PEREDARAN MATAHARI MENURUT AL-QUR’AN (STUDI ATAS PENAFSIRAN FAKHRUDDIN AL-RĀZĪ DALAM KITAB MAFĀTĪH AL-GHAIB) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Ahmad Rizal Sidik NIM: 1112034000139 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1440 H /2019 M
71
Embed
PEREDARAN MATAHARI MENURUT AL- STUDI ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45700/1/AHMAD RIZAL... · hakikat peredaran matahari yang sangat lekat dengan kuasa
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PEREDARAN MATAHARI MENURUT AL-QUR’AN
(STUDI ATAS PENAFSIRAN FAKHRUDDIN AL-RĀZĪ DALAM KITAB
MAFĀTĪH AL-GHAIB)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Ahmad Rizal Sidik
NIM: 1112034000139
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1440 H /2019 M
i
ABSTRAK
Ahmad Rizal Sidik
Peredaran Matahari Menurut Al-Qur’an (Studi Atas Penafsiran Fakhruddin
Al-Rāzī Dalam Kitab Mafātīh Al-Ghaib)
Skripsi ini membahas argumentasi al-Rāzī atas peredaran matahari di
dalam al-Qur’an. Sejauh ini ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa al-
Rāzī adalah seorang mufasir yang berpaham Geocentric ataupun Heliocentric.
Teori Geocentric beranggapan bahwa matahari adalah pusat peredaran bagi
matahari dan planet-planet lainnya sedangkan teori Heliocentris beranggapan
bahwa matahari adalah merupakan pusat peredaran planet-planet, termasuk di
dalamnya adalah bumi.
belum banyak penelitian yang dilakukan dalam tema ini, terkhusus tafsir
al-Rāzī itu sendiri. Melalui penafsiran al-Rāzī perihal peredaran matahari di dalam
al-Qur’an, dapat diketahui bagaimanakah hakikat, fungsi dan pola peredaran
matahari.
Penelitian ini mengklasifikasikan argumentasi al-Rāzī terkait peredaran
matahari di dalam al-Qur’an, untuk kemudian mendeskripsikannya berdasarkan
penafsirannya dari ayat-ayat yang berkaitan dengan peredaran matahari
menggunakan metode analisa deskriptik analitik. Sumber primernya adalah kitab
Mafātīh Al-Ghaib karya Fakhruddin Al-Rāzī dan data sekundernya meliputi buku,
jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini.
Dari hasil pengkodingan ayat-ayat yang terkait dengan penelitian ini,
penulis menemukan bahwa pengklasifikasian argumentasi Al-Rāzī atas peredaran
matahari di dalam al-Qur’an terbagi menjadi tiga bagian. Pertama, tentang
hakikat peredaran matahari yang sangat lekat dengan kuasa Allah SWT.
Bagaimana Allah dengan segala kekuasaannya bisa menetapkan setiap gerakan
dan segalanya terhadap matahari. Kedua, berbicara tentang fungsi dari peredaran
matahari yang bisa memberikan manfaat untuk semua makhluknya di dunia ini.
Dan ketiga, tentang pola peredaran matahari di orbitnya.
Untuk memudahkan pencarian data yang akan diolah pada kitab Mafātīh Al-
Ghaib, penulis menggunakan bantuan aplikasi Maktabah Syamela. Sehingga
penulis bisa menentukan metode analisis isi kualitatif sebagai metode yang
penulis anggap pas untuk mengolah data yang terkumpul.
Setelah penulis melakukan penelitian, penulis menganggap bahwa argumen
Al-Rāzī atas peredaran matahari di dalam al-Qur’an adalah ketiga hal diatas dan
tidak ada penafsirannya yang mengatakan bahwa al-Rāzī adalah seorang mufasir
yang berpaham Geocentric ataupun Heliocentric. Itu keliru karena tidak
ditemukannya redaksi ataupun makna dari penafsiran al-Rāzī yang menjelaskan
tentang hal itu. Maka perlu adanya peninjauan ulang terhadap argumentasi
tersebut. Apakah Al-Rāzī mencantumkan pada kitab lain atau tidak. Karena jika
fokus pada kitab Mafātīh Al-Ghaib saja, maka tidak cukup kuat untuk mengatakan
bahwa peredaran matahari di dalam al-Qur’an adalah hanya tentang hakikat kuasa
Allah, fungsi dan pola peredarannya.
