PERBEDAAN SETTING TIME GLASS IONOMER CEMENT TIPE II DENGAN PENAMBAHAN ASAM TARTARAT 5% DAN PENAMBAHAN ASAM TARTARAT 10% SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh: Dita Ajeng Widiastuti NIM: 135070400111033 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017
61
Embed
PERBEDAAN SETTING TIME GLASS IONOMER CEMENT TIPE II …repository.ub.ac.id/3086/1/Dita Ajeng Widiastuti.pdf · 2020. 5. 15. · estetik pada gigi anterior dan dianjurkan untuk penambalan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PERBEDAAN SETTING TIME GLASS IONOMER CEMENT TIPE II DENGAN
PENAMBAHAN ASAM TARTARAT 5% DAN PENAMBAHAN ASAM
TARTARAT 10%
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh: Dita Ajeng Widiastuti
NIM: 135070400111033
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2017
KATA PENGANTAR
Segalapujihanyabagi Allah SWT yang telahmemberipetunjukdanhidayah-Nya
sehinggapenulisdapatmenyelesaikanskripsidenganjudulPerbedaanSetting Time
Glass Ionomer Cement tipe II denganPenambahanAsamTartarat 5% dan
olehkarenaitupenulismembukadiriuntuksegala saran dankritik yang
membangun.Skripsiinisemogadapatbermanfaatbagi yang membutuhkan.
Malang, 16 Juli 2017
Penulis
DAFTAR ISI
HalamanJudul HalamanPengesahan Kata Pengantar…………………………………………….………………………… i Abstraksi……………………………………………………………………………… iii Abstract………………………………………………………………………………. iv Daftar Isi ……………..……………………………………………………………… v DaftarGambar ……………………………………………………………………… vii DaftarTabel………………………………………………………………………….. viii DaftarGrafik…………………………………………………………………………. ix BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang….. …………………………………….………………………… 1 1.2 RumusanMasalah ……………………………………………………………. 2 1.3 Tujuan ………………………………………………………………………… 2 1.3.1 Tujuanumum………….…. …………………………………………………… 2 1.3.2 Tujuankhusus………….… …………………………………………………… 2 1.4 ManfaatPenelitian ……………..……………………………………………. 3 1.4.1 Manfaatakademik………….… ……….……………………………………… 3 1.4.2 Manfaatpraktis……………..……………………………….…………………. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glass Ionomer Cement.............………………..………………………….…… 4 2.1.1 KomposisiGlass Ionomer Cement………………………….……..………… 4 2.1.1.1 Komposisi Bubuk…………………………….…..………………………..… 4
2.2.4 EfekSamping……………………….... ………………………………………. 26 2.2.4 Regulasi…….………………………….………………………………………. 28 BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 KerangkaKonsep ………………………..………………………………….. 29 3.2 HipotesisPenelitian ………………………..………………………………… 30 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian…………………………………………..……….……… 31 4.2 SampelPenelitian…... ……………………………………..…………………. 31 4.3 BesarSampel………………… ……………………………………………….. 31 4.4 VariabelPenelitian…. …………………………………..………………………. 32 4.3.1 Variabeltidak terikat…………... ………………………..……………………. 32 4.3.2 Variabelterikat……………. ………………….………………………………. 32 4.5 DefinisiOperasional…. …………………………………………..…………….. 32 4.6 LokasidanWaktuPenelitian..……,,,…………………………………………..32 4.7 Alat dan Bahan Penelitian…..………………………………………..………… 33 4.7.1 AlatPenelitian………………….. ………………………..……………………. 33 4.7.2 BahanPenelitian………….. ………………….………………………………. 33 4.8 ProsedurPenelitian………………………………………………………..…….33 4.8.1 TahapPersiapan………………. ………………………..……………………. 33 4.8.1.1 PersiapandanPemilihanBahan..…………..………………………..……33
4.8.1.2 PengelompokanSampel…………………………………..…………..……33 4.8.2 TahapPelaksanaan………. ………………….………………………………. 34 4.8.3 AlurPenelitian……………. ………………….………………………………. 35 4.8 Analisis Data……………...………………………………………………..……. 36 BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 5.1 HasilPenelitian…………………………………………..……….………………37 5.2 Analisa Data…….…... ……………………………………..…………………. 39 5.2.1 HasilUjiNormalitas……………. ………………………..……………………. 39 5.2.2 HasilUjiHomogenitas………. ……………….………………………………. 40 5.2.3 HasilUjiOne Way Anova……….. ……………………..……………………. 40 5.2.4 HasilUjiKorelasi-Regresi…………………….……………………………… 40 BAB VI PEMBAHASAN………..……. ………………………..……………………. 42 BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan…..…………………………………………..……….……………… 46 7.2 Saran…………….…... ……………………………………..…………………. 46 DAFTAR PUSTAKA..………………………………………………….…….……….
48LAMPIRAN……….....………………………………………………….…….………. 50
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. RumusStrukturAsamTartarat .………….…………………………24
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Hasilpengukuran rata-rata setting time GIC..……………………...... 37
DAFTAR GRAFIK
Grafik 5.1 Hasilpengukuran rata-rata setting time GIC..……………………...... 38 Grafik 5.2 Hasilpengukuran rata-rata setting time GIC..………….……………. 39
iii
ABSTRAK
Widiastuti, Dita Ajeng. 2017. Perbedaan Setting Time Glass Ionomer Cement Tipe Ii Dengan Penambahan Asam Tartarat 5% Dan 10%. Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Brawijaya. Pembimbing : (1) drg. Delvi Fitriani, M.Kes, (2) drg. Dini Rachmawati, Sp.KGA.
