PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG LISENSI HAK CIPTA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA (Analisis Putusan Nomor 14/Pdt.Sus.Hki/Cipta/2018/ Pn-Niaga Sby) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: AULIA MUNADIAH NIM: 11170480000048 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1442 H / 2021 M
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG LISENSI HAK
CIPTA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 28
TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA
(Analisis Putusan Nomor 14/Pdt.Sus.Hki/Cipta/2018/
Pn-Niaga Sby)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
AULIA MUNADIAH
NIM: 11170480000048
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H / 2021 M
i
PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG LISENSI HAK CIPTA
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 28
TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA
(Analisis Putusan Nomor 14/Pdt.Sus.Hki/Cipta/2018/Pn-Niaga Sby)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
AULIA MUNADIAH
NIM: 11170480000048
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H / 2021 M
ii
PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG LISENSI HAK CIPTA
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 28
TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA
(Analisis Putusan Nomor 14/Pdt.Sus.Hki/Cipta/2018/Pn-Niaga Sby)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakutas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
AULIA MUNADIAH
NIM: 11170480000048
Dibawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Syafrudin Makmur, S.H., M.H. Tresia Elda, S.H., M.H.
NUPN. 9920112680 NUPN. 9920113096
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H / 2021 M
iii
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama : Aulia Munadiah
NIM : 11170480000048
Program Studi : Ilmu Hukum
Alamat : Jl. Persahabatan, Batu Belah 1.Rt/Rw. 13/04 No.91,
A. Putusan dan Pertimbangan Hakim dalam Sengketa ............ 4l
1. Putusan Hakim Terhadap Gugatan Penggugat ............... 41
2. Pertimbangan Hakim Dalam Putusan ............................ 42
B. Perlindungan Analisis Putusan Hakim dan Pertimbangan Hakim
Putusan Nomor 14/Pdt.Sus.Hki/Cipta/2018/Pn-Niaga Sby….45
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................... 55
B. Rekomendasi ........................................................................ 56
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...57
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu pengetahuan dan teknologi di era sekarang ini merupakan hal yang
sangat penting untuk menopang kehidupan manusia sebagai ukuran dari sumber
daya manusia itu sendiri. Dikarenakan baik atau buruknya seseorang dapat
dinilai dari seberapa luas pengetahuan yang dimilikinya. Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) semakin hari semakin maju dapat
dikatakan salah satu pengaruh dari adanya proses globalisasi. Globalisasi yang
dirasakan dalam perkembangan IPTEK memudahkan dalam segala sektor yang
ada di dalam kehidupan.
Perkembangan teknologi informasi dipercaya dapat memberikan
keuntungan bagi sebuah negara, khususnya dalam pertumbuhan ekonomi.
Teknologi informasi telah mengubah perilaku dan gaya hidup masyarakat.1
Dengan hadirnya perkembangan teknologi juga mengubah gaya hidup masyarakat
dalam ber-interaksi dalam hal berbagi informasi dan komunikasi, sampai dengan
memudahkan dalam mendapatkan transportasi. Dengan adanya kemudahan yang
didapatkan dari adanya perkembangan teknologi yang pesat tersebut menjadikan
semua orang dari seluruh dunia dapat saling terhubung dan menjadi kebutuhan
pokok untuk memudahkan semua kegiatan dalam kehidupan. Selain memberikan
dampak positif, kemajuan teknologi juga memberikan dampak negatif baik di
bidang hukum, ekonomi, politik atau sosial budaya. Misalnya dalam bidang
hukum, perlindungan hukum hak cipta menjadi salah satu hal penting yang
dibutuhkan untuk menghadapi kejahatan yang terjadi dalam dunia maya.
Teknologi informasi saat ini menjadi pedang bermata dua, karena selain
memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban
1 Hanafizadeh, Payam & Ghandchi, Samira & Asgarimehr, Masoud. Impact of Information
Technology on Lifestyle: A Literature Review and Classification. International Journal of Virtual
Communities and Social Networking, 2017. h. 9.
2
manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.2 Pada
bidang ciptaan diperlukan peran Negara yang bertujuan untuk menyeimbangkan
antara kepentingan dari si pencipta dengan kepentingan masyarakat.3
Menurut L. J. Van Aveldoorn, hak adalah hukum yang dihubungkan
dengan seseorang manusia atau subjek hukum tertentu dan menjelma menjadi
suatu kekuasaan dan suatu hak yang timbul apabila hukum mulai bergerak.4 Hak
cipta adalah sebuah hak eksklusif yang di dapatkan oleh pencipta setelah
melahirkan suatu karya cipta. Hak eksklusif disini karena karya-karya dalam
bidang hak cipta merupakan hasil suatu kemampuan intelektual seseorang, maka
dari itu hak cipta merupakan sebuah imbalan atas kerja kerasnya tersebut.
Perlindungan hukum terhadap kekayaan pribadi telah menjadi faktor kunci
dalam pertumbuhan kapitalisme dan ekonomi pasar bebas. Ada pula yang
mengatakan bahwa hukum mengenai perlindungan HKI pada intinya adalah
media perjuangan para pihak yang menghendaki penguasaan karya ciptanya
melawan pihak lain yang menghendaki pemisahan kekuasaan pencipta dari
ciptaannya.5 Sebagian besar masyarakat mengakui hak kepemilikkan pribadi,
kekayaaan dalam pengertian sebenarnya seperti tanah dan bangunan merupakan
kekayaan yang diketahui sebagai kekayaan intelektual. Hukum kekayaan
intelektual sangat berperan dalam penyeimbang di era modern seperti ini.
Indonesia sebagai negara yang menganut sistem hukum civil law, falsafah
perlindungannya adalah kepada pencipta sebagai hak moral, sesuai dengan prinsip
perlindungan hak cipta dalam Keppres Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pengesahan
Berne Convention For The Protection Of Literary And Artistic Works, sebagai hak
yang bersifat abadi (perpetual), tidak dapat dicabut (enalinable) serta mengalir
2 Mahmuda Pancawisma Febriharini, Eksistensi Hak Atas Kekayaan Intelektual Terhadap
Hukum Siber, Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang, ISSN : 2302-2752, Vol. 5 No. 1, 2016. h. 15. 3 Gatot Supramono, Hak Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2012), h. 3. 4 C. S. T, Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1989), h. 119. 5 Justin Hughes. The Philosophy of Intellectual Property. Georgetown Law Journal,
77(287): 1988. h. 5.
