Page 1
Permasalahan Isu SARA : Realitas budaya nusantara yang plural berdasarkan kemajemukan
komunitas etnis yang hidup di atas pulau atau gugusan pulau yang dipisahkan oleh lautan
menunjukkan berbagai macam perbedaan. Perbedaan peta geografis dan etnis-kultural inilah
yang berpotensi sebagai sumber dari berbagai jenis konflik yang timbul secara alamiah atau
yang dengan sengaja direkayasa menjadi konflik. Jenis konflik ditimbulkan, antara lain, oleh
isu SARA dan oleh adanya ketegangan antara keinginan untuk mempertahankan diri sebagai
komunitas lokal pada satu sisi, dan pada sisi lain lemahnya perekat keadilan yang seharusnya
dapat merekat seluruh komunitas agar dapat mempersatukan diri sebagai sebuah bangsa
dengan makna dalam ungkapan bhinneka tunggal ika sebagai jatidiri.
Secara alamiah timbul konflik pada sebagian komunitas nusantara yang ingin
mempertahankan identitas komunalnya dalam konteks etnis-kultural, termasuk SARA,
menghadapi nasionalisme melalui arus transformasi politik yang ingin membangun sebuah
masyarakat baru, yaitu masyarakat bangsa dari seluruh komunitas nusantara yang hidup di
dalam bekas wilayah jajahan Hindia Belanda yang heterogenik. Berdasarkan keinginan
alamiah inilah pula, maka ada elite yang ingin daerahnya merdeka sebagai negara atau
merdeka di dalam status negara federal setelah proklamasi 17 Agustus 1945.
Di antara konflik yang paling meresahkan ialah konflik yang bersumber dari isu SARA dan
isu yang ditimbulkan oleh kecenderungan kuat sebagian warga dan kelompok komunitas
nusantara yang menolak persatuan Indonesia (NKRI) atau tak menginginkan terbangunnya
masyarakat baru yang bernama bangsa Indonesia. Konflik di dalam membangun sebuah
masyarakat bangsa yang utuh, aman, dan damai ditimbulkan oleh transformasi politik yang
diwujudkan melalui pembangunan bangsa secara tak adil atau yang menyimpang dari tujuan
nasional sebagai manifestasi dari kepentingan bersama.
Page 2
Secara fenomenal dapat disimak bahwa sebagian kerusuhan dan pemberontakan di sejumlah
daerah bermuatan bibit konflik yang berisu SARA atau berisu separatisme. Sebagian
pemberontakan yang bernuansa separatisme disebabkan oleh kesenjangan dari proses
pembangunan dan hasilnya antara pusat dan daerah. Keadilan yang tidak dapat atau kurang
dinikmati, baik di dalam partisipasi pembangunan, maupun di dalam penikmatan hasil
pembangunan antara pusat dan daerah, telah melahirkan kesenjangan yang mengundang
konflik dan ketegangan yang berkembang menjadi pemberontakan.
Pemadaman pemberontakan terhadap gerakan separatis di sejumlah daerah, seperti RMS,
PRRI/Permesta, Daud Beureu di Aceh, Kartosuwiryo di Jabar, Kahar Muzakkar di Sulsel,
dan gerakan OPM, secara militer atau secara represif tidak menyelesaikan akar persoalan.
Selama keadilan yang menjadi substansi utama yang dapat merekat segenap masyarakat
plural di atas bumi nusantara gagal diwujudkan, selama itu potensi konflik akan tetap
mengancam, termasuk ancaman politik yang bernuansa separatisme.
Berbagai kerusuhan yang bernuansa SARA selama ini dan api pemberontakan di tahun 50-an
dan sesudahnya beraroma separatisme sudah berhasil dipadamkan. Namun, bara apinya
mungkin saja masih tersisa. Lanjutan tindakan pemulihan kehidupan masyarakat melalui
pembangunan yang berkeadilan dan berkeseimbangan adalah jawaban jitu untuk benar-benar
memadamkan seluruh sumber api kerusuhan dan pemberontakan dalam berbagai bentuknya.
Terwujudnya keadilan akan menyempitkan kesenjangan sebagai lahan subur bagi tumbuh dan
berkembangnya potensi konflik, baik yang bernuansa SARA, maupun yang bermuatan isu
separatisme.
Page 3
Isu-isu SARA yang saat ini sedang menjadi perbincangan di kalangan publik tentang
maraknya paham-paham sesat yang sangat meresahkan bahkan sampai kasus penistaan
agama yang dilakukan oleh salah satu ormas agama tertentu tehadap agama lain sangat
mengganggu ketentraman kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Bila kita bertolak dari
dasar Negara kita yaitu Pancasila sebagai Pandangan hidup bangsa Indonesia khususnya sila
pertama Ketuhanan Yang Maha Esa telah dijelaskan secara gamblang bahwa setiap
warganegara Indonesia diwajibkan memeluk agama yang telah ada untuk diyakini. Dalam
pengertian inilah maka Negara menegaskan dalam Pokok Pikiran ke – IV UUD 1945 bahwa
“Negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa atas dasar Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab”. Pada proses reformasi dewasa ini di beberapa wilayah Negara Indonesia terjadi
konflik sosial yang bersumber pada masalah SARA khususnya masalah agama. Hal ini
menunjukkan kemunduran bangsa Indonesia kearah kehidupan beragama yang tidak
berkemanusiaan dan betapa melemahnya toleransi kehidupan beragama yang berdasarkan
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Bila kita mengerti dan memahami apa yang telah
dijabarkan dalam butir-butir Pancasila tentunya kasus-kasus konflik social yang menjurus
pada SARA tentunya dapat kita hindari. Dengan semangat saling menghormati perbedaan
keyakinan, toleransi beragama dan tenggang rasa tentu kita bisa mewujudkan suasana
kehidupan yang harmonis dan penuh kerukunan menuju Indonesia yang Merdeka seutuh-
utuhnya.
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Ekonomi dengan judul
PERMASALAHAN PANCASILA DAN SARA. Anda bisa bookmark halaman ini dengan
URL http://iptekindonesiae.blogspot.com/2013/11/permasalahan-pancasila-dan-
sara.html. Terima kasih!
