-
PERATURAN
RENCANA TATA RUANG W
DENGAN RAHMA
Menimbang : a.
b.
c.
d.
e.
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN
NOMOR 12 TAHUN 2010
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH ( RTRW )
KABUPATEN PASURUAN
TAHUN 2009 - 2029
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI PASURUAN,
bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Pasuruan dengan
memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna,
serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan,
perlu disusunRencana Tata Ruang Wilayah;
bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar
sektor, daerah, dan masyarakat maka Rencana Tata Ruang Wilayah
merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan
pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha;
bahwa berdasarkan evaluasi RTRW Kabupaten Pasuruan, maka RTRW
Kabupaten Pasuruan sudah saatnya untuk direvisi total setelah
adanya perubahan yang cukup signifikan dari faktor eksternal dan
internal yang mendasari dan/atau mempengaruhinya;
bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007
tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, maka perlu dijabarkan
ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf
a, b, c dan d, maka perlu menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kabupaten Pasuruan dengan Peraturan daerah.
KABUPATEN PASURUAN
ILAYAH ( RTRW )
TUHAN YANG MAHA ESA
untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Pasuruan dengan
memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna,
serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan,
perlu disusun
dalam rangka mewujudkan keterpaduan , dan masyarakat maka
Rencana Tata Ruang Wilayah merupakan arahan lokasi investasi
pembangunan yang dilaksanakan pemerintah,
berdasarkan evaluasi RTRW Kabupaten Pasuruan, maka RTRW
Kabupaten Pasuruan sudah saatnya untuk direvisi total setelah
adanya perubahan yang cukup signifikan dari faktor eksternal dan
internal yang mendasari
Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan
Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional, maka perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi, Kabupaten;
kan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c dan d,
maka perlu menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Pasuruan dengan
-
- 2 -
-
- 3 -
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten di Lingkungan Propinsi Jawa
Timur, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1965 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2043);
3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2824);
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3419);
6. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469) ;
7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470);
8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478);
9. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 129, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);
10. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 29,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4374) yang telah
ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
11. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan
-
- 4 -
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169);
12. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
13. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4389);
14. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4411);
15. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4421);
16. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433);
17. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437),
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
18. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 132);
19. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4700);
20. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722);
21. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
-
- 5 -
22. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);
23. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
24. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4739;
25. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849);
26. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851);
27. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4959);
28. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);
29. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025);
30. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052);
31. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembar Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 140 Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
32. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembar Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 149 Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia
Nomor 5068);
33. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan
-
- 6 -
atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073);
34. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445);
35. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan
Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran serta Masyarakat
dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3660);
36. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan
Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3776);
37. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3838);
38. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Ketelitian
Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3934);
39. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 119, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4242 );
40. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4385);
41. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165);
42. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624);
43. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655);
44. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
-
- 7 -
Pembangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4663);
45. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4664);
46. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan
dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696);
47. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Propinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
48. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi
Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 134);
49. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4828);
50. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4833);
51. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4858);
52. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4859);
53. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 88,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4861);
54. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan
Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4987);
55. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pedoman
Pengelolaan Kawasan Perkotaan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 68,
-
- 8 -
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5004);
56. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 21 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5103);
57. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2010 tentang Usaha
Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 24 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5106);
58. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung;
59. Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2009 tentang Badan
Koordinasi Penataan Ruang Nasional;
60. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan
Energi Nasional;
61. Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko
Modern;
62. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang
Garis Sempadan Sungai, daerah Manfaat Sungai dan daerah Penguasaan
Sungai;
63. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah;
64. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 tentang
Tata Cara Peran serta Masyarakat Dalam Proses Perencanaan Tata
Ruang di Daerah;
65. Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 2 Tahun 1999 tentang
Izin Lokasi;
66. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006
tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib di
Lengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
67. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Letusan Gunung Berapi dan
Kawasan Rawan Gempa Bumi;
68. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22 Tahun 2007 tentang
Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor;
69. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 2007 tentang
Batas daerah Kabupaten Pasuruan Dengan Kota Pasuruan, Kabupaten
Probolinggo, Kabupaten Malang, Kota Batu, Kabupaten Mojokerto, dan
Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa Timur;
70. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang
-
- 9 -
Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan;
71. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang
Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata
Ruang Daerah;
72. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Rancangan Peraturan Daerah dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;
73. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten;
74. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang
Pedoman Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;
75. Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor
1457.K/20/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Lingkungan di
Bidang Pertambangan dan Energi;
76. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor
11 Tahun 1991 tentang Penetapan Kawasan Lindung di Provinsi Daerah
Tingkat I Jawa Timur (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Tingkat I
Jawa Timur Tahun 1993 Nomor 1, Seri C);
77. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2003
tentang Pengelolaan Hutan di Provinsi Jawa Timur (Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Timur Tahun 2003 Nomor 1, Seri E);
78. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 6 Tahun 2005
tentang Penertiban dan Pengendalian Hutan Produksi di Provinsi Jawa
Timur (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2005 Nomor 2, Seri
E);
79. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 3 Tahun 2009
tentang Irigasi;
80. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2006
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur;
81. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2009
Tentang Rencana Program Jangka Panjang Provinsi Jawa Timur Tahun
2005-2025;
82. Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 2 Tahun 2008
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten
Pasuruan Tahun 2005 2025.
-
- 10 -
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN PASURUAN
dan
BUPATI PASURUAN
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH
(RTRW) KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2009 - 2029
BAB I
KETENTUAN UMUM DAN VISI, MISI
PENATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Pertama
Ketentuan Umum
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Pasuruan.
2. Kepala daerah adalah Bupati Pasuruan.
3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Pasuruan.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat
DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Pasuruan.
5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut
dan ruang udara termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan,
dan memelihara kelangsungan kehidupannya.
6. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
7. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan
sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai
pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis
memiliki hubungan fungsional.
8. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu
wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
9. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
10. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan
ruang.
11. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan
negara Republik
-
- 11 -
Indonesia sebagaimana dimaksud Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
12. Pemerintah provinsi atau daerah adalah Gubernur atau Bupati
dan perangkat provinsi atau daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintah provinsi atau daerah.
13. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan
hukum bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dalam
penataan ruang.
14. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan
kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat.
15. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan
penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
16. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan
penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
17. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan
struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang.
18. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur
ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui
penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
19. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan
tertib tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan.
20. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
21. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pasuruan yang
selanjutnya disingkat RTRW Kabupaten Pasuruan adalah hasil
perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten Pasuruan.
22. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis
beserta segenap unsur terkait, yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
23. Wilayah Kabupaten adalah seluruh Wilayah Kabupaten Pasuruan
yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan ruang udara, termasuk
ruang di dalam bumi berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku.
24. Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang
mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah.
25. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung
atau budidaya.
26. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.
27. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan
fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi
sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.
28. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan
utama pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman pedesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
29. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan
utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman
-
- 12 -
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
30. Kawasan Agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu
atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem
produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang
ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki
keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.
31. Kawasan Minapolitan adalah Kawasan yang membentuk kota
perikanan, yang memudahkan masyarakat untuk bisa membudidayakan
perikanan darat dan/atau tangkap, dengan kemudahan memperoleh benih
melalui unit perbenihan rakyat, pengelolaan ikan, pasar ikan dan
mudah mendapatkan pakan ikan, yang dikelola oleh salah satu
kelompok yang dipercaya oleh pemerintah.
32. Kawasan Strategis Nasional atau disingkat KSN adalah wilayah
yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh
sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara,
pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya dan/atau
lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan
dunia.
33. Kawasan Strategis Provinsi atau disingkat KSP adalah wilayah
yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh
sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial,
budaya dan/atau lingkungan.
34. Kawasan Strategis Kabupaten atau disingkat KSK adalah
wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai
pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap
ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.
35. Pusat Pelayanan Kawasan atau disingkat PPK merupakan kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan
atau beberapa desa.
36. Pusat Pelayanan Lingkungan atau disingkat PPL merupakan
pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar
desa.
37. Pusat Pelayanan Lingkungan promosi atau disingkat PKLp
merupakan pusat kegiatan yang dipromosikan untuk di kemudian hari
ditetapkan sebagai PKL, hanya merupakan pusat pelayanan kawasan
(PPK), dan harus ditetapkan sebagai kawasan strategis kabupaten dan
mengindikasikan program pembangunannya di dalam arahan pemanfataan
ruangnya agar pertumbuhannya dapat didorong untuk memenuhi kriteria
PKL.
38. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi
segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada
pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan
tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan
kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
39. Jalan Umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas
umum.
40. Jalan Khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan
usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan
sendiri.
41. Jalan Tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem
jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya
diwajibkan membayar tol.
42. Tol adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk
penggunaan jalan tol.
43. Jalan bebas hambatan adalah jalan umum untuk lalu lintas
menerus dengan pengendalian jalan masuk secara penuh dan tanpa
adanya persimpangan sebidang serta dilengkapi dengan pagar ruang
milik jalan.