3
sebagai hak warisan pada pencipta, bahkan hak ekonominya dialihkan sekalipun
pada perusahaan atau pihak lain.6
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Pasal 40 sudah
menegaskan bentuk ciptaan-ciptaan yang dilindungi dan salah satunya adalah
karya cipta. Adapun hakim dalam membuat putusan yang baik harus mengandung
3 (tiga) pokok pertimbangan meliputi pertimbangan keadilan filosofis,
pertimbangan keadilan sosiologis, dan pertimbangan keadilan yuridis.7 Putusan
yang diteliti oleh peneliti ialah Putusan Nomor 14/Pdt.Sus.Hki/Cipta/2018/Pn-
Niaga Sby yang dalam perkara ini, PT. Inter Sports Marketing sebagai satu-
satunya Pemegang dan Penerima Lisensi tayangan siaran FIFA World Cup 2014
BrazilTM
(Piala Dunia FIFA BrazilTM 2014) untuk seluruh Wilayah Republik
Indonesia tersebut adalah dibuat dan ditandatanganinya Licence Agreement
tertanggal 05 Mei 2011 antara PT. Inter Sports Marketing dengan Federation
Internationale De Football Association (FIFA) berkaitan dan/atau berkenaan
dengan pelimpahan hak-hak media tertentu juga telah memperjuangkan hak-
haknya dimata hukum atas upaya-upaya hukum PT. Inter Sports dengan pokok
perkara yang sama.
Banyaknnya fenomena kejahatan-kejahatan pelanggaran hak cipta seperti
ini sangat membutuhkan kepastian atas perlindungan dan penerapan dari penegak
hukum itu sendiri bukan hanya menyangkut kepentingan dari pihak yang
dirugikan. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 melainkan telah
bertujuan untuk memperoleh suatu pengakuan dari tersangka atau terdakwa.8
tentang Hak Cipta pun telah menyebutkan tindakan-tindakan yang masuk kedalam
bentuk pelanggaran hak cipta. Pada hakekatnya banyak orang belum mengerti
bahwa ada beberapa tindakan mereka yang dapat digolongkan kedalam kejahatan
pelanggaran hak cipta.
6 Haryono dan Agus Sutono, Pengakuan Dan Perlindungan Hak Cipta Tinjauan Secara
Filosofis Dan Teoritis, Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017, h. 56. 7 Firman Floranta Adonara , Prinsip Kebebasan Hakim dalam Memutus Perkara Sebagai
Amanat Konstitusi,Jurnal Konstitusi, Volume 12, Nomor 2, Juni 2015,h.220. 8 Finta Riris Sitorus, Pelanggaran Pengaturan Prinsip Miranda Rule Dalam Hukum Acara
Pidana Indonesia, JOM Fakultas Hukum Volume III Nomor 2, Oktober 2016, h. 2-3.
4
Sebagaimana uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji dan
membahas penelitian dalam bentuk skripsi yang berjudul: “PERLINDUNGAN
HUKUM PEMEGANG LISENSI HAK CIPTA MENURUT UNDANG-
UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA (Analisis
Putusan Nomor 14/Pdt.Sus.Hki/Cipta/2018/Pn-Niaga Sby)”
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti paparkan di atas, maka
identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Kurangnya perlindungan hukum hak cipta bagi pemegang lisensi hak cipta.
b. Adanya pelanggaran terkait hak cipta yang ditempat areal komersial dilakukan
oleh L Hotel.
c. Kemudahan dalam mengakses teknologi membuat adanya pelanggaran hak
cipta.
d. Kerugian yang timbul akibat adanya pelanggaran terkait hak cipta.
e. Kuranganya fungsi pengawasan oleh aparatur penegak hukum terhadap
pelaku pelanggaran hak cipta.
2. Pembatasan Masalah
Agar permasalahan yang ingin dikemukakan dan dikaji oleh peneliti
tidak terlalu melebar, maka pembahasan pada skripsi ini dibatasi dengan
beberapa pembatasan kaarena dikhawatirkan nantinya akan ada keterbatasan
dari peneliti secara keseluruhan maka penelitian hanya akan dibatasi pada
perlindungan dalam pelanggaran hak cipta seorang pemegang lisensi pada
analisis isi putusan dan pertimbangan hakim yang terjadi dalam Putusan Nomor
14/Pdt.Sus.Hki/Cipta/2018/Pn-Niaga Sby.
3. Perumusan Masalah
Permasalahan utama dari penelitian ini adalah semakin pesat
perkembangan IPTEK pada saat ini melahirkan banyaknya pelanggaran
5
terhadap karya sinematografi di media sosial. Untuk mepertegas permasalahan
penelitian di atas, maka dibuat pertanyaan penelitian sebagai berikut:
a. Bagaimana Perlindungan hukum pemegang lisensi Hak cipta Dari
Pelanggaran Hak Cipta?
b. Bagaimana putusan dan dasar pertimbangan hakim dalam sengketa
Putusan Nomor 14/Pdt.Sus.Hki/Cipta/2018/Pn-Niaga Sby?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasar pada rumusan masalah dan pertanyaan penelitian yang telah
dipaparkan dan diuraikan di atas, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai
oleh peneliti dalam melakukan penelitian ini sebagai berikut:
a. Untuk menegaskan Perlindungan hukum pemegang lisensi Hak cipta Dari
Pelanggaran Hak Cipta.
b. Untuk menegaskan analisis dasar pertimbangan dan putusan Hakim dalam
sengketa Putusan Nomor 14/Pdt.Sus.Hki/Cipta/2018/Pn-Niaga Sby.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
1) Melatih kemampuan untuk melakukan penelitian ilmiah dan menuliskan
hasil dari penelitian tersebut dalam bentuk tulisan.
2) Menerapkan dan merekontruksi teori-teori yang telah diperoleh dari
bangku perkuliahan untuk dipraktikan di lapangan.
Memperoleh manfaat di bidang hukum pada umumnya maupun dalam
bidang hukum kekayaan intelektual secara khususnya terkait hak cipta dengan
mempelajari literatur hukum yang ada serta permasalahan hukum yang hidup di
tengah-tengah masyarakat.
b. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini secara teoritis dan praktis adalah sebagai berikut:
1) Secara Teoritis, dengan melakukan penelitian ini sebagai bahan
bacaan/referensi kepustakaan bagi mahasiswa Program Studi Ilmu
6
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada khususnya dan dapat
memberikan pengertian tentang bentuk perlindungan hukum pemegang
lisensi dalam pelanggaran karya sinematografi melalui media sosial.
2) Secara Praktis, Penelitian ini diharapkan dapat memperluas keilmuan
dalam bidang hukum lebih khususnya terkait hukum kekayaan intelektual
dalam bidang hak cipta. Bagi para praktisi hukum seperti hakim dalam
memutus perkara lebih mampu memberikan keadilan yang seadil adilnya
dan begitu pun halnya untuk pengacara/advokat selaku kuasa hukum.
Serta diharapkan dengan adanya penelitian ini akan menjadi solusi bagi
konflik yang tengah dihadapi.
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
normatif. Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
library research (studi kepustakaan) dengan metode penelitian yuridis normatif.
Penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian hukum yang dilakukan
dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder, sepanjang bahan-bahan
tersebut mengandung kaidah-kaidah hukum.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini
adalah metode pendekatan Undang-Undang (statute approach) yang merujuk
pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan pendekatan
konseptual (conceptual approach) untuk memahami konsep-konsep dari hak
cipta dan bentuk-bentuk dari pelanggarannya. Pendekatan penelitian ini juga
menggunakan pendekatan kasus (case approach) yang memberikan penerapan-
penerapan dari norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktek hukum
dalam Putusan Nomor 14/Pdt.Sus.Hki/Cipta/2018/Pn-Niaga Sby.
