Top Banner
KEJANG BATASAN Gerakan abnormal pada neonatus oleh karena gangguan fungsi sistem neuron KLASIFIKASI Klonik : Fokal Multifokal Migratory Tonik : Unilateral Dekortisasi Deserebrasi Mioklonik : Fokal Bilateral Subtle : Nistagmus Deviasi mata Gerakan mengisap, mengunyah Gerakan seperti mengayuh sepeda Gerakan seperti berenang Mengejap-ngejapkan mata dan flutter kelopak mata Apnea ETIOLOGI Penyulit perinatal Ensefalopati neonatal Trauma susunan saraf pusat (SSP) dan perdarahan intrakranial Gangguan metabolisme Hipoglikemia Hipokalsemia Hipomagnesemia Hipo/hipernatremia Ketergantungan piridoksin Gangguan metabolisme asam amino Asidemia organik Gangguan yang berkaitan dengan biotin Intoleransi fruktosa Kelainan mitokondria Storage disease Penyakit Menkes ‘kinky hair Infeksi Meningitis Ensefalitis Abses otak Gangguan perkembangan Obat-obatan/toksin Polisitemia/hiperviskositas Infark fokal Familial Ensefalopati hipertensif Tidak diketahui PATOFISIOLOGI 1
46

Perinatologi.pdf

Dec 22, 2015

Download

Documents

bukanmeganfox
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Perinatologi.pdf

KEJANG BATASAN

Gerakan abnormal pada neonatus oleh karena gangguan fungsi sistem neuron KLASIFIKASI

Klonik : Fokal Multifokal Migratory Tonik : Unilateral Dekortisasi Deserebrasi Mioklonik : Fokal Bilateral Subtle : Nistagmus Deviasi mata Gerakan mengisap, mengunyah Gerakan seperti mengayuh sepeda Gerakan seperti berenang Mengejap-ngejapkan mata dan flutter kelopak mata Apnea

ETIOLOGI

Penyulit perinatal Ensefalopati neonatal Trauma susunan saraf pusat (SSP) dan perdarahan intrakranial

Gangguan metabolisme Hipoglikemia Hipokalsemia Hipomagnesemia Hipo/hipernatremia Ketergantungan piridoksin Gangguan metabolisme asam amino Asidemia organik Gangguan yang berkaitan dengan biotin Intoleransi fruktosa Kelainan mitokondria Storage disease Penyakit Menkes ‘kinky hair

Infeksi Meningitis Ensefalitis Abses otak

Gangguan perkembangan Obat-obatan/toksin Polisitemia/hiperviskositas Infark fokal Familial Ensefalopati hipertensif Tidak diketahui

PATOFISIOLOGI

1

Page 2: Perinatologi.pdf

Kejang terjadi akibat pelepasan elektrik secara berlebihan, yaitu oleh karena depolarisasi dari neuron dalam SSP. Depolarisasi terjadi akibat masuknya Na pada proses Na-K pump. Untuk mempertahankan proses Na-K pump diperlukan energi Depolarisasi yang berlebihan disebabkan

Kegagalan proses Na-K pump oleh karena penurunan produksi energi, misalnya pada keadaan hipoksemia, iskemia dan hipoglikemia Perubahan permeabilitas membran neuron → peningkatan masukan Na dan terjadi depolarisasi yang berlebihan, misalnya pada keadaan hipokalsemia dan hipomagnesemia Eksitasi neurotransmiter lebih kuat dari inhibisinya → peningkatan depolarisasi, misalnya pada keadaan ketergantungan piridoksin

KRITERIA DIAGNOSIS

• Anamnesis yang terperinci mengenai aktivitas kejang : Kejang klonik fokal

Hentakan klonik yang bersifat fokal dan tidak disertai penurunan kesadaran. Gerakan klonik berlangsung lambat (1-3 kejang/detik) sering terjadi pada sebelah lengan atau satu sisi wajah dan mungkin menyebar kebagian tubuh yang lain pada satu sisi yang sama

Kejang klonik multifokal Gerakan klonik pada satu atau lebih anggota gerak yang berpindah-pindah dari satu ke anggota gerak lainnya dan sering terlihat pada bayi normal < 34 minggu

Kejang tonik Gerakan bersifat fokal atau umum dan dapat menyerupai posisi dekortisasi atau deserebrasi, pergerakan sering berupa deviasi mata, gerakan klonik atau apnea, dan sering pada bayi prematur

Kejang mioklonik Berupa gerakan menyentak yang sinkron, tunggal atau multipel pada tangan, kaki atau keduanya dan biasanya berhubungan dengan kelainan SSP

Kejang subtle Mengejap-ngejapkan mata dan flutter kelopak mata Gerakan mulut dan lidah berupa mengisap-isap, mengunyah dan menguap Posisi ekstremitas dengan posisi tonik Apnea

• Pemeriksaan fisis, terutama status neurologik • Laboratorium

Metabolik : Glukosa ↓, Na ↑/↓, Ca ↓, Mg ↓ Work-up sepsis : Leukositosis/leukopenia, kultur darah, urin dan cairan likuor (+) Work-up TORCH Skrining sekresi obat dalam urin dan kadar teofilin dalam darah bila memugkinkan Analisis gas : Asidosis, hipoksia Pungsi lumbal : Menyokong kearah etiologi

• Radiologi (jika memungkinkan) USG kepala : Perdarahan intraventrikular → daerah yang lebih ekogenik di

intraventrikular CT scan : Perdarahan subaraknoid → lesi hiperdens di subaraknoid Magnetic resonance imaging (MRI) : Perdarahan intraventrikular akut → gambaran

signal yang isodens • EEG

Kejang tonik → gambaran EEG berupa lesi multifokal yang abnormal DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding sesuai dengan etiologi PEMERIKSAAN PENUNJANG

2

Page 3: Perinatologi.pdf

Laboratorium Darah : Gambaran darah tepi, kultur, infeksi TORCH, metabolik (glukosa, Na, K, Ca)

dan analisis gas Urin : Rutin, kultur dan resistensi Likuor : Jumlah sel, protein, kultur

Radiologi USG kepala, CT scan dan MRI EEG

TERAPI

• Mempertahankan ventilasi, oksigenasi, tekanan, elektrolit, pH darah • Penyebab

Hipoglikemia atau hipokalsemia → lihat penanganan hipoglikemia atau hipokalsemia • Anti kejang

Fenobarbital Dosis awal 20 mg/kgBB i.v./i.m. Jika setelah 60 menit, kejang masih ada berikan dosis ke-2 (10 mg/kgBB) Jika kejang masih ada, 2-4 jam kemudian dapat diberikan luminal 10 mg/kgBB. Dosis maksimum loading dose fenobarbital 30-40 mg/kgBB Jika fenobarbital tidak memberikan respons → fenitoin Dosis fenobarbital rumatan 3,5-4,5 mg/kgBB, dosis tunggal atau 2x/hari i.m./p.o., diberikan 12 jam setelah loading dose Pemberian dihentikan jika pemeriksaan fisis normal, tidak ada kejang rekurens dan gambaran EEG normal. Pada penderita yang mempunyai risiko untuk terjadinya kejang rekurens (hipoxic ischemic encephalopaty/HIE, malformasi korteks serebri) pemberian fenobarbital dilanjutkan sampai umur 2 bl

Fenitoin Loading dose 15-25 mg/kgBB i.v., kecepatan tidak melebihi 0,5 mg/kgBB/menit. Selanjutnya 5 mg/kgBB/hari Rumatan diberikan 4-8 mg/kgBB/hari, dalam 2-3 dosis i.v.

Diazepam Hanya untuk menghentikan kejang dengan segera Pemberian harus dengan monitoring ketat, sebaiknya di rawat di ruang intensif Dosis 0,1-0,3 mg/kgBB pengenceran dengan NaCl fisiologis (1:4), i.v., perlahan-lahan sampai kejang berhenti

Lorazepam Bila resisten terhadap fenobarbital dan fenitoin Dosis 0,05 mg/kgBB/dosis, i.v. dalam 2-5 menit

Paraldehid Bila tidak berhasil dengan antikonvulsan lain Dosis 0,1-0,3 ml/kgBB, diencerkan dalam minyak mineral (rasio 1:1 atau 2:1), dalam bentuk rektal/supositoria dan tidak boleh diberikan > 3x/hari

• Obat lain Ca

Untuk mengatasi kejang karena hipokalsemia → lihat bab hipokalsemia Mg Bila penyebabnya hipomagnesemia Dosis Mg-sulfat 50% 0,1-0,2 ml/kgBB i.m. setiap 12 jam Piridoksin

Bila penyebabnya defisiensi/ketergantungan piridoksin, dosis 50 mg i.v. Selama pemberiannya harus dimonitor EEG

Rumatan : Untuk ketergantungan 10-100 mg/hari p.o.(4 dosis) Untuk defisiensi 5 mg/hari p.o. (4 dosis)

PROGNOSIS

3

Page 4: Perinatologi.pdf

Secara umum baik bila Penyebabnya gangguan metabolik Pemeriksaan neurologik normal EEG normal Kejang bersifat familial ringan Prognosis buruk bila

Penyebabnya malformasi kongenital, asfiksia berat dan perdarahan intraventrikular berat Kejang berlangsung > beberapa hari Pemeriksaan neurologik abnormal EEG abnormal

DAFTAR PUSTAKA Behrman RE, Vaughan VC, Mc Kay RJ. Disturbance of repiratory tract. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Nelson WE, Vaughan VC III, penyunting. Nelson textbook of pediatrics; edisi ke-14. Philadelphia: WB Saunders Co, 1992; 364-75. Fenichel GM. Seizures. Neonatal neurology; edisi ke-3. New York: Churchill Livingstone Inc, 1990; 17-34. Gomella TL. Neurologic diseases. Neonatology, management, procedures, on-call problems, diseases and drug; edisi ke-3. Connecticut: Appleton & Lange, 1994; 382-7. Halliday HL, Mc Clure, Reid M. Neurological problems. Neonatal intensive care; edisi ke-3. Philadelphia: Bailliere Tindall, 1989; 224-8. Kuban K, Filiano J. Neonatal seizures. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care; edisi ke-4. Boston: Little Brown & Co, 1998; 493-504. Menkes JH. Paroxysmal disorder. Dalam: Tausch HW, Ballard RA, Avery ME, penyunting. Disease of the newborn; edisi ke-6. Philadelphia: WB Saunders Co, 1991; 445-9.

HIPOGLIKEMIA

BATASAN

Pada bayi kurang bulan (BKB) dan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai kadar glukosa darah < 20 mg/dl dan bayi cukup bl < 30 mg/dl pada umur 72 jam pertama atau < 40 mg/dl setelah umur 72 jam kehidupan

KLASIFIKASI

Hipoglikemia asimtomatik Hipoglikemia simtomatik Hipoglikemia persisten

ETIOLOGI

Penggunaan glukosa ↑, misalnya bayi dari ibu diabetes melitus (DM) dan eritroblastosis Cadangan glukosa ↓, misalnya prematur dan pertumbuhan intra uterin yang terlambat Penggunaan glukosa ↑ dan atau produksi ↓ atau sebab lain, misalnya stres perinatal, defisiensi endokrin dan transfusi ganti

FAKTOR RISIKO

Cadangan glikogen yang terbatas Prematur Stres perinatal Starvation Glycogen storage disease Hiperinsulinism

4

Page 5: Perinatologi.pdf

Bayi dengan ibu DM Sindroma Beckwith-Wiedemann Penggunaan obat pada ibu Eritroblastosis fetalis Produksi glukosa ↓ Bayi kecil masa kehamilan (KMK)

Gangguan metabolisme Lain-lain

Hipotermia Sepsis Gangguan hipotalamus Insufisiensi adrenal Polisitemia PATOFISIOLOGI

Pada bayi dengan ibu DM terjadi hiperinsulinism → perubahan pertumbuhan sel langerhans berupa hiperplasia sel β dan hipoplasia sel α → hipoglikemia Eritroblastosis : Rhesus → hipertrofi dan hiperplasia sel β → hiperinsulinism relatif Penggunaan obat pada ibu seperti tokolitik akan menghambat kerja sel β adrenergik → hipoglikemia yang kemungkinan karena glikogen hati ↓, respons terhadap insulin ↑, hiperglikemia sekunder dan hiperplasia sel β langerhans yang disebabkan hiperinsulinism sekunder Ibu dengan pre-eklamsi dan hipertensi → gangguan pertumbuhan intrauterin