Komposisi Glass Ionomer Cement (GIC) tipe II terdiri dari powder dan liquid. Liquid GIC mengandung asam tartarat yang dapat mempercepat setting time. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan setting time GIC tipe II dengan
penambahan asam tartarat 5% dan 10%. Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah 24 takaran GIC tipe II. Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian true experiment dengan rancangan penelitian pretest-postest control group design.
Sampel dilakukan manipulasi tanpa penambahan asam tartarat, penambahan asam tartarat 5% dan penambahan asam tartarat 10%. Hasil dari setting time pada setiap perlakuan kelompok dihitung menggunakan stopwatch. Kesimpulan dari penelitian ini
adalah penambahan asam tartarat pada GIC tipe II berpengaruh secara signifikan dalam mempercepat setting time. Semakin besar konsentrasi asam tartarat yang digunakan maka akan semakin cepat setting time yang didapatkan.
Kata Kunci : GIC, Asam Tartarat, Setting Time
iv
ABSTRACT
Widiastuti, Dita Ajeng. 2017. The Difference of Setting Time of Glass
Ionomer Cement type II with Tartaric Acid 5% and 10%. Skripsi.
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Brawijaya. Supervisors: (1)
drg. Delvi Fitriani, M.Kes, (2) drg. Dini Rachmawati, Sp.KGA.
The composition of Glass Ionomer Cement (GIC) type II consisting of powder
and liquid. Liquid of GIC containing tartaric acid to accelerate setting time. This study
aims to determine the difference of setting time of GIC type II by adding tartaric acid
5% and 10%. The sample used in this study were 24 dispensing GIC type II. This
research is true experiment type research with design of the study is a pretest-posttest
control group design. The sample manipulation done without additional tartaric acid,
additional tartaric acid 5% and additional tartaric acid 10%. The result of setting time
on each treatment group calculated by stopwatch. This study concluded that adding
tartaric acid on GIC type II have a significant effect in accelerate setting time. The
bigger concentration of tartaric acid that used will be the more quickly setting time.
Keyword : GIC, Tartaric Acid, Setting Time
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Glass Ionomer Cement (GIC) yang juga dikenal dengan nama Semen Ionomer
Kaca adalah nama generik dari sekelompok bahan tumpatan yang menggunakan
bubuk kaca silikat dan larutan asam poliakrilat. Semen ini dirancang untuk tambalan
estetik pada gigi anterior dan dianjurkan untuk penambalan gigi dengan preparasi
kavitas kelas III dan V. Penggunaan GIC sebagai bahan restorasi ini didasarkan pada
sifat bahan GIC yaitu memiliki ikatan adhesi yang kuat dengan struktur gigi sehingga
akan sangat berguna untuk restorasi konservatif pada daerah yang tererosi (Van
Noort, 2002).
Ada beberapa jenis semen ionomer kaca berdasarkan penggunaannya, tipe I
untuk material perekat, tipe II untuk material restorasi dan tipe III untuk basis atau
pelapis (Tyas et al, 2004). Semen ionomer kaca tipe II secara umum mempunyai sifat
lebih keras dan kuat dibandingkan tipe I, karena mempunyai rasio powder terhadap
liquid lebih tinggi (Meizarini, 2005). Material ini amat berguna dalam merawat pasien
gigi anak yang mempunyai risiko karies tinggi karena melepas fluor dan estetik dapat
diterima juga untuk restorasi kelas III dan V pada dewasa (Cameron, 2003).
Salah satu komponen dalam cairan GIC adalah asam tartarat. Asam ini
memperbaiki karateristik manipulasi dan meningkatkan waktu kerja serta
memperpendek waktu pengerasan. Pemendekan waktu pengerasan pada GIC ini
nantinya akan berguna pada bidang konservasi gigi anak di mana saat menangani
anak diperlukan waktu yang lebih singkat dikarenakan sebagian besar anak masih
2
kurang kooperatif pada perawatan gigi anak. Tidak disebutkan dengan jelas pada
beberapa sumber konsentrasi asam tartarat yang diberikan pada campuran liquid
GIC. Pada beberapa merk GIC yang ada di pasaran disebutkan bahwa konsentrasi
asam tartarat pada liquid GIC sebanyak 5-15% (Van Noort, 2002).
Asam tartarat ini digunakan pada dunia kedokteran gigi, teknologi pertanian,
dan dunia farmasi. Hal ini dikarenakan asam tartarat memiliki beberapa fungsi yaitu
menjadi pengatur pH dalam pembiakan mikroba dan sebagai asidulan yaitu zat yang
berperan sebagai pengasam. Asam tartarat dapat ditemukan secara bebas di pasar
karena banyak kegunaannya (Winarno,2004). Berdasarkan uraian di atas, peneliti
ingin mengetahui perbedaan setting time dari GIC tipe II dengan penambahan asam
tartarat 5% dan penambahan asam tartarat 10%.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah terdapat perbedaan setting time GIC tipe II dengan penambahan
asam tartarat 5% dan penambahan asam tartarat 10%?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbedaan setting time GIC tipe II dengan penambahan
asam tartarat 5% dan penambahan asam tartarat 10%
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi dan menganalisis penambahan asam tartarat 5% pada
setting time GIC tipe II.
