PERCOBAAN 2PENGARUH pH DAN INHIBITOR TERHADAP AKTIVITAS
ENZIM
I. TujuanMemahami pengaruh pH dan inhibitor terhadap aktivitas
enzim ptyalin.II. Prinsip Berdasarkan hidrolisis, dimana enzim
ptyalin dapat menghidrolisis amylum menjadi sakarida sederhana dan
dekstrin. Berdasarkan pH, menyebabkan reaksi kerja optimum enzim
ptyalin Berdasarkan Inhibitor, menyebabkan penghambatan kerja enzim
ptyalin untuk pereduksi gula. III. Teori dasarEnzim adalah golongan
protein yang disintesis oleh sel hidup dan mempunyai fungsi penting
sebagai katalisator dalam setiap reaksi metabolisme yang terjadi
pada organisasi hidup. Enzim juga merupakan biokatalisator yang
menunjang berbagai proses industri. Hal ini disebabkan enzim
mempunyai efisiensi dan efektifitas yang tinggi, reaksinya tidak
menimbulkan produk samping, serta dapat digunakan berulangkali
dengan teknik amobilisasi. Enzim merupakan senyawa protein yang
dapat mengkatalisis seluruh reaksi kimia dalam sistem biologis.
Semua enzim murni yang telah diamati sampai saat ini adalah
protein. Aktivitas katalitiknya bergantung kepada integritas
strukturnya sebagai protein. Enzim dapat mempercepat reaksi
biologis, dari reaksi yang sederhana, sampai ke reaksi yang sangat
rumit. Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul
zat-zat yang bereaksi sehingga mempercepat proses reaksi.
Percepatan reaksi terjadi karena enzim menurunkan energi
pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya
reaksi. Enzim mengikat molekul substrat membentuk kompleks enzim
substrat yang bersifat sementara dan lalu terurai membentuk enzim
bebas dan produknya (Lehninger, 1995) Apakah enzim itu? Enzim
merupakan protein yang bertindak sebagai katalis di dalam tubuh
makhluk hidup. Karena bekerja sebagai katalis di dalam tubuh
makhluk hidup, enzim disebut juga biokatalisator. Enzim dapat
bertindak sebagai katalis, yaitu dapat meningkatkan kecepatan
reaksi kimi tetapi tidak berubah dalam reaksi kimia tersebut.
Molekul yang bereaksi di dalam suatu reaksi yang dikatalisis oleh
enzim disebut substrat, dan molekul yang dihasilkan disebut produk.
Enzim dibuat di dalam sel-sel yang hidup. Sebagai besar enzim
bekerja di dalam sel, disebut enzim intraseluler. Contoh enzim
intraseluler adalah katalase. Katalase memecah senyawa berbahaya,
seperti H2O2 (hidrogen peroksida) di dalam sel-sel hati. Beberapa
enzim dibuat di dalam sel, kemudian dikeluarkan dari dalam sel
untuk melakukan fungsinya, disebut enzim ekstraseluler. Contoh
enzim ekstraseluler adalah enzim-enzim pencernaan, misalnya
amilase. Amilase memecahkan amilum menjadi maltosa. Amilase
dihasilkan oleh kelenjar saliva (ludah) dan dikeluarkan ke rongga
mulut untuk melakukan fungsinya.Enzim tersusun dari komponen
protein yang disebut apoenzim. Beberapa enzim memerlukan komponen
non protein untuk membantu aktivitas enzim, yang disebut kofaktor.
