-
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2008-2013
5
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI WILAYAH
A. KONDISI GEOGRAFIS
1. Letak dan Luas Wilayah
Kalimantan Barat terletak di posisi antara 20 08 Lintang Utara
30 05 Lintang Selatan dan 10 30 1140 10 Bujur Timur, dengan
demikian garis khatulistiwa (garis lintang 00) melintasi provinsi
ini dan menjadikan Kota Pontianak sebagai satu-satunya kota di
Indonesia yang di atasnya tepat dilalui oleh garis tersebut.
Provinsi Kalimantan Barat memiliki luas wilayah 146.807,00 km2
(14,68 juta Ha), membentang dari utara ke selatan sepanjang 600 km
dan dari timur ke barat sepanjang 850 km, dengan batas-batas
wilayah sebagai berikut:
Sebelah utara berbatasan dengan Sarawak (Malaysia Timur).
Sebelah selatan berbatasan dengan Kalimantan Tengah dan Laut Jawa.
Sebelah timur berbatasan dengan Sarawak dan Kalimantan Timur.
Sebelah barat berbatasan dengan Laut Natuna dan Selat Karimata.
Sejak 7 Januari 1953, melalui Undang-undang Darurat No. 2 Tahun
1953, Kalimantan Barat dinyatakan sebagai Daerah Otonom Tingkat
Provinsi. Meskipun waktu itu kedudukan wilayah Kalimantan Barat
masih tetap berstatus sebagai wilayah administrative Keresidenan.
Melalui Undang-undang No. 25 Tahun 1956 (Lembar Negara No. 65)
Pemerintah Indonesia membentuk daerah-daerah otonom tingkat
provinsi, yaitu: Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan
Selatan, dan Provinsi Kalimantan Timur, sekaligus mencabut
berlakunya Undang-undang Darurat No. 2 Tahun 1953. Selanjutnya
melalui Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. DES.52/10/50
tanggal 12 Desember 1956 ditetapkan bahwa Undang-undang No. 25
tersebut mulai berlaku 1 Januari 1957. Dengan demikian sejak awal
tahun 1957 Kalimantan Barat sepenuhnya menjadi satu Provinsi yang
dikepalai oleh seorang Gubernur dengan Ibukota berkedudukan di
Pontianak alias Kota Khatulistiwa.
Provinsi Kalimantan Barat yang luas wilayahnya kurang lebih 1,13
kali luas pulau Jawa ini sekarang terbagi kepada 14 Pemerintahan
Kabupaten/Kota, yaitu: Kabupaten Sambas luas 6.394,70 km2 (4,36%),
Kabupaten Bengkayang luas 5.397,30 km2 (3,68%), Kabupaten Landak
luas 9.909,10 km2 (6,75%), Kabupaten Pontianak dan Kubu Raya luas
8.262,10 km2 (5,63%), Kabupaten Sanggau luas 12.857,70 km2 (8,76%),
Kabupaten Ketapang dan Kayong Utara luas 35.809,00 km2 (24,39%),
Kabupaten Sintang luas 21.635,00 km2 (14,74%), Kabupaten Kapuas
Hulu luas 29.842,00 km2 (20,33%), Kabupaten Sekadau luas 5.444,30
km2 (3,71%), Kabupaten Melawi luas 10.644,00 km2 (7,25%), Kota
Pontianak luas 107,80 km2 (0,07%), dan Kota Singkawang luas 504,00
km2 (0,34%).
Provinsi Kalimantan Barat masih relatif terisolir terhadap
provinsi lainnya yang ada di Kalimantan (Kalteng, Kaltim, dan
Kalsel) baik ditinjau dari aspek transportasi, ekonomi, dan
komunikasi, bahkan dalam hal pembagian waktu. Namun memperhatikan
letak batas-batas tersebut di atas terlihat bahwa wilayah
Kalimantan Barat mempunyai karakteristik geografis yang relatif
terbuka dan memiliki akses yang lebih luas terhadap wilayah-wilayah
potensial selain tiga provinsi lainnya di Kalimantan, yaitu ke
wilayah Jawa dan Sumatera, wilayah kepulauan lainnya di Laut
Natuna, dan ke luar negeri yaitu Serawak. Bahkan sebagai salah satu
wilayah Indonesia yang berbatasan langsung dengan Negara asing,
Kalimantan Barat merupakan satu-satunya provinsi yang secara resmi
memiliki akses jalan darat untuk masuk dan keluar ke/dari negara
asing tersebut.
Melihat posisi yang strategis wilayah ini tentu memberikan
peluang untuk meningkatkan pembangunan dan aksesibilitas sosial
budaya serta ekonomi yang lebih luas baik dalam skala
lokal/internal dan nasional, yaitu terhadap daerah-daerah di dalam
negeri, maupun dalam skala regional/internasional yaitu dengan
negara-negara tetangga di kawasan ASEAN. Secara umum sebagian besar
lahan di Kalimantan Barat adalah hutan yang menutupi areal seluas
6.212.696 Ha (42,32%) serta padang/semak/belukar/alang-alang seluas
4.898.393 Ha (34,11%). Selain itu juga terdapat tanah kering seluas
527.944 Ha, dan tanah tandus (open ground) seluas 29.446.
-
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2008-2013
6
Adapun lahan yang telah digunakan (land utilization) mencakup:
perkebunan seluas 1.574.855 Ha, ladang (sawah non irigasi) seluas
368.650 Ha, perairan darat (land fishery) 335.124 Ha, kebun
campuran (cultuvate) seluas 238.701 Ha, peruntukan tempat tinggal
atau pemukiman seluas 122.350 Ha (0,83%), sawah dengan sistem
irigasi 63.872 Ha, pertambangan 4.840 Ha, industri seluas 2.030 Ha,
dan lain-lain 296.640 Ha.
2. Topografi dan Iklim
Secara umum Kalimantan Barat merupakan dataran rendah dengan
sedikit berbukit, diapit oleh dua jajaran gunung yaitu: pegunungan
Kalingkang di Kapuas Hulu bagian utara dan pegunungan Schwener di
selatan sepanjang perbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah,
serta dialiri oleh ratusan sungai yang aman untuk dilayari.
Sebagian besar daerah daratannya berawa-rawa bercampur gambut dan
hutan mangrove. Sekian banyak danau yang ada, dua terpenting di
antaranya yaitu danau Sentarum (luas 117,500 Ha) yang nyaris kering
di musim kemarau, dan danau Luar (luas 5,400 ha).
Provinsi yang total luasnya 14.680.700 Ha ini sebagian besar
wilayahnya (sekitar 36%) merupakan areal datar dengan kemiringan
rendah < 2 persen mencakup wilayah seluas 5.273.053 Ha (wilayah
terluas berada di Kabupaten Ketapang, 1.866.993 Ha / 35%). Sisanya
adalah dataran dengan kemiringan masing-masing 2 15 persen seluas
3.569.149 Ha / 24% dari total wilayah Kalbar (yang terluas berada
di Kabupaten Ketapang, 907.304 Ha / 25%), kemiringan 15 40 persen
seluas 2.976.974 Ha / 20% dari total wilayah Kalbar (yang terluas
berada di Kabupaten Sintang, 581.929 Ha / 16%), dan dengan
kemiringan tinggi > 40 persen seluas 2.861.524 Ha / 20% dari
wilayah Kalbar (yang terluas terdapat di Kabupaten Kapuas Hulu,
1.166.570 Ha / 41%).
Sekitar 2.855.600 Ha (19,5%) dari seluruh wilayah Kalimantan
Barat merupakan daerah tergenang (flooding area), yang paling luas
di antaranya terdapat di Kabupaten Ketapang 1.005.000 Ha (35,2%),
sedangkan sebagian besar sisanya (sekitar 80,5% dari total wilayah
Kalbar) merupakan daerah tidak tergenang, yaitu seluas 11.825.100
Ha (paling luas berada di Kabupaten Kapuas Hulu yaitu 2.594.200 Ha
/ 22%).
Dilihat dari jenis tanah permukaan (the type of soil surface),
sebagian besar daratan Kalimantan Barat (sekitar 57%) berjenis
tanah PMK (Podsolet Merah Kuning, termasuk kompleks PMK) mencakup
seluas 8.367.807 Ha (terluas di Kabupaten Ketapang, seluas
2.266.975 Ha / 27%). Kemudian Aluvial seluas 1.459.033 Ha (terluas
di Kabupaten Pontianak, 514.368 Ha), OGH seluas 1.418.711 Ha
(terluas di Kabupaten Ketapang, 669.125 Ha), Podsol seluas 454.400
Ha (terluas di Kabupaten Ketapang, 171.200 Ha), Latosol seluas
212.800 Ha, (terluas di Kabupaten Bengkayang, 140.000 Ha), dan
Regosol seluas 44.800 Ha yang hanya terdapat di Kabupaten Ketapang
40.000 Ha dan Kota Singkawang seluas 4.800 Ha.
Ditinjau dari jenis tekstur tanah (the type of soil texture),
sebagian besar daratan Kalimantan Barat (59,2%) adalah bertekstur
tanah sedang (moderate) yaitu seluas 8.697.831 Ha (terluas di
Kabupaten Ketapang, 1.987.700 Ha). Kemudian halus (smooth) seluas
3.327.677 ha (terluas di Kapuas Hulu, 1.453.400 Ha), kasar (hard)
seluas 2.655.192 Ha (terluas di Kabupaten Sintang, 1.120.450 Ha),
gambut (turf) seluas 1.729.653 ha (terluas di Kabupaten Ketapang,
627.500 Ha), dan rawa (swamp) seluas 18.750 Ha masing-masing di
Kabupaten Kapuas Hulu seluas 18.000 Ha dan di Kabupaten Ketapang
seluas 750 Ha.
Kalimantan Barat memiliki 19 macam kandungan tanah (the soil
bearing), yang terbanyak adalah kwarter (Quartenary) sekitar
4.491.431 Ha (terbanyak di Kabupaten Ketapang, 1.886.017 Ha),
kemudian Plistosen-Pliosen (Plistocene-Pliocene) sebanyak 3.667.686
Ha (terluas di Kabupaten Sintang, 1.705.379 Ha), Intrusif dan
Plasonik Asam (Acid Intrusive and Plutonic) sebanyak 1.294.093 Ha
(terluas di Kabupaten Ketapang, 564.139 Ha), Intrusif dan Plutonik
Basa Menengah (Intermediate Intrusive and
-
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2008-2013
7
Plutonic) sebanyak 925.951 Ha (terluas di Kabupaten Sekadau,
171.430 Ha), Efusif tak Dibagi (Effusive Undivided) sebanyak
787.713 Ha (terluas di Kabupaten Ketapang, 623 956 Ha), Pra Tersier
tak Dibagi (Pretertiary Undivided) sebanyak 665.833 Ha sebagian
besar terletak di Kabupaten Hulu, Kapur (Cretaceous) 540.436 Ha
(terluas di Kabupaten Sintang, 423.980 Ha), Trias (Triassic)
sebanyak 471.865 Ha (terbanyak di Kabupaten Bengkayang, 183.579
Ha), Permokarbon Trias Atas (Permo Carboniferous-U Triassic)
sebanyak 330.079 Ha (terluas di Kabupaten Kapuas Hulu, 224.759 Ha),
Efusif Menengah (Intermediate Effusive) sebanyak 275.674 Ha
(terluas di Kabupaten Kapuas Hulu, 181.943 Ha), Permokarbon (Permo
Carboniferous) sebanyak 275.385 Ha (terluas di Kabupaten Kapuas
Hulu, 109.273 Ha), Sekis Hablur (Crystalline Schist) sebanyak
112.654 Ha (terluas di Kabupaten Kapuas Hulu, 47 605 Ha), Paleozoik
(Paleozoic) sebanyak 108.679 Ha (terluas di Kabupaten Sambas,
81.966 Ha), Efusif Basa (Basic Effusive) sebanyak 98.587 Ha
(terluas di Kabupaten Bengkayang, 53.932 Ha), Efusif Asam (Acid
Effusive Rocks) sebanyak 88.808 Ha (terluas di Kabupaten Landak,
52.301 Ha), Intrusif dan Plutonik Basa (Basic Intrusive and
Plutonic) sebanyak 87.951 Ha (terluas di Kabupaten Sanggau, 27.645
Ha), Paleogen (Paleogene) sebanyak 38.150 Ha (terbanyak di
Kabupaten Landak, 35.802 Ha), Jura (Jurassic) sebanyak 19.034 Ha
(terluas di Kabupaten Bengkayang, 13.734 Ha), Neogen (Neogene)
sebanyak 12.861 Ha (terluas di Kabupaten Kapuas Hulu 11.673
Ha).
Kalimantan Barat termasuk daerah penghujan yang cukup tinggi
intensitasnya. Tahun 2006 jumlah curah hujan (number of rainfall)
tertinggi mencapai 327 - 663 milimeter terjadi di bulan Desember,
pada umumnya terjadi di daerah-daerah yang berhutan tropis dan
disertai kelembaban udara yang cukup tinggi. Sedangkan curah hujan
terendah terjadi pada bulan Juli mencapai 9-29 milimeter.
Jumlah hari hujan (number of rainday) di Kalimantan Barat pada
tahun 2006 dengan rata-rata bulanan hari hujan tertinggi pada
umumnya terjadi di bulan Desember, mencapai angka 23-27 hari.
