PERILAKU PENCARIAN INFORMASI PEMUSTAKA TUNANETRA PADA PERPUSTAKAAN SEKOLAH LUAR BIASA-A PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan (S.IP) oleh: Donna Sitta Ariyanti NIM. 1111025100068 PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2015 M
167
Embed
PERILAKU PENCARIAN INFORMASI PEMUSTAKA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29171/3/AGUS... · Perpustakaan merupakan salah satu lembaga yang di dalamnya menyediakan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PERILAKU PENCARIAN INFORMASI PEMUSTAKATUNANETRA PADA PERPUSTAKAAN SEKOLAH LUAR
BIASA-A PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
SkripsiDiajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan (S.IP)
oleh:
Donna Sitta AriyantiNIM. 1111025100068
PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1436 H / 2015 M
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
PERILAKU PENCARIAN INFORMASI PEMUSTAKA BERKEBUTUHAN
KHUSUS PADA PERPUSTAKAAN SEKOLAH LUAR BIASA-A PEMBINA
TINGKAT NASIONAL JAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan (S.IP)
Oleh:
Donna Sitta AriyantiNIM. 1111025100068
Dibawah Bimbingan:
Ida Farida, MLISNIP. 19700407 200003 2 003
PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1436 H / 2015 M
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama Mahasiswa : Donna Sitta Ariyanti
N I M : 1111025100068
Program Studi : Ilmu Perpustakaan
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri yang merupakanhasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri serta bukan merupakan replikasimaupun saduran dari hasil karya atau hasil penelitian orang lain.
Apabila terbukti skripsi ini merupakan plagiat atau replikasi maka skripsi dianggap gugur danharus melakukan penelitian ulang untuk menyusun skripsi baru dan kelulusan serta gelarnyadibatalkan.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul dikemudian hari menjaditanggungjawab saya.
Jakarta, 18 Juni 2015
Donna Sitta Ariyanti
i
ii
ABSTRAK
Donna Sitta Ariyanti (1111025100068). Perilaku Pencarian Informasi PemustakaTunanetra pada Perpustakaan Sekolah Luar Biasa-A Pembina Tingkat NasionalJakarta. Dibawah bimbingan Ida Farida MLIS. Program Studi Ilmu PerpustakaanFakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif HidayatullahJakarta 2015.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kebutuhan informasi, proses pencarianinformasi, solusi yang untuk mengatasi kendala, dan peran pustakawan dalammembantu pencarian informasi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif denganpendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukan kebutuhan informasi pemustakaialah buku pelajaran braille, buku cerita braille, atlas taktual dan Al-Qur’an braille.Proses pencarian informasi yang dilakukan pada tiap pemustaka berbeda-beda. padaumumnya mereka melakukan tahapan initiation (pemustaka merasakan kurangnyailmu pengetahuan), starting (pemustaka memulai pencarian), chaining (pemustakamenghubungkan sumber yang dicari dengan informasi yang dibutuhkan), browsing(mencari pada lebih dari satu sumber), differentiating (pemustaka membedakaninformasi yang didapat), extracting (pemustaka mencatat informasi yang diangappenting), presentation (perasaan lega, puas yang dirasakan pemustaka denganinformasi yang didapat sehingga informasi tersebut dapat digunakan dandipresentasikan) dan ending (pemustaka mengakhiri pencarian informasi). Keunikantersendiri dalam proses pencarian informasi yang dilakukan pemustaka tunanetra ialahmereka selalu berkomunikasi satu dengan yang lainnya. Kendala yang dihadapipemustaka ialah fasilitas yang kurang memadai, berpindah-pindahnya buku, danketerbatasan ruangan. Solusi yang mereka lakukan jika mengalami kendala tersebutialah meminta bantuan kepada teman, dan pustakawan. Peran pustakawan dalammembantu pencarian informasi bagi pemustaka ialah sebagai motivator dan fasilitator.Sebagai motivator pustakawan menghimbau pemustaka agar tidak pesimis dalammencari informasi. Sedangkan sebagai fasilitator pustakawan memberi tahu letaksumber informasi yang dicari pemustaka, membantu dan mengambilkan sumberinformasi yang dicari pemustaka.
Kata Kunci : perpustakaan, perilaku pencarian informasi, tunanetra
iii
ABSTRACT
Donna Sitta Ariyanti (1111025100068). Information Seeking Behaviors Users Librarywith Visual Disability in Special Need School National Erector Jakarta.Supervised by Ida Farida MLIS. Departement of Library Science Faculty ofAdab and Humanities Islamic State University Syarif Hidayatullah Jakarta 2015.
This study aims to know information seeking behaviors by visual disability students,information needs, information seeking behaviors, problem solving solution, and therole of librarians in helping the users for searching their information. This study usesdescriptive method with qualitative approach. The result of this study shows the usersneeds information are braille study books, braille story books, tactual atlas, and brailleQor’an. Information seeking behaviors conducted by each user are different. Most ofthem through several steps, that steps are initiation (users feelings of uncertanty),starting (users starting to search), chaining (relating the sought sources withinformation needed by the users), browsing (searching for more than one sources),differentiating (distinguishing the collected information by the users), extracting(noting the important information), presentation (users feelings satisfaction causes theinformation that their found, so the information can be used and presented), andending (seeking process is finish). Uniqueness among the users their alwayscommunicate each other. The users main problem in seeking information areinadequate facilities, unorganized books, and limited space. As the solution, they willask for helps to their friends or the librarian. The role of the librarian in helpinginformation seeking behaviors for the user as a motivator and facilitator. As amotivator the librarian suggest user to be not pessimistic to search informationneeded. While the role of the librarian as facilitator are to tell the location ofinformation resources, help, and take information resources for users.
Keywords: library, information seeking behaviors, visual disability
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil’alamin. Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah
SWT atas berkah, rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi. Shalawat dan salam senantiasa disanjungkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang dijadikan panutan dan tauladan bagi seluruh umat manusia
hingga akhir zaman. Adapun judul skripsi ini adalah ”Perilaku Pencarian Informasi
Pemustaka Tunanetra pada Perpustakaan Sekolah Luar Biasa-A Pembina Tingkat
Nasional Jakarta.” Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat
untuk mencapai gelar Strata Satu (S1) pada Progam Studi Ilmu Perpustakaan Fakultas
Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini berhasil
diselesaikan oleh penulis berkat kerja keras doa serta dukungan dari berbagai pihak
yang terkait. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang
telah memberikan bantuan, semangat serta masukan-masukan kepada penulis, ucapan
terimakasih tersebut diberikan kepada:
1. Kedua Orangtua, Ibu Nartuti, S.Pd dan Bapak Margiyo, S.Pd yang penuh
keikhlasan dan kesabaran dalam mendidik dan membimbing penulis, serta doa
yang selalu disalurkan untuk penulis.
2. Kakak Cornelia Valeriyana Putri, S.Pd, kakak ipar Gunawan S.E dan ponakan
Adelard Noval Gunawan yang telah memberikan semangat dalam penyelesaian
skripsi ini.
3. Prof. Dr Sukron Kamil, MA, selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Pungki Purnomo, MLIS, selaku Ketua Jurusan Ilmu Perpustakaan, Fakultas Adab
dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
v
5. Mukmin Suprayogi, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Perpustakaan, Fakultas
Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6. Ibu Ida Farida, MLIS, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan, arahan dan masukan kepada penulis
7. Ibu Siti Maryam, M.Hum, selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan saran kepada penulis.
8. Bapak Tri Murjoko, M.Pd, selaku Kepala Sekolah SLB-A PTN yang telah
mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di perpustakaan SLB-A PTN.
9. Bapak Dedi Supriadi, M.Pd, selaku kepala Perpustakaan SLB-A PTN yang telah
meluangkan waktu untuk dilakukannya penelitian ini.
10. Angga, Tiara, David Septiadi, Rian Faturahmadiah Subrik, Yogi, Ahmad Hilmi
‘Almusawah, Monica Febrianti, selaku siswa-siswi SLB-A PTN yang telah
bersedia untuk menjadi informan dalam penelitian ini.
11. Segenap dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah memeberikan ilmu yang bermanfaat untuk penulis
Gambar 1. Model Perilaku Pencarian Informasi...................................................... 41
Gambar 2. Proses Tahapan Perilaku Pencarian Informasi Ellis dan Kuhltlau yang
dikomparasikan oleh Wilson.................................................................. 44
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perpustakaan merupakan salah satu lembaga yang di dalamnya
menyediakan beragam informasi. Keberadaaan perpustakaan di zaman yang
sudah maju ini penting adanya, dengan adanya perpustakaan tiap orang dapat
mencari dan memenuhi kebutuhan informasinya. Perpustakaan terbagi menjadi
beberapa jenis, salah satunya ialah perpustakaan sekolah. Dilihat dari definisinya,
perpustakaan sekolah adalah perpustakaan yang berada di lingkungan sekolah
yang bertujuan untuk menyimpan, mengelola dan melayanakan informasi untuk
siswa-siswi, guru-guru sekolah ataupun karyawan sekolah.
Keberadaan perpustakaan sekolah didukung kuat oleh pemerintah yang
tertuang dalam Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sindiknas). Pada pasal 35 ayat 1 bahwa
Standar Nasional Pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan,
tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan
penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.1
Penjelasan lebih lanjut mengenai standar sarana dan prasarana pendidikan
mencakup ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan,
laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi,
dan sumber belajar lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran,
termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.2 Dengan adanya
1 Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang SistemPendidikan Nasional, h.11
2 Ibid. h.32
2
perpustakaan sekolah ini dapat menyediakan informasi dan pengetahuan untuk
menunjang kegiatan belajar dan mengajar. Maka keberadaan perpustakaan bagi
suatu instansi di bidang pendidikan sangat penting adanya.
Berbicara mengenai sekolah, disebutkan bahwa hak setiap warga negara
untuk memperoleh pendidikan. Anak yang memiliki keterbatasan fisik ataupun
mental pun mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Hal
tersebut tertuang pada UU Sindiknas Pasal 5 ayat 2 bahwa warga negara yang
memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak
memperoleh pendidikan khusus.3 Berdasarkan undang-undang tersebut
didirikanlah sekolah luar biasa untuk menangani anak-anak yang memiliki
keterbatasan fisik ataupun mental. Berdasarkan kekurangan yang dimiliki,
Sekolah Luar Biasa dibagi menjadi beberapa jenis, salah satunya ialah Sekolah
Luar Biasa-A (SLB-A). Sekolah ini khusus bagi perserta didik yang memiliki
kekurangan dibidang penglihatan, atau disebut dengan tunanetra. Maka pada
tanggal 1981 berdirilah Sekolah Luar Biasa bagian A untuk Tunanetra yang
dinamakan Sekolah Luar Biasa-A Pembina Tingkat Nasional (SLB-A PTN)
Jakarta. Dalam SLB-A PTN ini terdapat jenjang pendidikan mulai dari TKLB,
SDLB, SMPLB dan SMALB.
Dengan kekurangan dalam penglihatan sekolah memiliki sistem pengajaran
khusus dalam kegiatan belajar dan mengajar bagi peserta didiknya. Dari sisi
perpustakaan, dengan siswa-siswi yang memiliki keterbatasan di bidang
penglihatan menjadikan perpustakaan SLB-A ini memiliki koleksi khusus untuk
menunjang kebutuhan informasi pemustaka, yaitu koleksi buku braille, atlas
braille, dan CD yang berisi cerita ataupun dongeng. Pelayanan perpustakaan
3 Ibid, h.4
3
merupakan suatu unsur penting karena dibagian inilah proses penyebaran
informasi, pemanfaatan jasa dan fasilitas yang ada di perpustakaan dapat
disajikan. Pelayanan perpustakaan merupakan jembatan informasi antara
pemustaka dan pustakawan, di pelayanan inilah informasi dapat disampaikan
langsung dan pustakawan pun dapat membantu pemustaka dalam pencarian
informasi. Pada pemustaka tunanetra, pelayanan pun sangat penting. Setiap
harinya terdapat 2-5 pemustaka yang berkunjung ke perpustakaan. Selain itu
perpustakaan pun sering digunakan sebagai sarana belajar bagi guru selain
dilakukan dikelas. Perpustakaan memberikan jadwal untuk dilakukannya
pembelajaran yang didampingi oleh guru, bahwa dalam tiga hari dalam seminggu
diadakan untuk belajar di perpustakaan secara begantian pada tiap kelas.
Dengan keterbatasan penglihatan, bantuan dalam pencarian informasi pun
sangat diperlukan. Pemustaka dalam mencari informasi langsung tertuju pada rak
koleksi. Rak koleksi menunjukan subjek tertentu pada koleksi. Pada perpustakaan
SLB-A koleksi disusun berdasarkan mata pelajaran. Bagi perpustakaan
merupakan tantangan untuk dapat menunjang pemenuhan kebutuhan informasi
melalui koleksi perpustakaan ataupun dari fasilitas yang disediakan perpustakaan.
Selain didukung fasilitas, pemustaka berkebutuhan khusus dengan keterbatasan
penglihatan ini memerlukan pustakawan untuk membantu penelususran informasi
yang akan dicarinya. Pada pemustaka tunanetra ini dalam mencari informasi
langsung menuju rak koleksi dengan meraba benda sekelilingnya. Melalui
meraba mereka mengingat letak rak, bangku, meja yang ada di perpustakaan.
Berdasarkan hal tersebut menjadikan perpustakaan SLB-A jarang untuk
melakukan pemindahan koleksi atau pengaturan ulang koleksi perpustakaan,
karena perilaku pemustaka dalam mencari informasi berdasakan ingatan mereka.
4
Dengan meraba sekeliling ini dapat menjadi petunjuk keberadaan koleksi yang
mereka cari. Mereka pun terkadang diselingi obrolan apabila koleksi yang
mereka cari tidak ditemukan. Pencarian tersebut menjadi unik ketika pemustaka
sudah ada di rak buku, lalu mereka pun mulai membaca huruf braille yang ada
pada judul buku satu persatu, hingga akhirnya mereka menemukan koleksi yang
dicari.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk mengetahui lebih
dalam mengenai perilaku pemustaka tunanetra, bagaimana tindakan atau langkah
selanjutnya yang dilakukan pemustaka dalam mencari informasi. Adapun dari
penjelasan diatas dibuatlah skripsi ini yang berjudul “Perilaku Pencarian
Informasi Pemustaka Tunanetra pada Perpustakaan Sekolah Luar Biasa-A
Pembina Tingkat Nasional Jakarta.”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Untuk memperoleh data yang sesuai dengan tema yang diambil, maka dalam
hal ini penulis memberikan batasan dalam penelitian. Pembatasan ini dibuat
untuk memfokuskan penelitian sesuai dengan tema yang diambil. Dalam
penelitian ini akan dilakukan di Perpustakaan SLB-A Pembina Tingkat
Nasional dengan 7 informan yang terdiri dari satu siswa kelas 5 dan satu siswa
kelas 6 SDLB, masing-masing satu orang siswa kelas 1, 2, dan 3 siswa
SMPLB, dan masing-masing kelas 1 dan 2 siswa SMALB. Penetapan
informan pada tiap jenjang pendidikan dari SDLB sampai SMALB
dimaksudkan untuk mengetahui lebih dalam perilaku mereka dalam pencarian
5
informasi di Perpustakaan SLB-A PTN. Pokok bahasan dalam penelitian ini
akan membahas mengeanai:
a. Kebutuhan informasi pemustaka tunanetra
b. Proses dalam pencarian informasi pemustaka tunanetra
c. Solusi yang dilakukan pemustaka untuk mengatasi kendala dalam
pencarian informasi
d. Peran Pustakawan dalam membantu penelusuran informasi
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka penulis merumuskan masalah
penelitian ini ke dalam beberapa poin, yaitu:
a. Bagaimana kebutuhan informasi pemustaka pada Perpustakaan SLB-A
PTN?
b. Bagimana proses yang dilakukan pemustaka tunanetra dalam pencarian
informasi pada Perpustakaan SLB-A PTN?
c. Bagaimana solusi yang dilakukan pemustaka untuk mengatasi kendala
dalam pencarian informasi pada Perpustakaan SLB-A PTN?
d. Bagaimana peran pustakawan dalam membantu penelusuran informasi
pemustaka pada Perpustakaan SLB-A PTN?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Agar sasaran dalam penelitian ini jelas dan sesuai dengan permasalahan di
atas, maka tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku
pencarian informasi pemustaka SLB-A PTN yang terbagi sebagai berikut:
6
a. Untuk mengetahui bagaimana kebutuhan informasi pemustaka pada
Perpustakaan SLB-A PTN.
b. Untuk mengetahui proses yang dilakukan pemustaka tunanetra dalam
pencarian informasi pada Perpustakaan SLB-A PTN.
c. Untuk mengetahui solusi yang dilakukan pemustaka untuk mengatasi
kendala dalam pencarian informasi pada Perpustakaan SLB-A PTN.
d. Untuk mengetahui peran pustakawan dalam membantu penelusuran
informasi pemustaka pada Perpustakaan SLB-A PTN.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Bagi Peneliti
Dengan adanya penelitian ini maanfaat yang didapat bagi peneliti dapat
yaitu dapat menambah pengetahuan perihal perilaku pemustaka tunanetra
dalam mencari informasi.
b. Manfaat Bagi Lembaga Terkait
Dengan adanya penelitian ini tertuang gambaran mengenai perilaku
pemustaka tunanetra dalam pencarian informasi serta dapat dijadikan
evaluasi dalam meningkatkan pelayanan bagi perpustakaan.
c. Manfaat bagi Univeritas
Memberikan informasi dan pengetahuan mengenai perilaku pemustaka
tunenetra dalam mencari informasi pada Perpustakaan SLB-A Pembina
Tingkat Nasional dan dapat dijadikan sumber rujukan bagi peneliti lainnya.
d. Manfaat bagi Masyarakat
Dapat dijadikan sebagai khazanah ilmu pengetahuan masyarakat perihal
perilaku pemustaka tunanetra dalam mencari informasi.
7
D. Definisi Istilah
1. Pengertian Perpustakaan SLB-A
Perpustakaan adalah salah satu alat yang vital dalam setiap program
pendidikan, pengajaran dan penelitian (research) bagi setiap lembaga
pendidikan dan ilmu pengetahuan.4 Dalam penelitian ini membahas mengenai
perpustakaan sekolah. Perpustakaan sekolah adalah kumpulan bahan pustaka,
baik berupa buku-buku maupun bukan buku (non book material) yang
diorganisasi secara sistematis dalam suatu ruangan sehingga dapat membantu
murid-murid dan guru-guru dalam proses belajar mengajar di sekolah.5 SLB-A
PTN adalah sekolah khusus yang ditujukan untuk anak-anak yang memiliki
kekurangan baik secara fisik maupun mental. Maka dapat disimpulkan
Perpustakaan SLB-A adalah suatu unit pengelolaan bahan pustaka yang berada
dinaungan bidang pendidikan yang menangani siswa-siswi tunanetra khusus
yang bertujuan untuk mengadakan, mengolah dan menyajikan informasi untuk
siswa-siswi, guru-guru ataupun karyawan sekolah dalam menunjang proses
belajar dan mengajar.