-
- 13 -
44. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang
saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan
wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan
hierarkis.
45. Perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas
prasarana, sarana, dan sumberdaya manusia, serta norma, kriteria,
persyaratan, dan prosedur untuk penyelenggaraan transportasi kereta
api.
46. Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang
merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang
berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal
dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di
darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan
daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
47. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau
ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya
sebagai hutan tetap.
48. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak
dapat dipisahkan.
49. Hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan
pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik
pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan
kota oleh pejabat yang berwenang.
50. Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak
dibebani hak atas tanah.
51. Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi
pokok memproduksi hasil hutan.
52. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi
pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk
mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah
intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
53. Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas
tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga
berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
54. Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas
tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga
kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa,
serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya.
55. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar
kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun
perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan
dan penghidupan.
56. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik
lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi
sebagaimana mestinya.
57. Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang, yang berfungsi
untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial
dan budaya.
58. Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah
yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk
area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat
terbuka yang pada dasarnya
-
- 14 -
tanpa bangunan. Ruang terbuka terdiri atas ruang terbuka hijau
dan ruang terbuka non hijau.
59. Ruang Terbuka Hijau atau disingkat RTH adalah area
memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih
bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman
secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
60. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah,
bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi
barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk
kegiatan rancang bangun dan perekayasaan Industri.
61. Kawasan Industri atau disingkat KI adalah kawasan tempat
pemusatan kegiatan Industri yang dilengkapi dengan sarana dan
prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan
Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri.
Luas lahan Kawasan Industri paling rendah 50 (lima puluh) hektar
dalam satu hamparan.
62. Kawasan Industri Tertentu untuk Usaha mikro, Kecil, dan
Menengah atau disingkat KIT-UMKM adalah kawasan industri (KI) yang
khusus diperuntukkan bagi kegiatan industri usaha mikro, kecil dan
menengah industri, dengan batasan luasan paling rendah 5 (lima)
hektar dalam satu hamparan.
63. Perusahaan Kawasan Industri adalah perusahaan yang
mengusahakan pengembangan dan pengelolaan Kawasan Industri.
64. Perusahaan Industri adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan di bidang usaha Industri di wilayah Indonesia.
65. Kawasan Peruntukan Industri adalah bentangan lahan yang
diperuntukkan bagi kegiatan Industri berdasarkan Rencana Tata Ruang
Wilayah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
66. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan
dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau
batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi
kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.
67. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam,
yang memiliki sifat fisik dan kimia. tertentu serta susunan kristal
teratur atau gabungailnya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk
lepas atau padu
68. Pertambangan Mineral adalah pertambangan kumpulan mineral
yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas
bumi, serta air tanah.
69. Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan
mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan
umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan,
pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta
pascatambang.
70. Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk
memperoleh informasi secara terperinci dan telita tentang lokasi,
bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari
bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan
lingkungan hidup.
-
- 15 -
71. Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan
untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang
berkaitan untuk menentukan kelayakan ekonomis dan teknis usaha
pertambangan, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta
perencanaan pascatambang.
72. Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk
memproduksi mineral dan/atau batubara dan mineral ikutannya.
73. Badan Usaha adalah setiap badan hukum yang bergerak di
bidang pertambangan yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan
berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
74. Analisis Mengenai Dam.pak Lingkungan, yang selanjutnya
disebut AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu
usaha darr/ atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/ atau kegiatan.
75. Reklamasi aialah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan
usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan inemperbaiki
kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali
sesuai peruntukannya.
76. Kegjatan pascatambang, yang selanjutnya disebut pascatambang
adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir
sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan
fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di
seluruh wilayah penambangan.
77. Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disebut WP adalah
wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak
terikat dengar batasan administrasi pemerintahan yang merupakan
bagian dari tata ruang nasional.
78. Wilayah Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut WUP
adalah bagian dari WP yang telah memiliki ketersediaan data,
potensi, dan/atau informasi geologi.
79. Wilayah Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut WPR
adalah bagian dari WP tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan
rakyat.
80. Wilayah Pencadangan Negara, yang selanjutnya disebut WPN
adalah bagian dari WP yang dicadangkan untuk kepentingan strategis
nasional.
81. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis.
82. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain
berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan,
angin topan, dan tanah longsor.
83. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis,
biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya,
politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka
waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam,
mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak
buruk bahaya tertentu.
84. Lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi sebagai
suatu ingkungan fisik yang meliputi tanah beserta segenap faktor
yang empengaruhipenggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi,
dan hidrologi yang terbentuk secara alami maupun akibat pengaruh
manusia.
85. Lahan Pertanian adalah bidang lahan yang digunakan untuk
usaha pertanian.
-
- 16 -
86. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan
pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara
konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian,
ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.
87. Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah lahan
potensial yang dilindungi pemanfaatannya agar kesesuaian dan
ketersediaannya tetap terkendali untuk dimanfaatkan sebagai Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan pada masa yang akan datang.
88. Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah
sistem dan proses dalam merencanakan dan menetapkan, mengembangkan,
memanfaatkan dan membina, mengendalikan, dan mengawasi lahan
pertanian pangan dan kawasannya secara berkelanjutan.
89. Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah wilayah budi
daya pertanian terutama pada wilayah perdesaan yang memiliki
hamparan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan/atau hamparan
Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan serta unsur
penunjangnya dengan fungsi utama untuk mendukung kemandirian,
ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.
90. Pertanian Pangan adalah usaha manusia untuk mengelola lahan
dan agroekosistem dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja,
dan manajemen untuk mencapai kedaulatan dan ketahanan pangan serta
kesejahteraan rakyat.
91. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu
untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari
keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu
sementara.
92. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan
didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh
masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.
93. Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki
keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan
alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau
tujuan kunjungan wisatawan.
94. Kawasan tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi
Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau
lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik
wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta
masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya
kepariwisataan.
95. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau
batuan di bawah permukaan tanah.
96. Cekungan Air Tanah yang selanjutnya disebut CAT adalah suatu
wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua
kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan
pelepasan air tanah berlangsung.
97. Daerah imbuhan air tanah adalah daerah resapan air yang
mampu menambah air tanah secara alamiah pada cekungan air
tanah.
98. Daerah lepasan air tanah adalah daerah keluaran air tanah
yang berlangsung secara alamiah pada cekungan air tanah.
99. Rekomendasi teknis adalah persyaratan teknis yang bersifat
mengikat dalam pemberian izin pemakaian air tanah atau izin
pengusahaan air tanah.
100. Pengelolaan air tanah adalah upaya merencanakan,
melaksanakan, memantau, mengevaluasi penyelenggaraan konservasi air
tanah, pendayagunaan air tanah, dan pengendalian daya rusak air
tanah.
-
- 17 -
101. Konservasi air tanah adalah upaya memelihara keberadaan
serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi air tanah agar
senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk
memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun
yang akan datang.
102. Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang
persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya, dan
disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya
dalam rencana rinci tata ruang.
103. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan
dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
104. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya
disingkat BKPRD di bentuk oleh Bupati Kabupaten Pasuruan adalah
Badan bersifat ad-hoc untuk membantu pelaksanaan tugas koordinasi
penataan ruang di daerah.
105. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
Bagian Kedua
Visi, Misi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 2
(1) Visi penataan ruang wilayah adalah terwujudnya penataan
ruang wilayah yang mampu mendorong investasi produktif, lestari dan
optimal secara berkeadilan bagi seluruh masyarakat.
(2) Misi penataan ruang wilayah Kabupaten Pasuruan adalah:
a. Mengoptimalkan instrumen-instrumen yang berada dalam sistem
penataan ruang di guna terwujudnya tujuan penataan ruang;
b. Mewujudkan struktur ruang yang berimbang guna mendorong
pertumbuhan wilayah sekaligus mengurangi kesenjangan antar wilayah
guna meningkatkan kemandirian masyarakat yang berdaya-saing
tinggi;
c. Mewujudkan pola ruang yang produktif guna menunjang
produktifitas wilayah secara berkelanjutan;
d. Mewujudkan program pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan
ruang secara konsisten guna mendukung manfaat ruang dan
mensejahterakan masyarakat;
e. Mewujudkan terciptanya kepastian hukum dalam kegiatan usaha
sesuai rencana tata ruang serta mendorong peluang investasi yang
lebih produktif.
BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI
PENATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Pertama
Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 3
Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten adalah mewujudkan ruang
wilayah yang mendukung perkembangan industri, pertanian dan
pariwisata serta selaras dengan keberlanjutan lingkungan hidup dan
pemerataan pembangunan.
-
- 18 -
Bagian Kedua
Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Paragraf 1
Umum
Pasal 4
(1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah kabupaten
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ditetapkan kebijakan dan
strategi penataan ruang wilayah; dan
(2) Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. Kebijakan dan strategi penetapan struktur ruang wilayah
kabupaten;
b. Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang wilayah
kabupaten; serta
c. Kebijakan dan strategi penetapan kawasan strategis
kabupaten.
