terkumpul Digunakan untuk Proyek yang Menguntungkan Bagi Saya ..................................... 58
Gambar 4.12 Penggelapan Pajak Tatap Etis Walaupun Sebagian Besar Uang yang Terkumpul Digunakan Secara Bijaksana .......................................................................... 59
Gambar 4.13 Penggelapan Pajak Etis jika Semua Orang Melakukannya .................................................................. 61
Gambar 4.14 Penggelapan Pajak Tetap Etis Walaupun Sebagian Besar Uang yang Terkumpul Digunakan untuk Proyek Yang Bermanfaat ............................................................. 62
Gambar 4.15 Penggelapan Pajak Tetap Etis Walaupun Artinya jika Saya Membayar Kurang, Maka Akan Ada Orang Lain yang Membayar Lebih ..................................................... 64
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian
Lampiran 2 Data Try Out
Lampiran 3 Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 4 Data Penelitian
Lampiran 5 Hasil Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang
oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak
mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjukk dan yang gunanya
adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan
tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan. Perlunya peraturan
perudangan-undangan tentang perpajakan dibuat adalah untuk menanggulangi
banyaknya penyelewengan yang berkaitan dengan pajak, karena pajak
merupakan salah satu sumber penerimaan penting yang digunakan untuk
membiayai pengeluaran negara, yang tujuannya adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat (Rapina, 2008: 174).
Peran pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Indonesia terus meningkat terhadap seluruh pendapatan negara. Direktorat
Jenderal Pajak Kementerian Keuangan tampaknya berkomitmen serius untuk
merangsang penerimaan negara dari pajak. Salah satu upayanya, dengan
membuka tax center, yakni wadah informasi, pendidikan dan pelatihan
mengenai perpajakan di lingkungan kampus. Pajak berkontribusi besar
terhadap sumber pendanaan negara dalam memenuhi Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN). Tahun ini pemerintah mematok target
penerimaan negara dari pajak sebesar Rp 742 triliun atau sekitar 67% untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mendanai APBN-P 2010 sebesar Rp 1.126 triliun (www.pajak2000.com, 20
Mei 2010).
Penerapan self assesment system akan efektif apabila kondisi kepatuhan
sukarela (voluntary compliance) pada masyarakat telah terbentuk
(Darmayanti, 2004). Kenyataannya saat ini banyak sekali terjadi
penyelewengan pajak. Menurut berita Kompas.com (10 April 2010)
penerimaan negara dari perpajakan mengalami kebocoran sekitar 23 persen
akibat adanya mafia perpajakan. Martin Hutabarat, anggota DPR Komisi DPR
dari Fraksi Gerindra, mengatakan, potensi penerimaan perpajakan seharusnya
bisa mencapai Rp 700 triliun per tahun. Apabila markus perpajakan
diberantas, pertumbuhan ekonomi juga bisa lebih tinggi dibandingkan dengan
yang dipatok oleh pemerintah, yang hanya 7 persen pada tahun 2014. Tak
hanya itu, pertumbuhan ekonomi juga bisa lebih merata dibandingkan saat ini
(Kompas.com, 10 April 2010). Direktur Jenderal Pajak menyatakan bahwa
jumlah pemegang Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) di seluruh Indonesia
saat ini sebanyak 6 juta. Dari jumlah tersebut, sebanyak 50.500 WP
dikatagorikan sebagai pembayar pajak aktif. Pembayar pajak aktif terdiri dari
500 Wajib Pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Besar (KPP LTO)
dan 50.000 lainnya adalah Wajib Pajak yang terdaftar di 250 unit Kantor
Pelayanan Pajak. Berita yang sama juga menyatakan bahwa penerimaan pajak
semester I tahun 2008 mencapai Rp 256,18 triliun. Sebesar 80% dari
penerimaan ini (atau senilai Rp 212,144 triliun) diperoleh dari kontribusi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pembayaran pajak oleh 50.500 Wajib Pajak tersebut di atas
(www.guskun.com).