2. Pengertian Perilaku Pencarian Informasi
Pada Kamus Besar Bahasa Indoesia pencarian ialah proses, cara, perbuatan,
mencari. Perilaku pencarian informasi merupakan keseluhuran perilaku
manusia berkaitan dengan sumber dan saluran informasi, termasuk perilaku
pencarian dan penggunaan informasi baik secara aktif maupun pasif.6 Maka
dapat dikatakan perilaku pencarian informasi merupakan suatu proses, cara,
4 Noerhayati. Pengelolaan Perpustakaan, (Bandung: Alumni, 1987), h.15 Ibrahim Bafadal, Pengelolaan Perpustakaan Sekolah,( Jakarta: Bumi Aksara, 2011) h.46 Muhammad Yusuf Pawit dan Yaya Suhendar. Pedoman Peyelenggaraan Perpustakaan Sekolah.
(Jakarta: Kencana, 2007) h.100
8
tindakan untuk mencari informasi, data atau berita mengenai kebutuhan
informasi dimiliki seseorang.
3. Pengertian Pemustaka Tunanetra
Menurut UU No.43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan pasal 1 ayat 9
pemustaka adalah pengguna perpustakaan yaitu perseorangan, sekelompok
orang, masyarakat atau lembaga yang memanfaatkan fasilitas layanan
perpustakaan. Anak berkebutuhan khusus adalah seorang anak yang
memerlukan pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan belajar dan
kebutuhan masing-masing anak secara individual.7 Maka dapat dikatakan
pemustaka tunanetra ialah pengguna perpustakaan yang memanfaatkan
layanan perpustakaan namun memiliki kekurangan pada panca indera,
sehingga mereka memerlukan layanan khusus dan fasilitas khusus dalam
perpustakaan. Dalam penelitian ini memfokuskan pada pemustaka tunanetra.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini dibagi atas 5 bab dan masing-
masing bab berisi beberapa bagian seperti yang digambarkan dibawah ini.
BAB I : Pendahuluan
Pada Bab ini memuat latar belakang, pembatasan dan perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, definisi istilah, dan sistematika
penulisan.
BAB II : Tinjauan Literatur
7 Zaenal Alimin, Reorientasi Pemahaman Konsep Pendidikan Khusus Pendidikan KebutuhanKhusus dan Implikasinya terhadap Layanan Pendidikan. Jurnal Asesmen dan Intervensi AnakBerkebutuhan Khusus. ( Bandung: UPI, 2004) . Vol.3 No 1. h.53
9
Dalam bab ini dipaparkan mengenai pengertian, tugas dan fungsi
perpustakaan sekolah, pengertian perpustakaan SLB-A, pengetian dan
peran perpustakaan SLBA. Selanjutnya akan dijelaskan pemustaka
tunanetra, dalam hal pengertian pemustaka, penyebab dan masalah
ketunanetraan. Akan dibahas pula pengertian kebutuhan informasi,
sumber perolehan informasi, jenis sumber informasi dan manfaat
informasi. Terakhir akan dijelaskan pengertian dan model perilaku
pencarian informasi. Pada bab inipun membahas mengenai penelitian
terdahulu yang telah dilakukan dengan tema yamg sama.
BAB III : Metode Penelitian
Bab ini akan membahas metode apa yang dipakai dalam melakukan
penelitian ini, perihal jenis dan pendekatan yang dipakai, sumber data,
pemilihan informan, teknik pengolahan data, teknik analisis data dan
jadwal penelitian.
BAB IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada bab ini memaparkan gambaran umum Perpustakaan SLB-A
Pembina Tingkat Nasional, mencangkup sejarah singkat, visi, misi,
tugas dan fungsi perpustakaan. Lalu akan membahas struktur
organisasi, jenis layanan, jenis koleksi dan fasilitas perpustakaan.
Selanjutnya akan membahas hasil penelitian, analisa dan hasil
penelitian mengenai kebutuhan informasi pemustaka, proses pencarian
informasi, solusi yang dilakukan atas kendala yang dialami pemustaka
dalam pencarian informasi, peran pustakawan dalam membantu
pemustaka pada proses pencarian informasi.
10
BAB V : Penutup
Dalam bab ini penulis memaparkan kesimpulan yang diperoleh dari
penelitian yang telah didukung dengan referensi yang telah digunakan.
Penulis berusaha memberikan saran untuk pengembangan
perpustakaan yang bersangkutan dari hasil penelitian yang diperoleh.
11
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
A. Perpustakaan Sekolah
1. Definisi Perpustakaan Sekolah
Keberadaan perpustakaan di zaman yang maju ini sangat penting
adanya, perpustakaan sebagai lembaga pengelola informasi sangat dibutuhkan
untuk menambah pengetahuan. Secara umum perpustakaan mempunyai arti
sebagai suatu tempat yang di dalamnya terdapat kegiatan penghimpunan,
pengolahan, dan penyebarluasan (pelayanan) segala macam informasi, baik
yang tercetak maupun yang terekam dalam berbagai media seperti buku,
majalah, surat kabar, film, kaset, tape recorder, video, komputer, dan lain-
lain.8
Keberadaan perpustakaan di sekolah pun sangat penting, perpustakaan
dapat menjadi sumber pengetahuan bagi siswa-siswi, guru ataupun karyawan
sekolah lainnya. Definisi perpustakaan sekolah adalah perpustakaan yang
berada di lingkungan sekolah yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
infromasi bagi masyarakat di lingkungan sekolah yang bersangkutan,
khususnya para guru dan murid, berperan sebagai media dan sarana untuk
menunjang kegiatan proses belajar mengajar di tingkat sekolah.9 Dengan
adanya perpustakaan di lingkungan sekolah siswa dapat memperoleh informasi
untuk membantu mengerjakan tugas atau untuk menambah pengatahuan. Guru
8 Muhammad Yususf Pawit dan Yaya Suhendar, Pedoman Peyelenggaraan Perpustakaan Sekolah,(Jakarta: Kencana, 2007) h.1
9 Ibid., h.2
12
pun dapat menggunakan perpustakaan untuk memperoleh literatur bahan ajar,
atau untuk mengembangkan pengetahuan dalam proses mengajar.
Perpustakaan sekolah pun harus memberikan bekal kepada siswa
berupa keterampilan belajar sepanjang hidup, mengembangkan imajinasi
mereka sehingga memungkinkan mereka hidup sebagai warga negara yang
bertanggung jawab.10
2. Tujuan Perpustakaan Sekolah
Perpustakaan sekolah sebagai bagian integral dari sekolah, merupakan
komponen utama pendidikan di sekolah, diharapkan dapat menunjang
terhadap pencapaian tujuan dari perpustakaan sekolah , yaitu: 11
a. Mendorong dan mempercepat proses penguasaan teknik membaca para
siswa
b. Membantu menulis kreatif bagi para siswa dengan bimbingan guru dan
pustakawan
c. Menumbuhkembangkan minat dan kebiasaan membaca para siswa
d. Menyediakan berbagai macam sumber informasi untuk kepentingan
pelaksanaan kurikulim
e. Mendorong, menggairahkan, memelihara, dan memberi semangat
membaca dan semangat belajar bagi para siswa
f. Memperluas, memperdalam, dan memperkaya pengalaman belajar para
siswa dengan membaca buku dan koleksi lain yang mengandung ilmu
pengetahuan dan teknologi, yang disediakan oleh perpustakaan
10 Rizal Saiful Haq, dkk, Perpustakaan dan Pendidikan: Pemeteaan Peranserta Perpustakaandalam Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, FAH,2005), h.33
11 Ibid., h.3
13
g. Memberikan hiburan sehat untuk mengisi waktu senggang melalui
kegiatan menbaca, khususnya buku-buku dan sumber bacaan lainnya yang
bersifat kreatif dan ringan, seperti fiksi, cerpen, dan lainnya
Penyelenggaraan perpustakaan sekolah bukan hanya untuk
mengumpulkan, menyimpan bahan-bahan pustaka, tetapi dengan adanya
penyeleggaraan perpustakaan sekolah diharapkan dapat membantu murid-
murid dan guru menyelesaikan tugas-tugas dalam proses belajar mengajar,
maka manfaat lain dari perpustakaan sekolah yaitu: 12
a. Perpustakaan sekolah dapat menimbulkan kecintaan murid-murid
terhadap membaca.
b. Perpustakaan sekolah dapat memperkaya pengalaman belajar murid-
murid.
c. Perpustakaan sekolah dapat menanamkan kebiasaan belajar mandiri yang
akhirnya murid-murid mampu belajar mandiri.
d. Perpustakaan sekolah dapat memepercepat proses penguasaan teknik
membaca.
e. Perpustakaan sekolah dapat membantu perkembangan kecakapan bahasa.
f. Perpustakaan sekolah dapat melatih murid-murid kearah tanggung jawab.
g. Perpustakaan sekolah dapat memperlancar murid-murid dalam
menyelesaikan tugas-tugas sekolah
h. Perpustakaan sekolah dapat membantu guru-guru menemukan sumber-
sumber pengajaran
12 Ibrahim Bafdal, Pengelolaan Perpustakaan Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h.5
14
i. Perpustakaan sekolah dapat membantu murid-murid, guru-guru, dan
anggota staf sekolah dalam mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
3. Fungsi Perpustakaan Sekolah
Perpustakaan sekolah merupakan lembaga pengelola informasi mulai
dari pengadaan, pengolahan dan pelayanan yang diperuntukan untuk siswa,
guru, ataupun karyawan sekolah. Sebagai lembaga pengelola informasi,
terdapat lima fungsi pokok dalam perpustakaan sekolah, yaitu:13
a. Fungsi Edukatif
Di dalam perpustakaan sekolah tersedia buku-buku baik fiksi ataupun
nonfiksi sehingga memungkinkan murid-murid untuk belajar mandiri
tanpa bimbingan dari guru. Dengan adanya koleksi ini dapat
meningkatkan ketertarikan dari segi membaca, sehingga teknik membaca
pun dapat dikuasai murid-murid. Segala fasilitas dan sarana yang ada pada
perpustakaan sekolah, terutama koleksi yang dikekolanya banyak
membantu para siswa sekolah untuk belajar dan memperoleh kemampuan
dasar dalam mentransfer konsep-konsep pengetahuan, sehingga
dikemuadian hari para siswa memiliki kemapuan untuk mengembangkan
dirinya lebih lanjut. Melalui pendidikan merupakan cara yang paling tepat
untuk meningkatkan kualitas manusia seutuhnya. Dengan ini dapat
menunjang penyelenggaraan pendidikan sekolah, menjadikannya
perpustakaan bersifat sebagai sumber untuk belajar.
13 Ibid., h.6
15
b. Fungsi Informatif
Fungsi ini berkaitan dalam mengupayakan penyediaan koleksi
perpustakaan yang bersifat “memberi tahu” akan hal-hal yang
berhubungan dengan kepentingan para siswa dan guru. Penyediaan
koleksi yang ada di perpustakaan sekolah misalnya buku, majalah,
bulletin, surat kabar, pamflet, kliping artikel, peta, atlas, koleksi CD,
kaset, TV dan lain sebagainya. Dengan adanya hal tersebut dapat
memberikan informasi atau keterangan yang diperlukan pemustaka.
c. Fungsi Tanggungjawab Administratif
Fungsi ini tampak pada kegiatan sehari-hari di perpustakaan sekolah,
dimana setiap peminjaman dan pengembalian buku dicatat oleh
pustakawan. Manfaatnya dapat mendidik murid-murid kearah tanggung
jawab, juga membiasakan murid-murid bersikap dan bertindak secara
administratif.
d. Fungsi Rekreasi
Perpustakaan menyediakan koleksi yang bersifat ringan seperti surat
kabar, majalah umum, buku-buku fiksi, dan sebagainya, yang diharapkan
dapat menghibur pembacanya disaat yang memungkinkan.
e. Fungsi Riset
Fungsi riset dalam perpustakaan sekolah dapat diartikan koleksi
perpustakaan sekolah dapat dijadikan bahan untuk membantu
dilakukannya kegiatan penelitian sederhana. Segala informasi mengenai
pendidikan tingkat sekolah bersangkutan dapat disimpan di perpustakaan,
nantinya dapat berguna sebagai penunjang kegiatan penelitian. Seorang
16
peneliti dapat melakukan riset mengenai literatur yang akan dipakai dalam
penelitian melalui koleksi yang ada di perpustakaan.
B. Perpustakaan SLB-A
1. Pengertian SLB-A
Kepanjangan dari SLB adalah Sekolah Luar Biasa yang bertujuan untuk
memberikan pendidikan bagi anak-anak yang memiliki kertebatasan fisik,
emosi ataupun mental yang biasa disebut dengan Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK). Pendidikan Luar Biasa merupakan bentuk pelayanan pendidikan
khusus bagi anak yang memiliki kekurangan fisik ataupun kekurangan mental.
Didirikannya SLB ini ditinjau dari beberapa aspek, aspek-aspek tersebut
yaitu:14
a. Dasar Pedogogis
Dengan memberikan pelayanan pendidikan yang sistematis dan terarah,
anak-anak berkelainan diharapkan menjadi warga masyarakat/warga
Negara yang terampil dan dapat mandiri, serta bertanggung jawab
terhadap kehidupan dan penghidupannya, serta tidak teralalu
menggantungkan diri pada orang lain.
b. Dasar Psikologis
Dengan pendidikan yang baik pada mereka dapat dikembangkan
kepercayaan diri sendiri dan harga dirinya. Dengan latihan serta
pendidikannya yang baik dapat mengatasi kelainannya, serta
kecacatannya tidak dirasakan sebagai beban.
14 Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Petunjuk Penyelenggaraan Sekolah LuarBiasa, ( Jakarta: Bina Flora Utama, 1985), h.6
17
c. Dasar Sosiologis
Meskipun cacat dia akan mampu berkomunikasi dengan lingkungannya
bahkan dapat ikut serta secara akrif dalam masyarakat. Dengan demikian,
usia memiliki status sebagai warga masyarakat.
Dalam pelaksanaanya, sekolah luar biasa dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu: 15
a. Sekolah Luar Biasa Pembina, terdiri dari dua macam:
1) Sekolah Luar Biasa Pembina Tingkat Nasional
Adalah sekolah yang melaksanakan latihan dan penyegaran bagi
tenaga kependidikan Sekolah Luar Biasa, pengolahan dan pemecahan
permasalahan di bidang pembinaannya, serta melaksanakan
pengembangan Sekolah Luar Biasa yang meliputu Tingkat persiapan,
Tingkat Dasar, dan Tingkat Menengah/Lanjutan.
2) Fungsi SLB Pembina Tingkat Nasional:
a) Mengadakan pelatihan dan penyegaran bagi tenaga guru dan
tenaga kependidikan lainnya serta penyelenggara pendidikan luar
biasa
b) Melakukan pengkajian di bidang proses belajar mengajar dan
menerapkannya pada Sekolah Luar Biasa
c) Memberikan bimbingan dan penyuluhan bagi siswa, orang tua dan
masyarakat
d) Mengadakan percontohan pendidikan tingkat persiapan, tingkat
dasar, dan tingkat menengah/lanjutan
15 Ibid., h.8
18
e) Mengadakan pemeriksaan psikologis, medis dan sosiologis siswa
f) Membina hubungan kerja dan kerjasama dengan orang
tua/masyarakat
g) Melakukan/mengadakan publikasi yang menyangkut pendidikan
luar biasa sesuai dengan kelainannya
h) Melaksanakan urusan tata usaha dan rumah tangga sekolah
b. Sekolah Luar Biasa Pembina Tingkat Provinsi
Merupakan sekolah yang melaksanakan penyegaran bagi tenaga
kependidikan serta percontohan penyelenggaraan SLB. Tugas dan Fungsi
SLB Pembina Tingkat Provinsi ialah melaksanakan latihan dan
penyegaran bagi tenaga kependidikan Sekolah Luar Biasa, pengolahan
dan pemecahan permasalahan di bidang pembinaannya, serta
melaksanakan pengembangan Sekolah Luar Biasa yang meliputu Tingkat
persiapan, Tingkat Dasar, dan Tingkat Menengah/Lanjutan.
Pengklasifikasian anak berkebutuhan jika dikaitkan dengan kepentingan
pendidikannya -khususnya di Indonesia- maka untuk pendidikannya dibedakan
menjadi seperti berikut:16
a. Bagian-A sebutan untuk kelompok anak tunanetra
Anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan dalam penglihatannya,
akibat kurang berfungsi indera penglihatan baik sebagian (low vision)
atau kehilangan seluruhan penglihatannya (buta).
16 Mohammad Effendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: Bumi Aksara,2009), h.11
19
b. Bagian-B sebutan untuk kelompok anak tunarungu
Anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan
mendengar baik sebagian (kurang dengar) atau seluruhnya (tuli) yang
diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat
pendengaran.
c. Bagian-C sebutan untuk kelompok anak tunagrahita
Anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata,
mempunyai kelainan mental, atau tingkah laku akibat kecerdasan yang
terganggu.
d. Bagian-D sebutan untuk kelompok anak tunadaksa
Tunadaksa adalah suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat
gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot dan sendi dalam
fungsinya yang normal sehingga mengakibatkan terganggunya fungsi
motorik. Kondisi ini ditandai memiliki kelainan fisik, khususnya anggota
badan, seperti kaki, tangan, atau bentuk tubuh.
e. Bagian-E sebutan untuk kelompok anak tunalaras
Merupakan anak dengan hambatan emosional atau kelainan perilaku
sehingga memiliki perilaku penentangan yang terus-menerus kepada
masyarakat, kehancuran suatu pribadi, serta kegagalan dalam belajar di
sekolah. Dalam hal ini anak yang mengalami hambatan emosi dan tingkah
laku sehingga kurang dapat atau mengalami kesulitan dalam
menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungannya dan akan
mengganggu situasi belajarnya.
f. Bagian-F sebutan untuk kelompok anak dengan kemampuan di atas rata-
rata/superior.
20
g. Bagian-G sebutan untuk kelompok anak tunaganda. Seseorang yang
memiliki kekurangan lebih dari satu dari yang telah disebutkan diatas.
