PERKEMBANGAN SOSIOLOGI PENDIDIKAND
I
S
U
S
U
NOLEHKELOMPOK 1
NAMANPM
DETIRA PUTRI1006010020
M. MUKTAR NASUTION1006010016
NUR AINUN1006010031
SITI AISYAH1006010003
WINDA SARI1006010005
DOSEN PENGAMPUH:SAMIO,M.S,S.Pd
SEMESTER III
PENDIDIKAN BAHASA INGGRISFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKANUNIVERSITAS AL-WASHLIYAH
MEDAN2011
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmannirrahim.Syukur alhamdulillah penulis ucapkan
kehadirat Allah SWT . Karena atas rahmat dan nikmat Nya, penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan judul
Perkembangan Sosiologi Pendidikan. Makalah ini disusun untuk
memperoleh nilai tugas kelompok mata kuliah Sosiologi Pendidikan.
Shalawat dan salam penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah menyampaikan risalahnya kepada manusia untuk membimbing
umatnya ke jalan yang diridhoi Allah SWT. Dalam makalah ini akan
dijelaskan tentang masalah yang berhubungan dengan judul makalah.
Untuk mempermudah penyusunan makalah ini penulis mengambil variabel
yang menyangkut sosiologi pendidikan, diantaranya penulis akan
memaparkan pengertian sosiologi pendidikan, tujuan , dan kontribusi
sosiologi dalam dunia pendidikan, serta contoh perkembangannya di
Indonesia dan secara global. Penulis berharap semoga isi makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, dan mudah-mudahan
pembahasan ini dapat menjadi bahan acuan dalam menyelesaikan
tugas-tugas yang dihadapi para mahasiswa.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan makalah ini masih
belum sempurna, masih banyak terdapat kejanggalan dan kekurangan
dikarenakan kurang luasnya wawasan penulis, oleh karena itu penulis
sangat mengharap kritik dan saran ataupun sanggahan yang sifatnya
membangun dari berbagai pihak demi kesempunaan makalah ini.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan makalah ini baik secara langsung maupun tidak
langsung. Semoga segala bantuannya mendapat balasan dari Allah SWT
dan memberi manfaat bagi kita semua.
Medan, 06 Oktober 2011
Penulis
DAFTAR ISIKata Pengantar...i
Daftar Isi.iii
BAB IPendahuluan.1
A. Latar Belakang Masalah.1
B. Perumusan Masalah.1
C. Tujuan Makalah...2
BAB IIPembahasan..3
A. Definisi Sosiologi Pendidikan3
1. Sejarah Istilah Sosiologi.3
2. Definisi Sosiologi Pendidikan4
B. Tujuan Sosiologi Pendidikan..8
C. Kontribusi atau Peran Sosiologi Pendidikan..14
D. Perbandingan Perkembangan Sosiologi Pendidikan.24
BAB IIIPenutup29
Kesimpulan.29
Daftar Putaka.iv
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu usaha yang berjalan secara terus
menerus untuk menjadikan manusia ( masyarakat ) mencapai taraf
kemakmuran. Setiap manusia membutuhkan pendidikan sampai kapanpun
dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab
tanpa pendidikan manusia akan sulit untuk berkembang bahkan
terbelakang.
Dewasa ini, tidak ada yang bisa memungkiri signifikansi
pendidikan bagi pengembangan manusia dan menciptakan masa depan
yang lebih baik. Semakin luas wawasan pendidikan semakin besar
kemungkinan kita menimbang dengan lebih baik apa yang harus
dikerjakan di masa depan dan bagaimana mengerjakannya dalam rangka
menciptakan reformasi dan pemberdayaan manusia yang lebih beradab
dan santun.
Seorang manusia akan memiliki perilaku yang berbeda dengan
manusia lainnya walaupun orang tersebut kembar siam. Ada yang baik
hati suka menolong serta rajin menabung dan ada pula yang
prilakunya jahat yang suka berbuat kriminal menyakitkan hati.
Manusia juga saling berhubungan satu sama lainnya dengan melakukan
interaksi dan membuat kelompok dalam masyarakat.
Perkembangan masyarakat pada abad 20 ini tidak dapat lepas dari
berbagai macam pengaruh masuknya tata nilai budaya yang baru.
Perubahan struktur masyarakat menyebabkan lahirnya berbagai topik
kajian sosiologi. Sosiologi berasal dari bahasa yunani yaitu kata
socius dan logos, di mana socius memiliki arti kawan / teman dan
logos berarti kata atau berbicara. Menurut Bapak Selo Soemardjan
dan Soelaiman Soemardi, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari
struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk
perubahan-perubahan sosial.B. Perumusan Masalah
Agar masalah yang akan dibahas tidak terlalu luas, maka penulis
membatasi
Permasalahan sepanjang hal-hal yang berkaitan dengan:
1. Definisi sosiologi pendidikan.2. Tujuan sosiologi
pendidikan.3. Kontribusi sosiologi dalam dunia pendidikan.4.
Perbandingan perkembangan sosiologi pendidikan secara global dengan
di Indonesia.C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan makalah ini yaitu sebagai jawaban atas
permasalahan yang ada dalam makalah. Serta sebagai tambahan nilai
tugas kelompok mata kuliah Sosoiologi Pendidikan . Diharapkan
makalah ini juga dapat memberikan manfaat bagi para pembaca untuk
menambah wawasan tentang dunia pendidikan.
BAB II
PEMBAHASANA. Definisi Sosiologi Pendidikan
1. Sejarah Istilah sosiologi(1842) Istilah Sosiologi sebagai
cabang Ilmu Sosial dicetuskan pertama kali oleh ilmuwan Perancis,
bernama August Comte tahun 1842 dan kemudian dikenal sebagai Bapak
Sosiologi. Sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang
masyarakat lahir di Eropa karena ilmuwan Eropa pada abad ke-19
mulai menyadari perlunya secara khusus mempelajari kondisi dan
perubahan sosial. Para ilmuwan itu kemudian berupaya membangun
suatu teori sosial berdasarkan ciri-ciri hakiki masyarakat pada
tiap tahap peradaban manusia. Comte membedakan antara sosiologi
statis, dimana perhatian dipusatkan pada hukum-hukum statis yang
menjadi dasar adanya masyarakat dan sosiologi dinamis dimana
perhatian dipusatkan tentang perkembangan masyarakat dalam arti
pembangunan. Rintisan Comte tersebut disambut hangat oleh
masyarakat luas, tampak dari tampilnya sejumlah ilmuwan besar di
bidang sosiologi. Mereka antara lain
Spencer" Herbert Spencer, Karl Marx, Emile Durkheim, Ferdinand
Tnnies, Georg Simmel, Max Weber, dan Pitirim Sorokin(semuanya
berasal dari Eropa). Masing-masing berjasa besar menyumbangkan
beragam pendekatan mempelajari masyarakat yang amat berguna untuk
perkembangan Sosiologi. mile Durkheim ilmuwan sosial Perancis
berhasil melembagakan Sosiologi sebagai disiplin akademisEmile
memperkenalkan pendekatan fungsionalisme yang berupaya menelusuri
fungsi berbagai elemen sosial sebagai pengikat sekaligus pemelihara
keteraturan sosial.
(1876) Di Inggris
Spencer" Herbert Spencer mempublikasikan Sosiology dan
memperkenalkan pendekatan analogi organik, yang memahami masyarakat
seperti tubuh manusia, sebagai suatu organisasi yang terdiri atas
bagian-bagian yang tergantung satu sama lain.
Karl Marx memperkenalkan pendekatan materialisme dialektis, yang
menganggap konflik antar-kelas sosial menjadi intisari perubahan
dan perkembangan masyarakat.Max Weber memperkenalkan pendekatan
verstehen (pemahaman), yang berupaya menelusuri nilai, kepercayaan,
tujuan, dan sikap yang menjadi penuntun perilaku manusia.Di Amerika
Lester F. Ward mempublikasikan Dynamic Sosiology.2. Definisi
Sosiologi Pendidikan
a.Sosiologi
Sosiologi pendidikan terdiri dari dua kata, sosiologi dan
pendidikan. Kedua istilah ini dari segi etimologi tentu saja
berbeda maksudnya, namun dalam sejarah hidup dan kehidupan serta
budaya manusia, kedua ini menjadi satu kesatuan yang terpisahkan.
Terutama dalam system memberdayakan manusia, dimana sampai saat ini
memanfaatkan pendidikan sebagai instrument pemberdayaan
tersebut.
Sosiologi adalah:1. Ilmu yang mempelajari hubungan antara
manusia dengan kelompok-kelompok 2. Penelitian secara ilmiah
terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial
Menurut para ahli pengertian sosiologi adalah:
1. Pitirim SorokinSosiologi adalah ilmu yang mempelajari
hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial
(misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral) .
2. Roucek dan Warren Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari
hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok 3. William F.
HYPERLINK
"http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=William_F._Ogburn&action=edit&redlink=1"
Ogburn dan Mayer F.