Sedangkan hari hujan terendah terjadi pada bulan Agustus yang hanya
mencapai 3-11 hari. Karena dilewati oleh garis Khatulistiwa maka
daerah ini memiliki suhu udara yang tinggi disertai kelembaban yang
tinggi pula. Temperatur udara tertinggi mencapai suhu 33,5 0C,
sedangkan yang terendah mencapai suhu 22,60C dengan rata-rata
250-280C. Adapun kecepatan angin (wind velocity) rata-rata 03-05
knots/jam, dan tertinggi rata-rata mencapai 28-29 knots/jam.
B. PEREKONOMIAN DAERAH
1. PDRB
Perekonomian Kalbar selama lima tahun terakhir (20022006)
menampakkan adanya kemajuan. Kebijakan pembangunan yang didukung
oleh instrumen perencanaan yang mengacu pada potensi daerah menjadi
salah satu faktor yang berperan dalam mendorong kemajuan tersebut.
Pembangunan daerah relatif mampu menggerakkan komponen-komponen
ekonomi untuk saling bersinergi dalam menggerakkan kegiatan
perekonomian.
Perkembangan perekonomian Kalbar secara umum diindikasikan
dengan peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dalam
kurun waktu 2002-2006 menunjukkan peningkatan yang cukup
signifikan. Pada tahun 2002, pencapaian PDRB sebesar Rp 23,91
trilyun, dan meningkat menjadi Rp 26,06 trilyun pada tahun 2003.
Selanjutnya, pada tahun 2004 mencapai Rp 29,75 trilyun, tahun 2005
Rp 33,87 trilyun, dan meningkat lagi menjadi Rp 37,71 pada tahun
2006. Selama periode tersebut, PDRB mengalami kenaikan rata-rata Rp
2,76 trilyun atau 11,54% per tahun. Sementara laju inflasi Kalbar
dalam dua tahun terakhir ini cenderung menurun, yakni sebesar
14,43% tahun 2005 turun menjadi 6,32% tahun 2006. Perkembangan
perekonomian daerah Kalimantan Barat 2002-2006 dapat dilihat pada
tabel 2.1 halaman berikut ini.
-
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2008-2013
8
Tabel 2.1 PDRB dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Kalimantan Barat,
2002-2006
Tahun PDRB Hrg Berlaku (Trilyun Rp) PDRB Hrg Konstan
(Trilyun Rp) Pertumb. Ek. (%)
2002 23,91 20,81 4,55 2003 26,06 21,46 3,12 2004 29,75 22,48
4,79 2005 33,87 23,54 4,69 2006 37,71 24,77 5,23
Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Barat, 2007
Grafik 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Kalimantan Barat, 2002-2006
Peningkatan PDRB menjadikan pencapaian laju pertumbuhan ekonomi
Kalbar cukup mantap selama periode 2002-2006. Pertumbuhan ekonomi
terendah terjadi tahun 2003 (3,12%) dan tertinggi tahun 2006
(5,23%). Selama periode 2002-2006, perekonomian Kalbar tumbuh
rata-rata sebesar 4,48%.
Bila dicermati, pertumbuhan ekonomi Kalbar sebagian besar
dipengaruhi oleh kegiatan konsumsi. Pada tahun 2002, peran
pengeluaran konsumsi rumah tangga dalam PDRB sebesar 54,91% dan
turun menjadi 51,79% pada tahun 2006. Kontribusi investasi (modal
tetap bruto) juga mengalami penurunan, dari 25,80% menjadi 24,53%.
Sementara, kontribusi pengeluaran pemerintah meningkat dari 10,33%
menjadi 12,66%. Demikian pula halnya dengan kontribusi ekspor
netto, meningkat dari 6,57% menjadi 9,30%.
Secara keseluruhan, struktur ekonomi Kalbar tahun 2002-2006
menunjukkan transformasi yang cukup memadai. Selama periode
tersebut, peranan sektor tertier (42,63%) lebih tinggi dibanding
dengan sektor dibandingkan sektor primer (28,47%) maupun sektor
sekunder (28,91%). Pada tahun 2002, kontribusi sektor primer
(pertanian dan pertambangan) dalam PDRB Kalbar sebesar 27,90%, dan
pada tahun 2006 menjadi 28,35%. Sektor sekunder (industri, listrik,
air bersih, gas dan bangunan) sebesar 30,37% pada tahun 2002, dan
pada tahun 2006 mengalami penurunan menjadi 27,69%. Sementara untuk
sektor tersier (perdagangan, pengangkutan, keuangan, dan jasa)
terjadi peningkatan, yakni sebesar 41,37% pada tahun 2002 menjadi
43,96% pada tahun 2006.
Bila dicermati peran masing-masing sektor dalam PDRB,
menunjukkan bahwa perekonomian Kalbar selama tahun 2002-2006 masih
didominasi sektor pertanian, dengan rata-rata kontribusi sebesar
27,48%. Sektor lainnya yang memberi rata-rata kontribusi cukup
tinggi adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran (21,83%),
sektor lain-lain (21,71%), dan sektor industri pengolahan
(19,91%).
4.55
3.12
4.79 4.695.23
2002 2003 2004 2005 2006
Pertu
mbuh
an E
k (%
)
-
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2008-2013
9
Grafik 2.2 Struktur Perekonomian Kalimantan Barat Tahun 2006
(%)
Perkembangan makroekonomi Kalbar selama periode 2002-2006,
ternyata diimbangi pula dengan peningkatan PDRB/kapita. Pada tahun
2002, PDRB perkapita sebesar Rp.6.170.132,27 dan meningkat menjadi
Rp.9.113.425,09 pada tahun 2006.
2. Investasi
Kalimantan Barat menghadapi permasalahan klasik yang hampir
dialami oleh provinsi lain di Indonesia, yaitu terbatasnya modal
yang dimiliki sehingga pemanfaatan sumber daya alam menjadi tidak
maksimal. Pencapaian target investasi rata-rata kurang dari
50%.
Untuk investasi pemerintah, perkembangan yang diamati pada
alokasi belanja pembangunan/belanja publik selama tahun 2002-2006
menunjukkan komposisi belanja publik terhadap total belanja terus
membaik. Rata-rata belanja pembangunan selama periode tersebut
mencapai 46,49%. Investasi pemerintah (belanja pembangunan) cukup
tinggi pada tahun 2006 yakni Rp 597,17 Milyar atau sekitar 65,17%
dari total belanja Rp 916,39 Milyar. Sebagian besar investasi
pemerintah diperuntukkan untuk mengatasi permasalahan struktural
seperti persoalan perekonomian, sosial, dan pembangunan
infrastruktur publik dan prasarana pemerintahan.
Dalam kurun waktu 2002-2006, investasi swasta khususnya
investasi dengan fasilitas PMDN dan PMA mulai menampakkan
peningkatan. Namun secara keseluruhan realisasi investasi swasta di
Kalbar belum optimal sebagaimana yang diharapkan (realisasi
-
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2008-2013
10
3. Industri, Perdagangan, UMKM dan Koperasi
Keberadaan industri kecil menengah dan industri besar/sedang di
Kalbar memiliki nilai strategis, mengingat kegiatan industri
tersebut mampu meningkatkan kapasitas produksi daerah dan menyerap
cukup banyak tenaga kerja. Oleh karenanya, pengembangan industri
mendapat perhatian ekstra dari Pemerintah Daerah.
Sampai tahun 2006, pelaku usaha sektor industri kecil dan
menengah (IKM) yang berkembang dan terus mendapatkan pembinaan
sebanyak 14.226 unit usaha. Menurut jenisnya, sebagian besar sektor
ini bergerak pada bidang pangan, industri sandang, dan industri
kerajinan. Tenaga kerja yang terserap sebanyak 212.934 orang.
Sementara jumlah industri besar/sedang sebanyak 253 unit usaha dan
menampung sebanyak 136.949 tenaga kerja. Jumlah industri kecil
menengah dan industri besar di Kalimantan Barat dapat dilihat pada
tabel 2.3 Halaman Berikut ini.
Tabel 2.3 Jumlah Industri Kecil Menengah dan Industri Besar di
Kalimantan Barat, 2005-2006
Industri Kecil Menengah Industri Besar/Sedang No Uraian 2005
2006 2005 2006
1 Unit Usaha 13.080 14.226 248 253
2 Tenaga Kerja (Org) 194.329 212.934 136.236 136.949
3 Investasi (Ribu Rp) 72.069.975 78.573.667 3.841.316
4.414.853
4 Produksi (Ribu Rp) 534.183.713 571.596.480 6.536.975 6.536.975
Sumber: Disperindag Kalbar, 2007
Selanjutnya, kegiatan perdagangan di Kalbar telah menyumbang
perolehan devisa ekspor daerah yang cukup memadai. Selama tiga
tahun terakhir (2004-2006), beberapa komoditi ekspor strategis
mengalami peningkatan volume maupun nilai devisa ekspor, seperti
hasil industri karet olahan, hasil hutan ikutan dan hasil
perikanan.
Tahun 2006, devisa ekspor karet olahan mencapai US$
324.501.306,72 atau naik 44,66% dibandingkan tahun 2005. Komoditi
lain seperti ekspor hasil hutan ikutan juga menunjukkan
perkembangan yang cukup berarti.
Tabel 2.4 Perkembangan Ekspor Kalimantan Barat, 2004-2006
Nilai Ekspor (US $) Komoditi 2004 2005 2006
I. HASIL INDUSTRI 540.858.927,58 479.681.387,64
514.295.858,05
a. Hasil Perkayuan 329.343.427,74 207.334.812,24
186.002.643,00
b. Karet/Crumb Rubber 206.342.566,42 224.319.867,48
324.501.306,72
c. Lain-Lain 4.598.163,04 46.855.324,80 417.711,85
d. Reekspor 574.770,38 1.171.383,12 3.374.196,48
II. HASIL NON INDUSTRI 33.911.452,42 106.010.172,36
35.084.515,22
a. Hasil Hutan Ikutan 1.724.311,14 2.342.766,24 2.501.994,14
b. Hasil Perikanan 25.289.896,72 38.069.951,40 13.043.738,33
c. Lain-Lain 6.897.244,56 65.597.454,72 19.538.782,75
Jumlah 574.770.380,00 585.691.560,00 549.380.373,27 Sumber:
Disperindag Kalbar, 2007
-
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2008-2013
11
Selain kegiatan perdagangan skala ekspor, perkembangan
perekonomian Kalbar secara kuantitas juga ditunjang dengan semakin
berkembangnya kegiatan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan
koperasi. Selama ini, UMKM dan koperasi merupakan kekuatan riil
dalam membangun kehidupan ekonomi sebagian besar masyarakat Kalbar.
Perkembangan UMKM dan koperasi tersebut merupakan hasil nyata dari
komitmen pembangunan daerah yang meletakkan ekonomi kerakyatan
sebagai tulang punggung perekonomian daerah.
Sesuai dengan lingkup usahanya, di Kalimantan Barat saat ini
tercatat UMKM formal sebanyak 2.824 unit usaha, dengan menyerap
sekitar 11.215 tenaga kerja. Meskipun kontribusinya relatif kecil
yakni 1,89 % terhadap PDRB, tentunya sumbangannya semakin bertambah
besar manakala peran UMKM sektor informal dilibatkan. Sementara
itu, jumlah koperasi konsumsi dan serba usaha termasuk koperasi
jasa sebanyak 4.039 unit, dan jumlah KUD sebanyak 416 Unit dengan
volume usaha mencapai Rp 43,52 Milyar. Persebaran koperasi
konsumsi, koperasi serba usaha dan KUD cukup merata di 14
kabupaten/kota di Kalimantan Barat.
C. SOSIAL BUDAYA
1. Kependudukan dan Keluarga Berencana
a. Jumlah penduduk Kalimantan Barat tahun 2006 diperkirakan
sekitar 4,12 juta jiwa dengan rincian laki-laki 2,11 juta jiwa dan
perempuan 2,01 juta jiwa. Laju pertumbuhan penduduk (LPP) periode
2000-2005 sebesar 1,56%, naik sedikit (0,03%) dibanding LPP periode
1990-2000. LPP Kalbar yang relatif rendah merupakan kontribusi (1)
pertumbuhan alami (natural increase) sekaligus merupakan
keberhasilan program KB dan (2) pertumbuhan sosial (social
increase) yang ditandai dengan migrasi netto yang positip ( pada
periode 20032006 transmigran yang ditempatkan di Kalimantan Barat
berjumlah 2.714 KK atau 9.980 jiwa).
b. Dilihat dari struktur umur, Kalbar masih tergolong
berpenduduk muda. Komposisi penduduk Kalbar adalah 31,55% berumur
014 tahun; 63,11% berusia 15-59 tahun dan 5,11% berumur 60 tahun
lebih (usia lanjut). Dengan kepadatan penduduk yang baru mencapai
28 jiwa per kilometer persegi, tidaklah berlebihan untuk mengatakan
Kalbar masih kekurangan penduduk. Keadaan ini tentunya kurang
menguntungkan dalam rangka percepatan pembangunan wilayah khususnya
menyangkut pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dengan segala potensi
dan keragamannya.
c. Seiring dengan penurunan pertumbuhan penduduk, beban
ketergantungan (dependency ratio) mengalami penurunan dari 59,4
tahun 2000 menjadi 53,5 tahun 2005. Angka ini menunjukkan tiap 100
penduduk usia produktif menanggung beban 54 penduduk usia tidak
produktif. Meskipun menurun, angka beban ketergantungan ini masih
tergolong besar.
d. Penduduk yang pindah ke Kalimantan Barat (in-migration) pada
umumnya berusia produktif (termasuk Pasangan Usia Subur). Hal ini
berpotensi meningkatkan TFR dan menambah beban pembangunan daerah
karena 11,7% diantaranya pendatang untuk mencari kerja.
e. Persebaran penduduk Kalimantan Barat tidak merata antar
wilayah baik antar kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan,
maupun antar kawasan pantai-bukan pantai atau kota-desa. Daerah
pesisir dihuni oleh hampir 50 persen dari total penduduk Kalimantan
Barat dengan kepadatan mencapai 36 jiwa lebih. Sebaliknya tujuh
kabupaten lain (bukan pantai) selain Kota Pontianak secara
rata-rata tingkat kepadatan penduduknya relatif lebih jarang.
f. Angka Kelahiran Total (TFR) meskipun menurun namun masih
tergolong tinggi. TFR Kalbar menurun dari 2,99 pada tahun 2000
menjadi 2,72 di tahun 2005.
g. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran pasangan usia subur dan
remaja tentang hak-hak reproduksi dan kesehatan reproduksi.
