1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Dengan demikian, pendidikan berusaha untuk membawa anak atau individu yang semula tidak berdaya, yang hampir keseluruhan hidupnya menggantungkan diri pada orang lain, ke tingkat dewasa, 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang
atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Salah satu
pertanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku
dalam dirinya. Dengan demikian, pendidikan berusaha untuk membawa anak atau
individu yang semula tidak berdaya, yang hampir keseluruhan hidupnya
menggantungkan diri pada orang lain, ke tingkat dewasa, yaitu keadaan di mana
anak sanggup berdiri sendiri dan bertanggung jawab terhadap dirinya, baik secara
individual, secara sosial maupun secara susila.
Dilihat dari sudut Bimbingan dan Konseling remaja yang kurang percaya
diri akan merasa sangat kesulitan dalam berkomunikasi dengan lawan bicara, yang
sering terjadi, mereka sering banyak salah ucap dalam berbicara. Siswa atau
remaja yang mengalami kurang percaya diri akan menjadi tanggung jawab BK
dalam penyelesaian masalah yang dialami individu tersebut dengan cara
menggunakan layanan informasi ataupun layanan konseling individu. Rasa
1
2
percaya diri sangat berpengaruh dalam perkembangan individu untuk
mengaktualisasikan diri dengan lingkungan sekitar. Maka dari itu, sikap atau
perilaku asertif ini harus dimulai atau dibiasakan sejak dini. Karena seseorang
individu yang memiliki perilaku asertif maka kepercayaan dirinya juga meningkat
terhadap orang – orang di sekitarnya atau lingkungan sosialnya.
Perilaku asertif adalah ekspresi yang langsung, jujur, dan pada tempatnya
dari pikiran, perasaan, kebutuhan, atau hak - hak tanpa kecemasan yang beralasan.
Ekspresi yang langsung merupakan perilaku individu yang tidak berputar-putar,
jelas terfokus dan wajar, dan tidak menghakimi.
Tidak semua individu dapat berperilaku asertif. Hal ini disebabkan karena
tidak semua siswa laki-laki maupun perempuan sadar bahwa mereka memiliki hak
untuk berperilaku asertif. Banyak pula individu yang takut untuk berperilaku
asertif, atau bahkan banyak individu yang kurang terampil dalam
mengekspresikan diri secara asertif.
Kepercayaan diri adalah keyakinan pada kemampuan diri sendiri untuk
melakukan segala sesuatu yang diinginkan dan merasa puas terhadap dirinya.
Kepercayaan diri setiap individu juga bisa dimiliki sejak dini, karena jika individu
yang merasa kurang percaya diri sejak dini, maka ke depannya individu tersebut
bisa menjadi individu yang rendah diri.
2
3
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah yang telah peneliti paparkan diatas,
melahirkan suatu rumusan masalah dalam penelitian ini, adalah :
“Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku asertif dengan
kepercayaan diri siswa”
C. Tujuan dan manfaat penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis bertujuan untuk
mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku asertif
dengan kepercayaan diri siswa
Adapun manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini, penulis
mengharapkan dengan adanya perilaku asertif, siswa dapat memiliki rasa
kepercayaan diri. Selain itu juga, peneliti dapat mengaplikasikan perilaku asertif
terhadap dirinya sendiri untuk menumbuhkan rasa percaya diri.
3
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. PERILAKU ASERTIF
1. Pengertian Perilaku Asertif
Dalam kehidupan remaja sekarang ini banyak remaja-remaja atau pun para
peserta didik belum mengetahui tentang dirinya atau identitas dirinya.
Terkadang mereka sudah mengakui bahwa dirinya “dewasa” tetapi dalam hal
lain perilaku mereka sangat jauh dikatakan perilaku dewasa, dikarenakan para
peserta didik ini masih banyak yang belum bisa berperilaku atau bersikap
dengan baik dengan orang-orang sekitarnya walaupun orang-orang di
lingkungan sekitar mereka.
Dalam penulisan ini, penulis mengangkat judul tentang perilaku asertif.
Karena dengan ber-perilaku asertif ini, peserta didik akan menjadi individu
yang lebih baik. Adapun pengertian asertif adalah perilaku ekspresi yang
langsung, jujur, dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan, atau
hak - hak tanpa kecemasan yang beralasan. Ekspresi yang langsung
merupakan perilaku individu yang tidak berputar-putar, jelas terfokus dan
wajar, dan tidak menghakimi.