Dalam penelitian ini memfokuskan pada SLB-A, Sekolah Luar Biasa
yang menangani anak-anak tunanetra. SLB-A adalah suatu lembaga
pendidikan yang memeberikan pelayanan pendidikan secara khusus bagi anak
tunanetra, hal lebih lanjut mengenai pembahasan tunanetra akan dijelaskan
pada point selanjutnya. Tujuan umum pendidikan di SLB A adalah agar para
tamatan: memiliki sifat dasar sebagai warga Negara yang baik. Lalu memiliki
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk: melanjutkan
pelajaran, bekerja di masyarakat, dapat menolong diri sendiri, dan
mengembangkan dirinya sesuai dengan azas pendidikan seumur hidup17
Tujuan khusus pendidikan di SLB-A adalah agar para tamatan dapat berdiri
sendiri, dan menjadi warga masyarakat yang berguna (produktif) bagi dirinya
sendiri, bagi masyarakat, maupun bangsa, dan Negara.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru berkaitan dengan
perkembangan komunikasi anak dengan kekurangan penglihatan,
pembelajaran yang disusun guru untuk siswa tunanetra sebaiknya mengarah
kepada: 18
a. Kemampuan orientasi mobilitas mengarah pada kemampuan
mengkoordinir keseluruhan gerak jasmani
b. Kemampuan gerak dengan menggunakan gerak halus
c. Kemampuan mengkoordinir ketepatan rekreasi gerak
17 Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op.cit., h.1318 Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus: dalam Setting Pendidikan Inklusi,
(Bandung: Refika Aditama, 2006), h.119
21
d. Kemampuan mengkoordinir daya kekuatan otot-otot gerak sesuai dengan
kebutuhannya.
Dapat disimpulkan SLB-A ialah suatu sarana pendidikan yang
diperuntukan untuk anak tunanetra, dengan adanya SLB-A ini diharapkan
anak-anak dengan keterbatasan penglihatan dapat menerima haknya dalam
memperoleh pendidikan dengan layak.
2. Pengertian Perpustakaan SLB-A
Keberadaan perpustakaan di SLB-A pun sangat penting adanya.
Perpustakaan SLB-A adalah suatu unit pengelolaan bahan pustaka yang berada
dinaungan bidang pendidikan yang menangani siswa-siswi berkebutuhan
khusus yang bertujuan untuk mengadakan, mengolah dan menyajikan
informasi untuk siswa-siswi ataupun guru-guru dalam menunjang proses
belajar dan mengajar. Dilihat dari pemustakanya perpustakaan ini manangani
pemustaka berkebutuhan khusus, tepatnya pemustaka yang memiliki
kekurangan dalam penglihatan atau tunanetra. Dengan kekurangan penglihatan
ini menjadikan pelayanan dan koleksi yang dimiliki pun berbeda dengan
perpustakaan di lingkungan sekolah pada umunya.
Koleksi pada perpustakaan SLB-A umumnya ialah buku Braille,
adakah buku dengan kode timbul yang menunjukan huruf tertentu sehingga
pemustaka tunanetra dapat meraba kode tulisan tersebut untuk proses
membacanya. Pada umunya perpustakaan SLB-A ini pun biasanya dilengkapi
dengan talkingbook, tape recorder, komputer berbicara, dan alat penunjang
lainnya. Koleksi yang ada di perpustakaan tidak hanya ditujukan untuk murid-
murid, namun bahan bacaan guru-guru pun terdapat pula pada perpustakaan
22
SLB-A, bacaan untuk guru tersebut perihal bagaimanya pembelajaran yang
baik untuk mengajar siswa dengan memiliki kekurangan dalam penglihatan.
3. Peran Perpustakaan SLB-A
Peran perpustakaan di lingkungan SLB-A pada umumnya tidak jauh
berbeda dengan perpustakaan yang ada di sekolah biasa. Peran perpustakaan
pada sekolah ialah mengembangkan kemampuan anak dalam mencari dan
menggunakan informasi, melalui perpustakaan murid-murid dapat mencari dan
memanfaatkan informasi yang tersedia di perpustakaan. Melalui perpustakaan
pula dapat mengembangkan minat dan kebiasaan membaca yang baik pada
murid. Dapat mendidik murid untuk bisa memelihara bahan bacaan, dan dapat
mengasah kemandirian murid dalam mencari informasi di perpustakaan. Pada
perpustakaan SLB-A peranan perpustakan yaitu untuk memberikan informasi
kepada pemustaka, dan menitikberatkan kearah studi mandiri. Dengan adanya
perpustakaan ini diharapkan kebutuhan informasi murid dan guru ataupun
karyawan sekolah dapat terpenuhi. Perpustakaan ini merupakan wadah untuk
mengelola sumber informasi yang bisa digunakan untuk mempermudah guru
dalam proses belajar mengajar, ataupun dapat digunakan oleh murid untuk
sebagai sarana rekreasi dengan membaca novel ataupun mendengarkan cerita.
C. Pemustaka Tunanetra
1. Pengertian Pemustaka
Tujuan dari diadakannya perpustakaan ialah dalam pengelolaan
informasi yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan informasi untuk
pemustaka. Dalam UU No.43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan pasal 1 ayat 9
23
pemustaka adalah pengguna perpustakaan yaitu perseorangan, sekelompok
orang, masyarakat atau lembaga yang memanfaatkan fasilitas layanan
perpustakaan. Menurut Wiji Suwarno pemustaka ialah pengguna fasilitas yang
disediakan perpustakaan baik koleksi maupun fasilitas lainnya.19 Telah
disebutkan bahwa adanya perpustakaan ditujukan unutk memberikan
informasi kepada pemustakanya, maka pemustaka pada tiap perpustakaan
berbeda-beda tergantung pada jenis perpustakaannya. Misalnya, pada
perpustakaan perguruan tinggi pemustakanya ialah mahasiswa, dosen dan
civitas akademik perguruan tinggi, perpustakaan khusus pemustakanya pada
umumnya ialah karyawan ataupun staf dari lembaga yang menaunginya,
perpustakaan sekolah pemustakanya ialah siswa-siswi, guru ataupun karyawan
sekolah.
Perbedaan pemustaka pada suatu perpustakaan ini disebabkan
berbedanya jenis, letak dan koleksi yang ada pada suatu perpustakaan. Maka
dapat diambil kesimpulan pemustaka ialah pengguna perpustakaan baik secara
sekolompok atau perseorangan yang mempergunakan fasilitas perpustakaan
baik dalam hal koleksi ataupun pelayanan lainnya yang ada di perpustakaan.
2. Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memiliki karakteristik
khusus, ataupun kelainan khusus baik pada fisik maupun mental. Berdasarkan
kekurangan yang dimiliki anak berkebutuhan khusus dibagi menjadi:20
a. Tunagrahita (mental retardation) atau disebut sebagai anak dengan
hendaya perkembangan (child with development impairrment)
b. Kesulitan belajar (learning disabilities) atau anak yang berprestasi rendah
(specific learning disability)
c. Hyperactive (attention deficit disorder with hyperactive)
d. Tunalaras (emotional or behavioral disorder)
e. Tunawicara (communication disorder and deafness)
f. Tunanetra (partially seing and legally blind) atau disebut dengan anak
yang memiliki hambatan dalam penglihatan
g. Anak autistic (autistic children)
h. Tunadaksa (physical disability)
i. Tunaganda (multiple handicapped)
j. Anak berbakat (giftedness and special talents)
Dalam penelitian ini dalam definisi anak berkebutuhan khusus ditujukan
pada anak tunanetra, hal tersebut dikarenakan objek penelitian pada
Perpustakaan SLB-A. SLB-A merupakan sarana pendidikan bagi anak yang
miliki keterbatasan dalam penglihatan atau tunanetra. Menurut Sutjihati
Soemantri anak tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya (kedua-
duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan
sehari-hari seperti halnya orang awas.21 Menurut beliau kategori anak
tunanetra dibedakan menjadi dua, yaitu buta ialah jika anak sama sekali tidak
mampu menerima rangsangan cahaya dari rumah dan low vision ialah jika
anak masih mampu menerima rangsangan dari luar, tetapi ketajamannya lebih
dari 6/21, atau jika anak hanya mampu membaca headline pada surat kabar.
Dengan adanya kekurangan pada penglihatan hal tersebut dapat berpengaruh
21 Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: Refika Aditama, 2006) h.65
25
pada kehidupannya, misalnya akan berpengaruh pada gerak perpindahannya
atupun akan berpengaruh terhadap pengenalan terhadap lingkungan sekitar.
Anak-anak dengan gangguan penglihatan ini dapat diketahui dengan
kondisi berikut:
a. Ketajaman penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki orangawas
b. Terjadi kekeruhan pada lensa atau terdapat cairan tertentuc. Posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otakd. Terjadi kerusakan susunan syaraf otak yang berhubungan dengan
penglihatanSalah satu kriteria yang dapat digunakan sebagai dasar pengklasifikasian
anak tunanetra di Indonesia berdasarkan hasil musyawarah ketunanetraan di
Solo tahun 1969 menyatakan bahwa seseorang dikatakan tunanetra jika ia
memiliki visus setralis 6/60 lebih kecil dari itu atau setelah dikoreksi secara
maksimal penglihatannya tidak memungkinkan lagi menggunakan fasilitas
pendidikan dan pengajaran yang biasa digunakan oleh anak normal/awas.22
Dari tabel diatas, maka dapat dijelaskan jika seorang anak mempunyai
ketajaman penglihatan 6/15 pada satuan meter atau 20/50 dalam satuan feet
berarti ia memiliki kemampuan samadengan 76,5% dari penglihatan anak
normal, jadi efisiensi penglihatan sebesar 76,5% dan kekurangan sebesar
23,5%. Penggunaan jarak 20 kaki untuk tes ketajaman penglihatan karena pada
jarak tersebut berkas sinar akan sejajar mencapai mata, dan sedikit akomodasi
yang diperlukan untuk memfokuskan cahaya pada retina sehingga mata dapat
benar-benar rileks. Dari tabel tersebut maka dapat diklasifikasikan penglihatan
seseorang, yaitu:
No. Derajat Kelainan %
1.
2.
3.
4.
Normal penglihatan
Kelainan yang dapat diperbaiki
Melihat kelainan dengan layanan khusus
Buta
80,00
19,75
0,20
0,05
Jumlah 100,00
Tabel 2. Komposisi tunanetra menurut derajat ketunaannya
3. Penyebab Ketunanetraan
Pada tunanetra penglihatan mereka mengalami gangguan dibanding
dengan anak biasa. Organ mata yang normal dalam menjalankan fungsinya
melalui proses berikut: pantulan cahaya dari objek di lingkungannya ditangkap
oleh mata melewati kornea, lensa mata dan membentuk bayangan mata yang
lebih kecil dan terbalik pada retina, dari retina dengan melalui syaraf
penglihatan bayangan benda dikirim ke otak dan terbentuklah kesadaran orang
27
tentang objek yang dilihatnya.23 Sedangkan organ mata yang tidak normal
menjalankan proses penglihatan sebagai berikut: bayangan benda yang
ditangkap oleh mata tidak dapat diteruskan oleh kornea, lensa mata, retina, dan
ke syaraf karena suatu sebab, misalnya kornea mata mengalami kerusakan
kering, keriput, lensa mata menjadi keruh atau syaraf yang menghubungkan
mata dengan otak mengalami gangguan. Jika mengalami hal seperti ini
seseorang dapat dikatakan sebagai penderita kelainan penglihatan atau
tunanetra.24
Secara etiologi, timbulnya ketunanetraan disebabkan oleh faktor
endogen dan eksogen. Ketunanetraan karena faktor endogen seperti keturunan,
atau karena faktor eksogen seperti penyakit (gula, rubella, taxoplasmosis,
kerusakan syaraf), kecelakaan, obat-obatan dan lain-lainnya.
Kesalahan-kesalahan pembiasan pada mata dapat disebabkan oleh:25
a. Myopia adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan
terjatuh dibelakang retina. Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek
didekatkan. Peristiwa ini disebut rabun dekat;
b. Hyperopia adalah kebalikan dari myopia, bayangan juga tidak terfokus
dan jatuh didepan retina. Penglihatan akan menjadi jelas apabila objek
dijauhkan, peristiwa ini juga disebut rabun jauh;
c. Astigmatisme adalah penyimbangan atau penglihatan kabur disebabkan
karena tidakberesan dalam kornea mata atau pada permukaan lain pada
23 Mohammad Effendi, op.cit., h.3024 Mohammad Effendi, loc.cit25 Muljono Abdurrachman dan Sudjadi, Pendidikan Luar Biasa Umum, (Jakarta: Proyek Pendidikan
Tenaga Akademik, 1994), h.46
28
bola mata sehingga benda-benda baik pada jarak dekat maupun jauh
tidak terfokus jatuh pada retina.
Menurut Muljono hal-hal yang dapat menyebabkan kerusakan mata yaitu:26
a. Katarak, adalah keadaan keruh pada lensa mata yang menghalangi
cahaya untuk dapat melihat jelas
b. Glucoma, adalah suatu penyakit umum yang ditandai dengan adanya
tekanan yang tinggi di dalam bola mata hingga mengganggu atau
menghambat sirkulasi cairan pada mata. Apabila tekanan merusak
syaraf mata, bagian tengah atau tepi penglihatan hilang atau seluruhnya
hilang.
c. Deiabetic retinopathy, adalah gangguan pada retina yang disebabkan
karena diabetes. Retina penuh dengan pembuluh-pembuluh darah yang
dapat dipengaruhi oleh kerusakan sistem sirkulasi hingga merusak
penglihatan.
d. Retinis Pigmentosa, adalah penyakit pada retina yang umumnya
merupakan ketururnan. Penyakit ini sedikit demi sedikit menyebabkan
mundurnya atau memburuknya retina. Gejala pertama biasanya sukar
melihat di malam hari, diikuti dengan hilangnya penglihatan
peripheral, dan sedikit saja penglihatan pusat yang masih tertinggal.
terkadang retinitis pigmentosa terdapat pula pada orang-orang tuli
bawaan. Gabungan antara tuli bawaan dan berangsur-angsurnya
retinitis pigmentosa tersebut dikenal dengan usher’s synfrome, yaitu
26 Ibid., h.50
29
suatu sebab yang nyata buta-tuli di antara anak-anak remaja dan orang
dewasa.
e. Macular degeneration adalah kondisi umum yang agak baik, dimana
daerah tengah dari retina (daerah macular) secara berangsur-angsur
memburuk. Berlawanan dengan retinas pigmentosa, seorang anak
dengan degenerasi biasanya masih memiliki penglihatan perifer akan
tetapi kehilangan kemampuan untuk melihat secara jelas objek-objek di
bagian tengah bidang penglihatan.
f. Retinopathy of prematury, biasanya anak yang mengalami ini karena
lahirnya terlalu prematur dan sebenarnya ia pada saat lahir masih
memiliki potensi penglihatan yang normal. Akan tetapi karena
kelahirannya yang prematur ia secara rutin ditempatkan dalan
incubator dan diberikan oksigen kadar tinggi. Apabila kemudian anak
dikeluarkan dari incubator yang penuh dengan oksigen, perubahan
kadar oksigen dapat menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah
menjadi tidak normal dan meninggalkan semacam bekas luka pada
jaringan mata. Peristiwa ini sering menimbulkan kerusakan pada
selaput jala (retina) dan buta total.
4. Masalah Ketunanetraan
Seorang anak dengan gangguan penglihatan tentunya akan berdampak
dalam menjalani kehidupannya, ia memerluakan orang dalam aktivitasnya.
Begitupun yang terjadi pada tunanetra, dengan kehilangan sebagian atau
keseluruhan fungsi penglihatan pada anak tunanetra akan menimbulkan
dampak negatif atas kemampuannya yang lain, kemampuan mendayagunakan
30
kemampuan fisiknya yang lain seperti pengembangan fungsi psiskis dan
penyesuaian sosial. Karena pada dasarnya mata memiliki fungsi sebagai
transmisi visual yang mampu memeberikan sekitar 80-85%dalam perekam
interaksi manusia selama terjaga.27 Namun jika penglihatan mengalami
gangguan bukan berarti manusia tidak bisa menjalankan hidupnya ataupun
tidak memperoleh pengalaman. Manusia dengan kekurangan penglihatan dapat
menggunakan indra lain untuk mempermudah aktifitasnya.
Seseorang yang kehilangan penglihatan, biasanya indera pendengaran
dan perabaan akan menjadi sarana alternatif yang digunakan untuk melakukan
pengenalan terhadap lingkungan sekitarnya. Melalui perabaan, anak-anak
tunanetra dapat langsung melakukan kontak dengan objek yang ada di
sekitarnya. Namun pemanfaaan indra peraba ini terkadang mengalami
kesulitan jika bendanya telampau besar, mengalami kesulitan dalam jangkauan
perabaan. Kelebihan indra pendengaran sebagai transmisi dalam berinteraksi
dengan lingkungan bagi anak tunanetra dapat membantu memberikan petunjuk
tentang jarak atau arah objek dengan mengenal suaranya, namun ia tidak dapat
mengenal wujud konkret tentang objek yang dikenalnya.28
Adapun indera-indera lain seperti penciuman, pengecap dan perasa bagi
anak tunanetra berfungsi melengkapi perolehan informasi atas indera
pendengaran dan perabaan. Banyak sekali akibat-akibat lain yang muncul baik
bersifat jasmani, mental dan perilaku jika seseorang mengidap tunanetra,
antara lain:29
a. Sering menggosok-gosokan matanya, berkedip terus atau menutup salah
satu matanya.
27 Mohammad Effendi, op.cit., h.3728 Ibid., h.3829 Nur’aeni, Inversi Dini bagi Anak Bermasalah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h.127
31
b. Kepalanya miring atau maju kedepan.
c. Matanya sering merasa sakit, pandangan kabur, atau penglihatannya
merasa rangkap.
d. Sering mencari benda kecil dengan meraba sana-sini.
e. Perkembangan kognitif, motor halus dan motor kasarnya terlambat atau
bahkan terbelakang.
f. Sering mengeluh sakit kepala, pusing, dan mual.
Aplikasi terhadap struktur komunikasi anak tunanetra yang dapat
digunakan sebagai dasar untuk mengkomprarasikan dengan anak normal,
antara lain sebagai berikut:30
a. Anak tunanetra menerima pengalaman nyata yang sama dengan anak
normal, dari pengalaman tersebut kemudian diintergasikan ke dalam
pengertiaannya sendiri.
b. Anak tunanetra cenderung menggunakan pendekatan konseptual yang
abstrak menuju ke konkret, kemudian menuju fungsional serta terhadap
konsekuensinya, sedangkan anak normal yang terjadi sebaliknya.
c. Anak tunanetra perbendaharaan kata-katanya terbatas pada definisi kata.
d. Anak tunanetra tidak dapat membandingkan, terutama dalam hal
kecakapan numerik.
Perbedaan kemampuan bicara anak normal dan anak tunanetra diketahui
sebagai berikut31
a. Anak tunanetra memiliki sedikit variasi vokal.
b. Modulasi suara kurang bagus.
c. Anak tunanetra memiliki kecenderungan bicara keras.