Sebagian besar masyarakat, orang tua, maupun remaja belum memahami
hak-hak dan kesehatan reproduksi remaja. Pemahaman dan kesadaran
tentang hak dan kesehatan reproduksi remaja masih rendah dan tidak
tepat.
-
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2008-2013
12
2. Pemuda dan Olah Raga
Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) 2005 dan 2006
menunjukkan adanya peningkatan proporsi pengangguran terbuka
kelompok usia muda (15-24 tahun). Pada tahun 2005, dari 171.724
jiwa pengangguran terbuka 69,90% di antaranya adalah kelompok usia
muda. Tahun 2006 proporsinya meningkat menjadi 70,99% dari 139.054
jiwa pengangguran.
Disamping masalah pengangguran, pemuda juga manghadapi masalah
lain yang tidak sederhana yaitu rendahnya kualitas pemuda
menghadapi persaingan masa depan dikaitkan dengan daya saing bangsa
yang semakin mengkhawatirkan. Indikatornya adalah penurunan Indeks
Daya Saing Nasional dari peringkat 69 tahun 2004 menjadi peringkat
74 tahun 2005. Selain itu, minat baca di kalangan pemuda masih
rendah. Masalah sosial seperti kriminalitas, premanisme,
primordialisme sempit, narkotika, psikotropika, zat aditive
lainnya, pergaulan bebas, pornografi, pornoaksi dan HIV/AIDS
cenderung meningkat.
Di sisi lain prestasi pemuda di bidang Olah Raga belum
menampakkan hasil yang menggembirakan baik di tingkat nasional
maupun internasional. Frekuensi kegiatan olah raga bertaraf
nasional relatif sangat rendah. Prestasi olah raga pada PON belum
dapat dibanggakan (ranking 18 pada PON XVI 2004). Cabang olah raga
yang mengukir prestasi nasional masih sedikit, yaitu Angkat Besi,
Balap Sepeda dan Tinju Profesional. Hasil Sport Development Index
(SDI) Kalimantan Barat baru mencapai 0,443. Ini membuktikan bahwa
kondisi kesehatan dan kebugaran masyarakat Kalimantan Barat serta
partisipasi masyarakat dalam melakukan aktivitas olahraga masih
rendah. Permasalahan lain adalah jumlah dan mutu sumber daya
manusia (SDM) olahraga masih rendah; kekurangan guru pendidikan
jasmani; sarana dan prasarana tidak lagi memenuhi standar latihan,
lemahnya koordinasi antar pemangku kepentingan (stakeholder)
olahraga.
3. Perempuan dan Anak
Pemberdayaan perempuan telah menunjukkan peningkatan yang
tercermin dari peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak,
meskipun belum di semua bidang pembangunan. Keterlibatan kaum
perempuan dalam pembangunan di berbagai bidang menunjukkan
peningkatan. Kesempatan kaum perempuan mengenyam pendidikan hingg
ke jenjang yeng lebih tinggi terbuka luas. Hal ini tampak dari
kecendeungan peningkatan Indeks Pembangunan Gender (IPG). IPG tahun
2002 adalah 57,0 dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 58,8.
Jika dibandingkan dengan jumlah perempuan yang relatif besar
(48,8% dari jumlah penduduk Kalbar), peningkatan kualitas hidup
perempuan ini Belum memberikan kontribusi yang signifikan. Masalah
utama yang dihadapi kaum perempuan adalah rendahnya kualitas hidup
dan peran perempuan, terutama di bidang pendidikan, kesehatan,
ekonomi, dan politik.
Rendahnya kesejahteraan dan perlindungan anak. Upaya pemerintah
yang telah dilakukan selama ini belum sepenuhnya mampu meningkatkan
kesejahteraan dan perlindungan anak. Lemahnya kelembagaan dan
jaringan pengarusutamaan gender dan anak, termasuk ketersediaan
data dan rendahnya partisipasi masyarakat. Sejalan dengan era
desentralisasi, timbul masalah kelembagaan dan jaringan di daerah
(propinsi dan kabupaten/kota), terutama yang menangani
masalah-masalah pemberdayaan perempuan dan anak. Karena
program-program pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak
merupakan program lintas bidang, maka diperlukan koordinasi di
tingkat nasional dan daerah, mulai dari perencanaan hingga
pelaksanaan dan evaluasi. Masalah lainnya adalah belum tersedianya
data pembangunan yang terpilah menurut jenis kelamin, sehingga
sulit dalam menemukenali masalah-masalah gender yang ada.
-
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2008-2013
13
4. Ketenagakerjaan dan Pengangguran
Dari 2.874.038 jiwa penduduk usia kerja (15 tahun ke atas),
68,5% di antaranya tergolong angkatan kerja. Angkatan kerja yang
bekerja 92,9% dan yang sedang mencari pekerjaan (disebut
Pengangguran Terbuka) adalah 7,1%. Tingginya TPT ini tidak hanya
terdapat di perkotaan (40,8%) tetapi juga di perdesaan (59,2%) dan
kebanyakan di antaranya adalah penganggur laki-laki (58,5%).
Tingkat pendidikan para pengangguran sebagian besar (65,7%) adalah
SMP ke bawah, yang berpendidikan SMA, Akademi dan Sarjana
masing-masing 26,6%, 4,7% dan 2,0%. Mencermati keadaan pasar kerja
sekarang ini yang lebih mengutamakan tamatan SMA dan D-3 dengan
pola outsourcing, diperkirakan pada masa mendatang jumlah
pengangguran sarjana akan bertambah banyak.
Kualitas angkatan kerja yang bekerja dapat dilihat dari tingkat
pendidikan dan produktivitas kerja. Berdasarkan dua aspek ini dapat
dinyatakan bahwa kualitas pekerja masih tergolong rendah. Sebagian
besar (81,9%) pekerja berpendidikan SLTP ke bawah. Para pekerja ini
umumnya (63,8%) terserap di Sektor Pertanian. Produktivitas kerja
para pekerja yang bekerja di sembilan sektor ekonomi adalah 13,53
juta rupiah per kapita per tahun. Produktivitas kerja terendah
berada di sektor pertanian (5,43 juta/kapita/tahun) dan
produktivitas kerja tertinggi di sektor Keuangan, Persewaan dan
Jasa Perusahaan (148,05 juta/kapita/tahun).
Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar Rp.550.000 per bulan dan
Upah Minimum Kota (UMK) sebesar Rp. 600.000 masih lebih rendah
dibanding rata-rata Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang kisarannya
antara Rp.667.192 s.d. Rp.842.142 per bulan.
Rendahnya upah yang berlaku di Kalimantan Barat merupakan salah
satu alasan tenaga kerja mencari pekerjaan/bekerja di luar negeri,
terutama di Malaysia dan Brunai. TKI asal Kalbar yang bekerja di
luar negeri terbagi atas TKI Ilegal dan TKI legal. Jumlah
penempatan tenaga kerja ke luar negeri (TKLN) bertambah dari 1.188
orang tahun 2004 menjadi 2.203 orang tahun 2005. Hingga tahun 2006,
TKI legal asal Kalbar yang bekerja di luar negeri tercatat sebanyak
1.998 orang. Perlindungan dan advokasi bagi TKI relatif minim.
Semakin banyak terungkap TKI yang mengalami tindak kekerasan
(penganiayaan), diperlakukan tidak wajar.
Jumlah Transmigran di Kalimantan Barat hingga tahun 2006
tercatat sebanyak 5.084 KK. Produktivitas kerja transmigran masih
tergolong rendah yang berakibat pada rendahnya tingkat
kesejahteraan mereka.
Kasus PHK bertambah banyak sebagai akibat perusahaan industri
kayu yang tutup (tidak beroperasi lagi). Tahun 2004 kasus PHK
tercatat sebanyak 7.076 kasus. Tahun 2005 bertambah sebanyak 3.242
kasus menjadi 10.318 kasus.
Hingga tahun 2006 jumlah perusahaan di Kalbar 3.208 buah. Untuk
perusahaan sebanyak ini, dengan rasio 1 berbanding 50, seharusnya
dibutuhkan pengawas ketenagakerjaan sebanyak 64 orang.
Kenyataannya, jumlah pengawas ketenagakerjaan saat ini sebanyak 25
orang atau 1 orang pengawas ketenagakerjaan mengawasi 128
perusahaan.
5. Kemiskinan
Berdasarkan hasil SUSENAS pada bulan Juli 2005 dan Maret 2007,
potret kemiskinan di Kalimantan Barat menampakkan kecerahan yang
ditandai dengan meningkatnya angka garis kemiskinan dan
berkurangnya jumlah penduduk miskin. Garis kemiskinan meningkat
dari Rp.124.804/kapita/bulan menjadi Rp.142.529/kapita/bulan.
Hingga Maret 2007, jumlah penduduk miskin berkurang sebanyak 45.600
jiwa (1,33%) dari 629.900 jiwa pada Juli 2005 menjadi 584.300 jiwa
pada Maret 2007. Penurunan penduduk miskin tidak hanya terjadi di
perkotaan, tetapi juga di perdesaan. Jumlah penduduk miskin di
perkotaan berkurang sebanyak 27.500 jiwa (2,50%) menjadi 144.100
jiwa pada bulan Maret 2007. Demikian juga di perdesaan, jumlah
penduduk miskin berkurang sebanyak 18.100 jiwa (0,88%) menjadi
440.200 jiwa pada periode yang sama.
-
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2008-2013
14
Meskipun jumlah penduduk miskin berkurang, prestasi tersebut
belumlah menggembirakan. Secara relatif proporsi kemiskinan tahun
2007 di Kalimantan Barat (12,91%) masih lebih banyak dibanding
Kalsel (7,01%), Kalteng (9,38%) dan Kaltim (11,04%).
Seiring dengan penurunan jumlah penduduk miskin, Indeks
Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index disingkat P1) juga
menunjukkan penurunan dari 2,44 tahun 2005 menjadi 1,79 tahun 2007.
Demikian juga halnya dengan Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty
Severity Index disingkat P2) menurun dari 0,64 tahun 2005 menjadi
0,41 tahun 2007. Semakin tinggi angka P1 dan P2 pertanda semakin
jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap garis
kemiskinan (P1) dan semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di
antara penduduk miskin (P2).
Sisi lain penampakan kemiskinan di tengah-tengah masyarakat
dapat dilihat dari:
a. Terbatasnya kecukupan dan mutu pangan. Pemenuhan kebutuhan
pangan yang layak dan memenuhi persyaratan gizi masih menjadi
persoalan bagi masyarakat miskin. Rendahnya kemampuan daya beli
merupakan persoalan utama bagi masyarakat miskin. Sementara itu
permasalahan pada tingkat petani sebagai produsen, berkaitan dengan
belum efisiennya proses produksi pangan, serta rendahnya harga jual
yang diterima petani.
b. Terbatasnya Akses dan Rendahnya Mutu Layanan Kesehatan. Pada
umumnya tingkat kesehatan masyarakat miskin masih rendah. Angka
Kematian Bayi (AKB) pada kelompok berpendapatan rendah masih selalu
di atas AKB masyarakat berpendapatan tinggi. Status kesehatan
masyarakat miskin diperburuk dengan masih tingginya penyakit
menular seperti malaria, tuberkulosis paru, dan HIV/AIDS.
c. Terbatasnya Akses dan Rendahnya Mutu Layanan Pendidikan.