- See more at: http://iptekindonesiae.blogspot.com/2013/11/permasalahan-pancasila-dan-
sara.html#sthash.LfnlFwXl.dpuf
Page 4
PANCASILA dan PERMASALAHANNYA (SARA, HAM dan KRISIS EKONOMI)
Latar Belakang Masalah
Dalam perjalanan sejarah eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat Negara Republik
IndonesiaIndonesia. mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi poliltik
sesuai dengan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang
berlindung di balik legitimasi ideology Negara Pancasila. Dengan kata lain Pancasila
tidak lagi dijadikan Pandangan hidup bangsa dan Negara
Berdasarkan kenyataan tersebut diatas gerakan reformasi berupaya untuk mengembalikan
kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar Negara Republik Indonesia yang
direalisasikan dalam TAP SI MPR No. XVIII/MPR/1998 disertai dengan pencabutan P-4
dan sekaligus juga pencabutan Pancasila sebagai satu-satunya azas bagi Organisasi Sosial
Politik (ORSOSPOL) di Indonesia.
Pancasila merupakan pandangan hidup dan falsafah bangsa Indonesia yang mana dahulu
pernah akan digantikan keberadaannya dari hati sanubari rakyat Indonesia oleh paham
ideology lain. Pancasila adalah pandangan hidup yang ber-Ketuhanan Maha Esa yang
artinya bahwa manusia adalah makhluk ciptaan tujan yang wajib percaya dan
menyembah-NYA. Pancasila menjunjung tinggi kemanusiaan, keadilan, persatuan,
kesatuan, keserasian, keselarasan dan keseimbangan. Pancasila bersifat akomodatif dan
menganut system pemerintahan demokrasi berdasarkan kebijaksanaan musyawarah dan
mufakat. Pancasila diamalkan melalui pembangunan nasional dalam empat bidang
politik, ekonomi, social budaya dan pertahanan keamanan. Dengan mendalami nilai-nilai
luhur Pancasila tentu kita sadar dan yakin akan keunggulan Pancasila.
Page 5
Hal-hal tersebut diatas merupakan modal utama untuk menangkal bahaya laten
komunisme ataupun laten-laten yang lain. Cara pandang masyarakat mengenai Pancasila
mulai masa Orde Baru sampai Orde Reformasi mengalami perkembangan persepsi yang
berbeda. Masa Orde Baru dimana penerapan Pancasila dilaksanakan secara konsisten dan
terarah walaupun masih banyak penyimpangannya. Dari dulu hingga sekarang kita kenal
dengan Wawasan Nusantara yang artinya cara pandang bangsa Indonesia terhadap
diri dan lingkungan nya kini lambat laun pudar dan hampir-hampir siswa sekolah
kurang mengerti akan hal ini, itu merupakan salah satu contoh kemunduran dari
penerapan dari nilai-nilai Pancasila. Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
yang biasa kita kenal dengan P4 mungkin merupakan salah satu contoh upaya pemerintah
dalam menanamkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila tapi pada masa
reformasi nilai-nilai tersebut mulai pudar dan hilang dalam pandangan masyarakat
Indonesia. Pada masa reformasi penghayatan dan pengamalan Pancasila rupanya mulai
hilang dari benak warga Indonesia. Ancaman disintegrasi bangsa merupakan salah satu
contoh kurangnya pemahaman terhadap nilai luhur Pancasila. Toleransi beragama pun
juga mengalami pengapuran. Jadi bila dibandingkan dengan masa reformasi penerapan
nilai-nilai luhur Pancasila lebih baik pada masa orde baru yang pelaksanaannya dilakukan
dengan konsisten serta tanggungjawab. Tapi mengapa TAP MPR No. 2 tahun 1978 di
cabut tanpa harus ada formula penggantinya? Banyak sekali permasalahan yang harus
kita sikapi dengan cermat mengenai perlunya kita memahami Pancasila dan bagaimana
menjalankannya secara murni dan konsekuen ?
Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut :
Page 6
1. Menganalisis Pancasila beserta Permasalahannya yang berkaitan dengan masalah
SARA, HAM dan Krisis Ekonomi
2. Dapat memahami dan memperluas wawasan tentang permasalahan-permasalahan
yang sering terjadi dewasa ini di Indonesia
3. Menyimpulkan dan mencari jalan keluar (solusi) dari berbagai macam masalah yang
berkaitan dengan penerapan dan pengamalan Pancasila.
2. Permasalahan
2. 1. Isu SARA
Realitas budaya nusantara yang plural berdasarkan kemajemukan komunitas
etnis yang hidup di atas pulau atau gugusan pulau yang dipisahkan oleh lautan
menunjukkan berbagai macam perbedaan. Perbedaan peta geografis dan etnis-
kultural inilah yang berpotensi sebagai sumber dari berbagai jenis konflik yang
timbul secara alamiah atau yang dengan sengaja direkayasa menjadi konflik. Jenis
konflik ditimbulkan, antara lain, oleh isu SARA dan oleh adanya ketegangan antara
keinginan untuk mempertahankan diri sebagai komunitas lokal pada satu sisi, dan
pada sisi lain lemahnya perekat keadilan yang seharusnya dapat merekat seluruh
komunitas agar dapat mempersatukan diri sebagai sebuah bangsa dengan makna
dalam ungkapan bhinneka tunggal ika sebagai jatidiri.
Secara alamiah timbul konflik pada sebagian komunitas nusantara yang ingin
mempertahankan identitas komunalnya dalam konteks etnis-kultural, termasuk
SARA, menghadapi nasionalisme melalui arus transformasi politik yang ingin
Page 7
membangun sebuah masyarakat baru, yaitu masyarakat bangsa dari seluruh
komunitas nusantara yang hidup di dalam bekas wilayah jajahan Hindia Belanda
yang heterogenik. Berdasarkan keinginan alamiah inilah pula, maka ada elite yang
ingin daerahnya merdeka sebagai negara atau merdeka di dalam status negara
federal setelah proklamasi 17 Agustus 1945.
Di antara konflik yang paling meresahkan ialah konflik yang bersumber dari
isu SARA dan isu yang ditimbulkan oleh kecenderungan kuat sebagian warga dan
kelompok komunitas nusantara yang menolak persatuan Indonesia (NKRI) atau tak
menginginkan terbangunnya masyarakat baru yang bernama bangsa Indonesia.
Konflik di dalam membangun sebuah masyarakat bangsa yang utuh, aman, dan
damai ditimbulkan oleh transformasi politik yang diwujudkan melalui
pembangunan bangsa secara tak adil atau yang menyimpang dari tujuan nasional
sebagai manifestasi dari kepentingan bersama.