Kata Kunci: Al-Rāzī dan Peredaran Matahari
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan segala kenikmatannya sehingga
skripsi dengan judul “Peredaran Matahari Menurut Al-Qur‟an (Studi Atas
Penafsiran Fakhruddin Al-Rāzī Dalam Kitab Mafātīh Al-Ghaib)” ini mampu
penulis selesaikan meskipun masih dalam kategori banyak kekurangannya.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada baginda Nabi
Muhammad Saw.
Penulis menyadari bahwa selama proses penulisan skripsi ini tidak lepas
dari dukungan dan bantuan banyak pihak. Oleh karenanya, dengan segala
kerendahan hati, penulis menghaturkan banyak terimakasih yang tak terhingga
kepada mereka. Semoga Allah membalas dengan sebaik-baik balasan.
Juga kepada segenap civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis., M.A., selaku Rektor Universitas
Negeri Syarif Hidayatullah, Dr. Yusuf Rahman, M.A., selaku Dekan Fakultas
Ushuluddin, Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M.A., selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Qur„an
dan Tafsir, Dra. Banun Binaningrum, M.Pd. selaku Sekretaris Jurusan Ilmu al-
Qur„an dan Tafsir yang selalu melayani penulis dalam urusan administrasi
akademik, dan juga penulis haturkan terimakasih kepada seluruh dosen Fakultas
Usuluddin yang telah banyak mengajarkan ilmu kepada penulis.
Ucapan terimakasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada yang
terhormat Dr. Eva Nugraha, M.Ag selaku pembimbing yang telah memberi
banyak bimbingan dan arahannya. Penulis sangat merasa terbantu karena
kehadiran beliau di tengah terciptanya skripsi ini.
Selanjutnya penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Sahabat-sahabat
PMII Komfuspertum, Keluarga Besar Mahasiwa Galuh Jaya Jabodetabek,
Keluarga Besar El-Arsy (Alumni Pondok Pesantren Darussalam Bogor angkatan
2010), dulur-dulur Himabo Jakarta, teman-teman TH D 2012. Bersama mereka
semua, penulis berproses bersama-sama.
Untuk Keluarga Evanger‟12, Sahroni, Kholik Ramdan Mahesa, Acep Sabiq,
Ali Muharom, Aang Istikhori, Imam Zamakhsyari, Aan Suherman, Rojali
iv
Hidayatullah, Moh Sufyan, dsb. Atas semua bantuan dan suportnya, Ucapan
terimakasih dan penghargaan patut penulis sampaikan, kalian !!.
Juga ungkapan terima kasih (yang hampir istimewa) penulis ucapkan teruntuk
Mobile Legend: Bang Bang (sebuah game berjenis MOBA yang dikembangkan
oleh Moonton) dan aplikasi GameGuardian berikut skripnya yang menemani
penulis di sela-sela terciptanya skripsi ini.
Terakhir, ucapan terimakasih yang teristimewa penulis sampaikan kepada
kedua orang tua penulis, Ayahanda Ahmad Jaelani dan Ibunda (Almarhumah)
Nani. Mertua pun tak lupa pula penulis sebutkan, papah Taufik dan mamah
Rosita. Juga kepada Ema Hani selaku nenek penulis dan Uwa Acih, Hanya Allah
yang bisa membalas kasih sayang, do„a dan semua pemberian mereka yang tak
pernah terhingga untuk penulis. Juga isteri tercinta, Firda Devy Rahmawati yang
sedang menyelesaikan Study di universitas dan fakultas yang sama dengan
penulis, semoga cepat lulus, mendapat ilmu yang berkah dan bermanfaat, kau lah
jawaban dari semua doa yang selalu ku sebut tiap harinya. Berkat kesabaran dan
dukunganmu, penulisan skripsi ini bisa berjalan lancar, dan kepada mereka semua
yang sudah disebutkan pula skripsi ini penulis persembahkan.
Ciputat, 06 Mei 2019
Penulis
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI
1. Padanan Aksara
Huruf
Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا
B Be ب
T Te ت
ṡ es dengan titik atas ث
J Je ج
ḥ ha dengan titik bawah ح
Kh ka dan ha خ
D De د
Ż zet dengan titik atas ذ
R Er ر
Z Zet ز
S Es س
Sy es dan ye ش
ṣ es dengan titik bawah ص
ḍ de dengan titik bawah ض
ṭ te dengan titik bawah ط
vii
ẓ zet dengan titik bawah ظ
Koma terbalik di atas hadap kanan ‘ ع
Gh ge dan ha غ
F Ef ؼ
Q Qi ؽ
K Ka ؾ
L El ؿ
M Em ـ
N En ف
W We ك
H Ha ق
Apostrof ’ ء
Y Ye ي
2. Vokal
Vokal terdiri dari dua bagian, yaitu vokal tunggal dan vokal rangkap.