Pembangunan pendidikan merupakan salah satu upaya penting dalam
penanggulangan kemiskinan. Pembangunan pendidikan ternyata belum
sepenuhnya mampu memberi pelayanan secara merata kepada seluruh
lapisan masyarakat. Hingga saat ini, masih terdapat kesenjangan
yang cukup tinggi antar kelompok masyarakat terutama antara
penduduk kaya dan penduduk miskin dan antara perdesaan dan
perkotaan. Keterbatasan masyarakat miskin untuk mengakses layanan
pendidikan dasar terutama disebabkan tingginya beban biaya
pendidikan baik biaya langsung maupun tidak langsung.
d. Terbatasnya Kesempatan Kerja dan Berusaha. Masyarakat miskin
umumnya menghadapi permasalahan terbatasnya kesempatan kerja,
terbatasnya peluang mengembangkan usaha, lemahnya perlindungan
terhadap aset usaha, perbedaan upah serta lemahnya perlindungan
kerja terutama bagi pekerja anak dan pekerja perempuan seperti
buruh migran perempuan dan pembantu rumahtangga.
e. Terbatasnya Akses terhadap Air Bersih. Kesulitan untuk
mendapatkan air bersih terutama disebabkan oleh terbatasnya akses,
terbatasnya penguasaan sumber air dan menurunnya mutu sumber
air.
f. Proses pemiskinan terjadi dengan menyempitnya dan hilangnya
sumber mata pencaharian masyarakat miskin akibat penurunan mutu
lingkungan hidup terutama hutan, laut, dan daerah pertambangan.
g. Beban masyarakat miskin makin berat akibat besarnya
tanggungan keluarga dan adanya tekanan hidup yang mendorong
terjadinya migrasi. Menurut data Badan Pusat Statistik, rumahtangga
miskin mempunyai rata-rata anggota keluarga lebih besar daripada
rumahtangga tidak miskin. Dengan beratnya beban rumahtangga,
peluang anak dari keluarga miskin untuk melanjutkan pendidikan
menjadi terhambat dan seringkali mereka harus bekerja untuk
membantu membiayai kebutuhan keluarga.
6. Pendidikan
Upaya untuk membangun kualitas manusia tetap menjadi perhatian
penting. Sumber daya manusia (SDM) merupakan subjek dan sekaligus
objek pembangunan mencakup seluruh siklus hidup manusia sejak di
dalam kandungan hingg akhir hayat.
-
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2008-2013
15
Kualitas SDM Kalimantan Barat semakin meningkat namun belum
dapat dikategorikan ke dalam kualitas baik. Ini dibuktikan dengan
tingkat pendidikan pekerja (hampir 82 persen pendidikannya paling
tinggi tamatan SLTP) dan pencapaian indeks pembangunan manusia
(IPM). IPM meningkat dari 66,2 pada tahun 2005 menjadi 67,1 tahun
2006 (peringkat 28 dari 33 provinsi). Indikator-indikator yang
dipakai dalam IPM, pencapainnya belum menggembirakan terutama jika
dibandingkan dengan IPM DKI sebesar 76,3 (peringkat 1). Secara
rinci nilai tersebut merupakan komposit dari (1) angka harapan
hidup saat lahir (Kalbar = 66,0 tahun ; Nas = 68,5 tahun), (2)
angka melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas (Kalbar = 89,07
persen ; Nas. = 91,5 persen), (3) angka rata-rata lama sekolah (
Kalbar 6,7 tahun; Nas. = 7,4 tahun), dan (4) Rata-rata pengeluaran
per kapita per bulan (Kalbar = Rp.613.900 per kapita per bulan ;
Nas. = Rp. 621.300 per kapita per bulan).
Taraf pendidikan penduduk Kalimantan Barat meskipun menunjukkan
peningkatan, namun capaiannya masih di bawah capaian nasional.
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dalam proses pelaksanaannya
menunjukkan hasil yang positip. Hingga tahun 2006 proporsi penduduk
usia 2-6 tahun yang mengikuti pra sekolah atau PAUD 8,13% (Nasional
19,53%). Angka Partisipasi Sekolah (APS) usia SD (7 -12 tahun)
meningkat sebesar satu persen dari 95,5% tahun 2005 menjadi 96,5%
tahun 2006. APS usia SMP (13-15 tahun) bertambah dari 80,4% tahun
2005 menjadi 83,5 tahun 2006. APS usia 1618 tahun meningkat sebesar
1,0% dari 47,6% tahun 2005 menjadi 48,6% tahun 2006. Pencapaian APS
Kalbar masih berada di bawah pencapaian APS Nasional di semua
kelompok umur. Hingga tahun 2006, APS Nasional usia SD sebesar
97,4% ; usia SMP sebesar 84,1% dan usia SMA sebesar 53,9%. Angka
Parisipasi Kasar (APK) pada jenjang pendidikan SD/MI tergolong baik
(melebihi APK SD/MI Nasional) sedangkan APK SMP/MTs dan SMA/SMK/MA
masih jauh di bawah Nasional. Pencapaian APK pada masing-masing
jenjang pendidikan adalah SD/MI =114,6% (Nasional = 110,0) ;
SMP/MTs = 77,9% (Nasional = 81,9); dan SMA/SMK/MA = 43,8% (Nasional
= 56,7). Angka Partisipasi Murni (APM) Kalbar meskipun menunjukkan
peningkatan namun pencapaiannya masih di bawah APM Nasional. Hingga
tahun 2006 pencapaian APM SD/MI; SMP/MTs dan SMA/MA/SMK di Kalbar
masing-masing sebesar 93,5% ; 60,9% dan 34,8%.
Sedangkan APM Nasional sudah mencapai 93,5% untuk tingkat SD/MI;
66,5% untuk tingkat SMP/MTs dan 43,8% untuk tingkat SMA/MA/SMK. Di
antara 33 Provinsi, capaian APM SMA/MA/SMK berada di urutan 28.
Pemerataan kesempatan belajar belum dapat menjangkau seluruh
lapisan masyarakat usia sekolah. Program Wajib Belajar 9 tahun
belum terselesaikan hingga saat ini. Kenyataan ini didukung dengan
pencapaian indikator pembangunan pendidikan Angka Putus Sekolah di
Kalbar cukup tinggi. Hingga tahun 2005, Angka Putus Sekolah di
Kalbar dan angka mengulang pada tiap jenjang pendidikan adalah
SD/MI = 1,21% dengan angka mengulang = 7,78%; SMP/MTs = 1,67%
dengan angka mengulang = 0,76%; SMA/SMK/MA = 1,54% dengan angka
mengulang = 0,79%.
Angka Melek Huruf usia 15 tahun ke atas baru mencapai 87,7%
(Nasional 90,9%). Ini berarti masih terdapat 12,3% penduduk Kalbar
usia 15 tahun ke atas yang belum dapat membaca dan menulis alias
buta huruf.
Kuantitas guru yang memenuhi kualifikasi mengajar di Kalbar
ternyata cukup memprihatinkan. Data Dinas Pendidikan Nasional
Kalbar pada Maret 2006 menyebutkan, Guru SD/MI yang memenuhi
kualifikasi akademik S-1 dan D-4 hanya mencapai 2,43 persen.
Sementara guru SMP/MTs yang memenuhi kualifikasi mengajar sebanyak
37,18 persen dan guru SMA/SMK/MA berjumlah 56,74 persen. Sedangkan
guru TK/RA/BA yang memenuhi kualifikasi tersebut berjumlah 7,56
persen.
Jumlah Guru yang dibutuhkan masih kurang. Data dari Lembaga
Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Kalbar tahun 2006 menyebutkan bahwa
kekurangan guru karena pensiun berjumlah 22.517 orang, termasuk
guru Taman Kanak-kanak sebanyak 302 orang. Rinciannya adalah
sebagai berikut : Guru SD 12.347 orang, SMP 6.328 orang, SMA 2.746
orang, dan SMK 751 orang dan PLB 43 orang. .
Kondisi sekolah atau ruang kelas yang rusak berat dan rusak
ringan relatif banyak. Pada tahun 2006, dari 21.645 unit gedung
SD/MI yang tersedia, 14,1% di antaranya dalam kondisi rusak berat
dan 21,8% rusak ringan. Gedung SMP/MTs yang berjumlah 5.567 unit,
4,6% di antaranya rusak berat dan 15,7% rusak ringan.
-
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2008-2013
16
7. Kesehatan
Status kesehatan masyarakat Kalimantan Barat secara umum
menunjukkan peningkatan namun masih lebih rendah dibandingkan
nasional. Usia Harapan Hidup masyarakat Kalimantan Barat meningkat
dari 64,8 tahun pada tahun 2004 menjadi 66,0 tahun pada tahun 2006.
(Nasional pada tahun 2006 = 68,5 tahun). Angka Kematian Bayi (IMR)
menurun dari 44 per 1000 kh tahun 2003 menjadi 38,41 per 1000 kh
tahun 2005 (Nasional = 32,3 per 1000 kh tahun 2005). Angka Kematian
Ibu (MMR) berkurang dari 592 per 100.000 kh pada tahun 2002/03
menjadi 403 per 100.000 kh pada tahun 2004/05 (Nasional 307 per
100.000 kh). Prevalensi Gizi buruk dan kurang pada balita berkurang
sebesar 0,3% dari 2,1% tahun 2005 menjadi 1,8% pada tahun 2006.
Pengetahuan dan pemahaman kesehatan reproduksi, khususnya di
kalangan remaja, masih rendah. Fenomena kehamilan yang tidak
diinginkan yang mengarah pada tindakan aborsi dan meluasnya
HIV/AIDS di Kalbar bagai gunung es. Saat ini Kalbar sudah berada
pada kondisi yang mengkhawatirkan dalam hal penyebaran dan
penderita HIV/AIDS (berada pada urutan ke 6 di antara 33 provinsi).
Hingga Desember 2007 penderita HIV/AIDS di Kalimantan Barat
sebanyak 2.000 orang dengan rincian penderita HIV sebanyak 1.235
orang dan penderita AIDS sebanyak 765 orang. Penderita HIV/AIDS ini
tersebar di 14 Kabupaten/Kota. Trend penularan HIV/AIDS terkait
erat dengan hubungan sex yang tidak aman.
a. Derajat Kesehatan Makro
Usia Harapan Hidup masyarakat Kalimantan Barat meningkat dari
64,8 tahun pada tahun 2004 menjadi 66,2 tahun pada tahun 2006.
(Nasional pada tahun 2006 = 67,6 tahun). Angka Kematian Bayi (IMR)
menurun dari 44 per 1000 kh tahun 2003 menjadi 33,4 per 1000 kh
tahun 2005 (Nasional = 32,3 per 1000 kh tahun 2005). Angka Kematian
Ibu (MMR) bertambah dari 520 per 100.000 kh tahun 2000 menjadi 566
per 100.000 kh tahun 2003. Prevalensi Gizi buruk dan kurang pada
balita bertambah sebesar 0,2% dari 2,3% tahun 2003 menjadi 2,5%
tahun 2004.
b. Derajat Kesehatan Mikro
Kondisi lingkungan dan sanitasi dasar tergolong kurang sehat.
Keluarga/RT yang menempati rumah sehat baru mencapai 57,3%, yang
menggunakan jamban sehat baru mencapai 54,1%, yang menggunakan air
bersih 52,9%. Pelaksanaan Imunisasi Polio tahun 2005 sudah mencapai
98,1% dari 464.670 Balita yang terdata.
Hingga tahun 2005 indikator kinerja Bidang Kesehatan belum
mencapai target seperti yang ditetapkan dalam SPM Kesehatan.
Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K-4 sebesar 86%, pertolongan persalinan
oleh bidan atau tenaga kesehatan sebesar 78%, Ibu hamil resiko
tinggi yang dirujuk sebesar 65%, kunjungan pelayanan kesehatan
kepada bayi baru lahir di satu wilayah sebesar 83%, kunjungan bayi
sebesar 72%, Bayi baru lahir dengan berat badan lahir rendah yang
dirujuk sebesar 65%, deteksi dini tumbuh kembang anak balita dan
pra sekolah oleh tenaga kesehatan 2 kali per tahun sebesar 60%,
pemeriksaan kesehatan siswa SD dan setingkat di satu wilayah kerja
sesuai standar oleh tenaga kesehatan/tenaga terlatih sebesar 50%,
pelayanan kesehatan remaja sebesar 50%, peserta KB aktif sebesar
53%, pelayanan kesehatan pra usia lanjut dan usia lanjut sebesar
30%. Persentase Puskesmas ISO masih nihil. Puskesmas yang
melaksanakan klinikal algoritma sebesar 25,5% dan sarana Layanan
Kesehatan (Yankes) yang telah menerapkan PMK sebesar 2,3%.
Sementara itu kualitas penanganan obat dan perbekalan kesehatan
menunjukkan hasil sbb : persentase ketersediaan obat sesuai
kebutuhan adalah 70%, pengadaan obat esensial sebesar 80%,
pengadaan obat generik sebesar 85%, penulisan resep obat generik
sebesar 70%.
Ketersediaan sumberdaya kesehatan hingga saat ini adalah sebagai
berikut :
- Puskesmas yang memiliki tenaga dokter baru mencapai 76,4%. -
Rumah Sakit Kabupaten/Kota yang memiliki tenaga dokter spesialis
dasar baru
mencapai 45,5%. - Rasio dokter per 100.000 penduduk adalah
7,9.
-
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2008-2013
17
- Rasio dokter spesialis per 100.000 penduduk adalah 2,6. -
Rasio dokter gigi per 100.000 penduduk sebesar 2,7. - Rasio bidan
per 100.000 penduduk sebesar 31,9. - Rasio Apoteker per 100.000
penduduk sebesar 4,2. - Rasio perawat per 100.000 penduduk sebesar
75,8. - Rasio ahli gizi per 100.000 penduduk adalah 7,4. - Rasio
ahli sanitasi per 100.000 penduduk sebesar 10,1. - Rasio ahli
kesehatan masyarakat per 100.000 penduduk sebesar 2,7.