Masalah perpajakan tidaklah sederhana hanya sekedar menyerahkan
sebagian penghasilan atau kekayaan seseorang kepada negara, tetapi coraknya
terlihat bermacam-macam tergantung pada pendekatannya. Dari sudut
pandang ekonomi, pajak merupakan penerimaan negara yang digunakan untuk
mengarahkan kehidupan masyarakat menuju kesejahteraan. Pajak sebagai
motor penggerak kehidupan ekonomi masyarakat. Sedangkan dari aspek
hukum, hukum pajak di Indonesia mempunyai hierarki yang jelas dengan
urutan, yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden, dan sebagainya. Hierarki ini dijalankan
secara ketat, peraturan yang tingkatannya lebih rendah tidak boleh
bertentangan dengan peraturan yang tingkatannya lebih tinggi. Dari aspek
keuangan pajak dipandang sebagai bagian yang sangat penting dalam
penerimaan negara. Jika dilihat dari penerimaan negara, kondisi keuangan
negara tidak lagi semata-mata dari penerimaan negara berupa minyak dan gas
bumi, tetapi lebih berupaya untuk menjadikan pajak sebagai primadona
penerimaan negara. Dan dari aspek sosiologi bahwa pajak ditinjau dari segi
masyarakat yaitu menyangkut akibat atau dampak terhadap masyarakat atas
pungutan dan hasil apakah yang dapat disampaikan pada masyarakat..
Akhir-akhir ini pemerintah Indonesia dihadapkan pada suatu permasalahan
baru, yaitu kasus penggelapan pajak. penggelapan pajak adalah usaha yang
dilakukan oleh wajib pajak apakah berhasil atau tidak untuk mengatur suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
peristiwa sedemikian rupa untuk meminimkan atau menghilangkan beban
pajak, mengurangi atau sama sekali menghapus dengan memperhatikan ada
atau tidaknya akibat-akibat pajak yang ditimbulkan berdasarkan ketentuan dan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Setelah kasus Gayus
H.P. Tambunan terkuak, satu-persatu kasus penggelapan pajak mulai
terungkap. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak paling tidak menemukan tiga
kasus baru yang diduga merugikan negara hingga ratusan miliaran rupiah. Saat
ini Ditjen Pajak tengah menyelidiki tiga kasus yang merugikan negara hingga
Rp 607 miliar tersebut. Kasus pertama, sebuah kasus restitusi pajak yang
dilakukan perusahaan berinisial PHS di Sumatera Utara senilai Rp 300 miliar.
Kasus kedua, penerbitan faktur pajak fiktif yang melibatkan konsultan pajak
tidak resmi berinisial SOL. Kerugian negara yang diakibatkan dari tindakan
SOL diperkirakan sebesar Rp 247 miliar, dan Ketiga, kasus penggelapan pajak
senilai Rp 60 miliar dengan modus penerbitan faktur pajak tidak berdasarkan
transaksi yang sebenarnya oleh biro jasa di bawah pimpinan berinisial TKB.
Total kerugian negara dari tiga kasus tersebut mencapai lebih dari Rp 600
miliar (Liputan6.com, 3 Mei 2010).
Jelas bahwa pajak sebagai sumber penerimaan negara untuk membiayai
pengeluaran rutin dan juga digunakan untuk membiayai pembangunan. Oleh
karena itulah, upaya untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak
sangatlah penting, karena dana yang dihimpun berasal dari masyarakat
(private saving) atau berasal dari pemerintah (public saving). Dengan
demikian, terlihat bahwa dari pajak sasaran yang disetujui adalah memberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara merata dengan melakukan
pembangunan di berbagai sektor. Oleh karena itu pemberantasan terhadap
kasus penggelapan pajak, harap segera dituntaskan sehingga tidak merubah
persepsi wajib pajak terhadap kegunaan pajak.