Berikut ketentuan alih aksara vokal tunggal:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fatḥah ـ
I Kasrah ـ
viii
U Ḍammah ـ
Adapun vokal rangkap ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
يـ Ai a dan i
ك ـ Au a dan u
3. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang dalam bahasa Arab dilambangakan
dengan harkat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ā a dengan topi di atas ىا
Ī i dengan topi di atas ىي
Ū u dengan topi di atas ىػو
4. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam system aksara Arab dilambangkan dengan huruf
dialih aksarakan menjadi huruf ‘l’ baik diikuti huruf syamsiyah maupun huruf اؿ
qamariyah. Contoh: al-rijāl bukan ar-rijāl.
5. Syaddah (Tasydīd)
Syaddah atau tasydīd yang dalam system tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda (ـ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan
menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak
berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang
yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata الضركرة tidak ditulis ad-
ḍarūrah tapi al-ḍarūrah.
ix
6. Tā’ Marbūṭah
Kata Arab Alih Aksara Keterangan
Ṭarīqah Berdiri sendiri طريقة
-Al-jāmi‘ah al اجلامعة اإلسالمية
islāmiyyah Diikuti oleh kata sifat
waḥdat al-wujūd Diikuti oleh kata benda كحدة الوجود
7. Huruf Kapital
Meskipun dalam system tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, alih aksara
huruf kapital ini juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku dalan
Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskan permukaan kalimat,
huruf awal nama tempat, nama bulan, nama seseorang, dan lain-lain. Jika nama
seseorang didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital
adalah huruf awal nama tersebut. Misalnya: Muḥammad Mutawalli al-Sya‘rāwī
bukan Muḥammad Mutawalli Al-Sya‘rāwī.
Berkaitan dengan judul buku ditulis dengan cetak miring, maka demikian
halnya dengan alih aksaranya, demikian seterusnya. Jika terkait nama, untuk
nama-nama tokoh yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak
dialih aksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Contoh:
Nuruddin al-Raniri tidak ditulis dengan Nūr al-Dīn al-Rānīrī.
8. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja, kata benda, maupun huruf ditulis secara
terpisah. Berikut contohnya dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan diatas:
A. Kesimpulan ....................................................................................... 56
B. Saran-saran ........................................................................................ 57
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 58
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur'an sebagai sebuah kitab suci, ternyata tidak hanya mengandung ayat-
ayat yang berdimensi aqidah, syari'ah dan akhlaq semata, akan tetapi juga
memberikan perhatian yang sangat besar bagi perkembangan ilmu
pengetahuan1. Jika membaca al-Qur'an secara seksama, akan kita temukan sangat
banyak ayat-ayat yang mengajak kepada manusia untuk bersikap ilmiah, berdiri di
atas prinsip pembebasan akal dari takhayul dan kebebasan akal untuk berpikir. Al-
Qur'an selalu mengajak manusia untuk melihat, membaca, memperhatikan,
memikirkan, mengkaji serta memahami dari setiap fenomena yang ada terlebih
lagi terhadap fenomena-fenomena alam semesta yang perlu mendapatkan
perhatian khusus karena darinya bisa dikembangkan sains dan teknologi untuk
perkembangan umat manusia dan dengan itu pula akan didapatkan pemahaman
yang utuh dan lengkap.
Pada dasarnya al-Qur’an adalah kitab suci yang menetapkan masalah akidah
dan hidayah, hukum syari’at dan akhlak. Bersamaan dengan hal itu, di dalamnya
di dapati juga ayat-ayat yang menunjukkan tentang berbagai hakikat (kenyataan)
ilmiah yang memberikan dorongan kepada manusia untuk mempelajari,
membahas dan menggalinya. Sejak dahulu sebagian kaum muslimin telah
berusaha menciptakan hubungan seerat-eratnya antara al-Qur’an dan ilmu
1 Kata ilmu dan derivasinya dalam al-Qur’an sering dipakai untuk arti umum, yakni
pengetahuan, termasuk arti makna sains/ilmu pengetahuan alam dan kemanusiaan. Dengan
demikian ilmu al-Qur’an merupakan segala macambentuk ilmu baik ilmu alam, ilmu sosial,
humaniora dan ilmu lainnyayang dapat digunakan untuk kemaslahatan umat.