Kofaktor beberapa enzim berupa ion anorganik. Kofaktor yang berupa
ion organik disebut koenzim. Beberapa kofaktor tidak berubah di
akhir reaksi, tetapi kadang-kadang berubah dan terlibat dalam
reaksi yang lain. Enzim yang terikat dengan kofaktor disebut
haloenzim. Berikut beberapa jenis kofaktor yang membantu aktivitas
enzim1. Ion-ion anorganikIon-ion anorganik sederhana merupakan
salah satu kofaktor. Ion-ion ini terikat dengan enzim atau substrat
kompleks dan dapat membantu fungsi enzim lebih efektif. Sebagai
contoh, amilase dalam saliva akan bekerja lebih baik dengan adanya
ion klorida dan kalsium.2. Gugus Prostetik Gugus prostetik
merupakan tipe kofaktor yang lain. Gugus prostetik berperan memberi
kekuatan tambahanterhadap kerja enzim. Gugus prostetik terdiri dari
molekul-molekul organik yang terikat rapat dengan enzim (Gambar
2.2a). Contohnya adalah heme, yaitu suatu molekul berbentuk cincin
pipih yang mengandung besi. Heme merupakan gugus prostetik sejumlah
enzim, di antaranya katalase, peroksidase, dan sitokrom oksidase
(terlibat dalam respirasi seluler)3. KoenzimKoenzim merupakan
kofaktor yang terdiri dari molekul organik non-protein kompleks
yang terikat renggang dengan enzim. Koenzim berfungsi memindahkan
gugus kimia, atom, atau elektron dari satu enzim ke enzim yang
lain. Beberapa koenzim adalah vitamin atau turunan vitamin.
Contohnya, NAD+ (Nicotinamide Adenine Dinucleotide) merupakan
koenzim yang sangat penting dalam respirasi seluler. Lihat gambar
2.2bEnzim merupakan protein yang memiliki struktur tiga dimensi.
Sisi aktif, yaitu bagian yang berfungsi sebagai katalis. Enzim
mengkatalis reaksi dengan meningkatkan kecepatan reaksi.
Meningkatkan kecepatan reaksi dilakukan dengan menurunkan energi
aktivasi (energi yang diperlukan untuk reaksi), yaitu dari EA1
menjadi EA2. Lihat Gambar 2.3. Penurunan energi aktivasi dilakukan
dengan membentuk kompleks dengan substrat. Secara sederhana kerja
enzim digambarkan sebagai berikut.
Setelah produk dihasilkan dari reaksi, enzim kemudian
dilepaskan. Enzim bebas untuk membentuk kompleks yang baru dengan
substrat yang lain. Kerja enzim dapat diterangkan dengan dua teori,
yaitu teori gembok dan kunci serta teori kecocokan yang terinduksi.
Kedua teori ini menjelaskan spesifitas enzim dengan substratnya.1.
Teori Gembok & Kunci (Lock and key Theory)Di dalam enzim
terdapat sisi aktif yang tersusun dari sejumlah kecil asam amino.
Bentuk sisi aktif sangat spesifik, sehingga hanya molekul dengan
bentuk tertentu yang dapat menjadi substrat bagi enzim. Enzim dan
substrat akan bergabung bersama membentuk kompleks, seperti kunci
yang masuk ke dalam gembok. Di dalam kompleks, substrat dapat
bereaksi dengan energi aktivitas yang rendah. Setelah bereaksi,
kompleks lepas dan melepaskan produk serta membebaskan enzin. Lihat
Gambar 2.4.
2. Teori kecocokan yang terinduksi (Induced Fit Theory
)Berdasarkan bukti dari kristalografi sinar X, analisis kimia sisi
aktif enzim, serta teknik yang lain, diduga bahwa sisi aktif enzim
bukan merupakan bentuk yang baku. Menurut teori kecocokan yang
terinduksi, sisi aktif enzim merupakan bentuk yang fleksibel.
Ketika substrat memasuki sisi aktif enzim, bentuk sisi aktif
termodifikasi melingkupinya membentuk kompleks. Ketika produk sudah
terlepas dari kompleks, enzim kembali tidak aktif menjadi bentuk
yang lepas, hingga substrat yang lain kembali bereaksi dengan enzim
tersebut. Lihat gambar 2.5
Sifat-sifat enzim sebagai biokatalisator adalah enzim merupakan
protein, bekerja secara spesifik, berfungsi sebagai katalis, hanya
diperlukan dalam jumlah sedikit, dapat bekerja secara bolak-balik,
dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Sifat enzim sebagai
biokatalisator adalah 1. Enzim adalah ProteinKarena enzim adalah
Protein, kerja enzim seperti sifat protein, yaitu membutuhkan
kondisi lingkungan (suhu, pH, konsentrasi ion, dan sebagainya) yang
sesuai. Lingkungan enzim yang tidak cocok menyebabkan enzim rusak
sehingga tidak mampu bekerja dengan baik. 2. Enzim bekerja secara
spesifik/khususDi dalam sel terdapat rubuan jenis enzim yang
berfungsi masing-masing sangat spesifik. Tiap enzim hanya dapat
bekerja untuk mengkatalis reaksi yang spesifik. Dengan kata lain,
suatu enzim hanya dapat bekerja untuk substratnya yang cocok.3.
