Top Banner
Jurnal Riset Akuakultur, 11 (1), 2016, 85-97 85 # Korespondensi: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jl. Pasir Putih II, Ancol Timur-Jakarta Utara 14430. Tel.: + (021) 64700928 E-mail: [email protected] PERFORMA KOMODITAS BUDIDAYA LAUT PADA SISTEM INTEGRATED MULTI-TROPHIC AQUACULTURE (IMTA) DI TELUK GERUPUK, LOMBOK TENGAH, NUSA TENGGARA BARAT I Nyoman Radiarta # dan Erlania Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan ABSTRAK Budidaya laut berbasis Integrated Multi-Trophic Aquaculture (IMTA) merupakan opsi pengembangan budidaya perikanan yang sejalan dengan konsep pelestarian lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis performa komoditas budidaya laut yang pada sistem integrated multi-trophic aquaculture (IMTA). Penelitian dilaksanakan di Teluk Gerupuk, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, pada bulan Juni-November 2015. Model IMTA yang dikembangkan adalah kombinasi antara ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus), ikan bawal bintang (Trachinotus blochii, Lacepede), dan rumput laut (Kappaphycus alvarezii). Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama 150 hari masa pemeliharaan ikan kerapu dan bawal bintang menghasilkan pertumbuhan yang baik, dengan rata-rata bobot akhir ikan kerapu sebesar 173,45 ± 36,61 g/ekor; dan ikan bawal bintang sebesar 161,27 ± 30,05 g/ekor. Pertumbuhan rumput laut selama tiga siklus menunjukkan bahwa siklus pertama (Juni-Juli) dan siklus kedua (Agustus-September) menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan siklus ketiga (Oktober–November). Laju pertumbuhan harian rumput laut di sekitar keramba jarring apung (KJA) ikan sebesar 4,22%-6,09%/hari lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (jarak 2-3 km dari KJA ikan) yaitu 3,90%-5,53%/hari. Hasil dari penelitian ini menunjukkan efektivitas sistem IMTA dalam hal peningkatan produktivitas budidaya rumput laut. Model IMTA dapat diterapkan sebagai model pengembangan budidaya laut yang berwawasan lingkungan melalui peningkatan produksi, sistem produksi bersih, dan berkelanjutan. KATA KUNCI: performa pertumbuhan; rumput laut; budidaya laut; IMTA; Teluk Gerupuk; Nusa Tenggara Barat ABSTRACT: Performance of mariculture commodities under Integrated Multi-Trophic Aquaculture (IMTA) system at Gerupuk Bay, Central Lombok, West Nusa Tenggara. By: I Nyoman Radiarta and Erlania Mariculture activity with Integrated Multi-Trophic Aquaculture (IMTA) is an aquaculture development technique which in line with environment conservation concept. This study was aimed to analyze perfomance of mariculture commodities that cultured under integrated multi-trophic aquaculture (IMTA) system. The study was conducted in Gerupuk Bay, Central Lombok, West Nusa Tenggara during June-November 2015. The IMTA model was combined between tiger grouper fish (Epinephelus fuscoguttatus), silver pompano fish (Trachinotus blochii, Lacepede), and seaweed (Kappaphycus alvarezii). The result showed that during 150 days of cultured periods, both of grouper and pompano indicated a good growth performance, with mean body weight at the end of culture period about 173.45 ± 36.61 g/ind. and 161.27 ± 30.05 g/ind., respectively. Seaweed growth performance from three cultivation cycles showed that cycle-1 (June- July) and cycle-2 (August-September) had better growth performance than cycle-3 (October-November). Daily growth rate of seaweed that cultured near fish cages was higher (4.22%-6.09%) than control, 2-3 km distance to fish cages (3.90%-5.53%). This study indicated the effectiveness of IMTA system to increase seaweed culture production. IMTA model can be applied as development model of mariculture with environmental concept through production enhancement, zero waste production, and sustainability. KEYWORDS: growth performance; seaweeds; mariculture; IMTA; Gerupuk Bay; West Nusa Tenggara Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/jra
13

PERFORMA KOMODITAS BUDIDAYA LAUT PADA SISTEM …

Oct 16, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PERFORMA KOMODITAS BUDIDAYA LAUT PADA SISTEM …

Jurnal Riset Akuakultur, 11 (1), 2016, 85-97

85

# Korespondensi: Pusat Penelitian dan PengembanganPerikanan. Jl. Pasir Putih II, Ancol Timur-Jakarta Utara 14430.Tel.: + (021) 64700928E-mail: [email protected]

PERFORMA KOMODITAS BUDIDAYA LAUT PADA SISTEM INTEGRATED MULTI-TROPHICAQUACULTURE (IMTA) DI TELUK GERUPUK, LOMBOK TENGAH, NUSA TENGGARA BARAT

I Nyoman Radiarta# dan Erlania

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan

ABSTRAK

Budidaya laut berbasis Integrated Multi-Trophic Aquaculture (IMTA) merupakan opsi pengembangan budidayaperikanan yang sejalan dengan konsep pelestarian lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisisperforma komoditas budidaya laut yang pada sistem integrated multi-trophic aquaculture (IMTA). Penelitiandilaksanakan di Teluk Gerupuk, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, pada bulan Juni-November 2015.Model IMTA yang dikembangkan adalah kombinasi antara ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus),ikan bawal bintang (Trachinotus blochii, Lacepede), dan rumput laut (Kappaphycus alvarezii). Hasil penelitianmenunjukkan bahwa selama 150 hari masa pemeliharaan ikan kerapu dan bawal bintang menghasilkanpertumbuhan yang baik, dengan rata-rata bobot akhir ikan kerapu sebesar 173,45 ± 36,61 g/ekor; danikan bawal bintang sebesar 161,27 ± 30,05 g/ekor. Pertumbuhan rumput laut selama tiga siklus menunjukkanbahwa siklus pertama (Juni-Juli) dan siklus kedua (Agustus-September) menghasilkan pertumbuhan yanglebih baik dibandingkan dengan siklus ketiga (Oktober–November). Laju pertumbuhan harian rumput lautdi sekitar keramba jarring apung (KJA) ikan sebesar 4,22%-6,09%/hari lebih tinggi dibandingkan dengankontrol (jarak 2-3 km dari KJA ikan) yaitu 3,90%-5,53%/hari. Hasil dari penelitian ini menunjukkan efektivitassistem IMTA dalam hal peningkatan produktivitas budidaya rumput laut. Model IMTA dapat diterapkansebagai model pengembangan budidaya laut yang berwawasan lingkungan melalui peningkatan produksi,sistem produksi bersih, dan berkelanjutan.