HYPERLINK
"http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Mayer_F._Nimkopf&action=edit&redlink=1"
Nimkopf
Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi
sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial.
4. J.A.A Von Dorn dan C.J. Lammers Sosiologi adalah ilmu
pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses
kemasyarakatan yang bersifat stabil.5. Max Weber Sosiologi adalah
ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.
6. Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi Sosiologi adalah ilmu
kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses
sosial termasuk perubahan sosial.Sosiologi dapat digolongkan pada
salah satu bentuk ilmu pengetahuan (sosial) atau social science.
Oleh karena itu, Sosiologi juga mempunyai beberapa unsur pokok
yaitu :
Pengetahuan (knowledge)
Tersusun secara sistematis
Menggunakan pemikiran
Dapat dikontrol atau dikritisi oleh orang lain
Adapun ciri-ciri sosiologi sebagai suatu bentuk ilmu pengetahuan
antara lain :
Sosiologi bersifat empiris
Sosiologi bersifat teoritis
Sosiologi bersifat kumulatif
Sosiologi bersifat nonetis
Namun ada karakteristik yang membedakan sosiologi dengan
disiplin sosial yang lain, yaitu (Soekamto, 1999)
Sosiologi termasuk kelompok ilmu sosial, yaitu kelompok ilmu
yang mempelajari peristiwa atau gejala-gejala sosial
Sosiologi bersifat kategoris yaitu tidak normatif, membicarakan
obyeknya secara apa aqdanya (des sein) dan bukan bagaimana
seharusnya (das sollen)
Sosiologi bersifat generalis, yaitu Sosiologi meneliti atau
mencari prinsip atau hukum-hukum umum interaksi manusia
Sosiologi bersifat abstrak yaitu wujud kesatuannya yang bersifat
umum atau terpisah-pisah
Sosiologi merupakan ilmu yang umum, yaitu mempelajari umum yang
ada pada setiap interaksi umum. Yaitu mempelajari gejala-gejala
yang khusus
Sosiologi termasuk ilmu murni yaitu tujuan penelitian Sosiologi
semata-mata demi perkembangan ilmu itu sendiri bukan untuk
kepentingan kehidupan praktis
Aplikasi Sosiologi yaitu Sosiologi pendidikan. Sosiologi
merupakan sebuah disiplin yang dihasilkan dari persilangan antara
ilmu pendidikan dengan Sosiologi. Sosiologi pendidikan merupakan
salah satu cara Sosiologi memfokuskan kajiannya pada masalah
pendidikan, baik secara umum maupun khusus.Ada beberapa pengertian
mengenai Sosiologi Pendidikan, diantaranya (Gunawan, 2000)
Menurut Dictionary of Sociolo, Sosiologi Pendidikan merupakan
Sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah
pendidikan yang fundamental
Menurut Nasution, Sosiologi pendidikan merupakan ilmu untuk
mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk
mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik
Menurut FG Robbins, Sosiologi pendidikan merupakan Sosiologi
khusus yang bertugas menyelidiki struktur dan dinamika proses
pendidikan
Menurut E.G Payne, Sosiologi Pendidikan merupakan studi yang
komprehensif tentang segala aspek pendidikan dari segi Sosiologi
yang diterapkan.b.Pendidikan
Secara Epistomology ( bahasa ) arti Pendidikan berasal dari
bahasa Yunani yaitu Paedagogik. Paedegogik terdiri dari dua suku
kata yaitu Paeda yang artinya anak dan Gogos yang artinya
membimbing. Jadi, secara bahasa Pendidikan diartikan sebagai suatu
kegiatan membimbing anak yang dilakukan oleh orang-orang
dewasa.
Definisi maha luas dari arti pendidikan yaitu:
1. Pendidikan adalah hidup.
2. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung
dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup.
3. Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi
pertumbuhan individu.
Definisi maha sempit dari arti pendidikan yaitu:
1. Pendidikan adalah sekolah.
2. Pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan di sekolah
sebagai pendidikan formal.
3. Pendidikan adalah segala pengaruh yang diupayakan sekolah
terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanya agar mempunyai
kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap
hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka.
Definisi alternatif atau luas terbatas dari arti pendidikan
yaitu:
1. Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga,
masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,
dan latihan yang berlangsung di sekolah sepanjang hayat, untuk
mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam
lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang.
2. Pendidikan adalah pengalaman-pengalaman belajar terprogram
dalam bentuk pendidikan formal, nonformal, dan informal di sekolah
dan luar sekolah, yang berlangsung seumur hidup yang bertujuan
optimalisasi pertimbangan kemampuan-kemampuan individu, agar di
kemudian hari dapat memainkan peranan hidup secara tepat.
Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara, arti dari pendidikan
yaitu:
1. Pendidikan adalah tuntunan didalam hidup tumbuhnya
anak-anak.
2. Pendidikan berarti daya upaya untuk mengajukan perkembangan
budi pekerti, pikiran, dan jasmani anak-anak.Menurut Frederick J.
Mc. Donald, pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang
diarahkan untuk merubah tabiat manusia. Jadi secara umum pengertian
Sosiologi pendidikan adalah studi mengenai bagaimana institusi
publik dan pengalaman individu memengaruhi pendidikan dan hasilnya.
Studi ini lebih mempelajari sistem sekolah umum di masyarakat
industri modern, termasuk perluasan pendidikan tinggi, lanjut,
dewasa, dan berkelanjutan.
E. Goerge Payne (dalam Faisal dan Yasik, 1985) yang merupakan
bapak sosiologi pendidikan memberikan penekanan bahwa dalam
lembaga-lembaga, kelompok-kelompok sosial dan proses sosial
terdapat hubungan yang saling terjalin, di mana di dalam interaksi
sosial itu individu memperoleh dan mengorganisasikan pengalamannya.
Berikut ini adalah beberapa pengertian-defenisi sosiologi
pendidikan menurut para ahli:
1. F.G. Robbins, sosiologi pendidikan adalah sosiologi khusus
yang tugasnya menyelidiki struktur dan dinamika proses pendidikan.
Struktur mengandung pengertian teori dan filsafat pendidikan,
sistem kebudayaan, struktur kepribadian dan hubungan kesemuanya
dengantata sosial masyarakat. Sedangkan dinamika yakni proses
sosial dan kultural, proses perkembangan kepribadian,dan hubungan
kesemuanya dengan proses pendidikan.
2. H.P. Fa irchild dalam bukunya Dictionary of Sociology
dikatakan bahwa sosiologi pendidikan adalah sosiologi yang
diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang
fundamental. Jadi ia tergolong applied sociology.
3. Pro f. DR S. Nasution,M.A., Sosiologi Pendidikan dalah ilmu
yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses
pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu agar lebih
baik.
4. F.G Robbins dan Brown, Sosiologi Pendidikan ialah ilmu yang
membicarakan dan menjelaskan hubungan-hubungan sosial yang
mempengaruhi individu untuk mendapatkan serta mengorganisasi
pengalaman. Sosiologi pendidikan mempelajari kelakuan sosial serta
prinsip-prinsip untuk mengontrolnya.
5. E.G Payne, Sosiologi Pendidikan ialah studi yang komprehensif
tentang segala aspek pendidikan dari segi ilmu sosiologi yang
diterapkan.
6. Drs. Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan ialah ilmu
pengetahuan yang berusaha memecahkan masalah-masalah pendidikan
dengan analisis atau pendekatan sosiologis.
Dari beberapa defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
sosiologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek
pendidikan, baik itu struktur, dinamika, masalah-masalah
pendidikan, ataupun aspek-aspek lainnya secara mendalam melalui
analisis atau pendekatan sosiologis.B. Tujuan Sosiologi
Pendidikan
Francis Broun mengemukakan bahwa sosiologi pendidikan
memperhatikan pengaruh keseluruhan lingkungan budaya sebagai tempat
dan cara individu memproleh dan mengorganisasi pengalamannya.
Sedang S. Nasution mengatakan bahwa sosiologi pendidikan adalah
Ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses
pendidikan untuk memproleh perkembangan kepribadian individu yang
lebih baik. Dari kedua pengertian dan beberapa pengertian yang
telah dikemukakan dapat disebutkan beberapa konsep tentang tujuan
sosiologi pendidikan, yaitu sebagai berikut:
1. Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis proses
sosialisasi anak, baik dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Dalam hal ini harus diperhatiakan pengaruh lingkungan dan
kebudayaan masyarakat terhadap perkembangan pribadi anak. Misalnya,
anak yang terdidik dengan baik dalam keluarga yang religius,
setelah dewasa/tua akan cendrung menjadi manusia yang religius
pula. Anak yang terdidik dalam keluarga intelektual akan cendrung
memilih/mengutamakan jalur intlektual pula, dan sebagainya.
2. Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis perkembangan dan
kemajuan social. Banyak orang/pakar yang beranggapan bahwa
pendidikan memberikan kemungkinan yang besar bagi kemajuan
masyarakat, karena dengan memiliki ijazah yang semakin tinggi akan
lebih mampu menduduki jabatan yang lebih tinggi pula (serta
penghasilan yang lebih banyak pula, guna menambah kesejahteraan
social). Disamping itu dengan pengetahuan dan keterampilan yang
banyak dapat mengembangkan aktivitas serta kreativitas social.
3. Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis status pendidikan
dalam masyarakat. Berdirinya suatu lembaga pendidikan
dalammasyarakat sering disesuaikan dengan tingkatan daerah di mana
lembaga pendidikan itu berada. Misalnya, perguruan tinggi bisa
didirikan di tingkat propinsi atau minimal kabupaten yang cukup
animo mahasiswanya serta tersedianya dosen yang bonafid.
4. Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis partisipasi
orang-orang terdidik/berpendidikan dalam kegiatan social.
Peranan/aktivitas warga yang berpendidikan / intelektual sering
menjadi ukuan tentang maju dan berkembang kehidupan masyarakat.
Sebaiknya warga yang berpendidikan tidak segan- segan
berpartisipasi aktif dalam kegiatan social, terutama dalam
memajukan kepentingan / kebutuhan masyarakat. Ia harus menjadi
motor penggerak dari peningkatan taraf hidup social.
5. Sosiologi pendidikan bertujuan membantu menentukan tujuan
pendidikan. Sejumlah pakar berpendapat bahwa tujuan pendidikan
nasional harus bertolak dan dapat dipulangkan kepada filsafat hidup
bangsa tersebut. Seperti di Indonesia, Pancasila sebagai filsafat
hidup dan kepribadian bangsa Indonesia harus menjadi dasar untuk
menentukan tujuan pendidikan Nasional serta tujuan pendidikan
lainnya. Dinamika tujuan pendidikan nasional terletak pada
keterkaitanya dengan GBHN, yang tiap 5 (lima) tahun sekali
ditetapkan dalam Sidang Umum MPR, dan disesuaikan dengan era
pembangunan yang ditempuh, serta kebutuhan masyarakat dan kebutuhan
manusia.
6. Menurut E. G Payne, sosiologi pendidikan bertujuan utama
memberi kepada guru- guru (termasuk para peneliti dan siapa pun
yang terkait dalam bidang pendidikan) latihan latihan yang efektif
dalam bidang sosiologi sehingga dapat memberikan sumbangannya
secara cepat dan tepat kepada masalah pendidikan. Menurut
pendapatnya, sosiologi pendidikan tidak hanya berkenaan dengan
proses belajar dan sosialisasi yang terkait dengan sosiologi saja,
tetapi juga segala sesuatu dalam bidang pendidikan yang dapat
dianalis sosiologi. Seperti sosiologi yang digunakan untuk
meningkatkan teknik mengajar yaitu metode sosiodrama, bermain
peranan (role playing) dan sebagainya.dengan demikian sosiologi
pendidikan bermanfaat besar bagi para pendidik, selain berharga
untuk mengalisis pendidikan, juga bermanfaat untuk memahami
hubungan antara manusia di sekolah serta struktur masyarakat.
Sosiologi pendidikan tidak hanya mempelajari masalah masalah sosial
dalam pendidikan saja, melainkan juga hal hal pokok lain, seperti
tujuan pendidikan, bahan kurikulum, strategi belajar, sarana
belajar, dan sebagainya. Sosiologi pendidikan ialah analisis ilmiah
atas proses sosial dan pola- pola sosial yang terdapat dalam sistem
pendidikan.
Tujuan Sosiologi Pendidikan
Sosiologi Pendidikan dalam perkembangannya mempunyai beberapa
tujuan praktis, diantaranya adalah :
Memberikan analisis terhadap pendidikan sebagai alat kemajuan
sosial.
Merumuskan tujuan pendidikan
Sebagai sebuah bentuk aplikasi Sosiologi terhadap pendidikan
Menjelaskan proses pendidikan sebagai proses sosialisasi
Memberikan pengajaran Sosiologi bagi tenaga-tenaga kependidikan
dan penelitian pendidikan
Menjelaskan peranan pendidikan di masyarakat
Menjelaskan pola interaksi di sekolah dan antara sekolah dengan
masyarakat
Jika dilihat zaman peradaban yunani pada masa Plato (427-327
BC), pendidikannya lebih mengutamakan penciptaan manusia sebagai
pemikir, kemudian sebagai ksatria dan penguasa. Pada zaman Romawi,
seperti masa kehidupan Cicero (106-43 BC), pendidikan mengutamakan
penciptaan manusia yang hmanistis. Pada abad pertengahan,
pendidikan mengutamakan menjadikan manusia sebagai pengabdi Khalik
(baik versi Islam maupun versi Kristiani). Pada abad pertengahan
(1600-an-1800-an), melahirkan teori Nativisme (Rousseau,
1712-1778), Empirisme oleh Locke (1632-1704) dan konvergensi oleh
Stern (1871-1939). Semuanya cendrung kepada nilai individu anak
sebagai manusia yang memiliki karakteristik yang unik.
Menurut Nasution (1999:2-4) ada beberapa konsep tentang tujuan
Sosiologi Pendidikan, antara lain sebagai berikut:
1. analisis proses sosiologi
2. analisis kedudukan pendidikan dalam masyarakat,
3. analisis intraksi social di sekolah dan antara sekolah dengan
masyarakat
4. alat kemajuan dan perkembangan social
5. dasar untuk menentukan tujuan pendidikan
6. sosiologi terapan, dan
7. latihan bagi petugas pendidikan.
Konsep tentang tujuan sosiologi pendidikan di atas menunjukkan
bahwa aktivitas masyarakat dalam pendidikan merupakan sebuah proses
sehingga pendidikan dapat dijadikan instrument oleh individu untuk
dapat berintraksi secara tepat di komunitas dan masyarakatnya. Pada
sisi yang lain, sosiologi pendidikan akan memberikan penjelasan
yang relevan dengan kondisi kekinian masyarakat, sehingga setiap
individu sebagai anggota masyarakat dapat menyesuaikan diri dengan
pertumbuhan dan perkembangan berbagai fenomena yang muncul dalam
masyarakatnya.
Namun demikian, pertumbuhan dan perkembangan masyarakat
merupakan bentuk lain dari pola budaya yang dibentuk oleh suatu
masyarakat. Pendidikan tugasnya tentu saja memberi penjelasan
mengapa suatu fenomena terjadi, apakah fenomena tersebut merupakan
sesuatu yang harus terjadi, dan bagaimana mengatasi segala
implikasi yang bersifat buruk dari berkembangnya fenomena tersebut,
sekaligus memelihara implikasi dari berbagai fenomena yang ada.
Tujuan sosiologi pendidikan pada dasarnya untuk mempercepat dan
meningkatkan pencapaian tujuan pendidikan secara keseluruhan.
Karena itu, sosiologi pendidikan tidak akan keluar darim
uapaya-upaya agar pencapaian tujuan dan fungsi pendidikan tercapai
menurut pendidikan itu sendiri. Secara universalm tujuan dan fungsi
pendidikan itu adalah memanusiakan manusia oleh manusia yang telah
memanusia. Itulah sebabnya system pendidikan nasional menurut UUSPN
No. 2 Tahun 1989 pasal 3 adalah untuk mengembangkan kemampuan serta
meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam
rangka upaya mewujudkan tujaun nasional. Menurut fungsi tersebut
jelas sekali bahwa pendidikan diselenggarakan adalan: (1) untuk
mengembangkan kemampuan manusia Indonesia, (2) meningkatkan mutu
kehidupan manusia Indonesia (3) meningkatkan martabat manusia
Indonesia, (4) mewujudkan tujuan nasional melalui manusia-masusia
Indonesia. Oleh karena itu pendidikan diselenggarakan untuk manusia
Indonesia sehingga manusia Indonesia tersebut memiliki kemampuan
mengembangkan diri,mmeningkatkan mutu kehidupan, meninggikan
martabat dalam ragka mencapai tujuan nasional.
Upaya pencapaian tujuan nasional tersebut adalah untuk
menciptakan masyarakat madani, yaitu suatu masyarakat yang
berpradaban yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang
sadar akan hak dan kewajibannya, demokratis, bertanggungjawab,
berdisiplin, menguasai sumber informasi dalam bidang iptek dan
seni, budaya dan agama (Tilaar, 1999). Dengan demikian proses
pendidikan yang berlangsung haruslah menciptakan arah yang segaris
dengan upaya-upaya pencapaian masyarakat madani tersebut.
Menurut pandangan Nurcholis Majid mengemukakan bahwa masyarakat
madani itu adalah masyarakat yang berindikasi seperti termaktub
dalam piagam madinah pada zaman Rasulullah Muhammad SAW (Tilaar,
2000).
Saat ini kita mengalami perubahan yang begitu cepat dan drastic,
sehingga terjadi perubahan nilai dan menciptakan perbedaan dalam
melihat berbagai nilai yang berkembang dalam masyarakat. Menurut
Langgulung (1993:389) kelompokpertama melihat nilai-nilai lama
mulai runtuh sedangkan nilai-nilai baru belum muncul yntuk
menggantikan yang lama, sedang kelompok kedua melihat keruntuhan
nilali-nilai lama itu, tetapi dalam waktu yang bersamaan dapat
melihat bagaimana nilai-nilai lama itu, menyelinap masuk kedalam
nilai-nilai baru dan membantu menegakkannya.