Andi Rosadisastra, Metode Tafsir Ayat-ayat Sains dan Sosial, (Jakarta: Amzah, 2007) hlm.
47
2
pengetahuan. Mereka berijtihad menggali beberapa jenis ilmu pengetahuan dari
ayat-ayat al-Qur’an, dan di kemudian hari usaha ini semakin meluas, dan tidak
ragu lagi, hal ini telah mendatangkan hasil yang banyak faedahnya.2
Al-Qur’an pun turun dengan segala kekayaan ilmunya di alam dunia ini,
demikian sains modern,3 membuat beberapa mufasir menciptakan penafsiran al-
Qur’an bernuansakan ilmu pengetahuan4 yang pada akhirnya lebih dikenal
dengan tafsir ‘ilmi.5
Ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat. Baik dalam bidang Biologi,
Kimia, Fisika maupun Astronomi. Banyak ilmuwan yang melakukan penelitian-
penelitian sehingga mampu dan berhasil melahirkan khazanah ilmu-ilmu baru.
Semakin canggihnya alat-alat teknologi pada era zaman saat ini, semakin
mempermudah mereka dalam melakukan penelitian.
Penelitian, bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Dibutuhkan kejelian,
waktu yang tidak sedikit, dan ilmu yang cukup dalam bidang tersebut.
Kebanyakan dari meraeka dari orang-orang non-muslim. Penelitian berawal dari
2 Muhammad Nor Ichwan. Memasuki Dunia Al-Qur’an.(Semarang: Lubuk Raya, 2001)
hlm253 3 Muhammad Husain al-Zahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun dalam DVD ROM al-Maktabah
al-Syamilah (Bandung: Pustaka Ridwan, 2008), juz V, hlm. 4. 4 Benih tafsir ‘ilmi bermula pada Dinasti Abbasiyah, abad ke-5 Hijriyah. Hal ini
diasumsikan karena akibat penerjemahan kitab-kitab ilmiah seperti ilmu pengetahuan Yunani,
filsafat kuno, dan kebijakan asing. Adapun tokoh yang paling gigih mendukung penafsiran ilmiah
adalah Al-Gazali (w. 1059-1111 M) dalam kitabnya Ihya Ulum al-Din, diaia memberikan alasan-
alasan untuk membuktikan pendapatnya. Al-Gazali kemudian mengatakan bahwa: “Segala macam
ilmu pengetahuan, baik yang terdahulu, maupun yang kemudian; baik yang telah diketahui
ataupun belum, semuanya bersumber dari al-Qur’an. Lihat Abu Hamid Al-Gazali, Ihya Ulum al-
Din, dalam DVD ROM al-Maktabah al-Syamilah (Bandung: Pustaka Ridwan, 2008), juz. I, hlm.
297. 5 Tafisr ‘ilmi atau tafsir dengan corak ilmiah adalah tafsir dengan menggunakan pendekatan
teori-teori ilmiah yang bertujuan untuk menggali teori-teori ilmiah dan pemikiran filosofis dari
ayat-ayat al-Qur’an. Lihat Muhammad Husain al-Zahabi, , al-Tafsir wa al-Mufassirun dalam DVD
ROM al-Maktabah al-Syamilah (Bandung: Pustaka Ridwan, 2008), juz. V, hlm. 4. Lihat pula
Abdul Mustaqim, “Kontroversi Tentang Corak Tafsir Ilmi” (Jurnal Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an dan
Hadis: Vol. 7 no. 1, Janiuari 2006), hlm. 24.
3
sikaf objektivitas pada kajian penelitianya untuk memunculkan pengetahuan baru.
