Top Banner
PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Disusun Oleh: Saukatudin NIM: 1113034000088 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H / 2020 M
70

PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

Dec 28, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA

KE MASA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Disusun Oleh:

Saukatudin

NIM: 1113034000088

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441 H / 2020 M

Page 2: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA

KE MASA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)

Oleh:

Saukatudin

1113034000088

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441 H /2020 M

Page 3: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

dc

PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH

Skripsi yang berjudul PERGESERAN MAKNA AHL-AL KITAB DARI MASA KE MASA telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 23 Juli 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

Jakarta, 07 Agustus 2020

Sidang Munaqasyah Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Dr.Eva Nugraha,M.Ag

Fahrizal Mahdi,Lc.MIRKH NIP. 19710217 199803 1 002 NIP. 19820816 201503 1 004

Anggota,

Penguji I, Penguji II,

Dr.Abd. muqsith,M.Ag

Drs.Ahmad Rifqi Muchtar,MA NIP. 19710607 200501 1 002 NIP. 19690822 199703 1 002

Pembimbing,

Muslih,M.Ag NIP. 19721024 200312 1 002

Page 4: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai
Page 5: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

v

ABSTRAK

Saukatudin 1113034000088

Pergeseran Makna Ahl al-Kitāb dari Masa ke Masa

Tulisan ini pada dasarnya ingin mengungkap perkembangan makna ahl

al-kitāb dari masa ke masa. Dinamika kajian terhadap penafsiran ayat-ayat

al-Qur’an memang tidak pernah menemukan kebuntuan sejak masa Nabi

Muhammad Saw., hingga saat ini. Pembahasan mengenai sebuah tafsir

memang membutuhkan pembaharuan metode serta pembaharuan lainnya

agar dapat dikembangkan secara terus menerus agar dapat menjawab

persoalan yang hadir di tengah masyarakat. Salah satu masalah yang sering

diungkap oleh al-Qur’an adalah mengenai kata ahl al-kitāb. Secara umum,

ahl al-kitāb diartikan sebagai komunitas Yahudi dan Nasrani. Akan tetapi,

makna dari ahl al-kitāb tidak hanya berhenti disana. Berbagai penafsiran

mulai dari masa penafsiran klasik (abad pertama hijriah) hingga masa

sekarang ini. Perbedaan penafsiran yang muncul dalam mencoba

memahami makna ahl al-kitāb dikarenakan perbedaan riwayat, aliran

penafsiran, serta metode penafsiran yang digunakan, ada juga yang melihat

hasil penafsiran tersebut secara etnis dan teologis.

Secara garis besar apabila dicermati kembali, pendapat ‘ulama terkait

dengan kata ahl al-kitāb terbagi menjadi tiga kelompok. Pertama, pendapat

yang menyatakan bahwa ahl al-kitāb ditujukan kepada orang-orang Yahudi

dan Nasrani dari keturunan Bani Israel saja. Kedua, pendapat yang

menyatakan bahwa ahl al-kitāb adalah semua orang yang menganut agama

Yahudi dan Nasrani, baik dari suku bangsa Israel ataupun bukan. Ketiga,

pendapat yang menyatakan bahwa kata ahl al-kitāb mencakup seluruh umat

yang memiliki kitab suci, yang “mirip” dengan kitab suci ataupun pernah

dibawa oleh salah seorang Nabi terdahulu. Metode yang digunakan di

dalam penelitian ini adalah deskriptif-analisis dengan menjabarkan secara

lengkap dan sistematis mengenai penafsiran kata ahl al-kitāb dari masa ke

masa.

Kata kunci: Ahl al-kitāb, al-Qur’an, Penafsiran, Pergerseran, Makna.

Page 6: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

vi

KATA PENGANTAR

بسم الله الرهحمن الرهحيم

Puji dan syukur ke hadirat Allah Subhānahu wa Ta’āla, yang telah

memberikan petunjuk, taufik, ilmu, dan karunia-Nya, sehingga penulis

dapat menyelesaikan penelitian ini. Salawat teriring salam, semoga

senantiasa terlimpah curahkan kepada kekasih tercinta, teladan termulia,

insan sempurna, Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wa al-Salām, yang telah

menebarkan cahaya iman dan Islam ke Muka Bumi ini, serta menjadi rahmat

bagi seluruh alam semesta. Tak lupa, salawat dan salam semoga

tersampaikan juga kepada keluarga beliau yang suci, sahabat-sahabatnya

yang terpilih, serta para-tabi’in yang istimewa, dan kepada seluruh umatnya.

Semoga kita dapat mengikuti jejak-jejak hidupnya yang mulia, dan

mendapatkan syafaat yang agung darinya, kelak di hari kiamat. Amin Ya

Allah Ya Rabbal ālamīn.

Terselesaikannya skripsi yang berjudul Pergeseran Makna Ahl al- Kitāb

dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan

berbagai pihak yang ikut andil, baik secara langsung maupun tidak

langsung, baik secara moril maupun materiil. Maka sepatutnya penulis

mengucapkan syukur, terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, MA, selaku Rektor

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. Eva Nugraha. MAg, selaku ketua program studi Ilmu Al-

Qur’an dan Tafsir, serta Bapak Fahrizal Mahdi, Lc. MIRKH, selaku

sekretaris program studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

Page 7: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

vii

4. Dosen Pembimbing Skripsi penulis, yakni Bapak Muslih, Lc, M.Ag.

yang senantiasa membimbing, memberi arahan dan masukan kepada penulis

dalam melakukan penelitian, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan baik.

5. Dosen Penasehat Akademik, yakni Bapak Drs. Harun Rasyid, M.Ag.

yang telah memberikan masukan dan motivasi kepada penulis selama

penulis belajar di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Seluruh dosen di Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir yang telah

memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.

7. Seluruh staf jurusan dan fakultas yang turut membantu mengurusi

terkait adminstrasi penulis.

8. Orang tua penulis, yakni Bapak H. Kubra dan Ibu Hj. Mu’minah

yang selalu memberikan dukungan, semangat, memberi nasehat, dan selalu

mendoakan penulis, sehingga penulis dapat menempuh pendidikan di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta dan dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

baik.

9. Keempat saudara kandung, Raihan, Wildan, Khairatul dan Opah

yang selalu memberi semangat agar saya segera menyelesaikan skripsi guna

mendapatkan gelar sarjana.

10. Serta teman terbaik dalam hidup penulis, yaitu Syufa Nabila yang

selalu mendukung serta menasihati penulis agar selalu kuat dalam menjalani

proses kehidupan yang keras ini.

11. Penulis sampaikan terima kasih kepada sahabat dan teman

seperjuangan, Salman Al-Farisi, Abdurrahman Faris Rasyid, M. Fadel

Eldrid, Ubaidillah, M Fatih Akmal, Ashri Mubayyin, Muhammad

Munawwar, Iqbal Sahid Umar, Nurul Hidayat, Rio Anjasmara, Ismail

Faruqi, Muhammad Hamim, Muhammad Faqih, Sadam Husein serta

keluarga besar Tafsir Hadis angkatan 2013 yang tidak bisa penulis sebutkan

Page 8: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

viii

satu persatu namanya.

12. Serta tak lupa pula penulis uncapkan terimakasih kepada Dede Luki,

Iyas, Fikri, Surya, keluarga besar LAPBAS dan HMB Jakarta yang selalu

mendukung penulis selama berjuang di tanah ciputat nah indah ini.

Tidak ada kata yang pantas selain ucapan terima kasih yang begitu

mendalam dan seuntai doa senantiasa penulis haturkan kepada mereka agar

senantiasa segala kebaikannya dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang

setimpal. Akhirnya, penulis berharap semoga penelitian ini senantiasa dapat

memberikan wawasan mengenai Qur’an dan bermanfaat bagi semuanya,

khususnya bagi penulis sendiri. Ᾱmīn ya rābb.

Jakarta, 05 Agustus 2020

Hormat Saya,

Penulis

Page 9: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

ix

PEDOMAN TRANSLITERASI

Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia

Nomor: 158 tahun 1987 dan Nomor: 0543 b/u/1987

1. Padanan Aksara

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا

b Be ب

t Te ت

ṡ es dengan titik atas ث

J Je ج

ḥ ha dengan titik bawah ح

kh ka dan ha خ

d De د

Ż zet dengan titik atas ذ

r Er ر

z Zet ز

s Es س

sy es dan ye ش

ṣ es dengan titik bawah ص

Page 10: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

x

ḍ de dengan titik bawah ض

ṭ te dengan titik bawah ط

ẓ zet dengan titik bawah ظ

„ عKoma terbalik di atas hadap

kanan

gh ge dan ha غ

f Ef ؼ

q Qi ؽ

k Ka ؾ

l El ؿ

m Em ـ

n En ف

w We ك

h Ha ق

Apostrof ‟ ء

y Ye ي

2. Vokal

Vokal terdiri dari dua bagian, yaitu vokal tunggal dan vokal

rangkap. Berikut ketentuan alih aksara vokal tunggal:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

a Fatḥah ـ

i Kasrah ـ

Page 11: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

xi

u Ḍammah ـ

Adapun vokal rangkap ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ai a dan i ي ـ

au a dan u ك ـ

3. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang dalam bahasa Arab dilambangakan

dengan harkat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

Ā a dengan topi di atas ى

Ī i dengan topi di atas ىي

Ū u dengan topi di atas ىـو

4. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam system aksara Arab dilambangkan dengan

huruf ؿا dialih aksarakan menjadi huruf „l‟ baik diikuti huruf

syamsiyah maupun huruf qamariyah. Contoh: al-rijāl bukan ar-rijāl.

5. Syaddah (Tasydīd)

Syaddah atau tasydīd yang dalam system tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda (ـ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan

huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu.

Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah

itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah.

Misalnya, kata ةركرضلا tidak ditulis ad-ḍarūrah tapi al-ḍarūrah.

Page 12: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

xii

6. Tā’ Marbūṭah

Kata Arab Alih Aksara Keterangan

Ṭarīqah Berdiri sendiri طريقة

-Al-jāmi„ah al اجلامعة اإلسالمية

islāmiyyah

Diikuti oleh kata

sifat

waḥdat al-wujūd كحدة الوجودDiikuti oleh kata

benda

7. Huruf Kapital

Meskipun dalam system tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, alih

aksara huruf kapital ini juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang

berlaku dalan Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskan

permukaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama

seseorang, dan lain-lain. Jika nama seseorang didahului oleh kata sandang,

maka yang ditulis dengan huruf kapital adalah huruf awal nama tersebut.

Misalnya: Abū ‘Abdullāh Muhammad al-Qurṭubī bukan Abū

‘Abdullāh Muhammad Al-Qurṭubī

Berkaitan dengan judul buku ditulis dengan cetak miring, maka demikian

halnya dengan alih aksaranya, demikian seterusnya. Jika terkait nama,

untuk nama-nama tokoh yang berasal dari dunia Nusantara sendiri,

disarankan tidak dialih aksarakan meskipun akar katanya berasal dari

bahasa Arab. Contoh: Nuruddin al-Raniri tidak ditulis dengan Nūr al-Dīn

al-Rānīrī.

8. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja, kata benda, maupun huruf ditulis secara

Page 13: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

xiii

terpisah. Berikut contohnya dengan berpedoman pada ketentuan-

ketentuan diatas:

Kata Arab Alih Aksara

وزن Wa jâwaznâ وج

Alâ Aṣnâmi‘ م على أصنا

هلون م إنكم قـو Innakum qawmun tajhalûna ت

Hum fīhi wa bâṭilun ل وبط هم فيه

9. Singkatan

Huruf Latin Keterangan

Swt, Subḥāh wa ta‘ālā

Saw, Ṣalla Allāh ‘alaih wa sallam

QS. Quran Surah

M Masehi

H Hijriyah

w. Wafat

Page 14: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

xiv

DAFTAR ISI

COVER ...................................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ......................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ..................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN .................................................................... iv

ABSTRAK ................................................................................................ v

KATA PENGANTAR ............................................................................ vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................ ix

DAFTAR ISI ......................................................................................... xiv

DAFTAR TABEL ................................................................................. xvi

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ............................................... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 5

D. Kajian Pustaka ............................................................................... 5

E. Metodologi Penelitian ................................................................... 8

F. Sistematika Penulisan .................................................................... 9

BAB II URGENSI SERTA SEJARAH PENAFSIRAN AL-QUR’AN

................................................................................................................. 11

A. Definisi Tafsir serta Urgensinya .................................................... 11

B. Sejarah Penafsiran al-Qur’an ....................................................... 13

C. Metodologi Tafsir ........................................................................ 15

1. Metode Tafsir Ijmālī (Global) ................................................. 16

2. Metode Tafsir Tahlīlī (Analitik) ............................................. 17

3. Metode Tafsir Muqāran (Perbandingan atau Komparatif) ..... 18

4. Metode Tafsir Maudhū’i (Tematik) ........................................ 19

BAB III AHL AL-KITĀB DALAM WAWASAN AL-QUR’AN ........ 21

Page 15: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

xv

A. Definisi Ahl al-kitāb .................................................................... 21

B. Posisi Ahl al-kitāb: Antara Kafir dan Musyrik ............................ 22

C. Interaksi Sosial kepada Ahl al-kitāb ............................................ 26

BAB IV AHL AL-KITĀB DALAM PANDANGAN ‘ULAMA KLASIK

HINGGA KONTEMPORER ............................................................... 29

A. Sejarah Perkembangan Tafsir ...................................................... 29

1. Tafsir pada Masa Nabi Saw dan Sahabat ................................ 29

2. Tafsir pada Masa Tabi’īn ........................................................ 30

3. Tafsir pada Masa Pengkodifikasian ........................................ 31

B. Penafsiran Kata Ahl al-kitāb dari Masa Klasik Hingga

Kontemporer ................................................................................ 33

1. Penafsiran Kata Ahl al-kitāb Oleh ‘Ulama Klasik/

Mutaqaddimīn (Abad 1-4 Hijriah) .......................................... 33

2. Penafsiran Kata Ahl al-kitāb oleh ‘Ulama Pertengahan/

Muta’akhkhirīn (Abad 4-12 Hijriah) ...................................... 36

3. Penafsiran Kata Ahl al-kitāb oleh ‘Ulama Modern/ Kontemporer

(Di Mulai Abad 12 Hijriah) .................................................... 38

C. Ahl al-Kitāb: Maknanya dalam Perspektif ‘Ulama Nusantara .... 43

D. Analisis Pergeseran Makna Ahl al-Kitāb dari Masa ke Masa ..... 45

BAB V PENUTUP ................................................................................. 49

A. Kesimpulan .................................................................................. 49

B. Saran-saran .................................................................................. 50

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 51

Page 16: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Analisis Pergeseran Makna Ahl al-Kitab ................................ 46

Page 17: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai salah satu tuntunan pedoman hidup yang dikirimkan oleh Allah

SWT kepada seluruh umat manusia, pembicaraan al-Qur’an terhadap suatu

masalah sangatlah unik. Al-Qur’an tidak tersusun secara sistematis seperti

halnya buku ataupun karya ilmiah yang dibuat oleh manusia. Selain itu, al-

Qur’an juga jarang menyajikan suatu masalah secara terperinci serta

mendetail. Al-Qur’an biasanya berbicara terhadap suatu masalah yang pada

umumnya bersifat global, parsial, dan seringkali menampilkan suatu

masalah hanya dalam prinsip pokok-pokoknya saja.1

Dengan sifat unik yang dimiliki oleh al-Qur’an inilah, kajian terhadap

al-Qur’an tidak pernah kering baik dari para sarjana muslim maupun non-

muslim. Sehingga, al-Qur’an adalah kitab yang menjawab persoalan umat

hingga hari ini meskipun sudah diturunkan lebih dari 14 abad yang lalu.