Paragraf 2
Kebijakan dan Strategi Penetapan Struktur Ruang Wilayah
Kabupaten
Pasal 5
Kebijakan dan strategi penetapan struktur ruang wilayah
kabupaten memuat:
a. Kebijakan pengembangan struktur ruang;
b. Strategi pengembangan pusat pelayanan; serta
c. Strategi pengembangan prasarana wilayah.
Pasal 6
Kebijakan pengembangan struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf a, memuat:
a. Pengembangan pusat-pusat pelayanan guna mendorong pertumbuhan
wilayah dan pusat-pusat permukiman disertai pemerataan secara
seimbang, guna menggerakkan perkembangan industri, pertanian (dalam
arti luas) dan pariwisata secara selaras dan berkelanjutan;
serta
b. Penyediaan sarana-prasarana wilayah untuk lebih mendorong
investasi produktif sesuai kebutuhan masyarakat melalui
pengembangan dan penyediaaan prasarana transportasi,
telekomunikasi, energi, sumber daya air, dan prasarana
lingkungan.
Pasal 7
Strategi pengembangan pusat pelayanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf b, memuat:
a. Mendorong pertumbuhan wilayah perdesaan yang lebih
mandiri;
b. Meningkatkan aksesbilitas antar perdesaan dan perkotaan;
c. Mengembangkan fungsi kawasan industri dan kawasan peruntukan
industri non kawasan industri, serta perkotaan utama sebagai
pendukung perkembangan Kawasan Perkotaan Gerbangkertosusila
(GKS);
-
- 19 -
d. Meningkatkan peran perkotaan sebagai pusat pertumbuhan
wilayah sesuai hierarki masing-masing;
e. Mengembangkan kota mandiri berbasis pendidikan yakni
Airlangga City, sebagai pusat pelayanan sosial baru dengan fungsi
utama pendidikan serta konservasi lahan dan air;
f. Mengintegrasikan pusat pengembangan baru dan lama sebagai
satu sistem perkotaan khususnya sekitar pintu jalan tol dan pusat
industri;
g. Membangun, mengembangkan dan mengintegrasikan jalur kawasan
tujuan pariwisata dan daya tarik wisata secara optimal dan sinergi
dengan perkembangan wilayah; serta
h. Mengembangkan kawasan agrowisata, ekowisata, agropolitan, dan
minapolitan sebagai andalan pengembangan kawasan perdesaan di
Wilayah Kabupaten Pasuruan.
Pasal 8
Strategi Pengembangan Prasarana Wilayah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf c, memuat:
a. Mengembangkan sistem jaringan transportasi darat melalui
1. pengembangan sistem jaringan transportasi darat jalan tol,
serta pengembangan jalan arteri, kolektor dan lokal dalam mendukung
terbentuknya pusat-pusat pertumbuhan wilayah baru maupun
pengembangan pusat-pusat pelayanan wilayah yang telah ada, yang
dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan peluang
investasi serta meningkatkan peran kabupaten Pasuruan dalam lingkup
regional-nasional bahkan internasional.
2. pengembangan jaringan jalur kereta api umum untuk
transporatsi massal perkotaan baik barang maupun orang/penumpang
sebagai bagian hinterlan wilayah Perkotaan GKS maupun meningkatkan
secara optimal akssessibilitas antar kota di dalam Wilayah
Kabupaten Pasuruan maupun antar kota di luar wilayah Kabupaten
Pasuruan untuk mendukung pengembangan pusat-pusat pelayanan guna
mendorong pertumbuhan wilayah dan pusat-pusat permukiman disertai
pemerataan secara seimbang, guna menggerakkan perkembangan
industri, pertanian dan pariwisata secara selaras dan
berkelanjutan.
b. Mengembangkan sistem jaringan telekomunikasi dengan
penyediaan tower BTS (Base Transceiver Station) bersama yang dapat
menjangkau ke seluruh pelosok wilayah secara proporsional dan
terkendali diantaranya melalui informasi berbasis teknologi
internet, modem serta jaringan telepon seluler lainnya;
c. Mengembangkan secara bijaksana sumberdaya air yang ada dengan
mengoptimalisasi fungsi dan pelayanan prasarana, sarana, serta
sumber air yang ada, secara terkendali, proporsional dan
berkelanjutan sesuai dengan kapasitas, fungsi dan prioritas
pemanfaatan untuk pertanian, air minum, air bersih, serta untuk
keperluan industrialisasi, serta dengan memprioritaskan secara
ketat upaya pengendalian pada daerah-daerah resapan air/catchment
area;
-
- 20 -
d. Mengembangkan sistem jaringan energi dengan penyediaan
prasarana/jaringan utama listrik/energi termasuk gas pada kawasan
yang belum mendapat layanan listrik/energi (gas), wilayah yang
terisolasi dan/atau rawan (secara sosial, ekonomi dan
pertahanan-keamanan), sehingga pengembangan sumber-sumber utama
energi termasuk gas dapat digunakan untuk mendukung pertumbuhan
wilayah dan peningkatan investasi di Wilayah Kabupaten Pasuruan;
serta
e. Mengembangkan prasarana lingkungan dengan pengembangan sistem
persampahan untuk skala lokal dengan mereduksi sumber timbunan
sampah sejak awal guna menciptakan lingkungan yang bersih dan
sehat; peningkatan kualitas lingkungan melalui pengolahan limbah
secara setempat bagi penghasil limbah, serta melakukan upaya
reduce, reuse dan recycle terhadap timbulan sampah dan limbah
secara terpadu.
Paragraf 3
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Pola Ruang Wilayah
Kabupaten
Pasal 9
Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang wilayah kabupaten
memuat:
a. Kebijakan pengembangan pola ruang wilayah;
b. Strategi pengembangan kawasan lindung;
c. Strategi pengembangan kawasan budidaya; serta
d. Kebijakan dan Strategi pengembangan kawasan lainnya.
Pasal 10
Kebijakan pengembangan pola ruang wilayah kabupaten sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 huruf a terdiri atas pemantapan kawasan
lindung dan pengembangan kawasan budidaya, memuat:
a. Pemantapan fungsi kawasan lindung yang mencakup kawasan hutan
lindung, kawasan yang memberikan perlindungan pada kawasan
bawahannya, kawasan perlindungan setempat, kawasan cagar alam dan
pelestarian alam, kawasan taman hutan raya, kawasan cagar budaya
dan ilmu pengetahuan, kawasan rawan bencana alam dan kawasan
lindung lainnya dengan menetapkan fungsi utamanya adalah fungsi
lindung dan tidak boleh dialihfungsikan untuk kegiatan
budidaya;
b. Pengembangan kawasan budidaya melalui optimasi fungsi kawasan
pada kawasan hutan produksi, kawasan pertanian, kawasan perkebunan,
kawasan perikanan, kawasan peternakan, kawasan pertambangan,
kawasan peruntukan industri, kawasan tujuan pariwisata dan daya
tarik wisata, kawasan permukiman, serta kawasan perdagangan, dalam
mendorong ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
-
- 21 -
Pasal 11
Strategi pengembangan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf b, memuat:
a. Mengembangkan kawasan yang memberikan perlindungan pada
kawasan bawahannya sebagai hutan lindung dan kawasan resapan air
dengannya dengan menjaga fungsi perlindungan pada kawasan tersebut
dengan tidak mengijinkan untuk peruntukan budidaya yang dapat
merusak kawasan lindung ini; sedangkan pada kawasan yang telah
mengalami perubahan maka dilakukan pengembalian fungsi perlindungan
baik sebagai hutan lindung maupun sebagai kawasan resapan air;
b. Mengembangkan kawasan perlindungan setempat dengan pembatasan
kegiatan yang tidak berkaitan dengan fungsi ini guna perlindungan
perairan, sedangkan fungsi tambahan yang tidak mengganggu fungsi
ini tetap diijinkan sejauh tidak mengganggu fungsi perlindungan
setempat seperti pengembangan wisata ekologi di pesisir dan tepi
sungai, fungsi transportasi, hankam dsb;
c. Mengembangkan kawasan cagar alam dan pelestarian alam ini
hanya diperuntukkan bagi kegiatan yang berkaitan dengan pelestarian
kawasan diantaranya memelihara habitat dan ekosistem khusus yang
ada dan sifatnya setempat yang nantinya dapat meningkatkan nilai
dan fungsi kawasan dengan menjadikannya sebagai tempat wisata,
objek penelitian, kegiatan pecinta alam yang pelaksanaan dan
pengelolaannya secara bersama;
d. Mengembangkan kawasan taman hutan raya dengan memanfaatkan
kawasan taman hutan raya dan wisata alam sebagai kegiatan
pariwisata, penelitian, ilmu pengetahuan dan pendidikan;
e. Mengembangkan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan
dengan pengamanan kawasan dan/atau benda cagar budaya dan sejarah
dengan melindungi tempat serta ruang di sekitar bangunan bernilai
sejarah atau situs purbakala juga pemberian insentif bagi yang
melestarikan benda cagar budaya;
f. Mengembangkan kawasan rawan bencana alam dengan menghindari
kawasan yang rawan terhadap bencana alam gunung api, gempa bumi,
bencana geologi, tsunami, banjir, longsor dan bencana alam lainnya
sebagai kawasan terbangun selanjutnya pada kawasan rawan bencana
tersebut di antisipasi dengan bangunan tahan gempa serta peringatan
dini dari kemungkinan adanya bencana alam; serta
g. Mengembangkan kawasan lindung lainnya meliputi kawasan yang
telah ditetapkan sebagai kawasan pengungsian satwa dimana
ekosistemnya harus dipelihara guna menjaga keberlanjutan kehidupan
satwa dalam skala lokal, menjadikan kawasan sebagai obyek wisata
dan penelitian saat terjadi pengungsian satwa.
