PERSALINAN DENGAN DISTOSIA BAHU DOSEN PEMBIMBING : PUJI ASTUTI, S.ST DISUSUN OLEH : NAMA : ROVIANA NURDA AGUSTIN
PERSALINAN DENGAN DISTOSIA BAHU
DOSEN PEMBIMBING : PUJI ASTUTI, S.ST
DISUSUN OLEH :
NAMA : ROVIANA NURDA AGUSTINNIM : 201310104128KELAS : IV BPRODI : D4 BIDAN PENDIDIK
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH YOGYAKARTATAHUN PELAJARAN 2014/2015
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuhAlhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah kepada kita semua. Selanjutnya, shalawat dan salam saya doakan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita ke jalan yang benar. Saya bersyukur kepada Allah berkat limpahan rahmat-Nya saya dapat menyusun dan menyelesaikan tugas dari mata kuliah Patologi Kebidanan yang saya beri judul “PERSALINAN DENGAN DISTOSIA BAHU”
Dalam penyelesaian makalah ini, saya mencoba menyusunnya dari membaca referensi di berbagai sumber dengan harapan proposal ini memberi manfaat kepada saya sebagai penulis dan bagi orang-orang yang membacanya. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Ibu Puji Astuti, S.ST yang telah memberikan tugas dan membimbing saya dan semua pihak yang telah membantu serta mendukung dalam penyusunan makalah ini.
Akhir kata saya menerima dengan senang hati apabila ada kritikan dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun, karena hal tersebut berguna dalam proses penyempurnaan makalah yang jauh dari sempurna ini.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Yogyakarta, 04 April 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................ iDAFTAR ISI............................................................................................... iiBAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................. 1B. Rumusan Masalah............................................................................ 2C. Tujuan.............................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN TEORI...................................................................... 3A. Pengertian Distosia Bahu................................................................. 3B. Penyebab Distosia Bahu................................................................... 3C. Diagnosis Distosia Bahu.................................................................. 4D. Patofisiologi Distosia Bahu.............................................................. 5E. Komplikasi Distosia Bahu............................................................... 5F. Faktor Risiko Distosia Bahu............................................................ 6G. Penatalaksanaan Distosia Bahu........................................................ 6H. Asuhan Bidan pada Distosia Bahu................................................... 11
BAB III PEMBAHASAN.......................................................................... 12A. Contoh Kasus dan Identifikasi Kasus.............................................. 12
BAB IV PENUTUP.................................................................................... 19A. Kesimpulan....................................................................................... 19B. Saran................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian ibu bersalin dan angka kematian perinatal dapat
digunakan sebagai petunjuk untuk menilai kemampuan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan suatu bangsa. Selain itu, angka kematian ibu dan bayi di
suatu negara mencerminkan tingginya resiko kehamilan dan persalinan.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007,
AKI di Indonesia mencapai 228/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian
bayi sebesar 34/1000 kelahiran hidup umumnya kematian terjadi pada saat
melahirkan. Namun hasil SDKI 2012 tercatat, angka kematian ibu melahirkan
sudah mulai turun perlahan bahwa tercatat sebesar 102 per seratus ribu
kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebesar 23 per seribu kelahiran
hidup.
Salah satu penyebab tingginya kematian ibu dan bayi adalah distosia
bahu saat proses persalinan. Distosia bahu adalah suatu keadaan
diperlukannya manuver obstetrik oleh karena dengan tarikan ke arah belakang
kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan kepala bayi. Pada persalinan
dengan presentasi kepala, setelah kepala lahir bahu tidak dapat dilahirkan
dengan cara pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain dari kesulitan
tersebut. Insidensi distosia bahu sebesar 0,2-0,3% dari seluruh persalinan
vaginal presentasi kepala (Prawirohardjo, 2009).
Angka kejadian distosia bahu tergantung pada kriteria diagnosa yang
digunakan. Salah satu kriteria diagnosa distosia bahu adalah bila dalam
persalinan pervaginam untuk melahirkan bahu harus dilakukan maneuver
khusus seperti traksi curam bawah dan episiotomi. American College of
Obstetrician and Gynecologist : angka kejadian distosia bahu bervariasi
antara 0.6 – 1.4%.