KATA KUNCI: performa pertumbuhan; rumput laut; budidaya laut; IMTA; Teluk Gerupuk; NusaTenggara Barat

ABSTRACT: Performance of mariculture commodities under Integrated Multi-Trophic Aquaculture (IMTA)system at Gerupuk Bay, Central Lombok, West Nusa Tenggara. By: I Nyoman Radiarta and Erlania

Mariculture activity with Integrated Multi-Trophic Aquaculture (IMTA) is an aquaculture development technique whichin line with environment conservation concept. This study was aimed to analyze perfomance of mariculture commoditiesthat cultured under integrated multi-trophic aquaculture (IMTA) system. The study was conducted in Gerupuk Bay,Central Lombok, West Nusa Tenggara during June-November 2015. The IMTA model was combined between tigergrouper fish (Epinephelus fuscoguttatus), silver pompano fish (Trachinotus blochii, Lacepede), and seaweed (Kappaphycusalvarezii). The result showed that during 150 days of cultured periods, both of grouper and pompano indicated a goodgrowth performance, with mean body weight at the end of culture period about 173.45 ± 36.61 g/ind. and 161.27± 30.05 g/ind., respectively. Seaweed growth performance from three cultivation cycles showed that cycle-1 (June-July) and cycle-2 (August-September) had better growth performance than cycle-3 (October-November). Daily growthrate of seaweed that cultured near fish cages was higher (4.22%-6.09%) than control, 2-3 km distance to fish cages(3.90%-5.53%). This study indicated the effectiveness of IMTA system to increase seaweed culture production. IMTAmodel can be applied as development model of mariculture with environmental concept through productionenhancement, zero waste production, and sustainability.

KEYWORDS: growth performance; seaweeds; mariculture; IMTA; Gerupuk Bay; West Nusa Tenggara

Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/jra

Page 2: PERFORMA KOMODITAS BUDIDAYA LAUT PADA SISTEM …

86

Performa komoditas budidaya laut pada sistem Integrated Multi- ..... (I Nyoman Radiarta)

PENDAHULUAN

Aktivitas budidaya perikanan yang berkembangdengan pesat dapat menimbulkan pencemaranterhadap lingkungan dan mengganggu keseimbanganekosistem. Salah satu strategi pengembanganperikanan budidaya yaitu pemilihan lokasi yang sesuaidan tingkat teknologi yang adaptif, yang merupakanlangkah awal untuk menjamin usaha budidaya yangberkelanjutan (Costa-Pierce, 2008). Penggunaanmetode budidaya yang tepat dapat mendorongperkembangan sistem budidaya perikanan dengantingkat produktivitas yang tinggi dan sistem operasiyang ramah lingkungan. Budidaya perikanan secaraterintegrasi (integrated multi-trophic aquaculture/IMTA)merupakan inovasi pengembangan sistem budidayaperikanan, jika dibandingkan dengan budidayaperikanan konvensional hanya menggunakan satuspesies budidaya saja. Budidaya terintegrasi inimemadukan beberapa spesies yang memiliki tingkattrofik yang berbeda antara spesies yang diberi pakan(misalnya ikan) dengan spesies penyerap bahananorganik (misalnya rumput laut), dan spesiespenyerap bahan organik (suspension dan deposit feeder,seperti kekerangan) (Troell et al., 2009; Barrington etal., 2009). Penerapan sistem IMTA ini tidak hanyamenghasilkan biomassa yang bernilai ekonomis tinggimelalui diversifikasi produk, namun juga dapatmengurangi limbah yang masuk ke dalam perairan.Pada sistem IMTA, limbah yang dihasilkan darikomoditas utama yang masuk ke dalam perairan akandikonversi dan dimanfaatkan oleh spesies penyerapbahan organik dan anorganik.

Sistem IMTA diterapkan untuk menjawabtantangan mengenai isu dampak aktivitas budidayaterhadap lingkungan perairan yang meliputisedimentasi dan pengkayaan nutrien perairan (Radiartaet al., 2014; 2015; Alexander et al., 2016). Efektivitassistem IMTA ini telah di-review oleh FAO untukekosistem payau (Troell, 2009) dan laut (Barrington etal., 2009). Untuk ekosistem laut, penelitian tentangaplikasi sistem IMTA cukup banyak dilakukan yangmeliputi: (1) aspek pemanfaatan nutrien dari beberapakomoditas budidaya (Lander et al., 2013; Tang et al.,2015; Irisarri et al., 2015), (2) aspek produktivitaskomoditas yang dibudidayakan (Neori et al., 2000;Radiarta et al., 2014), dan (3) aspek sosial dan ekonomi(Martinez-Espineira et al., 2015; Alexander et al., 2016).Pemilihan komoditas untuk sistem IMTA sangatfleksibel, dapat disesuaikan dengan komoditas yangtelah berkembang pada suatu kawasan baik itu ikan,rumput laut, ataupun kekerangan. Komoditas yangdipilih tersebut disesuaikan dengan fungsinya dalamekosistem dan merupakan komoditas dengan nilaiekonomis yang tinggi. Dengan pemilihan spesiesbudidaya yang benar, sistem IMTA ini akan mereduksi

kandungan organik dan anorganik nitrogen, karbon,dan fosfat; menjadikan sistem ini sebagai kandidatdalam nutrient trading credits (Chopin et al., 2010;Yuniarsih et al., 2014).

Perkembangan budidaya laut saat ini menunjukkantren yang terus meningkat seiring dengan peningkatankebutuhan protein manusia. Tantangan yang ada,adalah bagaimana meningkatkan produktivitasbudidaya laut pada suatu kawasan ketika pilihanteknologi yang ada menjadi suatu kendala. Peluangyang dapat digunakan adalah meningkatkan levelteknologi yang digunakan dengan memperhatikanlimbah yang dihasilkan sehingga tidak merusaklingkungan. Penerapan sistem IMTA merupakan satujawaban dari teknologi yang tersedia (Soto, 2009).Performa pertumbuhan spesies budidaya melalui IMTAmenunjukkan hasil yang sangat baik terutama spesiespenyerap bahan anorganik, seperti rumput laut, danspesies penyerap bahan organik, seperti kekerangan.Melalui konsep IMTA yang diterapkan di Kanada, lajupertumbuhan kerang dan rumput laut (kelp) yangberlokasi di sekitar KJA ikan laut menunjukkanpertumbuhan masing-masing sebesar 46% dan 50%lebih besar dari kontrol (Chopin & Robinson, 2006).Penelitian lainnya (Troell et al., 1997), menunjukkanlaju pertumbuhan rumput laut yang diletakkan sekitar10 m dari unit KJA ikan 40% lebih tinggi dibandingkandengan rumput laut yang diletakkan dengan jarak 150m dan 1 km dari KJA. Peningkatan pertumbuhanrumput laut dan kekerangan ini menunjukkan adanyapeningkatan konsentrasi nutrien organik dananorganik yang berasal dari KJA ikan laut.