“Ditambahkan oleh ahli, Rathus dan Nevid (1983 : 343) asertif adalah tingkah laku yang menampilkan keberanian untuk secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan, dan pikiran-pikiran apa adanya, mempertahankan hak-hak pribadi, serta menolak permintaan-permintaan yang tidak masuk akal dari figur otoritas dan standar-standar yang berlaku pada suatu kelompok.”
4
5
Jadi, peneliti menarik kesimpulan bahwa perilaku asertif adalah tingkah
laku interpersonal yang mengungkap emosi secara terbuka, jujur, tegas dan
langsung pada tujuan sebagai usaha untuk mencapai kebebasan emosi dan
dilakukan dengan penuh keyakinan diri dan sopan.
B. KEPERCAYAAN DIRI
1. Pengertian kepercayaan diri
Hampir setiap orang pernah mengalami krisis kepercayaan diri dalam
kehidupannya, sejak masih anak-anak hingga dewasa bahkan sampai usia
lanjut. Padahal kepercayaan diri merupakan modal dasar keberhasilan di
segala bidang. Krisis kepercayaan diri dapat disebabkan oleh berbagai hal,
salah satu diantaranya adalah rasa percaya diri yang tidak dipupuk sejak dini.
Hilangnya rasa kepercayaan diri menjadi sesuatu yang amat mengganggu
terlebih ketika dihadapkan pada tantangan ataupun situasi baru.
Kepercayaan diri merupakan hal penting yang harus dimiliki setiap
individu untuk menapaki roda kehidupan. Rasa percaya diri berpengaruh
terhadap perkembangan mental, karakter dan perilaku individu apalagi dalam
masa remaja. Munculnya rasa tidak percaya diri pada suatu individu
dikarenakan mereka selalu berpikir negatif tentang dirinya sendiri atau
dibayangi dengan ketakutan yang tanpa sebab sehingga timbul perasaan tidak
menyenangkan serta dorongan atau kecenderungan untuk segera menghindari
apa yang hendak dilakukakannya itu.
Adapun menurut Pearce (dalam Menumbuhkan Kepercayaan Diri Melalui
Kegiatan Bercerita : 63) mengemukakan bahwa kepercayaan diri berasal dari
5
6
tindakan, kegitan dan usaha untuk bertindak bukannya menghindari keadaan
dan bersifat pasif.
Pernyataan tersebut diperkuat oleh Hakim yang menyatakan bahwa
kepercayaan diri adalah keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan
yang dimilikinya dan membuat kemampuan untuk mencapai berbagai tujuan
hidup.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa rasa percaya diri
adalah keyakinan pada kemampuan diri sendiri untuk melakukan segala
sesuatu yang diinginkan dan merasa puas terhadap dirinya serta modal utama
untuk menjalani kehidupan ini dengan penuh optimisme. Kepercayaan diri
juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesuksesan seseorang.
6
7
BAB IIIPEMBAHASAN
A. PERILAKU ASERTIF
1. Pengertian Perilaku Asertif
Dalam kehidupan remaja sekarang ini banyak remaja-remaja atau pun para
peserta didik belum mengetahui tentang dirinya atau identitas dirinya.
Terkadang mereka sudah mengakui bahwa dirinya “dewasa” tetapi dalam hal
lain perilaku mereka sangat jauh dikatakan perilaku dewasa, dikarenakan para
peserta didik ini masih banyak yang belum bisa berperilaku atau bersikap
dengan baik dengan orang-orang sekitarnya walaupun orang-orang di
lingkungan sekitar mereka. Maka dari itu, peneliti akan meneliti tentang
perilaku peserta didik ini, lebih tepatnya untuk berperilaku asertif. Karena
dengan perilaku asertif, kepercayaan diri dalam diri mereka akan meningkat.
Adapun pengertian perilaku menurut Kamus Bimbingan Konseling,
perilaku adalah suatu gerak kompleks yang dilakukan individu terhadap
situasi tersedia, termasuk berpikir (covert behavior) di samping tingkah laku
tampak (overt behavior).
Dalam Wikipedia Bahasa Indonesia, perilaku diartikan sekumpulan
perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi,
nilai, dan etika.