Penatalaksanaan kejadian distosia ini apabila tidak dilakukan sesuai
dengan prosedur yang sistematis maka dapat menyebabkan hal yang tidak
diinginkan. Sebagai tenaga kesehatan khusunya bidan, kita harus melakukan
asuhan kebidanan sesuai dengan kewenangan kita agar tidak menyebabkan
penyimpangan dalam hal melakukan tindakan kepada klien dan tidak
menambah insiden atau kejadian yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, saya
akan mencoba membuat makalah yang khusus membahas tentang hal-hal
yang berkaitan dengan kejadian distosia bahu, hal ini dapat bermanfaat
kepada pembaca agar dapat menambah wawasan atau pengetahuan sebagai
referensi tambahan yang dapat dipelajari dan dapat diterapkan cara
mengaplikasikan atau penatalaksanaannya kepada masyarakat apabila
menemui kejadian ini baik di rumah sakit ataupun klinik kesehatan sehingga
dapat membantu menekan insiden atau kejadian yang tidak diinginkan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari distosia bahu?
2. Apa penyebab distosia bahu?
3. Apa diagnosis dari distosia bahu?
4. Apa saja patofisiologis dari distosia bahu?
5. Apa komplikasi dari distosia bahu?
6. Apa saja faktor risiko dari distosia bahu?
7. Bagaimana penatalaksanaan kasus distosia bahu?
8. Bagaimana asuhan bidan pada distosia bahu?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari distosia bahu.
2. Untuk mengetahui penyebab distosia bahu.
3. Untuk mengetahui diagnosis dari distosia bahu.
4. Untuk mengetahui patofisiologis dari distosia bahu.
5. Untuk mengetahui komplikasi dari distosia bahu.
6. Untuk mengetahui faktor risiko dari distosia bahu.
7. Untuk menganalisa penatalaksanaan kasus distosia bahu.
8. Untuk mengetahui asuhan bidan pada distosia bahu.
BAB IITINJAUAN TEORI
A. Pengertian Distosia Bahu
Distosia bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior macet
diatas sacral promontory karena itu tidak bisa lewat masuk ke dalam panggul,
atau bahu tersebut bisa lewat promontorium, tetapi mendapat halangan dari
tulang sacrum (tulang ekor). Lebih mudahnya distosia bahu adalah peristiwa
dimana tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala
janin dilahirkan. Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukannya tambahan
maneuver obstetric oleh karena dengan tarikan biasa kearah belakang pada
kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan bayi (Sarwono Prawirohardjo,
2008). Distosia bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior macet
diatas sacral promontory karena itu tidak bias lewat masuk kedalam panggul,
atau bahu tersebut bisa lewat promontorium, tetapi mendapat halangan dari
tulang sacrum (tulang ekor) (Anik Maryunani, 2013).
B. Penyebab Distosia Bahu
Sebab-sebab distosia bahu dapat dibagi menjadi tiga golongan besar :
1. Distosia karena kekuatan-kekuatan yang mendorong anak keluar.
a. Karena kelainan his :
1) Inersia Uteri Hipotonik
Inersia Uteri Hipotonik adalah kelainan his dengan kekuatan yang
lemah / tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau
mendorong anak keluar. Kekuatan his lemah dan frekuensinya
jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum
kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya
akibat hidramnion, kehamilan kembar, makrosomia, grande
multipara, primipara, serta penderita dengan keadaan emosi
kurang baik. Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase
laten/aktif, dan kala pengeluaran. Inersia uteri hipotonik terbagi
dua, yaitu :
a) Inersia uteri primer
Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi
his yang tidak adekuat (kelemahan his yang timbul sejak dari
permulaan persalinan), sehingga sering sulit untuk
memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan
inpartu atau belum.
b) Inersia uteri sekunder
Terjadi pada fase aktif kala I atau II. Permulaan his baik,
kemudian keadaan selanjutnya terdapat gangguan / kelainan.
b. Karena kekuatan mengejan kurang kuat, misalnya karena cicatrix baru
pada dinding perut, hernia, diastase musculus rectus abdominis atau
karena sesak nafas.
2. Distosia karena kelainan letak atau kelainan anak, misalnya letak lintang,
letak dahi, hydrochepalus atau monstrum.
3. Distosia karena kelainan jalan lahir : panggul sempit, tumor-tumor yang
mempersempit jalan lahir.
4. Penyebab lain dari distosia bahu adalah fase aktif memanjang, yaitu :
a. Malposisi (presentasi selain belakang kepala).
b. Makrosomia (bayi besar) atau disproporsi kepala-panggul (CPD).
c. Intensitas kontraksi yang tidak adekuat.
d. Serviks yang menetap.
e. Kelainan fisik ibu, misalnya pinggang pendek.
f. Kombinasi penyebab atau penyebab yang tidak diketahui.
