1 PENDAHULUAN Setiap perusahaan memiliki laporan keuangan yang menghasilkan informasi dan digunakan oleh pihak manajemen dalam mengambil keputusan. Salah satu informasi dari laporan keuangan adalah laba. Laba termasuk salah satu komponen yang menunjukkan perusahaan memiliki prospek yang baik, jika laba perusahaan tinggi maka perusahaan memiliki prospek yang baik pada periode selanjutnya begitu juga sebaliknya jika laba perusahaan rendah maka perusahaan memiliki prospek yang kurang baik pada periode selanjutnya. Sering kali pengguna laporan keuangan hanya melihat laba yang dihasilkan saja sehingga membuat manajemen perusahaan melakukan tindakan manajemen laba (earning management), salah satu manajemen laba yaitu perataan laba (income smoothing). Perataan laba merupakan tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk mengurangi variabilitas laba yang dilaporkan agar dapat mengurangi risiko pasar atas saham perusahaan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan harga saham perusahaan (Assih dan Gudono, 2000). Hal ini selaras dengan Foster (1986) dalam Suwito dan Herawaty (2005) mengungkapkan bahwa tujuan perataan laba adalah untuk memperbaiki citra perusahaan di mata pihak eksternal dan menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki risiko yang rendah. Suatu perusahaan dapat dikatakan memiliki nilai yang baik apabila kinerja perusahaannya baik. Nilai perusahaan dapat dilihat dari harga sahamnya, jika harga saham perusahaan tinggi maka nilai perusahaan tersebut baik begitu juga
37
Embed
Perbedaan Praktek Perataan Laba Berdasarkan Good …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5055/3/T1_232009013_Full... · mendelegasikan wewenang dalam pengambilan keputusan ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
PENDAHULUAN
Setiap perusahaan memiliki laporan keuangan yang menghasilkan
informasi dan digunakan oleh pihak manajemen dalam mengambil keputusan.
Salah satu informasi dari laporan keuangan adalah laba. Laba termasuk salah satu
komponen yang menunjukkan perusahaan memiliki prospek yang baik, jika laba
perusahaan tinggi maka perusahaan memiliki prospek yang baik pada periode
selanjutnya begitu juga sebaliknya jika laba perusahaan rendah maka perusahaan
memiliki prospek yang kurang baik pada periode selanjutnya.
Sering kali pengguna laporan keuangan hanya melihat laba yang
dihasilkan saja sehingga membuat manajemen perusahaan melakukan tindakan
manajemen laba (earning management), salah satu manajemen laba yaitu perataan
laba (income smoothing). Perataan laba merupakan tindakan yang dilakukan
dengan sengaja untuk mengurangi variabilitas laba yang dilaporkan agar dapat
mengurangi risiko pasar atas saham perusahaan, yang pada akhirnya dapat
meningkatkan harga saham perusahaan (Assih dan Gudono, 2000). Hal ini selaras
dengan Foster (1986) dalam Suwito dan Herawaty (2005) mengungkapkan bahwa
tujuan perataan laba adalah untuk memperbaiki citra perusahaan di mata pihak
eksternal dan menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki risiko yang
rendah.
Suatu perusahaan dapat dikatakan memiliki nilai yang baik apabila kinerja
perusahaannya baik. Nilai perusahaan dapat dilihat dari harga sahamnya, jika
harga saham perusahaan tinggi maka nilai perusahaan tersebut baik begitu juga
2
sebaliknya jika harga saham perussahaaan rendah maka nilai perusahaan tersebut
kurang baik. Nilai perusahaan ditingkatkan dengan meningkatkan kinerja
perusahaan, salah satu cara untuk meningkatkan kinerja perusahaan dengan
menerapkan corporate governance. Isu tentang corporate governance mulai
hangat dibicarakan sejak terjadinya berbagai skandal yang mengindikasikan
lemahnya corporate governance seperti skandal Enron, Tycon, Worldcom, dan
global Crossing yang telah membangun masyarakat Amerika dan dunia bahwa
Good Corporate Governance (GCG) amat diperlukan sebagai barometer
akuntabilitas suatu perusahaan (Sukamulja, 2004).