KRITERIA DIAGNOSIS

• Dapat tanpa/dengan gejala Letargi, apati Tremor atau jitterines Apnea Sianosis Kejang, koma Menangis lemah atau high-pitched cry Poor feeding

• Laboratorium Kadar gula darah sesuai dengan batasan

DIAGNOSIS BANDING

Insufisiensi adrenal Obat yang dimakan ibu Penyakit jantung Gagal ginjal Gagal hepar Kelainan metabolisme

Hipokalsemia Hipo/hipernatremia Hipomagnesemia Defisiensi piridoksin

Sepsis Asfiksia Penyakit SSP

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium : Gula darah (dekstrostik atau kadar glukosa serum)

5

Page 6: Perinatologi.pdf

TERAPI • Asimtomatik Kadar glukosa dekstrostik < 25 mg/dl atau serum < 20 mg/dl → infus glukosa kecepatan

6 mg/kgBB/menit dan ulang glukosa setiap 30 menit sampai kadarnya stabil. Kecepatan infus dapat dinaikkan sampai kadar glukosa normal (sesuai definisi)

Kadar glukosa dekstrostik 25-45 mg/dl atau serum 20-40 mg/dl, jika keadaan bayi stabil dan tidak mempunyai risiko untuk hipoglikemia → early feeding dengan Dekstrosa 5% atau susu formula. Pemeriksaan glukosa ulang setiap 30 menit sampai kadarnya stabil, kemudian diperiksa setiap 4 jam. Jika kadar glukosa tetap rendah → infus glukosa, kecepatan 6 mg/kgBB/menit

• Simtomatik Infus glukosa 10% kecepatan 2-4 mL/kgBB, selama 2-3 menit, lanjutkan dengan 6-8 mg/kgBB/menit, kecepatan dapat dinaikkan lagi sampai kadar glukosa 40 mg/dl Pemeriksaan kadar glukosa ulang dilakukan setiap 30 menit sampai stabil

• Hipoglikemia persisten Jika pemberian infus glukosa sampai 16-20 mg/kgBB/menit, kadar glukosa darah tetap rendah, harus dicari penyebabnya. Terapi selanjutnya tergantung etiologi

PROGNOSIS

Cerebral palsy dan gangguan intelektual (30%), jika kadar glukosa darah tetap < 20 mg/dl dan disertai kejang

DAFTAR PUSTAKA Dransfield DA. Neonatal hypoglycemia and hypocalcemia. Dalam: Polin RA, Burg FB, penyunting. Work book in practical neonatology. Philadelphia: WB Saunders Co, 1983; 40-56. Downey SC, Cloherty JP. Hypoglycemia. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care; edisi ke-4. Boston: Little Brown & Co, 1998; 545-52. Gomella TL. Hypoglycemia. Neonatology, management, procedures, on-call problems, diseases and drug; edisi ke-3. Connecticut: Appleton & Lange, 1994; 217-20.

HIPOKALSEMIA

BATASAN Kadar Ca total serum < 7 mg/dl dan kadar ion Ca < 4 mg/dl

KLASIFIKASI

Hipokalsemia dini (< 24 jam) Hipokalsemia lanjut (minggu pertama) Lain-lain

Hipokalsemia dapat terjadi setiap saat, berhubungan penyakit dan terapi tertentu ETIOLOGI

Hipokalsemia dini Prematuritas Asfiksia Ibu DM

Hipokalsemia lanjut Hiperfosfatemia Ibu dengan defisiensi vit D Ibu hiperparatiroid Hipomagnesemia Hipoparatiroid primer

6

Page 7: Perinatologi.pdf

Lain-lain Terapi bikarbonat Transfusi darah sitrat Penggunaan furosemid Fototerapi dengan white light Penyakit ginjal PATOFISIOLOGI

Hipokalsemia dini Pada BKB/bayi dari Ibu DM, kadar ion Ca yang rendah dan gangguan produk metabolit aktif {1,25(OH)2D} tidak dapat dikompensasi karena disfungsi kelenjar paratiroid Pada bayi asfiksia, peningkatan konsentrasi fosfat atau kalsitonin menimbulkan hipokalsemia

Hipokalsemia lanjut Pemakaian susu sapi penuh → kadar fosfat darah ↑ → hipokalsemia Disfungsi kelenjar paratiroid karena ibu menderita hiperparatiroid/ agenesis kelenjar paratiroid pada bayi → hipokalsemia Malabsorbsi usus dan retensi Mg tidak adekuat Defisiensi dan gangguan metabolisme vit D

Lain-lain Iatrogenik (akibat pemberian obat dan tindakan)

KRITERIA DIAGNOSIS • Gejala klinis Asimtomatik Simtomatik : Tetani, apnea, takikardia, takipnea dan edema • Laboratorium Ca serum total < 7 mg/dl Ion Ca 4 mg/dl

• Radiologi : Demineralisasi tulang, yang paling mudah terlihat pada lutut dan ujung tulang iga anterior

• EKG : Interval QT memanjang atau aritmia DIAGNOSIS BANDING

Berdasarkan etiologi PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium : Ca darah EKG Radiologik tulang

PENYULIT

Fraktur tulang iga TERAPI

• Hipokalsemia dini Bayi prematur dan tidak ada gejala, tidak memerlukan terapi karena akan membaik dalam waktu 3 hari Ca darah < 6,5 mg/dl : Ca glukonas 10% 45 mg/kgBB/hari, i.v. sampai kadar Ca serum 7 mg/dl

7

Page 8: Perinatologi.pdf

Jika ada gejala : Ca glukonas 10% 1-2 ml/kgBB (9-18 mg/kg) i.v. selama > 5 menit, Jika tidak ada respons setelah 10 menit, dosis yang sama diulang, dilanjutkan dengan dosis rumatan sebanyak 200-800mg/kgBB/hari i.v./p.o.(4 dosis) Jika tidak berhasil, dapat diberikan Mg sulfat 50% 0,1-0,2 ml/kgBB/ dosis i.v./i.m., diulang setiap 6 atau 12 jam Dosis rumatan Mg : 0,2 ml/kgBB/hr p.o.

• Hipokalsemia lanjut Hipokalsemia dengan hiperfosfatemia

Mempertahankan cadangan vit D ibu yang adekuat Mengurangi masukan fosfat dengan menggunakan ASI atau susu formula yang rendah fosfat Ca suplemen peroral untuk meningkatkan rasio Ca fosfat 4 : 1 Pemberian Ca harus diturunkan secara bertahap 2-4 minggu

Hipoparatiroid Diet rendah fosfat dengan suplemen Ca dan koreksi jika ada defisiensi vit D Kelainan vit D : Vit D2 5000 U/hr p.o. Defek metabolisme vit D : Analog vit D, seperti calcitriol

PROGNOSIS

Secara efektif dapat dikendalikan dengan monitoring yang ketat masukan Ca, fosfat, vit D dan ekskresi Ca melalui urin

DAFTAR PUSTAKA Anas CS. Disorder of calcium and phosphorous metabolism. Dalam: Tausch HW, Ballard RA, Avery ME, penyunting. Disease of the newborn; edisi ke-6. Philadelphia: WB Saunders Co, 1991; 827-37. Dransfield DA. Neonatal hypoglycemia and hypocalcemia. Dalam: Pollin RA, Burg FB, penyunting. Work book in practical neonatologi. WB Saunders Co, 1983; 40-56. Rubin PL. Hypocalcaemia and hypercalcemia. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care; edisi ke-4. Boston: Little Brown & Co, 1998; 553-61.

ENTEROKOLITIS NEKROTIKANS (EKN)

BATASAN Kelainan saluran cerna yang didapat pada BKB berupa kerusakan mukosa, iskemia dan toksik yang diduga karena imaturitas usus dan sistem imunologik yang belum matang

KLASIFIKASI

Berdasarkan Modifikasi Bell (1986) Stadium I (tersangka)

8

Page 9: Perinatologi.pdf

Gejala sistemik : Tidak spesifik, yaitu suhu yang tidak stabil, apnea, bradikardia dan letargi

Gejala intestinal : Retensi lambung, muntah (bercampur empedu atau darah), distensi abdomen ringan, darah segar dalam feses

Gambaran radiologik (foto polos abdomen, lateral dekubitus, cross table lateral dan upper X-ray abdomen) : Distensi abdomen dengan ileus ringan

Stadium II (diagnosis pasti) Gejala sistemik : Sama dengan di atas Gejala intestinal : Sama dengan di atas, tetapi darah segarnya persisten, distensi

abdomen yang jelas Gambaran radiologik : Distensi intestinal dengan ileus, separasi usus halus (edema

pada dinding usus atau cairan peritoneum), gambaran usus yang kaku dan persisten, pneumatosis intestinalis dan gas dalam vena porta

Stadium III (lanjut) Gejala sistemik : Sama dengan di atas, tetapi disertai dengan memburuknya tanda

vital dan renjatan septik Gambaran radiologik : Sama dengan gambaran radiologik stadium II disertai adanya

pneumoperitoneum ETIOLOGI

Belum diketahui secara pasti Faktor risiko yang diduga berperan

Prematuritas Asfiksia Sindroma distres pernafasan Polisitemia Pemberian susu formula yang terlalu cepat dan banyak

PATOFISIOLOGI

Sampai saat ini belum ada teori yang memuaskan. Umumnya teori yang disetujui yaitu kehilangan integritas mukosa usus yang merupakan mekanisme terpenting untuk terjadinya EKN, termasuk diantaranya imaturitas saluran cerna/imunologi, iskemia, kolonisasi, invasi bakteri usus, pertumbuhan bakteri usus yang berlebih dan toksin bakteri

KRITERIA DIAGNOSIS

• Gejala klinis Intoleransi makanan Distensi abdomen Darah segar pada tinja/perubahan bentuk tinja Tidak spesifik : Apnea, bradikardia dan letargi

• Laboratorium Darah : Neutropenia, trombositopenia, kultur positif (tergantung etiologi), dapat

terjadi gangguan keseimbangan elektrolit dan asam-basa Feses : Perubahan konsistensi, disertai darah, kultur positif (tergantung etiologi)

• Radiologi Sesuai dengan klasifikasi Bell (lihat diatas)

DIAGNOSIS BANDING

Volvulus Malrotasi usus Kolitis pseudomembran Kolitis Hirschsprung Perforasi usus spontan Mekonium ileus Sepsis dengan ileus

9

Page 10: Perinatologi.pdf

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Darah : Hitung jenis sel, trombosit, kultur, analisis gas dan elektrolit Feses : Rutin dan kultur

Radiologi PENYULIT

Perforasi Peritonitis Sepsis Short bowel syndrome Disseminated intravascular coagulation (DIC) Striktur intestinal

KONSULTASI

Bagian Bedah Anak TERAPI

Pengelolaan Dasar Menghentikan nutrisi peroral Dekompresi saluran cerna dengan pipa nasogastrik Monitoring tanda vital, perdarahan saluran cerna, masukan/keluaran cairan, elektrolit dan tanda sepsis Antibiotik kombinasi

Ampisilin diberikan p.o., i.m. atau i.v. Umur < 7 hari, 50 mg/kgBB/hari, dalam 2 dosis Umur > 7 hari, 75 mg/kgBB/hari, dalam 2 dosis

Gentamisin diberikan i.m. atau i.v. Umur < 7 hari

BB < 1000 g dan umur kehamilan < 28 mgg, 2,5 mg/kgBB/hari, dosis tunggal BB < 1500 g dan umur kehamilan < 34 mgg, 2,5 mg/kgBB/dosis, diberikan setiap 18 jam BB > 1500 g dan umur kehamilan > 34 mgg, 2,5 mg/kgBB/dosis, setiap 12 jam

Umur > 7 hari BB < 1200 g, 2,5 mg/kgBB/dosis, setiap 18-24 jam BB > 1200 g, 2,5 mg/kgBB/dosis, setiap 8 jam

Foto abdomen serial (setiap 6-8 jam) • Stadium I

Nutrisi p.o. dihentikan dan pemberian minum dapat diberikan setelah 3 hari perbaikan Antibiotik diberikan selama 3 hari

