BAB IPENDAHULUANTelinga merupakan organ yang paling sensitive
mengalami kerusakan akibat trauma. Trauma dapat menyebabkan
kerusakan multi system dan cidera yang mengancam hidup. Pada
telinga, tekanan yang mengenai membrane timpani berperan penting
dan dipengaruhi oleh orientasi kepala terhadap gelombang tekanan
sehingga jika terjadi trauma pada telinga dapat menyebabkan cidera
membrane timpani. Trauma pada membrane timpani dapat disebabkan
oleh hantaran, ledakan(barotrauma), menyelam yang terlalu dalam,
luka bakar ataupun tertusuk. Akibatnya dapat timbul gangguan
pendengaran berupa tuli konduktif karena robeknya membrane timpani
atau terganggunya rangkaian tulang pendengran. Tingkat dan pola
cedera membran timpani yang dihasilkan oleh trauma sangat
bervariasi sehingga penalaksanaan juga bervariasi. Hal ini
berhubungan dengan letak, luas, dan kontinitas dari cedara
tersebut. Tataklasana yang dilakukan harus cepat dan tepat. Setelah
itu, observasi dan evaluasi tentang penyebab cedera tersebut untuk
mengetahui tatalaksana selanjutnya.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
1.1 Anatomi TelingaTelinga merupakan organ pendengaran yang
terdiri atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.21.1.1
Telinga LuarTelinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula) dan
liang telinga (canal auditory eksterna; CAE) hingga ke membran
timpani. Keduanya mengandung kartilago elastis yang berasal dari
mesoderm dan sejumlah kecil jaringan subkutan, ditutupi oleh kulit
dengan adneksa sebagai pelengkap.1,3
Gambar 1. Anatomi Telinga
Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Kanal
auditori eksterna (CAE) berbentuk huruf S, dengan rangka tulang
rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian
dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5-3 cm.
Pada sepertiga bagian luar kulit CAE terdapat banyak kelenjar
serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat
pada seluruh kulit CAE. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit
dijumpai kelenjar serumen.2
Gambar 2. Anatomi Liang Telinga
KulitKanal auditori eksterna (CAE) dilapisi oleh epitel skuamosa
berlapis yang bersambungan dengan kulit pinna dan epitel tersebut
juga menutupi (melapisi) membran timpani. Lapisan subkutan bagian
tulang rawan dari kanal mengandung folikel rambut, kelenjar
sebaseus, dan kelenjar serumen, dan tebalnya mencapai 1 mm.
sedangkan kulit dari CAE bagian tulang tidak memiliki elemen
subkutan dan ketebalannya hanya 0,2 mm.2 PersarafanSensasi ke daun
telinga dan CAE disuplai oleh saraf cranial dan kulit, dengan peran
dari cabang-cabang aurikulotemporal dari saraf trigeminal (V),
fasialis (VII), glossofaringeal (IX), dan vagus (X) dan saraf
aurikularis yang lebih besar yaitu dari pleksus servikal (C2-3).
Otot vestigial ekstrinsik telinga, aurikula anterior, superior, dan
posterior, dipersrafi oleh saraf fasialis (VII).Kelenjar serumen
diubah oleh kelenjar keringat apokrin yang dikelilingi oleh sel-sel
mioepitel, yang akan tersusun sebagai apopilosebaseous (Gambar 1).
Serumen mencegah maserasi kanal, memiliki zat antibakteri, dan
memiliki pH asam yang semuanya berkontribusi sebagai tempat
lingkungan yang sesuai untuk patogen.2
1.1.2 Telinga tengahTelinga tengah adalah ruang kecil yang
berisi udara yang berada pada os petrosus tulang temporal. Telinga
tengah dipisahkan dengan telinga luar oleh membran timpani, dan
dengan telinga dalam oleh fenestra vestibuli dan fenestra rotunda
(Tortora dan Derrickson, 2009). Secara umum, telinga tengah terdiri
dari membran timpani, kavum timpani, dan recessus epitympani.