30 Mohammad Effendi, op.cit., h.4431 Ibid., h.48
32
d. Anak tunanetra memiliki kecenderungan bicara lambat.
e. Penggunaan gerankan tubuh dan mikik kurang efektif.
f. Anak tunanetra meggunakan sedikit gerakan bibir dalam
mengartikulasikan suara
D. Kebutuhan Informasi
1. Pengertian Kebutuhan Informasi
Informasi dapat didefinisikan dalam berbagai arti dan dari berbagai
pemahaman. Definisi pertama informasi adalah suatu rekaman fenomena yang
diamati, atau bisa juga berupa putusan-putusan yang dibuat.32 Menurut
Sutarno informasi dapat diartikan secara sempit dan luas, dalam pengertian
sempit informasi dapat diartikan sebagai penerangan, keterangan, kabar berita,
dan pesan. Sedangkan informasi dalam pengertian luas dapat diartikan sebagai
ilmu pengetahuan. Pada kajian ilmu perpustakaan data yang diolah akan
menjadi informasi dan informasi yang telah diolah akan menjadi
pengetahuan.33
Definisi lain jika dilihat dari tujuan penggunaanya, menurut Wahyudi
informasi adalah benda abstrak yang dapat dipergunakan untuk mencapai
tujuan positif dan sebaliknya, informasi dapat mempercepat atau
memperlambat pengambilan keputusan.34 Perbedaan ini muncul dikarenakan
perbedaan pada pendekatan yang digunakan untuk mendefinisikan suatu
informasi. Maka informasi merupakan suatu berita, pesan yang dibutuhkan
seseorang yang dapat diperoleh baik dari media tercetak, elektronik atau
32 Pawit M. Yusuf dan Priyo Subekti, Teori dan praktik Penelusuran Informasi: InformasiRetrieval, (Jakarta: Kencana, 2000), h.1
33 Sutarno NS, Tanggung Jawab Perpustakaan: Dalam Mengembangkan Masyarakat Informasi,(Jakarta: Panta Rei, 2005), h.65
34 J.B Wahtudi, Teknologi Informasi dan Produksi Citra Bergerak, (Jakarta: Hakaesar, 2004), h.1
33
bahakan dari sorang ahli yang dapat menambah pengetahuan seseorang.
Dengan adanya informasi maka dapat mengubah pengetahuan seseorang yang
awalnya dari tidak tahu menjadi tahu. Dengan informasi yang diketahuinya
tersebut dapat memudahkan untuk mengambil keputusan atau untuk tujuan
tertentu lainnya.
Sedangkan kebutuhan informasi muncul akibat adanya kesenjangan
pengetahuan yang ada dalam diri seseorang dengan kebutuhan informasi yang
diperlukan. Kesenjangan seseorang dalam memahami sesuatu juga dijabarkan
bahwa kebutuhan informasi didorong oleh keadaan yang disebut situasi
problematic (problematic situation), yaitu situasi dimana seseorang merasakan
kekurangan informasi sedangkan pengetahuan yang dimilikinya terbatas.
Pengertian tersebut menunjukan suatu kondisi kesenjangan antara pengetahuan
yang dimiliki seseorang dengan informasi yang dibutuhkan tidak memadai
saat itu. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, seseorang akan berusaha
mencari informasi, agar pengetahuan yang dibutuhkan segera terpenuhi untuk
membuat suatu keputusan.35 Kebutuhan informasi merupakan kebutuhan yang
disebabkan oleh desakan seperti tugas-tugas yang harus diselesaikan, ataupun
karena faktor dari dalam yaitu mewujudkan kepuasan dirinya.
Kebutuhan informasi ini dapat dipengaruhi oleh aktivitas suatu
pekerjaan, bidang yang digeluti, adanya fasilitas, kedudukan sosial, jangkauan
informasi. Dengan adanya kebutuhan akan informasi ini yang menjadi
dorongan bagi individu untuk melakukan pencarian informasi. Maka dapat
disimpulkan kebutuhan informasi adalah adanya kesenjangan antara
pengetahuan yang dimiliki dengan informasi yang diinginkannya dalam
35 Putu Laxman Pendit, Penelitian Ilmu Perpustakaan dan Informasi: Suatu Pengantar DiskusiEpistemologi dan Metodologi. (Jakarta: JIP-FSUI, 2003), h.38
34
rangka mencapai tujuan tertentu dalam hidupnya, baik untuk membuat
keputusan, menyelesaikan tugas dan sebagainya.
2. Sumber Perolehan Informasi
Sumber informasi merupakan media penghubung antara pemakai
informasi dengan informasi. Terdapat berbagai alasan dipilihnya suatu sumber
informasi oleh pemustaka. Pertama dipengaruhi oleh pengetahuan pemustaka,
faktor kemudahan dan kenyamanan dalam memperoleh dan menggunakan
sumber informasi. Sumber informasi umunya dapat ditemukan di pusat
informasi, perpustakaan, pusat dokumentasi, pusat arsip, dan lain-lain.
Selanjutnya menurut Astuti sumber perolehan informasi merupakan medium
tersimpannya informasi, adapun sumber-sumber perolehan informasi antara
lain36:
a. Manusia seperti guru/dosen, teman, keluarga dan lain-lain.
Manusia merupakan makluk sosial. Ia akan tetap membutuhkan orang lain
dalam kehidupannya sehari-hari. Ketika ia memutuhkan suatu bantuan, ia
akan mendatangi sumber bantuan terdekat. Dalam hal ini, sumber tersebut
adalah pihak lain. Begitu juga ketika ia membutuhkan suatu informasi. Ia
akan bertanya pada orang yang menurutnya bisa memberikan informasi-
informasi yang dibutuhkanya tersebut. Melalui proses komunikasi,
informasi yang awalnya berada di satu orang bisa menyebar kepada diri
penanya.
36 Astuti. 2008. Kebutuhan dan perilaku pencarian informasi : studi kasus mahasiswa PDPT FIBUI 2007 dengan metode problem-based learning (PBL), http://www.lib.ui.ac.id/detail.jsp?id=126834&lokasi=lokal#horizontalTab2 diakses tanggal 9 Juni 2015
35
b. Media
Sumber perolehan informasi tak sebatas berasal dari manusia. Bentuk
sumber informasi lainya adalah media. Media berkembang sejalan dengan
perkembangan zaman, misalnya dengan adanya perkembagan internet
yang menjadi salah satu bentuk sumber informasi utama atau alternatif.
c. Lembaga Informasi, seperti perpustakaan atau pusat dokumentasi
Ada dua saluran informasi yaitu formal dan informal. Yang termasuk
saluran informasi formal adalah perpustakaan dan unit informasi lainnya.
Sedangkan yang termasuk saluran informasi informal adalah rekan sejawat
dan institusi selain perpustakaan dan unit informasi yang tidak dirancang
sebagaima sumber informasi formal.
3. Jenis Sumber Informasi
Sumber informasi merupakan media tersimpannya sekaligus media
penyampaian suatu informasi. Untuk mencari informasi maka diperlukan
sumber informasi sebagai alat penyimpanan suatu informasi.
Menurut Suwanto sumber informasi dapat berupa dokumen dan non
dokumen, yang dimaksud sumber informasi dalam bentuk dokumen adalah
buku, majalah, tesis, disertasi, laporan penelitian, jurnal abstrak atau yang
lainnya dalam bentuk tercetak. Sedangkan informasi non dokumen adalah
sumber yang didapatkan dari manusia langsung seperti kelurga, teman, dosen,
pustakawan, para ahli, spesialis informasi. Menurut Sulistyo Basuki sumber-
sumber informasi dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:37
Pada perpustakaan banyak cara yang bisa dilakukan pemustaka dalam
pencarian informasi. Fasilitas yang disediakan oleh perpustakaan dapat
dimanfaatan untuk pencarian informasi. Pencarian tersebut bisa ditelusur
melalui katalog, bibliografi, indeks, abstrak, kamus. ensiklopedia, melalui
sistem jaringan, komputer, ataupun melalui media lain (brosur, almanak, peta,
atlas, globe, pamflet, buku pedoman, direktori, buku tahunan dll.)
Menurut Wilson dalam Penelitian Ilmu Perpustakaan dan Informasi yang
ditulis oleh Puli Luxman Pendit mengatakan bahwa perilaku pencarian
informasi merupakan perilaku di tingkat mikro, berupa perilaku mencari yang
ditunjukan seseorang ketika berinteraksi dengan sistem informasi. Perilaku ini
terdiri dari berbagai bentuk interaksi dengan sistem, baik di tingkat interaksi
dengan komputer (misalnya penggunaan mouse atau tindakan meng-klik
sebuah link), maupun di tingkat intelektual dan mental (misalnya penggunaan
strategi Boolean atau kepuasan memilih buku yang paling relevan di antara
sederetan buku di rak perpustakaan.43 Pencarian dan penggunaan informasi
terdiri dari suatu rangkaian aktivitas dan perilaku yang kompleks. Penggunaan
suatu layanan atau informasi dari perpustakaan hanyalah sebuah fragmen dari
keseluruhan proses kegiatan seseorang dalam suatu lingkungan pekerjaan
tertentu.44
Untuk memilih cara penelusuran terbaik yang digunakan, perlu diketahui
manfaat utama dari masing-masing cara. Segi manfaat ini dapat dilihat dari
beberapa hal, yaitu:45
a. Apakah informasi yang dibutuhkan segera diperoleh
43 Putu Laxman Pendit, Penelitian Ilmu Perpustakaan dan Informasi: Suatu Pengantar DiskusiEpistemologi dan Metodologi, (Jakarta: JIP-FSUI, 2013), h.29
44 Ibid., h.2845Jusni Djatin, op.cit, h.3
40
b. Informasi yang diinginkan merupakan informasi terbaru
c. Cangkupan informasi yang dibutuhkan
d. Kegunaannya
e. Apakah sudah cukup melakukan penelusuran dengan salah satu cara saja
atau menggunakan kegitga cara tersebut diatas
f. Berapakah biaya jasa yang disediakan
2. Model Perilaku Pencarian Informasi
Model perilaku pencarian informasi banyak macamnya dan beragam yang
dilakukan oleh masyarakat, hal tersebut karena perlilaku pencarian informasi
terdapat perbedaan pola antara masyarakat satu dengan yang lainnya. Oleh
karena itu ilmu informasi telah menghasilkan beberpaa model dari perilaku
pencarian informasi yang telah diteliti oleh beberapa ilmuwan. Perilaku
pencarian informasi menurut Wilson dalam Yusuf adalah sebagai berikut: 46
a. Perilaku Informasi (informasi behavior) merupakan keseluhuran perilaku
manusia berkaitan dengan sumber dan saluran informasi, termasuk
perilaku pencarian dan penggunaan informasi baik secara aktif maupun
pasif.
b. Perilaku penemuan informasi (informasi seeking behavior) merupakan
upaya menemukan dengan tujuan tertentu sebagai akibat dari adanya
kebutuhan untuk memenuhi tujuan tertentu. Dalam upaya ini, seseorang
dapat saja berinteraksi dengan sistem informasi hastawi (misalnya, surat
kabar, majalah, perpustakaan), atau berbasis komputer.
46 Pawit M. Yusuf dan Priyo Subekti, Teori dan praktik Penelusuran Informasi, (Jakarta: Kencana,2010), h.10
41
c. Perilaku pencarian informasi (Informasi searching behavior) merupakan
perilaku di tingkat mikro, berupa perilaku pencarian yang ditunjukan
seseorang ketika berinteraksi dengan sistem, baik di tingkat interaksi
dengan komputer, maupun di tingkat intelektual dan mental.
d. Perilaku penggunaan informasi (information user behavior), yakni terdiri
atas tindakan-tindakan fisik maupun mental yang dilakukan seseorang
menggabungkan informasi yang ditemukan dengan pengetahun dasar yang
telah dimilki sebelumnya.
Maka dapat disimpulkan perilaku pencarian informasi adalah suatu
tahapan, tindakan-tindakan yang dilakukan seseorang dalam, mencari
informasi memilih informasi, menyeleksi informasi, menetapkan informasi,
hingga pada akhirnya informasi tersebut dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan informasinya. Selanjutnya Ellis, mengemukakan beberapa tahapan
perilaku pencarian informasi dalam gambar berikut:
Gambar 1. Model Perilaku Pencarian Informasi 47
Selanjutnya Ellis (dalam Yusuf 2007) menjelaskan model perilaku
pencarian informasi sebagai berikut: 48
a. Strating. Merupakan tahapan memulai dimana individu melakukan proses
kegiatan pencarian informasi. Terdapat aktivitas yang memicu kegiatan
47 Wilson, T.D. (1999) "Models in information behaviour research" Journal of Documentation,55(3) 249-270 http://informationr.net/tdw/publ/papers/1999JDoc.html, diakses tanggal 5 Maret 2015
48 Muhammad Yusuf Pawit dan Yaya Suhendar, .Pedoman Peyelenggaraan Perpustakaan Sekolah.(Jakarta: Kencana, 2007), h.105
42
awal pencarian informasi, seperti individu melakukan pencarian
berdasarkan bidang yang diteliti, mencari literatur menggunakan katalog
atau fasilitas pencarian lainnya.
b. Chaining. Merupakan tahapan penghubungan, dimana individu mulai
menghubungkan informasi yang dicari dengan informasi yang didapatkan
dari satu sumber pencarian.
c. Browsing. Kegiatan merambah yaitu suatu kegiatan mencari informasi
dari satu sumber ke sumber lain sehingga secara tidak langsung ia mulai
melakukan strukturisasi informasi yang digunakan. Kegiatan ini dapat
dilakukan dengan mencari pada tema yang sama, mirip ataupun dapat
dicari melalui daftar pustaka pada suatu bacaan.
d. Diferentiating. Merupakan kegiataan menyaring, memilih informasi yang
telah didapatkan, sehingga individu dapat mengetahui perbedaan
informasi dari berbagai macam berita/jurnal yang dicarinya dan
memilihnya.
e. Monitoring. Merupakan kegiatan pengawasan, dimana individu
menyiapkan diri untuk mencari perkembangan informasi yang terbaru,
agar informasi yang dicarinya masih dalam informasi terkini.
f. Extracting. Merupakan kegiatan merangkum memeriksa kembali satu
sumber yang terpilih untuk mengambil informasi yang dianggap penting,
dalam tahapan ini kegiatan pencarian informasi dilakukan dengan lebih
sistematis melalui pengelompokkan bahan-bahan yang dicari.
g. Verifying. Tahapan verifikasi, yaitu kegiatan pengujian ketepatan apakah
informasi yang dicari tepat dengan informasi yang didapatkan.
43
h. Ending. Tahap terakhir dari pencarian, dengan ini pencari informasi
mendapatkan dan memperoleh informasi yang dicari.
Teori model perilaku pencarian informasi lainnya dikemukakan oleh
Kuthlthlau, yang terbagi kedalam 6 tahap, yaitu:49
a. Initiation. Tahap permulaan merupakan tahapan dimana individu merasa
kurang pengetahuan. Ditandai dengan perasaan tidak yakin atau tidak
pasti, yang mengakibatkan dilakukannya upaya-upaya mengaitkan situasi
yang dihadapi dengan simpanan pengalaman yang dimilikinya dari masa
lampau yang berhubungan dengan informasi yang dicarinya. Maka dapat
menimbulkan kesadaran akan kebutuhan informasi.
b. Selection. Tahapan dimana individu mengidentifikasi dan memilih topik
yang akan diselidiki dan menetapkan fasilitas penelusuran sehingga pada
tahap ini individu siap untuk melakukan pencarian informasi.
c. Eksploration. Merupakan tahap eksplorasi atau tahap penjelajahan. Tahap
ini sering merupakan tahap yang paling sulit bagi pemakai dan perantara
(intermediary) atau petugas lembaga informasi. Hal ini disebabkan karena
ketidakmampuan pemakai untuk menyatakan dengan tepat mengenai
informasi yang dibutuhkannya.
d. Formulation. Pada tahap ini individu lebih memfokuskan pada tema yang
dicari sehingga pola pikir individu menjadi lebih jelas dan terpusat pada
masalah yang ditekuninya.
49 Carol Collier Kulthau, Inside the Searching process: Information Seeking from the User’sPerspective, Journal of the American Society and Information Science, 1991 Vol 42(5):362https://comminfo. rutgers.edu/~kuhlthau/docs/InsidetheSearchProcess.pdf (diakses tanggal 21 Februari 2015),h.366
44
e. Collection. Merupakan tahapan mengumpulkan informasi yang terfokus
pada masalah yang dihadapainya, memilih informasi yang relevan,
membuat catatan terkait informasi yang didapat.
f. Presentation. Merupakan perasaan puas dan merasa jelas akan informasi
yang didapatkan. Dapat pula menimbulkan perasaan kecewa terhadap
hasil pencarian dan pemustaka dapat mengulang kembali proses pencarian
informasi. Pada tahapan ini menandakan proses pencarian telah selesai.
Individu dalam taham tahap ini telah berani dan merasa siap untuk
menyajikan pendapatnya berdasarkan informasi yang dicari melalui karya
tulis, diskusi atau yang lainnya.
Wilson menggabungkan kedua model perilaku pencarian informasi yang
dikemukakan oleh Ellis (1989) dan Kuhlthlau (1991) yang masing-masing
tahapannya terbagi dalam kegiatan mencari informasi.50 Tahapan pencarian
informasi dimulai dari ketidakpastian hingga menuju pemahaman. Model
tersebut dapat diuraikan pada gambar dibawah ini:
Gambar.2 Proses Tahapan Perilaku Pencarian Informasi Ellis dan Kuhltlau yang dikomparasikanoleh Wilson (1999)51
50 Putu Laxman Pendit, Penelitian Ilmu Perpustakaan dan Informasi : Suatu Pengantar DiskusiEpistemologi dan Metodologi, (Jakarta: JIP-FSUI, 2013), h.29
51 Wilson, T.D. (1999) "Models in information behaviour research" Journal of Documentation,55(3) 249-270 http://informationr.net/tdw/publ/papers/1999JDoc.html, diakses tanggal 5 Maret 2015
45
Pada gambar tersebut dapat dijelaskan pada table berikut:
Tabel 3. Proses Tahapan Perilaku Pencarian Informasi yang dikemukakan olehWilson
Model pencarian informasi yang dikemukakan oleh Wilson merupakan
kombinasi antara model perilaku pencarian informasi Ellis dan proses
pencarian informasi Kuhltlau. Proses perilaku pencarian informasi dimulai
dari:
a. Initiation
Pada awalnya seseorang mengalami masalah yang tidak dapat diselesaikan
sendiri hal itu karena kurangnya pengetahuan yang dimiliki sehingga
seseorang tidak dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pada
tahapan ini muncul kesadaran seseorang akan adanya kebutuhan informasi.
Presentation
Ending
Collection
1. Extracting 2. Verifying
Formulation
Differentating
Selection / Eksploration
1. Chaining 2. Browsing 3. Monitoring
Initiation
Starting
46
1) Strarting
Dengan adanya perasaan akan kurangnya pengetahuan seseorang
memutuskan untuk memulai pencarian informasi. Pada tahapan inilah
dimulainya kegiatan pencarian informasi.
b. Selection/Eksploration
Seseorang akan merasa siap untuk melakukan pencarian dengan selektif,
siap untuk melakukan penelusuran dengan teliti. Pada tahap eksploration
seseorang akan merasakan penasaran yang mendaam sehingga akan
menimbulkan keiatan pencarian yang lebih mendalam. Pada tahapan ini
sering terjadi kesulitan karena terkadang seseorang yang mencari
informasi tidak mampu untuk menyatakan dengan tepat informasi yang
dibutuhkannya kepada petugas lembaga informasi.