• Stadium II Nutrisi p.o. dihentikan selama 2 minggu. Pemberian minum dapat mulai diberikan 7-10 hari setelah pemeriksaan radiologik tidak tampak pneumatosis Nutrisi parenteral 90–110 kal/kgBB/hari Oksigen Antibiotik selama 7-10 hari Na bikarbonat 2 mEq/kgBB, jika terjadi asidosis metabolik Dopamin 2-4 µg/kgBB/menit memperbaiki sirkulasi darah usus

• Stadium III Sesuai stadium II, disertai ventilator mekanik jika dibutuhkan

10

Page 11: Perinatologi.pdf

Jika terdapat syok, atasi sesuai penyebab • Pembedahan dilakukan bila

Keadaan klinis memburuk Tidak memberikan respons terhadap pengobatan diatas Sentinel loop menetap selam 24 jam Massa di abdomen kuadran bawah kanan Eritema dinding abdomen (tanda peritonitis) Perforasi usus spontan

PROGNOSIS

Angka kematian bervariasi (0-55%) DAFTAR PUSTAKA Byrne JW. Disorders of the intestine and pancreas. Dalam: Tausch HW, Ballard RA, Avery ME, penyunting. Disease of the newborn; edisi ke-6. Philadelphia: WB Saunders Co, 1991; 681-92. Fanaroff AV. Neonatal enterocolitis. Dalam: Behrman RE, Vaughan III VC, Nelson WE, penyunting. Nelson textbook of pediatrics; edisi ke-15. Philadelphia: WB Saunders Co, 1996; 970-2. Grittlin J. Necrotizing enterocolitis. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care; edisi ke-4. Boston: Little Brown & Co, 1998; 609-17. Kendrick MW, Caplan M. Necrotizing enterocolitis. New thoughts about pathogenesis and potential treatment. Ped Clin North Am 1993;40: 1047-56. Tindall B. Gastrointestinal problem. Handbook of neonatal intensive care; edisi ke-3. Philadelphia: WB Saunders Co, 1986; 137-47. Walsh CM, Kleigman MR. Necrotizing enterocolitis: treatment based on staging criteria. Ped Clin North Am 1986;33: 179-98.

PENYAKIT PERDARAHAN PADA NEONATUS (HEMORRHAGIC DISEASE OF THE NEWBORN/HDN)

BATASAN

Perdarahan pada neonati yang disebabkan defisiensi vit. K atau faktor II, VII, IX dan X KLASIFIKASI

HDN klasik HDN dini : Terjadi < 24 jam HDN lanjut : Terjadi 1-12 bl

ETIOLOGI

HDN klasik (biasanya terjadi pada umur 1-7 hari) Defisiensi vit. K Imaturitas hepar → sintesis faktor koagulasi ↓ HDN dini Pemakaian obat (fenitoin, fenobarbital, INH, rifampisin) oleh ibu yang mengganggu

oksidasi vit K neonatus HDN lanjut Gangguan absorbsi vit K pada kistik fibrosis, atresia biliaris, defisiensi α-1 anti tripsin,

hepatitis dll KRITERIA DIAGNOSIS

• Anamnesis

11

Page 12: Perinatologi.pdf

Tidak diberikan vit. K setelah lahir Ibu minum obat (fenitoin, fenobarbital, salisilat, warfarin) Bayi mendapat antibiotik jangka lama

• Fisis Perdarahan tali pusat, perdarahan saluran cerna dll, yang pada awalnya bayi tampak sehat

• Laboratorium Hb dapat ↓ PT dan PTT ↑

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah : Hb, PT dan PTT TERAPI

• Vit. K 1 mg i.m. • Jika perdarahan berlanjut : Fresh frozen plasma 10 ml/kgBB

PENCEGAHAN

Pada Ibu yang mendapat pengobatan anti epilepsi vitamin K 10 mg/hr p.o. selama 2 minggu sebelum melahirkan

Pada neonati yang baru lahir diberikan vit. K 1 mg p.o. atau i.m. PROGNOSIS

Baik DAFTAR PUSTAKA Gladder BE, Amylon MD. Hemostatic disorders in the newborn. Dalam: Tausch HW, Ballard RA, Avery ME, penyunting. Disease of the newborn; edisi ke-6. Philadelphia: WB Saunders Co, 1991; 777-81. Gomella TL. Bloody management. Neonatology, management, procedures, on-call problems, diseases and drug; edisi ke-3. Connecticut: Appleton & Lange, 1994; 184-8. Goorin AM, Cloherty JP. Bleeding. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care; edisi ke-4. Boston: Little Brown & Co, 1998; 342-7. Kelnar CJH, Harvey D, Simpson C. Bleeding disordes. The sick newborn baby; edisi ke-3. London: Bailliere Tindal, 1995; 307-16.

ASPIRASI MEKONIUM

BATASAN Terhisapnya cairan amnion yang tercemar mekonium kedalam paru pada bayi yang mengalami stres intrauterin, yang dapat terjadi pada saat intrauterin dan persalinan

KLASIFIKASI

Obstruksi Infeksi

ETIOLOGI

12

Page 13: Perinatologi.pdf

Adanya cairan mekonium dalam mulut atau saluran nafas atas

FAKTOR RISIKO Hamil lebih bulan Ibu pre-eklamsi/eklamsi Ibu hipertensi Ibu DM Ibu perokok berat, penyakit saluran nafas kronik, kelainan jantung Bunyi jantung anak abnormal Bayi KMK

PATOFISIOLOGI

13

FISIOLOGI PASASE MEKONIUM

FETAL COMPROMISE (Hipoksia, kompresi tali pusat → PASASE

MEKONIUM

CAIRAN AMNION YANG TERCEMAR MEKONIUM

CONTINUED COMPROMISE

ASPIRASI POST PARTUM

GASPING IN UTERO

ASPIRASI MEKONIUM

OBSTRUKSI SAL. NAFAS

PERIFER OBSTRUKSI SAL. NAFAS PROKSIMAL

PNEUMONITIS INFLAMASI &

KIMIA

KOMPLIT PARSIAL REMODELING OF

PULMONARY VASCULATE

ATELEKTASIS EFEK BALL-VALVE

Page 14: Perinatologi.pdf

KRITERIA DIAGNOSIS • Anamnesis : Adanya faktor risiko (lihat diatas) • Cairan amnion tercemar mekonium • Gawat janin • Bayi mengalami asfiksia dan setelah lahir menunjukkan sindroma gawat nafas • Biasanya disertai tanda bayi lebih bulan (BLB) • Analisis gas → asidosis metabolik, asidosis respiratorik, hipoksemia dan hiperkapnia • Radiologi foto toraks : Hiperinflasi, atelektasis, pneumonia atau pneumomediastinum

DIAGNOSIS BANDING Takipnea sementara pada neonatus Pneumonia Penyakit membran hialin (PMH)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah : Analisis gas Radiologi

PENYULIT

Pneumotoraks Hipertensi pulmonal Sepsis

TERAPI

• Pengelolaan di ruang bersalin/kamar operasi

14

Kental

Bayi aktif Bayi depresi

Observasi Isap lendir trakea

Cair

Pada saat intra partum, lendir diisap dari mulut, faring & hidung

Mekonium dalam cairan amnion

Page 15: Perinatologi.pdf

• Umum

Gambar 11. Pengelolaan Aspirasi Mekonium di Ruang Bersalin/Kamar Operasi

(dikutip dari Neonatal resuscitation,1994)

Optimalisasi suhu tubuh Koreksi jika ada kelainan metabolik, misalnya hipokalsemia, hipoglikemia, asidosis metabolik Monitoring fungsi ginjal dan kardiopulmonal Terapi cairan (retriksi) Antibiotik (tergantung keadaan) Pencegahan penyulit karena asfiksia

• Oksigen Mempertahankan oksigenasi adekuat, PaO2 antara 50-80 mmHg (jika memungkinkan) untuk memenuhi kebutuhan normal fungsi jaringan dan mencegah asidosis (laktat), syok serta pirau dari kanan ke-kiri (misalnya patent ductus arteriosus/PDA) Untuk mempertahankan keadaan tsb, dapat dicapai melalui pemberian O2 dengan menggunakan head box atau continuous positive airway pressure/CPAP atau pernafasan buatan, tergantung hasil analisis gas

PROGNOSIS

Bervariasi, tergantung berat ringannya penyakit DAFTAR PUSTAKA Bloom RS, Cropley C. AAP Neonatal resuscitation. Textbook of neonatal resuscitation. The American heart association and American pediatrics. 1994; 6-51. Eichenwald E. Meconium aspiration. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care; edisi ke-4. Boston: Little Brown & Co, 1998; 388-92. Gomella TL. Meconium aspiration. Neonatology, management, procedures, on-call problems, diseases and drug; edisi ke-3. Connecticut: Appleton & Lange, 1994; 425-7. Kelnar CJ, Harvey D, Simpson C. Meconium aspiration. The sick newborn baby; edisi ke-3. London: Baillere Tindall, 1995; 65-6. Korones SB, Bada-Ellzey HS. Meconium aspiration. Neonatal decision making. St Louis: The Mosby Co, 1993; 128-9. Welty Se, Hansen TN. Meconium aspiration syndrome. Neonatal respiratory diseases, edisi ke-1. Pennsylvania : Handbooks in Health Care Co, 1995;121-9.

POLISITEMIA

15

Page 16: Perinatologi.pdf

BATASAN

Ht darah vena ≥ 65% KLASIFIKASI

Asimtomatik Simtomatik

FAKTOR RISIKO

Insufisiensi plasenta Pertumbuhan intra uterin terlambat Kehamilan lebih bulan Ibu dengan pengobatan propanolol

Sindroma Down dan kelainan kromosom lain Hiperplasia adrenal kongenital Tirotoksikosis neonatal Ibu DM Twin to twin transfusion Maternal to fetal transfusion Kelambatan penjepitan tali pusat

PATOFISIOLOGI

A n

noksia i trauterin

TransfusiKeadaan

hiperdinamik

Fluid loss

Polisitemia

HIPERVISKOSITAS

Deformability sel darah merah

Asidosis Hipoksia

Sludging

Eritropoetin

SSP Oliguria Sianosis Hipoglikemia Bilirubin ↑ Trombosit ↓

KRITERIA DIAGNOSIS

Gambar 12. Patofisiologi Polisitemia (dikutip dari Gross dkk., 1973)

• Anamnesis Ibu dengan faktor risiko (lihat diatas) Bayi (kehilangan cairan, BLB)

• Gejala klinis Tanpa gejala Dengan gejala

Feeding problems Pletora Letargi

16

Page 17: Perinatologi.pdf

Sianosis Takipnea Hipotonia Iritabilitas

• Laboratorium : Ht vena ≥ 65% • EKG bisa didapatkan hipertrofi jantung kanan, depresi segmen ST

DIAGNOSIS BANDING

Ht ↑ palsu Ht ↑ pada keadaan dehidrasi

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium darah : Ht vena EKG

PENYULIT

Hiperbilirubinemia Iskemia serebral Kejang Gawat kardiopulmonal EKN Gagal ginjal Gangren perifer Priapism

TERAPI

• Tanpa gejala Observasi (Ht ↓ dengan penambahan cairan 20-40 ml/kgBB/hari) Jika Ht > 70% → transfusi ganti parsial

• Dengan gejala Transfusi ganti parsial menggunakan larutan NaCl fisiologis atau fresh frozen plasma (FFP) dengan jumlah :

volume darah = (Ht sekarang - Ht yang diharapkan) x volume darahHt sekarang

PROGNOSIS

Jika tidak diberikan terapi akan menimbulkan gejala sisa berupa gejala neurologik DAFTAR PUSTAKA Black VD, Lubchenco LO. Neonatal polycythemia and hyperviscosity. Ped Clin North Am 1982; 1137-46. Glader BE, Naiman JL. Polycythemia in erythrocyte disorders in infancy. Dalam: Taeusch HW, Ballard RA, Avery ME, penyunting. Diseases of the newborn, edisi ke-6. Philadelphia: WB Saunders Co, 1991; 822-3. Goorin AM. Polycythemia. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care; edisi ke-4. Boston: Little Brown and Co, 1998; 466-9. Gross GP, Hathway WE, Mc Gaughey HR. Infectious and hematologic disease of the neonate. J Ped 1973;82: 1004-8. Hathway WE. Neonatal hyperviscosity. Pediatrics 1983;72: 567-9. Ramamurthy RS, Brans YW. Criteria for diagnosis and treatment in neonatal polycythemia, Pediatrics 1981;68: 168-73. Shohat M, Melob P, Reeisner SH. Early diagnosis and incidence relating to time of sampling in neonatal polycythemia, Pediatrics 1984;73: 10.