Akan tetapi, yang harus menjadi perhatian bahwa al-Qur’an tidak akan

menjadi Ḥudan li al-Nās jika umat Islam tidak mau mengungkap rahasia

yang terdapat dibalik ayat-ayat al-Qur’an tersebut dengan menggunakan

penafsiran. Penafsiran sangat dibutuhkan dalam memahami kandungan al-

Qur’an, banyak sekali metode yang digunakan oleh para mufassir di dalam

menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an tersebut. Dalam perkembangannya,

muncul gagasan untuk mengungkap petunjuk al-Qur’an terhadap suatu

masalah tertentu dengan cara menghimpun seluruh atau sebagian ayat dari

beberapa surat yang berbicara tentang topik yang sama (tafsir maudhu’î)2,

1 Baca Hafifuddin Ciwadu, Konsep Kufur dalam Al-Qur’an: Suatu Kajian Teologis

dengan Pendekatan Tafsir Tematik (Jakarta: Bulan Bintang 1991), 5. 2 Pengertian di atas adalah pengertian terhadap tafsir maudhu’ī atau biasa disebut

dengan tafsir tematik. Tafsir maudhu’ī merupakan metode penafsiran yang terakhir

Page 18: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

2

sehingga dapat diambil kesimpulan menyeluruh tentang masalah tersebut

menurut petunjuk al-Qur’an.3

Salah satu kajian yang bisa diteliti dengan menggunakan metode tafsir

maudhu’ī tersebut adalah term atau kata ahl al-kitāb. Gambaran umum yang

diperlihatkan oleh al-Qur’an terhadap kata ahl al-kitāb ini hanya merujuk

kepada komunitas kaum Yahudi dan Nasrani. Dua komunitas ini, secara

jelas memiliki kesamaan akidah dengan kaum muslimin. Bahkan, Allah

sendiri menegaskan bahwa al-Qur’an datang untuk memberikan

pembenaran terhadap sebagian ajaran Taurat (kitab suci agama Yahudi) dan

Injil (kitab suci agama Nasrani) serta mengkoreksi sebagian lainnya.4

Jika dilihat dari aspek sejarah dan sosial, hubungan antara umat muslim

dengan ahl al-kitāb sudah terjalin semenjak Nabi Muhammad Saw.,

diangkat menjadi rasul. Akan tetapi, komunikasi baru terjalin secara lebih

dekat semenjak Nabi hijrah ke kota Madinah. Bahkan sejak saat itu, Nabi

Muhammad Saw., juga menggalang persatuan dan perjanjian untuk

mengatur kehidupan antar komunitas agama di Madinah, perjanjian itu

dikenal dengan Piagam Madinah.5

Pada perkembangan selanjutnya, makna serta konsep terkait ahl al-kitāb

semakin meluas, maka tidak heran jika ‘ulama tafsir dan fiqh masih

muncul, akan tetapi penafsiran ini yang banyak digunakan oleh para mufassir dalam

menafsirkan al-Qur’an. Tafsir maudhu’ī hanya membahas ayat-ayat yang memiliki topik

yang sama kemudian mengkompromikan antara ‘am dan khas, mutlaq dan muqayyad, serta

mengsingkronkan ayat-ayat yang terlihat bertentangan tanpa adanya pemaksaan terhadap

makna-makna yang sebenarnya kurang tepat. Baca Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an

(Yogyakarta: ITQAN Publishing: 2013), 282. 3 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 1992), 114. 4 Lihat QS. Ali Imran (3): 3; QS. Al Maidah (5): 48; QS. Al-An’am (6): 92, Baca

juga Muhammad Galib M, Ahl al-kitāb; Makna dan Cakupannya dalam al-Qur’an

(Yogyakarta: IRCiSoD, 2016), 18. 5 Untuk lebih lengkap terkait dengan isi dari perjanjian Piagam Madinah tersebut

bisa langsung dilihat dalam Ibnu Hisyam, Al-Sīrah al-Nabawīyah (Kairo: Mushthafā al-

Bāb al-Ḥalabi, 1955), 501-502.

Page 19: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

3

memperdebatkannya. Predikat ahl al-kitāb pada historinya ternyata tidak

hanya terbatas kepada kaum Yahudi dan Nasrani saja, tetapi juga mencakup

semua pemeluk agama yang kitab sucinya berasal dari Allah.6

Imam al-Shāfi’ī (w. 204 H) misalnya, dinukil dari kitabnya al-Umm,

dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Atha’ berkata: “Orang Kristen

Arab bukan termasuk ke dalam ahl al-kitāb. Kaum yang disebut ahl al-kitāb

adalah kaum Israel (Bani Israil), yakni orang-orang yang diturunkan kepada

mereka kitab Taurat dan Injil.”7 Berbeda dengan al-Shāfi’ī dalam memaknai

ahl al-kitāb, Al-Thabari ( w. 310 H) di dalam kitab tafsirnya menegaskan

bahwa ahl al-kitāb adalah pemeluk agama Yahudi dan Nasrani dari

keturunan manapun dan siapapun mereka, baik dari keturunan Israel

maupun bukan.8

Selain dua ‘ulama di atas dalam menafsirkan term ahl al-kitāb, ada pula

‘ulama abad pertengahan yaitu al-Syahrastānī (w. 548 H) yang

mengklasifikasikan ahl al-kitāb ke dalam dua golongan. Pertama,

komunitas agama Yahudi dan Nasrani yang digambarkan secara jelas oleh

al-Qur’an bahwa mereka adalah pemilik resmi kitab suci yang muhaqqaq

(sempurna). Oleh sebab itu, dua komunitas ini disebut dengan ahl al-kitāb.

Kedua, komunitas agama yang memiliki kitab suci serupa (shibh) namun

mereka tidak termasuk ke dalam golongan ahl al-kitāb, akan tetapi disebut

sebagai shibh ahl al-kitāb.9

Lebih jauh melangkah, mufassir kontemporer Rashid Ridha (w. 1935 M)

memaknai term ahl al-kitāb dengan makna yang lebih umum serta tidak

6 Muhammad Galib M, Ahl al-kitāb; Makna dan Cakupannya dalam al-Qur’an, 23. 7 Muhammad bin Idris al-Shāfi’ī, Al-Umm, Vol. 4 (Beirut: Dār al-Ma’rifah, 1973),

173. 8 Ibn Jarir Al-Thabari, Jāmi’ al-Bayān fī Ta’wil Ayy al-Qur’ān, Vol. 3 (Beirut: Dār

al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1992), 321. 9 Abī Bakr Ahmad al-Syahrastānī, Al-Milal wa al-Nihal (Beirut: Dār al-Fikr, t.tt),

209.

Page 20: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

4

hanya menunjuk kepada kaum Yahudi dan Nasrani keturunan bangsa Israel

saja, dan mencakup berbagai suku dan bangsa yang lain. ahl al-kitāb

menurutnya, bisa juga mencakup agama seperti Majusi, Shinto, Budha, dan

Hindu.10

Selain ‘ulama tafsir yang sudah disebutkan di atas, tidak luput pula

masuknya penafsiran kata ahl al-kitāb yang ditafsirkan oleh ‘ulama

Nusantara, sehingga mendapatkan seluruh gambaran jelas terkait dengan

makna yang akan didapatkan dan dipahami.

Menarik jika melihat banyak argumetasi yang bersebrangan antara

‘ulama klasik, pertengahan serta ‘ulama kontemporer dalam memahami

serta menafsirkan kata ahl al-kitāb. Perdebatan serta perbedaan pendapat

mengenai term ahl al-kitāb dikalangan ‘ulama dan scholar muslim dari

masa ke masa ini yang kemudian menjadi perhatian penulis melakukan

penelitian terkait perkembangan yang terjadi terhadap makna ahl al-kitāb.

Perbedaan penafsiran terhadap makna ahl al-kitāb tersebut kemudian

menarik perhatian penulis dan menuangkannya ke dalam sebuah karya

ilmiah yang berjudul “PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITĀB DARI

MASA KE MASA”.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Agar penelitian ini dapat dilakukan lebih fokus, tersturktur serta lebih

mendalam maka permasalahan di dalam penelitian ini harus dibatasi

variabelnya. Oleh karena itu, penelitian ini hanya dibatasi dengan

“Perkembangan Makna ahl al-kitāb dari Masa ke Masa”. Term ahl al-kitāb

dipilih karena makna ini memiliki cakupan yang cukup luas sehingga

menimbulkan penafsiran dan makna yang berbeda-beda pada setiap

periode.

10 Muhammad Rashid Ridha, Tafsīr al-Manār, Vol. 3 (Beirut: Dār al-Fikr, 1973),

258.

Page 21: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

5

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka pokok permasalahan yang

akan diteliti adalah “Bagaimana Perkembangan makna ahl al-kitāb yang

ditawarkan oleh para ‘ulama klasik, pertengahan serta kontemporer?”

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan:

1. Mengungkap penafsiran dan makna ahl al-kitāb yang ditafsirkan

oleh ‘ulama klasik, pertengahan serta kontemporer.

2. Mengungkap pergeseran makna ahl al-kitāb mulai dari abad klasik,

pertengahan hingga kontemporer.

Kemudian, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi

kepada bidang akademik maupun sosial masyarakat. Kontribusi terhadap

akademis yang dimaksud adalah penelitian terhadap kata ahl al-kitāb ini

menjadi kontributor serta pengembangan makan ahl al-kitāb pada generasi

selanjutnya, serta menjadikannya sebagai referensi, perbandingan serta

tolak ukur untuk penelitian berikutnya, terlebih khusus kepada kajian yang

bertemakan ahl al-kitāb.

Sedangkan manfaat praktisnya, penelitian ini diharapkan mampu

memberikan serta menambah khazanah bagi kajian terhadap makna ahl al-

kitāb di dalam al-Qur’an. Khususnya kepada jurusan Ilmu Al-Qur’an dan

Tafsir di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dan

masyarakat muslim pada umumnya yang berminat serta menkaji tentang

problematika di atas.

D. Kajian Pustaka

Di dalam mengkaji perkembangan penafsiran terhadap term ahl al-kitāb,

penulis bukanlah orang pertama yang melakukan penelitian tersebut.

Sebelumnya telah banyak para scholar muslim yang melakukan penelitian,

baik di dalam artikel, jurnal ilmiah, makalah, skripsi, thesis, dan disertasi.

Page 22: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

6

Oleh sebab itu, untuk melihat lebih jelas posisi penelitian serta

membedakannya dengan kajian yang sudah ada sebelumnya, maka berikut

dapat diterangkan beberapa kajian yang telah dilakukan oleh scholar

muslim yang berkenaan dengan pemahaman terhadap term ahl al-kitāb.

Muhammad Galib M telah menulis buku tentang masalah ini dengan

judul ahl al-kitāb: Makna dan Cakupannya dalam al-Qur’an11. Sebelum

kemudian diterbitkan menjadi buku, karya ilmiah ini awalnya merupakan

hasil disertasi Muhammad Galib pada program Pascasarjana Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Di dalam bukunya ini

Muhammad Galib dimulai dengan menjelaskan tentang term-term yang

menunjuk tidak langsung kepada ahl al-kitāb, selain itu juga beliau

melakukan perbandingan antara ahl al-kitāb, kafir, dan musyrik.

Selanjutnya Muhammad Galib menjelaskan tentang sikap dan perilaku ahl

al-kitāb baik terhadap agamanya, sesamanya serta terhadap umat muslim.

Terakhir, ia menjelaskan tentang pandangan al-Qur’an terhadap ahl al-kitāb

serta sikap al-Qur’an terkait dengan interaksi sosial dengan ahl al-kitāb. Di

dalam karya nya ini, tampaknya Galib hanya terfokus terhadap makna ahl

al-kitāb serta bagaimana cara bersikap sosial terhadap ahl al-kitāb. Sedikit

sekali informasi yang berkaitan dengan penafsiran kata ahl al-kitāb yang

dicantumkan di dalam buku ini baik dari ‘ulama klasik sampai ke

kontemporer.

Kajian penafsiran term ahl al-kitāb juga dilakukan oleh Mahmud

Rifaanudin dengan judul Konsep ahl al-kitāb dalam Tafsîr al-Manār Karya

Muhammad Abduh dan Muhammad Rashid Ridha12. Sesuai dengan

judulnya, isi tesis ini berfokus kepada bagaimana Muhammad Abduh dan

11 Diterbitkan oleh IRCiSoD, Yogyakarta, pada tahun 2016. 12 Diterbitkan oleh Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel,

Surabaya, pada tahun 2018.

Page 23: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

7

Rashid Ridha memiliki penafsiran tersendiri terhadap makna, konsep,

golongan, serta status ahl al-kitāb.

Sementara itu, Siti Robikah di dalam skripsinya Aplikasi Hermeneutika

Double Movement Fazlur Rahman Terhadap Pemahaman Ahli Kitab dalam

Al-Qur’an13, fokus penelitian yang dilakukan oleh Siti Robikah adalah

aplikasi hermeneutika double movement yang ditawarkan oleh Fazlur

Rahman dalam rangka memahami makna ahl al-kitāb. Siti Robikah juga

mencoba merelevansikan aplikasi double movement tersebut terhadap

pemaknaan ahl al-kitāb dalam konteks keindonesiaan.

Selanjutnya, Lailatul Fitriani dalam skripsinya yang berjudul Otoritas

Ahl Al-Kitab dalam Perspektif M. Quraish Shihab14. Penelitian di dalam

skripsi ini dimulai dengan definisi, istilah, term, sikap dan interaksi sosial

kepada ahl al-kitāb. Berikutnya, Fitriani menjelaskan bagaimana penafsiran

ayat-ayat ahl al-kitāb yang dipahami oleh M. Quraish Shihab, terakhir ia

mencoba melakukan relevansi penafsiran M. Quraish Shihab tersebut

terhadap ahl al-kitāb pada konteks masa sekarang. Di dalam skripsi ini

sangat jelas Fitriani hanya terfokus kepada salah satu mufassir dan tidak

melakukan perbandingan penafsiran dengan ‘ulama sebelumnya.

Berikutnya yang berkaitan dengan penelitian ahl al-kitāb adalah

Mujiburrahman di dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul Ahli Kitab dan

Konteks Politik di Indonesia15. Di dalam karya ilmiahnya tersebut, fokus

Mujiburrahman lebih kepada konteks hukum sosial Indonesia terhadap ahl

al-kitāb seperti pernikahan beda agama dan lain sebagainya, serta berbicara

tentang agama-agama yang diakui oleh Pancasila. Mujiburrahman tidak

13 Diterbitkan oleh Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora Institut Agama Islam

(IAIN), Salatiga, pada tahun 2018. 14 Diterbitkan oleh Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri

(UIN) Sunan Ampel, Surabaya, pada tahun 2019. 15 Jurnal ini diterbitkan oleh AL-FIKR, Volume 20 Nomer 1 pada tahun 2016.

Page 24: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

8

bersinggungan dengan pergeseran makna ahl al-kitāb dari masa ke masa,

akan tetapi ia mengutip pernyataan Nurcholis Madjid sebagai titik acuan

dalam menafsirkan term ahl al-kitāb.

Mohd Faizal Abdul Khir juga berbicara mengenai konsep ahl al-kitāb,

judul jurnal ilmiahnya adalah Konsep Ahli Kitab Menurut Ibn Hazm dan al-

Shahrastānî16. Dengan judul yang sama, maka fokus penelitian Abdul Khir

disini adalah terkait dengan konsep ahl al-kitāb yang dikemukakan oleh Ibn

Hizam dan al-Shasrastānî. Pemilihan terhadap dua tokoh ini juga dijelaskan

dengan rinci, bahwa kedua tokoh ini diteliti karena memiliki pemahaman

serta kredibilitas mereka di dalam bidang agama.

Kajian selanjutnya dilakukan oleh Andi Eka Putra dalam jurnalnya

dengan judul Konsep Ahlul al-Kitab dalam Al-Qur’an menurut Penafsiran

Muhammad Arkoun dan Nurcholis Madjid (Sebuah Telaah

Perbandingan)17. Sama seperti yang dilakukan oleh Mohd Faizal Abdul

Khir di atas, melakukan penafsiran menggunakan dua mufassir. Bedanya,

kajian yang dilakukan oleh Andi Eka Putra melakukan telaah perbandingan

(studi komparasi) atas dua mufassir di atas.

Sejauh ini, dalam lingkup pengetahuan penulis, sudah banyak kajian

yang menjelaskan terkait term ahl al-kitāb di dalam al-Qur’an. Akan tetapi,

kajian-kajian yang sudah ada ini, masih banyak didominasi terkait hukum,

sosial-masyarakat, perilaku dan sikap, serta hal lainnya.

E. Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan di dalam menyelesaikan skripsi

ini dilakukan dalam tiga langkah, yaitu: (1) Pendekatan Penelitian, (2)

Metode Pembahasan, (3) Metode Penulisan.

16 Jurnal ini diterbitkan oleh Ushuluddin, pada bulan Januari-Juni, pada tahun 2011. 17 Jurnal ini diterbitkan oleh Al-Dzikra, Volume X No. 1 pada bulan Januari-Juni,

pada tahun 2016.