Perubahan nilai-nilai dalam masyarakat bukan berarti tidak
terperhatikan oleh masyarakat. Namun dalam memperhatikan
nilali-nilai yang berkembang tersebut, arah yang menjadi anutan
antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya tidaklah sama.
Tidak semua masyarakat secara terarah memahami arah dan tujuan
hidup secara benar. Arah dan tujuan yang benar menurut Mulkham
(1993:195) adalah secara garis besar arah dan tujuan hidup manusia
dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap. Tahap pertama, mengenai
kebenaran, tahap kedua, memihak kepada kebenaran dan tahap terakhir
adalah berbuat ikhsan secara dan secara individual maupun social
yangb terealisasi dalam laku ibadah.
Sampai saat ini pendidikan dianggap dapat dijadikan sebagai
sarana yang efektif dalam menyadarkan manusia baik sebagai individu
maupun sebagai anggota komunitas dan masyarakat. Pendidikan akan
mengembangkan kecerdasan dan penguasaan ilmu pengetahuan, pada sisi
yang lain agama akan semakin popular dan terinternalisasi dalam
diri setiap pemeluknya, jika diberikan melalui pendidikan.
Dan tujuan sosiologi pendidikan yang lain adalah:
1. Menganalisis proses sosialisasi anak 2. Menganalisis status
pendidikan dalam masyarakat 3. Menganalisis interaksi sosial di
sekolah dan antara sekolah dengan masyarakat 4. Membantu menentukan
tujuan pendidikan 5. Melatih guru melakukan analisis sosial agar
dapat memberikan sumbangan pemikiran secara cepat dan tepat atas
masalah pendidikan C. Kontribusi atau Peran Sosiologi
Pendidikan
Kontribusi Sosiologi Terhadap Sistem Sekolah Sebagai Suatu
Organisasi
Seiring dengan bergulirnya roda sejarah kehidupan, maka prestasi
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh manusia menjadi
sedemikian kompleks, sehingga pada fase inilah konsep pengetahuan
dan kemampuankemampuan gemilangnya telah menjadi penentu arah
kehidupan di masa yang akan datang. Beberapa faktor telah
melatarbelakangi terbentuknya lembaga-lembaga tertentu untuk
mengelola alokasi pemenuhan kebutuhan di antaranya, (1) pertumbuhan
jumlah populasi manusia yang mempengaruhi tingkat penguasaan dan
ketersediaan sumber daya alam, (2) kompleksnya pranata kebudayaan
dan mekanisme pengetahuan beserta teknologi terapan, dan (3)
implikasi tingkat akal budi dan mentalitas manusia yang kian
rasional.
.Secara singkat, terbentuknya lembaga pendidikan merupakan
konsekuensi logis dari taraf perkembangan masyarakat yang sudah
kompleks. Sehingga untuk mengorganisasikan perangkat-perangkat
pengetahuan dan keterampilan tidak memungkinkan ditangani secara
langsung oleh masing-masing keluarga. Perlunya pihak lain yang
secara khusus mengurusi organisasi dan apresiasi pengetahuan serta
mengupayakan untuk ditransformasikan kepada para generasi muda agar
terjamin kelestariaannya merupakan cetak biru kekuatan yang
melatarbelakangi berdirinya sekolah sebagai lembaga pendidikan.
Walaupun wujudnya berbeda-beda dalam tiap-tiap negara,
keberadaan sekolah merupakan salah satu indikasi terwujudnya
masyarakat modern. Dalam hal ini para sosiolog telah melakukan
ikhtiar ilmiah untuk menentukan taraf evolusi perkembangan
masyarakat manusia. Dimulai dari Auguste Comte (1798-1857) dengan
karyanya yang berjudul Course de philosophie Positive (1844).
Beliau menekankan hukum perkembangan masyarakat yang terdiri dari
tiga jenjang, yaitu jenjang teologi dimana manusia mencoba
menjelaskan gejala di sekitarnya dengan mengacu pada hal yang
bersifat adikodrati. Taraf perkembangan selanjutnya disusul
pencapaian manifestasi kemampuan manusia untuk menangkap fenomena
lingkungan dengan menyandarkan pada kekuatan-kekuatan metafisik
atau abstrak. Hingga pada level tertinggi, taraf positif. Iklim
kehidupan demikian ditandai dengan prestasi kemampuan manusia untuk
menjelaskan gejala alam maupun sosial berdasar pada deskripsi
ilmiah melalui pemahaman kekuasaan hukum objektif (Sunarto, 2000:
3). Dari pengertian tersebut perwujudan manusia positivis hanya
mampu ditopang oleh orientasi pendidikan yang sudah terlembaga
secara mantap melalui aplikasi fungsi sekolah-sekolah modern.
Di lain pihak, tak kalah pentingnya buah pikiran Emile Durkheim
(1858-1912) berupa buku yang berjudul The Division of Labour in
Society (1968) juga menganalisis kecenderungan masyarakat maju yang
di dalamnya terdapat pembagian kerja dalam pemetaan bidang-bidang
ekonomi, hukum, politik, pendidikan, kesenian dan bahkan keluarga.
Gejala tersebut merupakan dampak dari penerapan sistem ekonomi
industri yang di dalamnya memerlukan memerlukan spesialisasi peran
untuk mengusung keberhasilan dalam memenuhi kebutuhan hidup para
anggotanya (Johson, 1986: 181-184). Sekali lagi ilustrasi di atas
hanya dapat tercermin pada konteks organisasi lembaga pendidikan
yang telah mampu memproduk manusia profesional dengan spesifikasi
keahlian. Sedangkan untuk mewujudkan figur-figur manusia itu hanya
mampu dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan modern.Dari kedua
pernyataan ilmiah para tokoh sosiologi di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa keberadaan sekolah yang mewarnai dunia kehidupan
manusia saat ini merupakan sebuah keniscayaan peradaban modern yang
lekat dengan renik-renik pergulatan ilmu pengetahuan dan aplikasi
teknologi mutakhir. Sementara melihat konteks sosial yang terbentuk
dapat dijawab pula sekolah juga masuk dalam kategori-kategori
organisasi pada umumnya yang mengemban konsekuensi-konsekuensi
organisatoris.
Oleh karena itu keberadaan sekolah patut dimasukkan sebagai
salah satu organisasi yang memanfaatkan mekanisme birokratis dalam
mengelola kerja-kerja institusinya.
Beberapa prinsip penerapan birokrasi juga terdapat dalam lembaga
sekolah antara lain:a.Aturan dan prosedur yang ketat melalui
birokrasi,b. Memiliki hierarki jabatan dengan struktur pimpinan
yang mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda-beda,c. Pelaksanaan
adminstrasi secara professional,d. Mekanisme perekrutan staf dan
pembinaan secara bertanggung jawab,e. Struktur karier yang dapat
diidentifikasikan, danf. Pengembangan hubungan yang bersifa formal
dan impersonal. (Robinson, 1981: 241).
Masih dalam lingkup sekolah sebagai organisasi formal, beberapa
ahli telah menyajikan pranata-pranata manajemen yang berbeda-beda
dalam menerapkan fungsi manajemen di sekolah (Robinson, 1981). Di
antaranya adalah sebagai berikut.a. Manajemen IlmiahPokok-pokok
dari manajemen ilmiah antara lain: Menggunakan alat ukur dan
perbandingan yang jelas dan tepat, Menganalisis dan membandingkan
proses-proses yang telah dicapai, dan Menerima hipotesis terkuat
yang lulus dari verifikasi serta menggunakannya sebagai kriteria
tunggal
Implikasinya jelas, penerapan kriteria tunggal bagi sekolah demi
mencapai maksimalisasi hasil-hasil belajar secara efisien dan
efektif. Tampak jelas jenis manajemen ini berkarakter mekanistis,
ketat, mengutamakan hasil kuantitatif, serta cenderung
mengesampingkan unsur-unsur manusiawi di dalam prosesnya .
b. Sistem Sosio-teknis
Sebagai sistem sosio-teknis, sekolah mencakup banyak hal yang
menjadi input organisasi, namun stafnya akan mengetahui sifat
input-inputnya. Dengan begitu sekolah dapat menentukan
instrumen-instrumen pengolahan demi menjamin hasil yang optimal.
Sampai disini definisi sosio-teknis memberikan titik tekan pada
pengamatan dan pengelompokan jenis-jenis masukan dalam sekolah lalu
ditindaklanjuti dengan cara-cara yang relevan dengan bahan mentah
tersebut. Manajemen sosio-teknis masih menggunakan prinsip
manajemen formal, sehingga beberapa unsur yang melekat pada prinsip
manajemen ilmiah juga dimiliki oleh sistem sosio-teknis .
c. Pendekatan Sistemik
Model pengelolaan yang paling banyak digunakan adalah bentuk
teori sistem. Ciri khas pendekatan ini adalah pengakuan adanya
bagian-bagian suatu sistem yang terkait erat pada keseluruhan.