17

Page 18: Perinatologi.pdf

Wiswill TE. Frequency of clinical manifestations and other associated findings in neonatal polycythemia, Pediatrics 1986;78: 26-9.

TAKIPNEA SEMENTARA PADA NEONATUS TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEWBORN (TTN)

BATASAN

Disebut juga wet lung dan sindroma gawat pernafasan (SGP) tipe II, terutama terjadi pada bayi cukup bulan, dan biasanya ringan serta dapat sembuh sendiri

PATOFISIOLOGI

Clearance cairan paru janin terlambat oleh karena gangguan fungsi saluran limfe paru dan tekanan vena sentral ↑ Imaturitas paru (ditandai dengan tidak adanya fosfatidil gliserol paru) Defisiensi surfaktan ringan

FAKTOR RISIKO

Lahir seksio sesaria Laki-laki Penjepitan tali pusat terlambat Penggunaan obat sedasi berlebihan Ibu DM

KRITERIA DIAGNOSIS • Anamnesis

Bayi cukup bulan Riwayat dengan faktor risiko diatas

• Klinis Takipnea (> 60 x/mnt) Dapat juga disertai dengan gangguan nafas

• Laboratorium Analisis gas → hipoksemia ringan-sedang dengan asidosis respiratorik yang menghilang dalam 8-24 jam

• Foto toraks Hipererasi disertai kardiomegali ringan Pembuluh darah paru menyerupai gambaran sunburst yang dimulai dari hilus Fisura interlober tampak melebar dan dapat disertai efusi pleura Kadang-kadang disertai dengan gambaran perselubungan yang kasar akibat edema alveolar Gambaran radiologik tersebut menghilang dalam 2-3 hari

DIAGNOSIS BANDING

Pneumonia bakteri Sindroma aspirasi mekonium Penyakit membran hialin (PMH) Edema paru

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Analisis gas

Foto toraks

18

Page 19: Perinatologi.pdf

TERAPI • Sembuh sendiri, biasanya dalam 48-72 jam • Restriksi cairan : 60 ml/kgBB/hari • Jika memerlukan O2, biasanya 30-50%

PROGNOSIS

Baik DAFTAR PUSTAKA Behrman RE, Vaughan VC, Mc Kay RJ. Distrubance of repiratory tract. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Nelson WE, Vaughan VC III, penyunting. Nelson textbook of pediatrics; edisi ke-14. Philadelphia: WB Saunders Co, 1992; 364-75. Gomella TL. Pulmonary diseases. Neonatology, management, procedures, on-call problems, diseases and drug; edisi ke-3. Connecticut: Appleton & Lange, 1994; 428-31. Halliday HL, Mc Clure, Reid M. Acute acquired parenchymal lung disease. Neonatal intensive care; edisi ke-3. Philadelphia : Bailliere Tindall, 1989;224-8. Hansen T, Corbet A. Disorder of the transition. Dalam: Tausch HW, Ballard RA, Avery ME, penyunting. Disease of the newborn; edisi ke-6. Philadelphia: WB Saunders Co, 1991; 504-5. Moise AA, Gest AL. Respiratory therapy-general consideration. Contemporary diagnosis and management of neonatal respiratory disease. Pennsylvania : Handbook in Health Care Co, 1995;80-96. Stark AR, North JM. Respiratory distress syndrome/transient tachypnea of newborn. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care; edisi ke-4. Boston: Little Brown & Co, 1998; 369-70.

PNEUMONIA

BATASAN Infeksi paru yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, protozoa dan jamur

ETIOLOGI

Bakteri : Streptococcus hemolyticus group B, E. coli, dll Virus : Rubella, herpes, dll Toxoplasma gondii Klamidia Listeria monositogenes Lain-lain

KLASIFIKASI

Pneumonia kongenital Pneumonia intra uterin Pneumonia didapat intra partum Pneumonia didapat post partum

FAKTOR PREDISPOSISI

Prematuritas Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) Pemeriksaan digital yang sering

KRITERIA DIAGNOSIS

• Anamnesis Riwayat ibu (infeksi peri partum)

• Gejala klinis Letargi

19

Page 20: Perinatologi.pdf

Tanda gawat nafas Ronki, dll

• Laboratorium Darah : Kultur dapat (+) Gram dan kultur aspirat cairan trakea/lambung/faring bisa ditemukan kuman

• Foto toraks Kasus berat : Tampak densitas homogen dan difus Kasus lain : Seperti gambaran PMH (retikulogranular dan difus) kadang-kadang

seperti pneumonia pada bayi DIAGNOSIS BANDING

PMH TTN Aspirasi mekonium Edema paru

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Darah : Kultur Cairan aspirat trakea/faring/lambung : Gram dan kultur Foto toraks

PENYULIT

Meningitis Efusi pleura Sepsis

TERAPI

• Mempertahankan suhu bayi 36-370C • Mempertahankan oksigenasi adekuat, jika memungkinkan PaO2 50-80 mmHg • Mempertahankan sirkulasi darah

Jika Ht < 40% transfusi darah • Antibiotik (jika diduga ada infeksi bakteri)

Terapi awal : Penisilin + aminoglikosida Penisilin i.m., i.v.

0-7 hari < 2000 gram : 50.000 U/kgBB/hari dibagi 2 dosis > 2000 gram : 50.000 U/kgBB/hari dibagi 3 dosis

> 7 hari < 2000 gram : 75.000 U/kgBB/hari dibagi 3 dosis > 2000 gram : 100.000 U/kgBB/hari dibagi 4 dosis

Aminoglikosid (Netromisin) i.m., i.v. 0-7 hari

< 1000 gram, < 28 mgg umur kehamilan : 2,5 mg/kgBB/dosis setiap 24 jam < 1500 gram, < 34 mgg umur kehamilan : 2,5 mg/kgBB/dosis setiap 18 jam > 1500 gram, > 34 mgg umur kehamilan : 2,5 mg/kgBB/dosis setiap 12 jam

> 7 hari < 1200 gram : 2,5 mg/kgBB/dosis setiap 18-24 jam > 1200 gram : 2,5 mg/kgBB/dosis setiap 8 jam

Jika infeksi nosokomial Sefalosporin generasi III (claforan) 0-7 hari : 100 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis i.m., i.v. > 7 hari : 150 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis i.m., i.v.

20

Page 21: Perinatologi.pdf

Selanjutnya tergantung hasil kultur dan resistensi kuman PROGNOSIS

Tergantung etiologi DAFTAR PUSTAKA Behrman RE, Vaughan VC, Mc Kay RJ. Distrubance of repiratory tract. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Nelson WE, Vaughan VC III, penyunting. Nelson textbook of pediatrics; edisi ke-14. Philadelphia: WB Saunders Co, 1992; 364-75. Gomella TL. Pulmonary diseases. Neonatology, management, procedures, on-call problems, diseases and drug; edisi ke-3. Connecticut: Appleton & Lange, 1994; 415-7. Halliday HL, Mc Clure, Reid M. Respiratory problems. Neonatal intensive care; edisi ke-3. Philadelphia: Bailliere Tindall, 1989; 123-41. Hansen T , Corbet A. Lung development and function. Dalam: Tausch HW, Ballard RA, Avery ME, penyunting. Disease of the newborn; edisi ke-6. Philadelphia: WB Saunders Co, 1991; 350. Liley GH, Stark AR. Respiratory distress syndrome. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care; edisi ke-4. Boston: Little Brown & Co, 1998; 358-63. Moise AA, Gest AL. Respiratory therapy-general consideration. Contemporary diagnosis and management of neonatal respiratory disease. Pennsylvania : Handbook in Health Care Co, 1995; 80-96.

ANEMIA BATASAN

Anemia pada neonati dengan masa kehamilan > 34 minggu, dengan kadar Hb darah vena < 13 g/dl atau kadar Hb darah kapiler < 14,5 g/dl

KLASIFIKASI

Anemia fisiologis Anemia prematuritas Anemia hipoplastik Anemia perdarahan Anemia hemolitik karena proses imunologik Anemia karena defek eritrosit herediter atau didapat

ETIOLOGI

Perdarahan Obstetrik

Solusio plasenta, plasenta previa, ruptur anomali pembuluh darah/tali pusat, hematoma tali pusat

21

Page 22: Perinatologi.pdf

Tersembunyi Perdarahan fetomaternal (akut/kronik), perdarahan fetoplasental, transfusi antar janin pada kehamilan kembar

Masa neonatus Perdarahan intrakranial Hematoma sefal masif Perdarahan retroperitoneal Ruptur hati atau limpa Perdarahan adrenal/renal Perdarahan saluran cerna Perdarahan umbilikus

Iatrogenik Pengambilan darah berulang untuk pemeriksaan

Hemolitik Imun

Inkompatibilitas Rhesus, ABO, gol. darah minor, penyakit ibu Gangguan eritrosit herediter Defek membran eritrosit/metabolik, hemoglobinopati

Didapat Infeksi, koagulasi intravaskular diseminata (KID), defisiensi vitamin E, anemia hemolitik, mikroangiopati

Produksi eritrosit kurang Sindroma Diamond-Blackfan Leukemia kongenital Infeksi Osteoporosis Supresi eritrosit karena obat Anemia fisiologis atau anemia prematuritas

KRITERIA DIAGNOSIS

• Anamnesis Umur terjadinya anemia Keluarga : Anemia, ikterus, batu empedu, splenektomi Ibu : Infeksi Obstetrik : Riwayat kehamilan sebelumnya, lama kehamilan, cara dan kesulitan selama persalinan

• Gejala klinis Perdarahan akut : Syok, asidosis, perfusi buruk Perdarahan kronik : Pucat, gawat nafas ringan, iritabel Hemolisis kronik : Pucat, ikterus, hepatosplenomegali

• Laboratorium : Lihat gambar 13 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding etiologi

22

Page 23: Perinatologi.pdf

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium sesuai dengan gambar (jika memungkinkan)

Negatif Positif Anemia hemolitik imunologik : ABO Rhesus Gol.darah minor

inkompatibilitas

MCV

Normal atau meningkat

Apus darah tepiPerdarahan intrauterin yg kronik Sindr α - thalassemia

Penyebab lain : Def. Heksokinase

Kehilangan darah Iatrogenik Fetomaternal/

Fetoplasental Twin to twin Perdarahan internal

Infeksi : C.welchii Sferosit herediter

Eliptositosis herediter Def. Piruvat kinase Def. G6PD

KID

Gambar 13. Pendekatan Diagnosis Anemia pada Neonatus (dikutip dari Blachet & Zipursky,1984)

Abnormal Normal

Rendah

Jumlah retikulosit

Normal atau meningkatRendah Anemia hipoplastik kongenital

Tes Coomb

Konsentrasi Hb ↓

23

Page 24: Perinatologi.pdf

PENYULIT Syok Gagal jantung

KONSULTASI

Bedah Bedah saraf jika penyebabnya kasus bedah/bedah Saraf

TERAPI • Transfusi (berdasarkan pertimbangan klinis)(lihat tabel 12)

Tabel 12. Transfusi PRC Berdasarkan Kondisi Klinis Bayi

Ht harus dipertahankan Keadaan klinis

> 40% Penyakit kardiopulmonal berat Bayi prematur, BB < 1500 g dan umur < 1 minggu

> 30% Penyakit kardiopulmonal sedang Bedah major

> 25% Anemia simtomatik disertai gejala yang tidak dapat dijelaskan (penyakit pernafasan, tanda vital abnormal, pertumbuhan buruk, bayi tidak aktif)

Pada bayi yang dirawat di ruang intensif, kehilangan 5-10% volume darah harus diberikan transfusi pack red cell (PRC) Pada bayi prematur terjadi anemia fisiologis (kadar Hb ↓ sampai 7-8 g/dl), transfusi tidak perlu diberikan, kecuali jika terdapat manifestasi klinis (gagal tumbuh, lelah, takikardia, dll)

• Transfusi ganti Indikasi : Anemia hemolitik kronik atau perdarahan dengan tekanan vena sentral ↑,

anemia hemolitik berat, koagulopati konsumtif • Jenis darah yang diberikan

PRC maksimum 10 ml/kgBB

Jumlah = BB(kg) x volume darah/kg x (Ht yang diinginkan-Ht sekarang) Ht donor

Indikasi : Flebotomi, anemia kronik, memperbaiki kemampuan transport O2 pada penyakit jantung atau paru

Whole blood Indikasi : Perdarahan akut (10-20 ml/kgBB/jam) Transfusi ganti (2x volume darah penderita)

PROGNOSIS

Tergantung etiologi serta kecepatan dan ketepatan penatalaksanaan DAFTAR PUSTAKA Blanchette VS, Zipursky A. Assessment of anemia in newborn infants. Perinatal hematology. clinics in perinatology, volume 11/No. 2. WB Saunders Co, 1984;489-510. Cloherty JP. Anemia. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care; edisi ke-4. Boston: Little Brown & Co, 1998; 453-9. Glader BE, Naiman JL. Erythrocyte disorder in infancy. Dalam: Tausch HW, Ballard RA, Avery ME, penyunting. Disease of the newborn; edisi ke-6. Philadelphia: WB Saunders Co, 1991; 798-825.