Secara fenomenal dapat disimak bahwa sebagian kerusuhan dan
pemberontakan di sejumlah daerah bermuatan bibit konflik yang berisu SARA atau
berisu separatisme. Sebagian pemberontakan yang bernuansa separatisme
disebabkan oleh kesenjangan dari proses pembangunan dan hasilnya antara pusat
dan daerah. Keadilan yang tidak dapat atau kurang dinikmati, baik di dalam
partisipasi pembangunan, maupun di dalam penikmatan hasil pembangunan antara
pusat dan daerah, telah melahirkan kesenjangan yang mengundang konflik dan
Page 8
ketegangan yang berkembang menjadi pemberontakan.
Pemadaman pemberontakan terhadap gerakan separatis di sejumlah daerah,
seperti RMS, PRRI/Permesta, Daud Beureu di Aceh, Kartosuwiryo di Jabar, Kahar
Muzakkar di Sulsel, dan gerakan OPM, secara militer atau secara represif tidak
menyelesaikan akar persoalan. Selama keadilan yang menjadi substansi utama yang
dapat merekat segenap masyarakat plural di atas bumi nusantara gagal diwujudkan,
selama itu potensi konflik akan tetap mengancam, termasuk ancaman politik yang
bernuansa separatisme.
Berbagai kerusuhan yang bernuansa SARA selama ini dan api pemberontakan
di tahun 50-an dan sesudahnya beraroma separatisme sudah berhasil dipadamkan.
Namun, bara apinya mungkin saja masih tersisa. Lanjutan tindakan pemulihan
kehidupan masyarakat melalui pembangunan yang berkeadilan dan
berkeseimbangan adalah jawaban jitu untuk benar-benar memadamkan seluruh
sumber api kerusuhan dan pemberontakan dalam berbagai bentuknya. Terwujudnya
keadilan akan menyempitkan kesenjangan sebagai lahan subur bagi tumbuh dan
berkembangnya potensi konflik, baik yang bernuansa SARA, maupun yang
bermuatan isu separatisme.
Isu-isu SARA yang saat ini sedang menjadi perbincangan di kalangan publik
tentang maraknya paham-paham sesat yang sangat meresahkan bahkan sampai
kasus penistaan agama yang dilakukan oleh salah satu ormas agama tertentu tehadap
Page 9
agama lain sangat mengganggu ketentraman kehidupan berbangsa dan bernegara
kita. Bila kita bertolak dari dasar Negara kita yaitu Pancasila sebagai Pandangan
hidup bangsa Indonesia khususnya sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa telah
dijelaskan secara gamblang bahwa setiap warganegara Indonesia diwajibkan
memeluk agama yang telah ada untuk diyakini. Dalam pengertian inilah maka
Negara menegaskan dalam Pokok Pikiran ke – IV UUD 1945 bahwa “Negara
berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa atas dasar Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab”. Pada proses reformasi dewasa ini di beberapa wilayah Negara Indonesia
terjadi konflik sosial yang bersumber pada masalah SARA khususnya masalah
agama. Hal ini menunjukkan kemunduran bangsa Indonesia kearah kehidupan
beragama yang tidak berkemanusiaan dan betapa melemahnya toleransi kehidupan
beragama yang berdasarkan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Bila kita
mengerti dan memahami apa yang telah dijabarkan dalam butir-butir Pancasila
tentunya kasus-kasus konflik social yang menjurus pada SARA tentunya dapat kita
hindari. Dengan semangat saling menghormati perbedaan keyakinan, toleransi
beragama dan tenggang rasa tentu kita bisa mewujudkan suasana kehidupan
yang harmonis dan penuh kerukunan menuju Indonesia yang Merdeka seutuh-
utuhnya.
2. 2. Hak Asasi Manusia (HAM)
Masalah HAM menjadi salah satu pusat perhatian manusia sejagat, sejak
pertengahan abad kedua puluh. Hingga kini, ia tetap menjadi isu aktual dalam
berbagai peristiwa sosial, politik dan ekonomi, di tingkat nasional maupun
internasional.
Page 10
Menurut konsiderans UU Hak Asasi Manusia No. 39 tahun 1999 bahwa yang
dimaksud dengan hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-NYA yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara,
hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia. Disamping itu menurut UU No. 39 ttahun 1999 tersebut juga
menentukan Hak Asasi Manusia adalah hak-hak dasar atau hak-hak pokok yang
dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak Asasi ini
menjadi dasar daripada hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang lain.
Hak Asasi tidak dapat dituntut pelaksanaannya secara mutlak karena penuntutan
pelaksanaan hak asasi secara mutlak berarti melanggar hak asasi yang sama dari
orang lain.
Menurut sejarahnya asal mula hak asasi manusia ialah dari Eropa Barat yaitu
Inggris. Tonggak pertama kemenangan hak asasi manusia ialah pada tahun 1215
dengan lahirnya Magna Charta. Perkembangan berikutnya ialah adanya revolusi
Amerika 1776 dan revolusi Perancis 1789. Dua revolusi dalam abad ke XVIII ini
besar sekali pengaruhnya pada perkembangan hak asasi manusia.
Hak Asasi Manusia yang kemudian disingkat HAM adalah permasalahan yang
selama dua atau tiga tahun terakhir menjadi bahan perbincangan masyarakat.
Banyak contoh kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia.
Pelanggaran HAM pada saat pelaksanaan jajak pendapat Referendum Timor Timur.
Kasus Daerah Operasi Militer (DOM) di daerah Serambi Mekkah Aceh yang
banyak menelan korban jiwa dari pihak masyarakat sipil dan disinyalir banyak di
lakukan oleh oknum-oknum tentara yang notabene adalah para aparat-aparat Negara
Page 11
sampai dengan kasus sengketa tanah yang melibatkan salah satu unsur alat
pertahanan negara yaitu tentara dalam hal ini Marinir dengan warga Alas Tlogo
Pasuruan. Hal ini sangat bertentangan dengan apa yang terkandung dalam nilai-nilai
Pancasila. Banyak tokoh yang dinyatakan sebagai tersangka tapi pada kenyataannya
para pelaku masih bebas berkeliaran sementara keluarga korban menanti kepastian
hukum tentang apa yang dialaminya. Tapi perlu kita ketahui sebenarnya kesalahan
maupun pelanggaran itu juga tidak sepenuhnya dilakukan oleh para oknum tentara.