Pada penelitian perataan laba sebelumnya penelitian yang dilakukan
adalah “Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Tindakan Perataan
Laba yang Dilakukan Oleh Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”
(Suwito dan Herawaty, 2005), “Pengaruh Profitabilitas, Risiko Keuangan, Nilai
Perusahaan, dan Struktur Kepemilikan Terhadap Praktek Perataan Laba : Studi
Empiris Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI” (Aji dan Mita, 2010),
“Hubungan Tindakan Perataan Laba dengan Reaksi Pasar atas Pengumuman
Informasi Laba Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta” (Assih dan
Gudono, 2000), untuk penelitian Negara asal perusahaan sejauh yang ketahui
penulis belum pernah dilakukan maka penelitian ini akan dilihat apakah terdapat
perbedaan praktek perataan laba berdasarkan negara asal perusahaan yang ada di
Indonesia. Pernyataan ini dikuat oleh kutipan dari Purwandari dan Purwanto
(2012) perusahaan yang berstatus penanaman modal asing cenderung akan
3
melaporkan laporan keuangan yang luas dibandingkan perusahaan yang berstatus
penanaman modal dalam negeri.
Berdasarkan uraian diatas bahwa income smoothing berhubungan dengan
negara asal perusahaan dan good corporate governance, penelitian ini ingin
meneliti apakah terdapat perbedaaan praktek perataan laba berdasarkan penerapan
good corporate governance dan berdasarkan negara asal perusahaan yang berada
di Indonesia. Obyek penelitian meliputi semua perusahaan manufaktur yang
sahamnya terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2007 - 2011.
LANDASAN TEORI
Teori Keagenan
Salah satu penyebab yang dapat mendorong manajer untuk melakukan
income smoothing melalui tiga dimensi yaitu real, artificial dan classificatory
smoothing adalah adanya perhatian investor yang selama ini cenderung terpusat
pada informasi laba tanpa memperhatikan proses yang digunakan untuk mencapai
tingkat laba tersebut (Mursalim, 2005). Oleh karena itu income smoothing
bertujuan untuk menstabilkan laba sesuai kepentingannya, hal ini dilakukan untuk
menarik perhatian investor.
Menurut Jensen dan Meckling (1976), dalam teori keagenan (agency
theory), hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal)
mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian
mendelegasikan wewenang dalam pengambilan keputusan kepada agent tersebut.
Pada teori keagenan yang disebut principal adalah pemegang saham yang hanya
4
tertarik pada hasil keuangan atau investasi mereka pada perusahaan dan agent
adalah manajemen yang mengelola perusahaan yang menerima kompensasi
dengan syarat-syarat yang berlaku pada hubungan tersebut. Perbedaan masing-
masing pihak akan membuat mereka memperbesar keuntungan bagi diri sendiri.
Principal menginginkan pengembalian yang besar dan secepat-cepatnya atas
investasi yang salah satunya dicerminkan dengan kenaikan deviden dari tiap
saham yang dimiliki. Sedangkan agent menginginkan kepentingannya diakomodir
dengan pemberian kompensasi / bonus yang memadai atas kinerjanya.
Principal menilai prestasi agent dari hasil kinerja keuangan perusahaan
apabila kinerja agent baik dapat dilihat dari laba yang akan dialokasikan pada
pembagian deviden sehingga layak mendapat intensif yang tinggi. Sebaliknya
agent memenuhi tuntutan principal agar mendapat kompensasi yang tinggi. Hal
ini membuat agent memainkan beberapa kondisi perusahaan agar seolah-olah
target terpenuhi. Salah satunya dengan melakukan income smoothing (membagi
keuntungan periode lain) agar setiap tahun kelihatan meraih keuntungan padahal
merugi atau turun laba. Sedangkan para investor hanya melihat bahwa perusahaan
yang memiliki kinerja yang baik dilihat dari laba perusahaan tersebut besar
ataupun setabil.
Perataan Laba
Koch (1981) Perataan laba dapat didefinisikan sebagai cara yang
digunakan oleh manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar
sesuai dengan target yang diinginkan baik secara artifisial melalui metode
5
akuntansi, maupun secara riil melalui transaksi. Menurut Bieldman dalam
Belkaouli (2000) menyatakan bahwa perataan laba didefinisikan sebagai upaya
yang sengaja dilakukan untuk memperkecil fluktuasi pada tingkat laba yang
dianggap normal bagi perusahaan.
