1 PERENCANAAN MATERIAL RECOVERY FACILITY DI KECAMATAN GUBENG, KOTA SURABAYA DESIGN OF MATERIAL RECOVERY FACILITY AT GUBENG DISTRICT, SURABAYA CITY RIZKY MEGA dan YULINAH TRIHADININGRUM Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya email: [email protected]Abstrak Kecamatan Gubeng mempunyai luas wilayah sebesar 654,73 ha dan jumlah penduduk pada Tahun 2009 mencapai 154.608 jiwa. Volume sampah yang ada di sembilan LPS di Kecamatan Gubeng sebesar 172 m3/hari. Pengelolaan sampah yang ada menunjukkan belum adanya upaya reduksi. Hal tersebut yang mendasari dilakukan perencanaan Material Recovery Facility (MRF) dengan skala kelurahan. Laju timbulan sampah pada Kecamatan Gubeng sebesar 0,32 kg/orang.hari atau 2,26 L/orang.hari.. LPS yang layak dikembangkan menjadi MRF adalah LPS Bratang Binangun luas lahan 160 m 2 . MRF berupa bangunan berlantai dua dengan luas 152,57 m2.. Hasil analisis finansial dengan menggunakan metode Net Present Value (NPV) menunjukkan MRF ini layak untuk direalisasikan. MRF di Kecamatan Gubeng dapat mereduksi emisi karbon sebesar 273, 96 MTCE/tahun dibandingkan dengan menimbun sampah di LPA. Kata kunci : Emisi Karbon, LPS, MRF, Pengelolaan Sampah Abstract The total area of Gubeng District is about 654,73 ha and the population in 2009 reached 154.608 inhabitants. Waste volume in the nine of transfer stations (Lahan Pembuangan Sementara, LPS) in the Gubeng District reached 172 m3/day. Existing waste management shows a lack of reduction efforts. This is the basis to design the Materials Recovery Facility (MRF) with villages scale in Gubeng District. The rate of solid waste in the Gubeng District is 0.32 kg/person.a day or 2.26 L/person.a day. The transfer station which proper to be develop as a MRF is Bratang Binangun Transfer Station with total area 160 m2. The MRF is a two floors building with total area is 152, 57 m2. Financial analysis using the Net
17
Embed
PERENCANAAN MATERIAL RECOVERY FACILITY DI …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-14063-paperpdf.pdf · komposting dan gudang penyimpanan sampah daur ulang. Pengolahan sampah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
PERENCANAAN MATERIAL RECOVERY FACILITY DI KECAMATAN GUBENG, KOTA SURABAYA
DESIGN OF MATERIAL RECOVERY FACILITY
AT GUBENG DISTRICT, SURABAYA CITY
RIZKY MEGA dan YULINAH TRIHADININGRUM
Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya email: [email protected]
Abstrak
Kecamatan Gubeng mempunyai luas wilayah sebesar 654,73 ha dan jumlah penduduk pada Tahun 2009
mencapai 154.608 jiwa. Volume sampah yang ada di sembilan LPS di Kecamatan Gubeng sebesar 172
m3/hari. Pengelolaan sampah yang ada menunjukkan belum adanya upaya reduksi. Hal tersebut yang
mendasari dilakukan perencanaan Material Recovery Facility (MRF) dengan skala kelurahan.
Laju timbulan sampah pada Kecamatan Gubeng sebesar 0,32 kg/orang.hari atau 2,26 L/orang.hari.. LPS
yang layak dikembangkan menjadi MRF adalah LPS Bratang Binangun luas lahan 160 m2. MRF berupa
bangunan berlantai dua dengan luas 152,57 m2.. Hasil analisis finansial dengan menggunakan metode Net
Present Value (NPV) menunjukkan MRF ini layak untuk direalisasikan. MRF di Kecamatan Gubeng dapat
mereduksi emisi karbon sebesar 273, 96 MTCE/tahun dibandingkan dengan menimbun sampah di LPA.
Kata kunci : Emisi Karbon, LPS, MRF, Pengelolaan Sampah
Abstract
The total area of Gubeng District is about 654,73 ha and the population in 2009 reached 154.608
inhabitants. Waste volume in the nine of transfer stations (Lahan Pembuangan Sementara, LPS) in the
Gubeng District reached 172 m3/day. Existing waste management shows a lack of reduction efforts. This
is the basis to design the Materials Recovery Facility (MRF) with villages scale in Gubeng District.