Banyak dari mereka berhasil dalam melakukan penelitianya, namun seiring
berkembangnya zaman hasil penelitian mereka dianggap tidak tepat, karena
muncul peneliti baru yang hasilnya dianggap lebih kongrit dan tepat. Hal tersebut
seperti penelitian dalam ilmu Astronomi dalam membahas matahari. Pada
awalnya, ditemukan penelitian bahwasanya matahari bergerak mengelilingi bumi
sebagai pusatnya, atau diistilahkan sebagai Geocentris. Namun, dengan
perkembangannya zaman, yang mana ilmu Astronomi semakin lebih maju,
ditemukan pendapat baru, tidak menguatkan pendapat yang pertama, yaitu
matahari bergerak mengelilingi bumi sebagai pusatnya, tapi sebaliknya Ilmuwan
Astronomi menemukan bahwa yang terjadi justru sebaliknya, ternyata bahwa
bumi bergerak mengelilingi matahari atau disebut sebagai Heliocentris. Berikut
adalah beberapa ayat yang berbicara tentang pergerakan matahari:
surah al-Ra`du ayat 2:
ل س والرقمر كم مر ر الش ش وسخ ت وى على الرعرر ن ها ثم اسر ماو ات بغير عمد ت رور اللم الذي رفع السمر تموقنمون 6 مر بلقاء ربكم لم اآليت لعلكم ر ي مفص ى يمدبرم األمر يرري ألجل ممسم
“Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu
lihat, kemudian Dia bersemayam di atas Arasy, dan menundukkan matahari
dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah
(li Ibn Sina), Syarh ‘Uyun al-Hikmah (li Ibn Sina), Al-Mabahith fi al-
Mashriqiyyah ,Muhassah Afkar al-Mutaqadimin wa al-Muta’akhirin min ‘Ulama
wa al-Hukama’ wa al-Mutakalimin, Al-Matalib al-‘Aliyyah, Al-Akhlaq
Dalam permasalahan Hukum: Ibtal al-Qiyas, Ihkam al-Ahkam, Al-Ma’alim
fi Usul Fiqh, Muntakhab al-Mahsul fi Usul Fiqh, Al-Barahim wa al-Barahiyah
,Nihayah al-Bahaiyyah fi al-Mabahith al-Qiyasiyyah, Dalam Ilmu Bahasa, Sharh
Nahj al-Balaghah, Al-Muharrir fi Haqa’iq (atau Daqa’iq) al-Nahw
Dalam bidang Sejarah: Fada’il al-Sahabah al-Rashidin, Manaqib Imam al-
shafi’I, Dalam bidang Matematika dan Astronomi, Al-Handasah, Al-Risalah fi
‘Ilm Hay’ar, Dalam bidang kedokteran, Al-Tib al-Kaba’ir, Al-Ashribah, Al-
Tashyir, Sharh al-Qanun li Ibn Sina, Masa’il fi al-Tib
Dalam bidang Sihir dan Astrologi: Ahkam al-‘Ala’iyyah fi A’lan
alSamawiyyah, Kitab fi Raml, Sir al-Maktum
Karya umumnya adalah I’tiqad Firaq al-Muslimin wa al-Mushrikin. Dari
sekian banyak karya-karyanya yang menjadi unggulan adalah kitab Mafatih al-
Ghaib atau Tafsir al-Kabir yang fenomenal. Kitab ini merupakan kajian yang
komprehensif dari tafsir Bil al-Ra’y. kitab ini terdiri dari 32 juz yang ditulis pada
akhir masa dari kehidupannya. Melihat dari kronologinya kitab ini ditulis pada
saat al-Rāzī mencapai kematangan dalam keilmuannya.
Bebagai pendapat kuat mengatakan bahwa al-Rāzī tidak menyelesaikan
tafsirnya. Bagian pertama ditulis oleh al-Rāzī dan bagian kedua ditulis oleh
pengikutnya, yakni al-Shaykh Najm al-Din Ahmad bin Muhammad al-Qamuli
31
(767 H.) dan shihab al-Din bin Khalil al-Khuwayya. Secara berurutan al-Rāzī
menulis hingga surat al-Anbiya (surat ke-21). Disamping itu, secara acak (tidak
mengikuti mushaf) al-Rāzī menafsirkan surat-surat lainnya seperti alShu'ara, al-
Qiyamah, al-Humazah, al-Qalam, al-Ma'arij dan al-Naba.73
Walaupun diyakini bahwa al-Rāzī tidak menyelesaikan seluruh tafsirnya,
namun kitab yang sekarang dinisbatkan kepadanya ini tetap memiliki kesatuan ruh
dalam pandangan, gaya bahasa, dan pemaparannya sebagai buah karya dari satu
orang. Dengan kata lain tidak terdapat kontradiksi antara satu bagian dan bagian
yang lainnya dengan ide serta pemikiran al-Rāzī.