Hubungan timbal balik itu mengisyaratkan detail bagian yang cukup
kompleks dan proses interaksi secara keseluruhan dalam sebuah
organisasi. Implikasi lain, batas-batas antar bagian harus
diketahui dengan tegas dalam mengidentifikasi komponen-komponen
lembaga sekolah.
Secara internal model teori sistem, mengadopsi penanganan
lembaga formal pada umumnya untuk menggerakkan roda organisasi.
Akan tetapi pendekatan ini juga memperhatikan sistem sosial yang
bekerja di luar sekolah. Tiap sekolah berusaha pula menampung
tuntutan-tuntutan dari para orang tua siswa, industri setempat,
pendapat profesional dan kebijaksanaan pendidikan .
d. Pendekatan Individual
Baik pendekatan manajemen maupun pendekatan sistem cenderung
membendakan organisasi. Organisasi dipandang seakan-akan seperti
makhluk besar yang mengatasi dan mengecilkan peran
anggota-anggotanya (terutama para murid). Sebagai antitesisnya,
maka pendekatan individual mengakomodasi nilai-nilai kemanusiaan
dalam organisasi. Akan tetapi pada perkembangannya pendekatan
individual memiliki dua keompok pandangan yakni :
1) Teori Pasif
Pandangan yang menekankan pengamatan input pendidikan secara
kolektif. Dimana sudut terpenting yang harus diperhatikan oleh
sekolah adalah proses kematangan pribadi para siswa yang harus
difasilitasi, diakomodasi kebutuhannya dan dibimbing menuju
kedewasaan. Oleh karena itu, proporsi organisasi sekolah yang
cenderung mekanistis harus dipola menjadi fleksibel agar para
anggotanya bisa berekspresi dengan optimal (Robinson, 1981:
252).
2) Teori Aktif
Konstruksi pendekatan yang mengutamakan kemampuan aktif para
siswa untuk menginterpretasikan makna-makna normatif dan
tindakan-tindakan yang diharapkan berdasarkan iklim kesadaran
mereka. Menurut Silverman (1970) proses sosialisasi di sekolah
bukanlah imperatif-imperatif moral yang memaksa akan tetapi justru
sekolah menjadi pembantu para siswa dalam mendokumentasi dan
memantapkan makna-makna kehidupan yang didapat oleh mereka sendiri.
Pendekatan ini sangat kental dengan pengaruh aliran fenomenologis
dalam sosiologi. Oleh karena itu teori aktif bermaksud menekankan
makna-makna tafsiran budaya yang didapat oleh individu-individu di
dalam mempersepsikan fungsi sekolah bagi mereka (Robinson, 1981:
254).
Dari sini analisis yang bisa disajikan untuk mengamati
keberadaan sekolah sebagai lembaga formal dalam aktivitas
pendidikannya terbagi menjadi dua lahan persoalan yakni:
a.Penafisiran multi-konsep tentang tujuan organisasi beserta
alokasi peran yang sinergis
Sudah menjadi konsekuensi bagi setiap organisasi untuk
menetapkan tujuan lembaga. Berbeda dengan organisasi pada umumnya,
sekolah memiliki ciri khas yang agak unik, khususnya dari objek
yang menjadi tujuannya. Dengan menetapkan posisi peran kelembagaan
yang bertugas untuk membekali peserta didik seperangkat pengetahuan
dan keterampilan maka sekolah telah mengumandangkan jenis tujuan
yang bersifat abstrak. Hal ini tentu saja berbeda dengan lembaga
lain yang jelas-jelas memiliki objek tujuan konkrit. Contohnya
lembaga perusahaan, tentunya bagi siapa saja akan jelas memahami
arti mencari keuntungan maksimal bagi perusahaan. Baik itu manajer
pemasaran, direktur pabrik, buruh angkutan, sopir, sampai tenaga
administrasi akan jelas mengartikan definisi tujuan tersebut.
Sementara sekolah memiliki tujuan yang bersifat multi-penafsiran
dan agak kabur.Selain itu, dimensi abstrak yang menjadi titik tolak
penafsiran para praktisi sekolah dapat memunculkan hambatan besar
untuk menyatukan pemahaman makna tujuan pendidikan antar posisi.
Berdasarkan struktur organisasi yang terbentuk, guru bertugas
sebagai pelaksana pengajaran kepada siswa, supervisor berfungsi
membina para guru dan tugas formal administratur sekolah ialah
untuk mengkoordinasikan dan memadukan berbagai ragam aktivitas
dalam lingkungan sekolah. Masing-masing pemegang posisi mempunyai
hak dan kewajiban tertentu dalam hubungan dengan posisi lain. Sudah
tentu kompleksitas peranan menimbulkan nilai sosial yang
berbeda-beda dan apabila ditarik dalam suatu prospek tujuan maka
akan melibatkan bermacam-macam penafsiran.
Dipandang dari sudut tujuannya ternyata lembaga sekolah harus
melakukan bermacam-macam proses penyatuan pandangan baik dari
wilayah internal maupun asumsi-asumsi publik di lingkup eksternal.
Telaah sosiologis telah memberikan sumbangan konseptual untuk
membedah objek tujuan sekolah dalam pola pola hubungannya dengan
pihak internal maupun luar lembaga sekolah.
b. Kompleks permasalahan di sekitar orientasi lintas posisi
dalam koridor efisiensi dan efektivitas
Kompleks pertentangan tersebut merupakan derivasi dari
perangkat-perangkat manusia yang memiliki peran-peran spesifik di
lembaga sekolah. Banyak buku teks yang mengemukakan tentang peranan
guru dan adminsitratur pendidikan seolah-olah harmonis dan serba
sinergis. Padahal kenyataan membuktikan, salah satu faktor yang
memberatkan kerja organisasi adalah gejala kesalahpahaman untuk
memahami kawan sekerja berkenaan dengan hak dan kewajiban yang
berbeda sesuai dengan status pekerjaannya.
Kecenderungan yang terjadi, hampir semua tanggung jawab dan
tugas sekolah yang berhubungan dengan siswa selalu dilimpahkan
kepada seorang guru. Sedangkan pemberitaan fungsi-fungsi peran yang
berbeda baik dari aspek bimbingan konseling, pelayanan birokrasi
dan keuangan, serta peran penegak ketertiban dan kedisplinan tidak
pernah tersiar secara utuh kepada para siswa.Tentu saja dalam hal
ini sumbangsih teori sosiologi cukup strategis guna memberikan
gambaran komprehensif tentang gurita konflik yang terbentuk di
lingkungan sekolah dalam kaitan pertentangan antar peran. Dengan
begitu, para praktisi pendidikan diharapkan memiliki bahan mentah
yang lengkap mengenai pola-pola sosial yang tersusun di dunia
pendidikan formal beserta varian-varian permasalahannya .Sekolah
sebagai suatu sistem, juga dipandang sebagai sebuah organisasi yang
berskala luas. Sebagai suatu organisasi, sekolah mempunyai tujuan
organisasi. Tujuan itu yang menjadi arah dan mengarahkan sistem
sosial bersangkutan. Dalam organisasi sekolah terdapat suatu arus
jaringan kerja dari sejumlah posisi yang saling berkaitan (guru,
supervisor dan administrator) di dalam rangka mencapai tujuan
organisasi.Berdasarkan model organisasi bisa dikatakan bahwa tugas
sekolah adalah memberikan pengetahuan dan ketrampilan kepada anak
didik. Dalam hubungan ini supervisor berfungsi membina para guru
supaya bisa bertugas secara lebih efektif dan tugas formal para
administrator sekolah ialah untuk mengkoordinasikan dan memadukan
berbagai ragam aktivitas dalam lingkungan sistem sekolah. Para
pemegang posisi mempunyai hak dan kewajiban tertentu dalam
hubungannya dengan pemegang posisi lain di dalam sistem interaksi
mereka.Di antara para guru berbeda-beda pandangan mengenai tujuan
sekolah. Begitu juga dengan para praktisi lembaga sekolah lainnya
juga tidak mempunyai kesamaan dalam pandangan tuuan pendidikan.
Bukti penelitian menunjukkan salah satu sumber utama yang
melahirkan konflik dikalangan masyarakat praktisi mengenai tujuan
dan program sekolah. Dan mereka tidak sadar akan kontroversi
pertentangan mengenai tujuan sekolah. Dan perbedaan itu sering
tidak muncul ke permukaan untuk dibahas secara terbuka. Sehingga
hal ini menyebabkan adanya penghalang utama untuk keefektifan
tindakan kelompok dan harmonisnya hubungan sosial.Kesamaan pendapat
mengenai batasan peranan para pemegang posisi pendidikan juga
meragukan. Mereka yang bekerja bersama-sama dalam dunia pendidikan,
seringkali tak memiliki pandangan atau pendapat yang sama mengenai
hak dan kewajiban yang terkait dengan posisinya masing-masing.