24

Page 25: Perinatologi.pdf

Gomella TL. Anemia. Neonatology, management, procedures, on-call problems, diseases and drug; edisi ke-3. Connecticut: Appleton & Lange, 1994; 265-70. Halliday HL, Clure G, Rud M. Hematologi problem. Handbook of neonatal intensive care; edisi ke-3. London: Balliere Tindal, 1987; 276-82. Korones SB, Bada Ellzey HS. Anemia. Neonatal decision making. St Louis: The Mosby Co, 1993; 178-81. Strauss RG,MD. Red blood cell tranfusion practices in the neonate. Perinatal hematology. WB Saunders Co, 1995;22: 641-55.

APNEA

BATASAN

Tidak adanya aliran udara pernafasan selama 20 detik dengan atau tanpa bradikardia atau sianosis

KLASIFIKASI

Apnea sentral Apnea obstruktif Apnea campuran

ETIOLOGI

Penyakit/kelainan organ Kepala dan sistem saraf pusat

Asfiksia perinatal Perdarahan intraventrikular Meningitis Hidrosefalus dengan tekanan intrakranial ↑ Kejang

Sistem respirasi Hipoksia Obstruksi jalan nafas

Penyakit paru Ventilasi tidak adekuat atau ekstubasi terlalu dini Sistem kardiovaskular Gagal jantung kongestif PDA Penyakit jantung kongenital

Saluran cerna EKN Refluks gastroesofageal

Sistem hematologi Anemia Polisitemia

Penyakit dan kelainan lainnya Suhu tidak stabil (hipotermia, hipertermia) Infeksi (sepsis)

Kelainan metabolik/elektrolit (hipoglikemia/hiponatremia) Refleks vagal (efek sekunder tube nasogastrik)

Obat (dosis tinggi fenobarbital, diazepam dan pengaruh obat ibu misalnya MgSO4 dan anestesia umum)

25

Page 26: Perinatologi.pdf

Umur kehamilan (seperti tampak pada tabel 13)

Tabel 13. Penyebab Apnea dan Bradikardia Tersering Sesuai Umur Kehamilan

Kurang Bulan Cukup Bulan Semua Umur Apnea pada prematur PDA PMH Hidrosefalus post perdarahan Perdarahan periintraventrikular

Infark serebri Polisitemia

Sepsis EKN Meningitis Aspirasi Refluks

gastroesofagus Kejang Asfiksia

Umur postnatal

Terjadi beberapa jam setelah lahir : Pengaruh obat ibu, asfiksia, kejang, PMH Terjadi < 1 minggu : PDA, perdarahan intra/peri-ventrikular Terjadi > 1 minggu : Hidrosefalus post-perdarahan, kejang Terjadi 6-10 minggu : Anemia karena prematuritas Terjadi dalam waktu yang bervariasi : Sepsis, EKN, meningitis

PATOFISIOLOGI

Ketidakmatangan pusat pernafasan Keutuhan/obstruksi jalan nafas Pompa pernafasan

FAKTOR PREDISPOSISI

BKB Saudara dengan riwayat sudden infant death syndrome (SIDS) Kelainan neurologik

KRITERIA DIAGNOSIS

Anamnesis Bayi dengan faktor risiko (kurang bulan, kelainan neurologik)

Gejala klinis Letargi Hipotermia Tanda tekanan tinggi intra kranial Distensi abdomen

Laboratorium Gambaran darah tepi/hitung jenis/trombosit (DD/ sepsis) Analisis gas : Mengetahui hipoksia Glukosa, elektrolit darah : Mengetahui gangguan metabolik

Radiologi Foto toraks : Atelektasis, pneumonia Foto abdomen : Tanda EKN USG kepala : Perdarahan intrakranial/kelainan SSP CT scan : Infark serebri

DIAGNOSIS BANDING

Berdasarkan etiologi PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Darah : Morfologi, hitung jenis, elektrolit, glukosa, analisis gas

26

Page 27: Perinatologi.pdf

Radiologi Foto toraks, abdomen, USG dan CT scan kepala

TERAPI

• Pencegahan Manipulasi yang minimal Pengaturan suhu lingkungan Jika memungkinkan, letakkan bayi dalam posisi tengkurap Monitoring pernafasan dan denyut jantung

• Umum Oksigen per nasal Stimulasi taktil Perhatikan posisi leher (tidak boleh terlalu fleksi/ekstensi) Nasal CPAP : Dengan tekanan 3-4 cm H2O, dapat ditingkatkan s/d 10 cm H2O dan kecepatan aliran O2 5 l/menit Medikamentosa (jika usaha diatas gagal)

Teofilin i.v./p.o. : 1,5 - 2 mg/kgBB/6 jam Jika serangan apnea ↑ dan berat → aminofilin, dosis awal 5-6 mg/kgBB i.v.

perlahan dalam 15-30 menit, 12 jam kemudian dilanjutkan dosis rumatan 4-8 mg/kgBB/hari (dibagi 2-3 dosis)

Kafein sitrat i.v./p.o., dosis awal 20 mg/kgBB, 24 jam kemudian dilanjutkan dosis rumatan 2,5-5 mg/kgBB/hr, dosis tunggal

Doksapram. Jika dengan pemberian teofilin/kafein, apnea tidak berkurang → infus/drip, kecepatan 0,5-1,5 mg/kgBB/jam

Setelah apnea teratasi → kecepatan dapat ↓, sedangkan pada penderita yang tetap apnea, dosis ↑ sampai maks. 2,5 mg/kgBB/jam

Ventilasi mekanik, jika semua usaha diatas gagal • Khusus

Tergantung etiologi PROGNOSIS

Pada umumnya baik, tanpa disertai gejala sisa DAFTAR PUSTAKA Behrman RE, Vaughan VC. Apnea. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Nelson WE, Vaughan VC III, penyunting. Nelson textbook of pediatrics; edisi ke-14. Philadelphia: WB Saunders Co, 1992; 462-3. Gomella TL. Apnea and bradycardia. Neonatology, management, procedures, on-call problems, diseases and drug; edisi ke-3. Connecticut: Appleton & Lange, 1994; 173-6. Hansen T, Corbert A. Control of breathing. Dalam: Tausch HW, Ballard RA, Avery ME, penyunting. Disease of the newborn; edisi ke-6. Philadelphia: WB Saunders Co, 1991; 470-3. Hansen TN, Coper TR, Welsman LE. Control of breathing in the neonate. Neonatal respiratory diseases; edisi ke-1. Pensylvania: Handbook in Health Care Co, 1995; 203-12. Kelnar CJH, Harvey D, Simpson C. Respiratory problems. The sick newborn baby; edisi ke-3. London: Bailiere Tindall, 1995; 164-95. Stark AR. Apnea. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care; edisi ke-4. Boston: Little Brown & Co, 1998; 374-7.

27

Page 28: Perinatologi.pdf

IKTERUS NEONATORUM BATASAN

Diskolorasi kulit, membran mukosa dan sklera oleh karena bilirubin serum ↑ (> 2 mg/dl). Secara klinis akan tampak pada bayi baru lahir bila bilirubin serum 5-7mg/dl

KLASIFIKASI

Ikterus fisiologis Terjadi setelah 24 jam pertama. Pada BCB nilai puncak 6-8 mg/dl biasanya tercapai pada hari ke-3-5. Pada BKB nilainya 10-12 mg/dl bahkan sampai 15 mg/dl Peningkatan/akumulasi bilirubin serum < 5 mg/dl/hari

Ikterus patologis (non fisiologis) Terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan Peningkatan/akumulasi bilirubin serum > 5 mg/dl/hari Bilirubin total serum > 17 mg/dl pada bayi yang mendapat ASI Ikterus menetap setelah 8 hari pada BCB atau setelah 14 hari pada BKB Bilirubin direk > 2 mg/dl

ETIOLOGI

Ikterus fisiologis Peningkatan jumlah bilirubin yang masuk ke dalam sel hepar

Volume eritrosit/kgBB bayi > dewasa Masa hidup eritrosit bayi (90 hari) lebih pendek daripada dewasa (120 hari) Early labeled bilirubin ↑ Resorbsi bilirubin dari usus (sirkulasi enterohepatik) ↑

Glukoronidase akan mengubah bilirubin terkonyugasi menjadi tak terkonyugasi dalam usus yang selanjutnya diresorbsi Early feeding

Defek pengambilan bilirubin plasma Defek konjugasi bilirubin Ekskresi bilirubin ↓

Ikterus patologis Anemia hemolitik Ekstravasasi darah (misalnya hematoma) Polisitemia Sirkulasi enterohepatik berlebihan Berkurangnya uptake bilirubin oleh hepar Defek konjugasi Gangguan transportasi bilirubin direk yang keluar dari hepatosit Obstruksi aliran empedu

PATOFISIOLOGI

Produksi berlebihan (pre-hepatik) Sekresi ↓ Campuran (post-hepatik)

FAKTOR PREDISPOSISI

28

Page 29: Perinatologi.pdf

Keadaan yang mengurangi kapasitas ikat bilirubin Asidosis Asfiksia Hipoalbuminemia Infeksi Prematuritas Hipoglikemia Obat yang menghambat daya kerja glukoronil transferase (misalnya novobiosin)

KRITERIA DIAGNOSIS

Ikterus fisiologis • Terjadi setelah 24 jam pertama • BCB nilai puncak 6-8 mg/dl, biasanya tercapai hari ke-3-5 ; BKB nilainya 10-12 mg/dl, bahkan sampai 15 mg/dl • Peningkatan/akumulasi bilirubin serum < 5 mg/dl/hari

Ikterus patologis (non fisiologis) • Terjadi dalam 24 jam pertama Peningkatan/akumulasi bilirubin serum > 5 mg/dl/hari Bayi yang mendapat ASI, kadar bilirubin total serum > 17 mg/dl • Ikterus menetap setelah 8 hari pada BCB dan setelah 14 hari pada BKB • Bilirubin direk > 2 mg/dl

DIAGNOSIS BANDING

Ikterus fisiologis Ikterus patologis

Pre hepatik Post hepatik

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Klinis : Ikterometer Kramer atau dengan bilirubinometer Laboratorium : Jenis pemeriksaan lihat gambar 14

Ikterus secara klinis (+)

29

Tes Coomb

Periksa bilirubin serum

Bilirubin > 12 mg/dl Bilirubin < 12 mg/dl

Observasi

( + ) ( - )

Periksa antibodi untuk

Rh ABO Kell, dll

Bil kirubin dire

> 2 mg/dl Kemungkinan : Hepatitis

i

TORCH Sepsis Obstruks

biliari lls d

< 2 mg/dl

Ht

N l / ↓ ↑

Page 30: Perinatologi.pdf

Pada prolonged jaundice dianjurkan pemeriksaan fungsi hepar (SGOT/SGPT, alkali fosfatase), fungsi tiroid (tiroksin/T4), pemeriksaan terhadap infeksi virus/bakteri dan pemeriksaan urin untuk galaktosemia