8. Agama dan Budaya
a. Suasana kehidupan keagamaan di Kalimantan Barat tetap
kondusif. Sampai dengan tahun 2007 tidak terjadi konflik yang
mengatasnamakan agama. Pada tahun 2006 terjadi peningkatan jumlah
rumah ibadah sebesar 12,87% yaitu sebanyak 12.237 unit (tahun 2005:
10.842 unit), sedangkan rohaniawan/penyuluh agama meningkat sebesar
13,37% seluruhnya berjumlah 1.518 orang (tahun 2005: 1.339
orang).
b. Terpelihara kesadaran yang kuat di kalangan pemuka dan
pemeluk agama untuk mengamalkan ajaran agama dan membangun
kehidupan sosial keagamaan yang harmonis baik dalam hubungan intern
maupun antar umat beragama secara aman, damai, dan saling
menghargai.
c. Secara kuantitatif terjadi peningkatan kehidupan keagamaan
masyarakat. Namun secara kualitatif kehidupan keagamaan mereka
masih belum optimal, hal ini terlihat dari belum sepenuhnya nilai
dan norma ajaran agama dijadikan landasan berpikir dan berprilaku,
serta kecendrungan beragama sebagian mereka yang formalistik dan
hanya berkisar pada aspek kesalehan individual, belum menjangkau
aspek-aspek kesalehan sosial (kehidupan sosial budaya, ekonomi,
politik, ilmu pengetahuan, dsb).
d. Kehidupan Sosial Budaya Kalimantan Barat pada umumnya relatif
baik. Sampai dengan tahun 2007 tidak terjadi konflik yang tergolong
SARA.
e. Beberapa aspek kehidupan sosial budaya masyarakat Kalimantan
Barat mengalami kemajuan secara signifikan, seperti semakin
kokohnya persatuan dalam keragaman, tumbuhnya toleransi,
berkembangnya budaya damai, serta kondusifnya interaksi antar
budaya.
f. Namun ada beberapa aspek sosial budaya yang stagnan. Pada
aspek pembangunan karakter dan jatidiri masyarakat yang maju,
misalnya semangat menghargai dan mampu mengaktualkan nilai budaya
luhur, kekeluargaan, solidaritas sosial, nasionalisme, serta kultur
mandiri dan kreatif-inofatif, belum berkembang secara optimal dan
merata. Selama dua tahun (2004-2006) Keluarga Sejahtera III plus
hanya meningkat 9,04% atau bertambah 4.835 KK (2004: 53.310 KK,
2006: 58.145 KK), dan Keluarga Sejahtera III meningkat 21,06% atau
bertambah 28.803 KK (2004: 136.735 KK, 2006: 165.536 KK). Sedangkan
Keluarga Sejahtera II hanya menurun 1,02% atau berkurang 3.085 KK
(2004: 332.807, 2006: 329.722 KK), dan Keluarga Sejahtera I menurun
19,82% atau berkurang 59.881 KK (2004: 361.984 KK, 2006: 302.103
KK). Ironisnya Keluarga Pra-Sejahtera meningkat pesat yaitu sebesar
147% atau bertambah 26.145 KK (dari 17.748 KK tahun 2004 menjadi
43.893 KK tahun 2006).
9. Pariwisata
a. Provinsi Kalimantan Barat sangat kaya dengan nilai dan
keragaman budaya, serta kaya dengan keindahan alam yang semuanya
merupakan bagian dari obyek potensial kepariwisataan.
b. Sampai dengan saat ini potensi kepariwisataan tersebut belum
digali, dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal. Kuantitas dan
kualitas pengembangan jaringan jalan guna mendukung pengembangan
destinasi pariwisata masih kurang/terbatas.
c. Pengelolaan kekayaan budaya dan kekayaan alam untuk
kepariwisataan, seperti pembangunan infra struktur kepariwisataan,
pembuatan Perda kepariwisataan, serta inventarisasi koleksi
khasanah kebudayaan dan kesejarahan Kalimantan Barat belum optimal
terwujud secara komprehensif dan berkelanjutan.
-
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2008-2013
18
D. SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
Propinsi Kalimantan Barat dengan luas 14.680.790 Ha, mempunyai
berbagai potensi sumberdaya alam yang berupa lahan untuk
pengembangan pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan dan
perikanan serta dalam bentuk potensi bahan tambang dan sumberdaya
energi.
Dari luasan provinsi, peruntukkan untuk lahan pertanian seluas
14.649.120 Ha yang meliputi lahan sawah seluas 497.440 Ha dan lahan
kering seluas 14.151.680 Ha. Pemanfaatan lahan kering meliputi
pekarangan, tegalan, ladang, pengembalaan/padang rumput, tidak
diusahakan, hutan rakyat, hutan negara, perkebunan, rawa, tambak,
dan kolam/empang.
1. Tanaman Pangan dan Hortikultura
a. Produksi padi sawah dan ladang di Kalimantan Barat tahun 2006
sebesar 1.107.662 ton, luas panen 378.042 hektar dengan produksi
rata-rata 29,3 kuintal per hektar. Produksi rata-rata padi kita
masih dibawah produktivitas nasional yaitu sebesar 46,1 kuintal per
hektar.
b. Produksi jagung sebesar 136.777 ton, luas panen 38.271 hektar
dengan produksi rata-rata 35,74 kuintal.
c. Ubi kayu produksinya sebesar 250.173 ton, luas panen 17.775
hektar dengan produktivitas rata-rata 140,74 kuintal per
hektar.
d. Ubi jalar produksinya sebesar 13.356 ton, luas panen 1.853
hektar, dengan produksi rata-rata 72,08 kuintal per hektar.
e. Kacang Tanah produksinya sebesar 2.397 ton, luas panen 2,178
hektar, dengan produksi rata-rata 11 kuintal per hektar.
f. Kacang Kedelai produksinya sebesar 1.728 ton, luas panen
1.515 hektar, dengan produksi rata-rata 11,41 kuintal per
hektar.
g. Kacang Hijau produksinya sebesar 1.290 ton, luas panen 1.854
hektar, dengan produksi rata-rata 6,96 kuintal per hektar.
h. Produksi buah-buahan seperti alpokat sebesar 345 ton,
belimbing 1.198 ton, duku/langsat 5.058 ton, durian 32.744 ton,
jambu biji 1.447 ton, jeruk 164.112 ton, manggis 837 ton, mangga
2.660 ton, nangka 8.978 ton, nenas 11.072 ton, pepaya 3.738 ton,
pisang 58.260 ton, rambutan 19.275 ton, salak 2.149 ton, sawo 1.743
ton, sirsak 736 ton, dan sukun 2.382 ton.
2. Perkebunan
a. Usaha perkebunan di Kalimantan Barat berdasarkan luas dan
sistem pengelolaannya dibagi 2 (dua) jenis, yaitu perkebunan besar
dan perkebunan rakyat. Luas areal perkebunan di Kalimantan Barat
seluas 1.071.139 ha / 503.692 kk, Jumlah produksi 1.149.387 ton
dengan rata-rata produksi 1.636 kg/ha/thn, Produktifitas per hektar
pada umumnya perkebunan besar (2.823 kg/ha/thn) lebih tinggi jika
dibandingkan dengan perkebunan rakyat (1.213 kg/ha/thn).
b. Komoditi unggulan Kalbar adalah karet, kelapa sawit, kelapa,
kakao dan lada, yang paling dominan adalah karet, kelapa dan kelapa
sawit. Produksi karet yang di produksi oleh Perkebunan besar adalah
1.506 ton, rata-rata produksi 319 ton, dengan luas tanam 7.475
hektar/8 perusahaan dan kelapa sawit produksinya 350.662 ton dengan
luas tanam 178.441 hektar / 74 perusahaan dengan rata-rata produksi
2.930 kg/ha/thn.
-
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2008-2013
19
c. Produksi karet yang diproduksi perkebunan rakyat adalah
220.882 ton dengan luas tanam 505.281 hektar / 259.028 kk dengan
rata-rata produksi 761 kg/ha/thn, kelapa sawit produksinya 350.171
ton dengan luas tanam 186.677 hektar/82.733 kk dengan rata-rata
produksi 2.228 kg/ha/thn, kelapa hibrida produksinya 5.926 ton
dengan luas tanam 12.130 hektar / 16.738 kk dengan rata-rata
produksi 924 kg/ha/thn, kelapa dalam produksinya 67.750 ton dengan
luas tanam 98.682 hektar/75.884 kk dengan rata-rata produksinya 979
kg/ha/thn, lada produksinya 5.261 ton dengan luas tanam 9.894
hektar/19.709 kk dengan rata-rata produksinya 1.063 kg/ha/thn, kopi
produksinya 4.303 ton dengan luas tanam 13.937 hektar / 23.247 kk
dengan rata-rata produksinya 528 kg/ha/thn dan kakao produsinya
2.018 ton dengan luas tanam 8.514 hektar / 9.233 kk dengan
rata-rata produksinya 560 kg/ha/thn.
d. Belum tercukupinya benih dan bibit yang bermutu untuk
pengembangan perkebunan rakyat maupun swasta serta beredarnya bibit
illegal di kalangan masyarakat, sehingga berakibat belum optimalnya
pengembangan perkebunan rakyat.
e. Belum optimalnya peningkatan nilai tambah produk perkebunan
melalui pasca panen, peningkatan mutu, pengolahan hasil dan
pemasaran.
f. Lambatnya realisasi penanaman perkebunan besar kelapa sawit
dari target yang telah ditetapkan.
g. Masih rendahnya akses terhadap sumberdaya produktif, terutama
permodalan bagi petani perkebunan.
h. Revitalisasi sistem penyuluhan perkebunan dengan jalan
rasionalisasi tenaga penyuluh dalam agribisnis, kualitas penyuluh
dan petani/pelaku agribisnia, serta pengembangan kawasan / sentra
agribisnis belum optimal.
i. Belum optimalnya akses terhadap pasar, melalui pelayanan
informasi pasar dan peningkatan layanan promosi pasar.
j. Masih rendahnya kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam
melaksanakan inovasi teknologi pembukaan lahan tanpa bakar.
k. Masih rendahnya tingkat pertisipasi masyarakat terhadap
pengamatan dini, pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman
(OPT).
l. Masih rendahnya minat petani dalam penganekaragaman usaha
perkebunan.
3. Kehutanan
a. Kawasan hutan di Kalimantan Barat mempunyai luas 9.178.760
hektar, dengan berbagai fungsi yang ditetapkan oleh Menteri
Kehutanan melalui SK Nomor : 259/Kpts-II/2000, yaitu kawasan
konservasi, hutan lindung, hutan produksi terbatas, hutan produksi
dan hutan produksi konversi.
b. Kawasan lindung mempunyai luas 2.307.045 hektar dan kawasan
konservasi seluas 1.915.530 ha yang terdiri dari cagar alam 153.275
hektar, taman nasional 1.252.895 hektar, hutan wisata alam 29.310
hektar, suaka alam laut daratan 22.215 hektar dan suaka alam
perairan 187.885 hektar.
c. Kawasan budidaya kehutanan mempunyai luas 5.226.135 hektar,
yang terdiri dari hutan produksi terbatas 2.445.985 hektar, hutan
produksi biasa 2.265.800 hektar, dan hutan produksi konversi seluas
514.350 hektar.
d. Lahan kritis mencapai luas 5.043.037 hektar, yang terdiri
dari lahan kritis dalam kawasan hutan seluas 2.069.158 hektar dan
lahan kritis diluar kawasan hutan seluas 2.973.879 hektar.
e. Belum mantapnya batas kawasan hutan.
f. Belum mantapnya kemitraan antara pemerintah, pengusaha dan
masyarakat dalam pengelolaan hutan lestari.
g. Belum memadainya database untuk perencanaan kehutanan.
-
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2008-2013
20
h. Terbatasnya SDM yang profesional dibidang kehutanan.
i. Belum optimalnya operasi pengamanan dan perlindungan terhadap
hutan, kawasan hutan dan hasil hutan.
j. Belum optimalnya pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
k. Masih terbatasnya sarana dan prasarana pengamanan hutan dan
pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
l. Belum optimalnya pemanfaatan hasil hutan non kayu dan jasa
lingkungan.
m. Terbatasnya kemampuan tenaga pengamanan, pengawasan peredaran
hasil hutan baik kualitas maupun kuantitasnya.
n. Sulitnya mendapat lahan yang clean and clear untuk
pembangunan kehutanan.
o. Tidak seimbangnya kapasitas industri Pengolahan Hasil Hutan
Kayu (IPHHK) dengan kemampuan produksi lestari sumber daya hutan
Kalimantan Barat.
4. Peternakan
a. Pada Th 2007 populasi ternak sapi adalah 166.800 ekor, sapi
perah 33 ekor, kerbau 2.222 ekor, babi 386.919 ekor, domba 129 ekor
dan kambing 132.365 ekor.
b. Sedangkan populasi unggas seperti ayam buras sebanyak
4.628.849 ekor, ayam ras pedaging 13.939.332 ekor, ayam ras petelur
2.930.905 ekor dan itik 439.306 ekor.
c. Kalimantan Barat telah swasembada telur ayam dengan produksi
31.606 Ton/Tahun 20 % diantaranya dijual antar pulau seperti
Natuna, Bangka Belitung, Tembelan, Pangkalanbun, Jakarta dll.
d. Untuk daging sapi, dengan jumlah pemotongan pada Tahun 2007
sebanyak 36.597 ekor( 5.532 Ton Daging). 8.000 ekor ternak sapi
diantaranya masih didatangkan dari luar Kalimantan Barat terutama
dari Pulau Madura, NTB dan Jawa Timur.