The rate of solid waste in the Gubeng District is 0.32 kg/person.a day or 2.26 L/person.a day. The
transfer station which proper to be develop as a MRF is Bratang Binangun Transfer Station with total area
160 m2. The MRF is a two floors building with total area is 152, 57 m2. Financial analysis using the Net
2
Present Value (NPV) indicates MRF is feasible to be realized.. MRF in the Gubeng District can reduce
carbon emissions by 273, 96 MTCE / year compared to the garbage generate in the landfill.
Key word: carbon emmision, MRF, transfer stations, waste management
1. Pendahuluan
Kecamatan Gubeng merupakan salah satu kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar di
Kota Surabaya. Data Kecamatan Gubeng pada Tahun 2009 menyebutkan jumlah penduduk 154.608
jiwa dan luas wilayah 654,73 Ha. Dilihat dari jumlah jiwa yang ada di Kecamatan Gubeng, maka
kepadatan penduduk rata-rata sebesar 23.614 jiwa/km2. Jumlah ini sudah sangat jauh melewati
jumlah ideal kepadatan rata-rata nasional per km2, yaitu sebesar 250 jiwa/km2. Volume sampah
yang masuk di 9 LPS yang ada di Kecamatan Gubeng per harinya sebesar 172 m3 (DKP Surabaya,
2010).
Besarnya sampah yang dihasilkan, belum adanya penanganan sampah secara terpisah
maupun upaya reduksi dari sumber menjadi permasalahan dalam penanganan sampah permukiman.
Sampah yang saat ini dihasilkan sebenarnya mempunyai potensi ekonomi apabila dikelola dengan
baik. Salah satu metode pengelolaan sampah yang bermanfaat adalah dengan menampung dan
mengolah sampah secara terpadu melalui Material Recovery Facilty (MRF). Pada MRF selain
terdapat fasilitas untuk pemilahan sampah menurut komposisinya, juga dilengkapi dengan fasilitas
komposting dan gudang penyimpanan sampah daur ulang. Pengolahan sampah organik yang berasal
dilakukan dengan cara komposting karena dinilai mudah untuk menyerap keterlibatan masyarakat
serta memberikan keuntungan.
Penanganan sampah dengan MRF dapat memberi keuntungan lingkungan dan ekonomi,
juga dapat meminimalkan jumlah sampah yang ditimbun dan dibakar. Pengelolaan sampah dengan
MRF dapat mengurangi potensi emisi karbon dalam hal ini CH4 dan CO2 yang mencemari udara.
3
Tujuan dalam perencanaan ini :
1. Mengidentifikasi laju timbulan dan komposisi sampah permukiman Kecamatan Gubeng.
2. Melakukan evaluasi kondisi eksisting LPS di Kecamatan Gubeng untuk dikembangkan fungsinya
menjadi MRF
3. Mengidentifikasi desain MRF yang sesuai untuk sampah permukiman di Kecamatan Gubeng.
4. Melakukan analisis finansial MRF di Kecamatan Gubeng.
5. Mengidentifikasi potensi reduksi emisi karbon oleh MRF di Kecamatan Gubeng.
Sampah
Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat
(UU No.18 Tahun 2008). Berbagai definisi yang ada memberikan pengertian bahwa sampah adalah
sesuatu hasil buangan yang tidak bermanfaat sebagai akibat dari aktifitas manusia dan cenderung
memberikan dampak negatif terhadap lingkungan apabila tidak dikelola dengan benar.
Berdasarkan asalnya, sampah padat dapat digolongkan sebagai (Suprihatin, Prihanto dan
Gelbert, 1996):
a. Sampah Organik
Sampah organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari
alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan
mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan
organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit
buah, dan daun.
b. Sampah Anorganik
Sampah anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak
bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik
dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam,
sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis
4
ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol, botol plastik, tas plastik, dan kaleng.
Pemilahan harus dilakukan untuk membedakan atau menggolongkan sampah sesuai jenis dan
manfaatnya.
Pengolahan dan Pengelolaan Sampah
Pengolahan sampah adalah suatu upaya untuk mengurangi volume sampah atau merubah
bentuk menjadi lebih bermanfaat, antara lain dengan cara pembakaran, pengomposan,
penghancuran, pengeringan dan pendaur ulangan (SNI T-13-1990-F).
Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan
yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Pengelolaan sampah dapat dibedakan menjadi
2 macam yaitu:
a. Penanganan setempat
Penanganan yang dilakukan sendiri oleh penghasil sampah dengan cara mengubur sampah di
halaman rumahnya atau dengan cara lain yang masih dapat dibenarkan dalam usaha
pemusnahan sampah.
b. Penanganan terpusat
Penanganan sampah yang dilakukan secara komunal pada suatu area tertentu, sehingga
memerlukan sistem manajemen yang lebih kompleks dalam banyak aspek dan faktor yang
berkaitan dengan perencanaan pengelolaan sampah dan berpengaruh terhadap sistem
pengelolaan sampah perkotaan.
Pengelolaan sampah perkotaan di Indonesia umumnya menggunakan sistem penanganan
terpusat. Pemerintah kota yang diwakili oleh Dinas Kebersihan setempat menangani penyediaan
5
lahan untuk lahan penampungan sementara (LPS) dan lahan pembuangan akhir (LPA) serta
transportasi sampah antara LPS dan LPA.
LPS dalam sistem pengelolaan sampah perkotaan mempunyai peran yang penting dan
perencanaan ini memanfaatkan lahan LPS untuk dikembangkan fungsi dan bentuknya menjadi
MRF. Menurut SNI 19-2454-2002 tentang Tata cara teknik operasional pengelolaan sampah
perkotaan yang dimaksud dengan LPS atau depo pemindahan sampah adalah tempat memindahkan
sampah yang dilengkapi dengan container pengangkut dan atau kantor bengkel. LPS sebagai
fungsinya dalam lokasi pemindahan sampah mempunyai beberapa tipe yang dijelaskan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Tipe Pemindahan Sampah
No Uraian Transfer Depo Tipe 1
Transfer Depo Tipe 2
Transfer Depo Tipe 3
1.
2.
3.
Luas Lahan Fungsi
Daerah Pemakai
> 200 m2
- Tempat pertemuan
peralatan pengumpul dan pengangkutan sebelum pemindahan
- Tempat penyimpanan atau kebersihan
- Bengkel sederhana - Kantor wilayah
/pengendali - Tempat pemilahan - Tempat
pengomposan
- Baik sekali untuk daerah yang mudah mendapat lahan
60 – 200 m2
- Tempat pertemuan peralatan pengumpul dan pengangkutan sebelum pemindahan
- Tempat parkir gerobak
- Tempat pemilahan
10 – 20 m2
- Tempat pertemuan gerobak & kontainer
(6 – 10 m2) - Lokasi
penempatan kontainer komunal
(1-10 m2)
- Daerah yang sulit mendapat lahan yang kosong dan daerah protokol
Sumber : SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan.
6
Material Recovery Facility
Material Recovery Facility (MRF) merupakan fasilitas untuk mendaur ulang material yang
masih memiliki nilai dan juga digunakan untuk keperluan lain. Daur ulang sampah merupakan
kegiatan untuk memilah sampah menjadi bagian-bagian sampah, dimana sampah yang dipilh
sebagian dapat digunakan kembali (reuse), sebagian dapat didaur ulang (recycling) dari residu yang
tidak bermanfaat lagi. MRF adalah suatu alternatif hemat biaya ketika sistem daur ulang yang tidak
legal tidak mempertunjukkan sukses jangka panjang (Davila dan Chan, 2004).
Beberapa tahapan yang dilakukan sebelum mendesain MRF (Tchobanoglous, Theisen dan
Vigil,1993), yaitu :
1. Analisis Kelayakan
Analisis kelayakan merupakan suatu tahap untuk menentukan layak atau tidaknya suatu
lahan untuk MRF
2. Perancangan Awal
Perancangan awal meliputi pembuatan diagram alir material, mass balance material, loading
rate material dan layout dari komponen fisik MRF.
3. Perancangan Akhir
Tahap perancangan akhir merupakan persiapan akhir dari MRF dan spesifikasi fasilitas yang
akan digunakan untuk evaluasi penawaran oleh kontraktor serta perkiraan biaya akhir.