Enzim berfungsi sebagai katalisKatalis mengubah kecepatan reaksi,
namun tidak mengubah produk akhir yang dibentuk atau mempengaruhi
keseimbangan reaksi.4. Enzim hanya diperlukan dalam jumlah
sedikitSesuai dengan fungsi sebagai katalis, enzim hanya diperlukan
dalam jumlah sedikit. Sejumlah kecil enzim dapat meningkatkan
kecepatan reaksi secara hebat.5. Enzim dapat bekerja secara
bolak-balikEnzim tidak mempengaruhi arah reaksi, sehingga dapat
bekerja bolak-balik. Enzim dapat menguraikan suatu senyawa menjadi
senyawa-senyawa lain. Enzim juga dapat menyusun senyawa-senyawa
menjadi senyawa tertentu. Reaksinya dapat digambarkan sebagai
berikut
6. Enzim dipengaruhi oleh faktor lingkunganFaktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhi kerja enzim adalah suhu, pH, aktivator
(pengaktif) daninhibitor (penghambat), serta konsentrasi enzim dan
substrat.Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzimKerja enzim
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, yaitu sebagai berikut :
1. Suhu Pada suhu yang lebih tinggi, kecepatan molekul substrat
meningkat, sehingga pada saat bertumbukan dengan enzim, energi
molekul substrat berkurang. Hal ini memudahkan terikatnya molekul
substrat pada sisi aktif enzim. Aktivitas enzim meningkatnya energi
kinetik pada molekul substrat dan enzim. Pengaruh suhu (T) pada
kecepatan reaksi dapat dijelaskan melalui suatu koefisien suhu
(Q10).
Grafik pada gambar 2.6(a) menunjukan hubungan suhu dan kecepatan
reaksi enzim.
Berdasarkan grafik tersebut, jika dipilih sembarang suhu (T)
misalnya sebesar 20o C pada suatu kecepatan reaksi enzim tertentu,
Q10 adalah sebagai berikut.
Koefisien suhu (Q10 = 2) di atas menunjukan bahwa kecepatan
reaksi enzim meningkatkan dua kalinya setiap peningkatan suhu 10oC.
Namun, tidak berarti bahwa peningkatan kecepatan reaksi berlangsung
tidak terbatas. Seperti terlihat pada grafik, kecepatan enzim
mengkatalis reaksi mencapai suatu puncaknya pada suhu tertentu.
Suhu ini di sebut suhu optimum suatu reaksi. Pada grafik dapat
dilihat bahwa suhu optimum reaksi yang dikatalis enzim adalah 40oC.
Di atas suhu tersebut, produk yang dihasilkan menurun. Peningkatan
suhu di atas suhu optimum menyebabkan putusnya ikatan hidrogen dan
ikatan lain yang merangkai molekul enzim, sehingga enzim mengalami
denaturasi. Denaturasi adalah rusaknya tiga dimensi enzim yang
menyebabkan enzim tidak dapat lagi berikatan dengan substratnya
(Gambar 2.6b).
Denaturasi menyebabkan aktivitas enzim menurun atau hilang.
Denaturasi umumnya bersifat irreversible (tidak dapat kembali).
Namun, enzim-enzim yang langka seperti RNAase dapat mengalami
renaturasi setelah mengalami denaturasi. Renaturasi adalah
kembalinya bentuk enzim yang rusak ke bentuk sebelum rusak. 2. pH
Derajat keasaman (pH) juga mempengaruhi aktivitas enzim. Perubahan
kondisi asam dan basa di sekitar molekul enzim mempengaruhi bentuk
tiga dimensi enzim dan dapat menyebabkan denaturasi enzim. Setiap
enzim memiliki pH optimum. Sebagai contoh, pepsin (enzim yang
bekerja dalam lambung) memiliki pH optimum sekitar 2 (sangat asam),
sedangkan amilase (enzim yang bekerja di mulut dan usus halus)
memiliki pH optimum sekitar 7,5 (agak basa). Lihat gambar 2.7.