Masyarakat sipil mempunyai hak untuk hidup tentara pun demikian. UU No. 39
tahun 1999 juga menentukan Kewajiban Dasar Manusia yaitu seperangkat
kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan tidak memungkinkan terlaksana dan
tegaknya hak asasi manusia. Seperti yang tertuang dalam Undang-undang Dasar
1945 pasal 28i ayat 5 (amandemen ke 2) yang berbunyi “Untuk menegakkan dan
melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip Negara hukum yang
demokratis maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan
dalam peraturan perundang-undangan”. Pasal 28j ayat 1 dan 2 (amandemen ke 2)
yang intinya setiap manusia wajib menghormati hak asasi manusia dan wajib tunduk
kepada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakat demokratis. Jadi dalam masalah ini kita perlu secara cermat menanggapi
kasus-kasus seperti ini karena permasalahan yang demikian sangatlah kompleks dan
sangat rentan terhadap perpecahan atau ancaman diintegrasi bangsa.
Hak Asasi Manusia: Makna dan Historisitas.
Dari membandingkan beberapa definisi tentang hak, ia dapat dimaknai sebagai
sesuatu nilai yang diinginkan seseorang untuk melindungi dirinya, agar ia dapat
Page 12
memelihara dan meningkatkan kehidupannya dan mengembangkan kepribadiannya.
[i] Hak itu mengimplisitkan kewajiban, karena pada umumnya seseorang berbicara
tentang hak manakala ia mempunyai tuntutan yang harus dipenuhi pihak lain.
Dalam pergaulan masyarakat, adalah mustahil membicarakan tanpa secara langsung
mengaitkan hak itu dengan kewajiban orang atau pihak lain.
Dari sejumlah hak-hak manusia itu ada yang dinilai asasi. Dalam kata asasi
terkandung makna bahwa subjek yang memiliki hak semacam itu adalah manusia
secara keseluruhan, tanpa membedakan status, suku, adat istiadat, agama, ras, atau
warna kulit, bahkan tanpa mengenal kenisbian relevansi menurut waktu dan tempat.
Dengan demikian, hak asasi manusia haruslah sedemikian penting, mendasar, diakui
oleh semua peradaban, dan mutlak pemenuhannya.
Kesadaran akan hak asasi dalam peradaban Barat timbul pada abad ke-17 dan
ke 18 Masehi sebagai reaksi terhadap keabsolutan raja-raja kaum feodal terhadap
rakyat yang mereka perintah atau manusia yang mereka pekerjakan. Sebagaimana
dapat diketahui dalam sejarah, masayarakat manusia pada zaman dahulu terdiri dari
dua lapisan besar : lapisan atas, minoritas, yang mempunyai hak-hak; dan lapisan
bawah, yang tidak mempunyai hak-hak tetapi hanya mempunyai kewajiban-
kewajiban, sehingga mereka diperlakukan sewenang-sewenang oleh lapisan atas.
Kesadaran itu memicu upaya-upaya perumusan dan pendeklerasian HAM, menurut
catatan sejarah HAM berkembang melalalui beberapa tahap. Hal ini terutama dapat
dilihat dalam sejarah ketatanegaraan di Inggris dan Prancis. Yaitu ditandainya
dengan keberhasilan rakyat Inggris memperoleh hak tertentu dari raja dan
pemerintahan Inggris yang dituangkan dalam berbagai piagam seperti: Petition Of
Rights tahun 1628, Habeas Corpus Act tahun 1679 dan Bill Of Rights tahun 1689
Page 13
serta dikeluarkannya Declaration des D du Citoyen tahun 1789 di Prancis.[ii] Selain
dua negara di atas, Bill Of Rights juga terjadi di negara bagian Virginia tahun 1776,
deklarasi kemerdekaan 13 Negara Bagian Amerika Serikat tahun 1789.
Setelah berakhirnya perang dunia I dan II dibentuk PBB dan dikeluarkan
pernyataan HAM internasional : Universal Declaration of Human Rights pada
tanggal 10 Desember 1948, dan disusul dengan Covenant on Civil and Political
Rights tahun 1966 dan Covenant on Economic, Social and Cultur Rights tahun 1966
dan Optional Protocol to he Covenant on Civil and Political Rights tahun 1966.
Kempat dokumen HAM internasional sering disebut sebagai The International Bill
Of Human Rights.
Dokumen-dokumen tersebut merupakan instrumen normatif HAM
internasional yang harus dihormati dan dipatuhi oleh setiap negara anggota PBB.
Bahkan dalam Covenant on Civil and Political Rights dimuat beberapa HAM yang
penerapannya tidak dapat diperkecualikan meskipun dalam keadaan sabagai luar
biasa. Apapun kedaaannya hak-hak yang dianggap sebagai intisari dari HAM harus
tetap dihormati.
Adanya pengakuan dan perlindungan kedudukan pribadi dalam instrumen
HAM tersebut menunjukkan adanya kemajuan dalam nilai dan norma yang
mendasari hubungan antar negara. HAM yang dulu lebih merupakan urusan dalam
negri masing-masing negara telah bergeser menjadi nilai dan hubungan
internasional, yaitu dibuktikan dengan adanya persetujuan semua negara, setidak-
tidaknya negara-negara anggota PBB terhadap deklarasi, konvensi dan konvenan
HAM internasional.
Page 14
Deklarasi PBB tersebut dapat diklasifakasikan dalam tiga katagori:
1. Hak sipil dan hak ploitik, hak persamaan /kemerdekaan sejak lahir (pasal 1), hak
untuk hidup (pasal 3), hak untuk memperoleh keadilan didepan hukum (pasal 6-8),
hak untuk memperoleh perlakuan yang manusiawi (tidak sewenang-wenang) dalam
penyelesain tertib sosial (pasal 5, dan 9-11), hak untuk bebas bergerak, mencari
suaka ke negara lain, dan menetapkan suatu kewarganegaraan (pasal 13-15), hak
untuk menikah dan membangun keluarga (pasal 16), hak untuk bebas berpikir,
berkesadaran dan beragama (pasal 18-19), dan hak untuk berkumpul dan berserikat
(pasal 20-21).
2. Hak eknomi dan sosial (pasal 22- 28) antara lain; hak untuk bekerja dan
memeperoleh upah yang layak, hak untuk beristirahat dan berkreasi, hak untuk
mendapat liburan periodik dengan (tetap) mendapat upah, hak untuk menikmati
standar hidup yang cukup, termasuk perumahan dan pelayanan medis, hak untuk
memperoleh jaminan sosial, hak untuk memperoleh pendidikan, dan hak untuk
berperan serta dalam kegiatan kebudayaan.
3. Dan hak kolektif mencakup hak semua bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri,
hak semua ras dan suku bangsa untuk bebas dari segala bentuk diskrimainasi, hak
masyarakat untuk bebas dari neo-kolonialisme (pasal 28-30).