C. Diagnosis Distosia Bahu
Sebuah kriteria objektif dapat untuk menentukan adanya distosia bahu yaitu
interval waktu antara lain kepala dengan seluruh tubuh.
1. Nilai normal interval waktu antara persalinan kepala persalinan dengan
persalinan seluruh tubuh adalah 24 detik, pada distosia bahu 79 detik.
2. Mereka mengusulkan bahwa distosia bahu adalah bila interval waktu
tersebut lebih dari 60 detik.
American College of Obstetrician and Gynocologist menyatakan bahwa
angka kejadian distosia bahu bervariasi antara 0,6-1,4% dari persalinan
normal.
Distosia bahu dapat dikenali apabila didapatkan adanya :
1. Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan.
2. Kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dan kencang.
3. Dagu tertarik dan menekan perineum.
4. Tarikan pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan di
kranial simfisis pubis.
D. Patofisiologi Distosia Bahu
1. Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang
menyebabkan kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang
bahu pada umumnya akan berada pada sumbu miring (oblique) dibawah
ramus pubis.
2. Dorongan pada saat ibu meneran akan menyebabkan bahu depan
(anterior) berada dibawah pubis, bila bahu gagal untuk mengadakan
putaran menyesuaikan dengan sumbu miring dan tetap berada pada posisi
anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan
terhadap simfisis sehingga bahu tidak lahir mengikuti kepala.
E. Komplikasi Distosia Bahu
Komplikasi distosia bahu antara lain sebagai berikut:
1. Komplikasi pada ibu :
a. Distosia bahu dapat menyebabkan perdarahan postpartum.
b. Perdarahan tersebut biasanya disebabkan oleh atonia uteri, rupture
uteri, atau karena laserasi vagina dan serviks yang merupakan risiko
utama kematian ibu.
2. Komplikasi pada bayi :
a. Distosia bahu dapat disertai morbiditas dan mortalitas janin yang
signifikan.
b. Kecacatan pleksus brachialis transien adalah cedera yang paling
sering dijumpai.
c. Selain itu dapat juga terjadi fraktur klavikula, fraktur humerus, dan
kematian neonatal.
F. Faktor Risiko Distosia Bahu
1. Ibu dengan diabetes, 7% insiden distosia bahu terjadi pada ibu dengan
diabetes gestasional.
2. Janin besar (macrossomia), distosia bahu lebih sering terjadi pada bayi
dengan berat lahir yang lebih besar, meski demikian hampir separuh dari
kelahiran distosia bahu memiliki berat kurang dari 4.000 gram.
3. Multiparitas.
4. Ibu dengan obesitas.
5. Kehamilan posterm, dapat menyebabkan distosia bahu karena janin terus
tumbuh setelah usia 42 minggu.
6. Riwayat obstetrik dengan persalinan lama/persalinan sulit atau riwayat
distosia bahu, terdapat kasus distosia bahu pada 5 (12%) diantara 42
wanita.
G. Penatalaksanaan Distosia Bahu
Diperlukan seorang asisten untuk membantu, sehingga bersegeralah minta
bantuan. Jangan melakukan penarikan atau dorongan sebelum memastikan
bahwa bahu posterior sudah masuk panggul. Bahu posterior yang belum
melewati PAP akan sulit dilahirkan bila dilakukan tarikan pada kepala. Untuk
mengendorkan ketegangan yang menyulitkan bahu posterior masuk panggul
tersebut, dapat dilakukan episiotomi yang luas, posisi Mc. Robert atau posisi
dada-lutut. Dorongan pada fundus juga tidak dikenakan karena semakin
menyulitkan bahu untuk dilahirkan dan berisiko menimbulkan rupture uteri.
Disamping perlunya asisten dan pemahaman yang baik tentang mekanisme
persalinan, keberhasilan pertolongan persalinan dengan distosia bahu juga
ditentukan oleh waktu. Setelah kepala lahir akan terjadi penurunan pH arteria
umbilikalis dengan laju 0,04 unit/menit. Dengan demikian, pada bayi yang
sebelumnya tidak mengalami hipoksia tersedia waktu antara 4-5 menit untuk
melakukan maneuver melahirkan bahu sebelum terjadi cedera hipoksik pada
otak (Prawirohardjo, 2009).