Page 25: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

9

1. Pendekatan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam melakukan pendekatan adalah

metode kepustakaan (library research), yang merupakan literatur-literatur

terkait penafsiran ahl al-kitab dari mufassir klasik hingga kontemporer.

Dalam hal ini, penulis merujuk kepada dua sumber, yakni sumber utama

(primary resource), yakni berupa kitab suci al-Qur’an dan kitab hadis, serta

kitab-kitab tafsir dari masa klasik hingga kontemporer. Sedangkan sumber

kedua atau biasa disebut dengan sumber pendukung (secondary resource)

adalah buku-buku, media cetak, jurnal ilmiah yang berbicara dan

bertemakan tentang ahl al-kitāb serta sumber informasi lainnya.

2. Metode Pembahasan

Metode pembahasan yang digunakan di dalam penulisan penelitian ini

adalah deskriptif-analisis (descriptive analysis). Pendekatan deskriptif-

analisis diharapkan dapat menjelaskan secara jelas dan terperinci serta

objektif apa yang terkait dan apa yang dimaksud oleh teks dengan cara

membahasakannya dengan bahasa penulis. Metode ini bertujuan untuk

memahami makna ahl al-kitāb secara luas.

3. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan di dalam menyelesaikan skripsi ini

mengacu kepada buku Pedoman Akademik tahun 2013/2014 yang

dikeluarkan oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran serta pemahaman yang terstruktur dan

sistematis terhadap isi dari penelitian ini, maka pembahasan di dalam

skripsi ini akan disusun dalam sebuah sistematika penulisan sebagai

berikut:

Page 26: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

10

Bab pertama berisikan pendahuluan yang menjelaskan serta

menguraikan pemikiran di dalam latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, metodologi penelitian serta

sistematika penulisan. Bab pertama ini merupakan rumusan awal terkait

hasil dari laporan hasil penelitian ini.

Bab kedua berisikan tentang landasan pertama yang memetakan serta

mendeskripsikan tentang pengertian tafsir, sejarah penafsiran al-Qur’an,

hingga sampai kepada ragam metode tafsir. Bab ini penting untuk

dijelaskan, karena terdapat metode penafsiran yang akan menjelaskan

tentang metode tafsir maudhu’ī yang sangat berkaitan dengan hasil

penelitian dari skripsi ini.

Penelitian ini kemudian dilanjutkan ke bab ketiga yang menjelaskan

tentang ahl al-kitāb secara umum dimulai dari menggambarkan definisi ahl

al-kitāb, polemik dan status ahl al-kitāb antara kafir atau musyrik, serta

interaksi sosial dengan ahl al-kitāb. Bab ketiga ini diharapkan mampu

menjawab persoalan terkait dengan pengertian ahl al-kitāb sampai kepada

perbedaannya dengan term serupa di dalam al-Qur’an.

Bab keempat berisi tentang kerangka penafsiran para ‘ulama klasik,

pertengahan hingga modern/kontemporer terhadap makna ahl al-kitāb.

Kajian di bab ini diawali dengan menjelaskan sejarah perkembangan

penafsiran secara singkat, lalu kemudian mengklasifikasikan penafsiran

kata ahl al-kitāb itu mulai dari ‘ulama klasik, pertengahan hingga

kontemporer. Bahkan hingga penafsiran ‘ulama Nusantara terhadap term

ahl al-kitāb.

Bab kelima adalah penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

Kesimpulan diperlukan sebagai jawaban atas masalah pokok yang diajukan.

Sedangkan saran ditulis sebagai rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.

Page 27: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

11

BAB II

URGENSI SERTA SEJARAH PENAFSIRAN AL-QUR’AN

A. Definisi Tafsir serta Urgensinya

Secara bahasa (etomologi), kata tafsīr diperoleh dari kata fassara-

yufassiru-tafsīrān yang biasa diartikan sebagai keterangan atau uraian.1

Sedangkan pengertian tafsir biasa diartikan sebaga menyingkap (al-kasyaf)

dan menjelaskan (al-bayān).2 Kata tafsir sendiri disebutkan di dalam surat

al-Furqān ayat 33:

نك بمٱلق م وأحس ئ ثل إملا جم تونك بميرا ول ي ٣٣ن ت فسم

“Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang

ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang

paling baik penjelasannya.”

Sedangkan secara istilah (terminologi), seperti yang didefinisikan oleh

al-Zarkasyī, Al-Aṣbahānī, ataupun Abū Hayyān yaitu ilmu yang membahas

terkait cara pengucapan lafadz al-Qur’an, tentang petunjuk yang ada di

dalamnya, hukum-hukum baik yang berdiri sendiri ataupun yang tersusun,

makna-makna yang dimungkinkan baginya tersusun serta hal-hal yang

melengkapinya.3

Menurut Lisan al-Arab, tafsir ialah membuka dan menjelaskan maksud

yang sulit dari suatu lafal atau biasa yang disebut kasyf al-mugaththa

(membuka sesuatu yang tertutup). Selain itu, para ‘ulama tafsir juga banyak

yang mencoba mendefinisikan terkait tafsir, diantaranya adalah Tengku

Muhammad Hasbi al-Shiddieqy yang menjelaskan bahwa tafsir merupakan

1 Rosihan Anwar, Ulumul Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h. 209. 2 Baca Khalid Ibn Utsmān, Qawā’id al-Tafsīr, Vol. 1 (Dār Ibn ‘Affān: t.tth, 1421

H), 25. 3 Manna’ Khalil al-Qaththān, Pembahasan Ilmu al-Qur’an 2, terj. Halimudin

(Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995), h. 164. Baca juga Muhammad ibn ‘Abdillāh al-Zarkasyī,

al-Burhān fī ‘Ulūm al-Qur’ān, Jilid. 1 (Dār al-Ma’rifah: Beirut, t.th), h. 13; Jalaluddīn al-

Suyūthī, al-Itqān fī ‘Ulūm al-Qur’an, Jilid 2 (Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1995), 382.

Page 28: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

12

suatu ilmu yang di dalamnya dibahas tentang keadaan-keadaan al-Qur’an

dari segi dalalahnya kepada apa yang dikehendaki Allah, sebatas yang dapat

disanggupi manusia.4

Selain itu, menurut Alī Hasan al-‘Arid, tafsir dimaknai sebagai ilmu

yang membahas tentang cara mengucapkan lafadz al-Qur’an, makna-makna

yang ditunjukkan serta hukum-hukumnya baik ketika berdiri sendiri

ataupun tersusun dan makna-makna yang dimungkinkan ketika dalam

keadaan tersusun.5 Definisi tafsir yang dikemukakan oleh Alī Ḥasan al-

‘Ariḍ hampir mirip dengan definisi secara terminologi.

Sedangkan al-Kilby di dalam kitabnya mendefinisikan tafsir syarh

terhadap al-Qur’an, menerangkan maknanya serta menjelaskan apa yang

dikehendaki dengan nash-nya atau dengan isyarat, ataupun dengan

tujuannya.6 Ibn Qayyim al-Jauzi juga menjelaskan bahwa ilmu tafsir adalah

ilmu yang digunakan di dalam menerangkan lafadz atau kata yang kurang

dan tidak jelas agar menjadi jelas.7

Urgensi dari ilmu tafsir ataupun penafsiran al-Qur’an ini sangatlah

penting karena tiga alasan, yaitu:

1. Al-Qur’an diturunkan dalam keadaan yang sangat sempurna,

ringkas dan padat, mengandung semua ilmu pengetahuan baik pengetahuan

agama maupun umum.

2. Adanya kata atau kalimat yang dibuang, karena al-Qur’an

diturunkan dengan kalam yang baligh dan mujmal.

4 Muhammad Hasbi Al-Shiddieqy, Ilmu-ilmu al-Qur’an (Semarang: PT Pustaka

Rizki Putra, 2002), 208. 5 Alī Ḥasan al-Ariḍ, Sejarah dan Metodologi Tafsir, terj. Ahmad Arkoun (Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 1994), 3. 6 Manshuri Sirojuddin I dan A. Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir (Bandung: Angkasa,

2005), 87. 7 Ibnu al-Qayyim al-Jauzi, Zādul Masīr fī ‘Ilmi al-Tafsīr (Beirut: Maktab al-Islāmi,

1987), 56.

Page 29: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

13

3. Adanya kata atau kalimat yang mengandung majaz, isytirak dan

dilalah iltizam.8

Selain itu, di dalam al-Qur’an juga terdapat ayat-ayat yang muhkam

(terang dan jelas artinya) serta ayat mutasyabihat (kurang jelas arti dan

maknanya). Oleh sebab itu, urgensi terhadap penafsiran dirasa perlu agar

mendapatkan pemahaman mendalam terhadap ayat yang dimaksud serta

menjawab persoalan zaman yang semakin berkembang.

B. Sejarah Penafsiran al-Qur’an

Untuk memahami isi kandungan yang terdapat di dalam al-Qur’an secara

benar dan tepat, sejarah tentang turunnya al-Qur’an (ilmu asbāb al-nuzūl)

sebagai sesuatu yang penting bagi setiap orang yang ingin mengkaji serta

memahaminya. Al-Qur’an itu sendiri diturunkan dalam dua periode,

pertama; periode Mekkah yaitu pada saat Nabi Muhammad Saw.,

bermukim di Mekkah (610-622 M) sampai pada saat Nabi melakukan

hijrah. Ayat-ayat yang turun pada periode ini, dijelaskan oleh para ‘ulama

tafsir disebut ayat-ayat Makkiyah.9 Kedua, merupakan periode Madinah,

yakni masa dimana Nabi hijrah ke Madinah (622-632 M), ayat-ayat yang

turun di fase ini dinamakan dengan ayat-ayat Madaniyyah.

Karena sejarah turunnya al-Qur’an terbagi menjadi dua periode, tentu hal

ini sangat memudahkan untuk para pengkaji al-Qur’an agar dapat

memahami secara utuh dan jelas petunjuk serta tujuan-tujuan pokok dalam

al-Qur’an. Tercatat bahwa pada masa awal al-Qur’an turun (baik ayat-ayat

Makiyyah maupun Madaniyyah), Nabi Saw., merupakan mubayyin

(pemberi penjelasan), serta menerangkan kepada para sahabatnya tentang

maksud, arti serta kandungan dari isi al-Qur’an tersebut, khususnya

8 Mochammad Asrukin, “Tafsir Al-Qur’an: Sebuah Tinjauan Pustaka”, t.th, 4. 9 Abdul Rouf, “Al-Qur’an dalam Sejarah (Diskursus Seputar Sejarah Penafsiran al-

Qur’an)”, Jurnal Mumtaz, Vol. 1 No. 1, Tahun 2017, 5.

Page 30: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

14

terhadap ayat-ayat yang sulit untuk dipahami. Hal itu, sebagaimana yang

termaktub di dalam firman Allah surat al-Nahl ayat 44:

م ولعلا أنزلنا إمليك ٱلذ مكر لم بمٱلب ي منتم وٱلزبرم و لملنااسم ما ن ز مل إمليهم ٤٤هم ي ت فكارون ت ب ي م“keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan

kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang

telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”

Namun setelah Nabi Muhammad Saw., wafat, para sahabat banyak

dihadapkan dengan sejumlah permasalahan yang kompleks. Sehingga, pada

masa itu, para sahabat harus memecahkan permasalahan tersebut secara

mandiri. Maka, ijtihad dan penafsiran menjadi sebuah alternatif.10

Sejarah penafsiran al-Qur’an dimulai dari metode menafsirkan ayat-ayat

al-Qur’an dengan hadis Nabi, atau pendapat para sahabat maupun tabi’īn.

Penafsiran ini berkembang sangat cepat, sehingga disadari atau tidak

bercampurlah antara hadis dan isra’iliyyāt. Selain itu, para sahabat di dalam

menghimpun data, banyak bertanya terkait sejarah Nabi-Nabi dan kisah-

kisah yang tercantum dalam al-Qur’an kepada ahli kitab yang memeluk

agama Islam seperti Abdullah ibn Salam, Ka’ab al-Ahbar, hal inilah yang

mencetus lahirnya isra’iliyyāt.11

Kebutuhan akan penafsiran sejatinya mengandung banyak manfaat

dalam mengungkap makna yang terkandung di dalam al-Qur’an. petunjuk

yang berada di dalam al-Qur’an menjamin kebahagiaan manusia di dunia

sehingga sangat penting mengingat redaksinya yang sangat beragam. Oleh

sebab itu, penting sekali penafsiran yang bertendensi bukan hanya pada

seseorang atau satu generasi saja. Karena ayat al-Qur’an yang selalu terbuka

untuk diinterpretasikan dan tidak pernah tertutup dalam interpretasi tunggal.

10 Masyhuri, “Merajut Sejarah Perkembangan Tafsir Masa Klasik: Sejarah Tafsir

dari Abad Pertama Sampai Abad Ketiga Hijriyah”, Jurnal Hermeneutik, Vol. 8 No. 2,

Desember 2014, 209. 11 Masyhuri, “Merajut Sejarah Perkembangan Tafsir Masa Klasik”.

Page 31: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

15

Maka, keberagaman interpretasi ini sesuai dan sangat cocok dengan

penafsiran ayat al-Qur’an.12

Realitas sejarah membuktikan bahwa interpretasi khususnya para ‘ulama

dan umumnya umat Islam terhadap kitab sucinya (al-Qur’an) terus

mengalami perkembangan seiring dengan berkembangnya zaman dan

tekhnologi. Jika dilihat sedikit ke belakang, maka adanya perkembangan

penafsiran dari masa klasik hingga kontemporer ini tidak terlepas dari akar

sejarah dimana al-Qur’an yang dipahami oleh generasi Islam awal. Al-

Qur’an dengan corak tafsīr bi al-ma’tsūr inilah yang menjadi landasan awal

munculnya tafsir-tafsir generasi berikutnya.

C. Metodologi Tafsir

Secara etimologi kata Metode berasal dari bahasa Yunani yakni

methodos, kata ini terdiri dari meta yang diartikan menuju, melalui,

mengikuti, sesudah; serta kata modos, yang diartikan sebagai jalan,

perjalanan, cara dan arah. Di dalam bahasa Inggris, kata methods sendiri

diartikan sebagai penelitian, metode ilmiah, hipotesa atau uraian ilmiah.13

Di dalam bahasa Arab, Metode diterjemahkan dengan istilah manhaj dan

thariqah. Sedangkan dalam bahasa Indonesia kata tersebut berarti sebagai

cara yang teratur dan berpikir baik-baik untuk mencapai maksud dan tujuan

atau juga diartikan sebagai sistem cara kerja agar memudahkan pelaksanaan

suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang disepakati.14

Kaitannya dengan studi al-Qur’an, maka istilah metode dapat diartikan

sebagai cara yang teratur, serta terpikir baik-baik dalam rangka mencapai

pemahaman yang benar terhadap ayat-ayat al-Qur’an. Sedangkan

12 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1997), h. 16. 13 Supriana dan M. Karman, Ulumul Qur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsir

(Bandung: Pustaka Islamika, 2002), 302. 14 Nasaruddin Baidan, Metode Penafsiran al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2002), 54.

Page 32: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

16

metodologi tafsir adalah analisis ilmiah tentang metode-metode

menafsirkan al-Qur’an.15 Secara garis besar, metode penafsiran al-Qur’an

dibagi ke dalam empat model metode:

1. Metode Tafsir Ijmālī (Global)

Metode ini merupakan metode dalam menjelaskan ayat al-Qur’an secara

ringkas akan tetapi mencakup bahasa yang populer, mudah dipahami, dan

enak untuk dibaca, serta sistematika penulisan yang mengikuti susunan ayat

di dalam mushaf.16 Secara etimologi metode tafsir ijmālī ini berarti global

atau juga biasa disebut menyeluruh, sehingga dapat didefinisikan bahwa

tafsir ijmālī adalah tafsir ayat al-Qur’an yang dijelaskan masih bersifat

global. Sedangkan menurut al-Farmawi, tafsir ijmālī adalah penafsiran al-

Qur’an berdasarkan urutan ayat dengan suatu urutan yang ringkas dan

dengan bahasa sederhana sehingga dapat dikonsumsi oleh semua kalangan

baik awam maupun intelek.17

Di dalam metode ini, mufassir juga memasukkan asbāb al-nuzūl ke

dalam penafsiran atau peristiwa yang melatarbelakangi turunya ayat serta

menggunakan hadis ataupun riwayat yang terkait.18 Metode tafsir ini

memiliki beberapa kelebihan serta kekurangannya. Berikut kelebihan

metode tafsir ijmālī: 1). Praktis dan mudah dipahami; 2). Bebas dari

penafsiran isra’illiyāt; 3). Akrab dengan bahasa al-Qur’an. Sedangkan

kekurangannya yaitu: 1). Menjadikan petunjuk al-Qur’an bersifat parsial

15 Baidan, Metode Penafsiran al-Qur’an..., 57. 16 Baidan, Metode Penafsiran al-Qur’an..., 13. 17 Abū al-Hayy al-Farmawī, al-Bidayāh fī ‘ala Tafsīr al-maudhū’i (Mesir:

Maktabah al-Jumhuriyyah, 1977), 25. 18 M. Quraish Shihab, dll, Sejarah dan Ulumul Qur’an (Jakarta: Pustaka Firdaus,

2013), 173-174.