PENYULIT

Kern Icterus Stadium 1 : Refleks Moro jelek, hipotonia, letargi, poor feeding, vomitus, high pitched cry,

kejang Stadium 2 : Opistotonus, kejang, panas, rigiditas, occulogyric crises, mata cenderung

deviasi keatas Stadium 3 : Spastisitas ↓ Stadium 4 : Gejala sisa lanjut → spastisitas, atetosis, tuli parsial/ komplit, retardasi mental,

paralisis bola mata ke atas, displasia dental TERAPI

Prinsipnya segera menurunkan bilirubin indirek untuk mencegah kern icterus • Fototerapi

Indikasi profilaksis Bayi kecil (BB < 1500 g) Bayi prematur dengan memar yang hebat Bayi dengan proses hemolisis, sementara menunggu transfusi ganti

Indikasi terapeutik (lihat tabel 14)

Tabel 14. Indikasi Terapeutik Hiperbilirubinemia

Berat Badan Lahir (gram)

Indikasi Terapi Sinar

< 1500 Mulai disinar dalam 24 jam pertama, tanpa melihat bilirubin serum

1500 – 1999 Tanpa hemolisis, terapi sinar dimulai pada bilirubin 10 mg/dl Dengan hemolisis, terapi sinar dimulai pada bilirubin 8 mg/dl

30

Page 31: Perinatologi.pdf

2000 – 2499 Tanpa hemolisis, terapi sinar dimulai pada bilirubin 12 mg/dl Dengan hemolisis, terapi sinar dimulai pada bilirubin 10 mg/dl

≥ 2500 Terapi sinar dimulai pada bilirubin 15 mg/dl

Kontraindikasi Hiperbilirubinemia karena bilirubin direk (hepatitis) Hiperbilirubinemia obstruktiva (atresia biliaris)

Teknik fototerapi Bayi dalam keadaan telanjang dalam boks/inkubator (mata dan testis ditutup dengan penutup yang tidak tembus cahaya) Jarak bayi dengan lampu 45-50 cm Bagian bawah unit fototerapi ditutup lapisan termoplastik setebal 0,6 cm Posisi bayi diubah-ubah dalam 24 jam 3 posisi Ukur suhu bayi tiap 2 jam (pertahankan 36,5-37,50C) Waktu minum fototerapi distop dulu Pantau keseimbangan cairan dan elektrolit (timbang BB 2x/hari) Periksa bilirubin total setiap 12-24 jam (bila memungkinkan) Berikan ekstra minum 10-15 ml/kgBB, bila di infus tambahkan 10% dari kebutuhan Fototerapi distop jika diduga bilirubin cukup rendah untuk risiko terjadinya kern icterus atau bila bilirubin toksik telah teratasi dan bila bayi telah cukup umur untuk menanggulangi bilirubin yang sesuai dengan bilirubin fisiologis

Penyulit Terapi Sinar

Kelainan Mekanisme yang mungkin terjadi Bronze baby syndrome

Berkurangnya ekskresi hepatik dari photoproduct bilirubin

Diare Bilirubin indirek menghambat laktase Hemolisis Fotosensitivitas mengganggu sirkulasi eritrosit Dehidrasi Bertambahnya insensible water loss karena

menyerap energi foton Ruam kulit Gangguan fotosensitisasi terhadap sel mast kulit

dengan pelepasan histamin

• Transfusi ganti Indikasi Trasfusi Ganti sesuai kadar bilirubin (mg/dl)

Berat lahir (gram) Bayi < 1250 1250 – 1499 1500 – 1999 2000 – 2499 > 2500

Sehat 13 15 17 18 20 Risiko 10 13 15 17 18

Teknik pelaksanaan transfusi ganti

Bayi sakit atasi dulu penyakitnya (misalnya asfiksia, hipoglikemia) Bayi anemia (Ht < 35%) → partial exchange dengan PRC (25-80 ml/kgBB) sampai Ht naik menjadi 40%. Bila keadaan sudah stabil → transfusi ganti untuk mengatasi hiperbilirubinemia. Jika mungkin, albumin miskin garam (salt poor albumin) 1 g/kgBB diberikan 1-2 jam sebelum transfusi ganti Sebelum transfusi ganti ukur tekanan vena dengan variasi 4-9 cm (jika memungkinkan) Gunakan darah segar (< 24 jam). Darah yang digunakan mengandung sitrat atau heparin dan dihangatkan pada suhu 27-370C. Pemilihan darah donor disesuaikan dengan penyebab ikterus, misalnya pada ketidakcocokan Rh, dipakai darah dengan Rh negatif, sedangkan pada ketidakcocokan ABO, digunakan golongan O yang sedikit mengandung anti A dan anti B

31

Page 32: Perinatologi.pdf

Bayi ditempatkan di meja resusitasi yang dihangatkan, anggota badan pada posisi terlentang, kerjakan melalui v. umbilikalis/v. safena magna. Volume transfusi ganti biasanya 2x volume darah bayi (160 ml/kgBB) (diharapkan dapat menggantikan 87% darah bayi). Darah dipasang dengan set transfusi yang dihubungkan dengan three-ways pada ujung-ujungnya. Selanjutnya dihubungkan dengan alat suntik (10/20 ml) dan kateter v. umbilikalis/kanula yang terpasang pada v. safena magna. Sebelum melakukan transfusi ganti, ambil darah 20 ml untuk pemeriksaan lab. pra-transfusi : Hb, urea N, Na, K, Ca, gula, BT, SGOT, SGPT dan kultur, sedangkan untuk pemeriksaan osmolaritas dan analisis gas sesuai indikasi dan sarana. Kemudian masukkan darah 20 ml kedalam v. umbilikalis/v. safena magna perlahan-lahan dengan jarum suntik setelah three-ways diatur sedemikian rupa. Tergantung toleransi bayi diambil atau dimasukkan darah sebanyak 10-20 ml. Setiap pemasukan 100 ml, kocok darah donor hati-hati. Untuk pemakaian darah sitrat, setiap 100 ml darah ganti diberi 1 ml Ca glukonas 10%, monitor jantung dan tanda vital lainnya Jika pemasangan dilakukan pada v. umbilikalis, tali pusat dipotong + 1 cm diatas dasar. Jika tali pusat sudah kering, lunakkan dengan kompres NaCl fisiologis selama 1/2-1 jam. Cari v. umbilikalis dan masukkan kateter sampai tampak darah mengalir keluar, kemudian kateter difiksasi dan diklem (kateter hanya dimasukkan sejauh keperluan yang diinginkan). Sewaktu kateter v. umbilikalis dimasukkan, lakukan jahitan melingkari kulit tali pusat dengan benang sutra. Jika kateter gagal dipasang di v. umbilikalis, transfusi bisa dilakukan di v. safena magna. Kateter vena jangan terbuka, sebab jika bayi menangis akan menyebabkan emboli. Tahapan ganti ini diteruskan sampai transfusi ganti selesai darah yang ditukar dan diobservasi tanda vital Waktu yang diperlukan untuk tiap tahapan 3-5 menit Setelah transfusi ganti selesai, ambil darah bayi untuk pemeriksaan lab. Lakukan jahitan silk purse string atau ikatan kantung melingkar vena. Ketika kateter dicabut, jahitan yang mengelilingi tali pusat dikencangkan selama 1 jam (hal ini berguna untuk menghindari lepasnya jahitan tersebut sehingga bahaya nekrosis dapat dikurangi) Bayi harus puasa, bila tanda vital stabil bayi dapat diberi minum

Penghentian transfusi ganti

Emboli (udara, bekuan darah), trombosis Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin Perforasi pembuluh darah

Penyulit transfusi ganti

Vaskular : Emboli udara atau trombus, trombosis Kelainan jantung : Aritmia, overload, henti jantung Gangguan elektrolit : Hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis Koagulasi : Trombositopenia, heparinisasi berlebih Infeksi : Bakteremia, hepatitis (cytomegalovirus/CMV), EKN Lain-lain : Hipotermia, hipoglikemia, trauma mekanik terhadap sel donor

Perawatan pasca transfusi ganti

Lanjutkan dengan terapi sinar Awasi ketat kemungkinan terjadinya penyulit

PROGNOSIS

Buruk bila terdapat kern icterus SURAT PERSETUJUAN

Diperlukan

32

Page 33: Perinatologi.pdf

DAFTAR PUSTAKA Cloherty JP. Neonatal hyperbilirubinemia. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care; edisi ke-4. Boston: Little Brown & Co, 1998; 175-210. Glasgow LA. Jaundice and hyperbilirubinemia. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Nelson WE, Vaughan VC III, penyunting. Nelson textbook of pediatrics; edisi ke-14. Philadelphia: WB Saunders Co, 1992; 501-4. Gomella TL. Hyerbilirubinemia. Neonatology, management, procedures, on-call problems, diseases and drug; edisi ke-3. Connecticut: Appleton & Lange, 1994; 311-20. Halliday HL, Mc Clure, Reid M. Fetal and neonatal infection. Neonatal intensive care; edisi ke-3. Philadelphia: Bailire Tindall, 1989; 181-92. Oski FA. Disorders of bilirubin metabolism. Dalam: Tausch HW, Ballard RA, Avery ME, penyunting. Disease of the newborn; edisi ke-6. Philadelphia: WB Saunders Co, 1991; 749-75. Poland RL, Ostrea EM. Neonatal hyperbilirubinemia. Care of the high risk neonate; edisi ke-3. Philadelphia: WB Saunders Co, 1993; 306.

SEPSIS PADA NEONATUS BATASAN

Sindroma klinis yang ditandai gejala sistemik dan disertai bakteremia KLASIFIKASI

Sepsis awitan awal : Segera setelah lahir - 7 hari Sepsis awitan lanjut : Infeksi nosokomial dan terjadi > 7 hari

ETIOLOGI

Bakteri Gram-positif Streptokokus grup B : Penyebab paling sering Stafilokokus koagulase negatif : Penyebab utama bakteremia nosokomial Streptokokus bukan grup B

Bakteri Gram-negatif Escherichia coli K1 : Penyebab nomor 2 terbanyak Listeria monocytogenes H. influenzae Pseudomonas Klebsiela Enterobakter Salmonela Bakteri anaerob Gardenella vaginalis

33

Page 34: Perinatologi.pdf

PATOFISIOLOGI

Sepsis awitan awal Transplasental (antepartum) Asenderens kuman vagina (partus lama, KPSW) Waktu melewati jalan lahir (kuman dari vagina dan rektum) Sepsis awitan lanjut

Tindakan manipulasi (intubasi, kateterisasi, pemasangan infus, dll ) Defek kongenital (omfalokel, meningokel, labioskizis, labiopalato-skizis, dll). Koloni kuman berasal dari saluran nafas atas, konjungtiva, membran mukosa, umbilikus dan kulit yang menyebabkan invasi/menyebar secara sistemik

FAKTOR PREDISPOSISI

Faktor ibu KPSW Infeksi peri partum Partus lama Infeksi intra partum Faktor bayi BBLR Prematuritas KMK Defek kongenital Bayi laki-laki lebih banyak dari perempuan Tindakan resusitasi saat melakukan intubasi Kehamilan kembar

KRITERIA DIAGNOSIS • Gejala klinis

Umum Bayi tidak tampak sehat (not doing well) Bayi tidak mau minum (poor feeding), retensi cairan lambung banyak Suhu badan labil (hipo/hipertermia) Saluran cerna Muntah, diare, distensi abdomen, hepatomegali Gangguan pernafasan Merintih Pernafasan cuping hidung (dispnea, takipnea), retraksi Apnea Gangguan kardiovaskular Takikardia, bradikardia, hipotensi Gangguan SSP Penurunan kesadaran (letargis → koma) Tremor, jettery, kejang, irritable, hipotonia, apnea Gangguan hematologik Pucat, ikterus, perdarahan, pembesaran limpa Kulit Petekia, purpura, sklerema, mottling

• Laboratorium Anemia Leukopenia < 4.000/mm3, leukositosis > 25.000-30.000/mm3 pergeseran kekiri Neutropenia absolut < 1.000/mm3, rasio neutrofil imatur : total > 0,2, granular toksik Trombositopenia LED dan C-reactive protein (CRP) ↑