Ditambahkan oleh ahli, Edwin G. Boring perilaku merupakan
kumpulan respons yang menjadi sangat kompleks yang selalu berkaitan
7
8
dengan situasi, sebagaimana sebuah respons selalu terkait dengan sebuah
stimulus; namun sering dipertukarpakaikan dengan kata “respons”.
Dari uraian diatas, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa perilaku
adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh makhluk hidup.
Dalam penelitian ini, peneliti mengangkat judul tentang perilaku asertif.
Karena dengan ber-perilaku asertif ini, peserta didik akan menjadi individu
yang lebih baik. Adapun pengertian asertif adalah perilaku ekspresi yang
langsung, jujur, dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan, atau
hak - hak tanpa kecemasan yang beralasan. Ekspresi yang langsung
merupakan perilaku individu yang tidak berputar-putar, jelas terfokus dan
wajar, dan tidak menghakimi.
“Ditambahkan oleh ahli, Rathus dan Nevid (1983 : 343) asertif adalah tingkah laku yang menampilkan keberanian untuk secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan, dan pikiran-pikiran apa adanya, mempertahankan hak-hak pribadi, serta menolak permintaan-permintaan yang tidak masuk akal dari figur otoritas dan standar-standar yang berlaku pada suatu kelompok.”
Sedangkan menurut Alberti dan Emmons (2001 : 36 ),
“Perilaku asertif adalah individu yang bias melakukan sesuatu atas dasar keinginannya sendiri tanpa adanya paksaan dari orang lain, menegakkan hak – hak pribadinya tanpa mengesampingkan hak-hak orang lain, serta mampu untuk mengekspresikan perasaan-perasaannya secara nyaman.”
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan asertif adalah
perilaku yang bertujuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan,
dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain secara jujur dan terbuka dengan
menghormati hak pribadi kita sendiri dan orang lain.
8
9
Jadi, peneliti menarik kesimpulan bahwa perilaku asertif adalah tingkah
laku interpersonal yang mengungkap emosi secara terbuka, jujur, tegas dan
langsung pada tujuan sebagai usaha untuk mencapai kebebasan emosi dan
dilakukan dengan penuh keyakinan diri dan sopan.
1. Perbedaan Perilaku Asertif dan Non Asertif
Alberti dan Emmons (2003 : 95) mengklasifikasikan perilaku
asertif dan non asertif, sebagai berikut:
Perilaku Asertif Perilaku Non Asertif
Pelaku Pelaku
- Perbaikan atau peningkatan
diri
- Ekspresif
- Bisa meraih tujuan-tujuan
yang diinginkannya
- Pilihan untuk diri sendiri
- Merasa nyaman dengan
dirinya
- Penyangkalan diri
- Kecenderungan menahan
- Tidak meraih tujuan-tujuan
yang diinginkannya
- Pilihan dari orang lain
- Tidak tegas, selalu cemas,
memandang rendah diri
Penerima Penerima
- Memahami/ menyadari
situasi/keadaan orang lain
- Menghargai pelaku
- Bisa mencapai keinginan-
keinginannya
- Tidak sabar, merasa
bersalah, marah
- Tidak ada penghargaan dari
pelaku
- Meraih tujuan-tujuan dari
keinginan pelaku
Sumber : Alberti & Emmons (dalam Tubbs & Moss, 2003)
9
10
Individu yang non-asertif biasanya mengenyampingkan dirinya dan
terhambat dalam menampilkan perasaan yang sebenarnya ia alami. Sering
kali merasa tersakiti dan cemas sebagai akibat dari perilakunya yang kurang
memadai dan membiarkan orang lain mengendalikan atau mengatur dirinya.
Individu seperti ini jarang mencapai tujuan yang di inginkannya.Contohnya
orang yang tidak dapat menolak permintaan temannya yang butuh bantuan
padahal ia sendiri perlu belajar guna mempersiapkan diri untuk ujian esok
hari. Ketika ia menolong temannya itu, ia diliputi perasaan cemas karena
besok ada ujian serta mendongkol karena temannya seolah-olah tidak mau
tahu kepentingan dirinya. Namun ia merasa tidak dapat berbuat apa-apa atas
keadaan yang demikian ini.