7
3. Sumber Data
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer terdiri dari peraturan dan catatan-catatan resmi
atau risalah dalam pembuatan peraturan yang berkaitan dengan materi peneliti
terkait pembuktian dalam hukum di Indoneisa dalam peraturan-peraturan seperti
UUD 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata perihal pembuktian
dalam perkara perdata, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta, Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait sistematika
pembuktian dalam media sosial di Internet dan Putusan Pengadilan Nomor
14/Pdt.Sus.Hki/Cipta/2018/Pn-Niaga Sby.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder merupakan semua publikasi tentang hukum yang
bukan termasuk dokumen resmi, seperti buku-buku teks, kamus-kamus hukum,
dan jurnal hukum. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini,
antara lain adalah buku-buku yang berkenaan dengan hukum hak cipta, skripsi
dan jurnal serta materi-materi hukum yang berkaitan dengan materi peneliti
dalam penelitian ini.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier atau bahan nonhukum digunakan sebagai
penunjang dari penelitian karena peneliti menimbang butuhnya meneliti cabang
ilmu lain demi perkembangan penelitian ini untuk menjelaskan informasi lebih
lanjut yang di dapat dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dan sumber-
sumber informasi lain yang dapat mendukung penelitian ini.
4. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
8
Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah
studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan mencari data-data yang diperlukan sebagai referensi dalam
penelitian ini melalui berbagai literatur, antara lain buku, jurnal, artikel, skripsi,
tesis, disertasi, dan peraturan perUndang-Undangan yang di dapat dari
perpustakaan umum dan universitas.
5. Teknik Pengolahan Data
Adapun cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif, yakni
menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap
permasalahan konkret yang dihadapi.
6. Metode Analisis Data
Data yang di dapat diolah dengan menggunakan metode analisis
kualitatif, yaitu metode analisis yang bersifat mendeskripsikan data yang
diperoleh dalam bentuk uraian kalimat yang logis, lalu diberi penafsiran dan
kesimpulan oleh peneliti. Tujuan dari penggunaan metode ini ialah untuk
menjelaskan secara lebih rinci mengenai isu hukum yang diteliti oleh peneliti.
7. Pedoman Penulisan
Dalam penelitian ini peneliti mengacu pada buku Pedoman Penulisan
Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Hidayatullah Jakarta Tahun
2017.
E. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam penelitian ini ialah dalam setiap bab terdiri
dari sub bab yang digunakan untuk memperjelas ruang lingkup dan inti dari
permasalahan yang diteliti. Adapun urutan dan tata letak masing- masing bab serta
inti permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
9
Bab Pertama berisi Pendahuluan. Bab ini merupakan pendahuluan, yang
berisi Latar Belakang, Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah, Tujuan dan
Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, dan Rancangan Sistematika Penelitian.
Bab Kedua berisi Tinjauan umum tentang pemegang lisensi hak cipta.
Bab ini menyajikan kajian pustaka yang didahului dengan konsep dasar dari
kerangka teori dan kerangka konseptual yang berisi tinjauan umum tentang hak
cipta, seperti pengertian, subjek dan objek hak cipta, serta bentuk-bentuk
pelanggaran hak cipta.
Bab Ketiga berisi Perlindungan hukum pemegang lisensi hak cipta dalam
peraturan perundang- undangan. Bab ini merupakan penyajian data dan penelitian
data secara deskriptif data dimana data yang dimaksud adalah perlindungan
hukum pemegang lisensi karya cipta dalam Peraturan yang ada di Indonesia.
Bab Keempat berisi Penyelesaian sengketa perkara dalam putusan dan
pertimbangan hakim pada putusan nomor 14/Pdt.Sus.Hki/Cipta/2018/Pn-Niaga
Sby. Pada Bab ini merupakan analisis permasalahan yang akan membahas dan
menjawab permasalahan pada penelitian ini diantaranya pertimbangan hakim dan
putusan pengadilan nomor 14/pdt.sus.hki/cipta/2018/pn-niaga sby.
Bab Kelima berisi Penutup. Dalam bab ini berisikan kesimpulan yang
diambil dari uraian atau deskripsi yang digunakan untuk menjawab masalah
berdasarkan data yang diperoleh, serta dilengkapi dengan rekomendasi yang dapat
membangun dalam permasalahan yang dihadapi.
10
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PEMEGANG LISENSI
HAK CIPTA
A. Kerangka Konseptual
1. Hak Cipta
Pengertian hak cipta tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, “Hak Cipta adalah hak eksklusif
pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah
suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan
sesuai”.
Pencipta disini mengarah kepada seseorang atau beberapa orang yang
secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang
bersifat khas dan pribadi. Jenis-jenis konvensi Internasional tentang hak cipta,
yaitu: Berne Convention tahun 1886 , Universal Copyrights Convention 1971
and Trade Related aspects of intellectual property rights (TRIPs). Ciptaan
merupakan hasil karya di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang
dihasilkan atas inspirasi, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam
bentuk karya nya.
Hak cipta mengandung Hak Eksklusif yaitu Hak Moral dan hak
ekonomis. Hak moral dalam terminologi Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yaitu hak yang melekat secara abadi
pada diri pencipta. Dalam konvensi Berne, hak moral dikenal dengan istilah
moral rights, yakni hak yang dilekatkan pada diri pencipta.
Prinsip individualis dan prinsip ekonomi kapitalisme telah mengantarkan
barat kepada proteksi hasil karya dalam bidang ilmu pengetahuan seni dan sastra
yang dirumuskan sebagai hak cipta yang merupakan hak ekslusif atau hak
khusus yang dilekatkan kepada pencipta atau penerima hak.1 Hak ekonomi ialah
yang meliputi hak untuk mengumumkan yaitu pembacaan, penyiaran, pemeran,
1 Ok. Saidin, Sejarah Dan Politik Hukum Hak Cipta, Jakarta: Rajawali Pers, 2016. h. 4.
11
penjualan, pengedaran, atau penyebaran, dan hak untuk memperbanyak dan hak
moral yang dibedakan dari hak ekonomis, sehingga walaupun haknya telah
dialihkan, pencipta mempunyai hak untuk mengajukan keberatan atas distrosi
atau modifikasi karyanya apabila distrosi tersebut telah merusak kehormatan dan
reputasi pencipta.2 Jangka waktu perlindungan hak-hak terkait dalam hak cipta
diatur dalam Pasal 60 UUHC, yaitu:
a. Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional yang dipegang oleh
negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) berlaku tanpa
batas waktu.
b. Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya tidak diketahui yang
dipegang oleh negara sebagaimana dimaksud Pasal 39 ayat (1) dan
ayat (3) berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut
pertama kali dilakukan Pengumuman.
c. Hak Cipta atas Ciptaan yang dilaksanakan oleh pihak yang
melakukan Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39
ayat (2) berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut
pertama kali dilakukan Pengumuman.