34

Page 35: Perinatologi.pdf

Kultur darah, cairan serebrospinal, dll (+) Cairan serebrospinal : Jika meningitis → keruh disertai leukosit ↑

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Kultur dan Gram pada lesi fokal, misalnya tali pusat Darah Gambaran darah tepi Pewarnaan Gram LED, CRP dan haptoglobin (jika memungkinkan) Tes deteksi antigen (jika memungkinkan) Kultur Urin Rutin dan kultur Cairan serebrospinal : Gram dan kultur

PENYULIT

Meningitis bakterialis EKN KID Syok septik

TERAPI

• Umum Rawat dalam ruang isolasi/inkubator Cuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa bayi Pemeriksa harus memakai pakaian ruangan yang telah disediakan Pengaturan suhu dan posisi bayi

• Khusus Suportif : Menjaga stabilitas hemodinamik dan oksigenasi jaringan vital O2 : Bila sianosis, distres pernafasan, apnea dan serangan kejang Pemberian cairan dan elektrolit Pada keadaan umum jelek → nutrisi parenteral sesuai dengan umur dan BB bayi Bila keadaan umum baik → nutrisi enteral secara bertahap dan parenteral dikurangi

sampai kebutuhan rumatan terpenuhi Atasi kejang (lihat terapi kejang pada neonatus) Atasi hiperbilirubin (lihat terapi hiperbilirubinemia pada neonatus) Atasi anemia dan syok Antibiotik

Sebelum pemberian antibiotik, periksa kultur dan tes resistensi Antibiotik spektrum luas untuk Gram (+) dan (-) selama belum ada hasil kultur. Terapi awal (sebelum ada hasil kultur dan resistensi) :

Kombinasi ampisilin + aminoglikosida Ampisilin 50 mg/kgBB/dosis, i.v. Bayi < 7 hari diberikan 2 dosis Bayi ≥ 7 hari diberikan 3-4 dosis Aminoglikosida < 2500 g : 1,5 mg/kgBB/ dosis, i.v. 2x/hari ≥ 2500 g : 2,5 mg/kgBB/ dosis, i.v. 2x/hari

Kombinasi sefotaksim + aminoglikosida (sepsis diduga karena Gram (-)

Sefotaksim ≤ 7 hari : 100 mg/kgBB/hari, i.v. dibagi 2 dosis

35

Page 36: Perinatologi.pdf

> 7 hari : 150 mg/kgBB/hari, i.v. dibagi 3 dosis Untuk meningitis : 200mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis Bila klinis dan laboratorium tidak ada perbaikan setelah 48 jam → antibiotik diganti dengan antibiotik alternatif sesuai dengan gambaran klinis penderita

• Imunoterapi Imunoglobulin Infus granulosit Transfusi ganti • Asimtomatik (lihat bagan dibawah)

PROGNOSIS

Kematian akibat sepsis > pada BKB dibandingkan BCB

36

Ibu terkoloni-sasi oleh GBS

KPSW > 18-24

Suspek atau terbukti korioamnionitis

Prematur < 37 mgg

APGAR 5 mnt < 6

Tidak ada tambahan faktor risiko

ditambah 1 faktor risiko atau ibu tidak mendapat pengobatan

3 faktor risiko atau ibu tidak mendapat pengobatan

1 atau 2 faktor risiko

Sepsis screen (leukosit) Lateks GBS urin observasi Protokol

Screen atau lateks

Kultur darah dan CSF Sepsis screenLateks GBS urin Terapi antibiotik

Screen atau lateks +

Sepsis screen (leukosit) Lateks GBS urin Observasi Protokol

Ib tidak

Diagnosis dan pengobatan

Faktor risiko

Page 37: Perinatologi.pdf

Keterangan

Korioamnionitis : Demam, uterus lembut, cairan amnion purulen/berbau, takikardia fetus Sepsis screen : Leukosit, rasio imatur neutrofil dan total neutrofil, CRP, haptoglobin, mikro-

LED Lateks urin : Deteksi antigen bakteri group beta streptococcus (GBS) dengan

menggunakan aglutinasi partikel latex particle aglutination test (LPA) jika memungkinkan

DAFTAR PUSTAKA Cole FS. Bacterial infection. Dalam: Tausch HW, Ballard RA, Avery ME, penyunting. Disease of the newborn; edisi ke-6. Philadelphia: WB Saunders Co, 1991; 350-9. Gomella TL. Infectious diseases. Neonatology, management, procedures, on-call problems, diseases and drug; edisi ke-3. Connecticut: Appleton & Lange, 1994; 339-42. Gotoff SP. Neonatal sepsis. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Nelson WE, Vaughan VC III, penyunting. Nelson textbook of pediatrics; edisi ke-14. Philadelphia: WB Saunders Co, 1992; 501-4. Halliday HL, Mc Clure, Reid M. Fetal and neonatal infection. Neonatal intensive care; edisi ke-3. Philadelphia: Bailliere Tindall, 1989; 181-92. Klein JO , Marcy SM. Bacterial sepsis and meningitis. Dalam : Remington, Klein, penyunting. Infectious diseases of the fetus & newborn infant; edisi ke-4. Philadelphia: WB Saunders Co, 1995; 835-90.

37

Page 38: Perinatologi.pdf

PENYAKIT MEMBRAN HIALIN (PMH) (HYALIN MEMBRAN DISEASE)

BATASAN

Disebut juga respiratory distress syndrome (RDS) atau sindroma gawat pernafasan (SGP) tipe 1. Merupakan gawat nafas pada BKB yang terjadi segera atau beberapa saat setelah lahir, ditandai dengan adanya kesukaran bernafas (pernafasan cuping hidung, dispnea/takipnea, retraksi suprasternal, interkostal, epigastrik dan sianosis) yang menetap atau menjadi progresif dalam 48-96 jam pertama kehidupan. Pada pemeriksaan radiologik ditemukan adanya gambaran retikulogranular yang uniform dengan air bronchogram

ETIOLOGI

Defisiensi surfaktan PATOFISIOLOGI

Prematuritas

Sintesis dan pelepasan surfaktan ↓

Tegangan permukaan alveoli ↑

Atelektasis

Hipoksemia, hiperkarbia

Asidosis (respiratorik dan metabolik)

Resistensi pulmonal dan vasokonstriksi ↑

Kebocoran kapiler pulmonal

Membran Hialin (hambatan difusi ↑)

Gambar 16. Patofisiologi Penyakit Membran Hialin FAKTOR RISIKO

Prematuritas Ibu DM Lahir dengan seksio sesaria Asfiksia perinatal Genetik (riwayat PMH pada saudara kandung, jenis kelamin laki-laki)

KRITERIA DIAGNOSIS

• BKB disertai kesukaran pernafasan : Takipnea (> 60 x/menit), retraksi kostal, sianosis pada udara kamar yang menetap atau menjadi progresif setelah 48-96 jam pertama kehidupan (skor Silverman > 7), hipotensi, hipotermia, edema perifer, edema paru, ronki halus inspiratoir

• Perjalanan klinis bervariasi sesuai dengan BB bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan derajat pirau PDA-nya

38

Page 39: Perinatologi.pdf

• Gambaran khas pada foto toraks : Retikulogranular uniform dengan air bronchogram • Laboratorium

Darah : Hb, Ht dan gambaran darah tepi tidak menunjukkan tanda infeksi Kultur streptokokus (-) Analisis gas : Hipoksemia, asidemia yang berupa metabolik, respiratorik

atau kombinasi Rasio lesitin-spingomielin < 2 : 1 (jika memungkinkan)

Aspirat lambung (jika memungkinkan) : Tes kocok/foam test (+) Ketuban (jika memungkinkan) : Foam test (+)

DIAGNOSIS BANDING Pneumonia TTN Sindroma aspirasi mekonium Pneumotoraks Perdarahan paru Hernia diafragmatika

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Darah : Hb, Ht, glukosa, work up sepsis, elektrolit, Ca, faktor rhesus, tes Coomb dan

analisis gas Rasio lesitin spingomielin Aspirat lambung : Tes kocok Ketuban : Tes kocok Foto toraks

PENYULIT

Kebocoran udara Infeksi Perdarahan intra kranial Retrolental fibroplasia Displasia bronkopulmonal

TERAPI

• Pertahankan suhu bayi + 36,50C • Pertahankan oksigenasi adekuat, PaO2 50-70 mmHg (jika memungkinkan) untuk

memenuhi kebutuhan normal fungsi jaringan dan mencegah asidosis (laktat), syok serta pirau dari kanan ke kiri (PDA)

Untuk mempertahankan keadaan tsb. dapat dicapai melalui pemberian O2 dengan menggunakan head box, CPAP atau pernafasan buatan, tergantung hasil analisis gas

• Cairan dan elektrolit Hari ke-1 : Glukosa 5-10%, 60-70 ml/kgBB/24jam

Hari ke-2 : Ditambah NaCl 3%, 2-3 mEq/kgBB, KCl 2 mEq/kgBB dan Ca 100-200 mg/kgBB/hr

Na bikarbonat dapat diberikan sesuai analisis gas • Pertahankan sirkulasi darah, jika Ht turun < 40% → transfusi • Antibiotik (dihentikan jika bukan karena infeksi) • Atasi setiap penyulit • Pemantauan Observasi tanda vital Laboratorium Analisis gas setiap hari bila memungkinkan sampai terapi O2 distop Hb, Ht, leukosit, hitung jenis, trombosit Ca, gula darah tiap hari (3 hari)

39

Page 40: Perinatologi.pdf

USG kepala (jika memungkinkan) Jika sudah memungkinkan, O2 distop secara bertahap

PROGNOSIS

Sangat tergantung pada BB lahir dan umur gestasi (berbanding terbalik dengan kemungkinan timbulnya penyulit)

DAFTAR PUSTAKA Behrman RE, Vaughan VC, Mc Kay RJ. Disturbance of respiratory tract. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Nelson WE, Vaughan VC III, penyunting. Nelson textbook of pediatrics; edisi ke-14. Philadelphia: WB Saunders Co, 1992; 364-75. Gomella TL. Pulmonary diseases. Neonatology, management, procedures, on-call problems, diseases and drug; edisi ke-3. Connecticut: Appleton & Lange, 1994; 421-4. Halliday HL, Mc Clure, Reid M. Respiratory problems. Neonatal intensive care; edisi ke-3. Philadelphia: Bailliere Tindall, 1989; 123-41. Hansen T, Cobert A. Lung development and function. Dalam: Tausch HW, Ballard RA, Avery ME, penyunting. Disease of the newborn; edisi ke-6. Philadelphia: WB Saunders Co, 1991; 189-95. Moise AA, Hansen TN. Acute acquired parenchymal lung disease. Contemporary diagnosis and management of neonatal respiratory diseases. Pensylvania: Handbook in Health Care Co, 1995; 80-96.