2. Karakteristik Individu yang Berperilaku Asertif
Beberapa ciri dari individu yang memiliki asertivitas menurut Palmer
dan Froener (2002 : 105) ciri-ciri individu yang asertif adalah:
a. Bicara jujur
b. Memperlakukan orang lain dengan hormat, begitu pula sebaliknya
c. Menampilkan diri sendiri dan menyayangi orang lain
d. Memiliki hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain
e. Tenang dalam keseharian dan memperlihatkan selera humor dalam
menghadapi situasi-situasi yang sulit
Ditambahkan oleh Lange dan Jakubowski (1978 : 63) adalah sebagai
berikut:
10
11
a.Memulai interaksi
b.Menolak permintaan yang tidak layak
c.Mengekspresikan ketidaksetujuan dan ketidaksenangan
d.Berbicara dalam kelompok
e.Mengekspresikan pendapat dan saran
f.Mampu menerima kecaman dan kritik
g.Memberi dan menerima umpan balik
Dari kedua pendapat tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
karakteristik individu yang berperilaku asertif adalah, sebagai berikut:
a.Memulai interaksi
b.Bicara jujur
c.Mengekspresikan pendapat dan saran
d.Mampu menerima kecaman dan kritik
e.Memperlakukan orang lain dengan hormat, begitu pula sebaliknya
f.Memberi dan menerima umpan balik
g.Menampilkan diri sendiri dan menyayangi orang lain
h.Tenang dalam keseharian dan memperlihatkan selera humor dalam
menghadapi situasi-situasi yang sulit.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Perilaku
Asertif
Menurut Rathus dan Nevid (1983 : 48), terdapat 6 faktor yang
mempengaruhi perkembangan perilaku asertif yaitu:
11
12
a. Jenis Kelamin
Wanita pada umumnya lebih sulit bersikap asertif seperti
mengungkapkan perasaan dan pikiran dibandingkan dengan laki-
laki.
b. Self esteem
Keyakinan seseorang turut mempengaruhi kemampuan untuk
melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan. Orang yang
memiliki keyakinan diri yang tinggi memiliki kekhawatiran sosial
yang rendah sehingga mampu mengungkapkan pendapat dan
perasaan tanpa merugikan orang lain dan diri sendiri.
c. Kebudayaan
Tuntutan lingkungan menentukan batas-batas perilaku, dimana
batas-batas perilaku itu sesuai dengan usia, jenis kelamin, dan status
sosial seseorang
d. Tingkat Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin luas
wawasan berpikir sehingga memiliki kemampuan untuk
mengembangkan diri dengan lebih terbuka.
e. Tipe Kepribadian
Dalam situasi yang sama tidak semua individu memberikan respon
yang sama. Hal ini dipengaruhi oleh tipe kepribadian seseorang.
Dengan tipe kepribadian tertentu, seseorang akan bertingkah laku
berbeda dengan individu dengan tipe kepribadian lain.
12
13
f. Situasi tertentu Lingkungan sekitarnya
Dalam berperilaku seseorang akan melihat kondisi dan situasi dalam
arti luas, misalnya posisi kerja antara atasan dan bawahan. Situasi
dalam kehidupan tertentu akan dikuatirkan mengganggu.
B. KEPERCAYAAN DIRI
1. Pengertian Kepercayaan Diri
Hampir setiap orang pernah mengalami krisis kepercayaan diri dalam
kehidupannya, sejak masih anak-anak hingga dewasa bahkan sampai usia
lanjut. Padahal kepercayaan diri merupakan modal dasar keberhasilan di
segala bidang. Krisis kepercayaan diri dapat disebabkan oleh berbagai hal,
salah satu diantaranya adalah rasa percaya diri yang tidak dipupuk sejak dini.
Hilangnya rasa kepercayaan diri menjadi sesuatu yang amat mengganggu
terlebih ketika dihadapkan pada tantangan ataupun situasi baru.
Kepercayaan diri merupakan hal penting yang harus dimiliki setiap
individu untuk menapaki roda kehidupan. Rasa percaya diri berpengaruh
terhadap perkembangan mental, karakter dan perilaku individu apalagi dalam
masa remaja. Munculnya rasa tidak percaya diri pada suatu individu
dikarenakan mereka selalu berpikir negatif tentang dirinya sendiri atau
dibayangi dengan ketakutan yang tanpa sebab sehingga timbul perasaan tidak
menyenangkan serta dorongan atau kecenderungan untuk segera menghindari
apa yang hendak dilakukakannya itu.