3
b. Untuk mengidentifikasi dan menganalisis penambahan asam tartarat 10% pada
setting time GIC tipe II.
c. Untuk mengidentifikasi dan menganalisis perbedaan penambahan asam tartarat
konsentrasi 5% dan penambahan asam tartarat 10% pada setting time GIC tipe II.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademis
a. Bagi akademis, diharapkan penambahan asam tartarat 5% dan penambahan
asam tartarat 10% pada setting time GIC dapat menambah referensi dalam ilmu
dental material dalam kedokteran gigi.
b. Bagi peneliti, sebagai sumbangan informasi ilmu pengetahuan yang dapat
digunakan sebagai referensi untuk penelitian yang berkelanjutan.
1.4.2 Manfaat Praktis
Pemberian asam tartarat 5% dan penambahan asam tartarat 10% pada setting
time GIC dapat diterapkan sebagai ilmu dental material dalam praktek kedokteran gigi.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Glass Ionomer Cement
Glass ionomer cement adalah bahan restorasi yang paling akhir
berkembang dan mempunyai sifat perlekatan yang baik. Bahan restorasi ini
merupakan sekelompok bahan yang menggunakan bubuk kaca silikat dan asam
poliakrilat. Bahan ini mendapatkan nama dari formula yaitu suatu bubuk kaca dan
asam ionomer yang menggunakan gugus karboksil. Glass ionomer cement juga
disebut sebagai semen polialkenoat (Anusacive, 2003).
2.1.1 Komposisi Glass Ionomer Cement
Glass Ionomer Cement terdiri dari bubuk dan cairan yang dapat mengeras
setelah dilakukan manipulasi.
2.1.1.1 Komposisi Bubuk
Pada dasarnya bubuk ini adalah asam larut glass aluminosilikat yang
mengandung fluoride. Itu dibentuk dengan menggabungkan silica ditambah
dengan alumina dan kalsium fluor, oksida logam dan fosfat logam pada suhu
kisaran 11000-15000C dan kemudian menuangkan cairan ke sebuah pelat logam
atau glass lab ke dalam air. Glass yang terbentuk dihancurkan, digiling dan
ditumbuk menjadi bubuk dengan ukuran 20-50 tergantung pada kegunaannya.
Bubuk tersebut bisa terurai oleh asam karena adanya ion Al3+ yang dapat dengan
mudah masuk ke jaringan silica (Mahesh et al, 2011).
5
2.1.1.2 Komposisi Cairan
Cairan yang digunakan Glass Ionomer Cement adalah larutan dari asam
poliakrilat dalam konsentrasi kira-kira 50%. Cairan ini cukup kental cenderung
membentuk gel setelah beberapa waktu. Pada sebagian besar semen, cairan
asam poliakrilat adalah dalam bentuk kopolimer dengan asam itikonik, maleic atau
asam trikarbalik. Asam-asam ini cenderung menambah reskitifitas dari cairan,
mengurangi kekentalan dan mengurangi kecenderungan membentuk gel
(Anusavice, 2003).
Asam tartarat juga terdapat dalam cairan yang memperbaiki karateristik
manipulasi dan meningkatkan waktu kerja, tetapi memperpendek pengerasan.
Terlihat peningkatan yang berkesinambungan secara perlahan pada kekentalan
semen yang tidak mengandung asam tartaric. Kekentalan semen yang
mengandung asam tartaric ini tidak menunjukkan kenaikan kekentalan
(Anusavice, 2003).
Ketika bubuk dan cairan Glass Ionomer Cement dicampurkan, cairan asam
akan memasuki permukaan partikel kaca kemudian bereaksi dengan membentuk
lapisan semen tipis yang akan mengikuti inti. Selain cairan asam, kalsium,
alumunium, sodium sebagai ion-ion fluoride pada bubuk Glass Ionomer Cement
akan memasuki partikel kaca yang akan membentuk ion kalsium (Ca2+) kemudian
ion alumunium (Al3+) dan garam fluor yang dianggap dapat mencegah timbulnya
karies sekunder. Selanjutnya partikel-partikel kaca lapisan luar membentuk
lapisan (Anusavice, 2003).
6
2.1.2 Sifat Glass ionomer Cement
2.1.2.1. Sifat Fisik
Sifat fisik GIC yaitu adhesif ke permukaan enamel dan dentin, melepaskan
fluoride ke jaringan gigi. Biokompatibel pada jaringan pulpa dan termal ekspansi
sama dengan gigi sehingga bahan ini banyak digunakan. Selain itu, GIC
melepaskan ion fluorida dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga dapat
menghilangkan sensitivitas dan mencegah terjadinya karies.
Kekuatan tekan GIC sebanding dengan seng fosfat, dan kekuatan
diametralnya sedikit lebih tinggi. Modulus elastisitasnya hanya sekitar satu
setengah dari semen seng fosfat. Dengan demikian GIC kurang kaku dan lebih
rentan terhadap deformasi elastic. Dalam hal ini, GIC tidak digunakan seperti
semen seng fosfat untuk membuat mahkota, hal ini dikarenakan adanya
perbedaan tegangan tarik. Sebagai contoh, dalam sebuah studi, beban kegagalan
rata-rata untuk feldspathic porselen mahkota meningkat dari 963 N menjadi 2800
N (Anusavice, 2003).