3. Aktivator dan InhibitorAktivator merupakan molekul yang
mempermudah ikatan antara enzim dengan substratnya. Contoh
aktivator adalah ion klorida yang berperan dalam aktivasi amilase
dalam saliva. Sebaliknya, inhibitor merupakan suatu molekul yang
menghambat ikatan enzim dengan substratya. Contoh inhibitoradalah
ion sianida. Ion sianida menutupi sisi aktif enzim yang terlibat
dalam respirasi. Ada dua macam inhibitor enzim, yaitu inhibitor
kompetitif dan inhibitor non-kompetitif.1. Inhibitor kompetitif
Inhibitor kompetitif adalah molekul penghambat yang cara kerjanya
bersaing dengan substrat untuk mendapatkan sisi aktif enzim.
Contohnya, sianida bersaing dengan oksigen untuk mendapatkan
hemoglobin dalam rantai respirasi terakhir. Inhibitor kompetitif
dapat diatasi dengan cara penambahan konsentrasi substrat. Lihat
gambar 2.8a.2. Inhibitor non-kompetitifInhibitor non-kompetitif
adalah molekul penghambat enzim yang bekerja dengan cara melekatkan
diri pada luar sisi aktif, sehingga bentuk enzim berubah, dan sisi
aktif tidak dapat berfungsi. Inhibitor ini tidak dapat dipengaruhi
oleh konsentrasi substrat. Lihat gambar 2.8b. 4. Konsentrasi
EnzimKonsentrasi enzim juga mempengaruhi kecepatan reaksi.
Semangkin besar konsentrasi enzim semangkin cepat pula reaksi yang
berlangsung. Dengan kata lain, konsentrasi enzim berbanding lurus
dengan kecepatan reaksi. Lihat gambar 2.9.
Sisi aktif suatu enzim dapat digunakan berulang kali oleh banyak
substrat. Substrat yang berikatan dengan sisi aktif enzim akan
membentuk produk. Pelepasan produk menyebabkan sisi aktif enzim
bebas untuk berikatan dengan substrat lainnya. Oleh karenanya hanya
dibutuhkan sejumlah kecil enzim untuk mengkatalis sejumlah besar
substrat.5. Konsentrasi substratBila jumlah enzim dalam keadaan
tetap, kecepatan reaksi akan meningkatkan dengan adanya peningkatan
konsentrasi substrat. Namun, pada saat sisi aktif semua enzim
bekerja, penambahan substrat tidak dapat meningkatkan kecepatan
reaksi enzim lebih lanjut. Kondisi ini disebut konsentrasi substrat
pada titik jenuh atau disebut dengan kecepatan reaksi telah
mencapai maksimum (Vmax). Lihat gambar 2.10.
Banyak molekul substrat yang diubah menjadi produk oleh enzim
sangat bervariasi. Jumlah pergantian substrat adalah banyaknya
molekul substrat yang dapat di ubah menjadi produk oleh satu
molekul enzim selama satu menit. Lihat tabel 2.1.Tabel 2.1 Jumlah
pergantian substrat pada enzimEnzimJumlah pergantian substrat
(molekul)
Karbonat anhidrase36.000.000
Katalase5.600.000
-Galaktosidase12.000
Kimotripsin6.000
Lisosim60
Pengaruh konsentrasi substrat terhadap aktivitas enzim dapat
diketahui langsung dengan melakukan kegiatan 2.1. Substrat yang
digunakan berupa hidrogen peroksida (H2O2). Hidrogen peroksida
alami merupakan produk sampingan yang tidak diinginkan dari
metabolisme aerob, misalnya pemecahan asam amino dan asam lemak.
Hidrogen peroksida merupakan senyawa yang sangat reaktif dan dapat
merusak sel. Oleh karenanya hidrogen peroksida dikumpulkan di dalam
peroksisom, kemudian didegradasi oleh katalase. Katalase
mendegradasi hidrogen peroksida menjadi air (H2O) dan oksigen (O2)
dengan reaksi sebagai berikut.
Penggolongan enzim secara internasional telah dilakukan secara
sistematis. Sistem ini menempatkan semua enzim ke dalam enam kelas
utama, masing- masing dengan sub kelas, berdasarkan atas jenis
reaksi yang dikatalisa (Tabel 2.2).