C. Sistematika Penulisan Mafātīḥ al-Ghaib
1. Latar Belakang Penulisan
Fakhr ad-Dīn al-Rāzīhidup pada tahun ke-enam Hijriyah, masa ini adalah
masa kesempitan dalam kehidupan umat Islam, baik dalam hal politik, sosial,
keilmuan dan akidah. Dan kelemahan ini sudah sampai pada puncaknya pada
masa Daulah Abbasyiah. Ada kabar tentang tentang perang salib di Syam. Pada
masa itu terjadi perselisihan madzhab dan akidah, dan di Ray sendiri ada tiga
golongan, yaitu Syafi'iyyah, Hanafiyyah, dan Syi'ah. Dan muncul pula banyak
golongan kalam dan perdebatan perdebatannya, di antaranya yaitu golongan
Syi'ah, Mu'tazilah, Murji'ah, Bathiniyyah dan Kurrasiyyah.
Kemudian, Fakhr ad-Dīn al-Rāzīyang ahli dalam berbagai bidang keilmuan,
menulis kitab tafsir ini yang berjumlah 8 jilid besar. Al-Rāzīyang bermadzhab
Syafi'i dalam penulisan tafsirnya beliau selalu membantah Mu'tazilah ketika ada
73
Muhammad Husain Adz-Dzahabi, at-Tafsīr wa al-Mufassirūn, (Bairut: Dar al-Fikr,
1976), Jilid 1, hal. 209
32
kesempatan atau cela. Tafsir ini ditulis oleh al-Rāzī sebagai tanggapan terhadap
tafsir ideologi karangan Zamakhsyari (Al-Kassyaf). Di mana Al-Rāzīyang
beraliran Asy'ariyyah berusaha mempertahankan alirannya dan mencari-cari jalan
untuk membenarkannya.74
Dalam penulisan Tasfīr Mafātīḥ al-Ghaib ini al-
Rāzīhanya menafsirkan sampai Surat al-Anbiyā, kemudian dilengkapi oleh
Syihabuddin al-Khubiy, namun al-Khubiy juga belum sempurna kemudian
dilanjutkan lagi oleh Najm ad-Din al-Qamuliy sampai akhir.75
Meskipun al-Rāzī
tidak menafsirkannya secara sempurna, akan tetapi tidak ditemukan perbedaan
penulisan baik dalam bidang metode atau cara penafsiran serta dalam
keistimewaan antara kedua penulisnya dalam tafsir ini.76
2. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan Tasfīr Mafātīḥ al-Ghaib yaitu menyebut
nama surat, kemudian tempat turunnya, bilangan ayatnya, perkataan-perkataan
yang ada di dalamnya, kemudian menyebut satu atau beberapa ayat, lalu mengulas
munasabah antara satu ayat dengan ayat sesudahnya, sehingga pembaca dapat
terfokus pada satu topik tertentu pada sekumpulan ayat, tidak hanya munasabah
antara ayat saja, ia juga menyebut munasabah antara surat.
Setelah itu mulai menjelaskan masalah dan jumlah masalah tersebut,
misalnya ia mengatakan bahwa dalam sebuah ayat al-Qur'an terdapat beberapa
yang jumlahnya mencapai sepuluh atau lebih. Lalu menjelaskan masalah tersebut
dari sisi nahwunya, ushul, sebab nuzul, dan perbedaan qiroat dan lain sebagainya.
74
Mundhir, Studi Kitab Tafsir Klasik, (Semarang: CV. Karya Abadi Jaya, 2015), hal. 77 75
Muhammad Husain Adz-Dzahabi, at-Tafsīr wa al-Mufassirūn, (Bairut: Dar al-Fikr,
1976), Jilid 1, hal. 293 76
Manna' Khalil Qaththan, Mabāhits fi 'Ulūm al-Qur'an, (Mansyurat al-'Ashr al-Hadits,
1973), hal.368
33
Sebelum ia menjelaskan suatu ayat, beliau terlebih dahulu mengungkapkan
penafsiran yang bersumber dari Nabi, Sahabat, Tabi'in ataupun memaparkan
masalah antara nasikh dan mansukh, bahkan jarh wa ta'dil baru kemudian
menafsirkan ayat disertai argumentasi ilmiahnya di bidang ilmu pengetahuan,
filsafat, ilmu alam maupun yang lainnya.