2. Pemegang Lisensi
Pemegang lisensi merupakan seorang pemegang hak cipta yang tercantum
atau atau tertulis berdasarkan perjanjian lisensi, yang mana berarti memiliki hak
untuk melakukan sebagian atau keseluruhan dari tindakan yang dilarang, misal
seperti memperbanyak suatu ciptaan. Yang disebut pencipta ialah orang yang
namanya tercatat dalam Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Apabila
sebuah ciptaan diciptakan oleh dua orang atau lebih maka orang yang dianggap
sebagai ialah perwakilan yang ditunjuk oleh sekelompok orang yang membuat
karya ciptaan tersebut.
2 Dina Widyaputri Kariodimejo, Perlindungan Hak Cipta, Hak Terkait, Dan Desain
Industri, Mimbar Hukum Volume 22, Nomor 2, Juni 2010, h. 268.
12
B. Kerangka Teori
1. Teori Perlindungan Hukum
Manusia dilindungi haknya untuk memperoleh harta asalkan dengan
cara-cara yang halal dan sah menurut hukum serta benar menurut ukuran
moral. Ibnu Khaldun merupakan salah satu tokoh muslim terkemuka sebagai
ilmuwan sosiologi, ekonomi, dan politik. Salah satu teorinya ialah Ashabiyah
yang merupakan suatu kekuatan dan pengaruh didasarkan atas kesamaan.
Kesamaan itu tidak hanya kesamaan yang didasarkan atas ikatan darah, tetapi
juga didasarkan atas pengetahuan yang lebih luas tentang persaudaraan.3
Dengan adanya ikatan tersebut dapat melahirkan rasa kasih sayang, solidaritas
yang kuat, tolong menolong dan saling melindungi satu sama lain dari tindak
kejahatan. „ashabiyah lahir dan berkembang ketika perasaan untuk melindungi
diri membangkitkan sense of kindship (rasa kekeluargaan) yang kuat dan
mendorong manusia untuk menciptakan hubungan antara yang satu dengan
yang lain. Hal ini adalah kekuatan yang paling vital bagi suatu negara dimana
dengannya, mereka akan tumbuh dan berkembang dan jika ia melemah, maka
mereka akan mengalami kemunduran yang signifikan.4
Menurut Ibnu Khaldun ikatan antar sesama yang bersolidaritas kuat
saja tidak cukup, maka dibutuhkannya seorang penguasa atau raja dalam hal
ini adalah negara atau pemerintah yang dibutuhkan untuk mengendalikan
kebersamaan tersebut dan dapat memberikan peran perlindungan kepada
rakyatnya.
Teori perlindungan hukum di barat dibawa oleh beberapa ahli salah
satunya adalah Fitzgerald. Menurut Fitzgerald perlindungan terhadap suatu
kepentingan dapat dilakukan dengan membatasi kepentingan-kepentingan
pihak lain. Para penganut aliran ini memandang bahwa hukum dan moral
adalah cerminan dan aturan secara internal dan eksternal dari kehidupan
3 Zainab al-Khudairi, Filsafat Sejarah Ibnu Khaldun, (Bandung: Pustaka, 1987), h. 142.
4 Wendy Melfa dan Solihin Siddiq, Paradigma Pengembangan Mayarakat Islam; Studi
Epistemologis Pemikiran Ibnu Khaldun, (Lampung: Matakata, 2007), h. 90.
13
manusia yang diwujudkan melalui hukum dan moral.5 Pemikiran Barat yang
mengatakan bahwa manusialah yang menjadi tolok ukur segala sesuatu, maka
di dalam Islam melalui teori Ibnu Khaldun berpendapat bahwa negara wajib
memberikan perlindungan kepada warganya yang telah memberikan
kepercayaanya untuk mengatur sistem pemerintahan. Di sinilah letak
perbedaan yang fundamental antara hak-hak asasi manusia menurut pola
pemikiran Barat dengan hak-hak asasi menurut pola ajaran Islam.6
Philipus M. Hadjon berpendapat, yang membedakan dua macam
perlindungan hukum yaitu : (1). Perlindungan hukum prepentif, dalam
perlindungan hukum prepentif berupa pencegahan kepada masyarakat untuk
mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum keputusan pemerintah
(kebijakan) menjadi kebijakan yang difinitif, (2) perlindungan hukum represif
bertujuan untuk menyelesaikan suatu sengketa yang sudah terjadi, hal ini dapat
diberikan melalui badan pradilan.7
Menurut R. La Porta dalam Jurnal of Financial Economics, bentuk
perlindungan hukum yang diberikan oleh suatu negara memiliki dua sifat,
yaitu bersifat pencegahan (prohibited) dan bersifat hukuman (sanction).8Ada
beberapa pendapat ahli yang dapat dikutip dari mengenai perlindungan hukum,
Menurut Satjipto Rahardjo perlindungan hukum adalah adanya upaya
melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu Hak
Asasi Manusia kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka
kepentingannya tersebut.9 Adapun, Menurut Muchsin perlindungan hukum
adalah kegiatan untuk melindungi individu dengan menyerasikan hubungan
nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam
5 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum , (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), h. 53.
6 Nur Asiah, Hak Asasi Manusia Perspektif Hukum Islam , Jurnal Syariah Dan Hukum
diktumVolume 15, Nomor 1, Juni 2017 : h.55 – 66. 7 C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, penerbit balai
pustaka Jakarta 1989, h. 40. 8 Rafael La Porta, “Investor Protection and Cororate Governance; Journal of Financial
Economics”, no. 58, (Oktober 1999): h. 9. 9 Satjipro Rahardjo, Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, (Jakarta: Kompas, 2003),h.121
14
menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antara sesama
manusia.10
Menurut Setiono, perlindungan hukum merupakan tindakan atau upaya
untuk melindungi masyarakat dari perbuatan penguasa yang sewenang-wenang
dan tidak sesuai dengan aturan hukum, demi mewujudkan ketertiban serta
ketentraman yang memungkinkan manusia dapat menikmati martabatnya
sebagai manusia. Pada dasarnya perlindungan hukum hadir untuk memasifkan
tujuan hukum yaitu adanya keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum
ditengah masyarakatnya11
Perlindungan hukum juga dapat disebut sebagai alat atau upaya
pemerintah untuk mengkoordinasikan hak-hak individu agar tidak saling
berbenturan satu sama lain. Manusia merupakan makhluk sosial yang
bermasyarakat yang mana memungkinkan adanya pergesekkan antara
kepentingan yang satu dengan yang lainnya. Pada hakikatnya ada dua bentuk
perlindungan hukum yaitu, preventif dan represif. Perlindunga preventif
sebagai tindakan pencegahan guna mencegah terjadinya konflik dan
perlindungan represif guna menyelesaikan apabila sudah terjadinya sengketa.