Hak-hak asasi manusia di atas, walaupun merupakan dekalarasi PBB dimana
seluruh bangsa dari pelbagai penjuru dunia terlibat, namun harus diakui berasal dari
buah pemikiran dan anak peradaban barat.
Pengaturan HAM di Indonesia dapat dilihat dari berbagai peraturan
perundang-undangan, khususnya dalam pembukaan dan batang tubuh Undang-
Page 15
undang Dasar 1945 serta peraturan perundangan lain diluar UUD 1945, misalnya
HAM yang berhubungan dengan proses peradilan dalam UU No. 14 Tahun 1970
tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan UU No. 8 Tahun
1981 tentang KUHAP dan sebagainya. Sedangkan konsepsi HAM bangsa Indonesia
dapat dilihat dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1998 tentang Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN) dan tercantum dalam Bidang Pembangunan Hukum yang
menyatakan bahwa :
"HAM sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa adalah hak-hak dasar yang secara
kodrati melekat pada diri manusia dan Meliputi : hak untuk hidup layak, hak
memeluk agama dan beribadat menurut agama masing-masing, hak untuk
berkeluarga dan memperoleh keturunan melalui perkawinan yang sah, hak untuk
mengembangkan diri termasuk memperoleh pendidikan, hak untuk berusaha, hak
milik perseorangan, hak memperoleh kepastian hukum dan persamaan kedudukan
dalam hukum, keadilan dan rasa aman, hak mengeluarkan pendapat, berserikat dan
berkumpul."
Dari latar historis beberapa perumusan dan dekalarasi HAM (yaitu:
perlindungan terhadap kebebasn individu di depan kekuasan raja, kaum feodal atau
negara yang domina atau tersentaralisasi), dan kesadaran ontologis tentang struktur
deklarasi PBB, serta kesadaran historis tentang peradaban yang melahirkannya,
dapatlah diidentifikasi karektaristik utama HAM. Perspektif Barat dalam melihat
HAM dapat disebut bersifat antrhoposentris, dengan pengertian bahwa manusia
dipandang sebagai ukuran bagi segala sesuatu karena ia adalah pusat atau ttitik tolak
dari semua pemikiran dan perbuatan. Produk dari perspektif antrhoposentris ini
tidak lain adalah individu yang otonom.
Page 16
Hak dapat dimaknai sebagai suatu nilai yang diinginkan seseorang untuk
melindungi dirinya, agar ia dapat ia memelihara dan meningkatkan kehidupannya
dan mengembangkan kepribadiannya. Ketika diberi imbuhan asasi, maka ia
sedemikian penting, mendasar, diakui oleh semua peradaban, dan mutlak
pemenuhannya.
Setelah melalui proses yang panjang, kesadaran akan hak asasi manusia
mengglobal sejak 10 Desember 1948 dengan ditetapkannya oleh PBB Deklarasi
tentang Hak Asasi Manusia. Deklarasi PBB ini, juga deklarasi-deklarasi
sebelumnya, dirancang untuk melindungi kebebasan individu di depan kekuasaan
raja, kaum feodal, atau negara yang cenderung dominan dan terdesentralisasi.
Karena itu, deklarasi-deklarasi tersebut, yang nota bene anak peradaban Barat,
melihat hak-hak asasi manusia dalam perspektif anthroposentris.
Dalam hal pelaksanaan hak-hak asasi manusia dalam Pancasila yang perlu
mendapat perhatian kita adalah bahwa disamping hak-hak asasi, wajib-wajib
asasi harus kita penuhi terlebih dahulu dengan penuh rasa tanggungjawab. Hak-
hak asasi manusia dilaksanakan dalam rangka hak-hak serta kewajiban warga
Negara.
2. 3. Krisis Ekonomi
TAHUN 1998 menjadi saksi bagi tragedi perekonomian bangsa. Keadaannya
berlangsung sangat tragis dan tercatat sebagai periode paling suram dalam sejarah
perekonomian Indonesia. Mungkin dia akan selalu diingat, sebagaimana kita selalu
mengingat black Tuesday yang menandai awal resesi ekonomi dunia tanggal 29
Oktober 1929.
Page 17
Hanya dalam waktu setahun, perubahan dramatis terjadi. Prestasi ekonomi
yang dicapai dalam dua dekade, tenggelam begitu saja. Dia juga sekaligus
membalikkan semua bayangan indah dan cerah di depan mata menyongsong
milenium ketiga.
Selama periode sembilan bulan pertama 1998, tak pelak lagi merupakan
periode paling hiruk pikuk dalam perekonomian. Krisis yang sudah berjalan enam
bulan selama tahun 1997,berkembang semakin buruk dalam tempo cepat. Dampak
krisis pun mulai dirasakan secara nyata oleh masyarakat, dunia usaha.
Dana Moneter Internasional (IMF) mulai turun tangan sejak Oktober 1997,
namun terbukti tidak bisa segera memperbaiki stabilitas ekonomi dan rupiah.
Bahkan situasi seperti lepas kendali, bagai layang-layang yang putus talinya. Krisis
ekonomi Indonesia bahkan tercatat sebagai yang terparah di Asia Tenggara.
Seperti efek bola salju, krisis yang semula hanya berawal dari krisis nilai tukar
baht di Thailand 2 Juli 1997, dalam tahun 1998 dengan cepat berkembang menjadi
krisis ekonomi, berlanjut lagi krisis sosial kemudian ke krisis politik.
Akhirnya, dia juga berkembang menjadi krisis total yang melumpuhkan nyaris
seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa. Katakan, sektor apa di negara ini yang tidak
goyah. Bahkan kursi atau tahta mantan Presiden Soeharto pun goyah, dan akhirnya
dia tinggalkan. Mungkin Soeharto, selama sisa hidupnya akan mengutuk devaluasi
baht, yang menjadi pemicu semua itu.
Efek bola salju
Faktor yang mempercepat efek bola salju ini adalah menguapnya dengan cepat
kepercayaan masyarakat, memburuknya kondisi kesehatan Presiden Soeharto
memasuki tahun 1998, ketidakpastian suksesi kepemimpinan, sikap plin-plan
pemerintah dalam pengambilan kebijakan, besarnya utang luar negeri yang segera
Page 18
jatuh tempo, situasi perdagangan internasional yang kurang menguntungkan, dan
bencana alam La Nina yang membawa kekeringan terburuk dalam 50 tahun
terakhir.
Dari total utang luar negeri per Maret 1998 yang mencapai 138 milyar dollar
AS, sekitar 72,5 milyar dollar AS adalah utang swasta yang dua pertiganya jangka
pendek, di mana sekitar 20 milyar dollar AS akan jatuh tempo dalam tahun 1998.