Berdasarkan hasil penelitian Utami (2008) terhadap Persepsi Mahasiswa
Akuntansi dan Mahasiswa Hukum terhadap Etika Penggelapan Pajak. Hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan persepsi yang
signifikan antara mahasiswa akuntansi dan mahasiswa hukum terhadap etika
penggelapan pajak. Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian yang
dilakukan oleh penulis adalah pada obyek penelitian, penelitian ini dilakukan
pada wajib pajak di wilayah Surakarta yang berdasarkan pada tingkat
pekerjaan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana persepsi etis penggelapan pajak bagi
Wajib Pajak di wilayah Surakarta?”.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dengan adanya penelitian ini adalah untuk
mengetahui persepsi etis penggelapan pajak bagi Wajib Pajak di wilayah
Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat yang sebesar-
besarnya bagi:
1. Manfaat Bagi Praktisi
Melalui penelitian ini, diharapkan dapat dilihat kecenderungan
persepsi wajib pajak dalam menilai etika penggelapan pajak, dimana hasil
dari penggelapan pajak tersebut digunakan untuk berbagai tujuan tertentu
setelah diadakan penelitian tentang persepsi etis penggelapan pajak bagi
Wajib Pajak di wilayah Surakarta, sehingga dapat digunakan sebagai
pertimbangan dalam menangani kasus penggelapan pajak
2. Manfaat Bagi Akademisi
Penelitian ini diharapkan berguna untuk menambah pengetahuan dan
sebagai informasi, serta bahan acuan untuk perbandingan penelitian
serupa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Persepsi
Secara umum persepsi diartikan sebagai proses pemberian arti terhadap
rangsangan yang datang dari luar. Pengertian Persepsi menurut KBBI
(2002:863) adalah tanggapan dari sesuatu atau merupakan proses seseorang
mengetahui beberapa hal yang dialami oleh setiap orang dalam memahami
setiap informasi tentang lingkungannya melalui panca indera. Jadi persepsi
dapat diartikan sebagai proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam
memahami setiap informasi tentang lingkungannya melalui pancainderanya
(melihat, mendengar, mencium, menyentuh, dan merasakan).
Persepsi merupakan suatu proses dimana seseorang mengorganisasikan
dalam pikirannya, menafsirkannya, mengalami, dan mengelola pertanda atas
segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya (Hammer dan Morgan, 1999 :
33). Menurut Abizar (1998: 18) mengatakan bahwa persepsi adalah suatu
proses dengan mana seseorang individu memilih, mengevaluasi dan
mengorganisasi stimulus dari lingkungannya. Persepsi juga menentukan cara
kita berperilaku terhadap suatu obyek atau permasalahan, bagaimana segala
sesuatu itu mempengaruhi persepsi seseorang nantinya akan mempengaruhi
perilaku yang dipilihnya.
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-
hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan
7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pesan. Persepsi adalah suatu proses tentang petunjuk petunjuk inderawi
(sensory) dan pengalaman masa lampau yang relevan diorganisasikan untuk
memberikan kepada kita gambaran yang terstruktur dan bermakna pada suatu
situasi tertentu. Senada dengan hal tersebut Atkinson dan Hilgard (1991: 201)
dalam Abizar (1998: 18) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses
dimana kita menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus dalam
lingkungan.
Berdasarkan hal itu maka dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi
adalah pandangan pikiran seseorang yang muncul dari kegiatan
mengorganisasikan dalam pikirannya, menafsirkannya, mengalami, dan
mengelola pertanda atas segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya.
B. Pajak
1. Pengertian Pajak
Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi
kepentingan bersama. Membahas pengertian pajak, banyak para ahli
memberikan definisi tentang pajak, daiantaranya pengertian pajak yang
dikemukakan oleh Andriani (2005: 10) adalah iuaran kepada negara (yang
dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan umum (undang-undang), dengan tidak mendapat
prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan
tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pengertian pajak menurut Siahaan (2005: 10) adalah pungutan dari
masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang
bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya
dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontraprestasi/balas jasa) secara
langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara
dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Menurut
Soemitro (2000: 8) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak
mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjuk dan
yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Berbeda dengan definisi pajak menurut para ahli di atas, pengertian
pajak menurut Meliala (2007: 4) adalah iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan undang-undang sebagai perwujudan pengabdian dan peran
serta rakyat untuk membiayai negara dan pembangunan nasional.