2. Teori Hak Milik Intelektual
Secara terminologi hak merupakan sebuah kewenangan yang diberikan
oleh hukum secara obyektif kepada subjek hukum, sehingga masing-masing
subjek hukum dapat berbuat apa saja secara bebas terhadapa suatu hal yang
dimilikinya tersebut selama tidak bertentangan dengan peraturan perUndang-
Undangan yang berlaku.12
Teori hak milik intelektual hadir dari doktrin hukum
alam menyatakan bahwa keadilan, kebenaran, ketepatan dan kejujuran hukum
10
Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, (Surakarta:
Disertasi S2 Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret, 2003), h. 14. 11
Setiono, Rule of Law, (Surakarta: Disertasi S2 Fakultas Hukum, Universitas Sebelas
adalah suatu yang tetap ada secara alamiah, artinya ditemukan bukan
diciptakan oleh sesuatu.13
Menurut ajaran Islam hak milik seseorang sangat dijunjung tinggi.
Sesuai dengan harkat dan martabat, jaminan dan perlindungan terhadap milik
seseorang merupakan kewajiban penguasa. Oleh karena itu, siapapun juga
bahkan penguasa sekalipun, tidak diperbolehkan merampas hak milik orang
lain, kecuali untuk kepentingan umum, menurut tata cara yang telah ditentukan
lebih dahulu.14
Doktrin hukum alam lahir dari pandangan John Locke yang mana
menurutnya manusia secara alamiah memiliki keadaan bebas, seperti hal nya
setiap hak-hak manusia yang dimilikinya secara pribadi, seperti hak hidup, hak
akan kebebasan dan kemerdekaan, hak milik, hak memiliki sesuatu dan
sebagainya. Menurut kodratnya manusia sejak lahir telah memiliki hak kodrat
atau hak alamiah, yang menurut John Locke disebut sebagai hak dasar.
Kemudian Locke menyatakan bahwa atas milik pribadi bermula dari kerja
manusia, dan dengan kerja inilah manusia memperbaiki dunia ini demi
kehidupan yang layak tidak hanya untuk dirinya melainkan juga untuk orang
lain.15
Hukum Alam meminta individu untuk mengawasi hasil karyanya dan
secara adil dikontribusikan kepada masyarakat.16
Menurut ajaran John Locke,
individu tidak boleh merugikan individu lain dalam hal hak kepemikilan.
Konsep kebebasan individual itu didasarkan pada pemikiran bahwa
sesungguhnya tidak ada hak Illahi bagi raja untuk memerintahlm. Tuhan
menciptakan manusia untuk berdiri sederajat. Oleh karena itu secara alamiah
13
Haryono, Agus Sutono. Pengakuan Dan Perlindungan Hak Cipta Tinjauan Secara
Filosofis Dan Teoritis, Jurnal Ilmiah Civis, Volume Vi, No 2, Juli 2017, h.50. 14
Nur Asiah, Hak Asasi Manusia Perspektif Hukum Islam , Jurnal Syariah Dan Hukum
diktumVolume 15, Nomor 1, Juni 2017 : h. 55 - 66 15
Sonny Keraf, Hukum Kodrat dan Teori Hak Milik Pribadi, Yogyakarta: Kanisius, 1997.
h. 77. 16
Craig Joice, William Patry, Marsh Leaffer dan Peter Taszi, Copyright Law – Casebook
Series, Forth Edition, New York, Matthew Bender & Company Incorporated, 1998, h. 56.
16
manusia adalah bebas.17
Berdasarkan teori hak milik intelektual lahir
berdasarkan hak alamiah (natural right), maka pengakuan dan
perlindungannya secara otomatis setelah karya cipta selesai dibuat.
C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Dalam penelitian skripsi ini, peneliti merujuk kepada skripsi, buku,
maupun jurnal terdahulu, dengan mencari apa yang menjadi persamaan dan
perbedaan dalam rumusan masalah yang dikaji dalam rujukan dengan yang
dikaji oleh peneliti, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Skripsi ditulis oleh A. Muhlm. Fharuq Fahrezha18
Skripsi ini membahas mengenai pengaturan hukum terhadap pengguna
layanan broadcasting live dan bentuk pelanggaran hak cipta yang di dapatkan
atas kejahatan tersebut pada sebuah aplikasi media sosial. Persamaannya dengan
penelitian ini yaitu membahas pelanggaran hak cipta karya sinematografi.
Perbedaannya dalam skripsi ini hanya berfokus pada pengguna layanan sebuah
aplikasi media sosial yang bernama bigo live.
2. Skripsi ditulis oleh Fikrie Alief19
Skripsi ini membahas tentang perlindungan hak cipta lagu dan musik di
media internet. Persamaannya dengan penelitian ini yaitu membahas penyebab
pelanggaran hak cipta. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah mengenai
perlindungan hukum bagi seorang pemegang lisensi hak cipta dalam
pelanggaran karya sinematografi.
17
FX. Adji Samekto, Menelusuri Akar Pemikiran Hans Kelsen Tentang
Stufenbeautheorie Dalam Pendekatan Normatiffilosofis, Jurnal Hukum Progresif, Vol. 7, No. 1,
April 2019. h. 9 . 18
A. Muh. Fharuq Fahrezha, Tinjauan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta Pada
Pengguna Aplikasi Media sosial Bigo Live, skripsi fakultas hukum, universitas hasanuddin,
2017. 19 Fikrie Alief, Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Lagu Dan
Musik Di Media Internet Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak
Cipta, skripsi fakultas hukum, Universitas Sumatera Utara, 2020.
17
3. Buku ditulis oleh Ok Saidin20
Buku yang berjudul “Sejarah Dan Politik Hukum Hak Cipta” membahas
tentang sejarah politik hukum dari hak cipta yang didalamnya terdapat
pembahasan tentang penegakan hukum hak cipta dalam bidang sinematografi.
Persamaan dengan penulisan peneliti ialah objek yang dikaji adalah karya
sinematografi, sedangkan perbedaanya ialah jika penulis buku tersebut
membahas tentang sejarah dan politik hukum dari karya sinematografi, maka
penulisan peneliti membahas tentang perlindungan hukum bagi seorang
pemegang lisensi hak cipta dalam pelanggaran karya sinematografi.
4. Artikel dalam Jurnal oleh Rr. Aline Gratika Nugrahani21
Jurnal ini membahas mengenai penegakan hukum atas kasus-kasus yang
terjadi dalam sektor hak cipta. Persamaannya dengan penelitian ini yaitu
membahas perkembangan teknologi yang menciptakan adanya pelanggaran hak
cipta. Dalam jurnal ini berfokus pada proses penegakan hukum atas kasus-kasus
yang ada. Sedangkan, penelitian peneliti membahas perlindungan hukum bagi
seorang pemegang lisensi hak cipta dalam pelanggaran karya sinematografi.