2.1.2.2. Sifat Mekanik
a. Compressive Strength
Kekuatan kompresi GIC berkisar antara 90-230 Mpa. Nilai kekuatan
tariknya hampir sama dengan semen seng fosfat yaitu sebesar 4,2-5,3 MPa. GIC
bersifat lebih brittle. Modulus elastisitasnya sebesar 3, 5-6,4 GPa sehingga GIC
tidak terlalu kaku dan lebih peka terhadap perubahan bentuk, lebih elastik
dibandingkan seng fosfat. Kekuatan kompresi dari GIC naik secara cepat apabila
semen diisolasi dari kelembaban saat awal pembentukan. Pengisolasian dari
lingkungan yang lembab bertujuan untuk memberikan perlindungan pada
7
permukaan restorasi dari saliva dengan menggunakan larutan varnish atau light-
curing bonding agent (Williams, 2001).
b. Bond Strength
Kekuatan GIC untuk berikatan adalah sebesar 1-3 Mpa. GIC dapat
berikatan dengan baik dengan enamel, stainless steel, tin oxide-plated platinum
dan gold alloy. Bond strength dapat dinaikkan dengan pemberian conditioner
berupa asam dan larutan FeCl3 pada dentin.
c. Kekerasan
Semen memiliki sifat kekerasan yang baik, namun jauh inferior dibanding
kekerasan bahan resin. Kemampuan adhesi melibatkan proses gelasi dari gugus
karboksil dari poliasam dengan kalsium di kristal apatit enamel dan dentin. Semen
ini memiliki sifat anti karies karena kemampuannya melepaskan fluorida. Dalam
proses pengerasan harus dihindarkan dari saliva karena mudah larut dalam cairan
dan menurunkan kemapuan adhesi. Ikatan fisikokimiawi antara bahan dan
permukaan gigi sangat baik sehingga mengurangi kebocoran tepi tumpatan
(Anusavice, 2003).
d. Sifat Biologi
Glass Ionomer Cement menghasilkan fluorida dalam jumlah yang
sebanding dengan fluorida yang dihasilkan semen silikat dan proses ini terus
berlanjut selama periode yang panjang. Jumlah minimal pelepasan fluorida dan
serapan oleh enamel bisa digunakan untuk menghambat karies. Beberapa studi
klinis terkontrol tentang glass ionomer cement digunakan untuk restorasi atau
fissure sealant, menunjukkan bahwa jumlah lesi karies sekunder yang
dikembangkan berkisar dari nol sampai nomor yang tinggi, hal ini terkait dengan
restorasi komposit. Pada survei penelitian yang sama oleh dokter gigi
8
menunjukkan bahwa frekuensi karies sekunder di gigi dengan restorasi glass
ionomer cement dibandingkan dengan gigi dengan komposit posterior itu lebih
rendah untuk satu kelompok dokter gigi tetapi lebih tinggi untuk kelompok lain
dokter gigi. Namun, banyak penelitian telah menunjukkan bahwa ion fluorida yang
dilepaskan dari GIC ini akan menghambat perkembangan karies sekunder
(Anusavice, 2003).
Kebanyakan studi histological mengindikasikan bahwa glass ionomer
cement cukup biokompatibel. Glass ionomer cement menghasilkan reaksi pulpa
yang lebih besar dari ZOE dan umumnya kurang dari semen fosfat seng. Glass
ionomer cement digunakan sebagai lutting agent yang memiliki rasio bubuk dan
cairan yang rendah dapat menimbulkan bahaya yang lebih besar dari restorasi
glass ionomer cement karena semen dengan rasio bubuk dan cairan yang rendah
dapat menyebabkan keadaan pH rendah dalam waktu yang lama. Bagaimanapun,
GIC membutuhkan lapisan tipis sebagai pelindung, seperti Ca(OH)2, dengan
kedalaman 0,5 mm dari ruang pulpa pada preparasi (Anusavice, 2003).
2.1.3 Klasifikasi Glass Ionomer Cement
2.1.3.1. Klasifikasi Glass Ionomer Cement Berdasarkan Bahan Pengisi
a. Glass Ionomer Cement Konvensional
Glass ionomer cement secara luas digunakan untuk kavitas Klas V, hasil
klinis dari prosedur ini baik meskipun penelitian in vitro berpendapat bahwa glass
ionomer cement modifikasi resin dengan ketahanan fraktur yang lebih tinggi dan
peningkatan kekuatan perlekatan memberikan hasil yang jauh lebih baik.
Beberapa penelitian berpendapat bahwa versi capsulated lebih menguntungkan
karena pencampuran oleh mesin sehingga memberikan sifat merekatkan yang
lebih baik.
9
Penggunaan glass ionomer cement telah meluas antara lain sebagai
bahan perekat, pelapik dan bahan restoratif untuk restorasi konservatif klas I dan
klas II karena sifatnya yang berikatan secara kimia pada struktur gigi dan
melepaskan fluorida. Selain itu respon pasien juga baik karena teknik penempatan
bahan yang konservatif dimana hanya memerlukan sedikit pengeboran sehingga
pasien tidak merasakan sakit dan tidak memerlukan anastesi lokal. Meskipun
demikian GIC tidak dianjurkan untuk restorasi klas II dan klas IV karena sampai
saat ini formulanya masih kurang kuat dan lebih peka terhadap keausan
penggunaan jika dibandingkan dengan komposit (McCabe, 2008).