ASFIKSIA BATASAN

Keadaan hipoksia yang progresif, akumulasi CO2 dan asidosis KLASIFIKASI

Tanpa asfiksia : Nilai APGAR 8-10 Asfiksia ringan - sedang : Nilai APGAR 4-7 Asfiksia berat : Nilai APGAR 0-3

PATOFISIOLOGI

Tahap awal asfiksia ditandai dengan periode pernafasan cepat, bunyi jantung dan tekanan darah ↑ → diikuti oleh apnea primer Asfiksia → redistribusi aliran darah ke jantung, otak, dan adrenal agar kebutuhan O2 dan substrat terhadap organ vital tsb. terpenuhi. Mekanisme terjadinya redistribusi tsb. melalui keadaan hipoksia dan CO2↑, aktivitas simpatis ↑ dan kemoreseptor bersama-sama dengan pelepasan vasopresin arginin Hipoksia juga akan merangsang kemoreseptor melalui regulasi n. vagus → bradikardia. Jika hipoksia berlanjut → pH ↓ dan asidosis metabolik Jika asfiksia sangat berat → gagal autoregulasi aliran darah ke otak dan jantung → tekanan darah dan curah jantung ↓. Selama asfiksia berat aliran darah ke otak lebih banyak ke batang otak daripada ke serebrum, terutama korteks. Akibat pengiriman O2 yang berkurang ke otak → focus injury di kolateral korteks (parasagital watershed area). Akibat redistribusi darah ke otak dan jantung, ginjal akan mengalami ischemic injury pada tubulus ginjal proksimal. Jika proses berlanjut → nekrosis epitel tubulus

ETIOLOGI Asfiksia antepartum atau intrapartum disebabkan oleh insufisiensi plasenta, sedangkan asfiksia postpartum biasanya merupakan akibat sekunder dari insufisiensi paru, jantung dan pembuluh darah, serta neurologik

40

Page 41: Perinatologi.pdf

FAKTOR PREDISPOSISI

Faktor ante partum Umur > 35 th Ibu DM Hipertensi pada kehamilan Hipertensi kronik Anemia atau iso imunisasi Kematian janin/neonatus sebelum kehamilan ini Perdarahan semester ke-2/ke-3 Infeksi pada ibu Oligohidramnion KPSW

Kehamilan lebih bulan Kehamilan ganda Dismaturitas Pengobatan pada ibu Magnesium Adrenergic blocking drug Kecanduan obat pada ibu Hidramnion Cacat bawaan janin Janin kurang aktif Prenatal care/PNC (-)

Faktor intra partum

Seksio sesaria darurat Sungsang atau kelainan letak Persalinan kurang bulan Ketuban pecah dini > 24 jam Persalinan presipitatus Persalinan lama Fase ke-2 persalinan > 2 jam

Denyut jantung janin kurang baik Pemakaian anestesia umum Kejang otot uterus Obat narkotika pada ibu 4 jam sebelum persalinan Cairan amnion bercampur mekonium Prolaps tali pusat Abrupsio plasenta Plasenta previa

KRITERIA DIAGNOSIS

Sesuai dengan batasan dan klasifikasi PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium : Darah : Analisis gas, elektrolit, glukosa (dekstrostiks) Radiologi : Foto toraks, USG, CT scan kepala

PENYULIT

Hipoksia, edema dan nekrosis serebral Perdarahan intra ventrikular Shock lung dan/atau sindroma distres pernafasan, perdarahan paru KID Perforasi usus EKN Perdarahan adrenal

Bangkitan Gagal ginjal Gagal jantung Hipertensi pulmonal Gangguan metabolik

Hipoglikemia Hiperglikemia Hipokalsemia Hiponatremia Asidosis metabolik

TERAPI

Resusitasi yang efektif akan dapat merangsang pernafasan awal dan mencegah asfiksia progresif. Tujuan tindakan resusitasi adalah memberikan ventilasi adekuat, O2 dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan O2 ke otak, jantung dan alat vital lainnya. Skor APGAR tidak dipakai untuk menentukan kapan kita memulai resusitasi. Intervensi tidak menunggu hasil penilaian APGAR satu menit. Walaupun demikian, skor APGAR dapat membantu dalam upaya penilaian keadaan bayi lebih lanjut, rangkaian upaya resusitasi dan efektivitas upaya resusitasi. Skor APGAR dinilai pada 1 dan 5 menit. Bila skor APGAR < 7,

41

Page 42: Perinatologi.pdf

penilaian skor tambahan masih diperlukan tiap 5 menit - 20 menit atau sampai dua kali penilaian menunjukkan skor 8 atau lebih. Penyesuaian tahap dan intensitas upaya resusitasi harus terus dilakukan berdasar perubahan nilai APGAR. Langkah-langkah resusitasi (lihat gambar 17)

Langkah pertama : Penatalaksanan bayi baru lahir adalah mencegah terjadinya kehilangan panas Letakkan bayi dibawah radiant warmer Keringkan tubuh dan kepala bayi dengan cepat Sisihkan kain yang basah dan ganti dengan kain atau handuk lembut yang lain Langkah kedua : Ventilasi (membuka jalan nafas) Letakkan bayi terlentang pada alas datar Posisi dalam keadaan slightly extended, yang dapat dilakukan dengan cara meletakkan handuk dibawah bahu setinggi ¾ atau 1 inchi Jika cairan ketuban tidak tercemar mekonium, isap mulut dan hidung dengan menggunakan ekstraktor mukus, bulb syringe atau suction mekanik dengan tekanan tidak lebih dari 100 mmHg. Pada saat memasukkan alat pengisap, harus diperhatikan kedalamannya dalam mulut dan hidung, oleh karena stimulasi pada dinding faring posterior akan merangsang refleks vagal yang dapat menyebabkan terjadinya bradikardia atau apnea Prosedur langkah pertama dan kedua harus selesai maksimal 20 detik Jika cairan ketuban tercemar mekonium, isap mulut, faring dan hidung pada saat kepala lahir Jika cairan mekonium kental atau bayi depresi, segera bayi diletakkan dibawah radiant warmer, isap mekonium dari hipofaring dan daerah trakea dengan menggunakan endotracheal tube (ETT) Jika cairan mekonium encer dan bayi aktif, penghisapan dari mulut dan hidung saja dan kemudian bayi diobservasi. Pada saat penghisapan, untuk menjaga agar tidak terjadi hipoksia, diberikan O2 melalui hidung Langkah ketiga : Menilai pernafasan Jika pernafasan terjadi secara spontan adekuat, penilaian dilanjutkan dengan menghitung denyut jantung. Perhitungan denyut jantung mutlak dilakukan, walaupun bayi dapat bernafas spontan. Perhitungan denyut jantung dapat dilakukan dengan menggunakan stetoskop atau palpasi nadi pada umbilikus atau arteri brakialis dan perhitungannya dilakukan selama 6 detik Jika frekuensi denyut jantung > 100 x/menit, dilanjutkan dengan penilaian warna kulit, jika kulit biru segera berikan O2 dan jika merah atau sianosis perifer, tidak perlu diberikan O2 cukup dengan observasi saja Jika frekuensi denyut jantung < 100 x/menit, diberikan ventilasi tekanan positif (positive pressure ventilation/PPV). Jika bayi apnea atau pernafasan megap-megap, dapat dicoba dengan memberikan stimulasi taktil pada telapak kaki atau tubuh belakang. Jika tidak memberikan respons, segera dilakukan PPV dengan O2 100% melalui ambu bag & masker atau ambu bag & ETT. Kecepatan PPV 40-60x/menit selama 15-30 detik. Masker yang dipilih adalah masker yang menutup jembatan hidung sampai dagu tanpa menutup mata Jika bayi depresi berat langsung dilakukan PPV Setelah dilakukan PPV selama 30 detik, kemudian dinilai frekuensi denyut jantung Jika frekuensi denyut jantung > 100x/menit dan bayi nafas spontan, PPV dihentikan, O2 diberikan secara free flow dan pemberian O2 dihentikan sampai kulit bayi berwarna merah secara menetap Jika frekuensi denyut jantung 60-100 x/menit dan kemudian cenderung meningkat, pemberian PPV dilanjutkan, sedangkan jika tidak meningkat, tindakan PPV disertai dengan kompresi jantung. Demikian pula jika frekuensi denyut jantung < 60 x/menit (langkah keempat) Langkah keempat : Kompresi jantung

42

Page 43: Perinatologi.pdf

Kompresi jantung harus selalu disertai ventilasi. Rasio kompresi jantung dan ventilasi adalah 3:1, yaitu kompresi jantung selama 1½ detik dan ventilasi ½ detik Kompresi jantung dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu

Ibu jari Dua jari

Pada tehnik dengan menggunakan ibu jari, ke-2 ibu jari menekan sternum dengan kedalaman ½-¾ inchi dan tangan yang lain mengelilingi tubuh bayi, umumnya cara ini lebih sering digunakan Tehnik kedua yaitu dengan menggunakan jari tengah dan telunjuk kemudian menekan sternum dan tangan yang lain menahan belakang tubuh bayi Penilaian denyut jantung dilakukan setiap 30 detik setelah kompresi Jika denyut jantung > 80 x/menit, kompresi jantung dihentikan dan ventilasi dilanjutkan sampai denyut jantung > 100 x/menit dan bayi dapat nafas spontan Jika denyut jantung nol atau tetap < 80 x/menit, kompresi jantung dan ventilasi dilanjutkan. Resusitasi bayi baru lahir selanjutnya ke langkah kelima Langkah kelima : Pemberian obat dan cairan Obat yang pertama kali diberikan adalah epinefrin 1:10.000 dengan dosis 0,2–0,3 ml/kgBB i.v. atau ETT. Pemberian epinefrin akan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan perfusi darah ke jantung dan otak. Denyut jantung kemudian dinilai, jika > 100 x/menit, pemberian obat dihentikan. Jika denyut jantung tetap < 80 x/menit, pemberian epinefrin dapat diulang setiap 3-5 menit. Pada bayi yang mengalami henti nafas yang lama, tidak memberikan respons terhadap pengobatan diatas dan jika tidak terdapat tanda hipovolemia, diberikan Na bikarbonat dengan dosis 2 mEq/kgBB i.v., selama 2 menit Jika terdapat tanda hipovolemia seperti adanya pucat, nadi lemah, respons terhadap resusitasi buruk dan penurunan tekanan darah, diberikan volume expander (whole blood, albumin salin, NaCl fisiologis, Ringer laktat) dengan dosis 10 ml/kgBB i.v., diberikan selama 5-10 menit Jika dengan pemberian epinefrin, volume expander, ventilasi dan kompresi jantung tidak memberikan respons, frekuensi denyut jantung tetap < 100 x/menit dan hipotensi yang menetap, maka bayi diberikan dopamin Obat dan cairan yang digunakan pada bayi baru lahir lihat tabel Pasca resusitasi asfiksia berat : Restriksi cairan : 60 ml/kgBB/hari

PROGNOSIS Sering sulit diperkirakan. Bayi dengan APGAR 5 menit < 5 → 33% menderita HIE. BCB dengan APGAR 0-3 pada pemeriksaan 10, 15 dan 20 menit setelah lahir → angka kematiannya 18%, 48% dan 59%. Prognosis buruk apabila terjadi gagal nafas spontan dalam 1 jam setelah lahir, kejang menetap, gangguan metabolik berat dan adanya gambaran radiologik abnormal (perdarahan serebral, infark serebral, atropi serebral)

43

Page 44: Perinatologi.pdf

Letakkan dibawah radian heater Keringkan tubuh bayi

Sisihkan kain yang basah Tempatkan bayi pada posisi yang benar

Penghisapan dari mulut lalu hidung Stimulasi taktil (bila perlu)

44

tidak ada atau

megap-megap

PPV-O2 100%

selama 15-30 detik

Nilai bunyi jantung Nilai bunyi jantung < 100

spontan

< 60 60 - 100 > 100

Nilai warna kulit

Amati nafas

spontan,

hentikan bantuan

nafas

Bunyi jantung

meningkat↓

bantuan nafas

Bunyi jantung

tak meningkat

bantuan

nafas kompresi jantung bila BJ < 80

Bantuan nafas

kompresi jantung

merah atau

sianosis

biru Obat-obatan bila bunyi jantung < 80 setelah 30 detik PPV dan

kompresi jantung

Nilai pernafasan

Page 45: Perinatologi.pdf

Encer

Bayi aktif Bayi depresi

Observasi Penghisapan

trakea

Resusitasi PRN Resusitasi PRN

Kental

Penghisapan intra partum dari mulut, faring dan hidung

Mekonium di dalam air ketuban

Gambar 18. Bagan Penghisapan Bayi dengan Mekonium dalam Air Ketuban

45

Page 46: Perinatologi.pdf

Bunyi jantung = 0 atau

Bunyi jantung < 80 setelah 30 detik PPV dan kompresi dada

Beri epinefrin Dapat diulang setiap 3-5 detik

Henti nafas lama yang tidak

berrespons terhadap pengobatan lain

Beri bikarbonas

natrikus

Terjadi/diduga terdapat kehilangan darah

dengan tanda-tanda hipovolemia

Beri volume expander

Terjadi depresi yang lama

Dapat diulang bila tanda

hipovolemia menetap

< 100

Hentikan obat> 100 Nilai bunyi jantung

Pertimbangkan penyebab lain pneumotoraks hernia diaphragmatika hipertensi pulmonal persisten

Pemberian dopamin Konsultasi

Gambar 19. Bagan Ikhtisar Penggunaan Obat selama Resusitasi Neonatus

46