Pasal 12
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf c, memuat:
a. Mengembangkan kawasan hutan produksi dengan tetap
mempertahankan fungsi kawasan sebagai hutan, melakukan peningkatan
nilai tambah kawasan melalui penanaman secara bergilir, tebang
pilih dan pengelolaan bersama masyarakat; pada kondisi khusus
dimana akan dilakukan alih fungsi maka harus dilakukan pengganti
lahan setidaknya tanaman tegakan tinggi tahunan yang berfungsi
untuk menggantikan fungsi hutan sesuai Peraturan perundangan yang
berlaku tanpa mengorbankan fungsi konservasi tanah dan air dari
keberadaan hutannya;
-
- 22 -
b. Mengembangkan kawasan pertanian melalui penetapan lahan
pertanian pangan berkelanjutan, pengembangan spesialisasi komoditas
pada setiap wilayah, pengembangan intensifikasi dan pemanfaatan
teknologi tepat guna, pengembangan sentra produksi dan agropolitan,
serta pelarangan alih fungsi pada lahan pertanian pangan
berkelanjutan;
c. Mengembangkan kawasan perkebunan dilaksanakan melalui
peningkatan produktivitas dan pengolahan hasil perkebunan dengan
teknologi tepat guna guna mendorong kualitas produk perluasan
pemasaran dan pengolahan hasil produk perkebunan serta peningkatan
partisipasi masyarakat yang tinggal di sekitar perkebunan;
d. Mengembangkan kawasan perikanan dengan mengoptimalisasikan
kawasan perikanan tangkap di bagian utara Kabupaten Pasuruan
melalui pengembangan tempat pendaratan ikan (TPI), Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI), serta mendorong pengembangan budidaya
perikanan tambak/air tawar sebagai salah satu sektor perekonomian
yang mulai berkembang yang difasilitasi oleh adanya industri
pengolahan perikanan, sedangkan pengembangan perikanan air tawar
lainnya dikembangkan menyebar sesuai potensi yang ada pada
peruntukkan pertanian lahan kering, danau, kolam, saluran
irigasi/sungai, sangat didorong pembentukan dan pengembangan
cluster sentra perikanan, serta dibatasi/terbatas pada peruntukkan
pertanian lahan basah (sistem mina padi) sebagai embrio minapolitan
perikanan tangkap dan budidaya;
e. Mengembangkan kawasan peternakan melalui pengembangan dan
pengelolaan hasil peternakan dengan industri peternakan yang ramah
lingkungan yang didukung dengan adanya pengembangan cluster sentra
produksi peternakan (terutama terkait dengan industri pakan ternak
dan pemanfaatan kotoran ternak);
f. Mengembangkan secara terbatas/dibatasi kawasan pertambangan
melalui peningkatan nilai ekonomis hasil pertambangan serta
optimalisasi pengolahan lahan pasca penambangan dengan cara
penjenjangan bertahap proses pengembalian rona alam menjadi
peruntukkan budidaya lainnya yang potensial dan bersifat konservasi
terhadap tanah dan air seperti peruntukkan pertanian, hutan,
perkebunan, pengembangan permukiman atau kawasan budidaya
lainnya;
g. Mengembangkan kawasan peruntukan industri melalui
pengembangan kawasan industri, dan kawasan peruntukan industri non
kawasan industri secara khusus yang ditunjang dengan promosi dan
pemasaran hasil industri serta promosi lokasi investasi yang
menarik, baik untuk industri kecil dan home industri, industri
menengah dan industri besar, dengan memprioritaskan pada
kecenderungan padat tenaga kerja, optimalisasi pembinaan pada
kemandirian perekonomian masyarakat, mendukung pengolahan
hasil-hasil pertanian (agro) lokal, serta menghasilkan limbah
minimal terhadap lingkungan;
h. Mengembangkan kawasan tujuan pariwisata dan daya tarik wisata
melalui pengembangan kawasan dan daya tarik wisata andalan melalui
peningkatan kualitas dan kuantitas promosi yang dikaitkan dengan
kalender wisata dalam skala lokal-nasional-internasional,
penyediaan sarana dan prasarana wisata, serta pelestarian kawasan
potensi pariwisata dan perlindungan budaya penunjang pariwisata,
serta penetapan jalur wisata khusus;
-
- 23 -
i. Mengembangkan kawasan permukiman dengan pengembangan
permukiman perkotaan dan perdesaan disesuaikan dengan karakter
fisik, sosial-budaya dan ekonomi masyarakat yang didukung dengan
penyediaan sarana dan prasarana permukiman dan peningkatan kualitas
permukiman melalui pengembangan perumahan terjangkau dan layak
huni, ketersediaan aksessibilitas yang memadai, ketersediaan
sarana-prasarana yang layak dan memadai serta memenuhi standar
hidup; serta
j. Mengembangkan kawasan perdagangan dengan pengembangan
fasilitas jasa dan perdagangan untuk melayani kawasan permukiman
perkotaan dan perdesaan yang ada sesuai rencana, dilakukan dengan
berhirarkhi sesuai skala ruang dan fungsi wilayah yang telah
ditetapkan, disesuaikan dengan karakter fisik, sosial-budaya dan
ekonomi masyarakat yang didukung dengan ketersediaan dan
peningkatan jumlah maupun kualitas sarana dan prasarana jasa dan
perdagangan yang layak, memadai dan dapat secara sinergi dengan
sektor informal sebagai suatu aktivitas yang saling melengkapi.
Pasal 13
(1) Kebijakan dan Strategi pengembangan kawasan lainnya wilayah
kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d terdiri
atas:
a. Kebijakan pengembangan Kawasan Pesisir dan Ruang Terbuka
Hijau;
b. Strategi pengembangan Kawasan Pesisir; dan
c. Strategi pengembangan Ruang Terbuka Hijau.
(2) Kebijakan pengembangan Kawasan Pesisir dan Ruang Terbuka
Hijau sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a memuat:
a. Pengembangan kawasan pesisir sesuai dengan fungsi sebagai
penopang kelestarian lingkungan hidup dan mendorong pertumbuhan
wilayah melalui pelestarian sumberdaya pesisir dan mendorong
perkembangan fungsi budidaya pesisir untuk perikanan, permukiman,
pariwisata, dan prasarana perhubungan;
b. Pengembangan Ruang Terbuka Hijau melalui penetapan dan
peningkatan kualitas dan kuantitas Ruang Terbuka Hijau (RTH) secara
optimal, berdayaguna dan berhasilguna pada kawasan perkotaan maupun
perdesaan, serta mengutamakan ketersediaan ruang terbuka hijau
privat dan ruang terbuka hijau publik secara proporsional.
Pasal 14
(1) Strategi Pengembangan Kawasan Pesisir sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 huruf b, memuat:
a. Melestarikan kawasan penunjang ekosistem pesisir baik sebagai
kawasan hutan mangrove, terumbu karang, sea grass, dan estuaria
sebagai satu kesatuan ekosistem yang terpadu di bagian darat maupun
laut; pada kawasan ini dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
pariwisata dan penelitian sedangkan penggambilan potensi perikanan
dapat dilakukan sepanjang tidak mengganggu fungsi lindung;
serta
b. Mengembangkan kawasan budidaya meliputi permukiman,
pelabuhan, pariwisata, industri, perikanan dsb secara terbatas
serta terkendali (dalam artian tidak mengubah fungsi kawasan
pesisir, meningkatkan kualitas lingkungan dan lestari).