13
14
Adapun menurut Pearce (dalam Menumbuhkan Kepercayaan Diri
Melalui Kegiatan Bercerita : 63) mengemukakan bahwa kepercayaan diri
berasal dari tindakan, kegitan dan usaha untuk bertindak bukannya
menghindari keadaan dan bersifat pasif.
Pernyataan tersebut diperkuat oleh Hakim yang menyatakan bahwa
kepercayaan diri adalah keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan
yang dimilikinya dan membuat kemampuan untuk mencapai berbagai tujuan
hidup.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa rasa percaya diri
adalah keyakinan pada kemampuan diri sendiri untuk melakukan segala
sesuatu yang diinginkan dan merasa puas terhadap dirinya serta modal utama
untuk menjalani kehidupan ini dengan penuh optimisme. Kepercayaan diri
juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesuksesan seseorang.
2. Karakteristik Individu yang Memiliki Kepercayaan Diri
Menurut Fatimah (2006 : 116) ciri-ciri individu yang memiliki
kepercayaan diri yang profesional, diantaranya adalah:
a. Percaya akan kemampuan diri sendiri, sehingga tidak membutuhkan
pujian, pengakuan, penerimaan, ataupun rasa hormat dari orang lain.
b. Tidak terdorong untuk menunjukan sikap konformis demi diterima
oleh orang lain atau kelompok.
c. Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain.
d. Punya kendali diri yang baik (tidak moody dan emosi stabil).
14
15
e. Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau
kegagalan, tergantung dari usaha sendiri dan tidak mudah menyerah
pada nasib atau keadaan serta tidak tergantung pada bantuan orang
lain).
f. Mempunyai cara pandang positif terhadap orang lain, diri sendiri,
dan situasi diluar dirinya.
g. Memiliki harapan-harapan yang realistik, sehingga ketika harapan
itu tidak terwujud mampu untuk melihat sisi positif dirinya dan
situasi yang terjadi.
Ditambahkan menurut Guilford, 1959; Lauster, 1978; Instone, 1983
(dalam Afiatin dan Martaniah, 1998), ciri-ciri individu yang memiliki rasa
percaya diri adalah sebagai berikut:
a. Individu merasa kuat terhadap tindakan yang dilakukan. Hal ini
didasari oleh adanya keyakinan terhadap kekuatan, kemampuan,
dan keterampilan yang dimiliki.
b. Individu merasa diterima oleh kelompoknya. Hal ini didasari oleh
adanya keyakinan terhadap kemampuannya dalam berhubungan
sosial.
c. Individu percaya sekali terhadap dirinya serta memiliki ketenangan
sikap. Hal ini didasari oleh adanya keyakinan terhadap kekuatan dan
kemampuannya.
Dari kedua pendapat diatas, maka dapat ditarik kesimpulan adalah
sebagai berikut:
15
16
a. Individu merasa diterima oleh kelompoknya
b. Individu percaya sekali terhadap dirinyaserta memiliki ketenangan
sikap
c. Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain
d. Punya kendali diri yang baik (tidak moody dan emosi stabil).
e. Mempunyai cara pandang positif terhadap orang lain, diri sendiri,
dan situasi diluar dirinya.
f. Memiliki harapan-harapan yang realistic
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kepercayaan
Diri
Menurut Middlebrook (dalam Mahrita, 1997), ada empat faktor yang
mempengaruhi perkembangan kepercayaan diri, yaitu:
a. Pola Asuh
Keluarga merupakan faktor utama yang mempunyai pengaruh
besar terhadap perkembangan anak dimasa yang akan datang. Dari
ketiga pola asuh baik itu otoriter, demokratis, dan permisif,
menurut Hurlock (dalam Mahrita, 1997) pola asuh demokratis
adalah model yang paling cocok yang mendukung pengembangan
percaya diri pada anak, karena pola asuh demokratis melatih dan
mengembangkan tanggung jawab serta keberanian menghadapi dan
menyelesaikan masalah secara mandiri.
16
17
b. Jenis Kelamin
Peran jenis kelamin yang disandang oleh budaya terhadap kaum
perempuan maupun laki-laki memiliki efek sendiri terhadap
perkembangan rasa percaya diri. Perempuan cenderung dianggap
lemah dan harus dilindungi, sedangkan laki-laki harus bersikap
sebagai makhluk kuat, mandiri dan mampu melindungi.
c. Pendidikan
Pendidikan seringkali menjadi ukuran dalam menilai keberhasilan
seseorang. Berarti semakin tinggi jenjang pendidikan seseorang
semakin tinggi pula anggapan orang lain terhadap dirinya. Mereka
yang memiliki jenjang pendidikan yang rendah biasanya merasa
tersisih dan akhirnya tidak memiliki keyakinan akan
kemampuannya. Sedangkan yang memiliki jenjang pendidikan
yang tinggi semakin terpacu untuk menunjukan kemampuannya.
d. Penampilan Fisik
Individu yang memiliki tampilan fisik yang menarik lebih sering
diperlakukan dengan baik dibandingkan dengan individu yang
mempunyai penampilan kurang menarik.
4. Cara Menumbuhkan Percaya Diri
17
18
Menurut Fatimah (2006 : 124) untuk dapat menumbuhkan rasa percaya
diri yang profesional, individu tersebut harus memulai dari diri sendiri.
Adapun cara yang digunakan adalah:
a. Evaluasi Diri Secara Objektif
Individu harus belajar untuk menerima diri secara objektif dan
jujur. Membuat daftar potensi yang ada dalam diri baik yang telah
diraih ataupun belum. Kenali apa yang menjadi penyebab
terhalangnya kemunculan potensi yang ada dalam diri.
b. Memberi penghargaan yang jujur terhadap diri
Menyadari dan menghargai sekecil apapun keberhasilan dan
potensi yang dimiliki.
c. Positif Thinking
Mencoba untuk melawan setiap asumsi, prasangka atau persepsi
negatif yang muncul dalam benak, dan tidak membiarkan pikiran
negatif berlarut-larut.
d. Gunakan Sel Affirmation
Menggunakan sel affirmation mengurangi negatif thinking,
contohnya: “Saya pasti bisa!”
e. Berani Mengambil Resiko
Setelah memahami secara objektif, maka akan dapat memprediksi
resiko setiap tantangan yang dihadapi, sehingga tidak perlu
menghindari melainkan lebih menggunakan strategi-strategi untuk
menghindari, mencegah, atau mengatasi resiko.
18
19
f. Belajar Mensyukuri dan Menikmati Rahmat Tuhan
Individu tersebut harus dapat melihat dirinya secara positif.
g. Melakukan Tujuan yang Relistik
Mengevaluasi segala tujuan yang telah ditetapkan, apakah tujuan
tersebut realistik atau tidak. Tujuan yang realistik akan
memudahkan dalam pencapaian tujuan.
19
20
BAB IV
ANALISIS SINTESIS
Dari perumusan masalah, diambil satu masalah, yaitu ‘apakah terdapat
hubungan yang signifikan antara perilaku asertif terhadap kepercayaan diri siswa?
‘
Dengan adanya perilaku asertif, akan mempermudah siswa dalam
berkomunikasi secara efektif. Faktanya, perilaku asertif tidak bisa tiba-tiba
muncul dalam diri suatu individu/siswa, maka dari itu sejak dini seorang
individu dilatih untuk berperilaku asertif agar di masa yang akan datang individu
tersebut bisa menerapkan perilaku itu yang lebih baik dalam dirinya serta di
lingkungan sekitarnya. Selain itu dengan berperilaku asertif individu/siswa dapat
menjadi orang yang percaya diri, bukan rendah diri.
Oleh karena itu, individu/siswa dengan berperilaku asertif rasa kepercayaan
diri mereka pelan-pelan berkembang dengan baik sehingga dapat menjadi
individu yang sempurna.
Berdasarkan uraian dan beberapa teori diatas, dapat ditarik suatu
kesimpulan sederhana, bahwa perilaku asertif memiliki hubungan yang penting
dalam meningkatkan rasa kepercayaan diri yang lebih baik pada siswa di sekolah,
namun teori diatas masih harus diuji pada siswa
BAB V
20
21
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Anak
didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau
sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Salah satu pertanda
bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam
dirinya.
B. SARAN
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat di ajukan saran sebagai
berikut yaitu untuk mengembangkan kepercayaan diri siswa perlu menanamkan
perilaku asertif dalam diri siswa agar kedepannya siswa dapat menjadi individu
yang memiliki kepribadian yang matang.
DAFTAR PUSTAKA
21
22
- Prof. Dr. Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.