Telinga tengah berbentuk kubus dengan2:Batas luar : membran
timpaniBatas depan : tuba eustachiusBatas bawah : vena jugularis
(bulbus jugularis)Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis
fasialis pars vertikalis.Batas atas : tegmen timpani
(meningen/otak)Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah
adalah kanalis semisirkularis horizontalis, kanalis fasialis,
tingkap lonjong (i) dan tingkap bundar (round window)
danpromontorium. Membran Timpani Membran timpani adalah selaput
tipis dan halus yang merupakan bagian awal dari sistem konduksi
pada telinga tengah. Bentuk membrannya oval dengan bagian superior
lebih lebar. Membran ini memiliki panjang vertikal rata-rata 9-10
mm dan diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm dengan
ketebalannya rata-rata 0,1 mm. Pada bagian tepi membran ini
terdapat bagian yang mengalami penebalan, suatu bagian yang disebut
dengan annulus fibrocartilago. Membran timpani dapat dibagi menjadi
dua bagian, bagian superior, tempat dimana annulus fibrocartilago
terbuka terdapat area dengan ketebalan membran yang lebih tipis dan
lebih longgar disebut dengan pars flaksida. Bagian lain yang
menyusun mayoritas dari membran timpani terdiri dari pars tensa,
yang ukurannya lebih tebal dan kaku.
Gambar 2.1. Membran Timpani (Netter, 2003)Membrana timpani
berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga
dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas
disebut pars flaksida (membrane Esharpnell), sedangkan bagian bawah
pars tensa (membran Propria). Pars flaksida hanya berlapis dua,
yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel kulit liang telinga dan
bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel
mukosa saluran nafas. Pars tensa mempunyai satu lagi di tengah,
yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat
elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada
bagian dalam. Tulang pendengaran di dalam telinga
salingberhubungan. Prosessus longus maleus melekat pada membran
timpani, maleus melekat dengan inkus, dan inkus melekat pada
stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan
dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan
persendian.Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang
menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah.2
Kavum Timpani Secara umum kavum timpani adalah suatu ruang yang
berbatasan dengan : a. Paries tegmentalis Merupakan bagian atap
dari telinga tengah yang terdiri dari selapis tulang tipis yang
memisahkan telinga tengah dengan fossa cranii media. b. Paries
jugularis Adalah bagian telinga tengah yang terdiri dari selapis
tulang untuk memisahkan telinga tengah dengan vena jugularis
interna.
c. Paries membranacea Dibentuk oleh membran timpani, terutama
oleh annulus fibrocartilago tempat membran ini melakukan insersi.
Annulus fibriocartilago yang merupakan lingkaran yang terbuka pada
bagian atasnya membentuk notch of rivinus.
d. Paries mastoideum Membentuk dinding posterior telinga tengah,
bagian superior recessus epitympani berlanjut ke pembukaan (aditus)
antrum mastoideum.
e. Dinding anterior Terdiri dari tulang tipis yang memisahkan
kavum timpani dengan arteri carotis interna, bagian superiornya
terdapat dua ostium tuba eustachius dan ostium tempat insersi
musculus tensor timpani (Drake et al., 2009). Pada telinga tengah
juga terdapat tiga buah tulang pendengaran. Maleus yang melekat ke
dinding posterior membran timpani, yang kemudian berartikulasi
dengan incus, incus kemudian berartikulasi dengan stapes, dan
akhirnya basis stapes berinsersi ke fenestra vestibuli, membentuk
suatu rantai cincin pendengaran yang utuh (Tortora dan Derrickson,
2009).
Area Mastoid Di bagian posterior recessus epitympani terdapat
auditus ke antrum mastoideum. Antrum mastoideum merupakan suatu
kavitas yang terdiri dari ruangan-ruangan kecil berisi udara yang
disebut sel mastoid. Antrum mastoideum dipisahkan dengan fossa
cranii media oleh tegmentum timpani.
Tuba Eustachius Tuba eustachii disebut juga tuba auditori atau
tuba faringotimpani, berbentuk seperti huruf S. Tuba ini merupakan
saluran yang menghubungkan antara kavum timpani dengan nasofaring.
Tuba eustachii terdiri dari 2 bagian yaitu : bagian tulang yang
terdapat pada bagian depan (2/3 bagian). Tuba eustachii berfungsi
untuk ventilasi telinga yang mempertahankan keseimbangan tekanan
udara di dalam kavum timpani dengan tekanan udara luar, drainase
sekret yang berasal dari kavum timpani menuju ke nasofaring dan
menghalangi masuknya sekret dari nasofaring menuju ke kavum
timpani. Pembuluh Darah Suplai arteri berasal dari cabang-cabang
kecil arteri faringeal asenden, yang merupakan cabang dari arteri
karotis eksterna. Perdarahan juga berasal dari dua buah cabang
arteri maksilaris, yakni arteri meningea media dan arteri vidianus.