GIC konvensional pertama kali diperkenalkan pada tahun 1972 oleh Wilson
dan Kent. Berasal dari asam polyalkenoat cair seperti asam polyacrylic dan
komponen kaca yang biasanya adalah fluoroaluminosilikat. Saat bubuk dan cairan
dicampur terjadi reaksi asam basa kemudian asam polyalkenoat mengalami
percepatan hingga terjadi pengentalan sampai semen mengeras. Ini dapat
dijadikan sebagai bubuk kaca yang melepaskan ion dan larut dengan campuran
yang mengandung asam polyacrylic cair dengan dikeringkan melalui pembekuan
untuk dicampur dengan air murni. Pabrik juga dapat menambahkan sedikit asam
tartarat pada air yang dapat memperkirakan reaksi pengerasan yang lebih tepat
(Gladwyn, 2009).
b. Glass Ionomer Cement Hybrid
Komponen bubuk terdiri dari partikel kaca ion-leachable
fluoroaluminosilicate dan inisiator untuk light curing atau chemical curing.
Komponen cairan biasanya terdiri dari air dan asam polyacrylic atau asam
polyacrilyc yang dimodifikasi dengan monomer methacrylate hydroxyethyl
methacrylate. Komponen yang dua terakhir bertanggung jawab untuk polimerisasi.
10
Reaksi pengerasan awal dari bahan ini terjadi melalui polimerisasi dari gugus
methacrylate. Reaksi asam basa yang lambat pada akhirnya akan bertanggung
jawab pada proses pematangan yang unik dan kekuatan akhir. Kandungan air
secara keseluruhan lebih sedikit untuk tipe ini untuk menampung bahan yang
berpolimerisasi (Gladwyn, 2009).
Perbedaan yang paling nyata adalah berkurangnya translusensi dari bahan
ini karena adanya perbedaan yang besar pada indeks pembiasan antara bubuk
dengan matrix resin yang mengeras. Tes in vitro dari semen ionomer hibrid
melepaskan florida dalam jumlah yang sebanding dengan yang dilepaskan glass
ionomer cement konvensional. Kekuatan tarik dari ionomer kaca hibrid lebih tinggi
dari ionomer kaca konvensional. Peningkatan ini diakibatkan oleh modulus
elastisitasnya yang lebih rendah dan deformasi plastis yang lebih banyak yang
dapat ditahan sebelum terjadinya fraktur. Sifat-sifat yang lain sulit
untuk dibandingkan karena formulasi bahan dan cara pengetesan (Lippincot, 2007).
Mekanisme pengikatan terhadap struktur gigi dari semen ini sama dengan
ionomer kaca konvensional. Aktifitas ionik yang lebih sedikit diharapkan karena
adanya pengurangan dari asam karboksilat dari cairan ionomer kaca dengan
modifikasi resin, namun bagaimanapun kekuatan ikat pada struktur gigi bisa lebih
tinggi dari semen ionomer kaca konvensional. Bila dibandingkan dengan
ionomer kaca konvensional maka ionomer kaca dengan modifikasi resin
memperlihatkan kekuatan ikat yang lebih tinggi kepada komposit berbasis resin.
Ini sepertinya dikontrol oleh gugus fungsi non polimerisasi residu didalam semen
ionomer kaca konvensional. Akibat polimerisasi, bahan ini seharusnya memilki
derajat penyusutan yang lebih besar ketika mengeras. Lebih sedikitnya
kandungan air dan asam karboksilat juga mengurangi kemampuan semen untuk
11
membasahi substrat gigi, yang dimana akan meningkatkan kebocoran micro
dibandingkan semen ionomer kaca konvensional (Anusavice, 2003).
Biokompatibilitas dari ionomer kaca hibrid dapat dibandingkan dengan
ionomer kaca konvensional. Tindakan pencegahan yang sama harus dilakukan,
seperti penggunaan kalsium hoidroksida untuk preparasi yang dalam.
Peningkatan suhu sementara yang berhubungan dengan proses polimerisasi juga
menjadi pertimbangan (Gladwyn, 2009).
Karakteristik dari penanganan ionomer kaca hibrid telah diatur sehingga
dapat digunakan sebagai liners atau bases. Kekuatan tekan dan tarik dari liners
lebih rendah dari pada semen restorasi yang lain. Kegunaan yang paling utama
dari liners ionomer kaca adalah untuk bertindak sebagai bahan pengikat lanjut
antara gigi dan restorasi komposit. Karena adanya adhesi pada dentin, maka
kemungkinan dari formasi celah pada tepi ginggival yang terletak pada dentin,
sementum atau keduanya disebabkan oleh penyusutan polimerisasi dari
resin (Lippincot, 2007).