Teluk Gerupuk dengan luasan sekitar 940 ha,merupakan kawasan perairan yang dimanfaatkan untukberbagai aktivitas diantaranya perikanan tangkap,perikanan budidaya (budidaya rumput laut, lobster, danikan laut), dan pariwisata (wisata surfing). Dari totalarea potensial untuk pengembangan budidaya laut (826ha), menunjukkan bahwa kawasan dengan kategorisangat sesuai untuk budidaya ikan dengan KJA danrumput laut adalah masing-masing sebesar 374 ha dan364 ha (Radiarta, 2015). Berdasarkan analisis dayadukung kawasan maka luasan area untuk budidayarumput laut adalah 339,5 ha dengan jumlah unit rakitukuran 7 m x 7 m sebanyak 4.658 unit; sedangkanuntuk budidaya ikan laut total area yang dapatdigunakan sesuai dayang dukung adalah seluas 120,48ha (Radiarta, 2015). Model pengembangan budidayalaut yang sudah ada di teluk ini adalah budidaya rumputlaut jenis Kappaphycus alvarezii dengan menggunakanrakit dan long line, namun jumlahnya masih sangatsedikit. Demikian pula dengan exsisting KJA yang adahanya beberapa unit yang dikelola oleh Balai PerikananBudidaya Laut (BPBL) Lombok di Gerupuk. Penerapanbudidaya terintegrasi sangat sesuai untuk perairan

Page 3: PERFORMA KOMODITAS BUDIDAYA LAUT PADA SISTEM …

Jurnal Riset Akuakultur, 11 (1), 2016, 85-97

87

Teluk Gerupuk, karena pemanfaatan lahan yang cukupkompleks di kawasan tersebut. Penelitian ini bertujuanuntuk menganalisis performa komoditas budidaya lautyang diterapkan melalui sistem budidaya lautterintegrasi atau integrated multi-trophic aquaculture(IMTA).

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di Teluk Gerupuk,Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (Gambar 1a).Teluk Gerupuk merupakan percontohan kawasan blueeconomy Kementerian Kelautan dan Perikanan/KKP(KKP, 2014). Selain itu, teluk ini juga merupakan

Gambar 1. Lokasi penelitian di Teluk Gerupuk, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat: (a)sebaran titik pengamatan (garis yang menghubungkan titik menunjukkanpengamatan secara stratifikasi) dan (b) model pengembangan sistem IMTA

Figure 1. Study site at Gerupuk Bay, Central Lombok, West Nusa Tenggara: (a) distribution ofsampling points (line indicates stratification stations) and (b) development model ofIMTA system

Page 4: PERFORMA KOMODITAS BUDIDAYA LAUT PADA SISTEM …

88

Performa komoditas budidaya laut pada sistem Integrated Multi- ..... (I Nyoman Radiarta)

kawasan minapolitan nasional dan program PIJAR (sapi-jagung-rumput laut) Provinsi NTB dengan komoditasunggulannya adalah rumput laut (Anonim, 2011).Topografi teluk ini cukup landai, luasan teluk mencapai940 ha dan kedalaman maksimum sekitar 17 m padasaat pasang surut (pasut) rata-rata. Sisi dalam telukmerupakan kawasan intertidal, di mana saat surutterendah kawasan ini menjadi kering. Tipe pasut untukTeluk Gerupuk adalah campuran condong ke semi-diur-nal, dengan tunggang pasut mencapai 2,85 m(Tarunamulia et al., 2015).

Model Budidaya Laut Terintegrasi

Model IMTA yang diterapkan di lokasi penelitianmerupakan kombinasi antara ikan laut dan rumput laut(Gambar 1b). Ikan dibudidayakan pada keramba jaringapung (KJA) yang menjadi pusat dari sistem IMTA(posisi: 116.35262° BT; -8.91507° LS), sedangkanrumput laut dibudidayakan menggunakan rakit apungyang disebar di sekeliling KJA, yaitu pada sisi Barat(stasiun 2), Timur (stasiun 3), Utara (stasiun 4), danSelatan (stasiun 5) KJA (Gambar 1b). Jenis ikan yangdigunakan sebagai komoditas utama dari sistem IMTAini adalah ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus)dan bawal bintang (Trachinotus blochii). Ikan kerapudibudidayakan pada enam lubang dan bawal pada tigalubang KJA yang masing-masing ukuran 4 m x 4 m x 3m. Setiap lubang KJA diisi sebanyak 500 ekor denganrata-rata bobot awal ikan kerapu macan sekitar 29,53± 3,20 g (7-8 cm/ekor) dan ikan bawal bintang sekitar7,67 ± 2,29 g (11-12 cm/ekor). Pemeliharaan ikandilakukan selama lima bulan (150 hari). Dalampenerapan IMTA hanya komoditas utama yang diberipasokan pakan yaitu ikan kerapu dan bawal bintang.Sedangkan komoditas lainnya akan memanfaatkan sisapakan yang tidak termakan dan terbuang ke perairan,yang sebagian juga akan terurai baik dalam bentukparticulate organic matter (POM) dan dissolved inorganicnutrient (DIN) yang dapat dimanfaatkan oleh rumputlaut (Barrington et al., 2009). Pakan yang digunakandalam penelitian ini adalah pakan pelet komersial danikan rucah. Pakan diberikan dua kali sehari yaitu pagidan sore hari dengan ukuran pelet sesuai denganukuran ikan yang dibudidayakan. Pemberian pakandilakukan dengan feeding rate 2%-5% dari biomassa ikansecara ad libitum (sampai kenyang).

Selain dua jenis ikan sebagai komoditas budidayautama yang digunakan dalam model IMTA ini, jugadilakukan budidaya rumput laut (Kappaphycus alvarezii)sebagai komoditas sekunder yang sekaligus berperandalam menyerap bahan organik yang dihasilkan dariaktivitas budidaya ikan. Rumput laut dibudidayakandengan sistem rakit apung dengan ukuran 7 m x 7 m.Pada keempat sisi KJA diposisikan masing-masing lima

rakit dengan jarak sekitar 50 m dari KJA. Lima rakitlainnya ditempatkan pada lokasi yang relatif jauh dariaktivitas budidaya ikan sebagai kontrol, yang terletaksekitar 2-3 km dari KJA IMTA ke arah tengah teluk(Gambar 1b). Pemeliharaan rumput laut dilakukanselama tiga siklus (siklus I: bulan Juni-Juli; Siklus II:bulan Agustus-September, dan siklus III: bulan Oktober-November), masing-masing siklus selama 45 hari.

Pengumpulan Data

Pegumpulan data dilakukan pada bulan Juni-Novem-ber 2015. Data yang dikumpulkan meliputi datapertumbuhan komoditas budidaya (ikan bawal bintang,ikan kerapu, dan rumput laut). Pengamatanpertumbuhan dilakukan setiap 15 hari sekali terhadapkomoditas yang dibudidayakan. Contoh ikan diambil15 ekor dari setiap lubang KJA IMTA (n = 15) untukpengukuran bobot dan panjang ikan. Untuk rumputlaut, sebanyak lima titik contoh diambil secara acak(n = 5) dari rakit rumput laut pada setiap stasiunpengamatan; kemudian diukur bobot dari masing-masing contoh. Pengamatan rumput laut dilakukanselama tiga siklus musim tanam, yaitu siklus pertamabulan Juni-Juli, siklus kedua bulan Agustus-Septem-ber, dan siklus ketiga bulan Oktober-November. Selaindata pertumbuhan komoditas budidaya, data kondisiperairan juga diamati. Pengamatan kualitas perairandilakukan secara stratifikasi pada tiga kedalaman yaitudekat permukaan, tengah, dan dekat dasar perairan,pada tujuh titik pengamatan yang berada pada garismelintang dari bagian Utara ke Selatan KJA, denganjarak antar titik pengamatan sekitar 50 m (Gambar1a). Pengukuran kualitas perairan dilakukan langsungdi lapangan dengan menggunakan multi-parameterwater quality checker Horiba U-50 yang meliputi: suhu,salinitas, dan kekeruhan.