Praktek perataan laba dilakukan oleh manajemen perusahaan yang dapat
menyebabkan pengungkapan laba di laporan keuangan menjadi tidak memadai,
bahkan terkesan menyesatkan (Aji dan Mita, 2010). Hal tersebut mengakibatkan
informasi yang disajikan tidak memiliki informasi yang tepat dan investor gagal
memperediksi resiko investasi mereka.
Good Corporate Governance
Good Corporate Governance menurut definisi komite Cadbury pada tahun
1992 adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar
mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam
memberikan pertanggung jawabannya kepada para shareholders khususnya
dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini mengatur kewenangan
direktur, manajer, pemegang saham dan pihak lainnya. Good Corporate
Gorvernance dimasukkan untuk mengatur hubungan-hubungan ini dan mencegah
terjadinya kesalahan-kesalahan yang signifikan dalam strategi perusahaan dan
untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat di perbaiki
dengan segera. Secara umum prinsip dasar good corporate governance yaitu
(Kaihatu, 2006) :
6
Transparancy (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam
melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam
mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.
Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan
pertanggung jawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif.
Responsibility (pertanggung jawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di
dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta
peraturan perundangan yang berlaku.
Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan
dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan
pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan
peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
korporasi yang sehat.
Fairness (kesetaraan da kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara
di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan
perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.
Menurut Sulistiyowati et. al (2010) pencapaian keuntungan merupakan
wujud dari pemenuhan pemegang saham (shareholder) dan tidak dapat dilepaskan
dari upaya pencapaian sustainability yang merupakan wujud pemenuhan
kepentingan para pemangku kepentingan (stakeholders). Perusahaan yang
memperoleh pendapatan yang lambat atau profitabilitas yang sedikit maka
7
cenderung akan mengumumkan lebih banyak tentang pelaksanaan Good
Corporate Governance guna melepaskan tekanan dari pasar (Kusumawati, 2007).
Corporate governance index secara keseluruhan merupakan hal penting
dan menjadi salah satu faktor penyebab yang dapat menjelaskan nilai pasar bagi
perusahaan-perusahaan independen di Korea (Black, Jang, dan Kim, 2003).
Menurut Johnson et. al (2000) rendahnya kualitas corporate governance dalam
suatu Negara berdampak negatif pada pasar saham dan nilai tukar mata uang
Negara bersangkutan pada masa krisis di Asia.
Menurut Herawaty (2008) teori keagenan memberikan pandangan bahwa
masalah earnings management dapat diminimumkan dengan pengawasan sendiri
melalui good corporate governance. Praktek perataan laba oleh manajemen dapat
diminimalisir dengan cara monitoring untuk menyelaraskan perbedaan
kepentingan agent dan principal antara lain :
1. Memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen
(Jensen dan Meckling, 1976). Sehingga kepentingan pemegang
saham dapat disejajarkan dengan kepentingan manajerial. Semakin
tinggi kepemilikan manajerial maka semakin rendah
kecenderungan melakukan praktek perataan laba.
2. Kepemilikan saham oleh institusional karena mereka dianggap
sebagai sophisticated investor dengan jumlah kepemilikan yang
cukup signifikan dapat memonitor manajemen yang dapat
mengurangi motivasi manajer untuk melakukan earning
management (Pratana dan Mas’ud, 2003).
8
3. Peran monitoring yang dilakukan dewan komisaris independen
(Bamhart dan Rosenstein, 1998).
Negara Asal Perusahaan
Menurut pendapat dari Prof. Mr. Kranenburg : “ Negara adalah suatu
organisasi kekuasaan yang diciptakan oleh sekelompok manusia yang disebut
bangsa” (ruhcitra.wordpress.com). Perusahaan adalah suatu organisasi dimana
sumber daya (input) dasar seperti bahan dan tenaga kerja dikelola serta diproses
untuk menghasilkan barang atau jasa (output) kepada pelanggan. Jadi dapat
disimpulkan bahwa Negara asal perusahaan adalah suatu organisasi yang berasal
dari suatu Negara berdasarkan jumlah penanaman modal pada perusahaan tersebut
yang memiliki input dan output.
Negara asal perusahaan dibagi menjadi dua yaitu, negara maju dan negara
berkembang. Negara berkembang dapat disebut juga emerging market economy
sedangkan Negara maju disebut dengan developed market economy. Emerging
market economy (EME) didefinisikan negara yang potensi pertumbuhan
ekonominya tinggi, tetapi beresiko politik, ekonomi, dan lain-lain. Negara-negara
tersebut merupakan sekitar 80% dari populasi global, dan mewakili sekitar 20%
dari ekonomi dunia, istilah ini dikemukakan oleh Antoine W. Van Agtmael dari
International Finance Corporation dari Bank Dunia pada tahun 1981.
Sedangkan developed market economy adalah negara dengan ekonomi yang
sangat maju, biasanya dengan sektor jasa yang besar (http://www.learnbonds.com).
dengan dominasi kekuatan pasar yang kuat dan kurang terkorelasi antara satu
dengan yang lainnya dan dengan pasar yang lebih maju.
H4 : terdapat perbedaan praktek perataan laba berdasarkan negara asal perusahaan
yang berada di Indonesia
METODE PENELITIAN
Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan asing dan non
asing yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia serta memiliki tahun fiskal dari
1 Januari sampai 31 Desember. Perusahaan-perusahaan yang dijadikan sampel
adalah perusahaan manufaktur yang telah menyerahkan laporan keuangan
secara lengkap sampai 31 Desember 2011. Periode pengamatan yang akan
dilakukan adalah untuk jangka waktu 5 tahun, yaitu dari Januari 2007 sampai
Desember 2011. Dari 159 perusahaan manufaktur yang terdaftar, terdapat 50
perusahaan yang memenuhi kriteria dan dijadikan sebagai sampel dalam
penelitian ini. Dengan memilih terlebih dahulu perusahaan yang tergolong dalam
developed markets dan jumlah perusahaan yang tergolong dalam developed
markets adalah 25 perusahaan, setelah itu baru memilih perusahaan yang
tergolong dalam emerging markets dengan cara membandingkan jumlah aset
perusahaan developed dan emerging markets yang memiliki jumlah aset yang
hampir sepadan.
15
Tabel 2
Sampel Penelitian
Keterangan Jumlah
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2007-2011 159 Perusahaan manufaktur yang tidak mempublikasikan laporan tahunannya tahun 2007-2011 (25) Perusahaan manufaktur yang asetnya tidak sama antara perusahaan developed markets dan emerging markets (84)
Total sampel penelitian 50
Sumber : Data Sekunder Diolah, 2014
Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari laporan
keuangan tahunan yang diperoleh website perusahaan atau website BEI
(www.idx.co.id). Sampel penelitian ini adalah perusahaan manufaktur di Bursa
Efek Indonesia.
Perataan Laba
perataan laba yang akan diukur menggunakan Indeks Eckel (1981) yang akan
membedakan perusahaan yang melakukan praktek perataan laba atau tidak. Untuk
menghitung Indeks Eckel maka digunakan rumus :
Indeks Perataan Laba = ����
���� ………………………………………………...(3.1)
Dimana :
ΔI = Perubahan laba dalam satu periode
ΔS = Perubahan penjualan dalam satu periode
CV = Koefisien variasi dari variabel, yaitu standar deviasi dibagi nilai yang diharapkan
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa mean dari indek eckel
(0,05) yang menandakan bahwa masih banyak perushaan yang termasuk dalam
developed markets melakukan perataan laba, hal ini berbeda dengan perusahaan
yang termasuk dalam emerging markets yang meannya 1,61 dapat diartikan
bahwa perusahaan tidak melakukan perataan laba atau hanya sedikit yang
melakukan perataan laba. Kepemilikan manajerial untuk perusahaan yang
termasuk dalam developed markets memiliki rata-rata 2% menunjukkan bahwa
agent yang merangkap sebagai prinsipal tidak banyak dan kurang mempengaruhi
dalam laporan keuangan, sedangkan untuk perusahaan yang termasuk dalam
emerging markets memiliki rata-rata 3% ini menandakan bahwa ada pihak agent
yang merangkap sebagai prinsipal yang dapat mempengaruhi laporan keuangan.
22
Kepemilikan institusional memiliki rata-rata 4% untuk perusahaan yang
termasuk dalam developed markets, ini menunjukkan bahwa kepemilikan
institusional kurang mempengaruhi dalam laporan keuangan, sedangkan yang
termasuk emerging markets memiliki rata-rata 8%. Ini menandakan kepemilikan
institusional didalam perusahaan cukup tinggi dan dapat mempengaruhi laporan
keuangan. Sedangkan untuk komposisi dewan komisaris independen memiliki
rata-rata 33% untuk perusahaan yang termasuk developed markets dan untuk
perusahaan yang termasuk emerging markets memiliki rata-rata 37% yang
menandakan dalam penelitian ini perusahaan yang termasuk dalam emerging
markets memiliki komposisi dewan komisaris yang sedikit lebih tinggi
dibandingkan perusahaan yang termasuk dalam developed markets.
Pengujian Data
Uji normalitas
Langkah pertama yang dilakukan dalam pengujian data penelitian ini
adalah melakukan uji normalitas, dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov,
untuk mengetahui normal atau tidaknya data yang digunakan. Dari pengujian
normalitas pada lampiran 2, dapat diketahui bahwa nilai signifikansi dari uji
Kolmogorov-Smirnov menunjukkan kelima variabel berada di bawah nilai alpha
(0,05), yang menunjukkan bahwa data tidak berdistribusi normal. Setelah data
dicoba untuk dinormalkan menggunakan log, ln, sqrt, dan kuadrat tetap masih
23
tidak berdistribusi normal, maka uji yang digunakan adalah uji non-parametrik
berupa uji Mann-Whitney U.
Pengujian Hipotesis
Uji Non-Parametrik 2-Independent Sample Test
Dalam penelitian ini, semua variabel-variabel yang digunakan tidak
berdistribusi normal. Maka untuk menguji perbedaan praktek perataan laba yang
dilihat dari good corporate governance dan negara asal perusahaan menggunakan
uji non-parametrik berupa uji Mann-Whitney U.
Tabel 5
Hasil Pengujian Hipotesis
Variabel Asymp. Sig. (2-tailed) (Mann-
Whitney U Test)
GCG
Kep. Manajerial 0,33
Kep. Institusional 0,11
Komposisi Dewan Komisaris independen
0,04
Negara Asal Perusahaan yang berada di Indonesia
Negara Asal Perusahaan
0,75
Sumber : Data Sekunder Diolah, 2014
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney Test yang dapat dilihat pada tabel 4
dapat diketahui bahwa signifikansi (sig. (2-Tailed)) untuk variabel kepemilikan
manajerial sebesar 0,33 lebih tinggi dari tingkat alpha sebesar 0,05. Dari hasil
24
tersebut dapat diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan praktek perataan laba
berdasarkan kepemilikan manajerial, dengan demikian H1 ditolak. Hasil pengujian
Mann-Whitney untuk variabel kepemilikan institusional didapatkan hasil
signifikansi (sig. (2-Tailed)) untuk variabel kepemilikan institusional sebesar 0,11
lebih tinggi dari tingkat alpha. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa secara statistik
bahwa tidak terdapat perbedaan praktek perataan laba berdasarkan kepemilikan
institusional maka H2 ditolak.
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney diketahui bahwa (sig. (2-Tailed))
untuk komposisi dewan komisaris independen sebesar 0,04 lebih rendah dari
tingkat alpha sebesar 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
praktek perataan laba berdasarkan komposisi dewan komisaris independen atau H3
diterima. Hasil pengujian Mann-Whitney untuk Negara asal perusahaan dapat
dilihat bahwa signifikansi (sig. (2-Tailed)) untuk Negara asal perusahaaan sebesar
0,75 lebih tinggi dari tingkat alpha yang berarti tidak terdapat perbedaan praktek
perataan laba berdasarkan Negara asal perusahaan atau H4 ditolak.
Pembahasan
Berdasarkan analisis statistik yang dilakukan pada hipotesis untuk
perataan laba dan kepemilikan manajerial, tidak terdapat perbedaan praktek
perataan laba berdasarkan kepemilikan manajerial. Penelitian ini mengindikasikan
bahwa tinggi rendahnya kepemilikan manajerial tidak terhadap tindakan perataan
laba. Hal ini menandakan bahwa dengan adanya kepemilikan manajerial tidak
serta merta menunjukkan insentif manajemen untuk melakukan praktek perataan
25
laba karena hal tersebut mungkin dapat membahayakan perusahaan dalam jangka
panjang (Aji dan Mita, 2010). Hal ini dikarenakan pemengang saham luar akan
memberikan tekanan kepada pihak manajemen untuk melaporkan laporan
keuangan yang memiliki laba walaupun perusahaan tidak memiliki laba.