1. Langkah pertama Manuver Mc. Robert
Maneuver Mcrobert dimulai dengan memposisikan ibu dalam posisi Mc
Robert, yaitu ibu telentang, memfleksikan kedua paha sehingga lutut
menjadi sedekat mungkin ke dada dan rotasikan kedua kaki kearah luar
(aduksi). Lakukan episiotomi yang cukup lebar. Gabungan episiotomi
dan posisi Mc. Robert akan mempermudah bahu posterior melewati
promontorium dan masuk ke dalam panggul. Minta assisten menekan
supra pubic kearah posterior menggunakan pangkal tangan untuk
menekan bahu anterior agar mau masuk di bawah simfisis. Sementara
lakukan tarikan pada kepala janin kearah posterokaudal dengan mantap.
Lakukan hingga melahirkan bahu anterior. Hindari tarikan berlebihan
karena akan mencederai pleksus brachialis. Setelah bahu anterior
dilahirkan, langkah selanjutnya sama dengan pertolongan persalinan
persentasi kepala. Maneuver ini cukup sederhana, aman, dan dapat
mengatasi sebagian besar distosia bahu derajat ringan sampai sedang.
Gambar 1: posisi sebelum dan sesudah McRobert
Gambar 2 : Posisi Mc Robert Gambar 3 : Tekanan Suprapubic
2. Langkah kedua Manuver Rubin
Oleh karena diameter anteroposterior pintu atas panggul lebih sempit
daripada diameter oblik atau tranversanya, maka apabila bahu dalam
anteroposterior perlu diubah menjadi posisi oblik atau transversa untuk
memudahkan melahirkannya. Tidak boleh melakukan putaran pada
kepala atau leher bayi untuk mengubah posisi bahu. Kemudian dapat
dilakukan adalah memutar bahu secara langsung atau melakukan tekanan
suprapubik ke arah dorsal. Pada umumnya sulit menjangkau bahu
anterior, sehingga pemutaran bahu lebih mudah dilakukan pada bahu
posterior. Dalam posisi Mc. Robert, masukkan tangan pada bagian
posterior vagina, tekanlah daerah ketiak bayi sehingga bahu berputar
menjadi posisi oblik atau tranversa. Lebih menguntungkan bila
pemutaran itu ke arah yang membuat punggung bayi menghadap ke arah
depan (Maneuver Rubin Anterior) oleh karena kekuatan tarikan yang
diperlukan untuk melahirkannya lebih rendah dibandingkan dengan
posisi bahu anteroposterior atau punggung bayi menghadap ke arah
posterior. Ketika dilakukan penekanan suprapubik pada posisi punggung
janin anterior akan membuat bahu lebih abduksi, sehingga diameternya
mengecil. Dengan bantuan tekan suprasimfisis ke arah posterior, lakukan
tarikan kepala ke arah posterokaudal dengan mantap untuk melahirkan
bahu anterior.
Gambar 4: Maneuver Rubin
3. Langkah ketiga melahirkan bahu posterior, posisi merangkak, atau
maneuver Wood
Melahirkan bahu posterior dilakukan pertama kali dengan
mengidentifikasi dulu posisi punggung bayi. Masukkan tangan penolong
yang berseberangan dengan punggung bayi (punggung kanan berarti
tangan kanan, punggung kiri berarti tangan kiri) ke vagina. Temukan
bahu posterior, telusuri lengan atas dan buatlah sendi siku menjadi fleksi
(bisa dilakukan dengan menekan fossa cubiti). Pegang lengan bawah dan
buatlah gerakan mengusap ke arah dada bayi. Langkah ini akan membuat
bahu posterior lahir dan memberikan ruang cukup bagi anterior masuk
ke bawah simfisis. Dengan bantuan tekanan suprasimfisis ke arah
posterior, lakukan tarikan kepala ke arah posterokaudal dengan mantap
untuk melahirkan bahu anterior.
Manuver Wood dilakukan dengan menggunakan dua jari dari
tangan yang berseberangan dengan punggung bayi (punggung kanan
berarti tangan kanan, punggung kiri berarti tangan kiri) yang diletakkan
di bagian depan bahu posterior. Bahu posterior dirotasi 180 derajat.
Dengan demikian, bahu posterior menjadi bahu anterior dan posisinya
berada di bawah arkus pubis, sedangkan bahu anterior memasuki pintu
atas panggul dan berubah menjadi bahu posterior. Dalam posisi seperti
itu, bahu anterior akan dengan mudah dapat dilahirkan.
Gambar 5: Maneuver Wood Gambar 6: Melahirkan bahu posterior
4. Langkah keempat dengan cara pematahan Klavikula
Dilakukan dengan menekan klavikula anterior kearah SP.