Sementara pada saat itu cadangan devisa tinggal sekitar 14,44 milyar dollar AS.
Terpuruknya kepercayaan ke titik nol membuat rupiah yang ditutup pada level
Rp 4.850/dollar AS pada tahun 1997, meluncur dengan cepat ke level sekitar Rp
17.000/dollar AS pada 22 Januari 1998, atau terdepresiasi lebih dari 80 persen sejak
mata uang tersebut diambangkan 14 Agustus 1997.
Rupiah yang melayang, selain akibat meningkatnya permintaan dollar untuk
membayar utang, juga sebagai reaksi terhadap angka-angka RAPBN 1998/ 1999
yang diumumkan 6 Januari 1998 dan dinilai tak realistis.
Krisis yang membuka borok-borok kerapuhan fundamental ekonomi ini
dengan cepat merambah ke semua sektor. Anjloknya rupiah secara dramatis,
menyebabkan pasar uang dan pasar modal juga rontok, bank-bank nasional dalam
kesulitan besar dan peringkat internasional bank-bank besar bahkan juga surat utang
pemerintah terus merosot ke level di bawah junk atau menjadi sampah.
Puluhan, bahkan ratusan perusahaan, mulai dari skala kecil hingga
konglomerat, bertumbangan. Sekitar 70 persen lebih perusahaan yang tercatat di
pasar modal juga insolvent atau nota bene bangkrut.
Sektor yang paling terpukul terutama adalah sektor konstruksi, manufaktur,
dan perbankan, sehingga melahirkan gelombang besar pemutusan hubungan kerja
Page 19
(PHK). Pengangguran melonjak ke level yang belum pernah terjadi sejak akhir
1960-an, yakni sekitar 20 juta orang atau 20 persen lebih dari angkatan kerja.
Akibat PHK dan naiknya harga-harga dengan cepat ini, jumlah penduduk di
bawah garis kemiskinan juga meningkat mencapai sekitar 50 persen dari total
penduduk. Sementara si kaya sibuk menyerbu toko-toko sembako dalam suasana
kepanikan luar biasa, khawatir harga akan terus melonjak.
Pendapatan per kapita yang mencapai 1.155 dollar/kapita tahun 1996 dan
1.088 dollar/kapita tahun 1997, menciut menjadi 610 dollar/kapita tahun 1998, dan
dua dari tiga penduduk Indonesia disebut Organisasi Buruh Internasional (ILO)
dalam kondisi sangat miskin pada tahun 1999 jika ekonomi tak segera membaik.
Data Badan Pusat Statistik juga menunjukkan, perekonomian yang masih
mencatat pertumbuhan positif 3,4 persen pada kuartal ketiga 1997 dan nol persen
kuartal terakhir 1997, terus menciut tajam menjadi kontraksi sebesar 7,9 persen
pada kuartal I 1998, 16,5 persen kuartal II 1998, dan 17,9 persen kuartal III 1998.
Demikian pula laju inflasi hingga Agustus 1998 sudah 54,54 persen, dengan angka
inflasi Februari mencapai 12,67 persen.
Di pasar modal, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Jakarta
(BEJ) anjlok ke titik terendah, 292,12 poin, pada 15 September 1998, dari 467,339
pada awal krisis 1 Juli 1997. Sementara kapitalisasi pasar menciut drastis dari Rp
226 trilyun menjadi Rp 196 trilyun pada awal Juli 1998.
Di pasar uang, dinaikkannya suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
menjadi 70,8 persen dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) menjadi 60 persen
pada Juli 1998 (dari masing-masing 10,87 persen dan 14,75 persen pada awal
krisis), menyebabkan kesulitan bank semakin memuncak. Perbankan mengalami
Page 20
negative spread dan tak mampu menjalankan fungsinya sebagai pemasok dana ke
sektor riil.
Di sisi lain, sektor ekspor yang diharapkan bisa menjadi penyelamat di tengah
krisis, ternyata sama terpuruknya dan tak mampu memanfaatkan momentum
depresiasi rupiah, akibat beban utang, ketergantungan besar pada komponen impor,
kesulitan trade financing, dan persaingan ketat di pasar global.
Selama periode Januari-Juni 1998, ekspor migas anjlok sekitar 34,1 persen
dibandingkan periode sama 1997, sementara ekspor nonmigas hanya tumbuh 5,36
persen.
Anomali
Krisis kepercayaan ini menciptakan kondisi anomali dan membuat instrumen
moneter tak mampu bekerja untuk menstabilkan rupiah dan perekonomian.
Sementara di sisi lain, sektor fiskal yang diharapkan bisa menjadi penggerak
ekonomi, juga dalam tekanan akibat surutnya penerimaan.
Situasi yang terus memburuk dengan cepat membuat pemerintah seperti
kehilangan arah dan orientasi dalam menangani krisis. Di tengah posisi goyahnya,
Soeharto sempat menyampaikan konsep "IMF Plus", yakni IMF plus CBS
(Currency Board System) di depan MPR, sebelum akhirnya ide tersebut
ditinggalkan sama sekali tanggal 20 Maret, karena memperoleh keberatan di sana-
sini bahkan sempat memunculkan ketegangan dengan IMF, dan IMF sempat
menangguhkan bantuannya.
Ditinggalkannya rencana CBS dan janji pemerintah untuk kembali ke program
IMF, membuat dukungan IMF dan internasional mengalir lagi. Pada 4 April 1998,
Letter of Intent ketiga ditandatangani. Akan tetapi kelimbungan Soeharto, telah
Page 21
sempat menghilangkan berbagai momentum atau kesempatan untuk mencegah
krisis yang berkelanjutan.
Bahkan memicu adrenali masyarakat, yang sebelumnya terbilang tenang
menjadi beringas. Kemarahan rakyat atas ketidakberdayaan pemerintah
mengendalikan krisis di tengah harga-harga yang terus melonjak dan gelombang
PHK, segera berubah menjadi aksi protes, kerusuhan dan bentrokan berdarah di Ibu
Kota dan berbagai wilayah lain, yang menuntun ke tumbangnya Soeharto pada 21
Mei 1998.
Tragedi berdarah ini memicu pelarian modal dalam skala yang disebut-sebut
mencapai 20 milyar dollar AS, gelombang hengkang para pengusaha keturunan,
rusaknya jaringan distribusi nasional, terputusnya pembiayaan luar negeri, dan
ditangguhkannya banyak rencana investasi asing di Indonesia.