20
Ok. Saidin, Sejarah Dan Politik Hukum Hak Cipta, Jakarta: Rajawali Pers, 2016. 21
Rr. Aline Gratika Nugrahani, Pelanggaran Hak Cipta Sebagai Dampak Perkembangan
Teknologi, Jurnal Hukum Pidana Dan Pembangunan Hukum, Volume 1 No. 1, 2018.
18
BAB III
PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG LISENSI HAK CIPTA
A. Perlindungan Hukum Hak Cipta dalam Peraturan PerUndang-Undangan.
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement
Establishing the World Trade Organization.
Persetujuan Trade-Related Aspects Of Intellectual Property Rights
Agreement atau lebih dikenal dengan TRIPs merupakan sebuah perjanjian yang
hadir karena terbentuknya sebuah organisasi internasional yang bernama World
Trade Organization (WTO). Dalam kacamata dunia, hadirnya TRIPs
merupakan sebuah alat kemenangan untuk memperjuangkan kepentingan
investasi serta perlindungan yang efektif bagi kekayaan intelektual.1 Persetujuan
ini di ratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang
Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization.2
Persetujuan TRIPs merupakan gabungan dari perjanjian mengenai hak
atas kekayaan intelektual. Mudahnya ketentuan substantif dalam TRIPs
merupakan sebuah pelengkap dan pengadopsian dari konvensi-konvensi
inernasional lainnya seperti, Konvensi Paris , Konvensi Wina, dan Konvensi
Bern. Dalam penerapannya TRIPs merupakan persetujuan yang sifatnya sangat
kompleks, komprehensif dan ekstensif.3 Tujuan dibentuknya persetujuan TRIPs
antara lain:4
a. Mengurangi penyimpangan dan hambatan bagi perdagangan
internasional
1 Agus Sardjono, Pembangunan Hukum Kekayaan Intelektual Indonesia: Antara
Kebutuhan dan Kenyataan, (Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Hukum
Keperdataan Pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 27 Februari 2008), h. 6. 2 Dina Widyaputri K, Perlindungan Hak Cipta, Hak Terkait, Dan Desain Industri, Mimbar
Hukum Vol. 22, Nomor 2, Juni 2010, h. 267. 3 Nandang Sutrisno, Implementasi Persetujuan TRIPs dalam Undang-undang Hak Cipta
Indonesia, Jurnal Hukum. No. 12 Vol. 6. 1999, h. 46. 4 TRIPs: Agreement On Trade-Related Aspects Of Intellectual Property Rights,
https://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/tif_e/agrm7_e.htm diakses tanggal 07 maret 2021
b. Menjamin bahwa tindakan dan prosedur untuk menegakkan hak
kekayaan intelektual tidak menjadi kendala bagi perdagangan yang
sah
c. Mendukung inovasi, alih dan teknologi untuk keuntungan bersama
antara produsen dan pengguna pengetahuan teknologi dengan cara
yang kondusif bagi kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta
keseimbangan hak dan kewajiban.
Persetujuan TRIPs tidak hanya dipahami sebagai sebuah instrumen
perjanjian internasional yang memberantas adanya pelanggaran terhadap HaKI,
tetapi juga sebagai sebuah kebijakan perlindungan teknologi dan ekonomi yang
lebih menguntungkan negara-negara maju.5 Ketentuan prinsip yang dianut oleh
TRIPs tercantum dalam Bab I Pasal 1 sampai Pasal 8, antara lain adalah:6
a. Ketentuan Free to Determine yaitu ketentuan yang memberikan
kebebasan kepada para anggotanya untuk menentukan cara yang
dianggap sesuai untuk menerapkan ketentuan ketentuan yang
tercantum dalam TRIPs kedalam sistem dan praktek hukum
mereka.
b. Ketentuan Intellectual Property Convention yaitu ketentuan yang
mengharuskan para anggotanya menyesuaikan peraturan
perundangannya dengan berbagai konvensi internasional di bidang
hak Milik Intelektual, khususnya Konvensi Paris, Konvensi Bren,
Konvensi Roma, dan Treaty on Intellectual Property in Respect of
Integrated Circuit.
c. Ketentuan National Treatment yaitu ketentuan yang mengharuskan
para anggotanya memberikan perlindungan hak milik intelektual
yang sama antara warga negaranya sendiri dengan warga Negara
lain, dan juga untuk badan badan hukum.
5 Carlos M. Correa, Intellectual Property Rights, The WTO, and Developing Countries,
(Penang: Third World Network, 2000), h. 5. 6 Niken Prasetyawati, Perlindungan Hak Cipta Dalam Transaksi Dagang Internasional, JSH
Jurnal Sosial Humaniora, Vol 4 No.1, Juni 2011 h.76-77.
20
d. Ketentuan Most Favoured Nation Treatment.yaitu ketentuan yang
mengharuskan para anggotanya memberikan perlindungan yang
sama terhadap seluruh anggotanya, untuk menghindarkan
perlakuan istimewa yang berbeda (diskriminasi) suatu Negara
terhadap Negara lain.
e. Ketentuan Exhaution yaitu ketentuan ini mengharuskan para
anggotanya dalam menyelesaikan sengketa , untuk tidak
menggunakan suatu ketentuan pun didalam persetujuan TRIPs
sebagai alasan tidak optimalnya pengaturan Hak Milik Intelektual
dalam Negara mereka.
2. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pengesahan Berne
Convention For The Protection Of Literary And Artistic Works.
Diantara banyaknya perjanjian Internasional yang mengatur tentang hak
kekayaan intelektual, konvensi bern hadir dengan pembahasan elemen
perlindungan karya seni dan sastra atau lebih dikenal dengan hak cipta. Pada
tahun 1886 dibentuk pula sebuag konvensi untuk perlindungan di bidang hak
cipta yang dikenal dengan Internasional Convention for The Protection of
Literary and Arsitics Works, yang ditandatangani di Bern.7 Naskah dari
Konvensi Berne telah mengalami beberapa kali perubahan atau revisi yang
dimaksudkan untuk memperbaiki sistem perlindungan intemasional dengan
memenuhi tantangan dari kemajuan teknologi di bidang pemanfaatan karya
pengarang agar dikenal pula hakhak baru yang diatur oleh konvensi.8 Konvensi
ini diratifikasi dengan Keppres Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pengesahan Berne
Convention For The Protection Of Literary And Artistic Works.
7 Muhamad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual : sejarah, Teori dan
Prakteknya di Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1993, h. 9 . 8 Okssidelfa Yanto, Konvensi Bern Dan Perlindungan Hak Cipta, Jurnal Surya Kencana
Dua: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol. 6 No.1, Maret 2016, h. 116.
21
Prinsip yang dianut dalam konvensi bern terdiri dari tiga prinsip dasar,
yaitu:9
a. Prinsip National Treatment : Ciptaan yang berasal dari salah satu
Negara peserta perjanjia, ciptaan seorang warga negara , negara
peserta perjanjian, atau suatu ciptaan yang pertama kali diterbitkan
disalah satu Negara peserta perjanjian, harus mendapat
perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti yang diperoleh
ciptaan seorang pencipta warga negara sendiri.
b. Prinsip Automatic Protection: Pemberian perlindungan hukum
harus diberikan secara langsung tanpa harus memenuhi syarat
apapun (must not be conditional upon compliance with any
formality).
c. Prinsip independence of protection: Suatu perlindungan hukum
diberikan tanpa harus bergantung kepada pengaturan perlindungan
hukum negara asal pencipta.