Berdasarkan beberapa definisi pajak di atas, terdapat ciri-ciri yang
mendasar yaitu:
a. Pajak merupakan iuran wajib yang dibayarkan rakyat kepada negara.
b. Pajak dipungut berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan.
c. Pajak dapat dipaksakan tanpa mendapat kontraprestasi langsung secara
individual yang diberikan oleh pemerintah.
d. Pajak digunakan untuk pembiayaan pengeluaran umum pemerintah
dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan yang sangat signifikan
antara pakar tersebut diungkapkan oleh Meliala (2007). Pembayaran pajak
tidak hanya berdasarkan undang-undang saja, tetap juga merupakan wujud
pengabdian seseorang terhadap negaranya. Hal ini tidak diungkapkan oleh
para pakar lainnya sehingga terkesan bahwa pajak ini merupakan paksaaan
kepada rakyat.
Jadi sebenaranya pajak itu bersifat sukarela sekaligus dapat
dipaksakan oleh undang-undang. Sebenarnya kedua hal ini tidak
bertentangan karena pajak merupakan wujud pengabdian masyarakat
kepada negaranya sesuai dengan pengamalan Pancasila sila ke-3, yaitu
Persatuan Indonesia, sehingga walaupun tidak dapat dipaksakan oleh
Undang-Undang masyarakat tetap akan berinisiatif membayar pajak
dengan sukarela. Dengan definisi seperti yang diungkapkan oleh Meliala
(2007) diharapkan semua warga negara membayar pajak denga lebih taat.
2. Fungsi Pajak
Menurut Meliala (2007: 17-18) fungsi pajak dapat dibagi menjadi:
a. Fungsi Penerimaan (Budgetair)
Fungsi pajak terletak di sektor masyarakat dan pajak-pajak ini
merupakan suatu alat (sumber) untuk memasukkan uang ke kas Negara
sebanyak-banyaknya yang nantinya akan dipergunakan untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Contoh: dimasukannya
pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Fungsi Mengatur (Regulerend)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu yang
letaknya di luar bidang keuangan, seperti di bidang ekonomi, sosial
dan lain sebagainya. Sesuai dengan kebijakan pemerintah. Hal tersebut
dapat dilihat dalam contoh sebagai berikut:
1) Dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras
sehingga konsumsi minuman kerasa dapat ditekan.
2) Dalam bidang sosial (Keluarga Berencana) bagi keluarga yang
memiliki jumlah anak lebih dari 3 orang maka tidak diberikan
tambahan untuk Penghasilan Tidak Kena Pajak.
3. Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak dapat dibagi berdasarkan dua
penggolongnya:
a. Menurut dasar penetapan pajak
1) Stelsel/Sistem Fiktif (Anggapan)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang
diatur undang- undang, sebagai contoh; penghasilan suatu tahun
dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal
tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang
untuk tahun berjalan, kelebihan stelsel ini adalah pajak yang
dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun.
Kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada
keadaan yang sesungguhnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2) Stelsel/Sistem Riil (Nyata)
Pemungutan pajak didasarkan pada objek (penghasilan)
yang nyata, sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada
akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya
telah dapat diketahui. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang
dikenakan lebih realistis. Kelemahannya adalah pajak baru dapat
dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui)
3) Stelsel/ Sistem Campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stesel nyata dan
stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung
berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya
pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila
besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak
menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah
kekurangannya. Demikian pula sebaliknya, apabila lebih kecil,
maka kelebihannya dapat diminta kembali.
b. Menurut yang menetapkan pajaknya
1) Official assesment system
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan
kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah
pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan
undang-undang perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini,
inisiatif dan kegiatan menghitung serta memungut pajak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sepenuhnya ada ditangan aparatur perpajakan. Dengan demikian,
berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak
tergantung pada aparatur perpajakan. Ciri-ciri dari sistem ini:
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada
pada fiscus.
b) Wajib pajak bersifat pasif.
c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya Surat Ketetapan
Pajak (SKP) oleh fiscus.