Di dalam sekolah juga terdapat konflik intern, yaitu masalah
harapan dari pihak lainnya kepada pihak lainnya antar pemegang
posisi. Satu sama lain saling memberikan harapan. Harapan ini
terkait tugas-tugas yang harus dijalankan oleh setiap pemegang
posisi. Begitu juga orang tua wali menginginkan pengaturan masalah
kediplinan sekolah, besar uang sekolah, penerimaan murid baru,
kelulusan dan lain sebagainya.
Memandang sekolah sebagai suatu organisasi formal, dari kacamata
sosiologis menisyaratkan adanya rintangan organisasi yang besar
untuk berfungsi secara efektif. Kesimpulan pembahasan ini, ada dua
penyebab masalah dalam sekolah. Yaitu kurangnya kata persetujuan
mengenai tujuan organisasi sekolah itu sendiri dan kurangnya
kesepakatan tentang batasan peranan dari masing-masing pemegang
posisi pendidikan .
2. Kontribusi Sosiologi Terhadap Kegiatan Kelas Sebagai Suatu
Sistem Sosial
Suatu analisis tentang struktur kompetisi beserta pengaruhnya
terhadap prestasi belajar di sekolah menengah, secara nyata
mempunyai implikasi untuk mengisolasikan kekuatan-kekuatan yang
mempengaruhi hasil belajar suatu kelas. Gordon dan Bpookover ahli
dari Amerika menyarankan pentingnya tinjauan sosiologis di dalam
mengkaji struktur dan fungsi ruangan kelas sebagai suatu sistem
sosial.
Dewasa ini penelaahan sosiologis dan sosio-psikologis mengenai
ruangan kelas sebagai suatu sistem, sudah tak diragukan lagi nilai
guna dan kontribusinya. Kontribusi empiris utama dari para sosiolog
selama ini, yaitu di dalam menelaah struktur sosiometrik di kelas,
dan memilihkan sumber-sumber tekanan dan ketegangan yang dihadapi
guru-guru di kelas. Telaah sosiometrik mengungkapkan bahwa ruangan
kelas, di dalamnya terdapat anak-anak idiola dan penyendiri,
mengenai para guru, hasil penelitian menunjukkan, bahwa kerapkali
para guru tidak mengetahui hubungan-hubungan antar pribadi di
kalangan murid-muridnya di kelas. Mereka tidak menunjukkan kepekaan
yang tinggi mengenai bagaimana sesungguhnya para muridnya mereaksi
satu sama lain, mereka sering kali membiarkan bias pribadinya dalam
menghadapi para siswanya ketimbang menggunakan asesmen yang tepat
melalui sosiometri.
Hal lain yang menyebabkan ketegangan kejiwaan para guru pengajar
di kelas salah satunya karena benturan antara struktur otoritas
sekolah dengan status profesional guru-guru itu sendiri. Kepala
sekolah sebagai pemegang otoritas di sekolah sudah tentu perlu
mengawasi, mengkoordinasikan, dan memadukan semua kegiatan yang
berlangsung di sekolah, termasuk juga terhadap sajian pelajaran
yang diberikan guru (sesuai dengan kurikulum dan batasan bahan
untuk satu semester/tahun). Untuk itu para guru harus bekerja
dengan bertanggung jawab (sebagai hamba kurikulum) dan jika tidak
maka kepala sekolah bisa menindak guru dengan memberikan sanksi.
Hal seperti ini sebenarnya bertentangan dengan tugas seorang guru
sebagai tenaga profesional yang memiliki otonomi untuk
mengembangakan aktivitasnya dalam proses pembelajaran di dalam
kelas. Otoritas kepala sekolah menimbulkan kekecewaan bagi guru dan
bisa mengacaukan pengajaran di kelas. Sehingga menimbulkan adanya
jarak sosial antara guru dan kepala sekolah.
Penyebab ketegangan lainnya tumbuh dari perbedaan norma antara
yang dianut guru dengan norma yang dianut siswa dalam hubungannya
dengan perilaku siswa. Para guru mengharapkan para murid
berprestasi sebaik mungkin sesuai potensinya. Sementara itu para
siswa tak seberapa konsentrasi dengan harapan gurunya. Mereka lebih
berorientasi pada struktur informal dan nilai-nilai dikalangan
mereka sendiri. Mereka memiliki sifat asli yang dibawanya dari
lingkungannya sendiri. Hal ini mempunyai pengaruh besar terhadap
penampilan mereka di sekolah. Jika tiak ada kesesuaian dengan
nilai-nilai yang diharapkan guru, maka guru akan bisa tersiksa di
dalam proses transaksi pengajarannya dengan para siswa.
Kontribusi lainnya adalah mengenai perilaku siswa yang suka
menyendiri. Kekuatan kelompok teman sekelasnya mempunyai pengaruh
besar terhadap anak-anak yang terisolasi. Hambatan utama untuk
menyembuhkan anak penyendiri bukan terletak pada diri anak itu
sendiri, tetapi terletak pada konteks kelas itu sendiri. Selama ini
para guru dan bimbingan konseling berasumsi bahwa bimbingan
individual adalah satu-satunya cara penyembuhan. Kita harus
menyadarkan para guru dan pembimbing bahwa melalui perubahan iklim
kelompok/kelas juga suatu alternatif lain yang tak kalah pentingnya
dibanding cara individual. Untuk itu dituntut untuk mengeksplorasi
bagaimana adanya kehidupan kelas sebagai suatu sistem
sosial.Analisis sosiologi juga mengungkapkan ada hubungan yang erat
antara tingkah laku dan sikap seseorang dengan latar belakang
kelompok atau aspirasi yang digandrunginya. Anak-anak sekolah pada
umumnya cenderung untuk membentuk sebuah kelompok atau GANK.
Kelompok-kelompok tersebut merupakan tempat berlabuh yang harus
diperhitungkan dalam upaya pembinaan tingkah laku siswa.
Konsekuensi pentingnya adalah agar pengajar bisa efektif dalam
mendidik siswanya maka perlu adanya usaha membendung
kekuatan-kekuatan kelompok yang bisa mengacaukan arah pembinaan
anak didiknya, dan berupaya mengubah nilai-nilai atau norma-norma
kurang sehat di kalangan klik-klik siswa itu sendiri .
3. Kontribusi Sosiologi Terhadap Lingkungan Eksternal
Sekolah
Sekolah sebagai suatu sistem tidak berdiri ssendiri dalam dunia
hampa. Ia berada dan berfungsi, sebagiannya bergantung pada
lingkungan eksternalnya. Sudut pandang sosiologis seperti itu
mempunyai banyak implikasi dalam analisis sistem persekolahan.
Implikasi pertama ialah, dengan adanya perubahan-perubahan
demografis di dalam sistem sosial yang lebih besar (masyarakat),
secara materiil akan mempengaruhi komposisi kesiswaan pada suatu
sistem sekolah dan hal itu menyebabkan sering kali ada modifikasi
kurikulum. Jumlah urbanisasi yang besar menuntut mereka membutuhkan
persekolahan. Fenomena di satu pihak menyebabkan sekolah-sekolah di
desa kekurangan murid dan sebaliknya sekolah di kota tidak muat
menampung banyaknya siswa yang mau masuk sekolah. Hal tersebut
mengungkapkan betapa pentingnya pendekatan tersendiri dalam
perencanaan sekolah baik di desa atau di kota yang jarang
diperhatikan dunia pendidikan.
Aspek kedua adalah terkait struktur kelas sosial di masyarakat.
Dari hasil penelitian, menyatakan bahwa kebanyakan aspek-aspek
dalam penunaian fungsi persekolahan diengaruhi oleh fenomena kelas
sosial. Pelaksanaan penilaian beserta kriteria yang digunakan dalam
eveluasi hasil belajar siswa tampaknya ada hubungan dengn posisi
kelas sosial siswa dan guru. Selain itu mobilitas aspirasi para
siswa, angka putus sekolah, partisipasi siswa dalam
kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler, tingkah laku berpacaran siswa,
dan pola persahabatan di kalangan siswa, tampaknya juga dipengaruhi
oleh karakter sosial-ekonomi dari keluarga/orang tua siswa.
Aspek yang ketiga adalah stuktur kekuasaan di masyarakat.
Pengelolaan program pendidikan di sekolah-sekolah membutuhkan
topangan dana yang tidak sedikit, dan hal itu sedikit banyak
mempengaruhi mutu program dan hasil pendidikan. Seberpa banyak
subsisi ke dunia pendidikan, baik dari pemerintah lokal atau
nasional, kenyataannya bergantung pada para pengambil kebijakan di
lingkungan struktur kekuasaan yang ada. Sehingga tidak heran jika
para administratur pendidikan juga menunjukkan minatnya untuk
menelaah struktur kekuasaan yang berlangsung di masyarakat, dan
untuk itu lazimnya menyertakan ahli-ahli sosiologi.