IV. Alat & bahan percobaan Alat-alat yang digunakan pada
praktikum ini adalah Stopwatch, Water bath 38oC, Tabung reaksi,
Pipet ukur 1 ml, 5 ml, 10 ml, Pipet tetes, dan Pengaduk.
Bahan yang digunakan adalah Larytan buffer pH (8, 7.4, 6.8, 6,
5.2), Larutan Saliva (1:9), Aquadest, Larutan Toluen, Kloroform,
Larutan Merkuri klorat 1%, Larutan phenol 2 %, Natrium florida,
Larutan amilum 1%, Larutan iodine, Pereaksi benedict, dan NaCl 0,1
MV. Prosedur1. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim10 ml larutan
buffer pH 8, 7.4, 6.8, 6, dan 5.2 disiapkan dalam tabung reaksi
yang terpisah kemudian ditambahkan 5 ml larutan amylum 1%, 2 ml
larutan Natrium Klorida 0,1 M dan 2 ml larutan saliva (1:9) pada
tiap tabung reaksi. Pada tabung reaksi tersebut ditempatkan dalam
water bath 38oC selama 10 menit. Kemudian ditambahkan larutan
iodine secukupnya pada tiap tabung reaksi sedikit demi sedikit.
Diamati dan catat perubahan yang terjadi ! Kemudian ditentukan
tabung mana yang pertama kali mencapai titik akromik (tidak
memerikan warna dengan iodine) ! Untuk tabung dengan pH 8 dan 7.4
sebaiknya diasamkan dengan ditambahkan asam asetat sedikit demi
sedikit sebelum ditambahkan iodine 2. Pengaruh Inhibitor Terhadap
Akitivitas EnzimPada 2 ml saliva dilarutkan dengan 8 ml aquadest,
campurkan dengan baik, ditambahkan 1 ml larutan saliva yang telah
diencerkan pada tiap tabung reaksi yang berbeda sejumlah 6 buah
tabung. Pada tabung yang terpisah ditambahkan 5 tetes larutan
toluen, 5 tetes kloroform, 5 tetes larutan mercuri klorida 1%, 5
tetes larutan phenol 2%, 0.5 gram Natrium klorida, dan 5 tetes
aquadest. Tabung tersebut ditaruh pada rak tabung selama 10 menit
dengan sesekali digoyang perlahan-lahan. Ditambahkan 5 ml larutan
amylum 1% pada tiap tabung reaksi. Ditempatkan tiap-tiap tabung
tersebut dalam water bath 38oC selama 15 menit. Bagi masing-masing
tabung menjadi dua bagian untuk dilakukan iodine dan Benedict test.
Dicatat dan diamati perubahan yang terjadi !VI. Hasil Pengamatan1.
Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim10 mL larutan buffer pH 8 + 5
mL amilum 1% + 2 mL NaCl 0,1 M + 2 ml saliva (1:9) menghasilkan
putih keruh. Dimasukan ke dalam water bath 38oC tidak terjadi
perubahan tetap putih keruh + asam asetat menghasilkan 2 fase, atas
kuning bawah putih keruh + iodine menghasilkan 2 fase warna, atas
biru dan bawah putih keruh.10 ml larutan buffer pH 7,4 + 5 mL
amilum 1% + 2 mL NaCl 0,1 M + 2 ml saliva (1:9) menghasilkan putih
keruh. Dimasukan ke dalam water bath 38oC tidak terjadi perubahan
tetap putih keruh + asam asetat menghasilkan 2 fase warna, atas
biru pekat dan bawah putih keruh.
10 ml larutan buffer pH 6,8 + 5 mL amilum 1% + 2 mL NaCl 0,1 M +
2 ml saliva (1:9) menghasilkan putih keruh. Dimasukan ke dalam
water bath 38oC tidak terjadi perubahan tetap putih keruh + iodine
menghasilkan warna biru.
10 ml larutan buffer pH 6 + 5 mL amilum 1% + 2 mL NaCl 0,1 M + 2
ml saliva (1:9) menghasilkan putih keruh. Dimasukan ke dalam water
bath 38oC tidak terjadi perubahan tetap putih keruh + iodine
menghasilkan warna biru pekat.