1) Chaining
Individu mulai menghubungkan informasi yang dicari dengan
informasi yang didapatkan dari satu sumber pencarian.
2) Browsing
Kegiatan merambah yaitu suatu kegiatan mencari informasi dari satu
sumber ke sumber lain sehingga secara tidak langsung ia mulai
melakukan strukturisasi informasi yang digunakan. Kegiatan ini dapat
dilakukan dengan mencari pada tema yang sama, mirip ataupun dapat
dicari melalui daftar pustaka pada suatu bacaan. Dengan ini akan
mendapatkan beragam informasi.
47
3) Monitoring
Merupakan kegiatan pengawasan, dimana seseorang mencari
perkembangan informasi yang terbaru, agar informasi yang dicarinya
masih dalam informasi terkini.
c. Formulation
Pada tahapan ini kepercayaan seseorang mulai meningkat, dengan
informasi yang dicari pola pikir seseorang menjadi lebih jelas dengan
memfokuskan pikiran pada pemecahan masalah yang dihadapi, munculnya
perasaan pasti.
1) Differentating
Kegiataan menyaring, memilih informasi yang telah didapatkan,
sehingga individu dapat mengetahui perbedaan dari informasi yang
telah didapatkannya.
d. Collection
Pada tahapan ini interaksi individu dan sumber informasi lebih efektif dan
efisien, mengumpulkan informasi yang terfokus pada masalah yang dicari.
1) Extracting
Merangkum, memeriksa kembali satu sumber yang terpilih untuk
mengambil informasi yang dianggap penting, mengelompokan bahan-
bahan yang dicari.
2) Verifying
Kegiatan pengujian ketepatan apakah informasi yang dicari tepat
dengan informasi yang didapatkan.
48
e. Presentation
Pada tahapan ini pencarian telah selesai akan menimbulkan perasaan puas
akan hasil pencarian, merasa jelas akan informasi yang didapatkan,
informasi yang telah didapatkan dapat digunakan dan dipresentasikan.
1) Ending
Tahapan bahwa telah selesainya proses pencarian informasi, individu
mengakhiri pencariannya.
Dengan penjelasan diatas dapat dikatakan Kuhlthau menguraikan pola
pencarian informasi sifatnya berjenjang, dimulai dari sesuatu yang tidak jelas,
sampai pada tahap kejelasan dari informasi yang dicarinya. Dengan adanya
teori mengenai model perilaku pencarian informasi diatas dapat dijadikan
acuan bagi peneliti dalam mengkaji bagaimana perilaku pemustaka dalam
pencarian informasi. Dalam Jurnal The role and Activities of the IFLA
Libraries for the Blind Section yang ditulis oleh Helen Brazier bahwa:
“Libraries for the blind have to consider how best to deliver services toa remote and scattered client group; how assist them with the selection ofbook and information at a distance; and how to provide them with support andthe sense of community that sighted person would get from their publiclibrary. “52
Perpustakaan dengan pemustaka tunanetra harus mempertimbangkan
dan memberikan layanan yang terbaik terhadap pemustaka, membantu
pemustaka dalam pemilihan ataupun pencarian informasi, dan memberi
dukungan dengan rasa kebersaaaan dalam pencarian informasi.
52 Helen Brazier, The Role and Activities of the IFLA Libraries for the Blind Section, LibraryTrends 55, 2007, (4) (Spring): 864-878, http://search.proquest.com/docview/220451368?accountid=25704 (diakses tanggal February 21, 2015).h.866
49
F. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu bertujuan untuk mengemukakan hubungan antara
penelitian-penelitian terdahulu yang memiliki topik serupa penelitian ini.
Penelitian pertama berjudul “Peran Pustakawan Sekolah Luar Biasa dalam
Menumbuhkan Kemampuan Literasi Informasi bagi Anak Tunanetra: Studi
Kasus Perpustakaan Sekolah Luar Biasa-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta53”
ditulis oleh Imas Fatonah, program studi Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembatasan masalah pada skripsi
ini hanya membahas pada kemampuan literasi informasi siswa kelas 1,2,3 SMLB.
Dengan perumusan masalahnya adalah bagaimana peran perpustakaan SLB
dalam menumbuhkan kemampuan literasi informasi bagi anak tunanetra, sejauh
mana usaha anak tunanetra dalam menumbuhkan literasi informasi dan apasaja
program dari perpustakaan SLB untuk meningkatkan tunanetra dalam literasi
informasi. Tujuan dalam skripsi ini yaitu untuk mengetahui peran perpustakaan
SLB dalam menumbuhkan kemampuan literasi informasi bagi anak tunanetra,
mengetahui usaha-usaha siswa tunanetra dalam menumbuhkan literasi informasi,
mengetahui program dari perpustakaan SLB untuk meningkatkan kemampuan
siswa tunanetra dalam literasi informasi. Hasil penelitian dalam skripsi ini
menjelaskan bahwa upaya-upaya yang dilakukan SLB untuk meningkatkan
kemampuan literasi informasi bagi anak tunanetra masih belum optimal dilihat
masih kurangnya sarana dan prasarana yang memadai, keberadaan perpustakaan
di SLB sangat penting, dan semua guru, kepala sekolah, ataupun karyawan
sekolah mempunyai peranan yang cukup besar untuk membekali siwa dengan
kemampuan literasi informasi.
53 Imas Fatonah, Peran Pustakawan Sekolah Luar Biasa dalam Menumbuhkan KemampuanLiterasi Informasi bagi Anak Tunanetra: Studi Kasus Perpustakaan Sekolah Luar Biasa-A PembinaTingkat Nasional Jakarta, Skripsi S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakrta, 2010
50
Penelitian kedua bersumber dari skripsi yang berjudul “Perilaku Pencarian
Informasi Pemakai pada Layanan Perpustakaan Tunanetra Yayasan Mitra Netra
Jakarta” yang disusun oleh Ricky Anshori program studi Ilmu Perpustakaan
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro tahun 2013.54 Penelitian ini
dilakukan di Perpustakaan Mitra Netra. Penelitian ini memfokuskan pada
perilaku pencarian informasi pemakai yang difokuskan tentang pemanfaatan
informasi yang didapat oleh pemakai di layanan Mitra Netra. Rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah bagaimana cara pencarian informasi yang digunakan
pemuska, jenis informasi apa yang dibutuhkan pemustaka, dan sumber informasi
apa yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan informasi. Penelitian tersebut
bertujuan untuk mengetahui cara pencarian informasi yang digunakan pemakai,
untuk mengetahui jenis informasi yang dibutuhkan oleh pemakai, dan untuk
mengetahui sumber informasi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
informasi. Hasil dari penelitiannya ialah pencarian informasi yang dilakukan oleh
pemakai di Perpustakaan Yayasan Mitra Netra sangat dipengaruhi oleh petugas
dilayanan tersebut, jenis informasi yang sering diakses oleh pemakai di
Perpustakaan Yayasan Mitra Netra adalah koleksi elektronik yaitu Kaset dan CD
yang di akses melalui DTB (Digital Talking Book) daripada koleksi cetak yaitu
buku atau koleksi braille dan sumber informasi yang sering di gunakan oleh
pemakai dalam mencari informasi di Perpustakaan Yayasan Mitra Netra adalah
dengan menggunakan DTB (Digital Talking Book), namun ada yang
menggunakan katalog Braille.
Penelitian yang dilakukan peneliti tentunya terdapat perbedaan dengan
penelitian terhadulu. pada penelitian ini membahas mengenai perilaku pemustaka
54 Ricky Anshori, Perilaku Pencarian Informasi Pemakai pada Layanan Perpustakaan Tuna NetraYayasan Mitra Netra Jakarta, Skripsi S1 Universitas Diponegoro, 2013.
51
berkebutuhan khusus dengan kekurangn indra penglihatan pada jenjang
pendidikan kelas 5,6 SDLB, kelas 7, 8, 9 SMPLB dan kelas 10, 11 SMALB.
Penelitian ini pun untuk mengetahui lebih dalam lagi terkait kebutuhan informasi
pemustaka, perilaku pencarian informasi yang dilakukan pemustaka, solusi yang
dilakukan pemustaka atas kendala yang dihadapi, dan bagaimana peranan
pustakawan untuk membantu pemustaka dalam pencarian informasi.
52
Bab III
Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan peneliti untuk
mengungkap suatu kebenaran secara ilmiah dalam melakukan penelitian. Dengan
adanya metode ini penelitian yang dilakukan memiliki cara-cara tersendiri untuk
menemukan fakta atau kebenaran yang ada di lapangan. Dengan adanya metode ini,
merupakan suatu pembeda antara suatu ilmu pengetahuan (science) dengan
pengetahuan biasa (knowledge).55 Hal-hal yang menjadi pembeda pertama dengan
adanya metode yang digunakan akan mendorong peneliti untuk bersikap terbuka
(transparan) terhadap peneliti lain, terbuka dalam hal objek penelitiannya,
pengumpulan data, sumber data, analisis data sampai pada akhirnya menetapkan
kesimpulan. Hal kedua dengan metode yang besifat transparan akan mendorong
peneliti lain untuk mengulangi ataupun menguji penelitian sebelumnya dalam derajat
akurasi dan konsistensi yang tinggi. Hal ketiga dengan adanya metode ini dapat
dijadikan pembatasan terhadap cakupan yang diteliti. Terakhir dengan adanya metode
peneliti dapat meranjang menejemen penelitiannya secara layak. Maka dapat
dikatakan metode penelitian sangat penting adanya, dengan adanya metode ini suatu
penelitian dapat terorganisir dengan baik, masalah-masalah yang akan diteliti dapat
terlaksana dan data yang diperoleh dari lapangan dapat diolah dengan baik sehingga
terciptalah suatu kesimpulan.
55 Prasetya Irawan Logika dan Prosedur Penelitian, Pengatar Teori dan Panduan PraktisPenelitian Sosial Bagi Mahasiswa dan Peneliti Pemula, Cet.1 (Jakarta: STIA-LAN, 1999), h.55
53
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam penulisan penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif.
Metode deskriptif yaitu metode penelitian yang digunakan untuk
mengumpukan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan
gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan.56 Metode deskriptif
membuat penelitian ini dilakukan pengkajian lebih mendalam terhadap gejala
yang ada di lapangan. Penelitian deskriptif umumnya bertujuan
mendefinisiskan secara sistematis, faktual, dan akurat suatu populasi atau
daerah tertentut mengenai berbagai sifat atau faktor tertentu.57
2. Pendekatan Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Pendekatan
kualitatif ini lebih bersifat pada mengidentifikasi penelitian secara spesifik dan
relevan dengan fokus yang sedang diteliti. Pendekatan kualitatif yang memberi
otonomi sebesar-besarnya kepada peneliti dalam mengembangkan proses-
proses mental yang terjadi antara peneliti dan objek penelitian.58 Penelitian ini
dilakukan dengan analisis mendalam mengenai objek yang akan diteliti.
Dengan menggunakan metode ini peneliti dapat mengkaji lebih dalam perihal
bagaimana perilaku pemustaka dalam pencarian informasi di perpustakaan.
B. Sumber Data
Data merupakan unsur penting dalam melakukan penelitian, dengan data
inilah penelitian dapat berjalan dengan baik. Data adalah segala sesuatu yang
terus dilakukan, misalnya dengan meningkatkan penataan buku sehingga
memudahkan siswa dalam pencarian.
Tahun 2007 perpustakaan Braille SLB-A PTN mendapatkan nilai “Sangat
Baik” berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh Tim Madan Akreditasi
Nasioal, terkait fasilitas pendukung pembelajaran. Penghargaan tersebut dinilai
berdasarkan pengelolaan, fasilitas koleksi, dan pengadministrasiannya.
Pada tahun 2009 dengan bergantinya kepala sekolah, ruang perpustakaan
dipindahkan ke gedung utama sekolah yang letaknya satu lingkungan dengan
kelas para siswa-siswi. Ruangan yang ditempati perpustakaan sekarang luasnya
92 m2. Ruangan perpustakaan yang baru ini tidak seluas dengan ruangan yang
sebelumnya, hal tersebut menyebabkan tidak semua koleksi ataupun fasilitas
bisa dipindahkan ke ruangan baru. Perpustakaan mengalami penurunan baik
dalam hal peminjaman, pengadministrasian, pengklasifikasian, penempatan
buku. Penurunan ini pun karena sudah sedikitnya pegawai perpustakaan, dan
sibuknya pegawai perpustakaan yang merangkap pula sebagai guru.
Namun dengan keterbatasan ruangan, perpustakaan tetap ingin menyajikan
informasi kepada pemustakanya. Dengan menyajikan informasi tersebut
70
terwujudlah fungsi perpustakaan sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar.
Dengan adanya perpustakaan dapat menjadi fasilitas untuk membaca dengan
leluasa bagi anak berkebutuhan khusus tunanetra. Karena dapat diketahui
jarangnya buku braille yang dijual di pasaran faktor lainnya lagi ialah mahalnya
harga buku tersebut.
4. Visi dan Misi Perpustakaan
Visi dan misi perpustakaan mengikuti visi dan misi pada sekolah, karena
perpustakaan merupakan lembaga yang berada dalam satu unit dibawah lembaga
sekolah.
Visi
“Terwujudnya Peserta Didik yang Berprestasi dan Berakhlak Mulia”
Misi
1. Mewujudkan pembelajaran akademik yang mengacu pada standar nasional
pendidikan
2. Mewujudkan pembelajaran non akademik yang sesuai dengan bakat dan minat
peserta didik
3. Mewujudkan budaya beribadah
4. Mewujudkan berbudaya sopan
5. Personalia
Dalam perpustakaan SLB-A Pembina Tingkat Nasional memiliki tiga
pustakawan yang menangani pengelolaan perpustakaan. Ketiga pustakawan
tersebut yaitu:
71
No. Nama Jabatan Pendidikan Terakhir
1. Dedi Supriadi, M.Pd Kepala Perpustakaan S2 Pendidikan Sekolah Dasar
2. Keriadi, S.Pd Unit Pelayanan Teknis S1 Pendidikan Sekolah Dasar
3. Emiy Sugiarti, S.Pd Unit Pelayanan Pembaca S1 Pendidikan SekolahDasar
Tabel 4. Daftar Pustakawan Perpustakaan SLB-A PTN
6. Struktur Organisasi
Struktur organisasi Perpustakaan SLB-A PTN Jakarta adalah sebagai berikut:
Dari Struktur diatas dapat dijelaskan tugas pada tiap unit yaitu:
Tugas unit pelayanan teknis:
a. Pengadaan bahan pustaka
b. Inventarisasi bahan pustaka
c. Klasifikasi
Pembina PerpustakaanKepala Sekolah SLB-A
Drs. TRIYANTO MURJOKO, M.Pd
Kepala Perpustakaan
Drs. DEDI SUPRIADI, M.Pd
Unit PelayananTeknis
Keriadi, S.Pd
Unit PelayananPembaca
Emiy Sugiarti, S.Pd
72
d. Katalogisasi
e. Membuat perlengkapan buku
f. Menyusun buku-buku
Tugas unit pelayanan pembaca:
a. Melayani peminjaman buku
b. Melayani pengembalian buku
c. Bimbingan membaca
d. Pembinaan minat baca
e. Layanan informasi
7. Layanan Perpustakaan
Perpustakaan SLB-A PTN memiliki tugas untuk menyajikan informasi
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi siswa-siswi, dengan
adanya perpustakaan dapat menunjang proses belajar mengajar. Jam buka
perpustakaan SLB-A PTN yaitu pada: Senin – Kamis jam 07.00-15.00.
Pada hari jumat perpustakaan tidak membuka layanan karena pada hari
jumat perpustakaan memfokuskan diri untuk kegiatan internal perpustakaan,
seperti menata ulang buku, pengolahan bahan pustaka. Terlebih pada hari jumat
jam berlajar siswa sedikit sehingga tidak adanya waktu bermain dan lebih
banyak siswa yang memutuskan untuk cepat kembali ke rumah. Perpustakaan ini
menggunakan layanan terbuka, jadi siswa dapat langsung mencari sendiri dan
menemukan buku apa yang dicari. Hal ini dapat menjadi tantangan yang dialami
oleh siswa siswa dengan kekurangan indera penglihatan. Dalam peminjamannya
koleksi perpustakaan bisa dipinjam sampai 6 bulan atau satu semester khusus
untuk buku paket yang digunan dalam satu tahun sekolah.
73
8. Fasilitas Perpustakaan
Fasilitas perpustakaan diperlukan untuk menunjang kegiatan yang
dilakukan perpustakaan. Karena memiliki pemustaka yang membutuhkan
penanganan khusus, fasilitas perpustakaan pun harus menunjang dalam tata letak
pada ruangan perpustakaan. Walaupun berada dalam ruangan dengan luas 92 m2,
penempatan rak dan fasilitas lainnya pun diatur sedemikian rupa untuk terlihat
rapi sekaligus memudahkan siswa berkebutuhan khusus saat berada di
perpustakaan. Perpustakaan SLB-A PTN memfokuskan pengembangan dan
pengadaan pada koleksi buku ajar, mengingat perpustakaan berada di bawah
lembaga pendidikan dan pengguna informasi perpustakaan ialah siswa, guru
serta karyawan SLB-A PTN. Walaupun ruangan perpustakaan tidak seluas yang
dahulu, sekarang fasilitas yang ada di perpustakaan yaitu: ruang pustakawan,
meja tamu, rak buku, meja baca, mesin tik braille, tape recorder.
Koleksi yang ada di Perpustakaan SLB-A PTN ialah:
a) Buku Awas
Merupakan buku yang diperuntukan bagi seseorang yang memiliki
penglihatan secara normal. Buku ini layaknya dengan buku yang bisa
dibaca dengan mata yang dapat melihat dengan jelas. Buku inipun dapat
digunakan bagi low vision, namun dengan jarang baca yang dekat. Adanya
buku awas di perpustakaan karena guru ataupun siswa penderita low vision
dapat mempergunakannya. Para guru bisa menggunakannya untuk
mengembangkan sistem belajar yang baik untuk tunanetra. Untuk jenis
buku awas ini terdapat buku petunjuk belajar untuk tunanetra, novel, buku
74
cerita, buku pedoman kurikulum belajar, ensiklopedia, laporan penelitian,
buku pelajaran.
b) Buku Braille
Merupakan buku yang penulisannya menggunakan huruf barille,
diperuntukan untuk siswa yang mengalami gangguan penglihatan baik
tunanetra ataupun low vision. Buku dengan penulisan huruf braille
memiliki ukuran yang besar dan tebal, hal itu dikarenakan jika
dibandingkan dengan buku ukuran biasa satu halaman buku awas bisa
memuat 4 halaman buku braille. Buku barille yang ada di perpustakaan
mencangkup buku pelajaran, buku cerita, Al-Qur’an dan Juz ‘Ama
c) Peta Taktual
Merupakan peta yang diperuntukan bagi tunanetra, peta ini memiliki kontur
atau memiliki bagian yang timbul sehingga bagian yang timbul tersebut
dapat menginformasikan letak atau suatu daerah.
d) Atlas Taktual
Sama halnya dengan peta, atlas berisi kumpulan dari peta yang dibukukan
menjadi satu. Atlas inipun terdapat bagaian timbul yang dapat diraba oleh
penderita tunanetra untuk menunjukan suatu pulau atau daerah.
e) CD
Merupakan jenis koleksi multimedia yang dimiliki perpustakaan. Berbagai
macam isi dari CD yang dikoleksi, diantaranya ialah berisi mengenai cerita
dongeng, kurikulum, lagu kebangsaan. Dengan adanya CD ini murid
tunanetra dapat menggunakannya dengan mendengarkan cerita.