Keuntungan dari ionomer kaca di atas resin bonding agent yang menjamin ikatan
adhesive, mengurangi sensitivitas teknik dan membentuk mekanisme anti
kariogenik melalui pelepasan florida. Ketika digunakan pada keadaan ini, prosedur
yang lebih di anjurkan adalah teknik sandwich. Teknik ini memberikan keuntungan
berupa kualitas yang diinginkan dari ionomer kaca yang memberikan estetika dari
restorasi komposit. Teknik sandwich di rekomendasikan untuk restorasi komposit
kelas 2 dan 5 ketika pasien individual memiliki resiko karies yang tinggi. Hal
tersebut berlaku untuk formulasi semen ionomer kaca konvensional dan semen
Tabel 5.1 menunjukkan adanya perubahan setting time pada GIC tipe II yang
telah diberi penambahan asam tartarat dengan konsentrasi 5% dan 10%. Pada
38
perlakuan I yaitu GIC dengan penambahan asam tartarat 5% didapatkan rata-rata
setting time lebih cepat dibandingkan perlakuan kontrol yaitu manipulasi GIC tanpa
asam tartarat. Pada perlakuan II yaitu GIC dengan penambahan asam tartarat 10%
didapatkan rata-rata setting time lebih cepat dibandingkan perlakuan kontrol yaitu
manipulasi GIC tanpa asam tartarat dan juga lebih cepat dibandingkan perlakuan I
yaitu dengan penambahan asam tartarat 5%. Perubahan setting time GIC ini dapat
digambarkan dalam grafik 5.1 sebagai berikut
Grafik 5.1 Hasil pengukuran rata-rata setting time GIC
Keterangan grafik
: Rata-rata pengukuran setting time kelompok kontrol
: Rata-rata pengukuran setting time kelompok perlakuan I
: Rata-rata pengukuran setting time kelompok perlakuan II
0
1
2
3
4
5
6
Setting time GIC
K P1 P2
39
Data perubahan setting time GIC di atas juga dapat disajikan dalam bentuk
grafik garis sebagai berikut:
Grafik 5.2 Hasil pengukuran rata-rata setting time GIC
5.2 Analisa Data
Data yang telah didapatkan dalam penelitian kemudian dilakukan analisis data
statistik. Data setting time yang telah terkumpul dari kelompok sampel setelah dicatat
kemudian dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas. Dilakukan uji homogenitas
dilakukan setelah uji normalitas, setelah data terdistribusi normal dan homogen,
dilakukan uji One Way Anova untuk mengetahui perbadaan setting time pada GIC tipe
II dengan penambahan asam tartarat.
5.2.1 Hasil Uji Normalitas
Uji normalitas data dilakukan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Data dapat
dikatakan normal apabila nilai signifikansi yang dihasilkan lebih dari 0,05 atau sama
5.19
4.21
3.22
0
1
2
3
4
5
6
K P1 P2
Perubahan setting time
40
dengan p > 0,05. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang
diambil berasal dari distribusi normal atau tidak. Pada penelitian ini didapatkan nilai
signifikansi uji normalitas sampel sebesar 0,723. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
p > 0,05 sehingga dapat diketahui data yang diperoleh terdistribusi normal.
5.2.2 Hasil Uji Homogenitas Varian
Uji homogenitas varian dilakukan setelah data dilakukan uji normalitas. Uji
homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data atau sampel memiliki varian
yang homogen atau tidak. Pada uji homogenitas Levene, suatu data dikatakan
memiliki varian yang homogen apabila nilai signifikansi p > 0,05. Pada penelitian ini
didapatkan nilai signifikasi uji homogenitas sampel sebesar 0,550 sehingga dengan
demikian dapat diketahui bahwa sampel tersebut memiliki varian yang sama atau
homogen.
5.2.3 Hasil Uji One Way Anova
Setelah kedua pengujian yang melandasi uji one way Anova telah terpenuhi,
selanjutnya dilakukan pengujian untuk mengetahui perubahan setting time GIC.
Berdasarkan uji one way Anova dari setting time GIC, didapatkan nilai signifikansi
sebesar 0,000 dimana lebih kecil daripada p = 0,05. Sehingga dari pengujian statistik
ini dapat diketahui bahwa penambahan asam tartarat 5% dan 10% memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap nilai setting time GIC.
5.2.4 Hasil Uji Korelasi-Regresi
Uji korelasi bertujuan untuk mengetahui hubungan antar variabel dalam hal ini
hubungan antara penambahan asam tartarat terhadap setting time GIC. Hubungan
antar variabel dikatakan berpengaruh apabila p < 0,05. Pada uji korelasi, kelompok
41
sampel yang diberi penambahan asam tartarat memiliki nilai signifikansi 0,000 untuk
hubungan frekuensi penambahan asam tartarat terhdap setting time yang artinya
terdapat hubungan yang signifikan antara penambahan asam tartarat terhadap setting
time GIC.
Uji regresi dilakukan untuk menunjukkan besar pengaruh variabel bebas
dengan variabel terikat. Uji regresi dilakukan pada kelompok penambahan asam
tartarat untuk mengetahui besar pengaruh kosentrasi asam tartarat dengan setting
time GIC. Hal ini dikarenakan pada kelompok perlakuan nilai signifikansi menunjukkan
p < 0,05 pada uji korelasi (terdapat hubungan yang signifikan). Hasil uji korelasi-
regresi dari kelompok penambahan asam tartarat menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan antara penambahan konsentrasi asam tartarat dengan
setting time GIC dengan besar pengaruh 96,7%. Pengaruh tersebut berbanding
terbalik, artinya semakin tinggi konsentrasi asam tartarat, maka setting time GIC
semakin menurun.
