SMF/Lab Ilmu Penyakit Mata
Tutorial KasusFakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
RSUD A.W.Sjahranie Samarinda
PERDARAHAN SUBKONJUNGTIVA OCULI SINISTRA
ET CAUSA TRAUMATIK
Oleh :
R.Adityo THP NIM.05.48859.00260.09Sahriani Febrina NIM.05.
Pembimbing :
dr. Syamsul Hidayat, Sp.M
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
Pada Bagian Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Mei 2013
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mata merupakan salah satu organ penting bagi manusia. Organ mata
merupakan salah satu alat komunikasi manusia terhadap dunia luar.
Fungsi mata sebagai salah satu panca indera menerima rangsang
sensoris cahaya yang kemudian akan divisualisasikan oleh otak kita
sehingga kita dapat memahami keadaan di sekitar kita. Mata
merupakan panca indera yang halus yang memerlukan perlindungan
terhadap faktor faktor luar yang berbahaya.1Begitu banyak kelainan
pada mata, hal yang paling sering dilihat adalah mata merah. Mulai
dari iritasi ringan sampai perdarahan karena trauma akan memberikan
tampilan klinis mata merah. Perdarahan subkonjungtiva secara klinis
memberikan penampakan mata merah terang hingga gelap pada mata.
Secara umum bekuan darah akibat perdarahan subkonjungtiva dapat
hilang dengan sendirinya dikarenakan diabsorpsi oleh tubuh.Namun
begitu mata merah juga tidak boleh dianggap sebagai hal yang biasa
karena teriritasi oleh debu atau benda tertentu. Pasien dengan
hipertensi diyakini sebagia faktor resiko tersendiri terjadinya
perdarahan pada subkonjungtiva. Pada keadaan tertentu seperti
perdarahan subkonjungtiva yang disertai adanya gangguan visus,
sering kambuh atau bahkan menetap maka harus segera dikonsultasikan
ke dokter spesialis mata. Untuk itu, diperlukan pengetahuan yang
cukup untuk mengetahui bagaimana perdarahan subkonjungtiva beserta
faktor resiko dan penanganannya. 1.2 TujuanTujuan penulisan laporan
kasus ini adalah untuk menambah pengetahuan mengenai perdarahan
subkonjungtiva terkait alur diagnosis serta penatalaksanaannya.BAB
II TINJAUAN PUSTAKA2.1 Anatomi Mata dan Konjungtiva
Mata adalah sebuah organ yang kompleks yang memiliki lebih dari
satu sistem anatomi yang mendukung fungsi mata itu sendiri. Secara
umum ada beberapa sistem anatomi yang mendukung fungsi organ mata,
yaitu :
1. Anatomi kelopak mata
Kelopak mata memiliki peranan proteksi terhadap bola mata dari
benda asing yang menbahayakan mata. Kelopak atau palpebra mempunyai
fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya
yang membentuk film air mata di depan kornea. Pada kelopak terdapat
bagian bagian seperti kelanjar sebasea, kelenjar Moll, kelenjar
Zeis dan kelenjar Meibom. Sementara pergerakan kelopak mata
dilakukan oleh M. Levator palpebra yang dipersarafi oleh N.
Fasialis.
2. Anatomi sistem lakrimal
Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu :
Sistem produksi atau glandula lakrimal. Sistem sekresi air mata
atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata.
Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli
lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus inferior.
3. Anatomi konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak
bagian belakang. Bermacam macam obat mata dapat diserap melalui
konjungtiva ini. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang
dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata
terutama kornea.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
Konjungitva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal
sukar digerakkan dari tarsus.
Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari
sklera di bawahnya.
Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan
tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar
dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.
4. Anatomi bola mata
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola
mata di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih
tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda.
Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu :
Sklera, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata.
Bagian terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang
memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata.
Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan
uvea dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah
apabila terjadi perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan
suprakoroid. Jaringan uvea terdiri atas iris, badan siliar dan
koroid. Badan siliar menghasilkan cairan bilik mata (akuos
humor).
Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam
dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis
membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan
pada saraf optik dan diteruskan ke otak.
5. Anatomi rongga orbita
Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7
tulang yang membentuk dinding orbita yaitu : lakrimal, etmoid,
sfenoid, frontal, dan dasar orbita yang terutama terdiri atas
tulang maksila, bersama sama tulang palatinum dan zigomatikus.