5. Perikanan dan Kelautan
a. Produksi perikanan pada tahun 2007 sebesar 79.805,92 ton
terdiri dari perikanan laut sebesar 63.808,10 ton, perairan umum
7.208,00 ton dan perikanan budidaya sebesar 8.789,82 ton.
b. Volume ekspor hasil perikanan pada tahun 2007 tercatat
sebesar 819.188,00 ekor untuk jenis ikan beku, ikan hidup dan ikan
hias serta sebesar 2.641.969,46 kg untuk udang dan cumi beku.
c. Jumlah rumah tangga perikanan untuk perikanan laut adalah
8.143, perairan umum 5.463, dan perikanan budidaya sebesar
14.534.
d. Jumlah armada perikanan laut berjumlah 8.783 buah terdiri
dari perahu motor berjumlah 2.112 buah, motor tempel berjumlah
2.956 buah dan kapal motor berjumlah 3.715 buah.
6. Pertambangan dan Galian
a. Pengelolaan pertambangan yang belum optimal. Deposit
pertambangan yang cukup potensial adalah emas sebesar 590.900 ton
terdapat di Kab. Pontianak, Kab. Sintang, Kab. Bengkayang dan Kab.
Kapuas Hulu, bauksit sebesar 859.635.918 ton terdapat di kab
Sanggau, pasir kwarsa sebesar 633.664.441 ton di daerah Sambas dan
Ketapang, kaolin sebesar 317.048.857 ton di daerah Bengkayang dan
Ketapang, granit sebesar 1.300.000 ton terdapat di daerah Sanggau,
Pontianak, dan Landak, pasir sirkon sebesar 5.410.484.720 ton
berada di kab Sambas, gambut sebesar 12.577.145.600 ton berada di
Kab. Pontianak, Ketapang, dan Kota Pontianak, dan batubara sebesar
181.635.975 ton di daerah Sintang dan Kapuas Hulu, serta pasir
kuarsa dengan potensi sebesar 633.664.441 ton terdapat di Kab.
Sambas dan Ketapang.
-
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2008-2013
21
b. Praktik penambangan emas tanpa izin (PETI), galian kaolin dan
pasir yang tidak terkontrol menjadi penyebab utama kerusakan
lingkungan. Gangguan ekosistem akibat penambangan apabila terjadi
dalam skala besar akan menyebabkan gangguan keseimbangan lingkungan
yang berdampak buruk bagi kehidupan manusia.
7. Lingkungan Hidup
a. Kalimantan Barat memiliki lahan kritis yang luas, yaitu
mencapai 5.043.037 hektar, terdiri dari tiga daerah aliran sungai
(DAS), yaitu DAS Sambas dengan luas 1.177.735,5 hektar, DAS Kapuas
dengan luas 10.011.780,70 hektar dan DAS Pawan dengan luas
3.265.855,10 hektar.
b. Belum optimalnya pengendalian dampak kebakaran hutan dan
lahan.
c. Masih lemahnya pemantauan kualitas udara dan badan air secara
kontinyu dan terkoordinasi antar daerah dan antar sektor.
d. Masih lemahnya pengembangan sistem informasi terpadu antara
sistem jaringan pemantauan kualitas lingkungan hidup.
e. Masih belum adanya komitmen penuh dari pihak terkait dalam
pengendalian dampak lingkungan.
f. Belum optimalnya pengembangan teknologi yang berwawasan
lingkungan, termasuk teknologi tradisional dalam pengelolaan sumber
daya alam, pengelolaan limbah, dan teknologi industri yang ramah
lingkungan.
g. Kebijakan pemerintah dalam pengendalian pencemaran asap
akibat kebakaran hutan, lahan dan pekarangan belum dilaksanakan
secara komperhensif, disamping itu dampak asap masih belum menjadi
prioritas penanganan dari dinas/instansi terkait.
h. Masih lemahnya institusi di tingkat Kabupaten/Kota dalam
penanganan kebakaran hutan, lahan dan pekarangan.
i. Masih kurangnya kesadaran masyarakat terhadap dampak yang
ditimbulkan akibat pencemaran air (khususnya pencemaran
merkuri).
j. Masih lemahnya kapasitas pengelola lingkungan hidup di
tingkat Kabupaten/Kota dalam penanganan kasus-kasus dalam
permasalahan lingkungan hidup.
k. Pengaduan dan kasus-kasus lingkungan hidup yang disampaikan
berbagai pihak kepada Pos Pengaduan Lingkungan Hidup belum dapat
ditindaklanjuti sepenuhnya akibat benturan pendanaan dan jumlah
personel PPLH dan PPNS-LH yang masih terbatas.
E. SARANA DAN PRASARANA
1. Penataan Ruang
a. Topografi wilayah Provinsi Kalbar terdiri dari dataran rendah
(datar), bergelombang, berbukit-bukit dan bergunung. Dalam konsep
pembangunannya, Kalbar dibagi kedalam 3 (tiga) Wilayah Pengembangan
(WP) yang meliputi WP Pesisir dan Kepulauan, WP Perbatasan Antar
Provinsi dan Antar Negara, dan WP Pedalaman. WP Pedalaman terdiri
dari 3 (tiga) kabupaten, yakni Kabupaten Sanggau, Kabupaten
Sekadau, dan Kabupaten Landak. WP Pesisir terdiri dari 3 (tiga)
kabupaten, yaitu Kabupaten Pontianak, Kabupaten Bengkayang,
Kabupaten Sambas, dan sebagian wilayah Kabupaten Ketapang, Kota
Pontianak dan Kota Singkawang. WP Antar Provinsi meliputi Kabupaten
Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Melawi, dan Kabupaten
Ketapang. Untuk WP Antar Negara mencukup 5 (lima) kabupaten yang
meliputi Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sintang, Kabupaten
Sanggau, Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Sambas.
-
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2008-2013
22
b. WP Pedalaman yang difokuskan di Kawasan Tayan, diarahkan pada
titik pusat pembangunan transportasi yang membuka keterisolasian
wilayah pedalaman dan memperlancar aksesibilitas arus orang dan
barang ke dan dari wilayah pesisir. Pengembangan Pedalaman meliputi
kegiatan pembangunan jalan dan jembatan, pelabuhan sungai, penataan
kota, pusat agribisnis, pertambangan, instalasi air bersih &
kelistrikan, dan model pertanian dengan sistem keuangan mikro. WP
Pesisir dan Kepulauan diarahkan pada pengembangan pelabuhan
samudera (pelabuhan regional), promosi investasi, terminal
perikanan, budidaya-tangkap ikan, agribisnis, dan parawisata
(budaya, kesenian, pantai dan kepulauan). WP Perbatasan Antar
Propinsi diarahkan pada pengembangan pertambangan, perkebunan,
eco-tourism, dan promosi pariwisata. WP Perbatasan Antar Negara
diarahkan pada pengembangan PKSN (border area development),
perkebunan, industrial estate, promosi pariwisata, dan mobilisasi
sumberdaya.
c. Pada kenyataannya sampai saat ini prinsip pembangunan yang
terintegrasi, terpadu dan serasi dalam rangka memperkecil
disparitas ketimpangan wilayah antara daerah, disparitas ekonomi,
disparitas pendapatan masyarakat, pemanfaatan ruang dan pengelolaan
pertanahan belum dapat diwujudkan secara maksimal. Serta belum
terealisasinya keserasian pemanfaatan ruang dan belum maksimalnya
peningkatan pengembangan wilayah pesisir, wilayah tertinggal,
perbatasan serta pengembangan wilayah strategis dan cepat
tumbuh.
2. Transportasi
a. Di sektor transportasi darat, panjang jalan yang tersedia
sangat memprihatinkan, dan merupakan salah satu kendala utama dalam
hal pengembangan wilayah. Kondisi jalan Nasional dengan kondisi
baik pada tahun 2006 hanya sebesar 674.86 km (42,84 %), kondisi
sedang sepanjang 482.18 km (30,61 %). Sementara yang mengalami
rusak sepanjang 365.88 (23,22 %) dan kondisi mengalami Rusak Berat
sepanjang 52.4 km (3,33 %). Kemudian jalan Provinsi , dengan
kondisi Baik sepanjang 528.13 km (34,79 %), kondisi sedang
sepanjang 356.77 km (23,50 %), dan kondisi rusak sepanjang 377.40
km (24,32 %) serta kondisi rusak berat sepanjang 255.63 km (16,85
%). Hasil ini menunjukkan masih banyaknya kondisi jalan provinsi
yang perlu ditangani pada tahun-tahun mendatang.
b. Di sektor transportasi sungai kondisi yang ada juga tidak
begitu baik, meski sebenarnya sungai tetap merupakan urat nadi
transportasi penduduk berhubung masih banyaknya kampung-kampung
yang hanya bisa dihubungi lewat jalan air. Hal ini terjadi karena
besarnya degradasi lingkungan pada DAS (Daerah Aliran Sungai)
seperti halnya illegal logging, illegal mining (PETI). Selain itu
pada dua puluh tahun terakhir ini banjir dan kekeringan agak
meningkat frekuensinya. Akibatnya, seringkali pelayaran sungai
terhenti, karena sungainya mengalami pendangkalan.
c. Jalur pelayaran sungai memiliki peranan ganda dikaitkan
dengan jalur transportasi jalan raya. Di satu sisi, pelayaran
sungai merupakan pelengkap sistem transportasi jalan raya dan di
sisi lain pelayaran sungai ini berperan sebagai alternatif lain
bagi transportasi darat. Pada keadaan normal, di Kalimantan Barat
terdapat banyak sungai yang dapat dilayari. Di antaranya yang utama
adalah Sungai Kapuas panjang 1.086 km yang dalam keadaan normal
secara efektif dapat dilayari sepanjang 870 km, Sungai Sambas
(dengan panjang 233 km) di Kabupaten Sambas, Sungai Pawan, Sungai
Kendawangan dan Sungai Jelai di Kabupaten Ketapang.
d. Selain lalu lintas angkutan sungai, di Kalimantan Barat
dioperasikan angkutan penyeberangan sebanyak enam lintasan
penyeberangan yang menghubungkan jalan raya yang terputus oleh
aliran sungai. Lintasan penyeberangan Bardan (Pontianak)Siantan
adalah merupakan lintasan penyeberangan yang dioperasionalkan oleh
pihak swasta (PT. Prima Vista), sedangkan lima lintasan
penyeberangan lainnya dioperasikan oleh PT. ASDP Cabang Pontianak,
yaitu lintasan penyeberangan TayanPiasak di Kabupaten Sanggau
berperan untuk menunjang jalan raya lintas KalimantanTayanKetapang.
Lintasan penyeberangan Telok KalongTanjung Harapan, dan Tebas
KualaPerigi Piai di Kabupaten Sambas berperan menunjang jalan raya
antara SambasPaloh sepanjang 45 km, Lintasan penyeberangan Rasau
JayaTelok Batang melintasi sungai dan selat dengan panjang lintasan
140 km yang menghubungkan daerah Kabupaten Ketapang dan Kabupaten
Kubu Raya. Dan merupakan lintasan penyeberangan yang baru dibuka
adalah penyeberangan Parit Sarem Sungai Nipah di Kabupaten Kubu
Raya.
-
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2008-2013
23
e. Beberapa pelabuhan laut yang penting sebagai pintu gerbang
ekonomi yang merupakan pintu keluar-masuknya barang dan penumpang
antar pulau dan internasional adalah Pelabuhan Pontianak, Sintete
(Kabupaten Sambas), Telok Air di Batu Ampar dan Pelabuhan Ketapang
(Kabupaten Ketapang). Pelabuhan Pontianak adalah pelabuhan kelas
satu di bawah pengelolaan PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II dan
merupakan pelabuhan terbesar di Propinsi Kalimantan Barat dengan
fungsi pelayanan adalah pelabuhan Internasional, terletak di
pinggir sungai Kapuas Kecil dengan jarak 31 km dari muara sungai
dan dapat ditempuh 2 jam pelayaran. Pelabuhan Sintete sebagai
pelabuhan nasional akan tetapi pada umumnya melayani hubungan
pelayaran antara Kalimantan Barat dengan negara-negara Asia seperti
Singapura, Malaysia, Thailand bahkan sampai ke Jepang. Pelabuhan
Sambas dan Singkawang hanya terbuka untuk pelayaran antarpulau,
yaitu melayani hubungan pelayaran Kalimantan Barat dengan daerah di
Pulau Sumatera dan tidak terbuka untuk pelayaran Internasional.
Pelabuhan Telok Air dan Ketapang banyak melayani hubungan laut
Kalimantan Barat dengan kota-kota di Pulau Jawa seperti Jakarta,
Semarang dan Surabaya.
f. Sistem transportasi udara Propinsi Kalimantan Barat didukung
oleh lima lokasi lapangan udara yang tersebar di empat kabupaten.