42
BAB VI
PEMBAHASAN
Penelitian ini membandingkan setting time GIC tipe II yang diperoleh dari GIC
yang dimanipulasi dengan perbandingan komposisi powder dan liquid 1 : 1
dibandingkan dengan GIC yang dimanipulasi dengan perbandingan komposisi
powder, liquid dan asam tartarat 5% 1 : 0,5 :0,5 dan juga dibandingkan dengan GIC
yang dimanipulasi dengan perbandingan komposisi powder, liquid dan asam tartarat
konsentrai 10% 1 : 0,5 : 0,5.
Pada kelompok satu atau kelompok kontrol dilakukan manipulasi dengan cara
pertama mempersiapkan 8 glass lab yang di atasnya sudah disediakan powder GIC
sebanyak 1 sendok takar dan juga liquid GIC sebanyak 1 tetes di sebelahnya.
Kemudian dilakukan pencampuran dengan gerakan memutar sesekali melipat sampai
homogen dengan waktu maksimal 60 detik. Selanjutnya pencatatan dilakukan dicatat
waktunya dari manipulasi hingga GIC mengeras menggunakan stopwatch
(Anusavice, 2003).
Proses mixing yang terjadi pada kelompok satu atau kelompok kontrol ini saat
powder dan liquid dimanipulasi adalah asam perlahan-lahan mendegradasi lapisan
terluar dari partikel kaca dan melepaskan ion Ca2+ dan Al3+. Selanjutnya Ca2+
dilepaskan lebih cepat dan bertanggung jawab untuk bereaksi dengan polyacid untuk
membentuk produk reaksi akin (reaksi saat kalsium dan alumunium menggantikan
hydrogen pada kelompok gugus carboxyl dari polyacid dan membentuk kalsium dan
alumunium polysalt) dan Al3+ dilepaskan lebih lama dan mempengaruhi setting pada
43
tahap berikutnya. Selanjutnya proses ini akan berlangsung hingga mencapai tahap
full maturity dan setting.
Manipulasi GIC dikatakan setting apabila konsistensi dari GIC tersebut milky
(memiliki konsistensi seperti susu) dan homogen (menyatu antara powder dan liquid),
memiliki permukaan yang mengkilap dan juga dilihat saat spatula yang digunakan
untuk manipulasi GIC diangkat ke atas di mana GIC akan tertarik dan pada jarak satu
sampai satu setengah inchi GIC akan terpisah dari spatula (Sidhu, 2011).
Pada kelompok kedua atau kelompok perlakuan satu dilakukan manipulasi
dengan cara pertama mempersiapkan 8 glass lab yang di atasnya sudah disediakan
powder GIC sebanyak 1 sendok takar, liquid GIC sebanyak 0,5 tetes dan juga asam
tartarat 5% sebanyak 0,5 tetes di sebelahnya. Kemudian dilakukan pencampuran
dengan gerakan memutar sesekali melipat sampai homogen dengan waktu maksimal
yaitu 60 detik. Selanjutnya dicatat waktunya dari manipulasi hingga GIC mengeras
menggunakan stopwatch (Anusavice, 2003).
Proses mixing yang terjadi pada kelompok kedua atau kelompok perlakuan
pertama saat powder dan liquid dimanipulasi adalah asam perlahan-lahan
mendegradasi lapisan terluar dari partikel kaca dan melepaskan ion Ca2+ dan Al3+.
Selanjutnya Ca2+ dilepaskan lebih cepat dan bertanggung jawab untuk bereaksi
dengan polyacid untuk membentuk produk reaksi akin (reaksi saat kalsium dan
alumunium menggantikan hydrogen pada kelompok gugus carboxyl dari polyacid dan
membentuk kalsium dan alumunium polysalt) dan Al3+ dilepaskan lebih lama dan
mempengaruhi setting pada tahap berikutnya. Selanjutnya efek dari penambahan
asam tartarat 5% ini adalah berfungsi untuk membantu memecah lapisan terluar dari
44
glass particle, sehingga lebih cepat dalam membebaskan ion alumunium yang mana
mengalami complex formation pada tahap berikutnya, yang sering disebut sebagai
secondary reaction stage. Selanjutnya proses ini akan berlangsung hingga mencapai
tahap full maturity dan setting time yang terjadi lebih cepat. Teori ini mendukung hasil
penelitian bahwa penambahan asam tartarat 5% signifikan dalam memberikan
perbedaan pada setting time GIC tipe II yaitu asam tartarat 5% dapat mempercepat
setting time GIC tipe II.
Manipulasi GIC dikatakan setting apabila konsistensi dari GIC tersebut milky
(memiliki konsistensi seperti susu) dan homogen (menyatu antara powder dan liquid),
memiliki permukaan yang mengkilap dan juga dilihat saat spatula yang digunakan
untuk manipulasi GIC diangkat ke atas di mana GIC akan tertarik dan pada jarak satu
sampai satu setengah inchi GIC akan terpisah dari spatula (Sidhu, 2011).
Pada kelompok ketiga atau kelompok perlakuan dua dilakukan manipulasi
dengan cara pertama mempersiapkan 8 glass lab yang di atasnya sudah disediakan
powder GIC sebanyak 1 sendok takar, liquid GIC sebanyak 0,5 tetes dan juga asam
tartarat 10% sebanyak 0,5 tetes di sebelahnya. Kemudian dilakukan pencampuran
dengan gerakan memutar sesekali melipat sampai homogen dengan waktu maksimal
yaitu 60 detik. Selanjutnya dicatat waktunya dari manipulasi hingga GIC mengeras
menggunakan stopwatch (Anusavice, 2003).