Secara garis besar anatomi mata terdiri dari (luar ke dalam)
:
Kornea
Kamera okuli anterior
Iris
Lensa
Kamera okuli posterior (vitreus body)
Retina
Nervus optikus
Gambar 1. Anatomi mata 22.2 Fisiologi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukus yang transparan yang
membentang di permukaan dalam kelopak mata dan permukaan bola mata
sejauh dari limbus. Ini memiliki suplay limfatik yang tebal dan sel
imunokompeten yang berlimpah. Mukus dari sel goblet dan sekresi
dari kelenjar aksesoris lakrimal merupakan komponen penting pada
air mata. Konjungtiva merupakan barier pertahanan dari adanya
infeksi. Aliran limfatik berasal dari nodus preaurikuler dan
submandibula, yang berkoresponden dengan aliran di kelopak
mata.
Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu :
Konjungtiva palpebra dimulai dari hubungan mukokutaneus pada
tepi kelopak dan bergabung ke lapis tarsal posterior.3 Konjungtiva
palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat
erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva
melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan
membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris.4
Konjungtiva forniks merupakan konjungtiva peralihan konjungtiva
palpebra dan bulbi
Konjungtiva bulbi yang menutupi sklera anterior dan bersambung
dengan epitel kornea pada limbus. Punggungan limbus yang melingkar
membentuk palisade Vogt. Stroma beralih menjadi kapsula Tenon
kecuali pada limbus dimana dua lapisan menyatu.3 Konjungtiva
bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di forniks dan melipat
berkali kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan
memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. Lipatan konjungtiva
bulbaris tebal, mudah bergerak dan lunak (plika semilunaris)
terletak di kanthus internus dan membentuk kelopak mata ketiga pada
beberapa binatang. Struktur epidermoid kecil semacam daging
(karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika semilunaris
dan merupakan zona transisi yang mengandung elemen kulit dan
membran mukosa. 4
Gambar 2. Anatomi Konjungtiva 5Pasokan darah, limfe dan
persarafan
Arteri arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior
dan arteri palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan
bersama dengan banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola
arterinya membentuk jaring jaring vaskuler konjungtiva yang banyak
sekali.
Pembuluh limfe konjungtiva terusun dalam lapisan superfisial dan
lapisan profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe kelopak mata
hingga membentuk pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva menerima
persarafan dari percabangan (oftalmik) pertama nervus V. Saraf ini
hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri. 4Histologi konjungtiva
:
Epitel konjungtiva merupakan jenis yang non-keratinisasi dan
tebalnya sekitar 5 sel. Sel basal kuboid menyusun sel polihedral
yang mendatar sebelum sel tersebut terlepas dari permukaan. Sel
goblet terdapat di dalam sel epitelnya. Sel goblet kebanyakan
terdapat di inferoir dari nasal dan di konjungtiva forniks, dimana
jumlahnya sekitar 5 10% jumlah sel basal.3 Lapisan epitel
konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel
silinder bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel
konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat
persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel sel
epitel skuamosa. Sel sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada
sel sel superfisial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.4
Stroma (substansia propria) terdiri atas jaringan ikat yang banyak
kehilangan pembuluh darah. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu
lapisan adenoid (superfisial) dan satu lapisan fibrosa (profundus).
Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat
dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum
germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi
berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis
inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa
kemudian menjadi folikuler.
2.3 Perdarahan Subkonjungtiva
A. Definisi
Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rapuhnya
pembuluh darah konjungtiva.3 Darah terdapat di antara konjungtiva
dan sklera. Sehingga mata akan mendadak terlihat merah dan biasanya
mengkhawatirkan bagi pasien. 4
Gambar 3. Perdarahan subkonjungtiva 6B. Sinonim 6Beberapa
istilah lain untuk perdarahan subkonjungtiva adalah:
1. bleeding in the eye2. eye injury3. ruptured blood vessels4.
blood in the eye5. bleeding under the conjunctiva6. bloodshot eye
7. pinkeyeC. Epidemiologi
Dari segi usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua
kelompok umur, namun hal ini dapat meningkat kejadiannya sesuai
dengan pertambahan umur.6 Penelitian epidemiologi di Kongo rata
rata usia yang mengalami perdarahan subkonjungtiva adalah usia 30.7
tahun.7 Perdarahan subkonjungtiva sebagian besar terjadi unilateral
(90%).Pada perdarahan subkonjungtiva tipe spontan tidak ditemukan
hubungan yang jelas dengan suatu kondisi keadaan tertentu (64.3%).