Drainase vena bermuara pada pleksus pterigoid di fossa
infratemporal.
Persarafan Tuba eustachius, membran timpani, antrum mastoideum
dan sel mastoid menerima persarafan dari pleksus timpani yang
dibentuk oleh cabang nervus glossofaringeus. Muskulus tensor
timpani diinervasi oleh cabang mandibular nervus trigeminus dan
muskulus stapedius diinervasi oleh nervus fasialis (Moore, Dalley,
dan Agur 2008).
1.1.3 Telinga dalamTelinga dalam terdiri dari koklea ( rumah
siput ) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang
terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak
koklea disebut elikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani
dengan skala vestibuli.2Kanalis semisirkularis saling berhubungan
secara tidak lengkap dan membentuklingkaran yang tidak lengkap.
Pada irisan melintang koklea, tampak skala vestibuli di sebelah
atas, skala timpani disebelah bawah, dan skala media diantaranya.
Skala vestibuli dan skala timpani berisi cairan perilimfa,
sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat
pada perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk
pendengaran. Dasarskala vestibuli disebut dengan membran vestibuli
(Reissners membrane), sedangkan dasarskala media adalah membran
basalis. Pada membran ini terletak Organ Corti. Pada skala media
terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria,
dan pada membran basalis melekat sel rambut yang terdiri dari sel
rambut dalam, sel rambut luar, dan kanalis Corti, yang membentuk
Organ Corti.2
1.2 Fisiologi Telinga Proses mendengar diawali dengan
ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang
yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani dan diteruskan ke telinga
tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan
mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.
Energi getar yang diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala
vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner
yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative
antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan
rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia
sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan
ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan
proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial
aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius
sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus
temporalis.2
2.1 PERFORASI MEMBRAN TIMPANI2.1.1 Defenisi Perforasi membran
timpani adalah suatu keadaan dimana ditemukan lubang pada gendang
telinga. umumnya timbul sebagai akibat dari trauma, otitis media
atau komplikasi bedah. Membran timpani telah menunjukkan kemampuan
luar biasa untuk regenerasi dan penyembuhan secara spontan, namun
perforasi kronis masih dapat muncul sehingga membutuhkan
miringoplasti untuk perbaikan. Beberapa teknik miringoplasti yang
tidak invasif, mudah dan efektif seperti kauterisasi, kemoterapi,
metode patch dan tandur lemak telah dilakukan baik secara sendiri
atau kombinasi, namun, efektivitas pengobatan tersebut tetap
kontroversial.4
2.1.2 ETIOLOGIInfeksi adalah sebab utama perforasi membran
timpani. Infeksi akut dari telinga dapat mengakibatkan iskemik
relative pada membran timpani bersamaan dengan tekanan yang
meningkat dalam ruang telinga tengah. Pada kondisi ini, rupture
membran timpani didahului nyeri hebat pada telinga. Perforasi
traumatic dapat terjadi dari benda asing yang masuk ke liang
telinga (missal : dipukul dengan tangan, jatuh ke air dengan kepala
lebih dulu masuk ke air). Paparan tekanan tinggi dari sebuah
ledakan dapat merobek membran timpani. Perforasi membran timpani
yang terjadi dari tekanan air, pada olahraga yang menerjunkan
kepala terlebih dahulu kedalam air, dapat terjadi pada membrane
timpani yang sudah atrofi karena penyakit sebelumnya. Objek yang
digunakan untuk membersihkan liang telinga dapat mengakibatkan
perforasi.5
2.1.3 EPIDEMIOLOGISampai saat ini, belum ada survei epidemiologi
tentang angka kejadian penderita perforasi membrana timpani. Dalam
lingkup internasionalpun angka kejadian perforasi membrana timpani
juga belum diketahui. Penelitian terhadap anak-anak suku Aborigin,
mendapatkan 136 dari 436 telinga (31,2%) mengalami perforasi
membrana timpani . Di Medan mendapatkan 36 telinga perforasi total,
perforasi sentral sebanyak 26 telinga, perforasi subtotal dan atik
masing-masing 1 telinga. Ologe dan Nwawolo mendapatkan 6% siswa SD
negeri di desa dengan OMSK yang ditandai dengan perforasi persisten
membran timpani lebih dari 3 bulan.4
2.1.4 GEJALA KLINISa. Telinga berair (Otorrhoe)b. Gangguan
pendengaranc. Nyeri telinga (Otalgia)d. Vertigo
2.1.5 JENIS JENIS PERFORASIPerforasi membrana timpani, ada yang
bersifat akut ada pula yang kronik. Perforasi akut, terutama yang
berukuran kurang dari atau sama dengan 25% secara teori dapat
menutup spontan dalam waktu beberapa hari sampai beberapa bulan.