Salah satu Pasal dalam konvensi bern ini menyebutkan;
Moral Rights: 1. To claim authorship: to object to certain
modifications and other derogatory actions; 2. After the author,s death; 3.
Means of redress10
.
Artinya:
“Hak Moral: 1. Hak untuk menyatakan kepemilikan suatu ciptaan:
hak untuk menolak pengubahan tertentu dan tindakan merugikan lainnya; 2.
Sampai pencipta meninggal; 3. Upaya ganti rugi.”
Dalam Pasal 6 bis konvensi bern tersebut membahas dengan adanya hak
moral yang di dapat oleh seoang pencipta secara otomatis pada sebuah karyanya
yang sudah didaftarkan karyanya sebagai hak kekayaan intelektual yang mana
9 Niken Prasetyawati, Perlindungan Hak Cipta Dalam Transaksi Dagang Internasional, JSH
Jurnal Sosial Humaniora, Vol 4 No.1, Juni 2011 h. 75. 10
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pengesahan
Berne Convention For The Protection Of Literary And Artistic Works.
22
dalam hal ini berbentuk hak cipta. Hak yang dimaksud ini adalah hak pencipta
untuk mengklaim sebagai pencipta suatu ciptaan dan hak pencipta untuk
mengajukan keberatan terhadap setiap perbuatan yang bermaksud mengubah,
mengurangi atau menambah keaslian ciptaanya yang dapat meragukan
kehormatan dan reputasi penciptanya.11
Adapun makna dari Pasal 6 bis tersbut
adalah, sebagai berikut:
(1) Independentently of the author's economic rights, and even after
the transfer of the said rights, the author shall have the right to
claim authorship of the work and to object to any distortion,
mutilation or other modification of, or other derogatory action in
relation to, the said work, which would be prejudicial to his
honor or reputation
(2) The rights granted to the author in accordance with the
preceding paragraph shall, after his death, be maintained at
least until the expiry of the economic rights, and shall be
execisable by the persons or institutions authorized by the
legislation of the country where protection is claimed. However,
those countries whose legislation, at the moment of their
ratification of or accession to this Act, does not provide for the
protection after the death of the author of all the rights set out in
the preceding paragraph may provide that some of these rights
may, after death, cease to be maintained.
(3) The means of redress for safeguarding the rights granted by this
Article shall be governed by the legislation of the country where
protection is claimed.12
Artinya:
(1) Independensi dari hak ekonomi pencipta, dan bahkan setelah
pengalihan hak tersebut, pencipta berhak untuk menuntut hak
cipta dari ciptaan dan hak untuk menolak setiap prubahan yang
tidak diinginkan, atau tindakan merugikan lainnya.
(2) Hak-hak yang dijelaskan penulis berhubungan dengan paragraf
sebelumnya bahwa, setelah kematiannya, dipertahankan
11
Eddy Damian, Hukum Hak Cipta Menumt Bebcrapa Konvens1 lntemasional.
Undangundang Hak Cipta 1997 dan Pcrlindungannva tcrhadap Buku serta Perjanjian
Penerbitannya, (Bandung : PT.Alumni, 1999), h. 61. 12
Appendix Special Provisions Regarding Developing Countries, Article 6bis, Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pengesahan Berne Convention For
The Protection Of Literary And Artistic Works.
23
setidaknya sampai berakhirnya hak ekonomi, dan harus
dilaksanakan oleh orang atau lembaga yang diberi wewenang
oleh Undang-Undang negara di mana perlindungan diklaim.
Namun, negara-negara yang perUndang-Undangannya, pada saat
ratifikasi atau aksesi mereka terhadap Undang-Undang ini, tidak
memberikan perlindungan setelah kematian pencipta semua hak
yang disebutkan dalam paragraf sebelumnya dapat menetapkan
bahwa beberapa dari hak-hak ini mungkin , setelah kematian,
tidak lagi dipertahankan.
(3) Sebagai upaya ganti rugi untuk melindungi hak-hak yang
diberikan oleh Pasal ini diatur oleh Undang-Undang negara
tempat pendaftaran lisensi ciptaan.
Kesimpulan dari Pasal 6 bis konvennsi bern, yaitu klaim atas hak
kepengarangan (integrity right); dan keberatan atas modifikasi tertentu dan aksi
lainnya yang bertentangan (attribution right).13
Konvensi bern yang memiliki
ruang lingkup dalam karya kesastraan dan karya artistik, menjadi salah satu
perjanjian yang sangat tua dalam sektor hak cipta, yang mencangkup hak-hak
ekslusif seperti hak terjemahan suatu karya tulis dari satu bahasa ke bahasa yang
lain, aransemen musik, kumpulan/koleksi seperti ensiklopedia dan ontologi.14
Aturan mengenai hak-hak terkait dalam pencipta karya sinematografi diatur
dalam Pasal 14 yang berbunyi:
Cinematographic and Related Rights: 1. Cinematographic adaptation
and reproduction; distribution; public performance and public communication
by wire of works thus adapted or reproduced; 2. Adaptation of
Cinematographic productions; 3. No compulsory licenses15
13
Dina Widyaputri K, Perlindungan Hak Cipta, Hak Terkait, Dan Desain Industri, Mimbar
Hukum Vol. 22, Nomor 2, Juni 2010, h. 268. 14
Tim Lindsey (Ed), Eddy Damian, Simon Butt, Dan Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan
Intelektual –Suatu Pengantar, Penerbit Alumni Bandung Dan Asian Law Group: 2003, h. 98-99. 15
Article 14, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 Tentang
Pengesahan Berne Convention For The Protection Of Literary And Artistic Works.
24
Artinya:
“Hak Sinematografi dan Hak Terkait: (1) Adaptasi dan pembuatan ulang
sinematografi; distribusi; kinerja publik dan komunikasi publik melalui peng-
adaptasi atau pembuatan ulang; (2) Adaptasi produksi sinematografi; (3) Tidak
ada lisensi wajib”
Pasal diatas mengatur hak terkait mengenai proses distribusi karya
sinematografi kepada masyarakat luas, produksi karya ciptaan dan lisensi dari
sebuah karya ciptaan tersebut. Lain hal nya dalam perlindungan yang didapat
oleh pencipta atas karyanya tersebut diatur dalam Pasal 15, yaitu:
Right to Enforce Protected Rights: 1. Where author's name is indicated
or where pseudonym leaves no doubt as to author's identity; 2. In the case of
cinematographic works; 3. In the case of anonymous and pseudonymous works;
4. In the case of certain unpublished works of unknown authorship16
Artinya:
“Penegakan perlindungan hukum: 1. Di mana nama pencipta disebutkan
atau di mana nama samaran pencipta dicantumkan dalam karya ciptaannya
sebagai identitas pencipta; 2. Dalam hal karya sinematografi; 3. Untuk karya
anonim dan nama samaran; 4. Dalam kasus karya tertentu yang tidak
dipublikasikan dengan pengarang yang tidak diketahui.”