5. Langkah Kelima dengan cara Maneuver Zavanelli
a. Mengembalikan kepala ke dalam jalan lahir dan anak dilahirkan
melalui SC.
b. Memutar kepala anak menjadi occiput anterior atau posterior sesuai
dengan PPL yang sudah terjadi.
c. Membuat kepala anak menjadi fleksi dan secara perlahan mendorong
kepala kedalam vagina.
6. Langkah keenam dengan cara Kleidotomi
Dilakukan pada janin mati yaitu dengan cara menggunting klavikula.
7. Langkah ketujuh dengan cara Simfisiotomi
Hernandez dan Wendell menyarankan untuk melakukan serangkaian
tindakan emergensi berikut ini pada kasus distosia bahu:
a. Minta bantuan asisten, ahli anestesi dan ahli anestesi.
b. Kosongkan vesica urinaria bila penuh.
c. Lakukan episiotomi mediolateral luas.
d. Lakukan tekanan suprapubik bersamaan dengan traksi curam bawah
untuk melahirkan kepala.
e. Lakukan maneuver Mc Robert dengan bantuan 2 asisten.
Sebagian besar kasus distosia bahu dapat diatasi dengan serangkaian tindakan
diatas. Bila tidak, rangkaian tindakan lanjutan berikut ini harus dikerjakan :
1. Wood corkscrew maneuver
2. Persalinan bahu posterior
3. Tehnik-tehnik lain yang sudah dikemukakan diatas.
Tidak ada maneuver terbaik diantara maneuver-maneuver yang disebutkan
diatas, namun tindakan dengan Maneuver Mc Robert sebagai pilihan utama
adalah sangat beralasan, karena manuver ini cukup sederhana, aman, dan
dapat mengatasi sebagian besar distosia bahu derajat ringan sampai sedang.
H. Asuhan Bidan pada Distosia Bahu
Banyak sumber dari ilmu kebidanan dan obstetri berfokus pada bagaimana
mengelola komplikasi tertentu atau masalah. Namun saya lebih suka untuk
menghindari situasi ini daripada mengelola komplikasinya. Meskipun di
beberapa kasus distosia bahu tidak dapat dihindari, namun ada sejumlah cara
untuk mengurangi kesempatan itu terjadi kasus tersebut:
1. Proses Persalinan Alami yang Terganggu
Ketika seorang perempuan dapat melahirkan secara naluriah (tanpa arah)
dan alami atau tanpa intervensi mereka mereka akan lebih lancar saat
bersalin. Dalam kasus terjebaknya bahu di pinggiran tulang panggul
(distosia bahu), gerakan panggul naluriah dapat melepaskan dan
membebaskan bahu bayi tanpa intervensi.
2. Kesabaran
Sebenarnya seorang bayi memerlukan waktu untuk masuk ke dalam posisi
terbaik untuk bergerak melewatkan tubuhnya agar bisa masuk ke panggul
ibunya. Namun ketika kita mencoba untuk terburu-buru melahirkan bayi,
maka bayi tersebut mungkin tidak dapat membuat penyesuaian atau tidak
punya waktu untuk melakukan penyesuaian secara alami.
BAB IIIPEMBAHASAN
ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI PADA NY.E G1P1A0AH0 DENGAN
PERSALINAN DISTOSIA BAHU DI BPS HASANAH
No rekam medik : 1889
Masuk BPS tanggal : 17 Juni 2006 Jam 22.30 WIB
Ruang Inap : Anggrek 2A
Pengkajian data Oleh : Bidan Rovi Tanggal : 17 Juni 2006 Jam 22.30 WIB
Data Subjektif
1. Identitas
Nama Istri : Ny. E Nama Suami : Tn. U
Umur : 28 th Umur : 29th
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Jawa Suku : Jawa
Pendidikan : SMK Pendidikan : SMU
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swata
Alamat : Jalan Proklamasi Alamat : Jalan Proklamasi
2. Keluhan utama
Ibu mengatakan hamil anak ketiga usia kehamilan 9 bulan, mengeluh mulas
dan nyeri dipinggang dan ibu mengatakan sudah mengeluarkan air- air sejak
tanggal 16 Juni 2006 pukul 07.00 WIB
3. Pergerakan janin dalam 24 jam terakhir
Ibu mengatakan masih merasakan gerakan janin, gerakan aktif sebanyak 20
kali dalam 24 jam.