Page 33: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

17

dan tidak utuh, 2). Tidak ada ruang untuk mengemukakan analisis yang

memadai.19

Berikut contoh kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode tafsir ijmālī

(global), antara lain: Tafsīr al-Jalālain, al-Tafsīr al-Mukhtashar, Shafwah

al-Bayān li Ma’ani al-Qur’ān, Tafsīr al-Qur’ān, al-Tafsīr al-Wasith.

2. Metode Tafsir Tahlīlī (Analitik)

Metode tafsir ini juga biasa disebut dengan metode analisis, yaitu suatu

metode penafsiran yang berusaha menerangkan arti ayat-ayat al-Qur’an

dengan berbagai seginya, urutan ayat dan surat di dalam al-Qur’an mushaf

Ustmani dengan menonjolkan pengertian dan kandungan lafadz-lafadznya,

hubungan ayat satu dengan yang lainnya, asbāb al-nuzūl, hadis-hadis Nabi

Saw., yang berkaitan dengan ayat yang ditafsirkan tersebut, serta pendapat

para sahabat dan ‘ulama lainnya.20

Di dalam melakukan penafsiran menggunakan metode ini, mufassir

fokus kepada semua aspek yang terkandung pada ayat yang ditafsirkannya,

dengan tujuan agar menghasilkan makna yang benar dari setiap bagian

ayat.21

Metode ini biasanya banyak digunakan oleh ‘ulama periode klasik dan

pertengahan. Contoh kitab yang menggunakan metode tahlīlī ini

diantaranya adalah al-Jāmi’ li al-Ahkām al-Qur’ān, Jāmi’ al-Bayān ‘an

Takwīl Ayyi al-Qur’ān, Tafsīr al-Qur’ān al-‘Adzīm, Al-Mīzān fī Tafsīr al-

Qur’ān.22

19 Sasa Suanrsa, “Teori Tafsir (Kajian Tentang Metode dan Corak Tafsir Al-

Qur’an)”, Jurnal al-Afkar, Vol. 3 No. 1, Januari 2019, 250. 20 Badri Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur’an (Bandung: Pustaka

Setia, 2004), 94. 21 Azyumardi Azra (ed.), Sejarah & Ulum al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Firdaus,

2013), 173. 22 Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an (Jakarta: Rajawali Press, 2013), 380.

Page 34: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

18

3. Metode Tafsir Muqāran (Perbandingan atau Komparatif)

Secara etimologis kata muqāran merupakan bentuk ism al-fa’il dari kata

qarana, yang maknanya adalah membandingkan antara dua hal. Jadi dapat

dipahami bahwa tafsir muqāran berarti tafsir perbandingan. Sedangkan dari

sisi terminologis tafsir muqāran adalah menafsirkan sekelompok ayat al-

Qur’an atau suatu surat tertentu dengan cara membandingkan antara ayat

dengan ayat, ayat dengan hadis, atau pendapat antara ‘ulama tafsir dengan

menonjolkan aspek-aspek perbedaan tertentu dari obyek yang

dibandingkan.23

Dari pemahaman di atas dapat disimpulkan bahwa metode muqāran ini

terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu; 1). Perbandingan ayat al-Qur’an

dengan ayat yang lain; 2). Perbandingan ayat al-Qur’an dengan hadis; 3).

Perbandingan penafsiran antara mufassir satu dengan yang lainnya; 4).

Perbandingan teks al-Qur’an dengan teks-teks kitab samawi lainnya.

Sama dengan metode penafsiran yang lainnya, metode muqāran ini juga

memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya yaitu, a). Memberikan

wawasan yang luas; b). Membuka diri untuk bersikap toleran; c). Dapat

mengetahui berbagai penafsiran; d). Membuat mufassir lebih berhati-hati.

Sedangkan kekurangannya yaitu, a). Tidak cocok untuk pembaca awam; b).

Kurang tepat di dalam memecahkan masalah kontemporer, c).

Menimbulkan kesan pengulangan pendapat mufassir.24

Contoh kitab tafsir yang lahir menggunakan metode ini diantaranya

adalah Durrat al-Tanzīl wa Qurrat al-Takwīl, Al-Burhān fī Tajwih

Mutasyabih al-Qur’ān.25

23 al-Farmawī, al-Bidayāh fī ‘ala Tafsīr al-maudhū’i..., 45. 24 Sasa Suanrsa, “Teori Tafsir (Kajian Tentang Metode dan Corak Tafsir Al-

Qur’an)”..., 251. 25 Amin Suma, Ulumul Qur’an..., 390.

Page 35: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

19

4. Metode Tafsir Maudhū’i (Tematik)

Kata Maudhū’i ini dinisbahkan kepada kata al-mawdhū’i yang artinya

adalah topik atau materi suatu pembicaraan atau pembahasan secara

semantik. Jadi tafsir maudhū’i adalah tafsir ayat al-Qur’an yang

berdasarkan kepada tema atau topik tertentu. Semua ayat yang berkaitan

dihimpun, lalu dikaji secara mendalam serta tuntas dari berbagai aspek yang

terkait dengannya, seperti asbāb al-nuzūl, kosakata dan lain sebagainya.26

Tafsir ayat al-Qur’an menggunakan metode ini memiliki dua bentuk.

Pertama, menafsirkan satu surat dalam al-Qur’an secara menyeluruh dan

utuh dengan menjelaskan tujuannya yang bersifat umum dan khusus, serta

menjelaskan korelasi antara persoalan-persoalan yang beragam dalam surat

tersebut, sehingga satu surat tersebut dengan berbagai masalahnya

merupakan satu kesatuan yang utuh. Kedua, menafsirkan dengan cara

menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang membahas satu masalah tertentu

dari berbagai ayat dan surat al-Qur’an yang diurut sesuai dengan urutan

turunnya, kemudian menjelaskan pengertian secara menyeluruh dari ayat-

ayat tersebut untuk mendapatkan petunjuk al-Qur’an secara utuh dan

menyeluruh dari masalah yang dibahas.27

Dalam menafsirkan ayat al-Qur’an dengan metode ini, ada beberapa

langkah yang harus dilewati oleh para mufassir, diantaranya yaitu: a).

Menghimpun ayat-ayat yang terkait dengan judul, sesuai dengan kronologi

urutan turunnya ayat tersebut. Langkah ini diperlukan guna mengetahui

kemungkinan adanya ayat al-Qur’an yang mansukh; b). Menelusuri latar

belakang turunnya ayat-ayat al-Qur’an yang telah dihimpun; c). Meneliti

dengan cermat semua kata atau kalimat yang dipakai dalam ayat tersebut,

26 al-Farmawī, al-Bidayāh fī ‘ala Tafsīr al-maudhū’i..., 52. 27 Sasa Suanrsa, “Teori Tafsir (Kajian Tentang Metode dan Corak Tafsir Al-

Qur’an)”..., 252.

Page 36: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

20

terutama adalah kosa kata yang menjadi pokok permasalahan; d). Mengkaji

pemahaman ayat-ayat dari penafsiran berbagai aliran, para mufassir, baik

klasik maupun kontemporer; e). Mengkaji semua ayat secara tuntas dan

seksama menggunakan penalaran yang objektif melalui kaidah tafsir serta

didukung oleh fakta-fakta sejarah.28

Adapun kelebihan metode ini adalah dapat menjawab semua persoalan

masyarakat sesuai dengan kondisinya, praktis dan sistematis, sangat

dinamis serta menafsirkan ayat al-Qur’an dengan lebih utuh. Sedangkan

kekurangannya adalah memenggal ayat al-Qur’an serta membatasi

pemahaman ayat.29 Contoh kitab tafsir yang lahir dari metode ini

diantaranya adalah Tafsīr al-Qur’ān al-Karīm, Nahwa Tafsīr al-Maudhū’i

li Suwar al-Qur’ān al-Karīm, al-Futūhāt al-Rabbāniyyah fī al-Tafsīr al-

Maudhū’i li al-āyāt al-Qur’āniyyah.30

28 Sasa Suanrsa, “Teori Tafsir (Kajian Tentang Metode dan Corak Tafsir Al-

Qur’an)”. 29 Sasa Suanrsa, “Teori Tafsir (Kajian Tentang Metode dan Corak Tafsir Al-

Qur’an)”. 30 Amin Suma, Ulumul Qur’an..., 394.

Page 37: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

21

BAB III

AHL AL-KITĀB DALAM WAWASAN AL-QUR’AN

A. Definisi Ahl al-kitāb

Untuk mendapatkan definisi yang jelas mengenai ahl al-kitāb dan

pengungkapannya menurut wawasan al-Qur’an, perlu dijelaskan secara

epistimologi kata dari ahl al-kitāb tersebut. Ahl al-kitāb terdiri dari dua suku

kata, yaitu ahl dan Kitāb. Kata ahl itu sendiri sudah terserap ke dalam

bahasa Indonesia yang bermakna beberapa pengertian, yakni: 1). Orang

yang mahir, paham sekali dalam suatu ilmu (pengetahuan); 2). Kaum,

keluarga, sanak-saudara serta orang-orang di dalam suatu golongan.1

Ahl di dalam bahasa Arab terdiri atas huruf alif, hā dan lā m yang secara

literal mengandung pengertian ramah, senang, atau suka.2 Kata ini juga bisa

diartikan sebagai orang yang tinggal bersama dalam suatu tempat tertentu.3

Kata Ahl kemudian digunakan untuk menunjuk kepada sesuatu yang

memiliki hubungan yang sangat dekat. Contohnya adalah ahl al-Rajul, yaitu

orang yang mempersatukan mereka, baik karena ada hubungan nasab,

agama, serta hal-hal yang setara dengannya, seperti profesi, etnis, serta

komunitas.4 Bahkan, kata ahl juga digunakan menunjuk hubungan yang

didasarkan atas ikatan agama, seperti ungkapan ahl al-Islām untuk

menunjuk penganut agama Islam.

1 Baca Tim Penyususn Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa

Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia

(Jakarta: Balai Pustaka, 1988), 11. 2 Louis Ma’lūf, Al-Munjid fī al-Lughah wa al-A’lā m (Dār al-Syurūq, 1986), 20. 3 G. Vadjda, “Ahl al-Kitab”, dalam Ensiklopedia of Islam (Leiden: E.J. Brill, 1960),

257. 4 Untuk penjelasan yang lebih rinci, baca Ibrahīm al-Abyā rī, Al-Maw’ūsah al-

Qur’āniyah (Kairo: Mu’assasah Sijl al-Arab, 1984), 32.

Page 38: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

22

Kata ahl yang terdapat di dalam al-Qur’an disebutkan sebanyak 125

kali.5 Kata ahl tersebut penggunaannya ditemukan sangat bervariasi.

Misalnya kata ahl yang menunjuk kepada suatu kelompok tertentu, seperti

ahl al-bayt (QS. Al-Aḥzā b [33]: 33), selain itu menunjuk kepada suatu

penduduk (QS. Al-Qaṣaṣ [28]: 45, menunjuk kepada keluarga (QS. Hūd

[11]: 40), serta menunjuk kepada pemilik ajaran tertentu (QS. Al-Baqarah

[2]: 105).6

Sedangkan kata al-Kitāb berarti menghimpun sesuatu dengan sesuatu

yang lain. Menurut istilah kata al-kitāb diartikan sebagai tulisan, karena

tulisan itu sendiri rangkaian dari beberapa huruf. Termaksud juga firman

Allah yang diturunkan oleh Allah kepada rasul-Nya disebut al-kitāb karena

ia merupakan himpunan dari beberapa lafadz.7

Kata al-kitāb di dalam al-Qur’an ditemukan sebanyak 319 kali, dengan

pengertian yang bervariasi, yaitu tulisan, kitab, ketentuan serta kewajiban.8

Dengan demikian, ahl al-kitāb bisa diartikan kepada suatu kominitas atau

kelompok pemeluk agama yang memiliki kitab suci yang diwahyukan oleh

Allah kepada Nabi dan Rasul-Nya.

B. Posisi Ahl al-kitāb: Antara Kafir dan Musyrik

Pembahasan mengenai kata ahl al-kitāb memang tidak akan pernah habis

untuk diperdebatkan, salah satunya mengenai posisi ahl al-kitāb ini sendiri.

Di dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menjelaskan tentang keimanan

sebagian ahl al-kitāb ini kepada Allah, seperti yang dijelaskan dalam surat

Ali Imrān ayat 199.

5 Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Bā qī, Al-Mu’jam Mufahras li Alfādz al-Qur’ān al-

Karīm (Beirut: Dā r al-Fikr, 1987), 95-97. 6 Muhammad Galib M, Ahl al-kitāb: Makna dan Cakupannya dalam Al-Qur’an

(Yogyakarta: IRCiSoD, 2016), 41. 7 Muhammad Galib M, Ahl al-kitāb..., 42. 8 Muhammad Galib M, Ahl al-kitāb.

Page 39: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

23

شعين لل ل وإن من أهل ٱلكتب لمن ي ؤمن بٱلل وما أنزل إل يكم وما أنزل إليهم خ سريع ٱلساب ن ايت ٱلل ث رون ب يشت أولئك لم أجرهم عند ربم إن ٱلل ١٩٩ا قليلا

“Dan sesungguhnya diantara ahli kitab ada orang yang beriman kepada

Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan

kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak

menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Mereka

memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah amat cepat

perhitungan-Nya.”

Ada pula yang mendustainya, seperti yang digambarkan di dalam surat

al-Mā ’idah ayat 68.

نجيل وما أنزل إليكم م هل ٱلكتب لستم على شيء حت تقيموا ٱلت ورىة وٱل بكم ن ر قل يهم ما أنزل إليك من ربك وليزيدن كثي ن فرين ر وكف ا ن طغي ا م س على ٱلقوم ٱلك

ا فل ت

“Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikitpun

hingga kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil, dan Al Quran yang

diturunkan kepadamu dari Tuhanmu". Sesungguhnya apa yang diturunkan

kepadamu (Muhammad) dari Tuhanmu akan menambah kedurhakaan dan

kekafiran kepada kebanyakan dari mereka; maka janganlah kamu bersedih

hati terhadap orang-orang yang kafir itu”.

Uraian terkait kaitan antara ahl al-kitāb dalam posisi dan status apakah

mereka kafir atau musyrik menjadi perlu untuk dibahas. Hal ini dilakukan

untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang kedudukan komunitas

tersebut, terutama dalam pandangan ‘ulama-ulama Islam.

Jika kita telusuri, mayoritas ‘ulama berpendapat bahwa ahl al-kitāb

termasuk ke dalam golongan orang-orang kafir. Seperti yang telah

diinfokan oleh al-Qur’an, seperti yang digambarkan dalam surat al-

Bayyinah [98]: 1.

تي هم ٱلب ينة ل يك ١ن ٱلذين كفروا من أهل ٱلكتب وٱلمشركين منفكين حت ت

“Orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan

bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang

kepada mereka bukti yang nyata.”