Munculnya pemerintahan baru yang tidak memiliki legitimasi, dan lebih sibuk
dengan manuvernya untuk merebut hati rakyat, tidak banyak menolong keadaan.
Pemburukan kondisi ekonomi, sosial, dan politik dengan cepat ini setidaknya terus
berlangsung hingga kuartal kedua, bahkan kuartal ketiga 1998. Begitulah, kita telah
menyaksikan episode terburuk perekonomian sepanjang tahun 1998.
Pemulihan Ekonomi Tergantung Penyelesaian Agenda Politik
PELAKSANAAN agenda politik secara aman, lancar, tertib dan sesuai dengan
aspirasi sebagian besar rakyat merupakan keharusan, apabila diinginkan ekonomi
akan segera pulih. Sebaliknya, bila kerusuhan sosial terus meningkat dan pemilu
tidak dapat dilaksanakan, maka pemulihan ekonomi sulit diharapkan dalam waktu
cepat.
Laksamana Sukardi menilai, kondisi perekonomian di tahun 1999 berada
dalam situasi yang kritis. Artinya perekonomian nasional berada di persimpangan
Page 22
jalan antara kemungkinan terjadi recovery dan kehancuran. Peluangnya separuh-
separuh.
Investor bersikap menunggu, apakah pemilu akan berjalan jujur dan adil, serta
demokratis. Kedua hal itu menjadi syarat pembentukan pemerintahan yang bisa
dipercaya rakyat. Apabila demikian, maka dengan cepat ekonomi Indonesia akan
pulih, karena investor pasti akan datang kembali ke Indonesia.
Oleh karena itu, keinginan seluruh rakyat Indonesia yang menghendaki agar
pemilu berlangsung jujur, adil, transparan, serta demokratis harus benar-benar
dilaksanakan dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Menurut dia, masuknya aliran modal
asing sebagai jalan terbaik dalam pemulihan ekonomi hanya bisa terjadi kalau ada
pemerintahan yang bersih, didukung rakyat, adanya kepastian hukum dan sistem
peradilan yang independen.
Suksesnya pemilu dan Sidang Umum di tahun 1999 tidak serta merta terjadi
begitu saja. Mulai saat ini harus dipersiapkan. Namun bayangan kegagalan masih
berkecamuk, mengingat intensitas kekerasan dan kejadian perampokan dan
penjarahan yang membuat masyarakat merasa tidak aman masih sering terjadi.
MELIHAT pentingnya faktor penyelesaian politik, rencana pegelaran dialog
nasional sangat penting. Melalui dialog nasional tersebut, diharapkan tokoh-tokoh
yang terlibat menyamakan persepsi bahwa pemilu harus berhasil dan sesuai aspirasi
rakyat.
Kita sama-sama menghendaki, pemerintahan yang demokratis dan didukung
rakyat. Pemerintah sekarang berani mengakui, bahwa dirinya bersifat transisi dan
hanya mempersiapkan pemerintahan yang akan datang. Sebaliknya tokoh-tokoh
nasional juga harus berani mengakui pemerintahan yang sekarang.
Page 23
Selain masalah politik, pembenahan sektor ekonomi terutama moneter juga
sangat penting, apabila kita mengharapkan pemulihan ekonomi. Dua persoalan
mendasar yang harus diselesaikan, yaitu restrukturisasi perbankan dan utang luar
negeri.
Pertama, restrukturisasi perbankan harus berhasil. Rencana rekapitalisasi
kemungkinan besar tidak akan berhasil. Oleh karena itu, pemerintah harus berani
melakukan penutupan bank-bank yang memang tidak solvent, dengan demikian
hanya tinggal sedikit bank yang kuat dan profesional.
Sebelum mengatasi perbankan swasta, bank-bank BUMN harus juga selesai.
Apabila persoalan bank ini tidak diselesaikan, maka tidak akan ada kegiatan
ekonomi, karena tidak ada kodal kerja dan perdagangan.
Kedua, masalah utang luar negeri pemerintah dan swasta. Seberapa jauh
masalah utang LN ini bisa diselesaikan. Sebab, mengakhiri krisis perbankan
kepercayaan dunia internasional terhadap pemerintah tergantung dari penyelesaian
utang tersebut. Bila default, maka kredibilitas turun dan investor enggan masuk ke
Indonesia.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, Haryadi B Sukamdani
mengatakan, sebagai pengusaha pihaknya memang harus optimis. Tetapi kalau
melihat di lapangan terutama perkembangan politik yang ada, maka yang ada hanya
rasa waswas dan gamang. Sebab pemilu masih jauh, tetapi intensitas kekerasan
sudah cukup tinggi, apalagi nanti kalau mendekati kampanye dan pemilu.
Oleh karena itu sikap para pengusaha di tahun 1999 ini sudah pasti akan
menunggu. Investasi tidak akan ada. Yang terjadi, para pengusaha hanya
meningkatkan volume dan penjualan dari yang sudah ada. Pengusaha tidak mungkin
mengandalkan pasar domestik, tetapi luar negeri.
Page 24
Kalau penyelesaian politiknya baik, masyarakat mendukung pemerintahan
yang baru, maka ekonomi akan cepat sekali kembalinya. Yang dikhawatirkan ialah
kalau terjadi gejolak sosial akibat kegagalan pemilu yang tidak menampung aspirasi
rakyat.
Dengan pertimbangan-pertimbangan seperti itu, dunia usaha melihat kondisi
perekonomian nasional di tahun 1999 ibarat seseorang yang sedang mengendarai
mobil di tengah "kabut tebal". Kabut tebal (situasi sosial politik-Red) menyebabkan
pengendara (baca: pengusaha) tidak bisa memandang jauh ke depan. Atas dasar
pertimbangan keselamatan, maka pengendara itu tidak punya pilihan lain kecuali
menghentikan perjalanannya dan menunggu sampai kabut itu berlalu.
Itu berarti, pemerintah sejak sekarang harus bisa menyelesaikan semua
persoalan ekonomi dan politik yang di dalam negeri. Transparan, tegas, jelas, dan
cepat diperlukan. Jangan sampai malah menimbulkan kebingungan dan
ketidakjelasan.
Sistem ekonomi Indonesia pada masa Orde Baru bersifat “birokrat
otortarian” yang ditandai dengan pemusatan kekuasaan dan partisipasi dalam
membuat keputusan-keputusan nasional hamper sepenuhnya berada di tangan
penguasa bekerjasama dengan kelompok militer dan kaum teknokrat.