4. Makan dan minum terakhir
Ibu makan terakhir tanggal 17 Juni 2006 pukul 23.30 WIB
Ibu sering minum dan minum terakhir 1 gelas air putih
5. Eliminasi
BAB terakhir 1 x pada 17 Juni 2006 pukul 05.30 WIB
BAK terakhir 1 x pada 17 Juni 2006 pukul 22.30 WIB
6. Istirahat
Ibu mengatakan tidur malam selama 8 jam, tidur siang 1-2 jam sehari
7. Psikologis
Ibu mengatakan merasa cemas menghadapi persalinannya.
B. Data Objektif
1. Keadaan Umum : Baik Kesadaran : Compos mentis
2. Tanda-tanda vital
TD : 120/80 mmHg
RR : 22 x/mnt
S : 370C
Nadi : 78 x/mnt
3. Inspeksi
a. Rambut : Bersih, tidak mudah dicabut, warna hitam dan tidak ada
ketombe
b. Muka : Bersih, tidak ada odema dan tidak ada cloasma gravidarum
c. Mata : Kanan dan kiri simetris, conjungtiva merah muda dan sklera tidak
ikterik
d. Hidung : Bersih, tidak ada polip, tidak ada sekret dan fungsi penciuman
baik
e. Mulut : Bersih, tidak ada caries, ada gigi yang berlubang dan tidak ada
stomatitis
f. Telinga : Bersih, tidak ada serumen dan fungsi pendengaran baik
g. Leher : tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid dan vena jugularis
h. Mamae : simetris, tidak ada benjolan yang abnormal, terdapat
hiperpigmentasi pada areola mamae dan kolostrum sudah keluar
i. Perut : Pembesaran perut sesuai usia kehamilan, terdapat linea nigra dan
strie gravidarum serta tidak ada luka bekas operasi
j. Punggung dan pinggang : terdapat tanda michales yang simetris
k. Ekstremitas atas dan bawah
Atas : simetris, keadaannya bersih, tidak cacat dan berfungsi dengan baik
Bawah : simetris, keadan bersih, terdapat odema dan berfungsi baik
4. Palpasi
Leopold 1 : TFU pertengahan pusat dan Px, pada fundus teraba 1 bagian
yang lunak, tidak melenting dan kurang bundar yang berarti
bokong
Leopold 2 : Pada perut bagian sebekah kiri teraba ada tahanan yang lebar
yang berarti punggung dan sebelah kanan teraba bagian yang
kecil- kecil yang berarti ekstremitas
Leopold 3 : Bagian terbawah janin teraba bulat, keras dan melenting yang
berarti kepala
Leopold 4 : Bagian yang terbawah janin sudah masuk PAP (divergen)
Mc Donald : 38 cm
TBJ : (TFU – 11) x 155
: (38 – 11) x 155
:4185 gram
5. Auskultasi
DJJ terdengar 140x/menit, punctum maximum dibawah pusat sebelah kiri
6. Perkusi
Reflek patela ada (+)
7. Pemeriksaan Dalam, pukul 24.00 WIB
a. Vulva / Vagina : Blood slym
b. Dinding Vagina : Teraba rugae
c. Promontorium : Tidak teraba
d. Portio : Lunak
e. Serviks : Tipis, pembukaan 9 cm , efficement : 90 %
f. Ketuban : Sudah pecah sejak pukul 01.00 Wib
g. Presentasi : Kepala, UUK kiri depan
h. Penurunan : Hodge III (+), 1/5
i. His : Ada
j. Frekuensi : 3x dalam 10 menit
k. Lamanya : 20 – 40 detik
C. Analisis
Ibu G2PIA0 hamil 38 minggu, janin hidup tunggal, intrauterin memanjang,
presentasi kepala, inpartu kala I fase aktif.
D. Penatalaksanaan
1. Jelaskan pada ibu tentang hasil pemeriksaan.
2. Libatkan keluarga dalam memberi dukungan psikologis pada ibu.
3. Lakukan pengawasan kala I dengan partograf.
4. Siapkan ruang bersalin dan alat pertolongan persalinan.
5. Siapkan alat pertolongan pada bayi baru lahir.
6. Penuhi kebutuhan fisik dan kebutuhan psikologi ibu.
7. Ajarkan ibu teknik relaksasi dan cara mengedan.
8. Anjurkan ibu mencari posisi yang nyaman.
9. Lakukan tindakan dengan teknik septik dan antiseptik.
Kala II, pukul 01.50 WIB
S :
1. Ibu mengatakan rasa ingin BAB dan ingin mengedan.
2. Ibu mengatakan rasa sakit bertambah sering dan lama menjalar dari
pinggang ke perut bagian bawah.