Menurut banyak ahli tindakan operasi merupakan metode pilihan untuk
penatalaksanaan perforasi, sedangkan cara lain adalah tanpa operasi
yaitu dengan mengusahakan epitelisasi tepi perforasinya. Selama ini
penutupan perforasi membrana timpani pada manusia tanpa operasi
selalu menggunakan jembatan, untuk mempermudah epitel menyeberang
melintasi perforasi, sehingga dapat terjadi penutupan. Ada berbagai
macam cara yang dapat dilakukan, di antaranya kertas sigaret yang
ditempelkan di atas perforasi setelah tepinya dilukai dengan asam
trikloroasetat (trichloroacetic acid /TCA) 10%.6Perforasi membran
timpani permanen adalah suatu lubang pada membran timpani yang
tidak dapat menutup secara spontan dalam waktu tiga bulan setelah
perforasi. Perforasi membran timpani dapat disebabkan karena trauma
atau infeksi telinga tengah dan biasanya dapat menutup spontan
kecuali bila perforasi besar atau terjadi infeksi kronik di telinga
tengah maka perforasi akan permanen. Beberapa keluhan yang
dirasakan penderita perforasi membran timpani permanen antara lain
:penurunan ketajaman pendengaran, tinitus dan kekambuhan infeksi
telinga tengah. 4
2.1.6 Bentuk-Bentuk Perforasi Membran Timpani
1. Perforasi sentral : Lokasi pada pars tensa, bisa
antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior,
kadang-kadang sub total.
Gambar 2.6. Perforasi Sentral (Ludman, 2007)2. Perforasi
marginal : Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya
erosi dari annulus fibrosus yang sering disertai jaringan
granulasi. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai
perforasi total. Perforasi pada pinggir postero-superior
berhubungan dengankolesteatom
Gambar 2.7. Perforasi Marginal (Ludman, 2007)
3. Perforasi atik Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan
primary acquired cholesteatoma.
Gambar 2.8. Perforasi Atik (Ludman, 2007)
2.1.7 Faktor Risiko Perforasi Membran Timpani
Faktor risiko OMSK merupakan faktor yang mempermudah terjadinya
OMSK, antara lain: a. Lingkungan Anak-anak yang tinggal di dalam
rumah yang penuh sesak, perawatan sakit yang minim, terpapar dengan
anak lain yang terinfeksi, atau terpapar dengan asap, dipercaya
meningkatkan insidensi OMSK (Kenna dan Latz, 2006).
b. Sosial ekonomi Faktor sosial ekonomi mempengaruhi kejadian
OMSK dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang
lebih tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa kesehatan secara umum
termasuk status imunisasi, diet dan tempat tinggal yang padat juga
memengaruhi kejadian OMSK. (Browning, 1997; Akinpelu et al,
2008).
c. Gangguan fungsi tuba Pada otitis kronis aktif, tuba
Eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah hal ini
merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui
(Browning, 1997). Ahadiah (2008) di Surabaya memperoleh 11
penderita dengan 16 telinga yang mengalami OMSK (11 tipe
tubotimpanal dan 5 tipe atikoantral), sebanyak 16 gambaran
endoskopi muara tuba Eustachius faringeal terdapat kelainan. Mukosa
udem 9 kasus (56,25%), mukosa hiperemis 4 kasus (25%), terdapat
sekret seromukus 12 kasus (75%).