Selain argumentasi al-Qur’an di atas, batasan dan pengertian juga

diberikan secara umum oleh para ‘ulama. Bahwa ahl al-kitāb adalah orang-

Page 40: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

24

orang yang mengingkari dan menolak kenabian Muhammad Saw., dan

ajaran-ajaran yang dibawanya.9 Hal senada juga diungkapkan oleh al-

Ghazali yang menyatakan bahwa kekafiran terlihat di dalam keyakinan ahl

al-kitāb karena terdapat sikap mendustakan Nabi Muhammad Saw. tentang

hal yang disampaikannya. Menurut al-Ghazali, orang Yahudi dan Nasrani

adalah kafir karena mendustakan Nabi Saw.10

Selain kata kafir yang melekat kepada ahl al-kitāb, Perdebatan mengenai

mereka termasuk ke dalam kelompok musyrik juga terjadi. Karena di dalam

posisi ini, ada perbedaan yang mendalam antara kafir dan musyrik. Al-

Thabathaba’i mengatakan, term syirik terbagi ke dalam dua jenis, yaitu:

syirikzahir dan syirik khafi. Pembagian term syirik ini berdasarkan kepada

tingkat kejelasan terhadap perilaku syirik itu sendiri.11

Syirik zhahir adalah mereka yang menganggap Tuhan itu berbilang,

menjadikan patung dan berhala sebagai sesembahan, sedangkan syirik khafi

adalah perilaku ahl al-kitāb yang mengingkari kenabian, terutama karena

menganggap Isa al-Masih sebagai anak Tuhan.12

Berhubung al-Qur’an sendiri tidak mengungkapkan secara jelas tentang

kemusyrikan ahl al-kitāb, maka wajar para ‘ulama berselisih pendapat

tentang posisi ahl al-kitāb sebagai kelompok musyrik atau tidak. Sebagian

‘ulama ada yang berpendapat mereka musyrik, tetapi mayoritas ‘ulama

mengatakan bahwa kata musyrik mencakup juga orang-orang kafir dari

kalangan ahl al-kitāb. Pendapat yang terakhir dipahami oleh Fahr al-Dīn al-

9 Nasrullah, “Ahli Kitab dalam Perdebatan: Kajian Survei Beberapa Literaratur

Tafsir al-Qur’an”, Jurnal Syahadah, Volume III, No. 2, Oktober 2015, 74. 10 Nurcholis Madjid, Khazanah Intelektual Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1994),

162. 11 Muhammad Ḥusein al-Thabathaba’i, al-Mīzā n fī Tafsīr al-Qur’ā n (Beirut:

Muassasah al-‘Alami li al-Matbbu’ā h, 1983), Jilid II, 202. 12 Muhammad Ḥusein al-Thabathaba’i, al-Mīzā n fī Tafsīr al-Qur’ā n.

Page 41: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

25

Rā zī, bahwa kata musyrik mencakup juga orang-orang kafir dari kalangan

ahl al-kitāb.13

Argumentasi al-Rāzī tersebut didasarkan kepada firman Allah dalam

surat al-Taubah [9]: 30-31. Berbeda dengan al-Rā zī yang menyatakan

bahwa ahl al-kitāb termasuk ke dalam kelompok kafir dan musyrik, Rasyīd

Ridhā menilai hal sebaliknya. Menurutnya, pengertian musyrik yang paling

jelas di dalam al-Qur’an adalah orang-orang musyrik Arab yang tidak

memiliki kitab suci atau “semacam” kitab suci (shibh). Oleh karena itu,

mereka disebut dengan “ummiyyun”, yakni orang-orang yang belum pernah

mengenal kitab suci yang berasal dari Allah.14

Pendapat Rasyīd Ridhā ini didasarkan kepada fiirman Allah seperti surat

al-Baqarah [2]: 105; al-Bayyinah [98]: 1; al-Ḥajj [22]:17; yang

menyebutkan bahwa istilah al-musyrikūn berdampingan dengan ahl al-

kitāb atau kelompok Yahudi, Nasrani, Majusi dan Shā bi’īn. Argumentasi

al-Qur’an di dalam surat al-Taubah [9]: 31 menyatakan bahwa kaum ahl al-

kitāb memiliki sifat kemusyrikan karena menjadikan rahib-rahib mereka

sebagai Tuhan, menurut Rasyīd Ridhā hal ini tidak menjadikan ahl al-kitāb

sebagai kelompok musyrik.15

Selain Rasyīd Ridhā , Sayyid Quṭb juga memberikan pendapat bahwa

ahl al-kitāb dari kalangan Yahudi dan Nasrani merupakan orang-orang

musyrik. Menurutnya, orang–orang Yahudi dan Nasrani hampir sama

dengan orang musyrik Arab yang mempercayai mitos-mitos serta

menganggap Allah memiliki anak. Menurut Sayyid Quṭb, orang musyrik

Arab pada awalnya sama dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani yang

menganggap dan menjadikan malaikat sebagai anak-anak perempuan Allah,

13 Fahr al-Dīn al-Rāzī, Tafsīr al-Kabīr (Beirut: Dār al-Fikr, 1985), Jilid IV, 59. 14 Muhammad Rasyīd Ridhā , Tafsīr al-Manā r (Kairo: Dār al-Manār, 1947), Jilid

II, 349. 15 Rasyīd Ridhā , Tafsīr al-Manār.

Page 42: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

26

serta membuat patung-patung untuk disembah dan diberi nama-nama

seperti latta, uzza dan manat, dengan tujuan agar lebih mendekatkan diri

kepada Allah.16

Demikianlah penjelasan terkait status ahl al-kitāb menurut para ‘ulama.

Dari uraian di atas dapat dicermati bahwa secara garis besar pendapat para

‘ulama terbagi ke dalam dua kelompok. Pertama, pendapat yang

menyatakan bahwa ahl al-kitāb masuk ke dalam kelompok kafir dan

musyrik. Kedua, pendapat yang menganggap bahwa ahl al-kitāb tidak

termasuk ke dalam kelompok kafir dan musyrik.

C. Interaksi Sosial kepada Ahl al-kitāb

Di dalam interaksi sosial, agama Islam tidak pernah

mendeskriminalisasikan seseorang ataupun kelompok karena agamanya.

Hal ini dijelaskan di dalam al-Qur’an surat Mumtahanah ayat 8-9.

تلوكم ف هىكم ٱلل عن ٱلذين ل ي ق رجو ل ي ن ن ت ب روهم وت قسطوا كم من ديركم أ ٱلدين ول يا ي ن ٨إليهم إن ٱلل يب ٱلمقسطين ت لوكم ف إن عن ٱلذين ق ن هىكم ٱلل ٱلدين وأخرجوكم م

م فأولئك هم ٱلظل م ديركم وظهروا على إخراجكم أن ت ولوه ٩مون ومن ي ت ول“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap

orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula)

mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang

yang berlaku adil [9]. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu

menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena

agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk

mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka

mereka itulah orang-orang yang zalim”.

Ayat di atas, bisa dipahami bahwa al-Qur’an tidak menjadikan

perbedaan latar belakang agama sebagai alasan untuk tidak berinteraksi

sosial, menjalin hubungan kerja sama, apalagi sampai mengambil sikap

16 Sayyid Quṭb, Tafsīr fī Zhilal al-Qur’ān (Dār al-‘Arabiyah, t.tt), Jilid V, 209.

Page 43: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

27

tidak bersahabat.17 Ini artinya, Islam tidak menjadikan perbedaan agama

sebagai alasan untuk tidak menjalin interaksi sosial. Namun, pembahasan

mengenai interaksi sosial dengan ahl al-kitāb perlu diuraikan, karena

terdapat ketentuan khusus dari al-Qur’an.

Begitupun di dalam bermuamalah, kaum Muslimin tidak dilarang untuk

bertransaksi dengan ahl al-kitāb selama tidak masuk ke dalam konsep riba

dan barang yang diperjual belikan bukanlah barang-barang haram. Di dalam

fiqh muamalah seperti jual beli, ada tiga syarat yang harus terpenuhi agar

aspek jual beli terlaksanakan, yaitu penjual dan pembeli, mabi’ dan tsaman

serta akad ijab qabul.18 Maka demikian, penjual dan pembeli itu tidak harus

sama-sama Muslim.

Begitupun dalam hal pinjam meminjam, tidak terdapat ketentuan yang

mengharuskan sama-sama Muslim. Karena di dalam syarat untuk pihak

yang meminjamkan adalah orang yang perkataannya diakui secara syar’i,

yakni orang baligh dan berakal. Serta tidak sah pinjam meminjam bagi anak

kecil dan orang gila.19 Selain masalah mualamah di atas, ada hal penting

yang membahas hubungan ahl al-kitāb dengan kaum Muslimin yang

bersinggungan dengan akidah. Pertama, berkaitan dengan menikahi

perempuan-perempuan ahl al-kitāb. Kedua, Hukum memakan sembelihan

ahl al-kitāb.

17 Muhammad Galib M, Ahl al-kitāb..., 255. 18 Khatib al-Sharbini, al-Iqnā fī Ḥal Alfāzd Abī Shujā’, (Beirut: Dār al-Kutub al-

‘Ilmiyah, 2004), Jilid 2, 11. 19 Utsmān bin Aḥmad al-Najdi, Hidāyat al-Rāghib li Sharh ‘Umdat al-Thālib

(Beirut: Muasassah al-Risālah, 2007), 424.

Page 44: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

28

Page 45: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

29

BAB IV

AHL AL-KITĀB DALAM PANDANGAN ‘ULAMA KLASIK

HINGGA KONTEMPORER

A. Sejarah Perkembangan Tafsir

Ilmu tafsir merupakan ilmu yang paling mulia dan paling tinggi

kedudukannya, karena pembahasannya berkaitan dengan kalamullah yang

merupakan petunjuk dan pembeda dari yang haq dan bathil. Ilmu tafsir telah

dikenal sejak zaman Rasulullah dan berkembang hingga di zaman

kontemporer sekarang ini. Adapun perkembangan ilmu tafsir dibagi

menjadi beberapa periode, yaitu:

1. Tafsir pada Masa Nabi Saw dan Sahabat

Pada masa ini, belum terdapat penafsiran secara tertulis dan secara

umum penafsiran ketika itu tersebar secara lisan. Sebagai seorang rasul,

Nabi Muhammad berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan)

terhadap wahyu yang diturunkan Allah melalui Jibril kepadanya. Beliau

menjelaskan kepada para sahabatnya tentang arti dan kandungan al-Qur’an,

khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak dipahami.1

Setelah Nabi wafat, para sahabat berada di dalam masalah yang berbeda

pada saat Nabi Saw., masih hidup, sehingga membutuhkan penafsiran baru

agar dapat menjawab persoalan masalah tersebut.

Al-Shābuni menerangkan bahwa para sahabat pada dasarnya telah

memahami al-Qur’an baik dari mufradat maupun tarkibnya. Hal ini didasari

atas pengetahuan mereka terhadap bahasa Arab sebagai bahasa inti al-

Qur’an.2 Penafsiran para sahabat terhadap al-Qur’an hanya merujuk pada

1 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1992), 71. 2 Muhammad Alī al-Shābuni, al-Tibyān fī Ulūm al-Qur’ān (Beirut: Dār al-Kuttub

al-Ilmiyah, 1997), 339.

Page 46: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

30

inti kandungan al-Qur’an. Mereka adalah orang yang mengetahui secara

langsung bagaimana al-Qur’an diturunkan, sebab apa al-Qur’an serta

peristiwa apa yang melatarbelakangi al-Qur’an diturunkan.

Metode penafsiran pada metode ini yang umum digunakan adalah, 1).

Menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an lainnya; 2).

Bertendensi pada uraian Rasulullah Saw. (hadis); 3). Apabila para sahabat

tidak menemukan penjelasan ayat al-Qur’an dan hadis oleh sebab itu

sahabat melakukan ijtihad.3

2. Tafsir pada Masa Tabi’īn

Pada periode ini, menurut al-Shabuni menyebut bahwa pada masa tabi’īn

jumlah mufassir sangatlah banyak, lebih banyak dari pada masa sahabat.

Munculnya para mufassir dikalangan tabi’īn erat kaitannya dengan

berakhirnya periode sahabat yang menjadi guru-guru para tabi’īn. Mufassir

dikalangan tabi’īn banyak yang menyebar ke berbagai daerah kekuasaan

Islam serta menjadi guru tafsir di daerah mereka.4

Beberapa ‘ulama mengatakan bahwa periode ini bersamaan dengan

usaha khalifah ‘Umar ibn ‘Abdul ‘Azīz (w. 101 H) dalam melakukan

pengkodifikasian hadis. Manna al-Qaththān menjelaskan perkembangan

tafsir pada masa ini lebih berkembang pesat daripada masa sahabat.

Munculnya aliran penafsiran, penafsiran yang mengutip isrā’iliyyat

merupakan bagian dari perkembangan terhadap penafsiran.5

Sedangkan ciri-ciri yang terdapat pada penafsiran pada periode ini

adalah, 1). Banyak tafsir yang di dalamnya terdapat isrā’iliyyat dan

3 Masyhuri, “Merajut Sejarah Perkembangan Tafsir Masa Klasik: Sejarah Tafsir

dari Abad Pertama sampai Abad Ketiga Hijriyah, Jurnal Hermeneutik, Vol. 8 No. 2,

Desember 2014, 215. 4 Muhammad Alī al-Shābuni, al-Tibyān fī Ulūm al-Qur’ān..., 341. 5 Manna’ Khalil al-Qaththān, Mabāhis fī Ulūm al-Qur’ān (Riyādh: Mansyurāt al-

Asr al-Hadīs, 1994), 234.

Page 47: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

31

nashrāniyyāt, disebabkan banyaknya ahl al-kitāb yang masuk Islam dan

ikut mewarnai kehidupan para mufassir; 2). Penafsiran diambil dari sistem

periwayatan dan talaqqī, tapi bukan secara global, sebab para tabi’in hanya

mengambil riwayat dari guru-gurunya sedaerah saja; 3). Asal mula

perselisihan antar madzhab juga mulai tampak, serta menyebabkan

penafsiran tidak bisa obyektifkarena bertendensi pada kepentingan

madzhabnya; 4). Perbedaan pendapat antar tabi’īn juga sudah menyebar.6

Periode ini juga sudah muncul pemalsuan-pemalsuan data tafsir, yang

sebabkan oleh fanatisme terhadap madzhab, aliran politik, serta adanya

semangat musuh-musuh Islam, yaitu kaum Zindiq yang mencoba masuk

Islam hanya karena ingin merusaknya dari dalam.7

Tafsir yang hadir dari kalangan tabi’īn masih menjadi perdebatan bagi

kalangan ‘ulama. Mayoritas ‘ulama berpendapat bahwa tafsir dari tabi’īn

wajib dijadikan rujukan, sedangkan ‘ulama yang lain berpendapat bahwa

tidak wajib menjadikan tafsir tabi’īn sebagai rujukan dengan alasan para

tabi’īn tidak mendengar langsung tafsir dari Nabi seperti halnya sahabat,

serta masih diragukannya sifat ‘adl dari para tabi’īn.8

3. Tafsir pada Masa Pengkodifikasian

Pada masa ini kitab-kitab tafsir penyusunannya mulai secara khusus dan

berdiri sendiri. Tafsir mulai dibukukan menjadi kitab tafsir pada akhir masa

pemerintahan Bani Umayyah dan awal Bani Abbasiyah. Pada masa awal

dibukukannya penulisan tafsir dimulai dengan mengumpulkan hadis-hadis

tafsir yang diriwayatkan dari para tabi’in dan sahabat. Mufassir menyusun

tafsir dengan menyebut ayat lalu mengutip hadis yang berkaitan dengan

6 Masyhuri, “Merajut Sejarah Perkembangan Tafsir Masa Klasik..., 219. 7 Muhammad Ḥusain al-Zahabi, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn (Kairo: Maktabah

Wahbah, 1994), 38. 8 Tim Forum Karya Ilmiah Raden (TFKIR), Al-Qur’an Kita: Studi Ilmu, Sejarah,

dan Tafsir Kalamullah (Kediri: Lirboyo Press, 2000), 210.

Page 48: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

32

ayat tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tafsir masih bagian dari

kitab hadis.9

Pada periode beirikutnya, penulisan tafsir mulai dipisahkan dari kitab-

kitab hadis. Tafsir mulai ditulis secara sistematis sesuai dengan tartib

mushaf.10

Proses kodifikasi tafsir ini dilalui dalam beberapa fase, 1). Tafsir diambil

dengan cara periwayatan. Sahabat meriwayatkan dari Nabi, tabi’īn

meriwayatkan dari sahabat, atau meriwayatkan satu sama lain diantara

mereka; 2). Dimulainya budaya penulisan hadis, bab tafsir masuk dalam

salah satu dari bab-bab hadis; 3). Antara hadis dan tafsir terpisah antara satu

dengan yang lainnya. Tafsir mulai ditulis dan diurutkan sesuai urutan

mushaf.11

Pada abad kedua hijriyah muncul berbagai madzhab tafsir, baik berupa

corak akidah maupun fiqh. Sedangkan pada abad ketiga hijriyah telah

banyak ‘ulama yang menyusun kitab tafsir, diantaranya adalah tafsir

karangan Aḥmad ibn Farḥ Ibn Jibrīl al-Baghdādi, Ali ibn Musa ibn Yazid

al-Qarni dan lain sebagainya. Sedangkan tafsir yang paling fenomenal pada

masa ini adalah tafsir karangan al-Thabari dengan menggunakan metode

tafsīr bi al-ma’tsūr.12

Dari mulai sinilah, banyak sekali muncul kitab-kitab tafsir yang

berkembang. Perkembangan ini disebabkan adanya keperluan serta

tantangan kaum Muslimin di dalam menjawab persoalan yang hadir disetiap

zamannya, sehingga penafsiran terhadap ayat-ayat suci al-Qur’an

dibutuhkan. Pada perkembangan berikutnya, banyak sekali kitab tafsir yang

9 Masyhuri, “Merajut Sejarah Perkembangan Tafsir Masa Klasik..., 221. 10 al-Qaththān, Mabāhis fī Ulūm al-Qur’ān..., 340-341. 11 al-Zahabi, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn..., 65. 12 al-Zahabi, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn..., 67.