3. Ibu mengatakan merasa cemas menghadapi persalinannya.
O :
1. His 4 x dalam10 menit, teratur lamanya > 40 detik.
2. DJJ 145 x/mnt, teratur.
3. Pengeluaran dari vagina blood slym yang makin banyak.
4. Keadaan kandung kemih kosong.
5. Inspeksi vulva membuka, anus mengembang, perineum menonjol.
6. PD : pukul 09.00 Wib dengan hasil :
a. Dinding vagina tidak ada kelainan.
b. Portio tidak teraba, efficement 100%.
c. Pembukaan serviks 10 cm (lengkap).
d. Ketuban (-).
e. Presentasi kepala UUK kiri depan.
f. Penurunan bagian terendah di Hodge IV.
7. Tanda Vital
a. TD : 120/80 mmHg
b. RR : 22 x/mnt
c. N : 78 x/mnt
d. S : 370C
A :
Ibu G1P1A0 hamil 38 minggu, janin hidup tunggal, intrauterin,
memanjang, presentasi kepala, inpartu kala II.
P :
1. Jelaskan pada ibu tentang kondisinya saat ini bahwa pembukaan serviks.
sudah 10 cm (lengkap) dan ibu memasuki proses persalinan untuk
melahirkan bayinya.
2. Berikan dukungan terus menerus : ibu harus semangat dalam menjalani
proses persalinan ini.
3. Pimpin ibu meneran : ibu boleh mengedan pada waktu his, seperti orang.
BAB keras meneran di bawah, kepala melihat ke fundus tangan merangkul
ke -2 pahanya, jangan bersuarat saat meneran sampai his hilang.
4. Anjurkan ibu untuk bernafas yang baik selama persalinan.
5. Saat his hilang anjurkan ibu untuk menarik nafas dalam dari hidung dan
keluarkan melalui mulut, beri nimum diantara his.
6. Lakukan pertolongan persalinan dengan teknik septik dan antiseptik.
7. Bantu proses kelahiran bayi, bantu kelahiran kepala.
8. Lakukan episiotomi untuk membantu kelahiran bahu besar.
9. Lahirkan bahu dengan manuver corskrew dan lahirkan seluruh tubuh bayi.
Kala III, pukul 02.00 Wib
S :
1. Ibu mengatakan bahwa ia merasa lega dan senang atas kelahiran bayinya
2. Ibu mengatakan masih merasa mulas pada perutnya.
O :
1. Bayi lahir spontan pervaginam pukul 01.50 WIB, letak belakang kepala
jenis kelamin perempuan, BB : 4.100 gram, PB : 46 cm.
2. Ibu tampak senang dan bahagia.
3. Tanda Vital :
TD : 120/80 mmHg Suhu : 370C
RR : 20 x/menit Nadi : 78 x/menit
4. Plasenta belum lahir.
5. Pada palpasi didapat : uterus teraba bulan dan keras TFU : sepusat.
6. Pada inspeksi terdapat robekan jalan lahir.
A : Ibu P1A0 partus spontan pervaginam, inpartu Kala III.
P :
1. Periksa fundus dan pastikan tidak ada janin lagi, kandung kemih kosong
dan kontraksi uterus baik.
2. Berikan oksitoksin 10 U IM di 1/3 paha bagian luar.
3. Lakukan peregangan tali pusat terkendali pada saat ada kontraksi.
4. Observasi tanda-tanda pelepasan plasenta.
5. Melahirkan plasenta : periksa apakah plasenta lengkap dan tangan kiri
melakukan masase dengan 4 jari palmar secara sirkuler.
6. Jaga personal hygiene : membersihkan ibu dan mengganti pakaian ibu.
Kala IV, pukul 02.10 Wib
S :
1. Ibu mengatakan senang dengan kelahiran bayi perempuannya.
2. Ibu mengatakan perutnya masih terasa mulas-mulas.
3. Ibu merasa lega karena plasenta sudah lahir
O :
1. Pemeriksaan Umum
a. KU : baik Kesadaran : Composmentis
b. TD : 120/80 mmHg N : 78 x/mnt
c. RR : 21 x/mnt S : 370C
2. TFU 2 jari di bawah pusat, kontraksi uterus baik.
3. Jumlah perdarahan + 150 cc, konsistensi berupa darah segar cair.
4. Placenta lahir lengkap dan spontan pukul 02.00 WIB.
a. Kotiledon dan selaput utuh.
b. Panjang tali pusat : 40 cm
c. Diameter plasenta : 10 cm
d. Berat plasenta : 500 gr
e. Tebal plasenta : 3 cm
5. Pada jalan lahir terdapat luka episiotomi derajat 2.
6. Kandung kemih kosong.
A : P1A0 partus spontan, inpartu Kala IV.