Dua bandara yaitu Bandara Supadio di Pontianak. dan Bandara Rahadi
Osman di Ketapang, dipergunakan untuk melayani jalur-jalur
penerbangan eksternal (dari dan ke luar propinsi). Sedangkan
bandara lain yaitu Bandara Pangsuma di Putussibau, Bandara Susilo
di Sintang dan Bandara Nanga Pinoh (Kabupaten Sintang) merupakan
bandara yang hanya melayani jalur penerbangan lokal (antar
kabupaten). Dengan demikian, secara keseluruhan di Kalimantan Barat
ada empat jalur penerbangan lokal, empat jalur penerbangan
antarpropinsi dan dua jalur penerbangan internasional.
3. Energi dan Sumber Daya Mineral
a. Kalimantan Barat sebagai bagian wilayah dari
Craton-Kalimantan merupakan daerah yang potensial bagi terbentuknya
berbagai cebakan bahan galian (mineral) yang memungkinkan untuk
dikelola lebih lanjut sehingga menjadi bernilai ekonomis. Bahan
galian tersebut terdari dari bahan galian logam (emas, bauksit,
mangan, timah hitam, cinabar, antimoni, zircon, dll); bahan galian
industri ( kaolin, ballclay, felspar, barit, yodium, pasir kuarsa,
dll); bahan galian konstruksi (basalt, granit, dll); bahan galian
energi (batubara, gambut, minyak dan gas bumi, dll) dan batumulia
(Intan, kecubung,dll). Pada umumnya potensi bahan galian tersebut
cadangannya belum diketahui dengan pasta atau belum terukur
(Hipotetik/Speculatif). Sebagian besar bahan galian tersebar di
seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat telah
diusahakan dalam bentuk perizinan berupa Kuasa Pertambangan (KP),
Kontrak Karya (KK), Surat Izin Pertambangan Daerah (SPID) dan Surat
Izin Pertambangan Rakyat (SIPR). Jumlah perizinan tersebut sampai
dengan tahun akhir 2007 adalah berjumlah 292 (dua ratus sembilan
puluh dua) buah perizinan.
b. Wilayah Provinsi Kalimantan Barat mempunyai banyak potensi
sumber daya alam yang merupakan sumber energi baru terbarukan yang
memiliki prospek yang cukup tinggi untuk diolah lebih jauh agar
dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin, namun sampai saat ini
potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Hanya beberapa
potensi yang sebagian kecil sudah dimanfaatkan yaitu potensi energi
air dan potensi energi surya di beberapa tempat atau lokasi. Dari
hasil inventarisasi dan pengumpulan data terhadap potensi energi
baru terbarukan yang ada di provinsi Kalimantan Barat, maka dapat
disampaikan potensi-potensi energi tersebut sebagai berikut :
1) Potensi energi air terinventarisasi dan teridentifikasi cukup
besar dan tesebar di beberapa kecamatan dan kabupaten dengan total
potensi daya mekanik teoritis sebesar 66,9 MW, suatu potensi yang
tidak kecil nilainya sehingga perlu dikaji lebih jauh bagaimana
memanfaatkan potensi energi air ini untuk kebutuhan sarana listrik
masyarakat secara maksimal.
-
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2008-2013
24
2) Sebagai negara tropis, hampir di seluruh wilayah Indonesia
mempunyai potensi energi surya dengan radiasi harian matahari
rata-rata 4,8 kWh/m2. Untuk Kalimantan Barat sendiri yang dilintasi
garis Khatulistiwa mempunyai nilai intensitas energi surya yang
cukup tinggi dengan radiasi energi surya harian rata-rata sebesar
2.768,7 Wh/m2 sampai dengan 9.583,9 Wh/m2 sehingga dapat
dimanfaatkan untuk membangkitkan energi listrik melalui proses
photovoltaic atau dengan menggunakan secara langsung panas matahari
tersebut.
3) Wilayah provinsi Kalimantan Barat juga memiliki potensi
energi angin yang cukup banyak untuk dimanfaatkan secara optimal
sebagai sumber energi untuk pembangkitan energi listrik.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Meteorologi Supadio,
secara umum kecepatan angin rata-rata per bulan di wilayah
Kalimantan Barat adalah berkisar antara 2 6 knot dan kecepatan
maksimum rata-rata per bulan adalah 6 26 knot.
4) Dengan melihat potensi perkebunan sawit yang ada di
Kalimantan Barat yaitu sebesar 626.181 ton per tahunnya. Maka dapat
diperkirakan besar potensi daya listrik yang mampu dihasilkan. Dari
626.181 ton produksi TBS per tahun akan dihasilkan CPO sebanyak 22%
atau sekitar 136.659,82 ton CPO. Jika kita memperkirakan bahwa 50%
dari CPO tersebut dapat digunakan sebagai Biodiesel, maka dapat
dihasilkan sekitar 68.329,91 ton biodiesel. Jika kita anggap 1
liter = 1 kg, maka biodiesel yang dihasilkan setara dengan
68.329.910 liter per tahunnya. Potensi daya yang dihasilkan dari
Biodiesel tersebut adalah: 17.082.477,5 kW per tahunnya.
5) Potensi Biomassa di Provinsi Kalimantan Barat juga memiliki
potensi yang cukup besar jika dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Potensi ini didapat dari hasil pengelolaan limbah pertanian, antara
lain: sekam padi yang memiliki potensi setara dengan 57.699.468,8
SLM atau dalam bentuk energi listrik setara dengan 524.540.625,45
kWh setiap tahunnya, karet setara dengan 257.071.995 SLM atau dalam
bentuk energi setara dengan 2.337.018.136 kWh per tahun, kelapa
setara dengan 60.585.993 SLM atau 550.781.754 kWh per tahun, kopi
setara dengan 8.055.477 SLM atau 73.231.609 kWh per tahunnya,
coklat/ kakao setara dengan 5.679.405 SLM atau 51.630.954,55 kWh
per tahunnya, tandan kelapa sawit setara dengan 62.618.100 SLM atau
569.255.454,54 kWh per tahun.
6) Potensi energi biogas di provinsi Kalimantan Barat dapat
diperoleh dari limbah ternak yaitu sapi, kerbau, babi, maupun
unggas. Dari hasil inventarisasi, pengumpulan data dan analisa yang
dilakukan maka potensi energi dari pemanfaatan limbah ternak yang
dapat dimanfaatkan untuk biogas ini dapat mencapai 33.712.804,66
SLM yang jika dikonversi menjadi energi listrik setara dengan
306.480.042,4 kWh.
c. Ketidakseimbangan antara kebutuhan dan pasokan listrik yang
kondisinya makin kritis di berbagai daerah. Penyebabnya dikarenakan
masih rendahnya kemampuan investasi dan pengelolaan penyediaan
sarana dan prasarana energi; masih rendahnya efektivitas dan
efisiensi pemanfaatan sarana dan prasarana yang sudah terpasang;
masih tingginya ketergantungan pembangkit terhadap bahan bakar
minyak. Pemenuhan kebutuhan energi yang tidak merata dihadapkan
pada luasnya wilayah Kalimantan Barat. Hal itu juga dipengaruhi
oleh lokasi potensi cadangan energi primer yang tersebar dan
sebagian besar jauh dari pusat beban; keterbatasan sumber daya
manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi; tingginya pertumbuhan
permintaan berbagai jenis energi setiap tahun; serta kondisi daya
beli masyarakat yang masih rendah.
d. Sampai saat ini, upaya pemerintah untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi energi listrik yang merata bagi seluruh masyarakat yang
ada di perkotaan maupun di perdesaan dilaksanakan melalui fasilitas
yang ada pada PT. PLN (Persero) Wilayah Kalimantan Barat. Dalam
melaksanakan tugasnya, PLN telah mengembangkan wilayah kerja
menjadi 4 cabang dan 1 sektor, yaitu: Cabang Pontianak, Cabang
Singkawang, Cabang Sanggau, Cabang Ketapang dan Sektor Kapuas.
Sektor Kapuas menyuplai energi listrik untuk sistem Pontianak
meliputi Kota Pontianak dan Kabupaten Pontianak. Cabang Pontianak
mengelola kelistrikan di Kota Pontianak, Kabupaten Pontianak,
Kabupaten Landak dan Kabupaten Kubu Raya.
-
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2008-2013
25
Cabang Ketapang mengelola kelistrikan untuk Kabupaten Ketapang
dan Kayung Utara. Kelistrikan Kota Singkawang, Kabupaten Sambas dan
Kabupaten Bengkayang dikelola oleh Cabang Singkawang, sedangkan
untuk wilayah Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang dan Kabupaten
Kapuas Hulu dikelola oleh Cabang Sanggau.
e. Kapasitas terpasang total mesin pembangkit PT. PLN (Persero)
Wilayah Kalimantan Barat sampai dengan tahun 2006 adalah 282,219
MW. Pertumbuhan energi listrik yang diproduksi oleh PT. PLN
(Persero) Wilayah Kalimantan Barat juga telah mengalami kenaikan
yang cukup baik, yaitu hampir 3 kali sebesar 894,23 GWh pada tahun
2002 menjadi 1.069,400 GWh pada tahun 2006.
4. Telekomunikasi
a. Perkembangan globalisasi yang diikuti dengan adanya AFTA dan
BIMP-EAGA ditambah dengan perkembangan yang sangat cepat dalam
bidang informasi dan komunikasi menyebabkan perkembangan
infrastruktur di satu wilayah tidak terlepas dengan perkembangan
wilayah lainnya. Kalimantan Barat yang sebagian besar wilayah
daratnya berhubungan langsung dengan Malaysia, harus mengimbangi
pembangunan infrastruktur di negeri jiran tersebut.
b. Kebutuhan masyarakat akan fasilitas komunikasi sebagian besar
sudah terlayani oleh pihak swasta berupa telepon seluler dan sudah
hampir dapat menjangkau seluruh kabupaten di Kalimantan Barat.
Selain harga pelayanan yang relatif makin murah juga memberikan
kenyamanan bagi masyarakat dewasa ini.
c. Secara umum teknologi internet belum dijadikan salah satu
teknologi komunikasi yang utama pada masyarakat Kalimantan Barat
dan perkembangannya pun masih terbatas di beberapa ibu kota
kabupaten atau kota.
5. Sumber Daya Air
a. Meningkatnya ancaman terhadap keberlanjutan daya dukung
sumber daya air permukaan maupun air tanah mengakibatkan kerusakan
lingkungan yang semakin luas dewasa ini. Akibat kerusakan hutan
secara signifikan telah menyebabkan penurunan daya dukung Daerah
Aliran Sungai (DAS) dalam menahan dan menyimpan air. Hal yang
memprihatinkan adalah indikasi terjadinya percepatan laju kerusakan
daerah tangkapan air dengan adanya deforestrasi, baik akibat
penebangan komersil maupun pembalakan hutan secara liar (illegal
logging). Kondisi ini sungguh sangat memprihatinkan karena
pembalakan liar ini terbukti telah sampai menjarah hutan-hutan
lindung di propinsi ini.
b. Permasalahan yang terjadi di daerah kita adalah terletak pada
ketersediaan air pada musim penghujan dan musim kemarau tidaklah
merata. Di waktu musim kemarau, mendangkalnya alur-alur pelayaran
dan intrusi air asin bukanlah hal baru lagi. Akibatnya,
transportasi sungai ke daerah hulu menjadi terganggu. Meskipun
transportasi darat dan udara telah berkembang, namun transportasi
sungai tetap menjadi primadona. Bahkan ketersediaan air demikian
tipisnya hingga penduduk di Kapuas Hulu dapat bermain bola di alur
sungai. Di pihak lain, penduduk yang tinggal di muara sungai,
mengalami kekurangan air bersih karena timbulnya intrusi air
asin.
c. Permasalahan yang dihadapi merupakan suatu kumulatif dari
berbagai sebab, yang secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut
; Proses perencanaan sumber daya air yang terbatas, Minimnya data,
Persaingan prioritas pembangunan, Kerusakan dan pencemaran sumber
daya air, Peningkatan kebutuhan air, Peningkatan kebutuhan energi,
Kerusakan daerah pantai dan rawa, Bahaya bencana alam, Kerangka
perundang-undangan dan Kelembagaan yang tidak memadai.
-
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2008-2013
26
d. Kondisi sektor pengairan dan irigasi cukup memprihatinkan.
Pembangunan besar-besaran sistem persawahan pasang surut yang telah
dimulai sejak tahun 1970, ternyata sampai saat ini tidak membuahkan
hasil yang diinginkan terutama dalam hal swasembada beras. Kondisi
jaringan irigasi dan jaringan rawa hasil analisa sesuai kriteria
penilaian yaitu daerah irigasi dari jumlah 522 lokasi dengan luas
79.958 Ha kondisinya dalam keadaan baik (B) berjumlah 169 lokasi
(32,38 %) dengan luas 24.587 Ha (30,75 %), dalam keadaan Rusak
Ringan (RR) berjumlah 182 lokasi (34,87 %) dengan luas 28.484 Ha
(35,62 %) dan dalam keadaan Rusak Berat (RB) berjumlah 171 lokasi
(32,76 %) dengan luas 26.887 Ha (33,63 %). Sementara itu
pembangunan sistem irigasi teknis di daerah pedalaman mendapat
hambatan juga terutama dari segi jumlah tenaga penggarap (yang
tidak terbiasa bercocok tanam cara sawah) maupun adanya
konflik-konflik sosial.