d. Otitis media sebelumnya Secara umum dikatakan otitis media
kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut atau otitis
media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang
menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi
keadaan kronis (Browning, 1997). Homoe et al (1999) mendapatkan 35%
anak-anak dengan OMSK didahului dengan otitis media akut yang
berulang sedangkan Lasisi et al (2008) mendapatkan 70% OMSK dengan
onset otitis media sebelumnya pada usia yang lebih dini.
e. Infeksi saluran pernafasan atas Banyak penderita mengeluh
sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas. Infeksi
virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan
menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal
berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan
bakteri (Browning, 1997). Lasisi et al (2007) di Nigeria pada 189
anak mendapatkan sebanyak 45% anak dengan OMSK didahului dengan
infeksi saluran nafas atas.
f. Infeksi Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa
telinga tengah baik aerob ataupun anaerob menunjukkan organisme
yang multipel. Organisme yang terutama dijumpai adalah gram
negatif, bowel-type flora dan beberapa organisme lainnya (Browning,
1997). Nursiah di Medan (2000) mendapatkan jenis kuman aerob
terbanyak adalah S. aureus (36,1%), diikuti E. coli (27,7%),
Proteus sp (19,4%), S. albus (5,6%), S. viridan (5,6%), Klebsiella
sp (2,8%) dan P. aeroginosa (2,8%). Park (2008) memeriksa 1.360
pasien OMSK dan mendapatkan 54% merupakan kuman staphylococcus. Yeo
et al melakukan studi retrospektif pada 1102 pasien dengan OMSK
dari 6 RS di Korea sejak Januari 2001 hingga Desember 2005,
hasilnya bakteri pathogen yang paling banyak adalah pseudomonas
(Yeo et al, 2007).
g. Genetik Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini,
terutama apakah insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid
yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid
lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui
apakah hal ini primer atau sekunder (Browning, 1997). Penelitian
pada pasangan kembar, kembar monozygot memiliki riwayat otitis
media yang lebih besar dibandingkan kembar dizygot, yang
kemungkinan oleh karena komponen genetik yang lebih kuat. Faktor
genetik pada otitis media bersifat komplek dengan kontribusi dari
banyak gen (Rovers et al, 2004).
h. Autoimun Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki
insiden lebih besar terhadap otitis media kronis (Browning, 1997).
Akinpelu et al (2008) dari 160 pasien OMSK, 2,5% dengan penyakit
imunodefisiensi, sedangkan Weber et al (2006) meneliti 459 anak
dengan HIV terdapat 14,2% yang menderita OMSK.
i. Alergi Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis
yang lebih tinggi dibanding yang bukan alergi (Browning, 1997).
Susilo (2010) di Medan memeriksa 54 objek dan mendapatkan reaksi
alergi pada penderita OMSK tubotimpanal lebih besar dibandingkan
dengan reaksi alergi pada penderita non OMSK yaitu sebesar 741%
pada kelompok penderita OMSK tipe tubotimpanal dan 407% pada
kelompok non OMSK. Lasisi et al (2007) mendapatkan dari 189 anak
dengan OMSK sebanyak 28% menderita alergi. Lasisi et al (2008)
melakukan tes kulit kepada 20 pasien dengan OMSK, sebanyak 80% tes
kulit positif terhadap satu atau lebih jelas alergen.7
2.1.8 Efek Perforasi Terhadap PendengaranPerforasi kecil membran
timpani tanpa kelainan lain di telinga tengah akan menyebabkan dua
efek berbeda pada pendengaran. Pertama adalah pengurangan luas
membran timpani yang merupakan pusat pengarahan tenaga ke telinga
tengah sehingga mengurangi gerakan tulang pendengaran. Untuk
perforasi sebesar satu milimeter, gangguan hanya terbatas, yaitu
pada nada di bawah 400 Hz sebesar 12 dB untuk nada 100 dan 200, 29
dB untuk nada 50 Hz dan 48 dB untuk nada 10 Hz. Makin besar
perforasi makin berkurang permukaan membran sebagai pengumpul
tenaga suara, akhirnya suara hanya ditampung di kuadran posterior
sisa membran timpani tempat osikel atau sisa osikel berada. Efek
ke-2 terhadap pendengaran oleh perforasi adalah akibat energi suara
yang langsung ke tingkap bulat tanpa dihambat oleh membran timpani.
Efek itu akan semakin besar sebanding dengan besar perforasi.