Kondisi hipertensi memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan angka
terjadinya perdarahan subkonjungtiva (14.3%). Kondisi lainnya namun
jarang adalah muntah, bersin, malaria, penyakit sickle cell dan
melahirkan.Pada kasus melahirkan, telah dilakukan penelitian oleh
oleh Stolp W dkk pada 354 pasien postpartum dengan perdarahan
subkonjungtiva. Bahwa kehamilan dan proses persalinan dapat
mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva. 8D. Manifestasi klinis
perdarahan subkonjungtiva
Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan
dengan perdarahan subkonjungtiva selain terlihat darah pada bagian
sklera.
Sangat jarang mengalami nyeri ketika terjadi perdarahan
subkonjungtiva pada permulaan. Ketika perdarahan terjadi pertama
kali, akan terasa tidak nyaman, terasa ada yang mengganjal dan
penuh di mata. Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna
merah terang (tipis) atau merah tua (tebal). Tidak ada tanda
peradangan, kalaupun adanya biasanya peradangan yang ringan.
Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu
kemudian akan berkurang perlahan ukurannya karena diabsorpsi. 9E.
PatofisiologiKonjungtiva adalah selaput tipis transparan
yangmelapisi bagian putih dari bola mata (sklera) danbagian dalam
kelopak mata. Konjungtiva merupakanlapisan pelindung terluar dari
bola mata. Konjungtiva mengandung serabut saraf dan sejumlahbesar
pembuluh darah yang halus. Pembuluh-pembuluhdarah ini umumnya tidak
terlihat secara kasat matakecuali bila mata mengalami peradangan.
Pembuluh-pembuluh darah di konjungtiva cukup rapuh dandindingnya
mudah pecah sehingga mengakibatkanterjadinya perdarahan
subkonjungtiva. Perdarahansubkonjungtiva tampak berupa bercak
berwarna merahterang di sclera.
Karena struktur konjungtiva yang halus, sedikit darah dapat
menyebar secara difus di jaringan ikat subkonjungtiva dan
menyebabkan eritema difus, yang biasanya memiliki intensitas yang
sama dan menyembunyikan pembuluh darah. Konjungtiva yang lebih
rendah lebih sering terkena daripada bagian atas. Pendarahan
berkembang secara akut, dan biasanya menyebabkan kekhawatiran,
meskipun sebenarnya tidak berbahaya. Apabila tidak ada kondisi
trauma mata terkait, ketajaman visual tidak berubah karena
perdarahan terjadi murni secara ekstraokulaer, dan tidak disertai
rasa sakit. 6Secara klinis, perdarahan subkonjungtiva tampak
sebagai perdarahan yang datar, berwarna merah, di bawah konjungtiva
dan dapat menjadi cukup berat sehingga menyebabkan kemotik kantung
darah yang berat dan menonjol di atas tepi kelopak mata.
Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi secara spontan, akibat
trauma, ataupun infeksi. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh
darah konjungtiva atau episclera yang bermuara ke ruang
subkonjungtiva..Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva
dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan
Sesuai namanya perdarahan subkonjungtiva ini adalah terjadi
secara tiba tiba (spontan). Perdarahan tipe ini diakibatkan oleh
menurunnya fungsi endotel sehingga pembuluh darah rapuh dan mudah
pecah. Keadaan yang dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh
adalah umur, hipertensi, arterisklerosis, konjungtivitis hemoragik,
anemia, pemakaian antikoagulan dan batuk rejan. 3Perdarahan
subkonjungtiva tipe spontan ini biasanya terjadi unilateral. Namun
pada keadaan tertentu dapat menjadi bilateral atau kambuh kembali;
untuk kasus seperti ini kemungkinan diskrasia darah (gangguan
hemolitik) harus disingkirkan terlebih dahulu. 42. Perdarahan
subkonjungtiva tipe traumatik
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami
trauma di mata langsung atau tidak langsung yang mengenai kepala
daerah orbita. Perdarahan yang terjadi kadang kadang menutupi
perforasi jaringan bola mata yang terjadi.