Kompos
Pengomposan adalah proses dekomposisi terkendali secara biologis terhadap limbah padat
organik diubah menyerupai tanah seperti halnya humus atau mulsa. Kompos telah dipergunakan
secara meluas selama ratusan tahun dalam menangani limbah pertanian sekaligus sebagai pupuk
alami tanaman (Jorgensen dan Johsen, 1989, dalam Basyuni, 2002).
7
Teknik pengelolaan sampah perkotaan yang sedang dikembangkan oleh pemerintah dan
swasta adalah Unit Daur Ulang dan Produksi Kompos (UDPK). Pengomposan melalui metoda
usaha daur ulang dan produksi kompos umumnya menggunakan metoda komposting aerobik, yaitu
dengan open windrow. Teknik open windrow terdiri dari pemilahan sampah, penyusun tumpukan,
pemantauan, pembalikan, penyiraman, pelepasan dan pemasangan kembali terowongan, pencatatan,
pematangan, penyaringan, pengemasan dan penyimpanan (CPIS, 1992).
Potensi Reduksi Emisi Karbon Akibat Pengelolaan Sampah
Proses degradasi sampah dapat menghasilkan gas metana (CH4) dan karbon dioksida
(CO2) sebagai gas rumah kaca (GRK) penyebab pemanasan global dan perubahan iklim.
Pengelolaan sampah perkotaan dengan baik memberikan banyak keuntungan untuk mereduksi emisi
GRK khususnya karbon (US EPA, 2009).
Terdapat beberapa pilihan dalam upaya pengelolaan sampah, seperti reduksi di sumber, daur
ulang, pembakaran dengan incenerator dan penimbunan pada pembuangan akhir. Setiap opsi
pengelolaan sampah tersebut mengakibatkan emisi karbon, tentunya dengan beragam jenis polutan
serta kadarnya. Untuk menentukan metoda pengelolaan sampah yang terbaik untuk meminimisasi
emisi, diperlukan adanya analisis perbandingan efek karbon pada setiap metoda. Penentuan emisi
dengan rumus di bawah ini :
(1 ton komponen sampah A x FE daur ulang komponen sampah A) - (1 ton komponen
sampah A x FE landfilling komponen sampah A) =Potensi Reduksi Karbon (MTCE)
(1)
(1 ton komponen sampah A x FE komposting komponen sampah A) - (1 ton komponen
sampah A x FE landfilling komponen sampah A) =Potensi Reduksi Karbon (MTCE)
(2)
8
2. Gambaran Umum Wilayah Perencanaan
Umum
Perencanaan MRF ini berlokasi di Kecamatan Gubeng, terletak di Kota Surabaya bagian
timur dengan luas wilayah 654, 73 Ha. Wilayah administratif Kecamatan Gubeng terdiri dari enam
Kelurahan, yaitu Kelurahan Airlangga,
Kelurahan Barata Jaya, Kelurahan Gubeng,
Kelurahan Mojo. Peta wilayah perencanaan
pada Gambar 1.
Jumlah penduduk Kecamatan Gubeng
pada tahun 2009 adalah 154.608 jiwa. Jumlah
Kepala Keluarga (KK) pada tahun 2009
mencapai 42.544 KK serta meliputi 63 Rukun
Warga (RW) dan 516 Rukun Tetangga (RT).
Penduduk yang bertempat tinggal di
Kecamatan Gubeng terdiri atas berbagai
tingkat ekonomi yaitu ekonomi atas,
menengah dan bawah.
Gambar 1 Peta Wilayah Perencanaan
Kondisi Eksisting Pengelolaan Sampah
Pengelolaan sampah di Kecamatan Gubeng terdiri dari pewadahan, pengumpulan sampah di
LPS dan pembuangan akhir menuju LPA. Sistem pewadahan menggunakan pengumpulan komunal
dan individual tidak langsung. Pengumpulan tidak langsung adalah pengumpulan sampah dari
masing-masing tempat sampah komunal maupun dari masing-masing rumah ke lokasi pengumpulan
sementara (LPS) dengan menggunakan gerobak. Pengelolaan sampah di Kecamatan Gubeng
diserahkan kepada tiap-tiap RT dengan jadwal dan mekanisme yang berbeda. Frekuensi
9
pengambilan sampah rata-rata yang dilakukan oleh petugas sampah tiap RT adalah sekitar 2 – 3
hari.
Jumlah LPS yang berada di wilayah Kecamatan Gubeng adalah sembilan LPS, yaitu LPS