10 ml larutan buffer pH 5,2 + 5 mL amilum 1% + 2 mL NaCl 0,1 M +
2 ml saliva (1:9) menghasilkan putih keruh. Dimasukan ke dalam
water bath 38oC tidak terjadi perubahan tetap putih keruh sangat
pekat. 2. Pengaruh inhibitor terhadap aktivitas enzimMengencerkan
saliva dengan 8 mL H2O + 2 mL saliva menghasilkan larutan bening
keruh.Uji IodineLarutan pengencer saliva + Toluen menghasilkan
larutan bening + Aquadest + Amilum dimasukan ke dalam water bath
38oC menghasilkan larutan bening + Iodine menghasilkan larutan
menjadi warna ungu.
Larutan pengencer Saliva + kloroform menghasilkan larutan bening
+ Aquadest + Amilum dimasukan ke dalam water bath 38oC menghasilkan
larutan bening + Iodine menghasilkan larutan menjadi warna ungu
pekat
Larutan pengencer Saliva + HgCl menghasilkan larutan bening +
Aquadest + Amilum dimasukan ke dalam water bath 38oC menghasilkan
larutan bening + Iodine menghasilkan larutan menjadi warna
jingga
Larutan pengencer Saliva + Phenol menghasilkan larutan bening +
Aquadest + Amilum dimasukan ke dalam water bath 38oC menghasilkan
larutan bening + Iodine menghasilkan larutan menjadi warna
bening
Larutan pengencer Saliva + NaCl menghasilkan larutan bening +
Aquadest + Amilum dimasukan ke dalam water bath 38oC menghasilkan
larutan bening + Iodine menghasilkan larutan menjadi warna bening
ungu muda
Larutan pengencer Saliva + aquadest menghasilkan larutan bening
+ Amilum dimasukan ke dalam water bath 38oC menghasilkan larutan
bening + Iodine menghasilkan larutan menjadi ungu sedikit pekat
Uji BenedictLarutan pengencer saliva + Toluen menghasilkan
larutan bening + Aquadest + Amilum dimasukan ke dalam water bath
38oC menghasilkan larutan bening + Benedict menghasilkan larutan
berwarna biru muda
Larutan pengencer Saliva + kloroform menghasilkan larutan bening
+ Aquadest + Amilum dimasukan ke dalam water bath 38oC menghasilkan
larutan bening + Benedict menghasilkan larutan berwarna biru
muda
Larutan pengencer Saliva + HgCl menghasilkan larutan bening +
Aquadest + Amilum dimasukan ke dalam water bath 38oC menghasilkan
larutan bening + Benedict menghasilkan larutan berwarna biru muda
keruh
Larutan pengencer Saliva + Phenol menghasilkan larutan bening +
Aquadest + Amilum dimasukan ke dalam water bath 38oC menghasilkan
larutan bening + Benedict menghasilkan larutan berwarna biru
muda
Larutan pengencer Saliva + NaCl menghasilkan larutan bening +
Aquadest + Amilum dimasukan ke dalam water bath 38oC menghasilkan
larutan bening + Benedict menghasilkan biru muda endapan
Larutan pengencer Saliva + aquadest menghasilkan larutan bening
+ Amilum dimasukan ke dalam water bath 38oC menghasilkan larutan
bening + Benedict menghasilkan larutan berwarna biru muda
VII. PembahasanPercobaan kali ini mengenai pengaruh pH dan
inhibitor terhadap aktivitas enzim ptyalin. Pada percobaan pertama
adalah melakukan pengaruhi aktivitas enzim ptyalin terhadapt
derajat keasaman (pH) yang berfungsi untuk menghidrolisis amilum
menjadi sakarida (disakarida) dan dekstrin. Perlakuan pertama yaitu
penyiapan larutan buffer dengan pH yang bermacam-macam dimaksudkan
untuk mengamati pada pH berapa enzim yang ada dalam larutan saliva
tersebut paling baik beraktivitas. Serta dengan penambahan amilum
untuk mengetahui aktivitas diindikasikan dengan cepat lambatnya
proses hidrolisis amilum oleh enzim tersebut. Kemudia dilakukan
penambahan NaCl yang berdasarkan prinsip homeostatis cairan tubuh,
dikarenakan cairan tubuh bersifat garam, oleh karena itu digunakan
NaCl yang merupakan garam disebut larutan fisiologi tubuh. Pada
perlakuan ini di lakukan pemanasan dengan suhu 38oC di karenakan
mengakibatkan enzim amilase menjadi inaktif yang akan berkerja
untuk meningkatkan kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim
pada suhu optimum di 38 oC. Bahkan bila diberi perlakuan termal
berlebihan di atas suhu optimal, maka produk yang dihasilkan
menurun. Peningkatan suhu di atas suhu optimum menyebabkan putusnya
ikatan hidrogen dan ikatan lain yang merangkai molekul enzim,
sehingga enzim mengalami denaturasi. Denaturasi adalah rusaknya
tiga dimensi enzim yang menyebabkan enzim tidak dapat lagi
berikatan dengan substratnya. Dengan penambahan larutan iodine,
bertunjuan untuk menghidrolisis amylum menjadi gula sederhana.