F. Etiologi
1. Idiopatik, suatu penelitian oleh Parmeggiani F dkk di
Universitas Ferara Itali mengenai kaitan genetik polimorfisme
faktor XIII Val34Leu dengan terjadinya perrdarahan subkonjungtiva
didapatkan kesimpulan baik homozigot maupun heterozigot faktor XIII
Val34Leu merupakan faktor predisposisi dari perdarahan
subkonjungtiva spontan, alel Leu34 diturunkan secara genetik
sebagai faktor resiko perdarahan subkonjungtiva terutama pada kasus
yang sering mengalami kekambuhan.10 Mutasi pada faktor XIII
Val34Leu mungkin sangat berhubungan dengan peningkatan resiko
terjadinya episode perdarahan subkonjungtiva. 112. Manuver Valsalva
(seperti batuk, tegang, muntah muntah, bersin)
3. Traumatik (terpisah atau berhubungan dengan perdarahan
retrobulbar atau ruptur bola mata)
4. Hipertensi125. Gangguan perdarahan (jika terjadi berulang
pada pasien usia muda tanpa adanya riwayat trauma atau infeksi),
termasuk penyakit hati atau hematologik, diabetes, SLE, parasit dan
defisisensi vitamin C.
6. Berbagai antibiotik, obat NSAID, steroid, kontrasepsi dan
vitamin A dan D yang telah mempunyai hubungan dengan terjadinya
perdarahan subkonjungtiva, penggunaan warfarin. 137. Sequele normal
pada operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi pada
konjungtiva.
8. Beberapa infeksi sistemik febril dapat menyebabkan perdarahan
subkonjungtiva, termasuk septikemia meningokok, demam scarlet,
demam tifoid, kolera, riketsia, malaria, dan virus (influenza,
smallpox, measles, yellow fever, sandfly fever).
9. Perdarahan subkonjungtiva telah dilaporkan merupakan akibat
emboli dari patahan tulang panjang, kompresi dada, angiografi
jantung, operasi bedah jantung.
10. Penggunaan lensa kontak, faktor resiko mayor perdarahan
subkonjungtiva yang diinduksi oleh penggunaan lensa kontak adalah
konjungtivakhalasis dan pinguecula. 1411. Konjungtivokhalasis
merupakan salah satu faktor resiko yang memainkan peranan penting
pada patomekanisme terjadinya perdarahan subkonjungtiva.
G. Diagnosis dan pemeriksaan
Diagnosis dibuat secara klinis dan anamnesis tentang riwayat
dapat membantu penegakan diagnosis dan terapi lebih lanjut. Ketika
ditemukan adanya trauma, trauma dari bola mata atau orbita harus
disingkirkan. Apabila perdarahan subkonjungtiva idiopatik terjadi
untuk pertama kalinya, langkah-langkah diagnostik lebih lanjut
biasanya tidak diperlukan. Dalam kejadian kekambuhan, hipertensi
arteri dan kelainan koagulasi harus disingkirkan.
Pemeriksaan fisik bisa dilakukan dengan memberi tetes mata
proparacaine (topikal anestesi) jika pasien tidak dapat membuka
mata karena sakit; dan curiga etiologi lain jika nyeri terasa berat
atau terdapat fotofobia. 16
Memeriksa ketajaman visual juga diperlukan, terutama pada
perdarahan subkonjungtiva traumatik. Salah satu studi mengenai
perdarahan subkonjungtiva traumatik dan hubungannya dengan luka /
injuri lainnya oleh Lima dan Morales di rumah sakit Juarez Meksiko
tahun 1996 2000 menyimpulkan bahwa sejumlah pasien dengan
perdarahan subkonjungtiva disertai dengan trauma lainnya (selain
pada konjungtiva), ketajaman visus < 6/6 meningkat dengan adanya
kerusakan pada selain konjungtiva. Maka dari itu pemeriksaan
ketajaman visus merupakan hal yang wajib pada setiap trauma di mata
sekalipun hanya didapat perdarahan subkonjungtiva tanpa ada trauma
organ mata lainnya. 6
Selanjutnya, periksa reaktivitas pupil dan mencari apakah ada
defek pupil, bila perlu, lakukan pemeriksaan dengan slit lamp.
Curigai ruptur bola mata jika perdarahan subkonjungtiva terjadi
penuh pada 360. Jika pasien memiliki riwayat perdarahan
subkonjungtiva berulang, pertimbangkan untuk memeriksa waktu
pendarahan, waktu prothrombin, parsial tromboplastin, dan hitung
darah lengkap dengan jumlah trombosit. 16H. Diagnosis banding 61.
Konjungtivitis, hal ini dikarenakan memiliki kesamaan pada
klinisnya yaitu mata merah.