3. Metodologi Penafsiran
Tafsir al-Rāzī termasuk dalam kategori metode taḥlīlī (analisis),
sebagaimana yang dijelaskan oleh Dr. Abd Hayy al-Farmawy dalam bukunya
Metode Tafsir Maudlu'i. Metode taḥlīlī adalah metode tafsir yang bermaksud
menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur'an dari seluruh aspeknya. Di dalam
tafsirnya, penafsir mengikuti runtutan ayat sebagaimana yang telah tersusun
dalam mushaf. Penafsir memulai uraiannya dengan mengemukakan arti kosakata
diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat. Ia juga menjelaskan
munasabah (hubungan) ayat-ayat serta menjelaskan hubungan maksud ayat-ayat
tersebut satu sama lain. Begitu pula penafsir membahas mengenai asbabun nuzul
dan dalil-dalil yang berasal dari Nabi Muhammad, Sahabat, atau para Tabi'in,
yang kadangkadang bercampur-baur dengan pendapat para penafsir itu sendiri dan
diwarnai oleh latar belakang pendidikannya. Dan sering pula bercampur baur
dengan pembahasan kebahasaan dan lainnya yang dipandang dapat memahami
nash al-Qur'an tersebut.77
Adapun metode al-Rāzī dalam tafsirnya bisa disimpulkan sebagai berikut:
77
Abd. Al-Hayy al-Farmawy, Metode Tafsir Maudlu'i, ( Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1996) , hal. 12
34
a. Menerangkan hubungan-hubungan antara satu ayat dengan ayat lainnya
dan hubungan satu surat dengan satu surat yang mengikutinya. Adakalanya beliau
tidak menjelaskan satu hubungan saja, melainkan lebih dari satu hubungan.
b. Berbicara panjang lebar dalam menjelaskan argumentasi, seperti filsafat,
matematika, dan ilmu eksak lainnya. Sampai-sampai Ibn Taimiyah berkata
"segalanya ada di dalam Tafsir ar-Rāzī, kecuali tafsir itu sendiri".
c. Menentang keras madzhab Mu'tazilah dan membantahnya dengan segala
kemampuannya. Sebab itu beliau tidak pernah melewatkan setiap kesempatan
untuk membantah pendapat Mu'tazilah.
d. Terkadang suka melantur dalam membahas masalah-masalah ushul fiqh,
nahwu dan balaghoh. Hanya saja dalam masalah ini beliau tidak terlalu berlebihan
seperti yang beliau lakukan dalam masalah eksakta dan ilmu-ilmu alam.78
e. Kalau ia menemui sebuah ayat hukum, maka ia selalu menyebutkan
madzhab fuqaha. Akan tetapi, ia lebih cenderung kepada madzhab Syafi'i yang
merupakan pegangannya dalam ibadah dan muamalat.79
4. Corak Penafsiran
Tafsir Mafātīḥ al-Ghaib ini dikategorikan kedalam tafsir bi al-Ra'y, dengan
pendekatan madzhab Syafi'iyah dan Asy'ariyah. Tafsir bi al-Ra'y adalah
penjelasan-penjelasan yang bersumber dari ijtihad dan akal, berpegang kepada
78
Mundhir, Studi Kitab Tafsir Klasik, (Semarang: CV. Karya Abadi Jaya, 2015), hal. 80 79
Mani' Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2003), hal. 4
35
kaidah-kaidah bahasa dan adat istiadat orang arab dalam mempergunakan
bahasanya.80
Dilihat dari corak penafsirannya, Kitab Mafātīḥ al-Ghaib menggunakan
metode tafsir Ilmi, Falsafi dan Adabi wal Ijtima', dengan rincian:
a. Digunakannya metode tafsir Ilmi ini dapat dilihat dari banyaknya al-
Rāzī menggunakan teori ilmu pengetahuan modern untuk mendukung
argumentasinya dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an, terutama ayat-
ayat Qauniyah yang menyangkut masalah astronomi, sebagaimana yang
terlihat ketika al-Rāzī menafsirkan ayat Qauniyah.
b. Digunakannya metode tafsir Falsafi dapat dibuktikan dari banyaknya al-
Rāzī mengemukakan pendapat ahli filsafat dan ahli kalam, serta
dipergunakannya metode filsafat dalam menafsirkan ayat al-Qur’an.