P :
1. Observasi keadaan umum ibu.
2. Pastikan darah yang keluar berasal dari luka episiotomi.
3. Lakukan heacting jelujur pada bagian dalam dan heacting subkutikuler
pada perinium ibu.
4. Periksa fundus
a. TFU : 1 jari bawah pusat
b. Kontraksi uterus baik
c. Perdarahan normal
d. Keadaan umum ibu dan tanda – tanda vital
5. Periksa kandung kemih : tekan blasnya, apabila teraba penuh, rangsang
untuk berkemih.
6. Bersihkan tubuh ibu dan lakukan vulva hygiene untuk menghindari infeksi
pada luka jahitan.
7. Ajarkan ibu dan keluarga tentang tanda-tanda bahaya postpartum.
8. Beritahu keluarga untuk melapor ke bidan jika ada tanda-tanda bahaya,
seperti demam, perdarahan berlebihan, perut tidak mules, dan fundus tidak
ada kontraksi.
9. Lakukan perawatan luka perineum.
10. Anjurkan ibu untuk istirahat serta makan dan minum.
11. Susukan bayi dan lakukan rooming in.
BAB IVPENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian distosia bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior
macet diatas sacral promontory karena itu tidak bisa lewat masuk ke dalam
panggul, atau bahu tersebut bisa lewat promontorium, tetapi mendapat
halangan dari tulang sacrum. Penyebab distosia bahu karena kekuatan his,
kekuatan mengejan, kelainan letak atau kelainan anak, kelainan jalan
lahir, malposisi, makrosomia atau disproporsi kepala-panggul, serviks yang
menetap, kelainan fisik ibu, dan penyebab yang tidak diketahui. Diagnosis
distosia bahu yaitu kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat
dilahirkan, kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dan kencang,
dagu tertarik dan menekan perineum, tarikan pada kepala tidak berhasil
melahirkan bahu yang tetap tertahan di kranial simfisis pubis. Komplikasi
distosia bahu dapat terjadi pada ibu dan bayi. Faktor risiko distosia adalah ibu
dengan diabetes, janin besar, multiparitas, obesitas, kehamilan posterm,
riwayat obstetrik dengan persalinan lama/persalinan sulit atau riwayat distosia
bahu. Penatalaksanaan distosia bahu dengan Manuver Mc. Robert, Manuver
Rubin, melahirkan bahu posterior, posisi merangkak, maneuver wood,
pematahan klavikula, Maneuver Zavanelli, kleidotomi, dan Simfisiotom. Bidan
dalam memberikan asuhan pada distosia bahu berusaha melahirkan secara
naluriah, alamiah dan penuh kesabaran.
B. Saran
1. Ibu Hamil
Diharapkan kepada ibu selama dalam masa kehamilan agar melakukan
kunjungan/pemeriksaan ANC maksimal 4x selama kehamilan, untuk
mengetahui perubahan berat badan pada ibu dan bayi bertambah atau tidak
sesuai dengan usia kehamilan ataupun ibu yang mengalami riwayat penyakit
sistematik dan berfungsi juga untuk mendeteksi secara dini adanya
komplikasi. Sehingga nantinya bisa didiagnosis apakah ibu bisa bersalin
dengan normal atau tidak.
2. Petugas Kesehatan
Diharapkan kepada tenaga kesehatan agar memiliki kompetensi yang baik
khususnya bidan agar mampu menekan AKI/AKB dengan cara mengurangi
komplikasi-komplikasi yang terjadi pada ibu hamil
3. Penulis
Agar dapat meningkatkan pengetahuan maupun wawasan pembelajaran
serta pengalaman dalam praktik asuhan kebidanan, khususnya mengenai
asuhan kebidanan ibu bersalin dengan komplikasi seperti distosia bahu.
4. Institusi pendidikan
Diharapkan dapat menjadi bahan kajian maupun referensi dalam menambah
ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Lisnawati, Lilis. 2012. Asuhan Kebidanan terkini Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Tasikmalaya : Trans Info Media.
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2005. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstertri Ginekologi dan Keluarga Berencana. Jakarta : EGC.
Maryunani, Anik, dkk. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal. Jakarta: Trans Info Media.
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Gurewitsch, et.al. 2005. Management of shoulder dystocia. ProQuest Biology Journals (2005) page 1228.