F. HUKUM
1. Penegakan Hukum, Ketentraman dan Ketertiban Umum
Keberhasilan Pembangunan dan penegakan hukum secara langsung
maupun tidak langsung bisa dilihat dari beberapa indikator,
misalnya indikator keamanan dan ketertiban masyarakat, tinggi
rendahnya tindak pidana yang terjadi dalam masyarakat.
Secara umum dapat dikatakan kondisi keamanan dan ketertiban di
Kalimantan Barat saat ini relatif stabil, hal ini dapat dilihat
dalam lima tahun terakhir ini hampir tidak ada kerusuhan sosial
yang bernuansakan SARA dan tindakan pelanggaran hukum yang
menimbulkan dampak keresahan sosial yang bersifat massif. Hal ini
berarti pemahaman kehidupan bermasyarakat yang plural, baik
pluralitas agama, etnis dengan multikulturalismenya, serta
keyakinan (ideologi) sudah dengan baik. Kondisi seperti ini
tentunya harus dijaga karena bisa merupakan modal sosial (social
capital) bagi terlaksananya proses pembangunan yang direncanakan,
karena tanpa adanya saling pengertian, pengakuan akan plurisme
kehidupan maka berbagai program pembangunan sulit bisa dilaksanakan
dengan baik.
Berbeda dengan kondisi tersebut di atas, kejahatan sebagai salah
satu indikator keberhasilan pembangunan bidang hukum memperlihatkan
peningkatan yang cukup berarti hal ini bisa dilihat dari statistik
kriminal yang dikeluarkan oleh Kepolisian daerah Kalimantan Barat
dimana selama tahun 2005 2006 jumlah tindak pidana/kejahatan
mengalami peningkatan sebesar 17, 35 persen yaitu dari 6.093
menjadi 7.150 tindak kejahatan. Jumlah tindak pidana paling banyak
adalah di wilayah Poltabes Pontianak. Pada tahun 2005 tercatat
sebanyak 3.300 kasus pelanggaran hukum yang dilaporkan dan pada
tahun 2006 meningkat menjadi 3.710 kasus (peningkatan 12,42 persen)
yang berarti selama satu tahun terjadi penambahan sebanyak 410
kasus pelanggaran yang dilaporkan.
Dari angka kejahatan yang dilaporkan apabila dilihat perjenis
kejahatan maka angka yang terbanyak adalah kasus pencurian. Pada
tahun 2005 sebanyak 1.406 kasus selanjutnya pada tahun 2006
meningkat menjadi 1.745 kasus pencurian atau selama satu tahun
meningkat sebesar sebesar 24,11 persen. Jenis kejahatan yang
menempati urutan kedua terbesar adalah kasus penganiayaan. Pada
tahun 2005 tercatat sebanyak 809 kasus pembunuhan dan pada tahun
2006 menjadi sebanyak 892 kasus atau naik sebesar 10,26 persen. Dan
kemudian angka terbesar berikutnya adalah kasus penggelapan yang
tercatat sebanyak 504 kasus penggelapan di tahun 2005 dan mengalami
peningkatan menjadi 593 kasus penggelapan ditahun 2006 atau
meningkat sebesar 17,66 persen (lihat Grafik 2.3).
-
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2008-2013
27
Grafik 2.3 Persentase jenis Kejahatan yang
Dilaporkan/Ditangani
Kepolisian Daerah Kalimantan Barat Tahun 2006
Semakin meningkatnya jumlah tindak kejahatan tentu sangat
berpengaruh pada kegiatan sosial ekonomi masyarakat maupun
pelaksanaan program-program pembangunan baik jangka pendek,
menengah maupun jangka panjang. Disamping itu angka kriminalitas
yang tinggi juga mempunyai pengaruh negatif pada penanaman modal,
terutama modal asing dan kunjungan wisatawan (nusantara maupun
asing). Oleh karena itu, tingkat kriminalitas di Kalimantan Barat
yang terus meningkat, perlu diupayakan penanggulangannya.
Selama tahun 20052006 Angka tindak pidana (Crime Rate)
Kalimantan Barat mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 sebesar
150,36 meningkat menjadi 173,62 pada tahun 2006, yang berarti pada
tahun 2005 setiap 100.000 penduduk yang beresiko kena tindak
kejahatan sekitar 150 orang dan selanjutnya meningkat menjadi 173
orang pada tahun 2006. Angka Tindak Pidana di Provinsi Kalimantan
Barat yang paling tinggi terjadi di kota Pontianak yaitu pada tahun
2005 tercatat sebanyak 657,20 dan ditahun 2006 meningkat menjadi
727,73 kasus tindak pidana kejahatan. Hal tersebut menunjukan
adanya peningkatan selama kurun waktu 1 tahun atau mengalami
peningkatan sebesar 10,73 persen bila dibandingkan dengan periode
tahun sebelumnya.
Di Provinsi Kalimantan Barat, Rasio aparat Kepolisian terhadap
penduduk tercatat tahun 2005 sebesar 1,50 yang berarti bahwa untuk
setiap seribu penduduk dilindungi oleh aparat kepolisian kurang
dari dua orang polisi atau setiap orang petugas kepolisian
melindungi sekitar 665 penduduk. Standar Perserikatan Bangsa Bangsa
(PBB) untuk rasio personil kepolisian terhadap penduduk adalah 1:
400. artinya setiap aparat kepolisian akan melindungi sekitar 400
penduduk.
Rasio Polri terhadap penduduk yang paling tinggi adalah di Kota
Pontianak yaitu sebanyak 6,57 berarti untuk 1000 penduduk aparat
kepolisian yang melindungi penduduknya lebih dari enam orang aparat
kepolisian atau setiap polisi melindungi sekitar 150 penduduk.
Grafik 2.4. Rasio Aparat Kepolisian Terhadap Penduduk
Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2005 (per 1.000 Penduduk)
0,890,20
1,07
0,310,49
1,27
0,71
0,780,37
0,73
6,57
2,531,50
0,00 2,00 4,00 6,00 8,00
Sambas
Landak
Sanggau
Sintang
Sekadau
Kota Pontianak
Kalimantan Barat
Lainnya (Gabungan)
33,8%Pencurian
24,4%
Penganiayaan 12,5%
Penggelapan8,3%
Penipuan8,1%
Pencurian sepeda motor
7,2%
Perampokan/ Curas2,8%
Kesusilaan3,0%
-
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2008-2013
28
Sedangkan Rasio yang terendah adalah di Bengkayang yaitu sebesar
0,20 yang berarti setiap polisi harus melindungi lebih dari 5100
penduduk. Selanjutnya rasio rendah berikutnya adalah di Kabupaten
Pontianak sebesar 0,31 untuk yang berarti setiap polisi harus
melindungi lebih dari 3.200 penduduk dan Sekadau sebesar 0,37 untuk
yang berarti setiap polisi harus melindungi lebih dari 2.700
penduduk.
Di samping kejahatan konvensional seperti tersebut di atas,
karena letak geografisnya yang berbatasan langsung dengan Serawak
Malaysia Timur menjadi kajahatan yang ada di Kalimantan Barat
memiliki karakteristik yang khas jika dibandingkan dengan wilayah
lainnya, dimana kejahatan yang bersifat transnasional
(transnasional crime), teroganisir (organized crime), maupun
kejahatan yang bernuansakan ekonomi (economic crime) seperti
illegal loging, illegal trading, illegal fishing, trafficking dan
smuggling masih menjadi masalah yang cukup rawan dan potensial di
Kalimantan Barat.
Sosialisasi dan pendidikan hukum masyarakat (law socialization
and law education) serta pengelolaan informasi hukum masih belum
berjalan sebagaimana mestinya. Pada hal kedua kondisi ini merupakan
prasyarat utama bagi turut sertanya secara aktif masyarakat pada
proses pembangunan, karena dengan sosialisasi dan pendidikan hukum
maka masyarakat akan mengetahui hak dan kewajibannya selaku warga
negara dan masyarakat.
Salah satu ciri Kalimantan Barat jika dilihat dari komposisi
etnisnya adalah adanya pluralitas etnis. Pluralitas etnisnya dengan
sendirinya diikuti oleh adanya keragaman sistem budaya serta
kelambagaan adat dengan perangkat hukum adatnya. Pada satu sisi
eksistensi lembaga adat dengan segala kearifannya (local wisdom)
harus dilindungi keberadaannya karena telah mendapat pengakuan
konstitusi, baik konvensi internasional maupun Nasional (UUD 1945
Amandemen), namun pada sisi lain adanya lembaga dan hukum yang adat
yang beragam tersebut bisa menjadi penghambat bagi proses penegakan
hukum yang berasal dari negara (Pemerintah dan Legislatif)
dikarenakan adanya benturan dengan hukum positif itu sendiri dan
ini tentunya akan merugikan bagi daerah dalam upaya memanggil
investor untuk bersama-sama membangun Provinsi Kalimantan Barat
ini. Oleh karena itu penataan berbagai struktur dan kelembagaan
adat perlu mendapatkan perhatian, agar eksistensi lembaga adat
dengan segala perangkat hukumnya bisa menjadi modal dasar (basic
capital) guna menunjang program pembangunan pada umumnya. Penataan
struktur kelembagaan adat serta penggalian nilai dan kearifan lokal
yang ada pada hukum adat ini juga berguna membantu pengelolaan dan
pelestarian lingkungan hidup.
2. Penataan PERDA
Salah satu prinsip dalam pembangunan hukum adalah adanya
sinergisitas dan singkronisasi baik vertikal maupun horizontal
antara satu produk hukum dengan produk hukum yang lainnya. Hal ini
penting diperhatikan, karena jika prinsip ini diabaikan maka akan
menimbulkan persoalan yang tidak kecil akibatnya. Kebingungan dalam
menentukan kewenangan serta munculnya hambatan yuridis normatif
yang merupakan dasar bagi penyelenggaran pemerintahan yang baik dan
benar adalah beberapa akibat yang bisa muncul kepermukaan jika
prinsip singkronisasi vertikal dan horizontal ini tidak
diperhatikan. Oleh karena itu, evaluasi dan monitoring secara
komprehensif dan akademis terhadap berbagai produk hukum atau
paraturan daerah perlu dilakukan secara sistematis dan
periodik.
Dari monitoring yang dilakukan terhadap produktivitas peraturan
daerah Kalimantan Barat terlihat bahwa pada tahun 2003 hanya ada 9
Perda, pada tahun 2004 sebanyak 7 Perda, pada tahun 2005 sebanyak
12 Perda, pada tahun 2006 sebanyak 11 Perda dan pada tahun 2007
sebanyak 11 Perda. Pada tahun 2006 sebenarnya sudah teragendakan
untuk melakukan pengkajian, penelaahan dan pengkoreksian sebanyak
890 Peraturan dan Keputusan Gubernur Kalimantan Barat, namun hal
tersebut belum dilakukan dengan maksimal.
-
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2008-2013
29
Belum dilaksanakannya pengkajian, penelaahan, pengkoreksian dan
revisi peraturan (regeling) dan Keputusan (Beshicking) Gubernur
Kalimantan Barat dikarenakan oleh beberapa hal diantaranya adalah,
pertama masih terbatasnya tenaga aparatur yang dapat melakukan
pengkajian, menelaah serta mengoreksi Peraturan daerah dan
Keputusan Gubernur Kalimantan Barat, baik secara kualitas maupun
kuantitas tersebut. Kedua volume pekerjaan di biro hukum dan HAM
cukup tinggi. Ketiga masih banyak instansi/Dinas/Badan pengolah
keputusan dan Peraturan Gubernur yang belum mengerti secara teknis
tentang tata cara penyusunan Keputusan dan Peraturan Gubernur yang
baik dan benar.
Di samping itu, sulitnya untuk melakukan kajian yang mendalam
tentang singkronisasi baik vertikal maupun horizontal ini
dikarenakan masih adanya Kabupaten/Kota yang belum menyampaikan
Perda yang dibuatnya ke Pemerintah Provinsi, terutama yang
menyangkut rancangan/peraturan daerah dalam bidang Pajak, Retribusi
dan Tata Ruang.
3. Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Penegakan Perda
Kondisi kehidupan berbangsa setelah munculnya era reformasi
tahun 1998, masih menyisakan berbagai persoalan pelik yang
berimplikasi kurang baik kepada penyelenggaraan ketentraman dan
ketertiban umum. Hal tersebut timbul karena adanya penurunan taraf
hidup masyarakat yang disebabkan terjadinya kenaikan harga
barang-barang secara signifikan yang membuat lemahnya daya beli
masyarakat, meningkatnya pengangguran baik terbuka dan terselubung,
ekses penertiban yang dilakukan aparat secara berlebihanm serta
belum efektifnya pelaksanaan penegakan Peraturan Daerah (Perda)
yang merupakan produk hukum daerah baik yang bersifat pro yusitisia
(yang diselesaikan dipengadilan) maupun non yustisia (tindak
penertiban). Kesemua dampak buruk itu pada muaranya meningkatkan
gangguan ketentraman dan ketertiban umum berupa aksi demo/unjuk
rasa, anarkis, dan hujatan kepada penyelenggara pemerintahan daerah
yang sangat mengganggu kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan di daerah.
4. Aparatur Pemerintah
Paradigma baru dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan dari
pola sent