-
- 24 -
(2) Strategi Pengembangan Ruang Terbuka Hijau sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 huruf c, memuat:
a. Menetapkan luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan minimum
30% dari luas wilayah perkotaan, serta lebih besar dari 30% pada
kawasan perdesaan sesuai dengan fungsi kawasan yang diberikan;
b. Menetapkan dan lebih mengembangkan secara optimal,
berdayaguna dan berhasilguna RTH Publik yang juga bernilai sosial
seperti taman bermain, dan hutan kota baik dalam skala lingkungan,
kecamatan maupun skala kabupaten sesuai dengan Ketentuan dan
peraturan yang berlaku;
c. Menetapkan keharusan adanya penyediaan RTH privat pada
masing-masing jenis peruntukan yang ada dengan komposisi yang
berbeda pada kawasan-kawasan tertentu yang ditetapkan sangat
strategis, dan bernilai lahan sangat tinggi, tetapi dengan tetap
mengutamakan untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas
lingkungan yang hampir sama; dan/atau
d. Menetapkan dan mengembangkan secara optimal, berdayaguna dan
berhasilguna RTH Privat pada masing-masing bentukan peruntukan yang
ada sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Paragraf 4
Kebijakan dan Strategi Penetapan Kawasan Strategis Wilayah
Kabupaten
Pasal 15
(1) Kebijakan pengembangan kawasan strategis di Kabupaten
Pasuruan dilakukan melalui pengembangan kawasan sesuai fungsi
masing-masing dalam mendukung fungsi hankam, pengembangan ekonomi
wilayah, dan lingkungan hidup guna mewujudkan Kabupaten Pasuruan
yang lestari dan berdaya saing tinggi, bersinergi antara KSN, KSP
dan KSK;
(2) Strategi pengembangan kawasan strategis, memuat:
a. Menetapkan kawasan pertahanan dan keamanan berupa kawasan
militer dengan membatasi penggunaan intensif pada kawasan
sekitarnya;
b. Mengembangkan kawasan untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi,
melalui kerjasama dalam penyediaan tanah untuk pengembangan
kegiatan industri skala besar yang ditunjang penyediaan sarana dan
prasarana penunjang kegiatan industri serta penyediaan
infrastruktur untuk mendorong pengembangan pertumbuhan ekonomi
wilayah Kabupaten Pasuruan;
c. Mengembangkan Kawasan untuk kepentingan sosio-budaya, melalui
upaya pelestarian kawasan baik sebagai benda cagar budaya dan
kawasan sekitarnya maupun kawasan permukiman yang memiliki nilai
budaya tinggi sekaligus sebagai identitas kawasan; serta
d. Mengembangkan Kawasan penyelamatan lingkungan hidup,
dilakukan melalui penetapan kawasan guna penyelamatan lingkungan
hidup melalui peningkatan keanekaragaman hayati kawasan
lindung.
-
- 25 -
BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 16
(1) Rencana struktur ruang Wilayah Kabupaten menggambarkan
sistem pusat-pusat kegiatan di wilayah Kabupaten Pasuruan yang
memberikan layanan bagi kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan
disekitarnya yang berada dalam Wilayah Kabupaten, yang dihubungkan
oleh sistem jaringan prasarana wilayah utama yang mengintegrasikan
kesatuan wilayah kabupaten, serta didukung dan/atau dilengkapi
dengan sistem jaringan prasarana lainnya sesuai peraturan
perundangan yang berlaku.
(2) Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten digambarkan dalam
peta dengan tingkat ketelitian 1:300.000 sebagaimana tercantum
dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan ini.
Bagian Kedua
Sistem Perkotaan dan Perdesaan
Pasal 17
(1) Kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan yang ada di Wilayah
Kabupaten sebagaimana dimaksud Pasal 16 ayat (1) ditetapkan atas
dasar penetapan dan fungsi kawasan yakni meliputi 24 kawasan
perkotaan sebagai ibukota kecamatan dan satu diantaranya
direncanakan dan/atau dipromosikan sebagai Ibukota Kabupaten; serta
24 kawasan perdesaan diluar kawasan perkotaan.
(2) Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. Perkotaan Purwodadi terdiri dari Wilayah Desa Cowek, Desa
Purwodadi, Desa Sentul, dan Desa Parerejo di Kecamatan
Purwodadi;
b. Perkotaan Tutur terdiri dari Wilayah Desa Tutur, dan Desa
Wonosari di Kecamatan Tutur;
c. Perkotaan Puspo terdiri dari wilayah Desa Puspo di Kecamatan
Puspo;
d. Perkotaan Tosari terdiri dari wilayah Desa Baledono, Desa
Tosari dan Desa Wonokitri di Kecamatan Tosari;
e. Perkotaan Lumbang terdiri dari wilayah Desa Cukurguling dan
Desa Lumbang di Kecamatan Lumbang;
f. Perkotaan Pasrepan terdiri dari wilayah Desa Pasrepan di
Kecamatan Pasrepan;
g. Perkotaan Kejayan terdiri dari wilayah Desa Tanggulangin,
Desa Patebon, dan Kelurahan Kejayan di Kecamayan Kejayan;
h. Perkotaan Wonorejo, terdiri dari Desa Wonorejo di Kecamatan
Wonorejo;
i. Perkotaan Purwosari terdiri dari wilayah Kelurahan Purwosari
dan Desa Martopuro di Kecamatan Purwosari;
j. Perkotaan Prigen terdiri dari wilayah Kelurahan Ledug, Desa
Sukolelo, Desa Gambiran, Kelurahan Prigen, Kelurahan Pecalukan, dan
Desa Lumbangrejo di Kecamatan Prigen;
-
- 26 -
k. Perkotaan Sukorejo terdiri dari wilayah Desa Sukorejo,
Karangsono, Lemahbang, dan Desa Glagahsari di Kecamatan
Sukorejo;
l. Perkotaan Pandaan terdiri dari wilayah Desa Karangjati,
Kelurahan Jogosari, Desa Sumbergedang, Kelurahan Kutorejo,
Kelurahan Pandaan, Desa Tawangrejo, Desa Nogosari, dan Kelurahan
Petungasri di Kecamatan Pandaan;
m. Perkotaan Gempol terdiri dari wilayah Desa Gempol, Desa
Karangrejo, Desa Ngerong, dan Desa Kejapanan, di Kecamatan
Gempol;
n. Perkotaan Beji terdiri dari wilayah Desa Kedungringin, Desa
Beji, Desa Cangkringmalang, Desa Gununggangsir, Desa Sidowayah,
Kelurahan Pagak dan Kelurahan Glanggang, di Kecamatan Beji;
o. Perkotaan Bangil terdiri dari wilayah Kelurahan Kersikan,
Kalirejio, Manaruwi, Gempeng, Bendomungal, Latek, Dermo, Pogar,
Kauman, Kiduldalem, Kelurahan Kolursari, dan Desa Raci, di
Kecamatan Bangil;
p. Perkotaan Rembang terdiri dari wilayah Desa Rembang, Desa
Pekoren, dan Desa Genengwaru, di Kecamatan Rembang;
q. Perkotaan Kraton terdiri dari wilayah Desa Kalirejo, Desa
Semare, Desa Kraton, Desa Tambakrejo, Desa Curahdukuh, Desa
Sidogiri, dan Desa Ngempit, di Kecamatan Kraton;
r. Perkotaan Pohjentrek terdiri dari wilayah Desa Pleret dan
Desa Warungdowo di Kecamatan Pohjentrek;
s. Perkotaan Gondangwetan terdiri dari wilayah Desa Ranggeh,
Kelurahan Gondangwetan, Desa Karangsentul, dan Desa Gayam, di
Kecamatan Gondangwetan;
t. Perkotaan Rejoso terdiri dari wilayah Desa Kawisrejo, Desa
Rejosolor, Desa Toyaning, dan Desa Arjosari di Kecamatan
Rejoso;
u. Perkotaan Winongan terdiri dari wilayah Desa Winongan kidul,
Desa Banderan, dan Desa Winongan lor, di Kecamatan Winongan;
v. Perkotaan Grati terdiri dari wilayah Kelurahan Gratitunon,
dan Desa Ranuklindungan, di Kecamatan Grati;
w. Perkotaan Lekok terdiri dari wilayah Desa Pasinan, Desa
Tambaklekok, dan Desa Jatirejo, di Kecamatan Lekok;
x. Perkotaan Nguling terdiri dari wilayah Desa Penunggul, Desa
Sedarum, Desa Sudimulyo, Desa Mlaten, Desa Watestani, dan Desa
Nguling, di Kecamatan Nguling.