Kebijaksanaan ekonomi yang selama ini diterapkan yang hanya mendasarkan pada
pertumbuhan dan mengabaikan prinsip nilai kesejahteraan bersama seluruh bangsa,
dalam kenyataannnya hanya menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang
bahkan pengusaha. Krisis ekonomi yang terjadi di dunia dan melanda Indonesia
mengakibatkan ekonomi Indonesia terpuruk sehingga kepailitan yang diderita oleh
para pengusaha harus di tanggung oleh rakyat.
Page 25
Dalam kenyataannnya sector ekonomi yang justru mampu bertahan pada masa
krisis dewasa ini adalah ekonomi kerakyatan yaitu ekonomi yang berbasis pada
usaha rakyat. Langkah yang strategis dalam upaya melakukan reformasi
ekonomi yang berbasis pada ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai-nilai
Pancasila yang mengutamakan kesejahteraan seluruh bangsa adalah sebagai
berikut : “Keamanan pangan dan mengembalikan kepercayaan yaitu dilakukan
dengan program “social safety net” yang lebih dikenal dengan program Jaring
Pengaman Sosial (JPS). Untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap
pemerintah maka pemerintah harus secara konsisten menghapus KKN serta
mengadili oknum-oknum yang melakukan pelanggaran. Ini akan memberikan
kepercayaan dan kepastian usaha”.
1. Kesimpulan
Kondisi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dewasa ini serta penyimpangan
implementasi Pancasila pada masa Orde Lama dan Orde Baru yang menimbulkan
gerakan reformasi di Indonesia sehingga terjadilah suatu perubahan yang cukup besar
dalam berbagai bidang terutama bidang kenegaraan, hukum maupun politik. Maka dari
itu sebagai warganegara yang baik sebaiknya kita tahu beberapa hal-hal sebagai berikut :
a. Dalam penegakan hak asasi manusia kita sebagai mahasiswa harus bersifat objektif
dan benar-benar berdasarkan kebenaran moral demi harkat dan martabat
manusia bukan karena kepentingan politik.
Page 26
b. Perlu disadari bahwa dalam penegakan hak asasi manusia tersebut pelanggaran hak
asasi manusia dapat dilakukan seseorang, kelompok orang termasuk aparat
Negara, penguasa Negara baik disengaja ataupun tidak (UU No. 39 tahun
1999).
c. Sistem ekonomi harus berdasarkan pada nilai dan upaya terwujudnya kesejahteraan
seluruh bangsa maka peningkatan kesejahteraan akan dirasakan oleh sebagian
besar rakyat sehingga dapat mengurangi kesenjangan ekonomi.
d. Kehidupan beragama dalam Negara Indonesia dewasa ini harus dikembangkan
kearah terciptanya kehidupan bersama yang penuh toleransi, saling menghargai
berdasarkan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.
e. Rehabilitasi dan pemulihan ekonomi. Hal ini dilakukan dengan menciptakan
kondisi kepastian usaha yaitu dengan diwujudkannya perlindungan hukum
serta undang-undang persaingan yang sehat
Diposkan oleh Shanzjunior Blog di 06.48
Label: pMp
Masalah n solusinya
Apakah Pancasila?
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Page 27
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyataan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Alhamdulillah…tanpa membaca buku atau internet, ternyata saya masih hafal kelima butir
Pancasila, hehe…
Okelah sila ke-1 hingga ke-4 boleh kita katakan cukup bagus pencapaiannya. Namun sila ke-
5 memang masih jauh panggang dari api.
Lagi-lagi terjadi kasus SARA, kasus Sampang, dll itu adalah bentuk penyimpangan dari
Pancasila. Paling sulit memang di manapun adalah pada tataran aplikasi atau implementasi.
Lebih mudah menulis dan menyusun nilai-nilai ketuhanan, nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai
universal, dan nilai-nilai kemanusiaan, dalam jutaan bahkan miliaran lembar mengenai
Pancasila. Namun pada tataran implementasi sangat-sangat sulit.
Oleh karenanya demi implementasi Pancasila pada kehidupan bangsa dan negara yang multi
SARA ini harus mengedepankan skala prioritas. Dalam menentukan skala prioritas, kita
harus tahu apa saja yang kita butuhkan dalam waktu dekat, misalnya dalam kurun waktu
sebulan, setahun atau lima tahun. Kebutuhan kita bisa saja kita inventaris, tetapi urutkan
menurut skala prioritas dan timeline-nya juga ada.
Dari awal berdirinya Nusantara yang dari kerajaan-kerajaan, lalu periode penjajahan, hingga
kita merdeka sudah 67 tahun, tentu kita tahu urutan skala prioritas kebutuhan kita. Kebutuhan
Page 28
mendesak sekarang ini misalnya adalah rasa aman bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa
kecuali, karena itu juga berujung pada kelima Pancasila.
Walaupun negara sangat kesulitan untuk menjamin rasa aman bagi seluruh rakyat Indonesia,
tetapi harus terus diupayakan, minimal pencapaiannya 80% misalnya atau 90% atau 99%, itu
tergantung musyawarah kita. Angka itulah sebagai patokan dalam menilai kinerja kita.
Kemudian sebagai contoh kasus Sampang baru-baru ini, maka kebutuhan mendesaknya
adalah menyelesaikan akar permasalahan, yakni adanya perbedaan akidah antara Islam
dengan Syiah. Nah, negara tentu harus berpihak kepada Islam secara adil. Artinya, 1)
Berpihak dalam arti, bahwa Syiah dihimbau untuk membuat agama baru bila ingin terus
memakai akidahnya, tidak mengaku sebagai Islam. 2) Berpihak dalam arti, bahwa Syiah
dihimbau untuk kembali kepada Islam, karena ada beberapa hal memiliki kesamaan. Tinggal
pilihan umat Syiah, mau pilih poin 1 atau 2 silahkan.
Adapun hak sebagai WNI harus ada jaminan keamanan dari negara. Kecuali bila Syiah terus-
menerus menyimpang akidahnya dan mengaku Islam, maka negara harus tegas dengan
membuat vonis yang disertai dengan pembuatan perundangan yang berkuatan hukum
walaupun tidak harus sedarurat ketika pernah dilakukan oleh Kesultanan Demak Bintoro
ketika memvonis hukuman mati bagi Syek Siti Jenar dan pengikutnya. Persyaratan
kedaruratan itu pun harus dikaji secara mendalam sehingga ketika vonis dilakukan justru
tidak menimbulkan kemudharatan yang lebih buruk.
*) Saya menulis dari perspektif saya yang sangat subyektif.