Kontribusi keempat sosiologi terhadap lingkungan eksternal
sekolah adalah penelitian rantaian penghubung antara sekolah dengan
masyarakat. Keberadaan badan pertimbangan sekolah biasanya
diasumsikan dengan tidak adanya proporsional asal strata para
anggota badan pertimbangan sekolah (strata atas terhadap strata
ekonomis) mengakibatkan adanya bias konservatif dalam
pertimbangan-pertimbangannya. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh
tingkah laku para anggota badan pertimbangan dan memotivasinya
untuk menduduki jabatan tersebut terhadap penampilan dan kepuasan
kerja para penilik kepala. Faktor lain seperti agama, pekerjaan,
dan penghasilan terhadap tingkah laku para anggota. Dari hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa serba sulit bagi perkembangan
sekolah, meskipun seringkali diabaikan, dengan adanya variabel
tingkah laku kelompok kecil orang-orang awam dalam badan
pertimabangan sekolah. Hal ini menyebabkan adanya upaya untuk
meningkatkan mutu anggota badan pertinbangan sekolah.
Kontribusi yang kelima yaitu bertolak dari telaahan terhdap
konflik antara peranan dimana para tenaga kependidikan dihadapkan
pada benturan kepentingan dari posisi yang dipegangnya dalam sistem
persekolahan dengan posisinya di dalam sistem sosial lain. Banyak
harapan-harapan yang terkait dengan posisi guru, dalam kenyataannya
berbenturan dengan harapan-harapan posisi lain yang dipegangnya di
luar sistem persekolahan.
Hasil penemuan-penemuan diatas menyokong suatu prosisi bahwa
konflik antar peranan di antara posisi di sistem persekolahan
dengan lingkungan eksternal, merupakan sumber potensial utama
lahirnya ketegangan di kalangan praktisi pendidikan, termasuk juga
bagi para guru. Dengan tinjauan dan analisis sosiologis, para
praktisi pendidikan bisa secara lebih realistis dan peka mengkaji
kekuatan-kekuatan majemuk yang ada dan berlangsung dalam konteks
penyelenggaraan pendidikan. Dengan sokongan penglihatan dan
konsep-konsep sosiologis para praktisi pendidikan bisa lebih jeli
memperhitungkan faktor-faktor organisasi, budaya, dan personal di
lingkungan kerjanya masing-masing .
D. Perbandingan Perkembangan Sosiologi
a. Perkembangan Sosiologi Secara GlobalSebagai suatu disiplin
akademis yang mandiri, sosiologi masih berumur relatif muda yaitu
kurang dari 200 tahun. Istilah sosiologi untuk pertama kali
diciptakan oleh Auguste Comte dan oleh karenanya Comte sering
disebut sebagai bapak sosiologi. Istilah sosiologi ia tuliskan
dalam karya utamanya yang pertama, berjudul The Course of Positive
Philosophy, yang diterbitkan dalam tahun 1838. Karyanya
mencerminkan suatu komitmen yang kuat terhadap metode ilmiah.
Menurut Comte ilmu sosiologi harus didasarkan pada observasi dan
klasifikasi yang sistematis bukan pada kekuasaan dan spekulasi. Hal
ini merupakan pandangan baru pada saat itu. Di Inggris Herbert
Spencer menerbitkan bukunya Principle of Sociology dalam tahun
1876. Ia menerapkan teeori evolusi organik pada masyarakat manusia
dan mengembangkan teori besar tentang evolusi sosial yang diterima
secara luas beberapa puluh tahun kemudian.
Seorang Amerika Lester F. Ward yang menerbitkan bukunya Dynamic
Sociology dalam tahun 1883, menghimbau kemajuan sosial melalui
tindakan-tindakan sosial yang cerdik yang harus diarahkan oleh para
sosiolog.
Seorang Perancis, Emile Durkheim menunjukkan pentingnya
metodologi ilmiah dalam sosiologi. Dalam bukunya Rules of
Sociological Method yang diterbitkan tahun 1895, menggambarkan
metodologi yang kemudian ia teruskan penelaahannya dalam bukunya
berjudul Suicide yang diterbitkan pada tahun 1897. Buku itu memuat
tentang sebab-sebab bunuh diri, pertama-tama ia merencanakan disain
risetnya dan kemudian mengumpulkan sejumlah besar data tentang
ciri-ciri orang yang melakukan bunuh diri dan dari data tersebut ia
menarik suatu teori tentang bunuh diri.
Kuliah-kuliah sosiologi muncul di berbagai universitas sekitar
tahun 1890-an. The American Journal of Sociology memulai
publikasinya pada tahun 1895 dan The American Sociological Society
(sekarang bernama American Sociological Association)
diorganisasikan dalam tahun 1905. Sosiolog Amerika kebanyakan
berasal dari pedesaan dan mereka kebanyakan pula berasal dari para
pekerja sosial; sosiolog Eropa sebagian besar berasal dari
bidang-bidang sejarah, ekonomi politik atau filsafat.
Urbanisasi dan industrialisasi di Amerika pada tahun 1900-an
telah menciptakan masalah sosial. Hal ini mendorong para sosiolog
Amerika untuk mencari solusinya. Mereka melihat sosiologi sebagai
pedoman ilmiah untuk kemajuan sosial. Sehingga kemudian ketika
terbitnya edisi awal American Journal of Sociology isinya hanya
sedikit yang mengandung artikel atau riset ilmiah, tetapi banyak
berisi tentang peringatan dan nasihat akibat urbanisasi dan
industrialisasi. Sebagai contoh suatu artikel yang terbit di tahun
1903 berjudul The Social Effect of The Eight Hour Day tidak
mengandung data faktual atau eksperimental. Tetapi lebih berisi
pada manfaat sosial dari hari kerja yang lebih pendek.
Namun pada tahun 1930-an beberapa jurnal sosiologi yang ada
lebih berisi artikel riset dan deskripsi ilmiah. Sosilogi kemudian
menjadi suatu pengetahuan ilmiah dengan teorinya yang didasarkan
pada obeservasi ilmiah, bukan pada spekulasi-spekulasi.
Para sosiolog tersebut pada dasarnya merupakan ahli filsafat
sosial. Mereka mengajak agar para sosiolog yang lain mengumpulkan,
menyusun, dan mengklasifikasikan data yang nyata, dan dari
kenyataan itu disusun teori sosial yang baik.
Bapak Pendiri Sosiologi (The Founding Fathers Of Sosiology) yang
sampai kini pikirannya masih dipakai dalam teori sosiologi, yaitu
Auguste Comte, Karl Marx, Max Weber, dan Emile Durkheim. Pandangan
mereka telah memberi stimulan diskusi panjang tentang pelbagai
persoalan terkait dgn kehidupan ekonomi, politik, dan kebudayaan.
Pandangan mereka juga digunakan dalam disiplin ilmu social lain
seperti ilmu politik, ekonomi, antropologi, dan sejarah.
b. Perkembangan Sosiologi di IndonesiaSejak jaman kerajaan di
Indonesia sebenarnya para raja dan pemimpin di Indonesia sudah
mempraktikkan unsur-unsur Sosiologi dalam kebijakannya begitu pula
para pujangga Indonesia. Misalnya saja Ajaran Wulang Reh yang
diciptakan oleh Sri PAduka Mangkunegoro dari Surakarta, mengajarkan
tata hubungan antara para anggota masyarakat Jawa yang berasal dari
golongan-golongan yang berbeda, banyak mengandung aspek-aspek
Sosiologi, terutama dalam bidang hubungan antar golongan
(intergroup relations).
Ki Hajar Dewantoro, pelopor utama pendidikan nasional di
Indonesia, memberikan sumbangan di bidang sosiologi terutama
mengenai konsep-konsep kepemimpinan dan kekeluargaan di Indonesia
yang dengan nyata di praktikkan dalam organisasi pendidikan Taman
Siswa.
Pada masa penjajahan Belanda ada beberapa karya tulis orang
berkebangsaan belanda yang mengambil masyarakat Indonesia sebagai
perhatiannya seperti Snouck Hurgronje, C. Van Vollenhoven, Ter
Haar, Duyvendak dll. Dalam karya mereka tampak unsur-unsur
Sosiologi di dalamnya yang dikupas secara ilmiah tetapi kesemuanya
hanya dikupas dalam kerangka non sosiologis dan tidak sebagai ilmu
pengetahuan yang berdiri sendiri. Sosiologi pada waktu itu dianggap
sebagai Ilmu pembantu bagi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Dengan
kata lain Sosiologi ketika itu belum dianggap cukup penting dan
cukup dewasa untuk dipelajari dan dipergunakan sebagai ilmu
pengetahuan, terlepas dari ilmu-ilmu pengetahuan lainnya.
Kuliah-kuliah Sosiologi mulai diberikan sebelum Perang Dunia ke
dua diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Hukum (Rechtshogeschool) di
Jakarta. Inipun kuliah Sosiologi masih sebagai pelengkap bagi
pelajaran Ilmu Hukum. Sosiologi yang dikuliahkan sebagin besar
bersifat filsafat Sosial dan Teoritis, berdasarkan hasil karya
Alfred Vierkandt, Leopold Von Wiese, Bierens de Haan, Steinmetz dan
sebagainya.