75
f) Kaset
Merupakan pita magnetik yang dapat menyimpan suara. Koleksi kaset pada
perpustakaan berisi cerita atau dongeng yang dapat didengarkan oleh siswa
tunanetra.
B. Hasil Penelitian
Pada point ini penulis akan memaparkan hasil penelitian yang telah dilakukan di
Perpustakaan SLB-A PTN. Penulis melihat dan mengamati perilaku siswa SLB-A
PTN dalam melakukan pencarian informasi. Selain itu penulis pun melakukan
wawancara kepada pustakawan, kepala sekolah dan siswa SLB-A PTN, siswa-siswi
tersebut ialah:
No. Nama Kelas Inisial
1. Angga V SDLB Ang
2. Tiara VI SDLB Tia
3. David Septiadi VII SMPLB Dav
4. Rian Faturahmadiah Subrik VIII SMPLB Rin
5. Yogi IX SMPLB Ygi
6. Ahmad Hilmi ‘Almusawah X SMALB Hil
7. Monica Febrianti XI SMALB Mon
Tabel 5. Informan Penelitian
Dilakukan wawancara bermula dari kelas 5 SDLB dikarenakan pada tahapan ini
siswa sudah merasa siap untuk melakukan pencarian informasi untuk memenuhi
kebutuhan informasinya. Pada tahapan inipun siswa sudah lebih mandiri untuk
melakukan pencarian sendiri. Tidak adanya informan pada kelas 12 SMALB
76
dikarenakan pada saat penelitian berlangsung dan pada saat tahun ajaran berlangsung
tidak adanya murid yang bersekolah pada jenjang pendidikan tersebut.
Tahapan yang dilakukan penulis pertama ialah melakukan observasi atau
pengamatan lapangan, hal ini bertujuan untuk mengetahui kegiatan apa saja yang
terjadi di perpustakaan sehari-harinya. Observasi ini dilakukan dua tahap. Pada
observasi tahap pertama dilalukan saat penulis meminta izin untuk melakukan
penelitian, observasi ini berlangsung selama dua hari pada hari Jumat tanggal 6
Februari 2015 dan Senin tanggal 9 Februari 2015. Observasi kedua dilakukan selama
empat hari pada hari Selasa tanggal 24 Februari 2015 sampai dengan Jumat 27
Februari 2015. Observasi dilakukan dengan melihat keadaan perpustakaan dari
semua sisi, mulai dari ruangan perpustakaan, tata letak, koleksi, sampai pada aktifitas
sehari-hari yang dilakukan pemustaka perpustakaan. Dengan melihat perpustakaan
secara keselurahan penulis dapat mengamati, menilai, selanjutnya dapat memaparkan
apa yang terjadi di perpustakaan.
Kondisi perpustakaan jika dilihat dari pengaturan rak sudah tersusun rapi, rak-
rak ditempatkan dengan teratur untuk memudahkan aksesbilitas siswa dalam
pencarian buku. Jika dilihat dari isi rak, tiap bagian memuat buku-buku yang
dibedakan berdasakan mata pelajaran, namun jika dilihat lebih dalam pengaturan
buku kurang tertata. Misalnya saja tercampurnya buku IPA SMPLB dengan buku
IPS SMALB. Untuk buku awas pengklasifikasinnya pun belum tertata sebagaimana
mestinya. Masih adanya tupukan-tumpukan buku pada buku awas, faktor
penyebabnya ialah pengklasifikasian buku yang masih umum. Pengkategorian
tersebut hanya dibedakan berdasarkan penggunannya, antara diperuntukan untuk
77
guru sebagai pengembangan cara berlajar mengajar dan diperuntukan untuk siswa.
Faktor lainnya yang menyebabkan adanya tumpukan buku dikarenakan berpindahnya
ruangan yang awalnya memiliki lahan seluas 170 m2 ke ruangan yang hanya
berluaskan 92 m2. Dengan adanya kebijakan tersebut menyebabkan tidak semua
koleksi dapat dipindahkan, sistem yang sudah berjalan dengan baik harus dibangun
kembali dengan kondisi perpustakaan yang berbeda dari segi tempat maupun koleksi
yang semakin terbatas. Namun dengan berpindahnya perpustakaan tidak menjadikan
alasan untuk mundur, dengan ini pustakawan pun tetap memberikan pelayanan yang
terbaik.
Pada hasil penelitian ini penulisakan menganalisis data yang telah didapat,
selanjutnya melakukan reduksi data, penyajian data sehingga dapat menarik suatu
kesumpulan dari apa yang telah diteliti. Penulis akan memaparkan, menganalisis,
menyajikan apa yang diteliti dan akan disajikan dalam point ini. Hal tersebut
bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai kebutuhan informasi pemustaka,
mengetahui proses yang dilakukan pemustaka berkebutuhan khusus dalam pencarian
informasi, solusi yang dilakukan pemustaka untuk mengatasi kendala dalam
pencarian informasi dan peran pustakawan dalam membantu pencarian informasi
pemustaka. Maka berikut akan dijelaskan hasil dari penelitian yang telah dilakukan
dalam bentuk sub-sub pembahasan.
1. Kebutuhan Informasi Pemustaka
Kebutuhan informasi timbul karena adanya kesenjangan antara pengetahuan
yang dimiliki dengan informasi yang diinginkannya dalam rangka mencapai
78
tujuan tertentu dalam hidupnya, membuat keputusan, menyelesaikan tugas dan
sebagainya. Perpustakaan SLB-A PTN sangat dibutuhkan keberadaannya karena
peserta didik sekolah ialah siswa tunanetra yang membutuhkan buku-buku
khusus bertuliskan braille yang tentunya tidak dijual secara bebas dipasaran. Hal
lain pentingnya keberadaan perpustakaan di sekolah ini karena buku yang
digunakan sebagai pembelajaran bagi siswa menggunakan kertas khusus dan
dicetak dalam huruf braille, sehingga untuk memproduksi buku dibutuhkan
biaya yang tinggi, mengakibatkan harga jual buku yang tinggi. Maka cara lain
untuk tetap menyediakan bahan bacaan bagi siswa ialah melalui perpustakaan.
Dengan buku yang disediakan di perpustakaan siswa dapat membaca secara
leluasa sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan.
Upaya yang dijalankan perpustakaan sebagai lembaga pengelola dan
menyediakan informasi masih mendapat banyak rintangan. Dalam menjalankan
tugas perpustakaan sebagai sarana penunjang belajar mengajar, perpustakaan
memiliki kendala karena tidak adanya petugas khusus lulusan perpustakaan yang
mengelola perpustakaan. Namun dengan adanya kendala tersebut, kepala
sekolah pun memberikan solusi, bahwa guru bisa mengelola perpustakaan
dengan syarat mengikuti seminar atau workshop perihal pengelolaan
perpustakaan. Dengan ini guru yang bertugas untuk mengelola perpustakaan
memiliki ilmu perihal cara pengelolaan perpustakaan, sehingga perpustakaan
SLB-A pun dapat berdiri dan berkembang sampai sekarang.
79
Informasi merupakan apa yang ingin diketahui oleh seseorang yang
bertujuan untuk menambah ilmu pengetahuan ataupun digunakan untuk
memecahkan suatu masalah sesuai dengan kebutuhan pencari informasi. Jika
dilihat dari sumber perolehan sumber informasi, dapat dibedakan siswa mencari
informasi pada:
a. Perpustakaan
Dalam perpustakaan terdapat berbagai macam sumber informasi yang
yang bisa digunakan oleh pemustaka. Sebagai lembaga pengelola informasi
perpustakaan dapat menjadi wadah bagi pemustaka untuk menambah
pengetahuan mereka. Terdapatnya berbagai sumber informasi dapat
dimanfaatkan pemustaka untuk memenuhi kebutuhan informasinya.
“Paling sering saya mencari di perpustakaan. Kadang kalo adatugas yang bisa saya kerjakan sendiri ya saya jawab sendiri, kalo enggabisa baru ke perpustakaan. Terus saya juga tidak nyari di internet karenasaya tidak punya hp.” (Ang)
“Di perpustakaan, kalo mau nyari buku paket pelajaran ya diperpustakaan.” (Tir)
“Langsung nyari ke perpustakaan kalo ga ada nyari di internet.”(Dav)
“Di perpustakaan.” (Rian)“Nyari di perpustakaan” (Yog)Saya nyarinya (informasi) ya di perpustakaan” (Hil)“Perpustakaan suka.” (Mon)Maka dapat dikatakan semua informan menggunakan dan
memanfaatkan perpustakaan untuk mencari informasi. Di dalam
perpustakaan terdapat berbagai macam sumber informasi yang tersedia. Hal
tersebut sesuai dengan tujuan perpustakaan dalam peyedia berbagai sumber
informasi, dan memperkaya pengalaman belajar para siswa dengan
80
membaca buku dan koleksi lain yang mengandung ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan oleh 7 informan, hasil
wawancara menunjukan bahwa 7 informan menggunakan perpustakaan
sebagai sumber pencarian informasi.
b. Orangtua, dan Teman.
Ketidaktahuan siswa dalam menjawab pekerjaan rumah mereka
biasanya menanyakan kepada orangtua. Dengan pengetahuan yang lebih
tinggi orangtua dapat membantu siswa/i dalam menjawab pertanyaan yang
sukar.
“Kalo PR dikerjain dirumah terus aku engga bisa jawab, nanya orangtua.” (Ang)
“Kalo ada PR yang jawabannya susah awalnya aku nanya samaorangtua” (Tir)
Dalam pencarian informasi jika mereka tidak menemukan informasi
yang dicari pada umumnya mereka menanyakan kepada temannya. Hal ini
dapat dikatakan teman dapat dijadikan perantara atau penyambung antara
pemustaka dan informasi yang dibutuhkan. Melalui teman pemustaka dapat
bertanya dan menjadi tahu dimana informasi yang dicari dapat ditemukan.
c. Internet
Beberapa siswa pun memanfaatkan internet sebagai media untuk
mencari dan memperoleh informasi.
“Aku juga suka nyari di internet, lebih cepet. Karena aku udah punyaHP jadi lebih enak nyarinya, aku bisa sendiri pake internet di HP enggadibantu orang lain juga bisa.” (Tir)
“Langsung nyari ke perpustakaan kalo ga ada nyari di internet.”(Dav)
81
“Kalo sekarang kan aku udah punya HP, bisa nyari di google loh.Jadi misalnya kita mau nyari tentang buah pisang, apa saja yangterkandung dalam pisang bisa dicari di google. Aku ada aplikasi talk, bisangeluarin kata-kata, apa yang mau dicari tinggal ngomong, atau kalo mautau hasil yang dicari itu bisa tinggal didengerin aja.” (Rin)
“Dirumah kalo wifi lagi jalan saya nyari pake internet, google.” (Hil)“Aku juga suka nyari di internet, di hp, karena aku kan udah punya
hp, informasinya lebih banyak.” (Mon)Dari 7 informan, 5 diantaranya menggunakan internet sebagai sumber
pemcari informasi. Hal tersebut dikarenakan melalui internet suatu
informasi lebih cepat didapatkan.
Jika dilihat dari jenis sumber informasi yang dicari, dalam pencarian
informasi siswa mencarinya pada:
a. Buku Pelajaran Braille
Merupakan koleksi perpustakaan yang bertujuan untuk menunjang proses
belajar dan mengajar yang disesuaikan dengan kurikulum yang ada. Berikut
hasil wawancaranya:
”Kalo di perpustakaan paling sering nyari buku cerita sama bukupelajaran (braile). Kalo buku pelajaran biasanya saya nyari pelajaranAgama, IPS, IPA, PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika.” (Ang)
“Keseringan nyari buku pelajaran. Soalnya ada beberapa bukupelajaran harus minjem di perpustakaan, ada juga buku pelajaran yangdikasih pinjem ke aku terus boleh dibawa pulang.” (Tir)
“Lebih sering nyari buku pelajaran, tapi kadang buku cerita.” (Dav)
Rin mengatakan apa yang dicari di perpustakaan keseringan buku
pelajaran karena terkadang proses belajar mengajar diadakan di
perpustakaan, jadi buku pelajaran yang lebih sering dicari.
“Sesuai pelajaran yang sedang belajar di perpustakaan, buku ceritajuga baca.”(Rin)
“Buku pelajaran. (Yog)
82
“Buku pelajaran, disuruh guru belajar di perpus, untuk ngebantubelajar aku kalo misalnya ada yang belum ngerti aku nyari bukunya diperpustakaan terus aku pinjem, aku juga suka buku cerita.” (Hil)
“Yang paling sering dicari buku pelajaran atau aku suka baca bukucerita. Tapi ada yang lain juga yang suka saya baca kaya, al-qur’an, atlas.”(Mon)
Tujuh informan mengungkapkan bahwa sumber informasi yang paling
sering digunakan ialah buku pelajaran braille. Dilihat dari namanya, buku
pelajaran braille merupakan buku yang penulisannya menggunakan huruf
barille, diperuntukan untuk siswa yang mengalami gangguan penglihatan
baik tunanetra ataupun low vision.
b. Buku Cerita Braille
Sumber informasi yang dicari selain buku pelajaran braile adalah buku
cerita braille yang berisi cerita, dongeng, fantasi.
“Tapi engga itu aja, saya juga sering belajar, baca-baca buku ceritadi perpustakaan.” (Ang)
“Kadang nyari buku cerita, cerita hewan atau cerita yang lain enggatentusih sesuai mood aja.” (Tir)
“Aku juga suka baca buku cerita”(Hil)Begitupun yang terjadi pada David, Rian, dan Monica. Maka 6 dari 7
informan menggunakan sumber informasi buku cerita braille sebagai bahan
refreshing, ingin mencari bahan bacaan yang menghibur. Hal ini sesuai
dengan fungsi perpustakaan yaitu sebagai sarana rekreasi yang menyediakan
koleksi yang bersifat ringan seperti dongeng, buku-buku fiksi, dan
sebagainya, yang diharapkan dapat menghibur pembacanya disaat yang
memungkinkan.
c. Atlas Taktual
83
Selain dua sumber diatas, koleksi lain yang dipakai ialah Atlas Taktual,
berisikan beberapa peta yang disatukan yang dilalamnya terdapat bagian
timbul untuk menunjukan suatu pulau atau daerah yang dapat diraba oleh
penderita tunanetra. Penggunaan atlas ini gunakan sebagai penunjang pada
pelajaran IPS bagi SDLB, dan pelajaran Geografi bagi SMPLB dan
SMALB.
d. Al-Qur’an Braille
Selanjutnya Al-Qur’an Braille, koleksi ini dperuntukan untuk
menunjang pembelajaran agama islam. Siswa tidak hanya dibekali dalam
pelajaran umum, namun pengetahuan perihal agamapun diajarkan pula.
Pengetahuan tentang agama pun diperkuat dengan mengajarkan membaca
Juz ‘Ama dan Al-Qur’an.
Maka dapat disimpulkan ketujuh informan memanfaatkan sumber perolehan
informasi melalui perpustakaan, duadiantaranya memperoleh informasi dari
teman/guru, dan 5 diantaranya menggunakan internet. Kebutuhan informasi
ketujuh informan ialah koleksi yang dapat menunjang proses belajar mengajar,
yaitu koleksi buku pelajaran braille. Sedangkan 6 dari 7 informan suka membaca
buku cerita, dan satu informan pun menggunakan Al-Qur’an braille dan Atlas
taktual.
2. Proses Pencarian Informasi
Dalam mencari informasi diperlukan beberapa kegiatan yang dilakukan
yang bertujuan untuk mendapatkan informasi yang sedang dibutuhkan. Dengan
84
adanya kebutuhan akan informasi ini menjadi pemucu bagi individu untuk
melakukan tahapan tahapan dalam pencarian informasi.
Berdasarkan teori yang diterangkan oleh Wilson mengenai proses pencarian
informasi beberapa tahapan pencarian informasi ialah tahapah initiation yang
didalamnya terdapat kegiatan strating, tahapan selection/eksploration yang
didalamnya terdapat kegiatan chaining, browsing, dan monitoring, tahapan
formulation yang didalamnya terdapat kegiatan differentiating, tahapan
collection yang didalamnya terdapat kegiatan extracting dan verifying, terakhir
tahapan presentation yang didalamnya terdapat kegiatan ending. Selanjutnya
tahapan pencarian informasi akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Initiation
Merupakan tahapan timbulnya perasaan ketidaktahuan, perasaan
kurangnya ilmu pengetahuan yang dimiliki. Berdasarkan wawancara yang
dilakukan perasaan yang dialami informan dapat dibedakan berdasarkan:
1) Mengerjakan Tugas
Dalam wawancara Ang mengatakan bahwa “Saya mau menambah
ilmu, ngerjain tugas dari bu guru” (Ang)
Selain untuk menambah ilmu, karena mendapat tugas dari guru, Ang
merasa belum bisa menjawab/menyelesaikan tugas yang diberikan
guru sehingga Ang pun memutuskan untuk melakukan pencarian
informasi.
2) Menambah Ilmu
Informan penelitian mengemukakan:
85
“Saya mau menambah ilmu, ngerjain tugas dari bu guru” (Ang)
Sebab utama Ang melakuakan pencarian informasi ialah adanya
perasaan kurang mengetahui akan informasi tententu sehingga ia
ingin melakukan pencarian untuk menambah pengetahuannya.
“Kalo aku nyari buku di perpustakaan karena aku mau menambah
ilmu.” (Tir) Berawal dari tidak mengetahui ilmu tertentu, Tir pun
melakukan pencarian informasi untuk ingin menambah ilmu.
“Nambah ilmu pengetahuan.”(Dav) Ia merasa ilmu pengetahuannya
masih kurang sehingga ia ingin melakukan pencarian informasi untuk
menambah pengetahuannya.
“Menambah ilmu.”(Rin) Alasan Rin ialah untuk menambah ilmu,
telah ada kesadaran akan kebutuhan untuk mencari dan memperoleh
informasi.
“Itu buat nambah ilmu.”(Yog) Ia pun merasakan hal yang sama, ia
merasa ingin menambah ilmunya sehingga ia pun pelakukan
pencarian informasi
“Ya sekedar untuk menambah ilmu, biar bisa tambah pinter.”(Hil) Ia
merasa ilmu yang dimiliki masih kurang maka ia memutuskan untuk
melakukan pencarian informasi. Dengan informasinya tersebut dapat
menambah ilmu yang nantinya dengan ilmunya tersebut dapat
menambah kecerdasannya.