2) Self assessment system
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
wajib pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang
setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang
perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif dan kegiatan
menghitung serta pelaksanaan pemungutan pajak berada ditangan
wajib pajak. Wajib pajak dianggap mampu menghitung pajak,
mampu memahami peraturan perpajakan yang sedang berlaku, dan
mempunyai kejujuran yang tinggi, serta menyadari akan arti
pentingnya membayar pajak. Ciri-ciri dari system ini :
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada
pada wajib pajak sendiri.
b) Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang.
c) Fiscus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3) With holding system
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak sesuai dengan
ketentuan undang-undang yang berlaku. Penunjukan pihak ketiga
ini bisa dilakukan dengan undang-unbang perpajakan, keputusan
presiden dan peraturan lainnya untuk memotong dan memungut
pajak, menyetorkan dan memprtanggungjawabkan melalui sarana
perpajakan yang tersedia. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan
pemungutan pajak banyak tergantung pada pihak ketiga yang
ditunjuk.
4. Penggolongan Pajak
a. Berdasarkan Organisasi Pengelolaannya
1) Pajak Pusat, adalah pajak yang pengelolaannya dilakukan oleh
pemerintah untuk membiayai pengeluaran umum (negara)
2) Pajak Daerah, adalah pajak yang pengelolaannya dilakukan oleh
pemerintah daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran
daerah.
b. Berdasarkan Sifat Pajak
1) Pajak Perorangan, adalah pajak yang dalam penetapannya
memerhatikan dari diri serta keluarga wajib pajak. Hal ini dalam
penentuan besarnya utang pajak harus memerhatikan keadaan dan
kemampuan wajib pajak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2) Pajak kebendaan, adalah pajak yang dipungut tanpa memerhatikan
diri dan keadaan wajib pajak. Pajak jenis ini umumnya merupakan
pajak tidak langsung sehingga siapapun dan dalam keadaan
bagaimanapun, wajib pajak akan dikenai pajak secara sama.
c. Berdasarkan golongannya
1) Pajak Langsung
Pajak langsung adalah pajak yang pembayarannya tidak dapat
dilimpahkan kepada orang lain.
2) Pajak Tidak Langsung
Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembayarannya atau
pembebanannya dapat dilimpahkan kepada orang lain.
d. Berdasarkan Sifatnya
1) Pajak Subyektif
Pajak subyektif adalah pajak yang berpangkal pada diri
orang yang dikenakan pajak. Pada pajak subyektif dimulai dengan
menetapkan orangnya, kemudian baru dicari objeknya. Dalam
pemungutan pajak subyektif ini harus ada hubungan antara negara
pemungut pajak dengan subyek pajak. Jadi yang penting adalah
subyeknya, yang dapat dibedakan antara perorangan dan badan
usaha.
2) Pajak Obyektif
Pajak obyektif adalah pajak yang berpangkal pada objek
yang dikenakan pajak dan untuk mengenakan pajaknya harus dicari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
objeknya. Pada pajak objektif dimulai dengan obyeknya seperti
keadaan, peristiwa, perbuatan, dan lainnya, baru kemudian dicari
orangnya yang harus membayar pajaknya yaitu subyeknya. Dalam
pemungutan pajak obyektif harus ada hubungan antara negara
pemungut pajak dan obyek pajak. Pajak obyektif selalu dipungut
berdasarkan asas sumber, sedangkan pajak subyektif selalu
dipungut berdasarkan asas domosili dan asas nasionalitas.
C. Etika
Secara etimologis etika berasal dari kata Yunani ethos, yang dalam
bentuk jamaknya (ta etha) berarti adat istiadat atau kebiasaan. Dalam
pengertian ini etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada
diri seseorang maupun pada suatu masyarakat atau kelompok masyarakat. Ini
berarti , etika berkaitan dengan nilai-nilai , tata cara hidup yang baik, aturan
hidup yang baik, dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu
orang ke orang lain atau dari satu generasi ke generasi yang lain. (Keraf, 1998:
14)
Etika didefisinisikan sebagai A set of rules that define right and
wrong conducts. Seperangkat aturan undang-undang yang menentukan pada
perilaku benar dan salah (Muclis, 2004 :1)
Etika adalah seperangkat prinsip moral yang membedakan yang
baik dari yang buruk. Etika adalah bidang ilmu yang bersifat normatif karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ia berperan menentukan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh
dilakukan oleh seorang individu (Beekun, 2004 : 3)
D. Wajib Pajak
Menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 mengenai Ketentuan
Umum Perpajakan (KUP), Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan,
meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang
mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
1. Kewajiban Wajib Pajak
Sesuai dengan sistem self assessment, Wajib Pajak mempunyai
kewajiban untuk mendaftarkan diri, melakukan sendiri penghitungan
pembayaran dan pelaporan pajak terutangnya. Wajib Pajak mempunyai
kewajiban untuk mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP), Wajib Pajak Orang Pribadi yang wajib
mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP adalah:
a. Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
b. Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas,
yang memperoleh penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP) wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan
berikutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah, karena hidup
terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis
berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.
d. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang mempunyai
tempat usaha berbeda dengan tempat tinggal, selain wajib
mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggalnya, juga diwajibkan mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah
kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan.
Setelah melakukan pendaftaran dan mendapatkan NPWP, wajib
pajak mempunyai kewajiban untuk menghitung dan membayar pajak, yang
selanjutnya melaporkan pajak terutangnya dalam bentuk Surat
Pemberitahuan (SPT).
Selain kewajiban pendaftaran, pembayaran dan pelaporan wajib
pajak juga mempunyai kewajiban pembukuan. Kewajiban pembukuan
telah diatur dalam Undang- Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan no. 28 tahun 2007 pasal 28. Pada prinsipnya Wajib Pajak
Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan
Wajib Badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan. Namun,
Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma
penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, dikecualikan dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kewajiban menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan
pencatatan. Pencatatan terdiri dari data yang dikumpulkan secara teratur
tentang peredaran bruto dan/ atau penerimaan penghasilan sebagai dasar
untuk menghitung jumlah pajak yang terutang.
Syarat pembukuan atau pencatatan:
a. Diselenggarakan dengan memerhatikan itikad baik dan mencerminkan
keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
b. Diselengarakan di Indonesia.
c. Menggunakan huruf latin dan angka Arab.
d. Menggunakan satuan mata uang rupiah dan mata uang asing yang
diizinkan oleh Menteri Keuangan.
e. Disusun dalam bahasa Indonesia atau bahasa asing yang diizinkan oleh
Menteri Keuangan.
f. Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan dasar akrual
(accrual basis) atau dasar kas (cash basis).
Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai
harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan
pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak terutang. Sedangkan
pencatatan terdiri dari data yang dikumpulkan secara teratur tentang
peredaran atau penerimaan bruto dan/ atau penghasilan bruto.
Sedangkan kewajiban pencatatan diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan nomor 197/ PMK03/ 2007. pengaturan tersebut meliputi:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
a. Wajib Pajak Orang Pribadi yang dikecualikan dari kewajiban
menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib menyelenggarakan
pencatatan adalah:
b. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
h. Restitusi (pengembalian kelebihan pembayaran pajak), apabila wajib
pajak merasa bahwa jumlah pajak atau kredit pajak yang dibayar lebih
besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan
pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan
Wajib Pajak tidak punya hutang pajak lain.
i. Keberatan, Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan DJP. Apabila
dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak (WP) merasa
kurang atau tidak puas atas suatu ketetapan pajak dikarenakan
kepadanya atau atas pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga.
j. Banding. Apabila hasil proses keberatan dirasa masih belum
memuaskan Wajib Pajak dapat mengajukan banding ke Pengadilan
Pajak.
k. Peninjauan Kembali, apabila Wajib Pajak tidak atau belum puas
dengan putusan Pengadilan Pajak, maka pihak yang bersengketa dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung melalui
Pengadilan Pajak dan hanya dapat diajukan satu kali.
E. Penggelapan Pajak
Suatu perencanaan pajak atau disebut juga sebagai perbuatan
penghindaran pajak yang sukses, haruslah dibedakan secara jelas dengan
perbuatan penggelapan pajak. Hingga saat ini tidak ada satu pun yang
memberikan indikasi dan rincian yang tegas tentang perbedaan antara
perencanaan pajak dan penggelapan pajak.