2. Konjungtivitis hemoragik akut
3. Sarcoma kaposi
I. PenatalaksanaanPerdarahan subkonjungtiva biasanya tidak
memerlukan pengobatan. Pengobatan dini pada perdarahan
subkonjungtiva ialah dengan kompres dingin. Perdarahan
subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1- 2 minggu tanpa
diobati. 3Pada bentuk-bentuk berat yang menyebabkan kelainan dari
kornea, dapat dilakukan sayatan dari konjungtiva untuk drainase
dari perdarahan. Pemberian air mata buatan juga dapat membantu pada
pasien yang simtomatis. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik,
dicari penyebab utamanya, kemudian terapi dilakukan sesuai dengan
penyebabnya.Tetapi untuk mencegah perdarahan yang semakin meluas
beberapa dokter memberikan vasacon (vasokonstriktor) dan
multivitamin. Air mata buatan untuk iritasi ringan dan mengobati
faktor risikonya untuk mencegah risiko perdarahan
berulang.17Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke
spesialis mata jika ditemukan kondisi berikut ini :1. Nyeri yang
berhubungan dengan perdarahan.
2. Terdapat perubahan penglihatan (pandangan kabur, ganda atau
kesulitan untuk melihat)
3. Terdapat riwayat gangguan perdarahan
4. Riwayat hipertensi
5. Riwayat trauma pada mata.
J. Komplikasi
Perdarahan subkonjungtiva akan diabsorpsi sendiri oleh tubuh
dalam waktu 1 2 minggu, sehingga tidak ada komplikasi serius yang
terjadi. Namun adanya perdarahan subkonjungtiva harus segera
dirujuk ke dokter spesialis mata jika ditemui berbagai hal seperti
yang telah disebutkan diatas. 3Pada perdarahan subkonjungtiva yang
sifatnya menetap atau berulang (kambuhan) harus dipikirkan keadaan
lain. Penelitian yang dilakukan oleh Hicks D dan Mick A mengenai
perdarahan subkonjungtiva yang menetap atau mengalami kekambuhan
didapatkan kesimpulan bahwa perdarahan subkonjungtiva yang menetap
merupakan gejala awal dari limfoma adneksa okuler. 6K.
PrognosisSecara umum prognosis dari perdarahan subkonjungtiva
adalah baik. Karena sifatnya yang dapat diabsorpsi sendiri oleh
tubuh. Namun untuk keadaan tertentu seperti sering mengalami
kekambuhan, persisten atau disertai gangguan pandangan maka
dianjurkan untuk dievaluasi lebih lanjut lagi. 3,6BAB IIILAPORAN
KASUS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Sabtu, 11
Mei 2013 di Poliklinik Mata RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda.
Sumber anamnesis : autoanamnesis3.1 AnamnesisIdentitas
pasienNama
: Ny. ErnawatiUsia
: 32 tahun
Jenis kelamin: Perempuan
Pekerjaan: Ibu Rumah TanggaSuku
: Jawa
Agama
: Islam
Status marital: Menikah
Alamat
: Jl. P.Suryanata RT.19 No.6 Samarinda
Keluhan utama Merah pada mata kiri Riwayat penyakit sekarangMata
kiri merah dialami pasien sejak 2 hari yang lalu, merah timbul
setelah pasien terkena ranting pohon ketika sedang membersihkan
halaman. Merah terjadi di bola mata bagian bawah dekat hidung.
Pasien tidak mengeluhkan rasa gatal dan berair pada mata. Pasien
mengaku tidak mengalami gangguan penurunan penglihatan, rasa nyeri,
rasa mengganjal pada mata, bengkak pada bola mata maupun kotoran
berlebihan pada mata. Pasien mengaku telah berobat pada mantri yang
merupakan keluarga pasien dan mendapat antibiotik namun dianjurkan
untuk berobat ke poli mata.Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat penyakit
serupa sebelumnya disangkal pasien Riwayat diabetes mellitus (-),
hipertensi (-), hiperkolesterol (-), penyakit hati (-)Riwayat
Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan serupa
3.2 Pemeriksaan fisikKeadaan umum : baik
Kesadaran
: kompos mentis
Tanda vital
:
Tekanan darah: 120/70 mmHg
Nadi