Analisis Data

Data pertumbuhan komoditas budidaya (ikankerapu macan, bawal bintang, dan rumput laut) yangdigunakan pada penelitian ini berupa bobot danpanjang total ikan yang dianalisis secara deskriptif danditampilkan dengan grafik. Tren pertumbuhan masing-masing komoditas juga dianalisis menggunakanbeberapa perhitungan meliputi: laju pertumbuhanspesifik (specific growth rate/SGR) ikan, rasio konversipakan (food convertion ratio/FCR), dan sintasan; sertalaju pertumbuhan harian (daily growth rate/DGR)rumput laut (Lüning, 1990; Dawes, 1993; Effendie,1979; Neori et al., 2000).

Laju pertumbuhan spesifik ikan kerapu macan danbawal bintang dihitung menggunakan formula berikut:

x100

t WLn WLn

%/hariSGR ot

Page 5: PERFORMA KOMODITAS BUDIDAYA LAUT PADA SISTEM …

Jurnal Riset Akuakultur, 11 (1), 2016, 85-97

89

di mana:W t = bobot basah ikan pada akhir pemeliharaan (g)Wo = bobot basah ikan pada awal pemeliharaan (g)T = lama pemeliharaan (hari)

Rasio konversi pakan (FCR) untuk budidaya ikandikalkulasikan dengan persamaan berikut:

Sintasan (survival rate/SR) dihitung dengan formulasebagai berikut:

di mana:No = jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor)N t = jumlah ikan pada akhir pemeliharaan (ekor)

Laju pertumbuhan harian (daily growth rate/DGR)rumput laut dikalkulasikan berdasarkan persamaansebagai berikut:

di mana:Wf = bobot basah rumput laut per titik sampling pada akhir pemeliharaan (g)Wo = bobot basah rumput laut per titik sampling pada awal tanam (g)T = waktu pemeliharaan (hari)

Data kualitas air dianalisis secara spasial yangditampilkan dalam bentuk vertikal. Perangkat lunakyang digunakan dalam analisis ini adalah Ocean DataView (ODV) (Schlitzer, 2011). Untuk melakukan analisisspasial, seluruh data yang terkumpul diinterpolasidengan teknik gridded field (VG gridding).

HASIL DAN BAHASAN

Budidaya Ikan Laut

Ikan kerapu merupakan ikan ekonomis tinggi yangdijadikan sebagai salah satu komoditas unggulan padaprogram industrialisasi oleh KKP tahun 2012 sampaisekarang. Produksi ikan kerapu tahun 2014 mencapai12.400 ton, dan pada tahun 2019 produksi ikan iniditargetkan mencapai 67.100 ton (Anonim, 2016). Ikanbawal bintang juga termasuk salah satu komoditasbudidaya laut bernilai ekonomis tinggi, baik di pasarlokal maupun untuk ekspor dengan harga sekitar

Rp65.000,00-Rp90.000,00 atau sekitar USD 6-8/kg(Dharma et al., 2013). Budidaya ikan bawal bintang inisecara intensif telah berhasil dilakukan sekitar tahun1970-1974 di perairan pantai Republik Dominika, yangmerupakan komoditas laut tropis pertama yangberhasil dibudidayakan secara komersil di belahandunia Barat. Di Indonesia, spesies ini termasukkomoditas budidaya yang tergolong baru, di manateknologi budidayanya masih menghadapi berbagaikendala/hambatan (Juniyanto et al., 2008).

Performa pertumbuhan ikan kerapu macan dan ikanbawal bintang sebagai komoditas utama yangdibudidayakan pada KJA dengan sistem IMTAmenunjukkan hasil yang baik. Tren pertumbuhan duakomoditas ikan yang dibudidayakan diperlihatkan padaGambar 2. Hasil pengukuran pertumbuhan ikan kerapumacan yang dipelihara selama 150 hari diperoleh rata-rata bobot akhir 173,45 ± 36,61 g/ekor; dan rata-ratabobot akhir ikan bawal bintang sekitar 161,27 ± 30,05g/ekor. Sedangkan rata-rata panjang total kedua ikantersebut berturut-turut yaitu 17,37 ± 1,53 dan 21,61± 1,05 cm/ekor. Pola Pertumbuhan kerapu macanumumnya menghasilkan pertambahan bobot yang lebihdominan dibandingkan pertambahan panjangbadannya. Kondisi pertumbuhan tersebut jugadiperlihatkan pada hasil penelitian Ismi (Ismi et al.,2012), yang menunjukkan hubungan panjang-beratkerapu macan bersifat alometrik negatif.

Berdasarkan parameter bobot rata-rata,pertumbuhan kedua jenis ikan yang dipelihara di KJApada sistem IMTA di perairan Teluk Gerupuk, secaraumum memperlihat tren pertumbuhan yangtersegmentasi menjadi tiga segmen umurpemeliharaan (Gambar 3, Tabel 1). Secara umum,kerapu macan memperlihatkan laju pertumbuhanspesifik (SGR) yang relatif lebih rendah dibandingkanbawal bintang (Tabel 1). Pada kisaran umur 45 haripertama dan 60 hari berikutnya dari total masapemeliharan 150 hari, bawal bintang memperlihatkannilai SGR yang jauh lebih tinggi yaitu berturut-turut2,63% dan 2,17%/hari, dibandingkan kerapu macan yaitu0,84% dan 1,07%/hari. Sedangkan pada 45 hari terakhirkerapu macan menunjukkan tren pertumbuhan yangmeningkat dengan SGR 1,67%/hari; yang lebih tinggidibandingkan SGR bawal bintang yaitu 1,25%/hari(Tabel 1). SGR bawal bintang yang diperoleh dari hasilpenelitian ini (Tabel 1) tidak jauh berbeda dengan hasilpenelitian Jayakumar et al. (2014), yang melalukanpembesaran bawal bintang di tambak air payau.Penelitian Jayakumar dengan rata-rata ukuran tebarbawal bintang sekitar 3,06 cm selama 240 hari (delapanbulan), diperoleh rata-rata bobot akhir 464,65 g/ekor;laju pertumbuhan harian 2,27%/hari.

bobotnPertambahapakanJumlah

FCR

100xNN

%Sintasano

t

T

)/W(WIn100%/hariDGR of

Page 6: PERFORMA KOMODITAS BUDIDAYA LAUT PADA SISTEM …

90

Performa komoditas budidaya laut pada sistem Integrated Multi- ..... (I Nyoman Radiarta)

Budidaya Rumput Laut

Rumput laut adalah produsen utama yang terletakpada bagian bawah sistem trofik, dan banyakdigunakan sebagai salah satu komoditas dalam IMTAyang berfungsi sebagai penyerap nutrien.Pertumbuhan rumput laut ini sangat tergantung padaketersediaan nutrien yang ada di perairan, baik secaraalami ataupun yang berasal dari masukan bahan organikke badan air. Ketersediaan nutrien alami dapat menjadifaktor pembatas, namun adanya nutrien yang berasaldari limbah budidaya ikan dapat membantupertumbuhan rumput laut, dan pada saat yangbersamaan dapat menghilangkan dampak negatifpengkayaan nutrien dalam lingkungan perairan.Beberapa penelitian telah membuktikan efektivitas

rumput laut dalam menyerap nutrien yang berasal darilimbah budidaya ikan laut dalam sistem IMTA (Troellet al., 1997; Hayasi et al., 2008; Reid et al., 2013;Yuniarsih et al., 2014).