Selanjutnya, semakin kecil sisa membran timpani akan semakin kecil
efek hidraulik yaitu kopling osikuler sehingga yang tersisa hanya
kopling akustik, akibatnya tenaga suara mencapai ke-dua jendela
dengan tenaga dan saat yang hampir sama. Hal terakhir akan
menyebabkan ABG sebesar maksimal 42 dB.Pada umumnya akan terjadi
bahwa makin besar perforasi akan makin besar ABG, tetapi hubungan
ini tidak selalu konsisten. Di klinik dapat kita jumpai bahwa
perforasi yang berukuran sama pada tempat yang sama tetapi telinga
yang berbeda, menyebabkan gangguan pendengaran yang beratnya
berbeda. Terjadinya variasi tersebut antara lain adalah akibat
perbedaan dalam hal volume telinga tengah dan volume rongga mastoid
masing-masing telinga.8
Perforasi Membran Timpani dan Hilangnya Maleus, Inkus, dan
StapesPada keadaan hilangnya maleus dan/atau inkus dan/atau stapes,
kopling osikuler hilang, bersama dengan bertambahnya kopling
akustik karena hilangnya halangan membran timpani. Tuli konduktif
sekitar 60 dB yang disebabkan oleh hilangnya kopling osikel akan
diperbaiki sedikit oleh bertambahnya kopling akustik sebesar
sekitar 10-20 dBbb, karena hilangnya hambatan oleh membran timpani
yang tak ada lagi. Sebagai resultante, akan menjadi sekitar 49
dB.8
Penutupan perforasi membran timpaniDokumentasi pada hewan
percobaan menunjukkan proliferasi epitel skuamosa berlapis pada
tepi perforasi terjadi dalam 12 jam, dan jaringan granulasi
terbentuk setelah 36 jam. Regenerasi epitel pada lapisan mukosa
lebih lambat dan terjadi setelah beberapa hari. Pertumbuhan epitel
skuamosa berlapis adalah 1 mm per hari. Pemeriksaan histopatologi
pada perforasi yang permanen menunjukkan bahwa epitel skuamosa
berlapis tumbuh di bagian medial tepi perforasi, untuk penutupan
perforasi. Pengangkatan epitel ini merupakan dasar dari terapi
penutupan perforasi membran timpani. Sitokin mungkin berperan dalam
penyembuhan beberapa perforasi, namun peran faktor-1 (TGF-1)
terlihat pada tepi perforasi yang kronik yang mungkin menjembatani
proses penyembuhan.8
2.1.9 Diagnosa Diagnosis OMSK dapat ditegakkan melalui anamnesa,
pemeriksaan otoskopi, pemeriksaan audiometri, pemeriksaan radiologi
dan pemeriksaan bakteriologi. Melalui anamnesa dapat diketahui
tentang awal mula penyakit, riwayat penyakit terdahulu, faktor
risiko, gejala klinis serta hal-hal lainnya yang mengarah ke
diagnosis yang mungkin terjadi. Diagnosis pasti OMSK dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan fisik dan penunjang lainnya. Pada
pemeriksaan otoskopi dapat dibedakan jenis OMSK berdasarkan
perforasi pada membran timpani, yang terdiri dari perforasi
sentral, marginal dan atik. Gambaran yang terlihat dengan otoskopi
pada perforasi sentral adalah tampak perforasi yang letaknya
sentral pada pars tensa, dapat berbentuk bundar, oval, bentuk
ginjal atau hati. Perforasinya dapat subtotal atau total, masih
terlihat pinggir membran timpani (annulus timpanikus), melalui
perforasi tampak mukosa kavum timpani bewarna pucat, bila ada
eksaserbasi akut maka warna mukosa menjadi merah dan jarang
terdapat granulasi atau polip. Gambaran otoskopi pada perforasi
marginal adalah tampak perforasi yang letaknya marginal, pada pars
tensa belakang atas biasanya besar, atau pada pars flaksida muka
atau belakang (kecil), prosesnya bukan hanya pada mukosa kavum
timpani dan tulang-tulang pendengaran ikut rusak, sering terdapat
granulasi atau polip, annulus timpanikus tidak terlihat lagi dan
terlihat gambaran nekrosis tulang. Sedangkan gambaran pada
perforasi atik adalah perforasi yang letaknya di pars flaksida.Pada
pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli
konduktif, tetapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensorineural,
beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara
ditelinga tengah. Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada
penyakit telinga kronis nilai diagnostiknya terbatas dibandingkan
dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemeriksaan radiologi
biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil
dengan pneumatisasi lebih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya
atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi
kesan kolesteatom. Pemeriksaan bakteriologi sekret telinga penting
untuk menentukan bakteri penyebab OMSK dan antibiotika yang
tepat.7
2.1.10 KomplikasiKomplikasi OMSK terbagi dua, yaitu komplikasi
intratemporal (komplikasi ekstrakranial) dan komplikasi
ekstratemporal. Komplikasi intratemporal terdiri dari parese n.