“Kan kan ada beberapa hal yang engga aku tau, jadinya aku ke
perpustakaan buat tambah-tambah ilmu gitu.”(Mon) Mon merasa
86
kurangnya ilmu pengetahuan, ada beberapa hal yang tidak diketahui.
Mon telah menyadari ia membutuhkan informasi untuk menambah
pengetahuannya
Dari 7 informan diatas mereka merasakan kurangnya pengetahuan akan
suatu ilmu tertentu sehingga itulah yang menyebabkan mereka melakukan
pencarian informasi. Satu informan melakuan pencarian informasi
dikarenakan untuk membantu menjawab PR dari guru. Dapat dikatakan
bermula dari ketidaktahuan akan sesuatu dengan memutuskan untuk
melakuakan pencarian informasi sehingga pengetahuan mereka menjadi
bertambah. Seiring dengan adanya perasaan inipun timbulah pula kesadaran
akan adanya kebutuhan informasi.
1) Strarting
Dengan adanya perasaan kurang akan pengetahuan tertentu
menumbuhkan perilaku untuk mulai melakukan pencarian informasi.
Individu melakukan pencarian di lembaga yang menyediakan informasi
(perpustakaan), berdasarkan bidang yang dimulai, melalui literatur, dan
media pencarian lainnya. Latar belakang dimulainya pencarian ini adanya
perasaan membutuhkan suatu informasi. Berikut potongan wawancara
yang dikemukakan oleh informan:
“Nyari di perpustakaan.” (Ang) Ia memutuskan untuk memulai
pencarian informasi di perpustakaan
87
“Ya dicari ka bukunya (di perpustakaan).” (Yog) Yog pun memutuskan
untuk mencari langsung di buku yang tersedia di perpustakaan.
“Ya kata aku tadi, nyari di perpustakaan atau aku nyari di internet”.
(Tir)Tujuan Tir dalam melakukan pencarian informasi ialah mencari
terlebih dahulu di perpustakaan.
“Langsung nyari ke perpustakaan kalo ga ada nyari di internet.” (Dav)
Ia memutuskan untuk menuju ke perpustakaan dan mencari informasi
yang dibutuhkannya.
“Saya nyari di perpus dan nyari pake internet juga.” (Rin) Dengan
perasaan ingin menambah pengetahuan Rin pun memutuskan awal
pencariannya di perpustakaan.
“Nyari buku yang sesuai sama yang aku cari di perpustakaan, kalo
engga ada aku suka nyari di internet juga.” (Hil) Tujuan utama Hil
dalam melakukan pencarian informasi ialah melalui perpustakaan
sekolah, disitulah Hil dapat mencari informasi yang dibutuhkannya.
“Ke perpustakaan, dicari deh bukunya, kalo engga nyari di internet juga
bisa.” (Mon)Sama dengan Hil, Tir pun menetapkan pencarian utamanya
di perpustakaan, karena di perpustakaan terdapat banyak ilmu, banyak
informasi yang tersedia.
Tujuh informan setelah menyadari akan kurangnya pengetahuan
mengenai suatu ilmu tertentu, mereka memutuskan untuk memulai
melakukan pencarian informasi. Semua informan datang ke perpustakaan
untuk mencari informasi dari koleksi yang ada di perpustakaan.
88
b. Selection/Eksploration
Pada tahapan selection pencarian yang dilakukan lebih selektif, lebih
teliti, dan lebih siap untuk melakukan penelusuran. Eksploration merupakan
kegiatan pencarian yang lebih mendalam. Berikut respon yang diberikan oleh
informan:
“Terus itu ada tulisan brailenya saya baca sampulnya dicari pelan pelan
satu buku satu buku.” (Hil)Dapat dikatakan jika menemukan satu buku Hil
merasa harus lebih teliti dengan merabanya pelan-pelan. Dengan mencarinya
pelan-pelan Hil pun lebih teliti agar informasi/buku yang dicari dapat
ditemukan dengan efisien.
“Kalo nyarinya harus teliti biar engga ada yang kelewat.” (Mon) Mon pun
meningkatkan ketelitiannya agar tidak ada buku yang terlewat satupun.
Berdasarkan wawancara, 3 dari 7 informan mengalami tahapan
selection/eksploration. Sedangkan 4 lainnya sudah menerapkan sikap teliti
pada pencarian informasi saat tahap initiation.
1) Chaining
Merupakan tahapan penghubungan, individu mulai mengubungkan
informasi yang dicari dengan informasi yang didapatkan dari satu media
pencarian informasi.
“Terus langsung menuju di raknya, misalnya kalo aku mau nyari buku
pelajaran Bahasa Indonesia kelas 5 langsung ke rak Buku Pelajaran
Bahasa Indonesia. Diraba depan bukunya kan ada judulnya.” (Ang)
89
Langsung menuju rak dimana buku disimpan, Ang langsung meraba
judul bukunya.
“ Langsung nyari aja di rak. Langsung cari ke rak, dipilih dicari dari
judul yang ada di depan buku, diraba aja.” (Tir) Tir pun memutuskan
untuk langsung mencari di rak.
“Langsung menuju rak.” (Dav) Tahapan selanjutnya setelah sampai di
perpustakaan Dav langsung menuju rak dan mencari bukunya.
“Langsung ke raknya.” (Rin) Rin langsung mencari ke rak penyimpanan
buku.
“Pertama kan ke perpustakaan, ke rak bukunya.” (Yog) Setelah samapai
di perpustakaan Yog melakukan pencarian dengan langsung mencari ke
rak buku (pelajaran) disimpan.
“Awal masuk – ke rak yang dituju – mencari bukunya.” (Hil) Setelah
masuk ke perpustakaan Hil langsung menuju rak dan memulai mencari
bukunya dengan meraba judul braillenya.
“Kalo akukan masih ada sisa penglihatan sedikit, aku ke raknya, dengan
sedikit penglihatan jadi bisa dibaca satu-satu itu, sebelumnya udah tau
letak raknya dimana, sudah hafal.” (Mon) Begitupun yang dilakukan
Mon, ia langsung menuju rak. Siswa SLB-A diwajibkan untuk bisa
menggunakan huruf braille, namun jika sebagian penglihatan masih bisa
berfungsi, sekolah sangat memperbolehkan untuk tetap memanfaatkan
penglihatannya.
90
Perlu diketahui pengklasifikasin koleksi perpustakaan SLB-A ialah
menurut buku pelajaran, maka dapat dikatakan pemustaka mulai
melakukan kegiatan pencarian informasi dengan menuju langsung ke rak
penyimpanan buku. Selanjutnya mereka meraba judul buku yang
menggunakan huruf braille yang ada pada cover buku lalu
menghubungkan informasi yang dicari dengan informasi yang didapatkan
dari satu sumber pencarian.
2) Browsing
Browsing ini adalah kegiatan merambah yaitu suatu kegiatan mencari
informasi dari satu sumber ke sumber lain, yang menyebabkan terdapat
lebih dari satu sumber pencarian informasi yang digunakan, sehingga
secara tidak langsung ia mulai melakukan strukturisasi informasi yang
digunakan. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan mencari pada tema yang
sama. Alasan dilakukannya tahapan ini karena pada tahapan sebelumnya
individu belum menemukan informasi sesuai yang dibutuhkannya.
“Kalo misalnya di perpustakaan engga ketemu yang tadi aku bilang ka
aku suka nyari di internet, jadinya aku nyari di internet deh, lebih cepet.”
(Tir) Sumber informasi yang digunaan Tir selain perpustakaan ialah
menggunakan internet, menurutnya melakuan pencarian di internet dapat
ditempuh lebih cepat.
“Coba nyari di internet juga.” (Dav) Dav mencoba sumber pencarian
informasi dengan memanfaatkan fasilitas internet.
91
“Kalo susah nyarinya aku nyari di internet.” (Rin) Rin mengalami
kendala dalam mencari di perpustakaan yang menyebabkan informasinya
tidak dapat ditemukan, maka ia berusaha untuk mencarinya di internet.
“Kalo misalnya bukunya engga ketemu aku tetep berusaha deh yang
supaya aku dapet dan tahu apa yang aku cari, jadi aku suka nyari
internet buat pilihan lain selain nyari di perpustakaan.” (Hil) Jika
informasi yang dicari Hil tidak dapat ditemukan di perpustakaan, Hil
memutuskan untuk mencarinya di internet, bertujuan supaya informasi
yang dibutuhkannya tetap dapat didapatkannya.
“Terus nyari di internet, kan informasinya lebih banyak.” (Mon) Selain
mencari di perpustakaan Mon mencari di internet yang memuat banyak
informasi.
Tidak semua pemustaka melakukan kegiatan browsing, jika pemustaka
belum menemukan informasi yang dicari maka mereka memutuskan
untuk mencari di sumber informasi lainnya dengan menggunakan
internet. Dengan menggunakan internet ini informasi yang dicari pun
dapat dengan cepat didapatkan dan informasi yang terkandung pun lebih
banyak. Dengan ini akan mendapatkan beragam informasi. Metode
pencarian yang dilakukan pemustaka di internet dengan menggunakan
pencarian sederhana menggunakan search engine, memasukan kata kunci
dan memilih informasi teratas. Dua hasil pencarian teratas dapat dirasa
cukup bagi informan dalam memenuhi kebutuhan informasi.
92
3) Monitoring
Disebut juga kegiatan pengawasan, dimana seseorang mencari
perkembangan informasi yang terbaru, agar informasi yang dicarinya
masih dalam informasi terkini. Sesuai dengan perpustakaan sekolah maka
kebutuhan informasi pun berkaitan erat dengan buku pelajaran sekolah.
Pada tahapan ini pemustaka tidak melakukan monitoring. Perpustakaan
memiliki tempat yang minimalis sehingga buku-buku yang masuk dan
buku yang didisplay adalah buku yang terpilih. Pustakawan berusaha
untuk menampilkan buku yang terbaru dan buku ajar yang tersedia sesuai
dengan kurikulum yang dipakai pada proses belajar mengajar. Dengan
perkembangan kurikulum pendidikan pada jangka waktu tertentu,
menyebabkan buku ajar pun mengalami pergantian pula. Maka kebijakan
perpustakaan ialah menyediakan buku ajar terbaru yang menyebabkan
proses monitoring tidak dilakukan oleh pemustaka.
c. Formulation
Pada tahapan ini kepercayaan seseorang mulai meningkat, lebih
memfokuskan pada tema yang dicari, pola pikir menjadi lebih jelas, terpusat
pada kebutuhan informasi yang dibutuhkan. Informan menjelaskan bahwa:
“Kalo nemu bukunya aku seneng, terus bilang ke temen temen aku kalo aku
udah nemu bukunya.” (Tir) Tir merasa lebih jelas dan informasi yang
dibutuhkannya menjadikannya lebih terarah.
93
Informan lainnya tidak melalui tahapan ini karena dimulai dari awal
pencarian merekapun sudah memfokuskan pikiran, memfokuskan pencarian
terhadap masalah atau ketidaktahuan yang dihadapi.
1) Differentiating
Tahapan selanjutnya ialah differentiating merupakan kegiataan
menyaring, memilih informasi yang telah didapatkan, sehingga individu
dapat mengetahui dari informasi yang telah didapat. Berikut potongan
wawancara yang dilakukan dengan informan:
“Diraba didalam bukunya itu isinya tema apa aja.” (Ang) Ang
melakukan mengecekan terhadap tema yang ada di dalam buku.
“Selanjutnya dari buku yang aku temuin aku cek lagi bedanya apa dan
buku mana yang paling sesuai dengan yang aku pilih, sama juga kalo
misalnya aku nyari di internet dipilih yang paling sesuai sama yang aku
carideh.” (Tir) Setelah menemukan buku yang dicari, Tir membaca
sekilas dalam buku melaui daftar isi untuk mengetahui perbedaan buku
yang didapatnya, lalu memilih buku yang sesuai dengan informasi yang
dicarinya.
“Disana kan bukunya banyak jadi kalo nemu lebih dari satu harus bisa
tau apa bedanya kalo mau cepet dicek daftar isinya (Rin).” Rin
membedakan isi buku dengan mengecek daftar isi.
“Terus aku buka daftar isinya biar supaya tau kan buku pelajaran
banyak volumenya ka, lewat daftar isi itu tau di volume ini ngebahas apa
94
aja.” (Hil) Hil membaca daftar isi buku untuk mengetahui perbedaan
dalam buku, misalnya volume satu memuat tema apa saja.
“Dicek lagi isi bukunya, daftar isinya.” (Mon) Mon melaukan
pengecekan terhadap buku yang didapatkannya melalui daftar isi, untuk
mengetahui perbedaan buku yang didapatnya. Lalu memastikan apakah
informasi yang dicari ada pada buku dan volume yang ia dapat atau tidak.
Pada buku Braille umunya satu pelajaran memuat 4 sampai 5 volume.
Hal itu menjadikan pemustaka harus mengecek kembali apakah informasi
yang dibutuhkan ada pada buku yang telah didapatkan atau tidak. Mereka
melakukan pengecekan pada daftar isi supaya dapat membedakan
perbedaan tema/isis yang terkandung pada volume buku. Dengan ini
maka dapat dikatakan melakukan pemilihan data untuk mengetahui mana
yang bisa digunakan dan mana yang tidak. Memilih kiranya informasi
mana yang sesuai dengan kebutuhan.
d. Collection
Tahapan yang dilakukan antara pemustaka dalam mencari informasi menjadi
lebih efektif dan efisien, pemustaka mengumpulkan informasi yang terfokus
pada masalah yang dicari, memilih informasi yang relevan, membuat catatan
terkait informasi yang didapat. Pemustaka tidak mengalami perasaan ini
karena telah dilakukan sejak awal telah menetapkan untuk memulai pencarian
secara efektif, efisien dan tertuju pada masalah yang dihadapkan.
95
1) Extracting
Merangkum, memeriksa kembali satu sumber yang terpilih untuk
mengambil informasi yang dianggap penting, mengelompokan bahan-
bahan yang dicari. Merupakan tahapan mengidentifikasi secara selektif
bahan sumber informasi yang didapat untuk mendapatkan informasi yang
dibutuhkan. Berdasarkan hasil wawancara, informan mengemukakan
sebagai berikut:
“Kalo ada yang perlu dicatet ya aku catet.” (Ang) Ang mencatat jika ia
merasa ada informasi penting yang perlu ia catat.
“Dicatet yang penting, kalo nyari tentang PR langsung aku jawab PR
nya” (Tir) Tir pun melakukan kegiatan mencatat terhadap informasi yang
penting. Jika ia mencari informasi untuk membantu menjawab PRnya
maka Tir langsung menjawab pada lembar PRnya yang bersumber dari
informasi yang telah ditemukannya.
“Dicatat di buku catatan.” (Rin) Rin pun memutuskan untuk mencatat
hal penting dari informasi yang dicarinya.
“Hasilnya aku baca, aku ingat terus aku catat.” (Hil) Setelah
mendapatkan buku yang dicari Hil lantas membacanya, ia ingat intinya
dan dicatat.
“Bukunya dibaca, ditulis lagi biar engga lupa.” (Mon) Mon pun
membaca buku yang telah didapatkannya, lalu memutuskan untuk dicatat
agar tidak lupa.
96
Maka dapat dikatakan dianggap perlu pemustaka pun mencatat point
penting dari informasi yang didapatkan.
2) Verifying
Kegiatan memverifikasi atau mengecek ulang terhadap informasi yang
didapatkan apakah telah sesuai dengan informasi yang dibutuhkan. Pada
tahap ini umumnya tidak dilakukan karena telah dilakukan pada tahap
extracting.
e. Presentation
Perasaan puas dan merasa jelas akan informasi yang didapatkan. Dapat pula
menimbulkan perasaan kecewa terhadap hasil pencarian dan pemustaka dapat
mengulang kembali proses pencarian informasi. Jika menimbulkan rasa jelas,
puas, menandakan proses pencarian telah selesai. Informan menjelaskan
sebagai berikut:
“Lega.” (Ang) Ang merasakan lega jika informasi yang dicari dapat
ditemuakan di perpustakaan.
“Kata aku tadi, seneng.” (Tir) Tir pun merasakan senang terhadap informasi
yang ia temukan.
“Kalo nemu bukunya Alhamdulillah.” (Yog) Yog pun menceritakan
kegembiraannya jika telah mendapatkan buku yang telah dia cari-cari.
“Kalo udah ketemu seneng banget.” (Hil) Hil menceritakan perasaan senang
jika ia berhasil menemukan dan menyelesaikan informasi yang dicarinya.
“Kalo sudah dapat ya diambil di baca, lega akhirnya dapet juga.” (Mon)
Perasaan lega pun dirasakan Mon jika informasi yang dicari dapat
97
ditemukan, ketidaktahuannya berubah menjadi “tahu” dan pengetahuannya
pun bertambah.
Menunjukan bahwa 5 dari 7 informan merasa puas akan hasil pencarian,
merasa jelas akan informasi yang didapatkan.
1) Ending
Pemustaka mendapatkan informasi yang dicarinya, menandakan
selesainya proses pencarian informasi, dan pemustaka mengakhiri
pencariannya. Berikut potongan wawancara dengan informan:
“Kalo udah selesai ya sudah” (Ang) Setelah mendapatkan informasi
yang dicari Ang pun menyelesaikan proses pencariannya.
“Begitu aja sih sudah selesai.”(Tir) Setelah semua proses telah dilakukan
Tir dan kebutuhan informasinya terpenuhi, lantas ia pun mengakhiri
pencariannya.
“Sudah deh selesai” (Hil) Hil pun mengakhiri pencariannya jika
informasi yang dicari telah terpenuhi.
“Sudah itu aja.” (Mon) Jika informasi/buku telah ditemuakan Mon pun
menyudahi pencariannya. Begitupun yang dilakukan oleh Dav, Rin, dan
Yog. Setelah dirasa cukup dan kebutuhan informasi telah terpenuhi
merekapun mengakhiri pencarian. Pustakwan mengatakan proses
pencarian informasi yang dilakukan oleh pemustaka selalu dibarengi
dengan komunikasi antar pemustaka. Hal tersebut menjadi salah satu
keunikan dalam proses pencarian informasi pemustaka tunanetra. Dengan
adanya komunikasi tersebut mereka dapat menanyakan jika informasinya
98
belum didapatkan ataupun mereka memberitahu temannya jika informasi
yang dicari telah didapatkan.
Itulah implementasi model perilaku pencarian informasi yang
dikemukakan oleh Wilson pada Perpustakaan SLB-A PTN. Proses pencarian
informasi yang dilakukan Ang yaitu initiation, starting, chaining, differentiating,
extracting, presentation dan ending. Sedangkan Tiara melalui tahap initiation,
Dengan mengetahui tahapan pencarian informasi diatas dapat dilihat tiap
informan memiliki tahapan yang berbeda beda. Namun pada umunya dapat
disimpulkan tahapan proses pencarian yang dilakukan pemustaka tunanetra
ialah tahapan initiation (perasaan akan kurangnya ilmu pengetahuan), starting
(memulai pencarian), chaining (menghubungkan sumber yang dicari dengan
informasi yang dibutuhkan), browsing (mencari pada lebih dari satu sumber),
differentiating (membedakan informasi yang didapat), extracting (merangkum,
99
mencatat informasi yang diperoleh), presentation (perasaan lega, puas) dan
ending (proses pencarian selesai). Dengan demikian model perilaku pencarian
informasi yang dijelaskan oleh Wilson tidak harus terjadi secara lengkap pada
tiap tahapannya. Perilaku pencarian informasi dilakukan pemustaka sesuai
dengan kebutuhan informasinya.