Hasil positif uji dengan iodine memberikan warna biru tua. Apabila
enzim menghidrolisis amilum menjadi gula yang lebih sederhana, maka
warna biru tua yang terbentuk akibat reaksi dengan iodine tersebut
lama kelamaan akan berubah menjadi kekuningan dan hilang menjadi
bening tak berwarna seiring dengan berkurang dan habisnya amilum
dalam larutan (amilumnya habis terhidrolisis menjadi gula
sederhana). Lama proses perubahan warna inilah yang kemudian
menjadi parameter pH optimum untuk aktivitas enzim yang ada pada
laruan saliva. Untuk percobaan ini pada pH 7,4 8 di tambahkan
sedikit asam asetat yang bertujuan untuk meningkatkan aktivitas
enzim di karenakan pada pH 8 enzim menurun kecepatan reaksinya .
Serta penambahan asam asetat dimaksudkan untuk mengamati apakah
aktivitas enzimnya akan meningkat seiring dengan diturunkannya pH
(penambahan asam akan menurunkan pH), apabila pHnya sudah turun dan
mendekati angka pH optimum untuk aktivitas enzim tersebut, maka
enzim akan semakin mudah beraktivitas dan menghidrolisis amilum.
Namun pada percobaan ini, penambahan asam asetat tidak merubah
tingkat aktivitas enzim secara signifikan. Hasil praktikum ini,
pengaruh pH terhadap enzim ptyalin di dapat pH optimum pada pH 5
dapat disimpulkan hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan
literatur yang seharusnya. Pada literatur seharusnya pH optimum
yaitu 7,4 dikarenakan enzim ptialyn (enzim yang bekerja di mulut
dan usus halus) memiliki pH optimum sekitar 7,5 (agak basa). Pada
percobaan kedua melakukan pengaruh inhibitor terhadap aktivitas
enzim ptialyn yang bertujuan untuk mengurangi kemampuan enzim
ptialin untuk mengubah substrat menjadi produk. Pada peraktikum ini
di lakukan uji iodine dan benedict. Tujuan uji iodine untuk
mendeteksi ada tidaknya kandungan amilum dalam sampel. Hasil
positif uji ini adalah berwarna ungu pekat yang ditunjukan pada
larutan inhibitor kloroform, di karenakan larutan kloroform
menyebabkan tidak terjadi reaksi hidrolisis pada tabung yang berisi
larutan saliva sebagai enzim dan amilum sebagai substrat. Senyawa
yang paling buruk dalam menghambat aktivitas enzimatik yaitu phenol
karena menunjukkan hasil yang negatif pada pengujian iodine.
Kemampuan kloroform menginhibisi enzim ketika hendak menghidrolisis
substratnya. Dengan demikian, kloroform dikatakan merupakan
inhibitor yang paling efektif dalam menghambat aktivitas enzim yang
terkandung dalam larutan saliva tersebut. Untuk uji Benedict
digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya kandungan gula pereduksi
dalam sampel dengan syarat harus ada gugus aldehid dan keton bebas
yang dikandung oleh karbohidrat adar dapat mereduksi Cu2+ menjadi
Cu+. Hasil positif ditandai dengan memberikan warna merah bata pada
larutan. Berdasarkan hasil praktikum ini dengan menggunakan uji
benedict hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur yang
seharusnya. Dikarenakan kurang terjadi pemanasan sehingga larutan
tidak mereduksi kandungan gula. Dari literature hasil positif
kuntitas endapan yang terbentuk setelah proses pemanasan merupakan
indikasi banyaknya jumlah gula pereduksi yang terbentuk akibat
hidrolisis amilum oleh enzim yang terkandung dalam larutan saliva.