Metode Falsafi ini dipergunakan terutama untuk menentang konsep-
konsep pemikiran teologi rasionalis Mu’tazilah. W. Montgo Mery Watt,
mengatakan bahwa munculnya teologi al-Rāzī dalam beberapa karya
diantaranya karya tafsir yang mempunyai karakteristik, serta menjadi
pembeda dari tafsir lain adalah dimasukkan di dalamnya bahasan teologi
dan filsafat dalam berbagai masalah yang selaras dengan sudut pandang
teologi Sunni yang berkembang.81
c. Digunakannya metode tafsir Adabi dalam tafsir Mafātīḥ al-Ghaib dapat
dibuktikan dengan banyaknya al-Rāzī menggunakan analisis-analisis
80
Hasbi ash-Shiddieqiy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur'an, ( Jakarta: Bulan Bintang,
1990), hal. 227 81
W. Montgo Mery Watt, Pengantar Studi Islam, Terj. Taufik Adnan Amal,
(JakartaRajawali: Press, 1991), hal. 267.
36
kebahasaan dalam menjelaskan dan menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an
terutama dalam segi Balaghah dan Qawaid al-Lughahnya.
5. Penilaian Ulama
Banyak ulama yang memberikan komentar atau penilaian terhadap tafsir
Mafātīḥ al-Ghaib, di antaranya sebagai berikut;
a. Imam as-Suyūṭi mengatakan; “Sesunggguhnya al-Rāzī memenuhi
tafsirnya dengan perkataan-perkataan hukama dan filosof, dan
mengecualikan sesuatu dari sesuatu sehingga peneliti merasa takjub”.82
b. Abi Hayyan berkata dalam kitabnya Bahru Muhīṭ; “Al-Rāzī
mengumpulkan segala sesuatu yang banyak dan panjang dalam tafsirnya
di mana hal tersebut tidak dibutuhkan dalam kajian tafsir”.
c. Ibnu Hajar al-Asqalani di dalam kitab Lisān al-Mīzān menemukan
bahwa saya membaca dalam Iksir fi al-Ilmi at-Tafsīr yang disusun oleh
at-Ṭufi, ia mengatakan bahwa banyak kekurangan yang ditemukan
dalam kitab Tafsir al-Kabir.83
82
Muhammad bin Luthfi as-Shibagh, Lamhāt fi 'Ulūm al-Qur‟ān wa atTijāh at-Tafsīr,
(Beirut: Maktab al-Islami, 1990) hal. 291 83
Mundhir, Studi Kitab Tafsir Klasik, (Semarang: CV. Karya Abadi Jaya, 2015) hal. 82
37
BAB IV
PEREDARAN MATAHARI: HAKIKAT, FUNGSI & POLA
Untuk mendadapatkan penafsiran yang komprehensif dari peredaran
matahari, diperlukan adanya penelitian yang mendalam terkait dengan ayat yang
mengindikasikan peredaran matahari itu sendiri. Penulis menemukan ada 5 ayat
yang secara jelas mengisyaratkan peredaran matahari: surat ar-Ra’adu ayat 2,
surat al-Anbiya ayat 33, surat Ibrahim ayat 33, surat Yasin ayat 38 dan 40.
Maka pada bab ini berisi uraian tentang penafsiran al-Rāzī terhadap
peredaran matahari dari ayat-ayat diatas. Penulis mencoba melakukan penelitian
dengan struktur sebagaimana berikut. Pertama, tentang hakikat peredaran
matahari yang sangat lekat dengan kuasa Allah SWT. Bagaimana Allah dengan
segala kekuasaannya bisa menetapkan setiap gerakan dan segalanya terhadap
matahari. Kedua, berbicara tentang fungsi-fungsi dari peredaran matahari yang
bisa memberikan manfaat untuk semua makhluknya di dunia ini. Ketiga, tentang
bagaimana pola peredaran matahari di orbitnya. Dan keempat, analisis dari penulis
terhadap penasfisan al-Rāzī dan yang lainnya tentang ketiga struktur diatas.
A. Hakikat Peredaran Matahari
1. Surah ar-Ra’adu [13] ayat 2
Redaksi ayat:
ت وى على الر ن ها ثم اسر موات بغير عمد ت رور ل اللم الذي رفع الس س والرقمر كم مر ر الش ش وسخ عررمر تموقنمون مر بلقاء ربكم يت لعلكم لم اآلر ر ي مفص مر ى يمدبرم األر يرري ألجل ممسم
“Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu
lihat, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy, dan menundukan matahari
dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah