GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 80 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN RUANG PADA KAWASAN PENGENDALIAN KETAT SKALA REGIONAL DI PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa dalam rangka mengatur pemanfaatan ruang pada kawasan yang memerlukan pengawasan khusus dan pembatasan pamanfaatannya, maka untuk mempertahankan daya dukung, mencegah dampak negatif dan menjamin proses pembangunan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2031, perlu membentuk Peraturan Gubernur Jawa Timur tentang Pemanfaatan Ruang Pada Kawasan Pengendalian Ketat Skala Regional di Provinsi Jawa Timur; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Djawa Timur (Himpunan Peraturan Peraturan Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang Perubahan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 (Himpunan Peraturan Peraturan Negara Tahun 1950); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 5. Undang-Undang
tentang kawasan pengendalian ketat provinsi jawa timur
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
GUBERNUR JAWA TIMUR
PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR
NOMOR 80 TAHUN 2014
TENTANG
PEMANFAATAN RUANG PADA KAWASAN PENGENDALIAN KETAT
SKALA REGIONAL DI PROVINSI JAWA TIMUR
GUBERNUR JAWA TIMUR,
Menimbang : bahwa dalam rangka mengatur pemanfaatan ruang pada
kawasan yang memerlukan pengawasan khusus dan
pembatasan pamanfaatannya, maka untuk mempertahankan
daya dukung, mencegah dampak negatif dan menjamin proses
pembangunan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 124 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5
Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Jawa Timur Tahun 2011-2031, perlu membentuk Peraturan
Gubernur Jawa Timur tentang Pemanfaatan Ruang Pada
Kawasan Pengendalian Ketat Skala Regional di Provinsi Jawa
Timur;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Propinsi Djawa Timur (Himpunan Peraturan Peraturan
Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang Perubahan
dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 (Himpunan
Peraturan Peraturan Negara Tahun 1950);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3419);
3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3888);
4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya
Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4377);
5. Undang-Undang
- 2 -
5. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4444);
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang
Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4722);
7. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
8. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4956);
9. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);
10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
11. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar
Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992
Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5168);
12. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang
Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4624);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4655);
15. Peraturan
- 3 -
15. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air
Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4859);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Perkeretaapian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 129, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5048);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5070);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang
Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5110);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5111);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 30, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5112);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 tentang
Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa,
Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata
Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5116);
23. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian
Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5217);
24. Peraturan
- 4 -
24. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang
Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5230);
25. Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2008 tentang Badan
Pengembangan Wilayah Surabaya – Madura sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun
2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor
27 Tahun 2008 tentang Badan Pengembangan Wilayah
Surabaya – Madura
26. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2010 tentang
Penggunaan Kawasan Hutan Lindung untuk Penambangan
Bawah Tanah;
27. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung;
28. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 2011 tentang
Penetapan Cekungan Air Tanah;
29. Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Penetapan Wilayah Sungai;
30. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 5 Tahun 2004
tentang Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan di
Sekitar Bandar Udara Juanda Surabaya;
31. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
20/PRT/M/2010 tentang Pedoman Pemanfaatan dan
Penggunaan Bagian-Bagian Jalan;
32. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 0225K/11/MEM/2010 tentang Rencana Induk
Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional
Tahun 2010 – 2025;
33. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.18/Menhut-II/2011
tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor P.38/Menhut-II/2012 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.18/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pinjam Pakai
Kawasan Hutan;
34. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 36 Tahun 2011
tentang Perpotongan dan/atau Persinggungan Jalur Kereta
Api dengan Bangunan Lain;
35. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 43 Tahun 2011
tentang Rencana Induk Perkeretaapian Nasional;
36. Peraturan
- 5 -
36. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2011
tentang Terminal Khusus dan Terminal untuk Kepentingan
Sendiri;
37. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 52 Tahun 2011
tentang Pengerukan Dan Reklamasi;
38. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 69 Tahun 2013
tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional;
39. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur
Nomor 11 Tahun 1991 tentang Penetapan Kawasan
Lindung di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur
(Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur
Tahun 1991 Nomor 1 Seri C);
40. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur
Nomor 10 Tahun 1995 tentang Pertambangan Bahan
Galian Golongan C di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa
Timur (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa
Timur Tahun 1996 Nomor 3 Seri B);
41. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun
2011 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran
Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 Nomor 5 Seri D,
Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur
Nomor 5);
42. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun
2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Tahun
2011-2031 (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun
2012 Nomor 3 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Timur Nomor 15);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PEMANFAATAN RUANG
PADA KAWASAN PENGENDALIAN KETAT SKALA REGIONAL
DI PROVINSI JAWA TIMUR.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Daerah Provinsi
Jawa Timur.
2. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur.
3. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang
lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah,
tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan
kegiatannya serta memelihara kelangsungan kehidupannya.
4. Rencana
- 6 -
4. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
5. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan
struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata
ruang meliputi penyusunan dan pelaksanaan program
beserta pembiayaannya.
6. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan
fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang
mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
7. Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan
berupa jaringan pengaliran air beserta air didalamnya, mulai
dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri
oleh garis sempadan.
8. Sumber Daya Air adalah air, sumber air dan daya air yang
terkandung didalamnya.
9. Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau
buatan yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah
permukaan tanah.
10. Wilayah Sungai yang selanjutnya disingkat WS adalah
kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu
atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil
yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km².
11. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS
adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang
berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air
yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara
alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis
dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang
masih terpengaruh aktivitas daratan.
12. Cekungan Air Tanah yang selanjutnya disingkat CAT adalah
suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat
semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan,
pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.
13. Pemohon adalah perorangan, badan, atau instansi
pemerintah yang melakukan pembangunan di kawasan
pengendalian ketat.
14. Badan
- 7 -
14. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang
merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun
yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan
Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan
Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan
nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi,
Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan,
Organisasi Massa, Organisasi Sosial Politik atau Organisasi
yang sejenis, Lembaga, Bentuk Usaha Tetap, dan bentuk
Badan lainnya.
15. Skala Regional adalah batasan fisik, lingkup pelayanan dan
fungsional dari kegiatan yang terdapat pada Kawasan
Pengendalian Ketat yang menjadi lingkup kewenangan
Pemerintah Provinsi untuk mengaturnya.
16. Instansi teknis tertentu adalah instansi vertikal yang
mempunyai kewenangan pengelolaan kawasan tertentu.
17. Izin Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disingkat IPR
adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan
pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
18. Izin Prinsip adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah untuk menyatakan suatu kegiatan
secara prinsip diperkenankan untuk diselenggarakan atau
beroperasi.
19. Tim Asistensi adalah tim yang bertugas memberikan
rekomendasi dan/atau pertimbangan teknis atas
permohonan Izin Pemanfaatan Ruang pada kawasan
pengendalian ketat skala regional di Provinsi Jawa Timur.
20. Tim Pengendalian adalah tim teknis yang beranggotakan
Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah
Daerah Provinsi Jawa Timur dan Instansi teknis dengan
tugas melaksanakan pengawasan terhadap pemanfaatan
ruang baik yang sudah memiliki Izin Pemanfaatan Ruang
maupun yang belum memiliki Izin Pemanfaatan Ruang.
BAB II
KAWASAN PENGENDALIAN KETAT
Pasal 2
Kawasan pengendalian ketat (High Control Zone) merupakan
kawasan yang memerlukan pengawasan secara khusus dan
dibatasi pemanfaatannya untuk mempertahankan daya
dukung, mencegah dampak negatif, dan menjamin proses
pembangunan yang berkelanjutan.
Pasal 3
- 8 -
Pasal 3
Kawasan pengendalian ketat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 mempunyai kriteria:
a. bersifat strategis terhadap upaya mewujudkan penataan
ruang;
b. pemanfaatan ruang pada kawasan sekitarnya yang
berdampak pada penurunan kualitas dan merusak
lingkungan;
c. pemanfaatan ruang pada kawasan yang memiliki dampak
lintas wilayah;
d. kecenderungan perkembangan tinggi; dan
e. bersifat strategis dalam mendukung perwujudan tujuan
pembangunan wilayah.
Pasal 4
Kawasan pengendalian ketat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 meliputi:
a. kawasan perdagangan regional;
b. kawasan kaki jembatan Suramadu di Kota Surabaya dan
Kabupaten Bangkalan yang meliputi kawasan tertentu/fair
ground, interchange jalan akses dan/atau rencana reklamasi
pantai;
c. wilayah aliran sungai, sumber air dan stren kali dengan
sempadannya;
d. kawasan yang berhubungan dengan aspek pelestarian
lingkungan hidup meliputi kawasan resapan air atau
sumber daya air, dan kawasan konservasi hutan bakau;
e. transportasi terkait kawasan jaringan jalan, perkeretaapian,
area/lingkup kepentingan pelabuhan, dan kawasan sekitar
bandara;
f. prasarana wilayah dalam skala regional lainnya seperti area
di sekitar jaringan pipa gas, jaringan Saluran Udara
Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), dan Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) terpadu;
g. kawasan rawan bencana;
h. kawasan lindung prioritas dan pertambangan skala regional;
i. kawasan konservasi alami, budaya, dan yang bersifat unik
dan khas;
j. kawasan untuk kegiatan yang menggunakan bahan baku
dan/atau mempunyai pengaruh antar wilayah di Jawa
Timur;
k. kawasan
- 9 -
k. kawasan untuk kegiatan yang mengubah rona wilayah dan
administratif Jawa Timur; dan
l. kawasan lainnya yang dianggap memenuhi kriteria kawasan
pengendalian ketat.
Pasal 5
(1) Kawasan perdagangan regional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 huruf a merupakan tempat yang
dipergunakan untuk aktivitas perdagangan antar wilayah
yang didorong untuk memenuhi kebutuhan regional
dan/atau nasional.
(2) Kawasan perdagangan regional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat menampung kegiatan perdagangan dari
semua komoditas baik pertanian, industri pengolahan
maupun jasa dalam jumlah besar, serta merupakan pusat
koleksi dan distribusi barang dengan jaminan kualitas dan
harga yang ditunjang oleh infrastruktur transportasi yang
memadai.
Pasal 6
(1) Kawasan kaki jembatan Suramadu di Kota Surabaya dan
Kabupaten Bangkalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf b merupakan kawasan yang memiliki kesatuan
fungsional dengan pembangunan Jembatan Suramadu yang
pengembangannya diarahkan untuk kawasan permukiman,
perdagangan dan jasa, pariwisata, serta pengembangan
kawasan industri.
(2) Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. kawasan tertentu/fair ground;
b. interchange jalan akses; dan/atau
c. rencana reklamasi pantai.
Pasal 7
(1) Wilayah aliran sungai, sumber air, dan stren kali dengan
sempadannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c
merupakan kawasan yang terkait dengan upaya menjaga
fungsi tanah serta kualitas dan kuantitas air dalam rangka
pemenuhan kebutuhan air yang bersifat lintas wilayah.
(2) Wilayah aliran sungai, sumber air, dan stren kali dengan
sempadannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi:
a. DAS dan sumber air;
b. Mata Air dan waduk.
(3) DAS
- 10 -
(3) DAS dan sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a, meliputi:
a. WS Bengawan Solo yang terdiri dari DAS Bengawan Solo,
dan DAS Kali Lamong;
b. WS Brantas yaitu DAS Brantas;
c. WS Welang Rejoso yang terdiri dari DAS Legundi, DAS
Banyubiru, DAS Gending, DAS Pesisir, DAS Welang, DAS
Kedunggalen, DAS Petung dan DAS Gembong;
d. WS Baru–Bajulmati yang terdiri dari DAS Baru, DAS
Glondong, DAS Bajulmati, DAS Bomo, dan DAS
Blambangan;
e. WS Pekalen–Sampean yang terdiri dari DAS Pekalen,
DAS Sampean, DAS Deluwang, DAS Penjalinan, dan DAS
Banyuputih;
f. WS Madura–Bawean yang terdiri dari DAS Budur, DAS
Bumianyar, DAS Tamberu, dan DAS Blega; dan
g. WS Bondoyudo-Bedadung yang terdiri dari DAS
Bondoyudo, DAS Bedadung, DAS Mayang, dan DAS
Gladak.
(4) Mata air dan waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b, meliputi:
a. Mata Air Umbulan; dan
b. Waduk yang berada di WS Bengawan Solo, WS Brantas,
WS Welang Rejoso, WS Pekalen Sampean, WS Baru
Bajulmati, WS Bondoyudo Bedadung, dan WS Kepulauan
Madura.
Pasal 8
(1) Kawasan yang berhubungan dengan aspek pelestarian
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf d merupakan kawasan lindung yang terkait dengan
fungsi kelestarian lingkungan hidup.
(2) Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi
kawasan resapan air atau sumber daya air dan kawasan
konservasi hutan bakau/mangrove.
(3) Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang harus
dikendalikan pemanfaatannya terdiri dari:
a. kawasan hutan lindung yang berada di wilayah
kabupaten/kota;
b. kawasan konservasi yang terdiri atas cagar alam, suaka
margasatwa, taman nasional, taman wisata alam, dan
taman hutan raya;
c. Kawasan
- 11 -
c. Kawasan pantai berhutan bakau/mangrove yang
tersebar di sepanjang pantai utara, pantai timur, dan
pantai selatan Jawa Timur serta wilayah pesisir
kepulauan; dan
d. Kawasan imbuhan air tanah yang merupakan daerah
resapan air yang mampu menambah air tanah secara
alamiah pada cekungan air tanah.
Pasal 9
(1) Lokasi kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (3) huruf a terdapat di Kabupaten
Bangkalan, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Blitar,
Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten
Jember, Kabupaten Jombang, Kabupaten Kediri, Kabupaten
Lamongan, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Madiun,
Kabupaten Magetan, Kabupaten Malang, Kabupaten
Mojokerto, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Ngawi,
Kabupaten Pacitan, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten
Pasuruan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Probolinggo,
Kabupaten Situbondo, Kabupaten Sumenep, Kabupaten
Trenggalek, Kabupaten Tuban, Kabupaten Tulungagung,
Kota Batu, dan Kota Kediri.
(2) Lokasi kawasan konservasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (3) huruf b, meliputi:
a. Kawasan yang memiliki fungsi hutan cagar alam terdapat
di Kabupaten Sumenep, Kabupaten Malang, Kabupaten
Gresik, Kabupaten Tuban, Kabupaten Kediri, Kabupaten
Ponorogo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Bondowoso,
Kabupaten Jember, dan Kabupaten Banyuwangi;
b. Kawasan suaka margasatwa berlokasi di Dataran Tinggi
terletak di Kecamatan Krucil, Sumber Malang, Panti, dan
Sukorambi, Kabupaten Situbondo, Kabupaten
Bondowoso, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten
Jember serta Pulau Bawean di Kecamatan Sangkapura
dan Kecamatan Tambak di Kabupaten Gresik;
c. Taman Nasional berlokasi di Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru, Taman Nasional Baluran, Taman
Nasional Meru Betiri, dan Taman Nasional Alas Purwo;
d. Taman Wisata Alam berlokasi di Gunung Baung yang
berada di Kecamatan Purwosari dan Tretes di Kecamatan
Prigen Kabupaten Pasuruan dan di Kawah Ijen
Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi dan Kecamatan
Klabang Kabupaten Bondowoso; dan
e. Taman
- 12 -
e. Taman Hutan Raya (Tahura) terletak di Kabupaten
Mojokerto, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang,
Kabupaten Kediri, Kabupaten Jombang, dan Kota Batu.
(3) Lokasi kawasan pantai berhutan bakau/mangrove
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf c,
meliputi:
a. pesisir pantai timur Surabaya dan Sidoarjo;
b. konservasi pesisir Teluk Lamong;
c. pesisir Situbondo;
d. Segoro Anakan Banyuwangi;
e. pesisir selatan pantai Pulau Nusa Barung Kabupaten
Jember;
f. pesisir selatan Pantai Pulau Sempu Kabupaten Malang;
g. reboisasi hutan mangrove di bagian pesisir selatan Jawa
Timur kecuali pada kawasan yang digunakan sebagai
budidaya; dan
h. pesisir utara dan selatan Madura.
(4) Lokasi kawasan imbuhan air tanah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (3) huruf d, meliputi:
a. daerah imbuhan pada 4 CAT lintas provinsi, meliputi:
CAT Lasem, CAT Randublatung, CAT Wonosari dan CAT
Ngawi-Ponorogo; dan
b. daerah imbuhan pada Cekungan Air Tanah Lintas
Kabupaten/Kota meliputi CAT Surabaya-Lamongan, CAT