(3) Kawasan Perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. Perdesaan Purwodadi terdiri dari Wilayah Desa Semut,
Gajahrejo, Capang, Jatisari, Lebakrejo, Tambaksari, Dawuhansengon,,
Pucangsari, dan Desa Gerbo, di Kecamatan Purwodadi;
b. Perdesaan Tutur terdiri dari Wilayah Desa Kalipucang,
Tlogosari, Blarang, Gendro, Kayukebek, Sumberpitu, Andonosari,
Ngembal, Ngadirejo, dan Desa Pungging, di Kecamatan Tutur;
c. Perdesaan Puspo terdiri dari wilayah Desa Kemiri, Jimbaran,
Kedawung, Palangsari, Janjangwulung, dan Desa Pusungmalang, di
Kecamatan Puspo;
d. Perdesaan Tosari terdiri dari wilayah Desa Kandangan,
Wonokoyo, Mojorejo, Ngadiwono, dan Desa Sedaeng, di Kecamatan
Tosari;
-
- 27 -
e. Perdesaan Lumbang terdiri dari wilayah Desa Welulang,
Panditan, Banjarimbo, Pancur, Bulukandang, Wonorejo, Karangjati,
Watulumbung, Karangasem, dan Desa Kronto, di Kecamatan Lumbang;
f. Perdesaan Pasrepan terdiri dari wilayah Desa Ngantungan,
Galih, Pohgading, Sibon, Manggun, Petung, Lemahbang, Klakah,
Jogorepuh, Rejosalam, Sapulante, Tambakrejo, Ampelsari, Pohgedang,
Desa Tempuran, dan Desa Cengkrong di Kecamatan Pasrepan;
g. Perdesaan Kejayan terdiri dari wilayah Desa Oro-oropule,
Sumbersuko, Kurung, Ketangirejo, Sumberbanteng, Kedung pengaron,
linggo, Benerwojo, Luwuk, Wangkal wetan, Klangrong, Ambal-ambil,
Randugong, Cobanjoyo, Lorokan, Klinter, Tundosoro, Kepuh,
Kademungan, Wrati, Pancarkeling, dan Desa Sladi, di Kecamayan
Kejayan;
h. Perdesaan Wonorejo, terdiri dari Desa Karangmenggah,
Jatigunting, Tamansari, Karangjatianyar, Karangasem, Sambisirah,
Kendangdukuh, Karangsono, Wonosari, Cobanblimbing, Pakijangan,
Rebono, Kluwut dan Desa Lebaksari di Kecamatan Wonorejo;
i. Perdesaan Purwosari terdiri dari wilayah Desa Kertosari,
Bakalan, Pager, Cendono, Karangrejo, Pucangsari, Tejowangi,
Sekarmojo, Sumbersuko, Sumberrejo, Kayoman, Sengonagung, dan Desa
Sukodermo, di Kecamatan Purwosari;
j. Perdesaan Prigen terdiri dari wilayah Desa Jatiarjo,
Bulukandang, Dayurejo, Ketanireng, Candiwates, Watugunung,
Sekarjoho, dan Desa Sukoreno, di Kecamatan Prigen;
k. Perdesaan Sukorejo terdiri dari wilayah Desa Sukorame,
Wonokerto, Kalirejo, Lecari, Mojotengah, Curahrejo, Tanjungarum,
Kenduruan, Candibinangun, Ngadimulyo, Sebandung, Gunting,
Pakukerto, Suwayuwo, dan Desa Dukuhsari di Kecamatan Sukorejo;
l. Perdesaan Pandaan terdiri dari wilayah Desa Sebani, Wedoro,
Banjarkejen, Durensewu, Banjarsari, Tunggulwulung, Sumberrejo,
Plintahan, Kemirisewu, dan Desa Kebonwaris, di Kecamatan
Pandaan;
m. Perdesaan Gempol terdiri dari wilayah Desa Watukosek,
Wonosunyo, Winong, Bulusari, Carat, Sumbersuko, Randupitu,
Jerukpurut, Kepulungan, Legok, dan Desa Wonosari, di Kecamatan
Gempol;
n. Perdesaan Beji terdiri dari wilayah Desa Kedungboto, Ngembe,
Gunungsari, Kenep, Baujeng, Gajahbendo, dan Desa Wonokoyo, di
Kecamatan Beji;
o. Perdesaan Bangil terdiri dari wilayah Desa Tambakan,
Kalianyar dan Desa Masangan, di Kecamatan Bangil;
p. Perdesaan Rembang terdiri dari wilayah Desa Kanigoro,
Orobulu, Siyar, Kalisat, Pejangkungan, Pandean, Tampung,
Kedungbanten, Pajaran, Sumberglagah, Or-oroombo kulon, Krengih,
Oro-oroombo wetan, dan Desa Mojoparon, di Kecamatan Rembang;
q. Perdesaan Kraton terdiri dari wilayah Desa Dhompo, Slambrit,
Asemkandang, Tambaksari, Rejosari, Pukul, Karanganyar, Klampisrejo,
Mulyorejo, Jerukpurut, Selotambak, Kebotohan, Ngabar, Plinggisan,
Gerongan, Pulokerto, Gambirkuning dan Desa Bendungan di Kecamatan
Kraton;
r. Perdesaan Pohjentrek terdiri dari wilayah Desa Sungikulon,
Sungiwetan, Legowok, Tidu, Sukorejo, Parasrejo, dan Desa
Susukanrejo, di Kecamatan Pohjentrek;
-
- 28 -
s. Perdesaan Gondangwetan terdiri dari wilayah Desa Brambang,
Tebas, Wonosari, Grogol, Sekarputih, Bayeman, Gondangrejo,
Bajangan, Pekangkungan, Kersikan, Pateguhan, Lajuk, Kalirejo,
Keboncandi, Tenggilisrejo, dan Desa Wonojati, di Kecamatan
Gondangwetan;
t. Perdesaan Rejoso terdiri dari wilayah Desa Rejoso kidul,
Ketegan, Pandanrejo, Kedungbako, Sadengrejo, Segoropuro,
Kemantrenrejo, Karangpandan, Manikrejo dan Patuguran, Sambirejo,
dan Desa Jarangan di Kecamatan Rejoso;
u. Perdesaan Winongan terdiri dari wilayah Desa Sidepan,
Karangtengah, Kandung, Prodo, Umbulan, Gading, Sruwi, Menyarik,
Lebaksari, Sumberejo, Jeladri, Penataan, Mendalan, Minggir, dan
Desa Kedungrejo, di Kecamatan Winongan;
v. Perdesaan Grati terdiri dari wilayah Desa Plososari,
Karanglor, Kambinganrejo, Kebenrejo, Cukurgondang, Rebalas,
Kedawungkulon, Kalipang, Sumberagung, Karangkliwon, Kedawungwetan,
Trewung, dan Desa Sumberdawesari, di Kecamatan Grati;
w. Perdesaan Lekok terdiri dari wilayah Desa Tampung, Branang,
Alastlogo, Gejugjati, Balunganyar, Semedusari, Wates dan Desa
Rowogempol, di Kecamatan Lekok;
x. Perdesaan Nguling terdiri dari wilayah Desa Kapasan,
Dandanggendis, Kedawang, Sanganom, Sebalong, Randuati, Sumberanyar,
Watuprapat dan Desa Wotgalih di Kecamatan Nguling.
Bagian Ketiga
Arahan Pengembangan Sistem Perkotaan
Pasal 18
Arahan pengembangan sistem perkotaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (2) yaitu Pusat Kegiatan Perkotaan yang ada di
Wilayah Kabupaten.
Pasal 19
Pusat kegiatan perkotaan yang dimaksud dalam Pasal 18,
diantaranya:
(1) Pusat Kegiatan Lokal (PKL) berada di Perkotaan Bangil.
(2) Pusat Kegiatan Lokal promosi (PKLp) berada di Perkotaan
Pandaan, Purwosari, Gondangwetan, Pasrepan, dan Grati.
(3) Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) berada di Perkotaan Purwosari,
Gondangwetan, Pasrepan, Grati, Prigen, Gempol, Kraton, Beji,
Sukorejo, Rembang, Pohjentrek, Lekok, Nguling, Winongan, Rejoso,
Wonorejo, Kejayan, Purwodadi, Tutur, Puspo, Tosari dan Lumbang.
Bagian Keempat
Arahan Pengembangan Sistem Perdesaan
Pasal 20
(1) Arahan pengembangan sistem perdesaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (3) dilakukan dengan membentuk pusat pelayanan
desa secara hirarki.
-
- 29 -
(2) Pusat pelayanan desa secara hirarki sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. Pusat pelayanan antar desa (PPL);
b. Pusat pelayanan setiap desa (PPd); serta
c. Pusat pelayanan pada setiap dusun atau kelompok permukiman
(PPds).
(3) Pusat pelayanan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
secara hirarki memiliki hubungan dengan :
a. Setiap dusun memiliki pusat dusun;
b. Setiap desa memiliki satu pusat kegiatan yang berfungsi
sebagai pusat desa;
c. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) adalah pusat permukiman yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa; serta
d. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) adalah kawasan perkotaan yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa
desa.
(4) Pemanfaatan ruang kawasan permukiman perdesaan dikembangkan
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi perdesaan sebagai bagian dari
sistem perekonomian wilayah.
(5) Pengembangan dan peningkatan penyediaan sarana dan prasarana
penunjang di kawasan permukiman termasuk jaringan jalan,
trasportasi, listrik, air bersih, telekomunikasi dan sarana
pendukung yang lainnya.
(6) Pengembangan sektor ekonomi perdesaan lebih bertumpu pada
sektor pertanian dan memperhatikan karaktersitik sosial budaya
masyarakat.
Bagian Kelima
Rencana Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Kabupaten
Pasal 21
(1) Rencana sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), meliputi Rencana
Sistem jaringan prasarana utama serta rencana sistem prasarana
lainnya.