: 82x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu
: 36,8o C
Status generalisata:
Kepala leher: Anemis (-), ikterik (-), pupil isokor, refleks
cahaya +/+, hiperemi pada okuler sinistra, pembesaran KGB (-)
Thorax
: Bentuk dada dan pergerakan simetris, vesikuler, rhonki (-/-),
wheezing(-/-), Sonor (+/+), S1 S2 tunggal regular, gallop (-),
murmur (-) Abdomen: flat, soefl, nyeri tekan (-), Hepar/Lien/Ginjal
tidak teraba. Ekstremitas: akral hangat, edem (-)Status
oftalmologi
PemeriksaanOculi DextraOculi Sinistra
Visus6/66/6
Posisi bola matasimetrissimetris
Pergerakan bola matabebas ke segala arahnyeri gerak (-)bebas ke
segala arahnyeri gerak (-)
Siliatidak ada kelainantidak ada kelainan
Palpebra superiorhematom, hiperemis (-), benjolan (-) edem
(-)hematom, hiperemis (-), benjolan (-) edem (-)
Palpebra inferiorhematom, hiperemis(-), benjolan (-) edem
(-)hematom, hiperemis(-), benjolan (-) edem (-)
Konjungtiva bulbiinjeksi konjungtiva (-), injeksi siliar (-),
perdarahan subkonjungtiva (-) injeksi konjungtiva(-), injeksi
siliar (-), perdarahan subkonjungtiva (+) 3 mm
Korneajernih, edem (-), sikatrik (-), infiltrat (-)jernih, edem
(-), sikatrik (-), infiltrat (-)
COAkedalaman normal, hipopion (-), hifema (-)kedalaman normal,
hipopion (-), hifema (-)
Pupilbulat, regular, 3 mm, refleks cahaya (+), seklusio pupil
(-), oklusio pupil (-)bulat, regular, 3 mm, refleks cahaya (+),
seklusio pupil (-), oklusio pupil (-)
Iriswarna kecoklatan, kripte baikwarna kecoklatan, kripte
baik
LensajernihJernih
ResumeSeorang wanita usia 32 tahun datang berobat ke poli mata
dengan keluhan mata kiri merah akibat trauma tumpul terkena
ranting, Pasien tidak mengeluhkan rasa gatal dan berair pada mata,
nyeri (-), sekret (-), penglihatan menurun (-). Pasien mengaku
mengkonsumsi antibiotik yang diberikan mantri.
Pemeriksaan oftalmologis OS : visus OS 6/6 , pada konjungtiva
bulbi terdapat perdarahan terlokalisir di subkonjungtiva dengan 3
mm, nyeri tekan (-), kornea jernih dan intake (+), pupil isokor,
tepi regular, diameter 3mm, reflek cahaya (+).3.3 Pemeriksaan
Penunjang
Tidak dilakukan Pemeriksaan Penunjang3.4 Diagnosis kerja
Perdarahan subkonjungtiva oculi sinistra et causa traumatik3.5
Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Vasacon (Nafazolin HCl) 4x1 tetes/ hari pada mata kiri
Cefadroxil 3x500 mgb. Non Medikamentosa (edukasi)
Hindari pemakaian aspirin, ibuprofen, naproxyn, atau beberapa
NSAID lain yang dapat meningkatkan perdarahan untuk sementara.
Kondisi ini akan membaik dengan sendirinya, perdarahan
subkonjungtiva dapat diserap dalam satu atau dua minggu. Biasanya,
pemulihan terjadi utuh, tanpa adanya masalah jangka panjang Kontrol
ke poli setelah 1 minggu atau segera kembali jika perdarahan
bertambah luas (mata bertambah merah).3.6 Prognosis
Quo ad vitam: BonamQuo ad functionam : Bonam
Quo ad sanam: Bonam
Quo ad cosmeticam : BonamBAB IV
PEMBAHASAN
Pasien wanita berusia 32 tahun datang ke poliklinik mata RSUD
Abdul Wahab Sjahranie dengan keluhan mata kiri merah dialami pasien
sejak 2 hari yang lalu, merah timbul setelah pasien terkena ranting
pohon ketika sedang membersihkan halaman. Merah terjadi di bola
mata bagian bawah dekat hidung. Pasien tidak mengeluhkan rasa gatal
dan berair pada mata. Pasien mengaku tidak mengalami gangguan
penurunan penglihatan, rasa nyeri, bengkak pada bola mata maupun
kotoran berlebihan pada mata. Pasien mengaku telah berobat pada
mantri yang merupakan keluarga pasien dan mendapat antibiotik namun
dianjurkan untuk berobat ke poli mata.Pada pemeriksaan fisik
didapatkan visus 6/6 pada kedua mata, pada konjungtiva bulbi