Page 49: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

33

hadir dengan berbagai latar belakang (aliran), corak, serta metode hingga

masa sekarang.

B. Penafsiran Kata Ahl al-kitāb dari Masa Klasik Hingga

Kontemporer

Penafsiran kata ahl al-kitāb di dalam al-Qur’an ditemukan beragam

ditafsirkan oleh para ‘ulama mulai dari masa klasik hingga kontemporer.

Untuk itu, pada sub bab ini penjelasan serta penafsiran terhadap kata ahl al-

kitāb dari masa ke masa akan dipaparkan secara terstruktur serta objektif.

1. Penafsiran Kata Ahl al-kitāb Oleh ‘Ulama Klasik/

Mutaqaddimīn (Abad 1-4 Hijriah)

Pada masa awal perkembangan Islam, khususnya pada masa Nabi Saw.,

dan para sahabat, kata ahl al-kitāb selalu menunjuk kepada komunitas

Yahudi dan Nasrani. Selain kedua komunitas itu, al-Qur’an tidak

menyebutnya sebagai ahl al-kitāb, contohnya seperti kelompok Majusi.

Namun, Nabi Saw., menyuruh agar umat Islam agar memperlakukan

komunitas Majusi seperti halnya ahl al-kitāb.13

Selanjutnya, pada masa tabi’īn, kata ahl al-kitāb mengalami

perkembangan. Abū al-Āliyah (w. 39 H) misalnya yang mengatakan bahwa

komunitas shabi’in termasuk ke dalam kelompok ahl al-kitāb karena

membaca kitab suci Zabur.14 Bahkan sebagian ‘ulama Salaf mengatakan

bahwa setiap umat yang memiliki kitab yang diduga sebagai kitab suci

13 Berkaitan dengan riwayat Imam Mālik yang menyebutkan bahwa Nabi Saw.,

bersabda “Perlakukanlah mereka (orang-orang Majusi) seperti ahl al-kitāb. Baca uraian

“Kata Pengantar” Nurcholis Madjid dalam Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus AF

(ed.), Passing Over: Melintasi Batas Agama (Jakarta: Gramedia, 2001), Xxx. 14 Ibn Jarīr al-Thabari, Tafsīr al-Thabari (Kairo: Musthafa al-Babi al-Halabi, 1954),

Jilid I, 320.

Page 50: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

34

samawi, maka komunitas itu masuk ke dalam pengertian ahl al-kitāb,sama

seperti orang-orang Majusi.15

Senada dengan pendapat ‘ulama Salaf di atas, Imam Abū Ḥanifah (w.

150 H), ‘ulama Hanafiyyah dan sebagian Hanabilah, mengatakan bahwa

siapapun yang mempercayai salah seorang Nabi, ataupun salah satu kitab

yang pernah diturunkan Allah maka ia termasuk ahl al-kitāb sehingga tidak

hanya terbatas kepada komunitas Yahudi dan Nasrani saja.16

Berbeda dengan pendapat Abū al-Āliyah dan Abū Ḥanifah, Imam al-

Shāfi’ī (w. 204 H) di dalam kitab al-Umm, menerima sebuah riwayat yang

disebutkan, bahwa Atha’ (tabi’īn), berkata: “Orang Kristen Arab bukan

termasuk ahli kitab. Komunitas yang disebut ahli kitab adalah kaum Israel

(Bani Israel), yakni orang-orang yang diturunkan kepada mereka kitab

Taurat dan Injil”. Adapun orang lain (selain dari Bani Israel) yang

memeluk agama Yahudi dan Nasrani.

Disini Imam al-Shāfi’ī memahami bahwa ahl al-kitāb merupakan

sebagai komunitas Bani Israel, serta tidak meletakkannya sebagai pengikut

agama yang diajarkan oleh Nabi Musa A.S. dan Isa A.S.17 Definisi ini

didukung oleh ayat al-Qur’an yang menjelaskan, bahwa Nabi Isa A.S.

merupakan Rasul khusus untuk Bani Israel (QS. Al-Shaff [61]: 6).

ءيل إ ما ب ي يديه من ا ل ق ول ٱلله إليكم مصد ن رس وإذ قال عيسى ٱبن مري يبن إسرا ب ٱلت ه ر ت من ب عدي ٱ ل رسو ورىة ومبش

ف لمها جاءهم بٱلب ي ي

ذا سحرسهۥ أحد نت قالوا ه

٦مبي “Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil,

sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab

sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya)

15 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Mawdhu’i atas Pelbagai

Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 1996), 367 16 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an..., 367. 17 Sam’ani Sya’roni, “Perdebatan Seputar Ahl Al-Kitab”, Jurnal Religia, Volume

13, No. 1, April 2010, 75.

Page 51: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

35

seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad

(Muhammad)". Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan

membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang

nyata".

Ayat ini juga menjelaskan terbatasnya ajaran yang dibawa oleh Nabi Isa

As., hingga datangnya Nabi Muhammad Saw. Dengan begitu, ahl al-kitāb

dalam pemahaman al-Shāfi’ī sebagai sebuah komunitas etnis (suku), bukan

sebagai komunitas agama.18

Pendapat yang diutarakan oleh Imam al-Shāfi’ī ini ternyata sedikit

berbeda dengan ‘ulama Shāfi’iyyah serta mayoritas ‘ulama Hanabilah.

Kedua ‘ulama ini berpendapat bahwa ahl al-kitāb menunjuk kepada

komunitas Yahudi dan Nasrani.19 ‘Ulama Shāfi’iyyah menggolongkan

komunitas Yahudi dan Nasrani menjadi tiga jenis golongan, pertama,

golongan yang masuk ke dalam agama Yahudi dan Nasrani sebelum agama

tersebut mengalami perubahan seperti orang-orang Romawi; kedua,

golongan yang masuk agama Yahudi dan Nasrani setelah mengalami

perubahan; ketiga, golongan yang tidak diketahui kapan mereka masuk

agama Yahudi dan Nasrani (sebelum atau sesudah mengalami perubahan).

Sedangkan menurut Badran, kelompok yang dikhitāb oleh al-Qur’an

sebagai ahl al-kitāb adalah bangsa Israel dan bangsa lainnya masuk ke

dalam agama Yahudi dan Nasrani, sebelum kedua agama tersebut

mengalami perubahan ditangan pemeluknya.20

Demikian pendapat para ‘ulama klasik terkait kata ahl al-kitāb. Ragam

penafsiran yang hadir dalam merumusukan serta memahami kata ahl al-

18 Nasrullah, “Ahli Kitab dalam Perdebatan: Kajian Survei Beberapa Literatur

Tafsir Al-Qur’an”, Jurnal Syahadah, Volume III. No 2, Oktober 2015, 70. 19 Badrān Abū al-Aynayn Badrān, Al-Alāqāh al-Ijtimā’iyyah bayna al-Muslimīn wa

ghair al-Muslimīn fī al-Sharī’ah al-Islāmiyyah wa al-Yahūdiyyah wa al-Nashraniyyah wa

al-Qānūn (Beirut: Dār al-Nahdah, 1984), 41. 20 Badrān Abū al-Aynayn Badrān, Al-Alāqāh al-Ijtimā’iyyah.

Page 52: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

36

kitāb tersebut dalam rangka menggali makna yang pas agar menemukan

pemahaman yang sesuai dengan masanya.

2. Penafsiran Kata Ahl al-kitāb oleh ‘Ulama Pertengahan/

Muta’akhkhirīn (Abad 4-12 Hijriah)

Selain ‘ulama klasik di atas, ternyata pada periode ini cukup banyak

ditemukan ‘ulama tafsir yang merumuskan kata ahl al-kitāb.

Berkembangnya zaman, serta semakin meluasnya pergerakan Islam di masa

ini, memaksa ‘ulama tafsir merumuskan kembali penafsiran kitab suci al-

Qur’an khususnya terkait dengan kata ahl al-kitāb.

Pada masa ini, terdapat al-Thabarī (w. 310 H) yang mencoba

merumuskan makna ahl al-kitāb. Menurutnya, ahl al-kitāb adalah pemeluk

agama Yahudi dan Nasrani dari keturunan manapun dan siapapun, baik dari

keturunan langsung bangsa Israel maupun bukan dari bangsa Israel.21

Penafsiran yang diterangkan oleh al-Thabarī ini sebenarnya hampir mirip

dengan yang dikemukakan oleh Abū Hanifah.

Selanjutnya terdapat Ibn Ḥazm al-Zāhirī (w. 456 H), Ibn Hazm mencoba

memperluas konsep ahl al-kitāb. Baginya, ahl al-kitāb tidak hanya

menunjuk komunitas Yahudi dan Nasrani saja, akan tetapi termasuk juga

golongan Majusi. Hal ini sesuai dengan firman Allah surat al-An’ām [6]:

156.

ا أنزل ٱلكتب على طائفت ي فلي ل من ق بلنا وإن كنها عن دراستهم أن ت قولوا إنه ١٥٦غ“(Kami turunkan al-Quran itu) agar kamu (tidak) mengatakan: "Bahwa

kitab itu hanya diturunkan kepada dua golongan saja sebelum kami, dan

sesungguhnya kami tidak memperhatikan apa yang mereka baca.”

Ayat ini memang menjelaskan bahwa ahl al-kitāb hanya terdiri dari dua

golongan yaitu Yahudi dan Nasrani. Menurut ayat tersebut, komunitas lain

21 Ibn Jarīr al-Thabarī, Jāmi’ al-Bayān fī Tafsīr al-Qur’ān (Beirut: Dār al-Kutub al-

‘Ilmiyyah, 1992), Jilid III, 321.

Page 53: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

37

tentu tidak termasuk ke dalamnya. Namun begitu, ayat ini tentu tidak bisa

dijadikan landasan untuk membatasi kata ahl al-kitāb kepada komunitas

Yahudi dan Nasrani saja.22

Bagi Ibn Ḥazm, ahl al-kitāb adalah menunjuk kepada sekumplan

manusia yang memiliki kitab yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi

tertentu, sebagai sumber ajaran agama dan tuntunan kehidupan. Masuknya

kelompok Majusi ke dalam ahl al-kitāb bagi Ibn Ḥazm bukan tanpa alasan,

selain bersandar kepada hadis Nabi, ia juga menjelaskan bahwa kelompok

Majusi ditunjuk sebagai ahl al-kitāb karena kepercayaan mereka terhadap

kenabian Zaradasht.23 Oleh sebab itu, Ibn Ḥazm mengklasifikasikan kata

ahl al-kitāb tidak hanya menunjuk kepada kelompok Yahudi dan Nasrani

saja, akan tetapi juga Majusi.

Berikutnya ada al-Syahrastānī (w. 548 H) yang memberikan definisi

tentang ahl al-kitāb. Baginya ahl al-kitāb adalah kelompok-kelompok yang

berada diluar agama dan syariat Islam. mereka adalah sekumpulan

kelompok yang memiliki syariat, hukum-hukum, batasan serta Nabi.24 Dari

definisi di atas, maka menurut al-Syahrastānī terdapat dua ciri utama ahl al-

kitāb. Pertama, memiliki syariat, hukum, batasan serta Nabi; kedua, ahl al-

kitāb adalah kelompok yang keluar dari ajaran Islam.

Al-Syahrastānī mengklasifikasikan ahl al-kitāb ke dalam dua golongan.

Pertama, komunitas Yahudi dan Nasrani yang digambarkan secara jelas

oleh al-Qur’an bahwa mereka adalah pemilik resmi kitab suci yang

muhaqqaq (sempurna). Kedua, komunitas agama yang memiliki kitab suci

serupa (shibh), namun mereka tidak termasuk ke dalam golongan ahl al-

22 Mohd Faizal Abdul Khir, “Konsep Ahli Kitab Menurut Ibn Hazm dan al-

Shahrastānī”, Jurnal Ushuluddin, Volume 33, Januari-Juni 2011, 28. 23 Ibn Hazm, Al-Fashl al-Milal wa al-Ahwā’ wa al-Nihal, ed. Muhammad Ibrāhīm

(Beirut: Dār al-Jayl, 1996), Jilid I, 139. 24 Al-Syahrastānī Muhammad bin ‘Abd. Al-Karīm, Agama dan Ideologi, terj.

Muhammad Ramzi Omar (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2006), 150.

Page 54: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

38

kitāb akan tetapi disebut sebagai shibh ahl al-kitāb, seperti Majusi dan

Manawi.25

Perbedaan terhadap dua klasifikasi di atas tersebut berdasarkan kepada

dua aspek, 1. Ahl al-kitāb memiliki kitab yang hakiki dan mirip dengan

suḥuf (kitab Zabur) Ibrāhīm A.S, seperti Taurat dan Injil; 2. Komunitas

kedua, seperti pemeluk agama Majusi dan Manawi hanya memiliki kitab

yang serupa/mirip dengan kitab suci.26 Oleh sebab itu al-Syahrastānī,

membagi golongan ahl al-kitāb (komunitas yang memiliki kitab yang

hakiki), dan shibh ahl al-kitāb (komunitas yang memiliki kitab yang mirip

dengan kitab hakiki).

3. Penafsiran Kata Ahl al-kitāb oleh ‘Ulama Modern/

Kontemporer (Di Mulai Abad 12 Hijriah)

Penafsiran serta konsep mengenai ahl al-kitāb ternyata tidak hanya

berhenti pada ‘ulama klasik dan pertengahan saja. Banyak ‘ulama dari

periode modern/kontemporer yang menjelaskan terkait konsep serta makna

dari ahl al-kitāb.

Penafsiran terhadap kata ahl al-kitāb di dalam al-Qur’an, dimulai dari

seorang ‘ulama tafsir ternama pada abad 20. Dia adalah Muhammad

‘Abduh (w. 1905 M/ 1326 H) dan Muhammad Rasyīd Ridhā (w. 1935

M/1356 H) di dalam karya momuntental mereka yaitu Tafsīr al-Manār.

Meskipun coraknpemikiran keislaman ‘Abduh dan Rasyīd Ridhā itu

tertuang di dalam tafsīr al-Manār, akan tetapi tidak semua hal bisa

ditafsirkan dengan definisi yang sama. Salah satunya mengenai kata ahl al-

kitāb itu sendiri.

25 Al-Syahrastānī Muhammad bin ‘Abd. Al-Karīm, Agama dan Ideologi..., 150 26 Al-Syahrastānī Muhammad bin ‘Abd. Al-Karīm, Agama dan Ideologi.

Page 55: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

39

Menurut ‘Abduh, ahl al-kitāb mencakup penganut komunitas Yahudi,

Nasrani dan Shābi’īn.27 Hal ini didasarkan firman Allah dalam surat al-

Baqarah [2]: 62.

ر ب ى إنه ٱلهذين ءامنوا وٱلهذين هادوا وٱلنهص ي وم ٱلخر وعمل ي من ءامن بٱلله وٱل وٱلصهل زنون ا ف لهم أجرهم عند ربم ول خوف ع ح ص ٦٢ليهم ول هم ي

“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang

Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-

benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan

menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada

mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”

Ayat di atas dengan jelas mengatakan, bahwa komunitas shābi’īn, di

samping Yahudi dan Nasrani benar-benar beriman kepada Allah dan hari

akhir serta melakukan amal shaleh, akan mendapatkan pahala disisi Allah.