Semakin sedikit endapan yang terbentuk melalui uji ini menunjukkan
bahwa inhibitor yang ditambahkan semakin baik dan bekerja secara
efektif. Apabila endapan yang terbentuk sedikit, artinya
karbohidrat yang ada dalam tabung masih berada dalam bentuk
polisakarida (amilum), itu berarti bahwa amilum tersebut belum
terhidrolisis enzim karena terinhibisi oleh senyawa inhibitor.
Menurut literature phenol memberikan warna merah bata, artinya di
dalam larutan tersebut mengandung gula pereduksi VIII. Kesimpulan
Kecepatan reaksi enzimatik akan meningkat seiring dengan
peningkatan suhu sampai batas optimum. Setelah melewati suhu
optimum, maka kecepatan reaksi enzimatik akan kembali menurun. Suhu
optimum enzim amilase saliva adalah 38oC, sama dengan suhu normal
tubuh. pH optimum untuk aktivitas enzim melalui percobaan uji
pengaruh pH terhadap aktivitas enzim didapat pada pH 6,8 7.
Berdasarkan percobaan pengaruh inhibitor terhadap aktivitas enzim,
ditemukan bahwa HgCl merupakan inhibitor yang paling baik. Enzim
memiliki aktivitas maksimal pada pH optimumnya (pH optimum enzim
amilase saliva adalah 7). Penurunan atau kenaikan pH akan
mempengaruhi aktivitas enzim.
IX. Daftar pustaka1. Lehninger A.L., 1982. Dasar-dasar Biokimia.
Penerbit Erlangga. Jakarta.2. Montgomery,et.al., 1993. Biokimia,
Suatu Pendekatan Berorientasi Kasus. UGM press. Yogyakarta.3. Page,
Davis S., 1989. Prinsip-prinsip Biokimia edisi ke-2. Erlangga.
Jakarta.4. Winarno F.G., 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia.
Jakarta.5. Muchtadi, D., Nurheni Sri Palupi, dan Made Astawan.
1992.Metode kimia biokimia dan biologi dalam evaluasi nilai gizi
pangan olahan. Hal.: 5-28, 82-92, dan 119-121.6. Ridwan, S.
1990.Kimia Organik edisi I. Binarupa Aksara: Jakarta7. Poedjiyadi,
Anna dkk. 2006.Dasar-DasarBiokimia. Jakarta : UI-Press8. Poedjadi,
Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia.Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia Press.9. Arbianto, Purwo.1993.Biokimia Konsep-Konsep
Dasar. Bandung : ITB
Lampiran Hasil analisis pengaruh pH & inhibitor terhadap
aktivitas enzimJenis PengujianTampilanHasil Reaksi
Uji iodine pH 8Terbentuknya dua fase warna atas biru dan bawah
bening
Uji iodine pH 7,4
Terbentuknya dua fase warna, atas biru pekat dan bawah putih
keruh.
Uji iodine pH 6,8Terbentuknya warna biru.
Uji iodine pH 6Terbentuknya warna biru pekat.
Uji iodine pH 5,2tidak terjadi perubahan tetap putih keruh
sangat pekat
Uji iodine Toluenmenghasilkan larutan menjadi warna ungu.
Uji iodine Kloroformmenghasilkan larutan menjadi warna ungu
pekat
Uji iodine HgClmenghasilkan larutan menjadi warna jingga
Uji iodine phenolmenghasilkan larutan menjadi warna bening
Uji iodine NaClmenghasilkan larutan menjadi warna bening ungu
muda
Uji Benedict Toluenmenghasilkan larutan berwarna biru muda
Uji Benedict Kloroformmenghasilkan larutan berwarna biru
muda
Uji Benedict HgClmenghasilkan larutan berwarna biru muda
keruh
Uji Benedict phenolmenghasilkan larutan berwarna biru muda
Uji Benedict NaClmenghasilkan biru muda endapan
Uji Benedict Aquadestmenghasilkan larutan berwarna biru muda