Pada tahun 1934/1935 kuliah-kuliah Sosiologi pada sekolah Tinggi
Hukum tersebut malah ditiadakan. Para Guru Besar yang bertaggung
jawab menyusun daftar kuliah berpendapat bahwa pengetahuan dan
bentuk susunan masyarakat beserta proses-proses yang terjadi di
dalamnya tidak diperlukan dalam pelajaran hukum.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus
1945, seorang sarjana Indonesia yaitu Soenario Kolopaking, untuk
pertama kalinya member kuliah sosiologi (1948) pada Akademi Ilmu
Politik di Yogyakarta (kemudia menjadi Fakultas Sosial dan Ilmu
Politik UGM . Beliau memberika kuliah dalam bahasa Indonesai ini
merupakan suatu yang baru, karena sebelum perang dunia ke dua semua
perguruan tinggi diberikan da;am bahasa Belanda. Pada Akademi Ilmu
Politik tersebut, sosiologi juga dikuliahkan sebagai ilmu
pengetahuan dalam Jurusan Pemerintahan dalam Negeri, hubungan luar
negeri dan publisistik. Kemudian pendidkikan mulai di buka dengan
memberikan kesempatan kepara para mahasiswa dan sarjana untuk
belajar di luar negeri sejak tahun 1950, mulailah ada beberapa
orang Indonesia yang memperdalam pengetahuan tentang sosiologi.
Buku Sosiologi mulai diterbitkan sejak satu tahun pecahnya
revolus fisik. Buku tersebut berjudul Sosiologi Indonesai oleh
Djody Gondokusumo, memuat tentang beberapa pengertian elementer
dari Sosiologi yang teoritis dan bersifat sebagai Filsafat.
Selanjutnya buku karangan Hassan Shadily dengan judul Sosilogi
Untuk Masyarakat Indonesia yang merupakan merupakan buku pelajaran
pertama yang berbahasa Indonesia yang memuat bahan-bahan sosiologi
yang modern.
Para pengajar sosiologi teoritis filosofis lebih banyak
mempergunakan terjemahan buku-bukunya P.J. Bouman, yaitu Algemene
Maatschapppijleer dan Sociologie, bergrippen en problemen serta
buku Lysen yang berjudul Individu en Maatschapppij.
Buku-buku Sosiologi lainnya adalah Sosiologi Suatu Pengantar
Ringkas karya Mayor Polak, seorang warga Negara Indonesia bekas
anggota Pangreh Praja Belanda, yang telah mendapat pelajaran
sosiologi sebelum perang dunia kedua pada universitas Leiden di
Belanda. Beliau juga menulis buku berjudul Pengantar Sosiologi
Pengetahuan, Hukum dan politik terbit pada tahun 1967. Penulis
lainnya Selo Soemardjan menulis buku Social Changes in Yogyakarta
pada tahun 1962. Selo Soemardjan bersama Soelaeman Soemardi,
menghimpun bagian-bagian terpenting dari beberapa text book ilmu
sosiologi dalam bahasa Inggris yang disertai dengan pengantar
ringkas dalam bahasa Indonesia dirangkum dalam buku Setangkai Bunga
Sosiologi terbit tahun 1964.
Dewasa ini telah ada sejumlah Universitas Negeri yang mempunyai
Fakultas Sosial dan politik atau Fakultas Ilmu Sosial. Sampai saat
ini belum ada Universitas yang mngkhususkan sosiologi dalam suatu
fakultas sendiri, namun telah ada Jurusan Sosiologi pada beberapa
fakultas Sosial dan Politik UGM, UI dan UNPAD.
Penelitian-penelitian sosiologi di Indonesai belum mendapat
tempat yang sewajarnya, oleh karena masyarakat masih percaya pada
angka-angka yang relative mutlak, sementara sosiologi tidak akan
mungkin melakukan hal-hal yang berlaku mutlak disebkan
masing-masing manusia memiliki kekhususan. Apalagi masyarakat
Indonesai merupakan masyarakat majemuk yang mencakup berates
suku.
BAB IIIPENUTUP
A. KesimpulanIstilah sosiologi untuk pertama kali diciptakan
oleh Auguste Comte dan oleh karenanya Comte sering disebut sebagai
bapak sosiologi. Istilah sosiologi ia tuliskan dalam karya utamanya
yang pertama, berjudul The Course of Positive Philosophy, yang
diterbitkan dalam tahun 1838.Sosiologi pendidikan merupakan suatu
disiplin yang menjadi perhatian, baik ahli sosiologi maupun ahli
pendidikan, dan keduanya telah memberikan konstribusi berharga.
Prof. Stewart juga mengemukan tentang masalah dalam sosiologi
pendidikan mengenai mata kuliah guru, seperti juga disarankan oleh
Mannheim, ada tiga mata kuliah (mata ajaran) untuk dikuliahkan pada
lembaga pendidikan guru, diantaranya: Sosiologi mengajar, Sosiologi
Pendidikan, Sosiologi untuk guru. Dan ketiganya akan memperluas
pendidikan guru dalam sosiologi pendidikan. Dalam bukunya Jehsen,
perkembangan sosiologi pendidikan, ialah memperdebatkan kedua
istilah antara Educational Sosiologi dan Sociology Education yang
sama-sama memantapkan adanya satu disiplin ilmu yaitu sosiologi
pendidikan itu sendiri. Jensen juga berpendapat, bahwa sosiologi
merupakan suatu bidang telaahan praktis, memperhatikan segi-segi
sosiologis maupun sosial psikologis yang relevan atau berkaitan
secara logis dengan permasalahan-permasalahan pendidikan.
Di Indonesia sendiri, sebenarnya para raja dan pemimpin di
Indonesia sudah mempraktikkan unsur-unsur Sosiologi dalam
kebijakannya begitu pula para pujangga Indonesia.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus
1945, seorang sarjana Indonesia yaitu Soenario Kolopaking, untuk
pertama kalinya member kuliah sosiologi (1948) pada Akademi Ilmu
Politik di Yogyakarta (kemudia menjadi Fakultas Sosial dan Ilmu
Politik UGM .
Dewasa ini telah ada sejumlah Universitas Negeri yang mempunyai
Fakultas Sosial dan politik atau Fakultas Ilmu Sosial. Sampai saat
ini belum ada Universitas yang mengkhususkan sosiologi dalam suatu
fakultas sendiri, namun telah ada Jurusan Sosiologi pada beberapa
fakultas Sosial dan Politik UGM, UI dan UNPAD.
Banyak nama atau orang Indonesia yang menjadi ahli atau sosiolog
besar dalam perkembangan sosiologi di Indonesi. Diantaranya adalah
Prof. Dr. Selo Soemardjan, Prof Dr Paulus Wirutomo dan Arief
Budiman
DAFTAR PUSTAKAMudyaharjo, Redja. 2001. Pengantar Pendidikan.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Putri, Detira. dkk. 2010. Makalah Pendidikan Indonesia di Masa
Depan. Makalah
tidak diterbikan. Medan: Universitas Al-washliyah Medan.
Samingan. 2009. Makalah Pendidikan Masa Depan Indonesia. Makalah
tidak diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Islam Sunan
Kalijaga.
Tirtarahaja, Umar. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Marucill (2008). Perkembangan Sosiologi Pendidikan.
http://marucill83.wordpress.com/2008/11/05/perkembangan-sosiologi-pendidikan/.
05 November 2008.
H. Gunawan, Ary. 2006. Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis
Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Hartoto. 2008. Defenisi Sosiologi Pendidikan. Online
(http://www.fatamorghana. wordpress.com, diakses 20 Maret
2008).
Muhadjirin, Muhammad Aiz (2008).
http://muhammadaiz.wordpress.com/materi-sosiologi-pendidikan/
Padil, Moh, Supriyatno, Triyo. 2007. Sosiologi Pendidikan. UIN
Press : Malang.Faisal, Sanapiah. Sosiologi Pendidikan. Usaha
Nasional : Surabaya.Robinson, Philip. 1986. Sosiologi Pendidikan.
C.V Rajawali : Jakarta.
Putwanto, Joko dkk (2011). Kontribusi Sosiologi dalam Dunia
Pendidikan.
http://blog.uin-malang.ac.id/jokopurwanto/2011/04/27/78/ , 27 April
2011.
ii
i
iii
iv
ii
1
29
7
27
26
25
24
28
23
22
21
20
19
18
17
16
15
14
13
12
11
10
9
6
5
4
3
2
30
8
Drs. H. Muhyi Batubara, M. Sc. Sosiologi Pendidikan. PT. Ciputat
Press. Jakarta, Hal 1
Redja Mudyahardjo,Pengantar Pendidikan ( Bandung: PT Raja
Grafindo Persada, 2001 ),hlm. 3.
Ibid, hlm. 6.
Ibid, hlm. 11.
Drs. H. Muhyi Batubara, M. Sc. Sosiologi Pendidikan. PT. Ciputat
Press. Jakarta, Hal 8