3. Solusi yang dilakukan atas kendala yang dialami dalam pencarian informasi
Dengan keterbatasan penglihatan yang dialami pemustaka dalam mencari
informasi tentunya tiap pemustaka mengalami kendalanya masing-masing.
Kendala tersebut dapat bersumber dari diri sendiri dan dari lingkungan. Kendala
tersebut ialah:
a. Kendala dari dalam diri sendiri
Kendala yang sendiri dialami dikarenakan kurangnya pengetahuan
mengenai pencarian informasi yang baik dan benar sehingga dapat
menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk mencari menjadi lebih lama.
Dalam proses pencarian pemustaka harus menuju ke rak yang dibedakan
berdasarkan mata pelajaran umunya pemustaka dapat dan hafal letak dan isi
tiap rak yang ada di perpustakaan. Selanjutnya pemustaka harus meraba
judul tiap buku yang terdapat pada halaman depan buku, setelah
menemukan buku yang dicari selanjutnya pemustaka harus memeriksa
daftar ini buku untuk memastikan apakah informasi yang dicarinya terdapat
pada volume buku tersebut. Dengan melakukan banyak proses dalam
100
pencarian suatu informasi menyebabkan waktu yang ditempuh menjadi
lebih lama atau bahkan informasi yang dicari tidak ditemukan.
b. Kendala dari luar
Kendala ini sering dialamai perihal lokasi pencarian sumber informasi,
terkadang sedikit perpindahan penempatan buku menjadi sangat terasa bagi
pemustaka, hal tersebut dikarenakan pemustaka sangat peka terhadap lokasi
pada sekelilingnya. Kendala lainnya perihal keterbatasan ruangan sehingga
sedikitnya koleksi yang dapat ditempatkan di perpustakaan. Selain itu belum
adanya katalog perpustakaan dan fasilitas lainnya yang dapat menunjang
kebutuhan informasi pemustaka
Dengan adanya kendala tersebut solusi yang dilakuakan oleh pemustaka
jika tidak menemukan informasi yang dicari di perpustakaan adalah pemustaka
sering menanyakan pada teman yang bersama-sama saat datang ke
perpustakaan, dengan itu mereka dapat bertukar informasi, atau bahkan mereka
dapat menggunakan sumber informasi secara bergantian. Jika tidak menemukan
informasi yang dicari pemustaka menanyakan kepada pustakawan, dan dengan
siap pustakawan pun membantunya karena sesuai dengan peranannya di
perpustakaan yang akan dijelaskan lebih lanjut pada point pembahasan
selanjutnya. Perpustakaan jarang mengalami perpindahan letak rak, namun jika
terjadi perubahan letak koleksi hal tersebut langsung diinformasikan kepada
pemustaka.
101
4. Peran pustakawan dalam membantu penelusuran informasi pemustaka
Dalam menyajikan informasi yang ada dalam perpustakaan, staf
perpustakaan atau yang disebut dengan pustakawan memiliki peranan untuk
melayani pemustaka. Dalam pencarian informasi terdapat kendala yang
menyebabkan informasi yang dicari oleh pemustaka tidak ditemukan seperti apa
yang telah dijelaskan pada poin sebelumnya. Maka disinilah diperlukannya
peran dari pustakawan untuk membantu pemustaka dalam proses pencarian
informasi.
Peran pustakawan dalam membantu pencarian informasi bagi pemustaka
ialah sebagai motivator dan fasilitator. Peranan pustakawan sebagai motivator
ialah menghimbau pemustaka untuk mencari lagi dengan teliti. Sedangkan
peranan pustakawan sebagai fasilitator ialah memberi tahu letak sumber
informasi yang dicari pemustaka, membantu dan mengambilkan sumber
informasi yang dicari pemustaka.
Tahapan yang dilakukan pustakawan dalam membantu pemustaka pada
proses pencarian informasi yaitu:
a) Memperingatkan untuk mencari lagi dengan teliti
Jika informasi yang dicari tidak temukan maka pemustaka akan bertanya
kepada pustakawan. Pemustaka menanyakan dimana letak sumber informasi
yang dicarinya. Maka pustakawan pun memperingatkan pustaka untuk
mencari lagi dengan teliti, mencari pelan-pelan.
102
b) Memberitahu rak penempatan sumber informasi
Jika masih belum menemukan sumber informasi yang dicari maka
pustakawan memberitahu letak rak menempatan sumber informasi yang
dicarinya.
c) Membantu mencari
Jika masih belum menemukan juga maka pustakawan membantu
mencarikannya. Pustakawan melakukan tahapan-tahaan dan tidak langsung
membantu pencarian dimaksudkan untuk mengajarkan kemandirian bagi
pemustaka, untuk mengurangi tingkat ketergantungan pemustaka atas
bantuan orang lain. Hal tersebut bertujuan agar pemustaka memiliki tingkat
percaya diri dan memiliki kemandirian jika berada di suatu lingkungan.
d) Mengingatkan kembali letak sumber informasi yang dicari
Setelah menemukan sumber informasi yang dicari, pustakawan
mengingatkan pemustaka mengenai letak sumber informasi tersebut. Hal itu
bertujuan untuk jika pemustaka ingin mencari kembali buku yang sama dilain
waktu dapat mengingat letak dan tempat disimpannya sumber informasi
tersebut.
103
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab terakhir ini merupakan hasil akhir dari semua bab yang telah dibahas pada
bab sebelumnya yang tertuang dalam kesimpulan. Kesimpulan ini diambil dari hasil
keseluruhan penelitian yang telah dilakukan dan dianalisa dari bab 1 hingga bab 4. Point
berikutnya ialah saran yang diberikan sebagai masukan bagi perpustakaan agar bisa menjadi
lebih baik untuk kedepannya. Untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut:
A. Kesimpulan
1. Kebutuhan informasi pemustaka Perpustakaan SLB-A PTN ialah buku pelajaran
braille, buku cerita braille, atlas taktual dan Al-Qur’an. Kebutuhan informasi tersebut
bertujuan untuk menunjang proses belajar mengajar siswa. Umunya semua pemustaka
mencari informasi melalui perpustakaan dan 5 dari 7 pemustaka mencarinya di
internet.
2. Proses pencarian informasi yang dilakukan pada tiap pemustaka berbeda-beda, namun
pada umunya mereka melakukan tahapan initiation, starting, chaining, browsing,
differentiating, extracting, presentation dan ending. Keunikan dalam proses pencarian
informasi pemustaka tunanetra ialah mereka selalu berkomunikasi dalam hal
pencarian informasi, informasi yang dicari belum ditemukan sampai informasi dapat
mereka temuakan.
3. Kendala yang dialami pemustaka dalam proses pencarian informasi bersumber dari
dalam diri sendiri pemustaka dan ada yang berasal dari luar. Kendala yang bersumber
dari diri sendiri dikarenakan kurangnya pengetahuan mengenai pencarian informasi
yang baik dan benar sehingga dapat menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk
mencari menjadi lebih lama. Kendala dari luar dialamai karena lokasi pencarian
104
sumber informasi yang kurang memadai, perpindahan buku, keterbatasan ruangan.
Solusi yang mereka lakukan jika mengalami kendala tersebut ialah meminta bantuan
kepada teman dan pustakawan dalam pencarian informasi.
4. Peran pustakawan dalam membantu penelusuran informasi bagi pemustaka ialah
sebagai motivator dan fasilitator. Perana ini penting adanya, dengan adanya
pustakawan dapat memudahkan, mempercepat dalam pencarian informasi.
Pustakawan SLB-A PTN bertugas melayani dan membimbing pemustaka. Peranan
pustakawan sebagai motivator ialah menghimbau pemustaka untuk mencari lagi
dengan teliti. Sedangkan peranan pustakawan sebagai fasilitator ialah memberi tahu
letak sumber informasi yang dicari pemustaka, membantu dan mengambilkan sumber
informasi yang dicari pemustaka.
B. Saran
1. Perpustakaan SLB-A PTN mengadakan pelatihan dasar atau semacam seminar
tentang cara pencarian informasi yang baik dan benar. Dengan adanya kegiatan
tersebut diharapkan pemustaka dapat mengetahui cara mencari informasi baik di
perpustakaan, ataupun di internet. Pemustaka dapat lebih mandiri dalam
menyelesaikan tugasnya, mandiri dalam mencari informasi yang dibutuhkan.
Pemustaka pun memiliki pengetahuan perihal cara mencari informasi yang efektif dan
efisien.
2. Perpustakaan SLB-A PTN akan lebih baik jika menambahkan pustakawannya. Hal itu
dikarenakan pustakawan SLB-A PTN termasuk guru pula, sehingga ada beberapa saat
pustakawan memiliki kewajiban untuk mengajar, dan setelah mengajar bisa kembali
ke perpustakaan. Dengan menambah pustakawan disaat satu pustakawan terdapat
105
jadwal mengajar, pustakawan lain dapat menggantikannya di perpustakaan. Sehingga
pelayanan perpustakaan dapat terus diberikan dan perpustakaan terus terjaga.
3. Luas ruang perpustakaan saat ini adalah 92 m2, hal itu dirasa kurang memadai. Maka
akan lebih baik jika sekolah mengadakan, membuat, atau memindahkan ruang
perpustakaan ke ruangan yang lebih memadai. Dengan ruangan yang lebih memadai
pemustakapun dapat nyaman dna leluasa berada di peprustakaan.
4. Perpustakaan dapat mengadakan fasilitas untuk menunjang kebutuhan informasi
pemustaka. Fasilitas yang dapat ditambahkan diantaranya ialah digital talking book,
komputer, OPAC, CD-player.
106
DAFTAR PUSTAKA
Bandi Delphie. 2006. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus: dalam Setting PendidikanInklusi. Bandung: Refika Aditama
Budiyanto M. 2000. Kebutuhan dan Perilaku pencarian Informasi Peneliti Bidang IlmuPengetahuan Sosial dan Kemanusiaan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Tesis:Pascasarjana Program Studi Ilmu Perpustakaan, Informasi, dan Kearsipan Bidang IlmuBudaya Universitas Indonesia
Carol Collier Kulthau, Inside the Searching process: Information Seeking from the User’sPerspective, Journal of the American Society and Information Science, 1991 Vol 42 (5):362 https://comminfo.rutgers.edu/~kuhlthau/docs/Insidethe SearchProcess.pdf (diaksestanggal 21 Februari 2015), h.366
Gordon B. Davis. 1997. Kerangka Dasar Sistem Informasi Manajemen. Jakarta: PustakaBinamaan Pressindo
Helen Brazier. 2007. The Role and Activities of the IFLA Libraries for the BlindSection. Library Trends 55, (4) (Spring): 864-878, http://search.proquest.com/docview/220451368?accountid=25704 (diakses tanggal February 21, 2015).
Ibrahim Bafdal. 2006. Pengelolaan Perpustakaan Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara
Imas Fatonah, Peran Pustakawan Sekolah Luar Biasa dalam Menumbuhkan KemampuanLiterasi Informasi bagi Anak Tunanetra: Studi Kasus Perpustakaan Sekolah Luar Biasa-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta, Skripsi S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakrta, 2010
Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1985. Petunjuk PenyelenggaraanSekolah Luar Biasa. Jakarta: Bina Flora Utama
Indonesia. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang SistemPendidikan Nasional. Lembaran Negara RI Tahun 2003, Sekretariat Negara. Jakarta.
J.B Wahtudi. 2004. Teknologi Informasi dan Produksi Citra Bergerak. Jakarta: Hakaesar
John David Smith. 2006. Inklusi, Sekolah Rumah untuk Semua. Bandung: Nuansa
Jusni Djatin. 1996. Penelusuran Literatur. Jakarta: Universitas terbuka
Koenjtraningrat. 1991. Metode Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia PustakaUtama
Mestika Zed. 2008. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indoensia
Mohamad Nasir. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia
107
Mohammad Effendi. 2009. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: BumiAksara
Muhammad Yusuf Pawit dan Yaya Suhendar. 2007. Pedoman Peyelenggaraan PerpustakaanSekolah. Jakarta: Kencana
Nur’aeni. 1997. Inversi Dini bagi Anak Bermasalah. Jakarta: Rineka Cipta
Pawit M. Yusuf dan Priyo Subekti. 2000. Teori dan Praktik Penelusuran Informasi :Information Retrieval. Jakarta: Kencana
Pawit M. Yusuf dan Priyo Subekti. 2010. Teori dan praktik Penelusuran Informasi. Jakarta:Kencana
Prasetya Irawan. 1999. Logika dan Prosedur Penelitian, Pengatar Teori dan PanduanPraktis Penelitian Sosial Bagi Mahasiswa dan Peneliti Pemula. Jakarta: STIA-LAN
Putu Laxman Pendit. 2009. Merajut Makna: Penelitian Kualitatif Bidang Perpustakaan danInformasi. Jakarta: Cita Karyakarsa Mandiri
Putu Laxman Pendit. 2013. Penelitian Ilmu Perpustakaan dan Informasi : Suatu PengantarDiskusi Epistemologi dan Metodologi Jakarta: JIP-FSUI
Putu Laxman Pendit. 2013. Penelitian Ilmu Perpustakaan dan Informasi: Suatu PengantarDiskusi Epistemologi dan Metodologi. Jakarta: JIP-FSUI
Ricky Anshori. 2013. Persepsi Perilaku Pencarian Informasi Pemakai pada LayananPerpustakaan Tuna Netra Yayasan Mitra Netra Jakarta. Skripsi S1 UniversitasDiponegoro
Rizal Saiful Haq [et.al]. 2005. Perpustakaan dan Pendidikan: Pemeteaan PeransertaPerpustakaan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: UIN Syarif HidayatullahJakarta, FAH
Sapariadi [et.al]. 1982. Mengapa Anak Berkelainan Perlu Mendapatkan Pendidikan. Jakarta:Balai Pustaka
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Penerbit Alfabeta
Zaenal Alimin. 2004. Reorientasi Pemahaman Konsep Pendidikan Khusus PendidikanKebutuhan Khusus dan Implikasinya terhadap Layanan Pendidikan. Jurnal Asesmendan Intervensi Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: UPI. Vol.3 No 1.
Hasil Wawancara
“Perilaku Pencarian Informasi Pemustaka Berkebutuhan Khusus pada Perpustakaan
Sekolah Luar Biasa-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta”
Nama : Angga
Kelas : 5 SDLB
Tanggal/Waktu wawancara : 24 Februari 2015 / 10.00
A. Kebutuhan informasi pemustaka pada Perpustakaan SLB-A Pembina Tingkat Nasional
1. Apa alasan adik untuk datang ke perpustakaan?
Saya ke perpustakaan mau baca, minjem buku pelajaran, buku cerita, mau nambah ilmu.
Karena lumayan sering saya ke perpustakaan seminggu bisa 3 atau 4 kali ke
perpustakaan.
2. Bagaimana kebutuhan informasi adik? apa yang sering adik dicari?
Kalo di perpustakaan paling sering nyari buku cerita sama buku pelajaran. Kalo buku
pelajaran biasanya saya nyari pelajaran Agama, IPS, IPA, PPKn, Bahasa Indonesia,
Matematika. Tapi engga itu aja, saya juga sering belajar, baca-baca buku cerita di
perpustakaan.
3. Dimana adik melakukan pencarian informasi?
Paling sering saya mencari di perpustakaan. Kadang kalo ada tugas yang bisa saya
kerjakan sendiri ya saya jawab sendiri, kalo engga bisa baru ke perpustakaan. Kalo PR
dikerjain dirumah terus aku engga bisa jawab, nanya orang tua. Terus saya juga tidak
nyari di internet karena saya tidak punya hp.
4. Dengan siapa adik datang ke perpustakaan?
Sahabat saya, Rendi dan Julius.
B. Proses yang dilakukan pemustaka berkebutuhan khusus dalam pencarian informasi
5. Mengapa adik melakukan pencarian informasi di perpustakaan? Apa yang akan adik
lakukan?
Saya mau menambah ilmu, ngerjain tugas dari bu guru. Nyari di perpustakaan.
6. Bagaimana proses adik dalam pencarian informasi? Ceritakan pula perasaan yang adik
rasakan pada tiap tahapan pencarian informasi!
Terus langsung menuju di raknya, misalnya kalo aku mau nyari buku pelajaran Bahasa
Indonesia kelas 5 langsung ke rak Buku pelajaran Bahasa Indonesia. Diraba depan
bukunya kan ada judulnya. Diraba didalam bukunya itu isinya tema apa aja, kalo ada
yang perlu dicatet ya aku catet. Kalo udah selesai ya sudah, lega. Kalo nyari buku cerita
kadang saya ngambil-ngambil aja buku cerita yang penting dapet, belum saya baca
sebelumnya.
C. Solusi yang dilakukan pemustaka untuk mengatasi kendala dalam pencarian informasi
7. Apa kendala yang dialami adik dalam pencarian informasi?
Engga sulit nyarinya, oh gampang gampang. Karena saya sudah hafal tempatnya.
Keseringan kalo nyari buku ketemu terus, karena saya sudah tahu tempaynya. Jarang
engga ketemu, ketemu terus.
8. Mengapa adik tidak menemukan informasi yang dicari?
Pernah engga ketemu bukunya itu karena saya kurang teliti nyarinya.
9. Apa yang adik lakukan jika informasi yang dicari tidak bisa ditemukan?
Nanya temen, temen saya bantuin nyari buku yang saya cari, kalo ketemu temen saya
nunjukin dimana letaknya.
D. Peran pustakawan dalam membantu penelusuran informasi pemustaka
10. Solusi apa yang ditawarkan pustakawan untuk membantu pemustaka dalam penelusuran
informasi?
Suruh nyari lagi, dicek ulang mungkin saya tidak teliti. Kalo engga ketemu juga Pak
Dedi ngasihtau tempat buku yang saya cari biasanya sih, udah, ketemu deh bukunya.
Hasil Wawancara
“Perilaku Pencarian Informasi Pemustaka Berkebutuhan Khusus pada Perpustakaan
Sekolah Luar Biasa-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta”
Nama : Tiara
Kelas : 6 SDLB
Tanggal/Waktu wawancara : 24 Februari 2015 / 09.00
A. Kebutuhan informasi pemustaka pada Perpustakaan SLB-A Pembina Tingkat Nasional
1. Apa alasan adik untuk datang ke perpustakaan?
Mau baca. Tapi sekarang udah jarang ke perpustakaan, paling sekarang hanya seminggu
dua kali. Waktu dulu pernah bantuin Pak Dedi beresin buku pas hari jumat yang pas