(2) Rencana sistem jaringan prasarana utama sebagaimana dimaksud
ayat (1), meliputi:
a. Rencana pengembangan sistem jaringan transportasi darat;
dan
b. Rencana pengembangan sistem jaringan perkeretaapian;
(3) Rencana sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana
dimaksud ayat (1) yaitu
a. Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana energi;
b. Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana sumber daya
air;
c. Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana
telekomunikasi; serta
d. Rencana pengembangan jaringan prasarana wilayah lainnya.
-
- 30 -
Paragraf 1
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi Darat
Pasal 22
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan transportasi darat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf a, terdiri dari
rencana pengembangan prasarana jalan, rencana pengembangan
prasarana terminal penumpang dan rencana pengembangan prasarana
angkutan umum.
(2) Rencana pengembangan prasarana jalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dikelompokkan berdasarkan status, fungsi dan
sistem jaringan jalan.
(3) Pengelompokan jalan berdasarkan status sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat dibagi menjadi jalan nasional, jalan provinsi,
jalan kabupaten, dan jalan kota.
(4) Pengelompokan jalan berdasarkan fungsi jalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat dibagi menjadi jalan arteri, jalan
kolektor, dan jalan lokal.
(5) Pengelompokan jalan berdasarkan sistem jaringan jalan
sebagaimana dimaksud ayat (2) terdiri dari sistem jaringan jalan
primer dan sistem jaringan jalan sekunder.
(6) Rencana pengembangan prasarana jalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) meliputi arahan pengembangan jaringan jalan nasional
jalan tol, jaringan jalan nasional sebagai jalan arteri, jaringan
jalan provinsi sebagai jalan kolektor, jaringan jalan strategis
kabupaten, serta arahan pengembangan jaringan jalan kabupaten
sebagai jalan lokal.
(7) Pengembangan prasarana jalan sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) meliputi pembangunan prasarana jalan baru dan/atau pengembangan
prasarana jalan yang sudah ada.
(8) Prasarana terminal penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yang dimaksud adalah terminal penumpang umum.
(9) Prasarana angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang dimaksud adalah angkutan umum antar kecamatan di Wilayah
Kabupaten.
Pasal 23
(1) Rencana pengembangan prasarana jalan nasional jalan tol
sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 ayat (6), merupakan pembangunan
jalan tol antar kota/kabupaten, yaitu :
a. Jalan tol Gempol - Pandaan yang melewati Wilayah Kecamatan
Gempol Kecamatan Pandaan Kecamatan Sukorejo (Desa Mojotengah);
b. Jalan tol Pandaan - Malang melewati Wilayah Kecamatan
Sukorejo (Desa Mojotengah) menyambung dari jalan tol Ruas Gempol -
Pandaan menuju Wilayah Kecamatan Purwosari Wilayah Kecamatan
Purwodadi Wilayah Kabupaten Malang;
c. Jalan tol Gempol - Pasuruan melewati Wilayah Kecamatan Beji
(Junction di Desa Wonokoyo) Kecamatan Bangil Kecamatan Rembang
Kecamatan Kraton Kecamatan Pohjentrek Wilayah Kota Pasuruan Wilayah
Kecamatan Rejoso wilayah Kecamatan Grati;
d. Jalan tol Gempol - Porong (Relokasi Jalan tol Gempol Porong
yang terkena bencana lumpur) melewati Wilayah Kabupaten Sidoarjo
Wilayah Kecamatan Gempol di Wilayah Kabupaten Pasuruan;
-
- 31 -
e. Jalan tol Pasuruan Probolinggo melewati Wilayah Kecamatan
Grati (menyambung dari Jalan tol Ruas Gempol-Pasuruan) Kecamatan
Nguling Wilayah Kabupaten Probolinggo & Wilayah Kota
Probolinggo.
(2) Rencana pengembangan prasarana jalan nasional sebagai jalan
arteri sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 ayat (6), yaitu :
a. Ruas jalan utama dari Kota Surabaya Malang melewati jalan
Gempol Pandaan Sukorejo Purwosari Purwodadi;
b. Ruas jalan utama dari Kota Surabaya Kota Pasuruan melewati
jalan Gempol Batas Kota Bangil Batas Kota Pasuruan;
c. Ruas jalan utama dari Kota Pasuruan Probolinggo melewati
jalan Batas Kota Pasuruan Batas Kota Probolinggo Batas Kabupaten
Pasuruan Pilang (Batas Kota Probolinggo);
d. Ruas jalan utama dari Gempol Mojokerto melewati Desa
Kejapanan Desa Watukosek di Kecamatan Gempol.
(3) Rencana pengembangan prasarana jalan provinsi sebagai jalan
kolektor sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 ayat (6), yaitu :
a. Ruas jalan Pandaan - Tretes;
b. Ruas jalan Kejayan - Purwosari;
c. Ruas jalan Pasuruan Kejayan;
d. Ruas jalan Raya Pohjentrek Pasuruan;
e. Ruas jalan Kejayan Tosari; dan
f. Ruas jalan Purwodadi Nongkojajar.
(4) Rencana pengembangan prasarana jalan strategis kabupaten
sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 ayat (6), meliputi:
a. Pengembangan jalan lingkar, yang juga berfungsi sebagai jalan
arteri primer terletak pada ruas jalan yang mengelilingi perkotaan
Bangil, Purwosari dan Grati;
b. Pembangunan jalan bypass ruas curahdukuh-tambakrejo sebagai
jalan arteri primer yang menghubungkan interchange rembang ke jalan
arteri primer Surabaya Kota Pasuruan melalui ruas jalan lokal
tambakrejo-ngempit.
(5) Rencana pengembangan prasarana jalan kabupaten sebagai jalan
lokal sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 ayat (6), yaitu ruas jalan
yang menghubungkan antar ibukota kecamatan atau dengan kegiatan
yang memiliki skala kecamatan di Kabupaten Pasuruan, yang
meliputi:
a. Ruas jalan Prigen Pandaan Bangil;
b. Ruas jalan Bangil Rembang Pohjentrek Gondang Wetan;
c. Ruas jalan Gondang Wetan Pasrepan Puspo Tosari;
d. Ruas jalan Purwodadi Purwosari Wonorejo Kejayan Kota
Pasuruan;
e. Ruas jalan Wonorejo Pasrepan Lumbang Winongan Grati;
f. Ruas jalan Purwodadi Tutur; serta
g. Ruas jalan Prigen Sukorejo Wonorejo Pasrepan.
-
- 32 -
(6) Rencana prasarana terminal penumpang dan barang sebagaimana
dimaksud pada Pasal 22 ayat (8), yaitu
a. Rencana pengembangan prasarana terminal Tipe A di Kecamatan
Gempol sebagai rencana pengalihan terminal Pandaan;
b. Rencana pengembangan terminal penumpang tipe C di Bangil,
Wonorejo dan Nguling;
c. Rencana pengalihan status terminal yang berada di Pandaan
akan diarahkan sebagai terminal transit untuk pariwisata;
d. Rencana pengembangan terminal cargo tetap dipertahankan di
Kecamatan Beji melalui peningkatan kualitas dan managemen;
serta
e. Rencana pembangunan terminal khusus angkutan umum terpadu
antar moda untuk mengantisipasi adanya lokasi alternatif pemindahan
ibukota kabupaten.
(7) Rencana pengembangan prasarana angkutan umum sebagaimana
dimaksud pada Pasal 22 ayat (9), berupa angkutan umum massal
perkotaan dan perdesaan adalah pengembangan angkutan massal dalam
kota dan antar kota, meliputi :
a. Angkutan umum massal dalam kota dilakukan dengan
mempertahankan rute angkutan umum yang telah ada, menghubungkan
pusat-pusat kegiatan di dalam Wilayah Kabupaten Pasuruan, dengan
penambahan pada lokasi-lokasi penting di Kabupaten Pasuruan yang
belum terlayani khususnya untuk jalur wisata, untuk kawasan
peruntukan industri serta untuk melayani kawasan pertanian;
b. Jalur angkutan massal antar kota antara Kota Surabaya
Pasuruan (melalui Gempol Beji - Bangil Rembang Kraton), serta
mendukung jalur angkutan massal perkotaan khusus Kawasan Perkotaan
GKS (Surabaya-Porong-Bangil);
c. Jalur angkutan massal antar kota Surabaya Malang; serta
d. Jalur angkutan massal Pasuruan Mojokerto.
Pasal 24
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan perkeretaapian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf b meliputi
arahan pengembangan jaringan jalur kereta api umum antar kota,
arahan pengembangan jaringan jalur kereta api umum perkotaan;
arahan pengembangan prasarana perkeretaapian umum dalam skala
regional/nasional, arahan pengembangan prasarana jalur
perkeretaapian di GKS dan hinterlandnya, serta arahan pengembangan
prasarana stasiun kereta api.