Pada penelitian ini, rumput laut jenis Kappaphycusalvarezii telah dibudidayakan dalam unit IMTA bersamadengan ikan laut, yaitu kerapu macan dan bawalbintang. Rumput laut yang dibudidayakan denganmenggunakan rakit apung di sekitar KJA pada sistemIMTA memperlihatkan pertambahan bobot yang relatiflebih besar dan tren pertumbuhan yang lebih baik(meningkat dari awal hingga akhir masa pemeliharaan)jika dibandingkan dengan rumput laut kontrol (Gambar4). Pertumbuhan rumput laut yang terbagi dalam tigasiklus tanam menunjukkan pola pertumbuhan yang

Gambar 2. Performa pertumbuhan ikan kerapu macan dan bawal bintang pada sistem IMTAdi Teluk Gerupuk Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat

Figure 2. Growth performance of tiger grouper and silver pompano on IMTA system at Gerupuk Bay,Central Lombok, West Nusa Tenggara

y = 27.838e0.0108x

R² = 0.9124

0

50

100

150

200

250

0 15 30 45 60 75 90 105

120

135

150

y = 11.638e0.0029x

R² = 0.8679

0

5

10

15

20

25

0 15 30 45 60 75 90 105

120

135

150

Kerapu macanTiger grouper

y = 8.0597e0.0219x

R² = 0.9226

-

50

100

150

200

250

0 15 30 45 60 75 90 105

120

135

150

y = 7.8563e0.0072x

R² = 0.9195

0

5

10

15

20

25

30

0 15 30 45 60 75 90 105

120

135

150

Bawal bintangSilver pompano

Waktu pengamatan (hari)Observation time (days)

Waktu pengamatan (hari)Observation time (days)

Waktu pengamatan (hari)Observation time (days)

Waktu pengamatan (hari)Observation time (days)

Panj

ang

tota

l (To

tal l

engt

h) (c

m)

Bobo

t (W

eight

) (g)

Panj

ang

tota

l (To

tal l

engt

h) (c

m)

Bobo

t (W

eight

) (g)

Page 7: PERFORMA KOMODITAS BUDIDAYA LAUT PADA SISTEM …

Jurnal Riset Akuakultur, 11 (1), 2016, 85-97

91

bervariasi berdasarkan lokasi unit rumput laut dalamsistem IMTA (Gambar 4 dan Tabel 2). Siklus pertama(bulan Juni-Juli) dan kedua (bulan Agustus-September)memiliki laju pertumbuhan harian yang lebih baik yaitumasing-masing 5,60%/hari dan 6,09%/hari; dibandingkandengan siklus ketiga (bulan Oktober-November) yaitu4,22%/hari (Tabel 2).

Variasi pertumbuhan rumput laut untuk masing-masing unit dalam sistem IMTA (stasiun 2-5)dipengaruhi oleh kondisi arus yang membawa sebarannutrien dari limbah budidaya ikan (KJA). Pola arus dilokasi penelitian umumnya merupakan arus pasangsurut yang banyak dipengaruhi oleh kondisigelombang dan kecepatan angin. Selain ketersediaannutrien dalam perairan, kondisi fisik perairan jugadapat memengaruhi laju pertumbuhan rumput laut

yang dibudidayakan. Pengamatan kondisi fisik perairanyang meliputi suhu, salinitas, dan kekeruhan secarastratifikasi dari bulan Agustus-Novembermenunjukkan variabilitas lingkungan perairan yangdapat memengaruhi perkembangan rumput laut(Gambar 5). Dari bulan Agustus-November terjadipeningkatan suhu, salinitas, dan kekeruhan perairan,sehingga dapat menghambat pertumbuhan rumput laut(Gambar 4). Hasil pengukuran parameter suhu perairanpada bulan November menunjukkan nilai yang cukuptinggi yaitu sekitar 29°C. Demikian pula dengankondisi salinitas (> 34 ppt) dan kekeruhan perairan(> 5 NTU). Kondisi ideal suhu dan salinitas perairanuntuk budidaya rumput laut adalah 20°C-28°C dan 32-35 ppt (Parenrengi et al., 2011). Peningkatan suhusampai dengan batas optimum dapat meningkatkan

Gambar 3. Pembentuk tiga segmentasi tren pertumbuhan pada pertambahanbobot ikan kerapu macan dan bawal bintang

Figure 3. Three types of growth trend formation by weight increase of tiger grouperand silver pompano

Tabel 1. Perbedaan laju pertumbuhan spesifik (LPS) ikan kerapu macan dan bawalbintang pada tiga segmentasi waktu pemeliharan

Table 1. The difference of specific growth rate (SGR) of tiger grouper and silver pompano atthree segmentation of culture periods

0-45(45 days)

45-105(60 days)

105-150(45 days)

Kerapu macan (Tiger grouper ) 0.99 0.84 1.07 1.67Bawal bintang (Silver pompano ) 2.00 2.63 2.17 1.25

KomoditasSpecies

Segmen waktu pemeliharan (hari)Segmentation of cultured periods0-150 hari

150 days

0

40

80

120

160

200

240

0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150

Bobo

t (W

eigh

t) (g

)

Masa budidaya (hari)Culture periods (days)

Kerapu macan (Tiger grouper)

Bawal bintang (Silver pompano)

Page 8: PERFORMA KOMODITAS BUDIDAYA LAUT PADA SISTEM …

92

Performa komoditas budidaya laut pada sistem Integrated Multi- ..... (I Nyoman Radiarta)

kerja enzim yang berperan dalam fotosintesis sehinggadapat meningkatkan laju pertumbuhan, dan aktivitasenzim akan menurun jika peningkatan suhu melebihi

batas optimum, sehingga dapat berdampak padapenurunan aktivitas fotosintesis dan laju pertumbuhanpada rumput laut (Dawes, 1981). Selain itu,

Gambar 4. Performa pertumbuhan rumput laut pada sistem IMTA di Teluk Gerupuk,Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat

Figure 4. Growth performance of seaweed on IMTA system at Gerupuk Bay, CentralLombok, West Nusa Tenggara

Tabel 2. Rataan bobot dan laju pertumbuhan harian rumput laut pada tiga siklus musimtanam di Teluk Gerupuk, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat

Table 2. Mean weight and daily growth rate of seaweed from three cultivation periods in GerupukBay, Central Lombok, West Nusa Tenggara

Siklus-1Cycle-1

Siklus-2Cycle-2

Siklus-3Cycle-3

Siklus-1Cycle-1

Siklus-2Cycle-2

Siklus-3Cycle-3

Rataan bobot akhir (Mean weight ) (g) 1,240.53 1,546.85 668.45 1202.6 860.80 579.00

Laju pertumbuhan harian (%/hari)Daily growth rate (DGR) (%/days)

5.60 6.09 4.22 5.53 4.78 3.90

Parameter pertumbuhanGrowth variables

IMTA Kontrol (Control )

0190380570760950

11401330152017101900

0 15 30 45

Rata

an b

obot

per

titik

tan

am(g

)M

ean

wei

ght o

f bun

ch

Masa budidaya (hari)Cultivation period (days)

Siklus-1Cycle-1

0190380570760950

11401330152017101900

0 15 30 45

Rata

an b

obot

per

titik

tan

am(g

)M

ean

wei

ght o

f bun

ch

Masa budidaya (hari)Cultivation period (days)

Siklus-2Cycle-2

0190380570760950

11401330152017101900

0 15 30 45

Rata

an b

obot

per

titik

tan

am(g

)M

ean

wei

ght o

f bun

ch

Masa budidaya (hari)Cultivation period (days)

Siklus-3Cycle-3

St 2St 3St 4St 5Kontrol

Page 9: PERFORMA KOMODITAS BUDIDAYA LAUT PADA SISTEM …

Jurnal Riset Akuakultur, 11 (1), 2016, 85-97

93

peningkatan suhu perairan juga akan menyebabkanperubahan pada parameter kualitas air lainnya, sepertipH, salinitas, dan bahan organik terlarut yang sangatberperan pada proses pertumbuhan rumput laut(Dawes, 1981; Effendi, 2003).