Pasal 15 dalam konvensi Bern tersebut menegaskan bahwa nama si
pencipta karya sinematografi harus disebutkan, apabila pencipta merupakan
seorang anonim maka wajib menuliskan nama samaran dari si pencipta. Adapun
dalam hal jangka waktu perlindungan hak tersebut sampai tahun ke-50 setelah
kematian dari si pencipta, jika nama pencipta bersifat anonim maka jangka
waktu perlindungan berakhir 50 tahun setelah karyanya tersebar luas untuk
umum.
16
Article 15, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 Tentang
Pengesahan Berne Convention For The Protection Of Literary And Artistic Works.
25
Kovennsi Bern juga mengatur jangka waktu perlindungan hukum
ciptaan ciptaan audiovisual (Cinematographic) , jangka waktu perlindungan
minimumnya adalah 50 tahun sejak ciptaan direkam dan dapat diperoleh
konsumen, jika tidak direkam dan tidak dapat diperoleh konsumen ,
perlindungan hukumnya adalah minimum 50 tahun semenjak diciptakan.17
Perlindungan merupakan salah satu prinsip hadirnya perjanjian Bern ini yang
bertujuan untuk melindungi hak pencipta dibidang karya seni, sastra dan ilmu
pengetahuan dengan harapan adanya perlindungan ini dapat mencegah agar
tidak adanya pelanggaran atau kejahatan di bidang hak pengarang itu.18
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 ayat (6) Konvensi Bern,
The works mentioned in this Article shall enjoy protection in all
countries of the Union. This protection shall operate for the benefit of the
author and his successors in title.
Artinya:
“Sebuah karya cipta yang diterbitkandalam sebuah negara peserta akan
mendapatkan perlindungan juga dari semua negara perhimpunan dan akan
memperoleh perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diberikan kepada
warga negaranya sendiri. Perlindungan ini akan berlaku untuk kepentingan
penulis dan penerusnya dalam hak kepemilikan.”
Pasal diatas menekankan bahwa karya-karya yang disebut sebelumnya
akan menerima perlindungan dalam semua negara persatuan yang merupakan
negara anggota yang menyetujui adanya konvensi ini. Perlindungan ini berlaku
untuk kepentingan si pencipta dan wakil-wakilnya serta kuasa kuasanya yang
sah. Khusus Konvensi Bern yang mengatur tentang perlindungan terhadap hak
cipta, Indonesia secara langsung menjadi bagian dari hukum positif nasional.19
17
Niken Prasetyawati, Perlindungan Hak Cipta Dalam Transaksi Dagang Internasional,
JSH Jurnal Sosial Humaniora, Vol 4 No.1, Juni 2011 h. 75. 18
Okssidelfa Yanto, Konvensi Bern Dan Perlindungan Hak Cipta, Jurnal Surya Kencana
Dua: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol. 6 No.1, Maret 2016, h. 117. 19
Okssidelfa Yanto, Konvensi Bern Dan Perlindungan Hak Cipta, Jurnal Surya Kencana
Dua: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol. 6 No.1, Maret 2016, h. 119.
26
3. Undang-Undang Nomor. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Pertimbangan perumusannya Undang-Undang Nomor. 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta mengacu kepada perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, dan sastra yang sudah sedemikian pesat sehingga memerlukan
peningkatan perlindungan dan jaminan kepastian hukum bagi pencipta,
pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait dan bahwa indonesia telah menjadi
anggota berbagai perjanjian internasional di bidang hak cipta dan hak terkait
sehingga diperlukan implementasi lebih lanjut dalam sistem hukum nasional
agar para pencipta dan kreator nasional mampu berkompetisi secara
internasional.20
Ruang lingkup perlindungan hak cipta adalah ciptaan dalam bidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra yang meliputi karya: buku, program komputer,
pamflet, perwajahan (layout), karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil
karya tulis lain; ceramah, kuliah, pidao, dan ciptaan lain yang sejinis dengan itu;
alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
lagu atau musik dengan atau tanpa teks; drama atau drama musikal, tari,
koreografi, pewayangan dan pantomim; karya seni rupa dalam segala bentuk
seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase; karya
seni terapan; karya arsitektur; peta; karya seni batik atau seni motif lain; karya
fotografi; Potret; karya sinematografi; terjemahan, tafsir, saduran, bunga
rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil
transformasi; terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi
ekspresi budaya tradisional; kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format
yang dapat dibaca dengan Program Komputer maupun media lainnya; kompilasi
ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang
asli; permainan video; dan Program Komputer.
Perlindungan atas objek karya ciptaan termasuk karya sinematografi
otomatis didapatkan setelah adanya pencatatan oleh Direktorat Jenderal Hak
20
R. Diah Imaningrum Susanti, Hak Cipta Kajian Filosofis Dan Historis, setara press,
malang,2017, h. 120.
27
Kekayaan Intelektual (DJHKI). Tata cara pencatatan objek ciptaan termasuk
karya sinematografi ialah , sebagai berikut:21
a. Mengisi formulir pendaftaran ciptaan sebagaimana telah diatur
oleh Menteri Hukum dan HAM dalam bahasa Indonesia dan
diketik rangkap tiga. Lembar pertama dari formulir tersebut
ditandatangani diatas materai Rp. 6.000,-
b. Membuat Surat Permohonan Pendaftaran Ciptaan yang
mencantumkan :
1) Nama, kewarganegaraan dan alamat pencipta
2) Nama, kewarganegaraan dan alamat pemegang hak cipta;
nama, kewarganegaraan dan alamat kuasa : jenis dan judul
ciptaan
3) Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali
4) Uraian ciptaan (rangkap 3)
c. Melampirkan bukti kewarganegaraan pencipta dan pemegang Hak
Cipta yaitu identitas KTP atau Paspor.
d. Apabila pemohon adalah badan hukum, maka pada surat
permohonannya harus melampirkan Akta Pendirian Badan Hukum
beserta SK Pengesahan Kemenkumham.
e. Apabila permohonan dilakukan oleh kuasanya maka diperlukan
surat kuasa beserta identitas KTP kuasanya.
f. Melampirkan contoh ciptaan yang dimohonkan pendaftarannya.
Apabila dalam bentuk video iklan wajib dicantumkan dalam
bentuk mp4.
Adapun untuk memudahkan para para pencipta pencatatan objek hak
cipta juga dapat dilakukan melalui online dengan cara membuka website
21
Pentingnya Pendaftaran Hak Cipta Bagi Hasil Karya Sinematografi Seperti Film, Iklan
Tv Komersil, Dan Video https://jasaparalegal.co.id/pendaftaran-hak-cipta-sinematografi/ diakses