terdapat perdarahan terlokalisir di subkonjungtiva 3 mm, nyeri
tekan (-), kornea jernih dan intake (+), pupil isokor, tepi
regular, diameter 3mm, reflek cahaya normal, tidak ditemukan edem
palpebra, sekret ataupun lakrimasi yang berlebihan, serta tidak
ditemukan tanda-tanda peradangan.Diagnosis pada pasien ini
ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, yang mana
keluhan dan hasil dari beberapa pemeriksaan fisik mengarah pada
perdarahan subkonjungtiva.Perdarahan subkonjungtiva sebagian besar
terjadi unilateral (90%), Pada perdarahan subkonjungtiva tipe
spontan tidak ditemukan hubungan yang jelas dengan suatu kondisi
keadaan tertentu (64.3%), Dari segi usia, perdarahan subkonjungtiva
dapat terjadi di semua kelompok umur, namun hal ini dapat meningkat
kejadiannya sesuai dengan pertambahan umur. 6 Penelitian
epidemiologi di Kongo rata rata usia yang mengalami perdarahan
subkonjungtiva adalah usia 30.7 tahun. 7 Jenis kelamin perempuan
lebih banyak mengalami perdarahan subkonjungtiva dibandingkan laki
laki.Pada pasien ini terdapat beberapa gejala yang merupakan
manifestasi klinis dari perdarahan subkonjungtiva yang mana sangat
jarang mengalami nyeri ketika terjadi perdarahan subkonjungtiva
pada permulaan. Ketika perdarahan terjadi pertama kali, akan terasa
tidak nyaman, terasa ada yang mengganjal dan penuh di mata. tampak
adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang (tipis) atau
merah tua (tebal). Tidak ada tanda peradangan, kalaupun adanya
biasanya peradangan yang ringan. Perdarahan akan terlihat meluas
dalam 24 jam pertama setelah itu kemudian akan berkurang perlahan
ukurannya karena diabsorpsi.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik penyebab timbulnya
perdarahan subkonjungtiva pada pasien ini adalah akibat trauma
terkena ranting pohon ketika membersihkan halaman. Adapun penyebab
perdarahan subkonjungtiva Berdasarkan literature penyebab
perdarahan subkonjungtiva adalah traumatik, batuk, tegang, muntah
muntah, bersin, hipertensi, gangguan perdarahan: penyakit hati atau
hematologik, diabetes, SLE dan defisisensi vitamin c, berbagai
antibiotik, obat / bahan kimia, sequele normal pada operasi mata
sekalipun tidak terdapat insisi pada konjungtiva, beberapa infeksi
sistemik, penggunaan lensa kontak dan idiopatik.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pemeriksaan oftalmologi
didapatkan hal-hal yang mendukung diagnosis perdarahan
subkonjungtiva pada okuli sinistra, yaitu terdapat konjungtiva
bulbi okuli sinistra hiperemi, kornea tampak jernih dan intak,
pupil isokor, reflek cahaya normal, lensa juga tampak jernih.
Temuan yang mengarah pada diagnosis banding lain seperti
konjungtivitis adalah hiperemi.
Pada kasus ini pasien mendapatkan terapi berupa vasacon
(Nafazolin HCl) 4x1 tetes/ hari pada mata kiri, Cefadroxil 3x500mg,
serta beberapa edukasi antara lain untuk menghindari pemakaian
obat-obatan seperti aspirin, ibuprofen, naproxyn, atau beberapa
NSAID lain yang dapat meningkatkan perdarahan, lalu untuk kontrol
ke poli setelah 1 minggu atau segera kembali jika perdarahan
bertambah luas (mata bertambah merah) untuk mengevaluasi respon
terapi yang telah diberikan dan perbaikan dari gejala klinis.
Berdasarkan literatur, perdarahan subkonjungtiva sebenarnya tidak
memerlukan pengobatan karena darah akan terabsorbsi dengan baik
selama 1-2 minggu. Tetapi untuk mencegah perdarahan yang semakin
meluas, beberapa dokter memberikan vasacon (vasokonstriktor) dan
multivitamin. Antibiotik diberikan bertujuan untuk mencegah infeksi
sekunder yang berasal dari ranting pohon.