Perbedaan pola pertumbuhan harian rumput lautyang ditemukan pada penelitian ini dapat dipengaruhioleh kondisi lingkungan perairan dan iklim sehinggadapat memengaruhi respons metabolik berupa lajupertumbuhan dan laju fotosintensis (Banerjee et al.,2009). Hasil penelitian Erlania & Radiarta (2014) jugamenemukan pola pertumbuhan yang sama untukempat strain rumput laut Kappaphycus alvarezii varianTambalang dan varian Maumere, K. striatum, Eucheumadenticulatum yang dibudidayakan di Teluk Gerupuktahun 2013 yaitu pada bulan Juli-Oktober memilikitingkat pertumbuhan dan produktivitas yang baikdibandingkan dengan bulan November-Desember.Kondisi iklim baik lokal maupun global jugaberpengaruh terhadap tingkat produktivitas rumputlaut yang dibudidayakan. Hasil kajian pola musimtanam di Teluk Gerupuk tahun 2007-2012 (Radiarta et

al., 2013), menunjukkan bahwa kisaran bulan Juni-Oktober merupakan musim produktif untuk budidayarumput laut.

Pertumbuhan rumput laut di sekitar unit IMTAmenunjukkan pola pertumbuhan yang lebih baikdibandingkan dengan kontrol (Gambar 4 dan Tabel 2).Hal ini menjadi indikasi awal terjadinya ekspos nutrienyang berasal dari limbah KJA terhadap rumput laut yangdibudidayakan di sekitar KJA tersebut. Penerapanmodel IMTA ini merupakan langkah efektif dalampemanfaatan lingkaran energi (nutrien) yang berpusatpada limbah budidaya ikan sehinga dapat dimanfaatkanoleh spesies penyerap bahan anorganik dan organikseperti rumput laut (Barrington et al., 2009). Hasilpenelitian Radiarta et al. (2014) menunjukkan bahwasecara umum peningkatan produksi rumput laut dapatmencapai 74% melalui sistem budidaya multi-tropikterintegrasi (IMTA), dibandingkan dengan sistemmonokultur. Dengan kata lain dapat diartikan bahwaperforma pertumbuhan rumput laut yangdibudidayakan dekat KJA ikan akan lebih baikdibandingkan dengan lokasinya yang jauh (kontrol).

Gambar 5. Sebaran vertikal suhu (a), salinitas (b), dan kekeruhan (c) bulan Agustus-November pada stasiunpengamatan unit IMTA di Teluk Gerupuk, Lombok Tengah. Stasiun pengamatan disajikan padaGambar 1a

Figure 5. Vertical distribution of water temperature (a), salinity (b), and turbidity (c) from August-November atthe IMTA sampling stasiun in Gerupuk Bay, Central Lombok. Samplings position show in Figure 1a

Page 10: PERFORMA KOMODITAS BUDIDAYA LAUT PADA SISTEM …

94

Performa komoditas budidaya laut pada sistem Integrated Multi- ..... (I Nyoman Radiarta)

Tabel 3. Performa budidaya ikan pada sistem IMTA di Teluk Gerupuk, LombokTengah, Nusa Tenggara Barat

Table 3. Performance of fish cultured in IMTA system at Gerupuk Bay, Central Lombok,West Nusa Tenggara

Tabel 4. Performa budidaya rumput laut pada sistem IMTA di Teluk Gerupuk, Lombok Tengah, NusaTenggara Barat

Table 4. Performance of seaweed cultured in IMTA system at Gerupuk Bay, Central Lombok, West NusaTenggara

Parameter budidayaAquaculture variable

KerapuGrouper

Bawal bintangPompano

Masa budidaya (hari) (Day of culture ) 150 150Rataan bobot awalMean weight at begining of culture (g)

29.53 7.67

Rataan bobot akhirMean weight at the end of culture (g)

173.45 161.27

Rataan panjang awalMean lenght at begining of culture (cm)

12.10 7.67

Rataan panjang akhirMean lenght at the end of culture (cm)

19.21 21.58

Jumlah tebar (ekor) (Number of fish ) 3,950 4,420Jumlah ikan mati (ekor) (Mortality ) 881 1,286Sintasan (Survival rate ) (%) 77.70 70.90Laju pertumbuhan spesifik (%/hari)Specific growth rate (SGR) (%/days)

1.18 2.03

Biomassa awalBiomass at begining of culture (kg)

116.66 33.89

Biomassa akhirBiomass at the end of culture (kg)

532.33 505.41

Konsumsi pakan (Feed consumption ) (kg) 1,529 932Rasio konversi pakan (Feed convertion ratio ) (FCR) 3.68 1.98

Parameter budidayaAquaculture variable

IMTAKontrolControl

Ukuran rakit (Size of raft )Jumlah tali ris/rakit (Number of lines/raft )Jumlah titik tanam/rakit (Number sedling points/raft )Biomassa awal (Biomass at the begining of culture ) (kg)Masa budidaya (hari/siklus) (Days of culture ) (days/ciycle)Rataan bobot awal (Mean weight at the begining of culture ) (g)Rataan bobot akhir (Mean weight at the end of culture ) (g) 668.45-1,546.85 579.00-1,202.6Biomassa akhir (Biomass at the end of culture) (kg) 818.85-1,894.89 709.28-1,473.19Pertambahan biomassa (Increased of biomass ) (kg) 696.35-1,772.39 586.78-1,350.69Pertumbuhan harian (%/hari) (Daily growth rate) (%/days) 4.22-6.09 3.90-5.53