(2) Arahan pengembangan jaringan jalur kereta api umum antar
kota berupa peningkatan pelayanan jaringan jalur kereta api antar
kota yang telah ada yaitu Jalur Kereta Api yang menghubungkan Kota
Surabaya-Sidoarjo-Bangil-Malang, dan Kota
Surabaya-Sidoarjo-Bangil-Kota
Pasuruan-Probolinggo-Jember-Banyuwangi dengan sistem double track;
serta kemungkinan pengembangan trayek jalur menjadi jalur langsung
dari luar kota yaitu Jakarta dengan tidak melewati terlebih dahulu
Kota Surabaya/Kota Sidoarjo, langsung menuju Perkotaan Bangil.
-
- 33 -
(3) Arahan pengembangan jaringan jalur kereta api umum
perkotaan, mendukung dan memperkuat keberadaan Perkotaan GKS berupa
peningkatan pelayanan jaringan jalur kereta api antar kota yang
telah ada yaitu jalur kereta api komuter yang menghubungkan Kota
Surabaya-Sidoarjo-Bangil-Malang, Kota Surabaya-Sidoarjo-Bangil-Kota
Pasuruan.
(4) Arahan pengembangan prasarana perkeretaapian umum dalam
skala regional dilakukan melalui:
a. pengembangan prasarana transportasi perkeretaapian untuk
keperluan penyelenggaraan perkeretaapian komuter, dry port,
terminal barang, dan jalur perkeretaapian yang sudah tidak
berfungsi (konservasi rel mati) yang ditujukan untuk angkutan
massal dan murah, meningkatkan akses regional dan nasional agar
lebih meningkatkan perannya dalam angkutan barang, termasuk
peningkatan jalur maupun stasiun kereta api khusus untuk mendukung
pengembangan wisata di Kecamatan Grati-Winongan;
b. pengembangan prasarana jalur perkeretaapian di
Gerbangkertosusila (GKS) dan wilayah sekitarnya (hinterland) berupa
penataan jalur yang terdiri dari tindakan pemasangan jalur ganda,
tindakan pemasangan jalur melayang, serta pemindahan lintasan
perkeretaapian regional, bila diperlukan.
(5) Arahan pengembangan prasarana perkeretaapian stasiun kereta
api secara lebih optimal dengan meningkatkan pelayanan stasiun
keretapi Bangil dari stasiun yang berfungsi sebagai simpul
pergerakan orang atau penumpang menjadi simpul pergerakan
orang/penumpang dan barang/cargo skala regional, serta beberapa
stasiun kecil yang sekarang belum berfungsi dengan baik dan/atau
telah mati.
Paragraf 2
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Energi
Pasal 25
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana energi
sebagaimana dimaksud Pasal 21 ayat (3) huruf a meliputi arahan
rencana pengembangan jaringan prasarana energi listrik, serta
arahan rencana pengembangan jaringan pipa gas bumi.
(2) Arahan rencana pengembangan jaringan prasarana energi
listrik sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri dari arahan
pengembangan jaringan pembangkit listrik dan gardu listrik
pembangkit, arahan pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik
SUTT dan SUTET, serta arahan rencana pengembangan jaringan
prasarana energi listrik Perdesaan.
(3) Arahan pengembangan jaringan pembangkit listrik dan gardu
listrik pembangkit sebagaimana dimaksud ayat (2) dilakukan
melalui:
a. Sistem interconected Jawa Bali;
b. Untuk menunjang sistem interconected sebagaimana dimaksud
pada huruf a, dilakukan pengembangan PLTGU di Kecamatan Lekok, dan
Gardu di Kecamatan Grati, serta optimalisasi dan pengembangan Daya
terpasang pada gardu-gardu induk lain yang melayani wilayah
Kabupaten Pasuruan.
c. Peningkatan pelayanan listrik untuk kawasan-kawasan
peruntukan industri dan beberapa cluster industri yang
berkembang.
-
- 34 -
d. Penambahan jaringan listrik dengan mendirikan JTM terutama
untuk wilayah wilayah di kecamatan Nguling, Wonorejo, Winongan,
Puspo dan Kecamatan Tosari.
e. Peningkatan daya energi listrik pada daerah-daerah pusat
pertumbuhan dan daerah pengembangan berupa pembangunan dan
penambahan gardu-gardu Induk listrik, seperti pada kecamatan Bangil
yang merupakan alternatif lokasi pemindahan ibukota kabupaten
Pasuruan, daerah pengembangan seperti Bangil, Pandaan, Purwosari,
Rejoso, Pasrepan, dan Grati dengan penambahan kapasitas pembangkit
tenaga listrik sebesar 150 Kwh.
f. Penambahan dan perbaikan sistem jaringan listrik pada
daerah-daerah yang belum terlayani, utamanya bagi sekitar 25,64 %
KK yang belum memperoleh pelayanan energi listrik yang bersumber
dari PLN.
g. Meningkatkan dan mengoptimalkan pelayanan listrik sehingga
terjadi pemerataan pelayanan diseluruh wilayah Kabupaten
Pasuruan.
h. Penghematan daya listrik perlu dilakukan hal ini untuk
mengantisipasi adanya krisis energi, serta upaya untuk mencari
alternatif sumber tenaga baru yang berasal dari alam dan secara
operasional tidak membebani masyarakat, khususnya daerah-daerah
yang kekurangan energi, miskin, serta memiliki tingkat
keterjangkauan minimal.
(4) Arahan pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik SUTT,
dan SUTET sebagaimana dimaksud ayat (2) dilakukan melalui:
a. Pengembangan jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi
500 KV dan Saluran Udara dan/atau Kabel Tegangan Tinggi 150 KV
diperlukan untuk menyalurkan energi listrik yang dibangkitkan oleh
pembangkit-pembangkit baru yaitu SUTET 500 KV dan transmisi 150 Kv
yang telah ada, serta pengembangan sistem distribusinya (20 Kv)
untuk penyaluran ke kawasan/daerah yang belum berlistrik dan
bergantung pada dana yang ada.
b. Pengembangan jaringan SUTT melalui wilayah Kecamatan Gempol,
Beji, Bangil, Pandaan, Rembang, Kraton, Pohjentrek, Gondangwetan,
Kejayan, Rejoso, Winongan, Grati, Nguling, Sukorejo, Purwosari,
Purwodadi, dan Kecamatan Lekok.
c. Pengembangan jaringan SUTM melalui wilayah Kecamatan Gempol,
Beji, Bangil, Rembang, Pandaan, Kraton, Pohjentrek, Kejayan,
Rejoso, Winongan, Grati, Nguling, Lekok, Wonorejo, Sukorejo,
Purwosari, Purwodadi, dan Kecamatan Lumbang.
d. Pengembangan jaringan SUTR melalui seluruh wilayah di
Kabupaten Pasuruan.
e. Pengembangan Gardu Induk dilakukan di wilayah Kecamatan
Pandaan, Bangil, Purwosari.
f. Khususnya untuk pengembangan jaringan SUTT dan SUTET
diperlukan areal konservasi pada sekitar jaringan yaitu sekitar 20
meter pada setiap sisi tiang listrik dan jaringan kabel untuk
mencegah terjadinya gangguan kesehatan bagi masyarakat dan
pengamanan untuk radius pengembangan ke depan (peningkatan
tegangan), melalui regulasi yang mengatur pembatasan pengembangan
kegiatan budidaya dibawah dan sekitar jaringan.
-
- 35 -
(5) Arahan pengembangan sistem jaringan prasarana energi listrik
perdesaan sebagaimana dimaksud ayat (2) dilakukan melalui:
a. Pengembangan desa-desa yang belum teraliri listrik dengan
skala priritas yaitu memenuhi criteria antara lain dekat dengan
jaringan tegangan menengah (JTM), termasuk dalam desa tingkat
swasembada; dengan ciri- mempunyai sarana ekonomi dan pendidikan;
dilalui Jaringan Tegangan Menengah (JTM); termasuk wilayah
pengembangan dalam Rencana Strategis (Renstra) Kabupaten Pasuruan;
serta layak secara ekonomis, yaitu antara lain pengembangan listrik
di Kecamatan Nguling, Kecamatan Winongan, Kecamatan Puspo, serta
Kecamatan Tosari.
b. Pengembangan sumber alternatif pembangkit baru yang memiliki
resiko kecil terhadap lingkungan, dan memiliki biaya operasional
yang relatif murah serta tingkat teknologi yang terjangkau sebagai
listrik perdesaan.
(6) Arahan rencana pengembangan sistem jaringan pipa energi gas
bumi sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi:
a. Rencana pengembangan jalur pipa gas PT. PGN Surabaya-Malang
melalui jalur yang melewati jalan arteri di Kecamatan
Pandaan-Sukorejo-Purwosari-Kecamatan Purwodadi menyambung ke arah
Malang;
b. Rencana pengembangan jalur pipa gas PT. PGN melalui Kota
Pasuruan-Kecamatan Pohjentrek-Kecamatan Gondangwetan-Kecamatan
Kejayan-Kecamatan Wonorejo-Kecamatan Purwosari kemudian menyambung
rencana pengembangan jalur pipa gas Surabaya-Malang.
c. Rencana pengembangan jalur pipa gas PT. PGN melalui
Sidoarjo-Beji-Bangil-Kraton, sebagai alt