Pendapat yang dikemukakan oleh ‘Abduh sejalan dengan pendapat seorang

tabi’īn yaitu Abū al-‘Āliyah. Dengan begitu, bagi ‘Abduh komunitas

Majusi Manawi, tidak termasuk ke dalam ahl al-kitāb.28

Berdeda dengan ‘Abduh, Rasyīd Ridhā di dalam tafsīr al-Manār

menjelaskan secara rinci terkait dengan kriteria ahl al-kitāb. Di dalam tafsīr

al-Manār Rasyīd Ridhā melakukan penafsiran terhadap surat Alī ‘Imrān

[3]: 19.

م وما ٱخت لف ٱ سل د ما جاءهم ٱلعلم لهذين أوتوا ٱلكتب إله من ب ع إنه ٱلدين عند ٱلله ٱلن هم ومن ا ب ي سريع ٱلساب ايت ٱلله فإنه يكفر ب ب غي ١٩ ٱلله

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada

berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang

pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara

mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka

sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.”

27 Muhammad ‘Abduh, Tafsīr al-Qur’ān al-Karīm Juz ‘Ammā (Kairo: Dār wa

Mathābi’ al-Sya’b, t.tt), 101. 28 Muhammad ‘Abduh, Tafsīr al-Qur’ān..., 102-103.

Page 56: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

40

Menurut Rasyīd Ridhā ayat ini menjelaskan bahwa ahl al-kitāb bukan

menunjuk khusus kepada komunitas Yahudi dan Nasrani saja, akan tetapi

menunjuk kepada makna yang lebih umum, bisa mencakup pada komunitas

lain (Hindu, Budha, Khonghucu, dan lain sebagainya).29 Rasyīd Ridhā juga

mengemukakan beberapa kriteria ahl al-kitāb, yaitu, diutusnya seorang

Rasul, dan memiliki kitab suci.

Selanjutnya terdapat Jamal al-Dīn al-Qāsimī (w. 1914 M/1335 H) yang

pendapatnya hampir mirip dengan pendapat al-Shāfi’ī, hanya saja al-Qāsimī

memasukkan etnis selain bangsa Israel ke dalam cakupan makna ahl al-

kitāb. Al-Qāsimī menyatakan:

“Yang dimaksud dengan ahl al-kitāb adalah komunitas Yahudi dan Nasrani

(dari Bani Israel) dan etnis lain (selain Bani Israel) yang masuk ke dalam

agama mereka sebelum Nabi Muhammad Saw. diutus menjadi Nabi dan

Rasul di atas bumi ini. Adapun orang yang masuk ke ddalam agama tersebut

setelah hadirnya Nabi Muhammad Saw. yakni orang-orang Arab Nasrani

dari Bani Tighlab serta sembelihannya tidak halal untuk dimakan.”30

Dari keterangannya di dalam Tafsīr Al-Qāsimī, ia membagi ahl al-kitāb

menjadi dua kelompok. Pertama, ahl al-kitāb adalah komunitas Yahudi dan

Nasrani (keturunan Bani Israel) dan komunitas etnis lainnya (selain

keturunan Bani Israel) yang sudah menganut agama itu sebelum Nabi

Muhammad Saw., diutus menjadi seorang Nabi/ Rasul. Kedua, yang

dianggap sebagai ahl al-kitāb setelah Nabi Muhammad Saw., diangkat

sebagai Nabi dan Rasul adalah komunitas Arab Nasrani dari Bani Tighlab,

akan tetapi makanan yang mereka sembelih tidaklah halal.

Berikutnya, Sayyid Qutbh(w. 1966 M/1387 H) dan Muhammad Ḥusein

al-Thabathaba’i (w. 1981 M/1402 H). Kedua mufassir ini menyatakan

bahwa penggunaan kata ahl al-kitāb di dalam al-Qur’an hanya merujuk

29 Muhammad Rasyīd Ridhā, Tafsīr al-Manār (Kairo: Dār al-Manār, 1947), Jilid

III, 258. 30 Muhammad Jamal al-Dīn al-Qāsimī, Tafsīr al-Qāsimī (Kairo: Isa al-Babi al-

Halabi, 1958), Jilid 4, 1863.

Page 57: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

41

kepada komunitas Yahudi dan Nasrani, bahkan lebih jauh Sayyid Qutbh

menambahkan bahwa ahl al-kitāb itu orang-orang yang menganut agama

Yahudi dan Nasrani dari dulu sampai sekarang, dari masa kapan pun dan

dari suku bangsa manapun.31 Pendapat yang dikemukakan oleh Sayyid

Qutbh ini juga dipegang oleh M. Quraish Shihab, hal ini didasarkan kepada

istilah ahl al-kitāb yang hanya terbatas pada dua komunitas Yahudi dan

Nasrani sebagai golongan yang ada di Arab pada masa itu.32

Terakhir terdapat pendapat Muhammad Arkoun (w. 2010 M/1331 H)

yang juga ikut berpartisipasi di dalam menafsirkan kata ahl al-kitāb.

Arkoun mencoba memberikan pandangan yang segar mengenai ahl al-kitāb

serta memunculkan polemik, ketika mencetuskan gagasan Masyarakat

Kitab. Menurut Arkoun, ahl al-kitāb selama ini dianggap dengan orang-

orang yang tersesat dan dipakai untuk menguatkan keunikan serta otentitas

wahyu yang baru. Citra baru mengenai wahyu tersebut memberikan kesan

bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani melakukan perubahan pada naskah

dan penyelewengan maknanya.33

Untuk menemukan konsep ahl al-kitāb yang pas, Arkoun menggunakan

pendekatan dekonstruksi (pembongkaran) atas konsep lama yang sering

dipahami secara sempit oleh para mufassir al-Qur’an terdahulu. Lebih lanjut

Arkoun menjelaskan:

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani yang harus dihadapi Muhammad

Saw. di Mekkah dan Madinah. Mereka disebut dalam al-Qur’an sebagai

polemik wahyu yang lebih awal, orang-orang beriman yang dikasihi Allah

31 Sayyid Qutbh, Tafsīr fī Zhilal al-Qur’ān (Dār al-‘Arabiyah, t.th), Jilid I, h. 135;

Muhammad Ḥusien al-Thabathaba’i, al-Mīzān fī Tafsīr al-Qur’ān (Beirut: Muassasah al-

‘Alami al-Matbu’āh, 1983), Jilid III, 306-307. 32 Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an..., 368. 33 Andi Eka Putra, “Konsep Ahlul al-Kitab dalam al-Qur’an menurut Penafsiran

Muhammad Arkoun dan Nurcholis Madjid (Sebuah telaah perbandingan), Jurnal Al-

Dzikra, Volume X, No. 1, Januari-Juni 2016, 56.

Page 58: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

42

sama dengan orang-orang muslim, yang telah menerima wahyu yang baru.

Ibrahim bukan Yahudi atau Nasrani melainkan muslim murni, seorang

beriman yang sepenuhnya mengabdi kepada Allah. Perspektif sejarah

spiritual ini, atau sejarah penyelamatan, sangat jelas dalam al-Qur’an, dan

merupakan dimensi penting dalam teologi modern tentang wahyu.”34

Pendekatan dekonstruksi yang ditawarkan oleh Arkoun memang sangat

kontroversial. Karena ia memang membongkar habis istilah ahl al-kitāb

dengan istilah yang baru yaitu, Masyarakat Kitab. Bagi Arkoun, selama ini

umat Islam kebanyakan memahami konsep ahl al-kitāb sebatas kepada

komunitas Yahudi dan Nasrani saja. Bahkan ada juga yang menambahkan

komunitas Majusi dan Shābi’īn.

Bahasa ahl al-kitāb yang berada di dalam al-Qur’an, menurut Arkoun

menunjuk kepada komunitas yang berkitab di luar Islam. Namun

sayangnya, istilah tersebut sudah menjadi kenyataan umum dikalangan

umat Islam bahwa komunitas Yahudi dan Nasrani saja yang pantas

digolongkan ahl al-kitāb.35

Menurut Arkoun, istilah Masyarakat Arab lebih tepat karena

mengandung makna dan klasifikasi yang lebih luas, yaitu seluruh komunitas

masyarakat yang memiliki kitab, terlepas bagaimana kemudian kitab suci

mereka dipahami sebagai sesuatu yang menyimpang.36

Pandangan Arkoun terkait Masyarakat Kitab tersebut telah membawa

pada tafsiran baru mengenai konsep ahl al-kitāb di dalam al-Qur’an.

Arkoun juga menganjurkan, dalam memahami realitas kemajemukan

masyarakat perlu adanya pendekatan dan pemahaman baru terhadap agama

itu sendiri.

34 Muhammad Arkoun, “Pemikiran Tentang Wahyu: Dari Ahlul Kitab hingga

Masyarakat Kitab”, Jurnal Ulumul Qur’an, Volume IV, No. 2, Tahun 1999, 46. 35 Andi Eka Putra, “Konsep Ahlul al-Kitab dalam al-Qur’an.., 60-61. 36 Andi Eka Putra, “Konsep Ahlul al-Kitab dalam al-Qur’an.

Page 59: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

43

C. Ahl al-Kitāb: Maknanya dalam Perspektif ‘Ulama Nusantara

Di atas sudah banyak diterangkan mengenai argumentasi penafsiran

‘ulama mulai dari klasik, pertengahan ataupun kontemporer mengenai kata

ahl al-kitāb. Banyak sekali ditemukan perbedaan penafsiran mengenai kata

tersebut. Selain ketiga periode ‘ulama di atas, dalam menafsirkan kata ahl

al-kitāb, skripsi ini juga menawarkan konsep ‘ulama nusantara mengenai

kata tersebut. Perspektif ini tentunya sangat penting untuk dipaparkan agar

adanya sudut pandang lain terkait kata ahl al-kitāb dalam konteks

keindonesian.

Nurcholis Madjid, ‘ulama atau scholar Muslim Indonesia pada masa

kontemporer yang juga menawarkan konsep serta makna kata ahl al-kitāb.

Nurcholis Madjid memang ikut larut dalam perdebatan terhadap dua

pandangan mengenai kata ahl al-kitāb, yaitu pandangan yang mengatakan

bahwa Yahudi dan Nasrani adalah golongan ahl al-kitāb seperti yang

digambarkan di dalam al-Qur’an. Sedangkan pendapat yang lain, ingin

menunjukan adanya semangat al-Qur’an yang prulalis dalam memandang

komunitas (agama) yang lain, selain Yahudi dan Nasrani, seperti Majusi,

Shābi’īn, Budha, Hindu, dan Kong Hucu.37

Terkait dengan ayat-ayat simpatik terhadap ahl al-kitāb, menurut

Nurcholis Madjid, masih ada di kalangan ‘ulama tafsir yang menganggap

mereka itu bukan lagi ahl al-kitāb, melainkan sudah Muslim. Akan tetapi

ada juga yang beranggapan bahwa mereka tetap mengingkari karasulan

Muhammad Saw. dan kitab suci al-Qur’an.38 Berikut pernyataan Nurcholis

Madjid:

“Karena di dalam ayat-ayat itu tidak disebutkan bahwa mereka beriman

kepada Rasulullah Saw. meskipun mereka percaya kepada Allah dan hari

37 Andi Eka Putra, “Konsep Ahlul al-Kitab dalam al-Qur’an..., 49. 38 Nurcholis Madjid, Islam Agama Peradaban: Membangun Makna dan Relevansi

Doktrin Islam dalam Sejarah (Paramadina: Jakarta, 1995), 77.

Page 60: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

44

kemudian (sebagaimana agama-agama mereka) maka mereka secara

langsung ataupun tidak termasuk mereka yang “menentang” Nabi, jadi

bukan golongan Muslim. Namun, karena sikap mereka yang positif kepada

Nabi dan kaum Muslimin, maka perlakuan kepada mereka oleh kaum

Muslimin juga dipesan untuk bersikap positif dan adil, yaitu selama mereka

tidak memusuhi dan tidak pula merampas harta kaum Muslimin itu. Oleh

karena itu, meskipun al-Qur’an melarang kaum Muslimin untuk berselisih

dan berdebat dengan ahli kitab, khususnya berkenaan dengan masalah

agama, namun terhadap yang zalim dari kalangan mereka, kaum Muslimin

dibenarkan untuk membalas hal serupa. Ini wajar, dan sesuai dengan prinsip

universal pergaulan antar sesama manusia.”39

Pernyataan dari N. Madjid di atas, menggambarkan sikap sosial yang

ingin ditunjukkan di dalam kehidupan bermasyarakat. Kalau sikap ahl al-

kitāb adil dan positif kepada kaum Muslimin, maka dilarang untuk

berselisih dan berdebat, bahkan kaum Muslimin diperintahkan untuk

bersikap yang sama. Akan tetapi, jika sikap ahl al-kitāb itu zalim, maka

diperbolehkan untuk membalas hal yang setimpal pula.

Keterangan di atas juga mempertegas bahwa ahl al-kitāb juga

mendapatkan perilaku positif dan simpatik dalam al-Qur’an, dan tidak harus

dimaknai secara sempit. Bagi N. Madjid, ahl al-kitāb tidak hanya mencakup

mereka yang telah menerima seruan Nabi Muhammad Saw. tetapi juga

mencakup semua ahl al-kitāb yang memiliki sikap dan perilaku

sebagaimana disebutkan di dalam al-Qur’an.40

Nurcholis Madjid di dalam argumentasinya mengenai ahl al-kitāb sangat

menyetujui penafsiran yang dikemukakan oleh Rasyīd Ridhā41, bahwa ahl

al-kitāb tidak hanya tertuju kepada komunitas Yahudi dan Nasrani saja,

akan tetapi juga meliputi Majusi, Shābi’īn, Hindu, Budha, serta Kong

39 Nurcholis Madjid, Islam Agama Peradaban. 40 Andi Eka Putra, “Konsep Ahlul al-Kitab dalam al-Qur’an..., 52. 41 Terdapat penjelasan mengenai ahl al-kitāb dalam perspektif Muhammad Rasyīd

Ridhā di dalam skripsi ini.

Page 61: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

45

Hucu.42 Lebih jauh, memang pandangan Nurcholis Madjid terhadap ahl al-

kitāb ini sangat dipengaruhi oleh Rasyīd Ridhā.

Selain Nurcholis Madjid, terdapat Muhammad Qurasih Shihab salah satu

‘ulama kontemporer Indonesia yang juga ikut dalam meramaikan

penafsiran kata ahl al-kitāb. Qurasih shihab mengemukakan

kecendrungannya dalam memahami ahl al-kitāb sebagai semua penganut

agama Yahudi dan Nasrani, kapan pun, dimana pun, serta dari keturunan

siapapun mereka.43 Pendapatnya ini berdasarkan kepada penggunaan al-

Qur’an terhadap istilah tersebut terbatas kepada kedua komunitas (Yahudi

dan Nasrani).

Demikianlah pendapat ‘ulama Nusantara mengenai kata ahl al-kitāb.

Nurcholis Madjid mengemukakan bahwa kata ahl al-kitāb di dalam al-

Qur’an tersebut menggambarkan semua komunitas agama termasuk selain

Yahudi dan Nasrani. Sedangkan bagi Qurasih Shihab, makna itu hanya

tertuju kepada keturunan Yahudi dan Nasrani kapan pun, dimana pun serta

keturunan siapapun mereka. Hal ini karena Nurcholis Madjid banyak

mengutip pendapat dari Rasyīd Ridhā, sedangkan Quraish Shihab bertahan

pada argumentasi yang didukung oleh firman Allah surat al-An’ām ayat 156

yang artinya, “(Kami turunkan al-Qur’an itu) agar kamu (tidak

mengatakan), bahwa kitab itu hanya diturunkan kepada dua golongan saja

sebelum kami, dan sesungguhnya kami tidak memperhatikan apa yang

mereka baca”.

D. Analisis Pergeseran Makna Ahl al-Kitāb dari Masa ke Masa

Setelah mendapatkan penjelasan serta penafsiran mengenai makna ahl

al-kitāb dari berbagai ‘ulama klasik hingga kontemporer, dapatlah diketahui

bahwa terdapat pergeseran makna serta berbagai macam pengertian yang

42 Nurcholis Madjid, Islam Agama Peradaban..., 81. 43 Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an.

Page 62: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

46

muncul. Pergeseran makna ini dihasilkan akibat adanya perbedaan di dalam

memahami teks al-Qur’an terkait ahl al-kitāb tersebut.

Untuk menyajikan penganalisaan yang memadai, maka perlu dibuatnya

tabel pendukung agar memudahkan melihat perkembangan dari masa klasik

ke kontemporer. Berikut ini hasil pergeseran makna ahl al-kitāb serta

relevansinya dengan karateristik tafsir.

Tabel 4.1

Analisis Pergeseran Makna Ahl al-Kitab

No Klasik Pertengahan Kontemporer

Tah

un/P

erio

de

Mulai Tahun 650 M

(29 H/30 H) hingga

400 H

Mulai Tahun 400

H/ 401 H hingga

1214 H

Mulai tahun 1801 M

(1216 H/ 1217 H)

Page 63: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

47

Met

ode/

Pen

dek

atan

1. Pendekatan

Linguistik

2. Pendekatan

berbasis Logika

3. Pendekatan

Berbasis Tasawuf

4. Pendekatan

Berbasis Tradisi

1. Pendekatan

Linguistik

2. Pendekatan

Teologis

3. Pendekatan

Falsafi dan Ilmi

4. Pendekatan

Sufistik

1. Pendekatan

Ilmiah

2. Pendekatan

Semantik

3. Pendekatan

Hermeneutik

4. Pendekatan Ilmu-

ilmu sosial

5. Pendekatan yang

bersifat mengarah

kepada

kebebasan

penulis

6. Pendekatan

Pluralisme

Agama

Kar

akte

rist

ik T

afsi

r

1. Bersumber dari

kutipan-kutipan

yang shahih

2. Menggunakan

ijtihad yang

didasarkan kepada

kaidah-kaidah

penafsiran yang

benar.

3.Pemaksaan

Gagasan

Eksternal Al-

Qur’an

4.Bersifat

Ideologis

5.Bersifat Repetitif

6.Bersifat Parsial

1. Bersifat

Kontekstual

2. Mengacu Kepada

Spirit Agama

3. Menggunakan

pendekatan

historis,

sosiologis

Page 64: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

48

Rel

asi

Pada periode ini ahl

al-kitāb masih

dimaknai dengan

kaum Yahudi dan

Nasrani saja.

Meskipun terdapat

perselisihan

pendapat, akan tetapi

banyak penafsiran

‘ulama klasik ini

yang menjelaskan

bahwa ahl al-kitāb

ini tertuju kepada

komunitas Yahudi

dan Nasrani

Pada periode ini

makna ahl al-kitāb

lebih diperluas

maknanya. Bahkan

terdapat salah satu

‘ulama yang

mengklasifikasikan

makna ahl al-kitāb

ke dalam dua

golongan, yaitu

komunitas yang

memiliki kitab suci

yang muhaqqaq

dan komunitas

yang memiliki

kitab yang serupa

Makna ahl al-kitāb

pada masa ini

mengalami banyak

pergeseran. Bahkan

terdapat seorang

pemikir

kontemporer yang

membongkar ulang

makna ahl al-kitāb

tersebut dan

menggantinya

dengan nama

masyarakat kitab.

Dari tabel di atas menunjukan bahwa pergeseran terhadap makna ahl al-

kitāb ini telah terjadi baik menurut ‘ulama klasik, pertengahan dan

kontemporer. Perbedaan ini dapat dilihat karena adanya perbedaan

karakteristik tafsir yang berada dimasing-masing periode. Perbedaan

semakin jelas terlihat jika menilai dari karakteristik serta pendekatan tafsir

yang digunakan oleh para ‘ulama pada periode masing-masing. Dan yang

lebih penting adalah hasil penafsiran yang didapatkan membentuk pola nya

tersendiri, pada masa klasik lebih cenderung kepada pencarian makna

asal/asli, sedangkan kontemporer lebih kepada membongkar makna asli

agar mendapatkan penafsiran yang tepat dan dapat diaplikasikan dalam

kehidupan saat ini.

Page 65: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

49

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bagian akhir ini merupakan kesimpulan dari semua pembahasan

penelitian berdasarkan pokok masalah yang dikemas di dalam pembatasan

dan rumusan masalah di dalam Bab pertama. Kesimpulan dari penelitian ini

menegaskan beberapa hal, diantaranya adalah:

Pertama, penafsiran terhadap kata ahl al-kitāb dari periode ke periode

mengalami perkembangan penafsiran. Meskipun perdebatan juga terjadi

pada setiap zamannya. Misalnya mufassir periode klasik tidak menemukan

kata sepakat terkait makna ahl al-kitāb, begitupun masa pertengahan

bahkan sampai kepada mufassir kontemporer.

Kedua, perkembangan terhadap penafsiran itu sendiri diakibatkan karena

semakin berkembangnya ilmu tafsir. Bahkan lebih jauh, penafsiran setelah

masa sahabat banyak didominasi oleh aliran pemikiran, pengaruh madzhab,

dan serta lingkungan sosial yang mengakibatkan antara daerah satu dengan

yang lainnya berbeda dalam memahami konteks ayat tersebut.

Ketiga, jika dilihat dari historisnya, penafsiran kata ahl al-kitāb pada

masa klasik menunjuk kepada komunitas Yahudi dan Nasrani saja,

kemudian pada masa pertengahan mulai terjadi perluasan makna bahwa ahl

al-kitāb bukan hanya terpaku kepada komunitas Yahudi dan Nasrani saja,

akan tetapi termasuk juga komunitas Majusi. Bahkan pada masa ini sampai

kepada pengklasifikasian ahl al-kitāb yang dijelaskan oleh al-Syahrastānī.

Sedangkan pada masa kontemporer/ modern, penafsiran menjadi lebih luas,

bahkan sampai menimbulkan kontroversi. Ahl al-kitāb pada masa ini

dimaknai lebih luas, Rasyīd Ridhā misalnya memaknai kata ahl al-kitāb

bukan hanya mencakup Yahudi, Nasrani, Majusi dan Shābi’īn seperti yang

Page 66: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

50

dijelaskan oleh al-Qur’an. Ia menjelaskan bahwa makna ini mencakup

makna yang lebih umum, yaitu mencakup komunitas lain seperti (Hindu,

Budha, Khong Hucu, dan lainnya). Meskipun terdapat pula penafsiran yang

mengutip pendapat ‘ulama terdahulu.

Keempat, ahl al-kitāb dalam konteks ‘ulama Nusantara tidak terlalu

berbeda jauh dengan penafsiran yang sudah ada sebelumnya. Nurcholis

Madjid misalnya sangat setuju dengan pendapat Rasyīd Ridhā mengenai

konsep ahl al-kitāb, sedangkan M. Quraish Shihab lebih condong kepada

penafsiran Sayyid Quṭb meskipun tidak mengakuinya secara eksplisit.

B. Saran-saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran

sebagai berikut:

1. Kaum Muslimin diharapkan untuk memahami, ikut andil, serta terus

menggali pemikiran para ‘ulama tafsir (mufassir), khususnya ayat-ayat

yang bersinggungan dengan sosial-masyarakat, hubungan antar komunitas

(agama, suku, ras dan etnis) agar dapat menambah wawasan, kajian serta

ikut meramaikan penelitian terkait al-Qur’an dan sunnah agar dapat

diterapkan di dalam kehidupan.

2. Karya ilmiah ini tidak luput dari kekurangan, sehingga penulis

berharap adanya kajian lanjutan mengenai tema ahl al-kitāb.

Page 67: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

51

DAFTAR PUSTAKA

Abduh, Muhammad. Tafsī r al-Qur’ān al-Karīm Juz ‘Ammā. Kairo: Dār wa

Mathābi’ al-Sya’b, t.tt.

Al-Abyārī , Ibrahīm. Al-Maw’ūsah al-Qur’āniyah. Kairo: Mu’assasah Sijl

al-Arab, 1984.

Arkoun, Muhammad. “Pemikiran Tentang Wahyu: Dari Ahlul Kitab hingga

Masyarakat Kitab”. Jurnal Ulumul Qur’an. Volume IV, No. 2. Tahun

1999.

Anwar, Rosihan. Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Setia, 2013.

Al-Ariḍ, Alī Ḥasan. Sejarah dan Metodologi Tafsir. terj. Ahmad Arkoun.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994.

Asrukin, Mochammad. “Tafsir Al-Qur’an: Sebuah Tinjauan Pustaka”, t.th.

Azra, Azyumardi (ed.). Sejarah & Ulum al-Qur’an. Jakarta: Pustaka

Firdaus, 2013.

Al-Bāqī , Muhammad Fu’ad ‘Abd. Al-Mu’jam Mufahras li Alfādz al-

Qur’ān al-Karī m. Beirut: Dār al-Fikr, 1987.

Badrān, Badrān Abū al-Aynayn. Al-Alāqāh al-Ijtimā’iyyah bayna al-

Muslimī n wa ghair al-Muslimī n fī al-Sharī ’ah al-Islāmiyyah wa al-

Yahūdiyyah wa al-Nashraniyyah wa al-Qānūn. Beirut: Dār al-

Nahḍah, 1984.

Baidan, Nasaruddin. Metode Penafsiran al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2002.

Ciwadu, Hafifuddin. Konsep Kufur dalam Al-Qur’an: Suatu Kajian

Teologis dengan Pendekatan Tafsir Tematik. Jakarta: Bulan Bintang

1991.

Al-Farmawī , Abū al-Ḥayy. al-Bidayāh fī ‘ala Tafsīr al-maudhū’i. Mesir:

Maktabah al-Jumhuriyyah, 1977.

Galib, Muhammad M. Ahl al-kitāb; Makna dan Cakupannya dalam al-

Qur’an. Yogyakarta: IRCiSoD, 2016.

Ḥazm, Ibn. Al-Fashl al-Milal wa al-Ahwā’ wa al-Nihal. ed. Muhammad

Ibrāhī m. Beirut: Dār al-Jayl, 1996.

Page 68: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

52

Hidayat, Komaruddin(ed.). Passing Over: Melintasi Batas Agama. Jakarta:

Gramedia, 2001.

Hisyam, Ibnu. Al-Sīrah al-Nabawī yah. Kairo: Mushthafā al-Bāb al-Ḥalabi,

1955.

Ilyas, Yunahar. Kuliah Ulumul Qur’an. Yogyakarta: ITQAN Publishing:

2013.

al-Jauzi, Ibnu al-Qayyim. Zādul Masīr fī ‘Ilmi al-Tafsīr. Beirut: Maktab al-

Islāmi, 1987.

Al-Karī m, Al-Syahrastānī Muhammad bin ‘Abd. Agama dan Ideologi. terj.

Muhammad Ramzi Omar. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan

Pustaka, 2006.

Karman, M. dan Supriana. Ulumul Qur’an dan Pengenalan Metodologi

Tafsir. Bandung: Pustaka Islamika, 2002.

Khir, Mohd Faizal Abdul. “Konsep Ahli Kitab Menurut Ibn Ḥazm dan al-

Shahrastānī ”. Jurnal Ushuluddin. Volume 33. Januari-Juni 2011.

Khaeruman, Badri. Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur’an. Bandung:

Pustaka Setia, 2004.

Masyhuri. “Merajut Sejarah Perkembangan Tafsir Masa Klasik: Sejarah

Tafsir dari Abad Pertama Sampai Abad Ketiga Hijriyah”. Jurnal

Hermeneutik. Vol. 8 No. 2. Desember 2014.

Ma’lūf, Louis. Al-Munjid fī al-Lughah wa al-A’lām. Dār al-Syurūq, 1986.

Madjid, Nurcholis. Islam Agama Peradaban: Membangun Makna dan

Relevansi Doktrin Islam dalam Sejarah. Paramadina: Jakarta, 1995.

Madjid, Nurcholis. Khazanah Intelektual Islam (Jakarta: Bulan Bintang,

1994.

Al-Najdi, Utsmān bin Ahmad. Hidāyat al-Rāghib li Sharh ‘Umdat al-

Thālib. Beirut: Muasassah al-Risālah, 2007.

Nasrullah. “Ahli Kitab dalam Perdebatan: Kajian Survei Beberapa

Literaratur Tafsir al-Qur’an”. Jurnal Syahadah. Volume III, No. 2.

Oktober 2015.

Putra, Andi Eka. “Konsep Ahlul al-Kitab dalam al-Qur’an menurut

Penafsiran Muhammad Arkoun dan Nurcholis Madjid (Sebuah telaah

Page 69: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

53

perbandingan). Jurnal Al-Dzikra. Volume X, No. 1. Januari-Juni

2016.

Al-Qāsimī , Muhammad Jamal al-Dī n. Tafsīr al-Qāsimī . Kairo: Isa al-Babi

al-Halabi, 1958.

Al-Qaththān, Manna’ Khalil. Mabāhis fī Ulūm al-Qur’ān. Riyādh:

Mansyurāt al-Asr al-Hadī s, 1994.

Al-Qaththān, Manna’ Khalil. Pembahasan Ilmu al-Qur’an 2. terj.

Halimudin. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995.

Qutbh, Sayyid. Tafsīr fī Zhilal al-Qur’ān. Dār al-‘Arabiyah, t.tt.

al-Rāzī , Fahr al-Dī n. Tafsīr al-Kabīr. Beirut: Dār al-Fikr, 1985.

Ridha, Muḥammad Rashid. Tafsīr al-Manār. Beirut: Dār al-Fikr, 1973.

Rouf, Abdul. “Al-Qur’an dalam Sejarah (Diskursus Seputar Sejarah

Penafsiran al-Qur’an)”. Jurnal Mumtaz. Vol. 1 No. 1. Tahun 2017.

Al-Shābuni, Muhammad Alī . al-Tibyān fī Ulūm al-Qur’ān. Beirut: Dār al-

Kuttub al-Ilmiyah, 1997.

Al-Shāfi’ī , Muḥammad bin Idris. Al-Umm. Beirut: Dār al-Ma’rifah, 1973.

al-Sharbini, Khatib. al-Iqnā fī Ḥal Alfāzd Abī Shujā’. Beirut: Dār ak-Kutub

al-‘Ilmiyah, 2004.

Shihab, M. Quraish. Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu

dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan, 1992.

Shihab, M. Quraish dll. Sejarah dan Ulumul Qur’an. Jakarta: Pustaka

Firdaus, 2013.

Shihab, M. Quraish. Wawasan al-Qur’an: Tafsir Mawdhu’i atas Pelbagai

Persoalan Umat. Bandung: Mizan, 1996.

Al-Shiddieqy, Muhammad Hasbi. Ilmu-ilmu al-Qur’an. Semarang: PT

Pustaka Rizki Putra, 2002.

Sirojuddin, Manshuri I. Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung: Angkasa, 2005.

Suanrsa, Sasa. “Teori Tafsir (Kajian Tentang Metode dan Corak Tafsir Al-

Qur’an)”. Jurnal al-Afkar. Vol. 3 No. 1. Januari 2019.

Suma, Muhammad Amin. Ulumul Qur’an. Jakarta: Rajawali Press, 2013.

Page 70: PERGESERAN MAKNA AHL AL-KITᾹB DARI MASA KE MASArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51990...dari Masa ke Masa ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

54

al-Suyūthī , Jalaluddīn. al-Itqān fī ‘Ulūm al-Qur’an. Dār al-Kutub al-

‘Ilmiyyah, 1995.

al-Syahrastānī , Abī Bakr Ahmad. Al-Milal wa al-Nihal. Beirut: Dār al-Fikr,

t.tt.

Sya’roni, Sam’ani. “Perdebatan Seputar Ahl Al-Kitab”. Jurnal Religia.

Volume 13, No. 1. April 2010.

Al-Thabari, Ibn Jarir. Jāmi’ al-Bayān fī Ta’wil Ayy al-Qur’ān. Beirut: Dār

al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1992.

Al-Thabari, Ibn Jarir. Tafsīr al-Thabari. Kairo: Musthafa al-Babi al-Halabi,

1954.

Al-Thabathaba’i, Muhammad Ḥusein. al-Mīzān fī Tafsīr al-Qur’ān. Beirut:

Muassasah al-‘Alami li al-Matbbu’āh, 1983.

Tim Forum Karya Ilmiah Raden (TFKIR). Al-Qur’an Kita: Studi Ilmu,

Sejarah, dan Tafsir Kalamullah. Kediri: Lirboyo Press, 2000.

Tim Penyususn Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa

Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar

Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1988.

Utsmān, Khalid Ibn. Qawā’id al-Tafsīr. Dār Ibn ‘Affān: t.tth, 1421 H.

Vadjda, G. “Ahl al-Kitab”. dalam Ensiklopedia of Islam. Leiden: E.J. Brill,

1960.

Al-Zahabi, Muhammad Ḥusain. al-Tafsīr wa al-Mufassirūn. Kairo:

Maktabah Wahbah, 1994.

Al-Zarkasyī , Muhammad ibn ‘Abdillāh. al-Burhān fī ‘Ulūm al-Qur’ān. Dār

al-Ma’rifah: Beirut, t.th.