Proses mixing yang terjadi pada kelompok ketiga atau kelompok perlakuan
kedua saat powder dan liquid dimanipulasi adalah asam perlahan-lahan
mendegradasi lapisan terluar dari partikel kaca dan melepaskan ion Ca2+ dan Al3+.
Selanjutnya Ca2+ dilepaskan lebih cepat dan bertanggung jawab untuk bereaksi
45
dengan polyacid untuk membentuk produk reaksi akin (reaksi saat kalsium dan
alumunium menggantikan hydrogen pada kelompok gugus carboxyl dari polyacid dan
membentuk kalsium dan alumunium polysalt) dan Al3+ dilepaskan lebih lama dan
mempengaruhi setting pada tahap berikutnya. Selanjutnya efek dari penambahan
asam tartarat 10% ini adalah berfungsi untuk membantu memecah lapisan terluar dari
glass particle, sehingga lebih cepat dalam membebaskan ion alumunium yang mana
mengalami complex formation pada tahap berikutnya, yang sering disebut sebagai
secondary reaction stage. Selanjutnya proses ini akan berlangsung hingga mencapai
tahap full maturity dan setting time yang terjadi lebih cepat. Teori ini mendukung hasil
penelitian bahwa penambahan asam tartarat 10% signifikan dalam memberikan
perbeedaan pada setting time GIC tipe II yaitu asam tartarat 10% dapat mempercepat
setting time GIC tipe II.
Manipulasi GIC dikatakan setting apabila konsistensi dari GIC tersebut milky
(memiliki konsistensi seperti susu) dan homogen (menyatu antara powder dan liquid),
memiliki permukaan yang mengkilap dan juga dilihat saat spatula yang digunakan
untuk manipulasi GIC diangkat ke atas di mana GIC akan tertarik dan pada jarak satu
sampai satu setengah inchi GIC akan terpisah dari spatula (Sidhu, 2011).
46
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
a. Adanya perbedaan signifikan pada setting time GIC tipe II dengan penambahan
asam tartarat 5% dan penambahan asam tartarat 10%
b. Asam tartarat 5% memberikan efek atau perubahan pada setting time GIC tipe II
yaitu mempercepat setting time GIC tipe II.
c. Asam tartarat 10% memberikan efek atau perubahan pada setting time GIC tipe II
yaitu mempercepat setting time GIC tipe II.
d. Semakin tinggi konsentrasi asam tartarat, maka setting time GIC tipe II yang
dihasilkan akan semakin cepat.
7.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka perlu diadakan penelitian yang lebih lanjut
sebagai berikut:
a. Diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan penelitian terhadap toksik
dari penambahan asam tartarat pada GIC tipe II
b. Diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan penelitian terhadap efek
lain selain pada setting time GIC tipe II dari semakin besarnya konsentrasi asam
tartarat yang ditambahakan saat manipulasi GIC tipe II.
47
c. Diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan penelitian terhadap
perubahan sifat fisik maupun mekanik pada GIC tipe II yang telah dimanipulasi
dengan penambahan asam tartarat.
48
DAFTAR PUSTAKA
A.D. Bona, C. Pinzetta and V. Rosa, “Microleakage of acid etched glass ionomer sandwich restorations,” J Minim IntervDent ; 2 (1):3644,2009.
Anusavice, K.J., 2003, Philips: Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi, ed.10, Jakarta, EGC, 40-43, 227-288.
Cahyadi, Wisnu. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.
Jakarta :BumiAksara.
Cameron AC, Wilmer RP. Handbook of pediatric dentistry. 2nd ed. Edinburg: Mosby; 2003. p. 51–5.
Craig, Robert G., Powers, John M., Wataha, John C. 2004. Dental Materials Properties and Manipulation 9th Edition.Missouri: Mosby Elsevier: 232 -
276
Dede Candra. 2008. Pengaruh Variasi Konsentrasi Asam Tartrat Terhadap Sifat Fisik Dan Respon Rasa Tablet Effervescent Ekstrak Tanaman Ceplukan (Physalisangulata L.). (online)(cited May 30, 2012) Available from URL
F.G. Winarno. 2004. Kimia Pangan da nGizi. Jakarta :Gramedia Pustaka Utama.
Gladwyn,M., Bagby, M., 2009, Clinical Aspect of Dental Materials, Lippincott
Williams danWalkins, h.46-47.
Garg, N., 2013, Textbook of Operative Dentistry, Jaypee, New Delhi, h. 19-20, 23, 290-291
Jyothi, Annapurna S., Anil Kumar S., Venugopal P. 2011. Clinical evaluation of giomer- and resin-modified glass ionomer cement in class V noncarious cervical lesions. India:Jayashankara CM Department of Conservative
Dentistry and Endodontics Sri Siddhartha Dental College.
K. Tolidis, A. Nobecourt and R.C. Randall, “Effect of a resin-modified glass ionomer liner on volumetric polymerization shrinkage of various composite,” Dent Mater ;14:417-423,2012.
Koudi, M.S. dan Patil S.B., 2007, Dental Materials: Prep Manual for Undergraduates, Elseiver, New Delhi, p:31
Lippincot Williams & Wilkins, Philadelphia.Van Noort, Richard. 2007. Introduction to Dental Materials 3rd Ed. China : Mosby, Elsevier. p 108