fasial dan labirinitis. Komplikasi ekstratemporal (komplikasi
intrakranial) terdiri dari abses ekstradural, abses subdural,
tromboflebitis sinus lateral, meningitis, abses otak dan
hidrosefalus otitis. Pada OMSK ini walaupun telinga berair sudah
bertahun-tahun lamanya telinga tidak merasa sakit, apabila didapati
telinga terasa sakit disertai demam, sakit kepala hebat dan kejang
menandakan telah terjadi komplikasi ke intrakranial.7
2.1.11 Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanaan OMSK dapat dibagi
atas penatalaksanaan medis dan bedah. Penatalaksanaan medis adalah
aural toilet, yaitu pembersihan telinga dari sekret, dan terapi
antimikroba topikal, yaitu pemberian tetes telinga antibiotik
topikal.Penatalaksanaan bedah dari OMSK adalah operasi
mastoidektomi, yang terdiri dari mastoidektomi sederhana yang
bertujuan untuk mengevakuasi penyakit yang hanya terbatas pada
rongga mastoid, dan mastoidektomi radikal yang bertujuan untuk
mengeradikasi seluruh penyakit di mastoid dan telinga tengah, di
mana rongga mastoid, telinga tengah, dan liang telinga luar
digabungkan menjadi satu ruangan sehingga drainase mudah. Untuk
kasus-kasus yang akan dilakukan perbaikan fungsi pendengaran
dilakukan timpanoplasti.7
BAB IIIKESIMPULAN
Telinga merupakan organ pendengaran yang terdiri atas telinga
luar, telinga tengah, dan telinga dalam.Perforasi membran timpani
adalah suatu keadaan dimana ditemukan lubang pada gendang telinga.
Umumnya timbul sebagai akibat dari trauma, otitis media atau
komplikasi bedah. Gejala klinis biasanya telinga berair (Otorrhoe),
gangguan pendengaran, nyeri telinga (Otalgia) danVertigo. Perforasi
membrane timpani memiliki tipe yaitu: tipe sentral, tipe marginal,
dan tipe atik. Komplikasi OMSK terbagi dua, yaitu komplikasi
intratemporal (komplikasi ekstrakranial) dan komplikasi
ekstratemporal. Penatalaksanaan dapat kita lakukan aural toilet,
yaitu pembersihan telinga dari sekret, dan terapi antimikroba
topikal, yaitu pemberian tetes telinga antibiotik topikal juga
dapat dilakukan bedah dari OMSK adalah operasi mastoidektomi tetapi
hanya batas mastoid sedangkan untuk kasus-kasus yang akan dilakukan
perbaikan fungsi pendengaran dilakukan timpanoplasti
DAFTAR PUSTAKA1. World Health Organization. PMCT SATRATEGI
VISION 2010-2015: Preventing mother-to-child tranmission of HIV to
reach the UNGASAS and millennium Development Goals,20102. Maj
Kedokt Indon. Tatalaksana Pencegahan Penularan Vertikal dari Ibu
Terinfeksi HIV ke Bayi yang Dilahirkan. Volum: 59, Nomor: 10,
Oktober 20093. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Nasional
Tatalaksana Klinis dan Terapi Antiretroviral pada Orang Dewasa,
20114. Harim: 2012. Perforasi membrane timpani.
http;//www.perhati.kl.or.id/v1/wp-content5. emedicine: L,Matthew.
2008. Tympanic Membrane Perforation. http;//www.emedicine.com
/ent/topic206.html.6.
jurnal.unismus.ac.id/index.php/psn12012010/article/view/116/97 7.
Repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38669/4/chapter%20II.pdf
19