Sebagian besar ahli berpendapat bahwa sesungguhnya antara
penghindaran pajak dan penggelapan pajak terdapat perbedaan yang
fundamental, akan tetapi kemudian ternyata bahwa perbedaan tersebut
menjadi kabur, baik secara teori maupun aplikasinya. Secara konseptual,
justru dalam menentukan perbedaan antara penghindaran pajak dan
penggelapan pajak. Kesulitannya terletak pada penentuan perbedaannya, akan
tetapi berdasarkan konsep perundang-undangan, garis pemisanya antara
melanggar undang-undang (unlawful) dan tidak melanggan udang-undagn
(lawful).
Penghindaran pajak yang juga disebut tax planning, adalah proses
pengendalian tindakan agar terhindar dari konsekuensi pengenaan pajak yang
tidak dikehendaki. Penghindaran pajak adalah suatu tindakan yang benar-
benar legal. Seperti halnya suatu pengadilan yang tidak menghukum seorang
karena perbuatannya tidak melanggar hukum atau tidak termasuk dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kategori pelanggaran atau kejatahan, begitu pula mengenai pajak yang
dipajaki, apabila tidak ada tindakan-tindakan/ transaksi yang dapat dipajaki.
Dalam hal ini sama sekali tidak ada suatu pelanggaran hukum yang dilakukan
dan malahan diperoleh penghematan (tax saving) dengan cara mengatur
tindakan yang menghindarkan aplikasi pengenaan pajak melalui pengendalian
fakta-fakta sedemikian rupa, sehingga terhindar dari pengenaan pajak yang
lebih besar atau sama sekali tidak kena pajak.
Walaupun pada dasarnya antara penghindaran pajak dan penggelapan
pajak mempunyai sasaran yang sama, yaitu mengurangi beban pajak, akan
tetapi cara penggelapan pajak jelas-jelas merupakan illegal dalam usaha
mengurangi beban pajak tersebut. Definisi penggelapan pajak (Brotohardjo,
2007):
Menurut Harry Graham Balter (www.dostoc.com)
Penggelapan pajak mengandung arti sebagai usaha yang dilakukan oleh wajib pajak apakah berhasil atau tidak untuk mengurangi atau sama sekali menghapus hutang pajak yang berdasarkan ketentuan yang berlaku sebagai pelanggaran terhadap perundang-undangan perpajakan.
Penghindaran pajak merupakan usaha yang sama, yang tidak melanggar ketentuan perundang-undangan perpajakan.
Menurut Ernest R Mortenson (www.dostoc.com)
Penggelapan pajak adalah usaha yang tidak dapat dibenarkan berkenaan dengan kegiatan wajib pajak untuk lari atau menghindarkan diri dari pengenaan pajak.
Penghindaran pajak berkenaan dengan pengaturan suatu peristiwa sedemikian rupa untuk meminimkan atau menghilangkan beban pajak dengan memperhatikan ada atau tidaknya akibat-akibat pajak yang ditimbulkan. Oleh karena itu penghindaran pajak tidak merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pelanggaran atas perundang-undangan perpajakan atau secara etik tidak dianggap salah dalam rangka usaha wajib pajak untuk mengurangi, menghindari, meminimkan atau meringankan beban pajak dengan cara yang memungkinkan oleh perundang-undang pajak.
Menurut Robert H. Anderson (www.dostoc.com)
Penggelapan pajak adalah penggelapan pajak yang melanggar udang-undang pajak.
Penghindaran pajak adalah cara mengurangi pajak yang masih dalam batas ketentuan perundang-undangan perpajakan dan dapat dibenarkan, terutama perencanaan pajak.
Seperti definisi sebelumnya, Oliver Oldman menegaskan bahwa
pengertian penggelapan pajak tidak saja terbatas pada kecurangan dan
penggelapan dalam segala bentuknya, tetapi juga meliputi kelalaian memenuhi
kewajiban perpajakan yang disebabkan oleh (Brotohardjo, 2007):
1. Ketidaktahuan (Ignorence) yaitu wajib pajak tidak sdar atau tidak tahu
akan adanya ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan tersebut
2. Kesalahan (error) yaitu wajib pajak paham dan mengerti mengenai
ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan, tetapi salah hitung
datanya.
3. Kesalahpahaman (missunderstanding) yaitu wajib pajak salah menafsirkan