100

7 m x 7 m35

1,225122.5

45

Page 11: PERFORMA KOMODITAS BUDIDAYA LAUT PADA SISTEM …

Jurnal Riset Akuakultur, 11 (1), 2016, 85-97

95

Peningkatan Produktivitas Budidaya padaSistem IMTA

Ringkasan perfoma masing-masing komoditasbudidaya pada sistem IMTA ditampilkan pada Tabel 3dan 4. Secara prinsip, proses budidaya ikan sebagaikomoditas primer pada sistem IMTA diharapkan mini-mal berlangsung sebagaimana halnya pada budidayaikan secara monokultur, dengan performa mengikutitren pertumbuhan pada umumnya. Sementara yangmenjadi nilai tambah dari sistem IMTA adalahdihasilkannya biomassa dari komoditas sekunder(seperti ikan herbivora, rumput laut, kekerangan,teripang) dari limbah organik budidaya ikan yangmenjadi tambahan dari nilai produksi budidaya ikanitu sendiri sebagai produk utama (Barringon et al.,2009). Selain itu, dengan termanfaatkannya limbahbudidaya ikan yang masuk ke perairan oleh komoditaslainnya yaitu spesies penyerap bahan organik dananorganik, maka sistem IMTA memberikan fungsitambahan terhadap lingkungan perairan dalammengurangi pencemaran perairan akibat limbahbudidaya ikan itu sendiri (Yuniarsih et al., 2014; Irisarriet al., 2015). Dengan demikian, secara tidak langsungsistem IMTA akan berperan memperbaiki kondisilingkungan perairan di mana aktivitas IMTA tersebutdilakukan. Dengan kondisi lingkungan perairan yanglebih baik, maka ikan sebagai komoditas utama padasistem IMTA dimungkinkan untuk memberikanperforma yang lebih baik dibandingkan pada sistemmonokultur.

Menurut Neori et al. (2000), ide yang tergambardari kondisi budidaya dengan sistem IMTA ini yaitutingginya pertumbuhan rumput laut didukung olehterdapatnya amonia yang diekskresikan oleh ikan kelingkungan; di mana rumput laut juga berperan dalammemfiltrasi amonia dari lingkungan perairan. SistemIMTA merupakan sistem budidaya yang didesain untukmengurangi permasalahan lingkungan perairan yangdisebabkan oleh dampak penggunaan pakan dalamkegiatan budidaya (Abreu et al., 2009). IMTA dapatmenjadi opsi pengembangan budidaya laut karenaselain dapat meningkatkan produksi dari beberapakomoditas secara simultan juga dapat meminimalkandampak negatif terhadap lingkungan perairan(Barrington et al., 2009). Konsep penerapan IMTAadalah dengan memperhatikan tingkat trofik darikomoditas yang dibudidayakan, sehingga aliran energiyang tersedia dalam unit IMTA tersebut dapatdimanfaatkan secara maksimal, dan aktivitas budidayadapat berkelanjutan.

KESIMPULAN

Hasil penelitian penerapan model IMTA di TelukGerupuk, Lombok Tengah dengan memadukan antarabudidaya ikan kerapu macan, ikan bawal bintang, danrumput laut menunjukkan produktivitas budidaya yangbaik, ditandai dengan performa pertumbuhan semuakomoditas budidaya yang baik. Pertumbuhan rumputlaut sekitar unit IMTA lebih tinggi dibandingkandengan unit rumput laut kontrol (jarak 2-3 km dariunit IMTA); merupakan salah satu indikasi efisiensipemanfaatan sebaran nutrien yang merupakan limbahbudidaya dari KJA ikan yang terbuang ke dalamperairan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan secarajelas bahwa penerapan model IMTA dalampengembangan budidaya laut sangat relevan baik darisegi pemanfaatan lahan, hasil produksi, dan kondisilingkungan perairan. Pola pengembangan IMTA inidapat diterapkan di lokasi dengan keterbatasan lahanpotensial, namun tersedianya komoditas unggulanuntuk dikembangkan. Hasil dari penelitian inidiharapkan dapat menjadi model pengembanganbudidaya laut yang berwawasan lingkungan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada BalaiPerikanan Budidaya Laut (BPBL) Lombok atasbantuannya selama kegiatan lapangan. Kami jugamengucapkan terima kasih kepada teknisi budidayalaut unit IMTA di Gerupuk yang telah membantukelancaran pengumpulan data selama penelitian.Penelitian ini dibiayai oleh SINAS RISTEK T.A. 2015.

DAFTAR ACUAN

Abreu, M.H., Varela, D.A., Henríquez, L., Villarroel,A., Yarish, C., Sousa-Pinto, I., & Buschmann, A.H.(2009). Traditional vs. integrated multi-trophicaquaculture of Gracilaria chilensis. Bird, C.J.,McLachlan, J., & Oliveira, E.C.: Productivity andphysiological performance. Aquaculture, 293, 211-220.

Alexander, K.A., Angel, D., Freeman, S., Israel, D.,Johansen, J., Kletou, D., Meland, M., Pecorino,D., Rebours, C., Rousou, M., Shorten, M., & Potts,T. (2016). Improving sustainability of aquaculturein Europe: Stakeholder dialogues on integratedmulti-trophic aquaculture (IMTA). EnvironmentalScience & Policy, 55, 96-106.

Anonim. (2011). Pijar. Evaluasi kegiatan program 2011dan rencana kinerja tahun 2012. PemerintahProvinsi Nusa Tenggara Barat, 71 hlm.

Page 12: PERFORMA KOMODITAS BUDIDAYA LAUT PADA SISTEM …

96

Performa komoditas budidaya laut pada sistem Integrated Multi- ..... (I Nyoman Radiarta)

Anonim. (2016). Laporan khusus. Upaya meraihpertumbuhan 15% per tahun. Majalah InfoAkuakultur, Edisi No. 12/Tahun I/15 Januari 2016,hlm. 14-17.

Banerjee, K., Ghosh, R., Homechaudhuri, S., & Mitra,A. (2009). Seasonal variation in the biochemicalcomposition of red seaweed (Catenella repens) fromGangetic delta, northeast coast of India. J. EarthSyst. Sci., 118(5), 497–505.

Barrington, K., Chopin, T., & Robinson, S. (2009). In-tegrated multi-trophic aquaculture (IMTA) in ma-rine temperate waters. In Soto, D. (Ed.). Inte-grated mariculture: a global review. FAO Fisheriesand Aquaculture Technical Paper No. 529. FAO.Rome, p. 7-46.

Chopin, T., & Robinson, S. (2006). Rationale for de-veloping integrated multi-trophic aquaculture(IMTA): an example from Canada. Fish Farmer, Janu-ary/February, p. 20-21.

Chopin, T., Troell, M., Reid, G.K., Nowler, D.,Robinson, S.M.C., Neori, A., Buschmann, A.H., &Pang, S. (2010). Integrated multi-trophic aquacul-ture. Part II. Increasing IMTA adoption. GlobalAquaculture Advocate, November/December, p. 17-20.

Costa-Pierce, B. (2008). An ecosystem approach tomarine aquaculture: a global review. In Soto, D.,Aguilar-Manjarrez, J., & Hishamunda, N. (Eds.).Building an ecosystem approach to aquaculture.FAO Fisheries and Aquaculture Proceedings. No. 14.FAO. Rome, p. 81-155.

Dharma, T.S., Wibawa, G.S., & Setiadi, I. (2013).Performa pertumbuhan benih ikan bawal,Trachinotus blocii (Lacepede) pada penggelondongandalam hafa di tambak. Prosiding Pertemuan IlmiahNasional Tahunan X ISOI 2013. hlm. 296-300.

Dawes, C.J. (1981). Marine botany. John Wiley andSons, Inc. Canada, 628 pp.

Effendie, M.I. (1979). Metode biologi perikanan.Cetakan pertama. Yayasan Dwi Sri. Bogor, 112 hlm.