Prognosa pasien untuk quo ad vitam dinyatakan bonam karena tidak
mengancam jiwapasien, quo ad functionam dinyatakan bonam karena
tidak mengakibatkan gangguan fungsipenglihatan, quo ad sanam juga
dinyatakan bonam karena perdarahan sub konjungtiva akan hilang
dengan sendirinya dalam waktu 1-2 minggu. Quo ad kosmetikam juga
dinyatakan bonam karena perdarahan tidak akan meninggalkan
bekas.BAB V
PENUTUP5.1 Kesimpulan
Telah dilaporkan kasus pasien wanita, usia 32 tahun yang
didiagnosis perdarahan subkonjungtiva berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, dengan keluhan mata kiri merah dialami pasien
sejak 2 hari yang lalu, merah timbul setelah pasien terkena ranting
pohon ketika sedang membersihkan halaman dari pemeriksaan
oftalmologi didapatkan pada konjungtiva bulbi terdapat perdarahan
terlokalisir di subkonjungtiva dengan 3 mm dan tidak ditemukan
kelainan yang lain. Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini
berupa medikamentosa seperti vasokonstriktor dan antibiotik serta
edukasi. Secara umum, alur penegakan diagnosis dan penatalaksanaan
yang telah diberikan kepada pasien telah sesuai dengan literatur
yang ada.DAFTAR PUSTAKA1. Ilyas, Sidarta. Masalah Kesehatan Anda.
2005. FK UI. Jakarta
2. Schlote, Pocket Atlas of Ophthalmology 2006 Thieme3. Ilyas,
Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. 2008. FK UI. Jakarta4.
Vaughan, Daniel G. Oftalmologi Umum,2000. Widia Meka. Jakarta5. K
Lang, Gerhard. Ophthalmology A Short Textbook.2000. Thieme
Stuttgart. New York;6. Graham, R. K. Subconjuntival Hemorrhage. 1st
Edition. 2009. Medscapes Continually Updated Clinical Reference.
Diakses tanggal 8 Februari 2012, dari
http://emedicine.medscape.com/article/1192122-overview7. Kaimbo D,
Kaimbo Wa. Epidemiology of traumatic and spontaneous
subconjunctival haemorrhages in Congo. Congo. 2008. Diakses pada
tanggal 8 Februari 2012, dari http//pubmed.com/ Epidemiology of
traumatic and spontaneous subconjunctival haemorrhages in
Congo/943iure8. Stolp W, Kamin W, Liedtke M, Borgmann H. [Eye
diseases and control of labor. Studies of changes in the eye in
labor exemplified by subconjunctival hemorrhage (hyposphagmas)] .
Johanniter-Krankenhauses Bonn. Jerman. Diakses pada tanggal 8
Februari 2012
9. American Academy. 2009. Subconjunctival Haemorrhages.
Amerika
10. Parmeggiani F et all. Prevalence of factor XIII Val34Leu
polymorphism in patients affected by spontaneous subconjunctival
hemorrhage. Ferrara, Itali. Diakses pada tanggal 8 Februari 2012,
dari http//pubmed.com/Prevalence of factor XIII Val34Leu
polymorphism in patients affected by spontaneous subconjunctival
hemorrhage/42u3-upr211. Incorvaia C et all. Recurrent episodes of
spontaneous subconjunctival hemorrhage in patients with factor XIII
Val34Leu mutation. Ferrara, Itali. Diakses pada tanggal 8 Februari
2012, dari http//pubmed.com/ac12/ Recurrent episodes of spontaneous
subconjunctival hemorrhage in patients with factor XIII Val34Leu
mutation/937212. Pitts JF, Jardine AG, Murray SB, Barker NH.
Spontaneous subconjunctival haemorrhage--a sign of hypertension?.
Western Infirmary, Glasgow. Diakses pada tanggal 8 Februari 2012,
dari http//pubmed.com/aihds. Spontaneous subconjunctival
haemorrhage--a sign of hypertension?.id13. Leiker LL, Mehta BH,
Pruchnicki MC, Rodis JL. Risk factors and complications of
subconjunctival hemorrhages in patients taking warfarin. Kansan.
USA. Diakses pada tanggal 8 Februari 2012, dari http//pubmed.com/
Risk factors and complications of subconjunctival hemorrhages in
patients taking warfarin/3i2r4314. Mimura T, Yamagami S et all.
Contanc lens-Induced Subconjuntival Hemorrhage. 2010. Tokyo, japan.
Diakses pada tanggal 8 Februari 2012, dari http//pubmed.com15.
Mimura T, Yamagami S et all. Subconjuntival Hemorrhage and
Conjuntivochalasis. 2010. Tokyo, japan. Diakses pada tanggal 8
Februari 2012, dari http//pubmed.com/jornal: Subconjuntival
Hemorrhage and Conjuntivochalasis/as23u16. Chern, K. C. Emergency
Ophthalmology: A Rapid Treatment Guide. 1st ed. 2002. McGraw-Hill,
Massachusetts.17. Rifki, M. 2010. Perdarahan Subkonjungtiva.
Jakarta Diakses pada tanggal 8 Februari 2012/www.medicastore/
Perdarahan Subkonjungtiva.3ii04308azs
24