Effendi, H. (2003). Telaah kualitas air bagi pengelolaansumberdaya dan lingkungan perairan. Kanisius.Yogyakarta, 258 hlm.

Erlania, & Radiarta, I N. (2014). Perbedaan musimtanam terhadap performa budidaya empat varianrumput laut eucheumatoids di Teluk Gerupuk, NusaTenggara Barat. J. Ris. Akuakultur, 9(2), 331-342.

Hayasi, L., Yokoya, N.S., Ostini, S., Pereira, R.T.L.,Braga, E.S., & Oliveira, E.C. (2008). Nutrients re-moved by Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta,Solieriaceae) in integrated cultivation with fishesin re-circulating water. Aquaculture, 277, 185-191.

Ismi, S., Asih, Y.N., Kusumawati, D., & Prihadi, T.H.(2012). Pendederan benih kerapu sebagai usahauntuk meningkatkan pendapatan masyarakatpesisir. Prosiding InSINas 2012, hlm. 312-318.

Irisarri, J., Fernandez-Reiriz, M.J., Labarta, U.,Cranford, P.J., & Robinson, S.M.C. (2015). Avail-ability and utilization of waste fish feed by mus-sels Mytilus edulis in a commercial integrated multi-trophic aquaculture (IMTA) system: A multi-indi-cator assessment approach. Ecological Indicators,48, 673-686.

Jayakumar, R., Nazar, A.K.A., Tamilmani, G., Sakthivel,M., Kalidas, C., Ramesh, K.P., Rao, G.H., &Gopakumar, G. (2014). Evaluation of growth andproduction performance of hatchery producedsilver pompano Trachinotus blochii (Lacépède, 1801)fingerlings under brackishwater pond farming inIndia. Indian J. of Fisheries, 61(3), 58-62.

Juniyanto, N.M., Akbar, S., & Zakimin. (2008). Breed-ing and seed production of silver pompano(Trachinotus blochii, Lacepede) at the MaricultureDevelopment Center of Batam. Aquaculture AsiaMagazine, XII(2), 46-48.

Kementerian Kelautan dan Perikanan [KKP]. (2014).Blue economy: pembangunan kelautan dan perikananberkelanjutan. Kementerian Kelautan danPerikanan. Jakarta, 240 hlm.

Lander, T.R., Robinson, S.M.C., MacDonald, B.A., &Martin, J.D. (2013). Characterization of the sus-pended organic particles released from salmonfarms and their potential as a food supply for thesuspension feeder, Mytilus edulis in integratedmulti-trophic aquaculture (IMTA) systems. Aquac-ulture, 406-407, 160-171.

Lüning, K. (1990). Seaweed: Their environment, bio-geography, and ecophysiology. John Wiley & Sons,Inc. Canada, 527 pp.

Martinez-Espineira, R., Chopin, T., Robinson, S., Noce,A., Knowler, D., & Yip, W. (2015). Estimating thebiomitigation benefits of integrated multi-trophicaquaculture: A contigent behaviour analysis. Aquac-ulture, 437, 182-194.

Neori, A., Spigel, M., & Ben-Ezra, D. (2000). A sus-tainable integrated system for culture of fish, sea-weed and abalone. Aquaculture, 186, 297-291.

Parenrengi, A., Rachmansyah, & Suryati, E. (2011).Budidaya rumput laut penghasil karaginan(karaginofit). Edisi Revisi. Balai Riset PerikananBudidaya Air Payau, Badan Penelitian danPengembangan Kelautan dan Perikanan,Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta, 54hlm.

Page 13: PERFORMA KOMODITAS BUDIDAYA LAUT PADA SISTEM …

Jurnal Riset Akuakultur, 11 (1), 2016, 85-97

97

Radiarta, I N., Erlania, & Rusman. (2013). Pengaruhiklim terhadap musim tanam rumput laut,Kappaphycus alvarezii di Teluk Gerupuk KabupatenLombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. J. Ris.Akuakultur, 8(3), 453-464.

Radiarta, I N., Erlania, & Sugama, K. (2014). Budidayarumput laut, Kappaphycus alvarezii secaraterintegrasi dengan ikan kerapu di Teluk GerupukKabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.J. Ris. Akuakultur, 9(1), 125-134.

Radiarta, I N., & Erlania. (2015). Indeks kualitas airdan sebaran nutrien sekitar budidaya lautterintegrasi di perairan Teluk Ekas, Nusa TenggaraBarat: aspek penting budidaya laut. J. Ris.Akuakultur, 10(1), 141-152.

Radiarta, I N. (2015). Site selection and carrying ca-pacity for marine finfish and seaweeds aquacul-ture in Gerupuk Bay and Sereweh Bay, Lombok,West Nusa Tenggara. FAO Report (Unpublished),33 pp.

Reid, G.K., Chopin, T., Robinson, S.M.C., Azevedo,P., Quinton, M., & Belyea, E. (2013). Weight ra-tios of the kelps, Alaria esculenta and Saccharinalatissima, required to sequester dissolved inor-ganic nutreints and supply oxygen for Atlanticsalmon, Salmo salar, in integrated multi-trophicaquaculture systems. Aquaculture, 408-409, 34-46.

Schlitzer, R. (2011). Ocean data View. WWW page.http://odv.awi.de.

Soto, D. (Ed.). (2009). Integrated mariculture: a glo-bal review. FAO Fisheries and Aquaculture TechnicalPaper No. 529. FAO. Rome, 183 pp.

Tang, J-Y., Dai, Y-X., Wang, Y., Qin, J.G., & Li, Y-M.(2015). Improvement of fish and pearl yields andnutrient utilization efficiency through fish-mus-sel integration and feed supplementation. Aquac-ulture, 448, 321-326.

Tarunamulia, Hasnawi, Antoni, R., Mustafa, A., &Paena, M. (2015). Perspektif pengembanganbudidaya perikanan berdasarkan karakteristikpantai di Teluk Gerupuk dan Teluk BumbangKabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa TenggaraBarat. J. Ris. Akuakultur, 10(1), 117-126.

Troell, M., Halling, C., Nilsson, A., Buschmann, A.H.,Kautsky, N., & Kautsky, L. (1997). Integrated ma-rine cultivation of Gracilaria chilensis (Gracilariales,Rhodophyta) and salmon cages for reduced envi-ronmental impact and increased economic out-put. Aquaculture, 156, 45-61.

Troell, M. (2009). Integrated marine and brackishwateraquaculture in tropical regions: research, imple-mentation and prospects. In Soto, D. (Ed.). Inte-grated mariculture: a global review. FAO Fisheriesand Aquaculture Technical Paper No. 529. FAO.Rome, p. 47–131.

Troell, M., Joyce, A., Chopin, T., Neoru, A, Bushmann,A.H., & Fang, J-G. (2009). Ecological engineeringin aquaculture-potential for integrated multi-trophic aquaculture (IMTA) in marine offshoresystems. Aquaculture, 297, 1–9.

Yuniarsih, E., Nirmala, K., & Radiarta, I N. (2014).Tingkat penyerapan nitrogen dan fosfor padabudidaya rumput laut berbasis IMTA (integratedmulti-trophic aquaculture) di Teluk Gerupuk, LombokTengah, Nusa Tenggara Barat. J. Ris. Akuakultur,9(3), 487-501.