Untuk variabel kepemilikan institusional menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan praktek perataan laba berdasarkan kepemilikan intitusional.
Hal ini dikarenakan bahwa kepemilikan institusional akan membuat manajer
merasa terikat untuk memenuhi target laba dari para investor, sehingga mereka
akan tetap cenderung terlibat dalam tindakan manipulasi laba (Cornett et. al,
2006). Mengakibatkan manajer terpaksa melakukan tindakan manipulasi laporan
keuangan dengan melakukan tindakan earnings management, salah satunya
adalah perataan laba (income smoothing).
Sedangkan untuk variabel komposisi dewan komisaris independen
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan praktek perataan laba berdasarkan dewan
komisaris. Hal ini dapat dijelaskan bahwa tinggi rendahnya komposisi dewan
komisaris independen menjadi faktor penentu utama dari efektivitas pengawasan
dan efektivitas mekanisme pengendalian terhadap manajemen perusahaan dalam
mengurangi tindakan manipulasi laporan keuangan salah satunya perataan laba.
Karena perusahaan yang memiliki komposisi dewan komisaris independen yang
tinggi akan lebih efektif dalam hal pengawasan dan pengendalian dalam
perusahaan tersebut. Hasil penelitian Klein (2002), Pratana dan Mas’ud (2003),
dan Xie, Biao, Wallace dan Peter (2003) memberikan simpulan bahwa perusahaan
26
yang memiliki proporsi anggota dewan komisaris yang berasal dari luar
perusahaan atau outside director dapat mempengaruhi tindakan manajemen laba.
Dari hasil uji statistik untuk variabel Negara asal perusahan menunjukan
bahwa tidak terdapat perbedaan praktek perataan laba berdasarkan negara asal
perusahaan. Dalam hal ini Negara asal perusahaan tidak dapat dijadikan acuan
bahwa perusahaan yang termasuk dalam emerging markets selalu melakukan
perataan laba. Perataan laba digunakan untuk menstabilkan laba perusahaan dalam
laporan keuangan agar laba tidak terlalu fluktuatif. Penelitian ini tidak selaras
dengan yang di kemukakan Yusuf dan Soraya (2004) Negara asal perusahaan
masuk sebagai variabel karena dapat mempengaruhi laporan keuangan.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian ini menunjukkan untuk variabel
GCG yaitu kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional tidak terdapat
perbedaan praktek perataan laba, hanya komposisi dewan komisaris independen
yang terdapat perbedaan praktek perataan laba, sedangkan untuk variabel negara
asal perusahaan tidak terdapat perbedaan praktek perataan laba.
27
Saran
Berdasarkan hasil analisis, pembahasan dan kesimpulan yang telah dibahas
sebelumnya, saran yang dapat disampaikan adalah jika investor dalam
berinvestasi ingin menghindari perataan laba sebaiknya memilih perusahaan yang
memiliki komposisi dewan komisaris independen yang tinggi, karena komposisi
dewan komisaris independen yang tinggi cenderung tidak melakukan perataan
laba.
Keterbatasan Penelitian dan Saran Penelitian Mendatang
Dalam penelitian ini hanya meneliti tentang good corporate governance
(GCG) dan negara asal perusahaan. Padahal dalam pratek perataan laba sering
dilakukan oleh pihak manajerial hal ini bertujuan untuk menstabilkan laba bila
manajerial berhasil menstabilkan laba pada laporan keuangan maka manajerial
mendapatkan reward (penghargaan) dari perusahaan hal ini yang mendorong
manajerial melakukan praktek perataan laba. Untuk penelitian yang mendatang
sebaiknya menambahkan sistem reward sebagai salah satu variabel perataan laba.
28
DAFTAR PUSTAKA
Aji, Dhamar Yudho dan Mita, Aria Farah., 2010, ”Pengaruh Profitabilitas, Risiko Keuangan, Nilai Perusahaan, dan Struktur Kepemilikan Terhadap Praktek Perataan Laba : Studi Empiris Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI”, SNA XIII, Purwokerto.
Assih, Prihat dan M. Gudono., 2000, ”Hubungan Tindakan Perataan Laba dengan Reaksi Pasar atas Pengumuman Informasi Laba Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 3(1), Januari.
Barnhart dan Rosenstein., 1998, “Board Composition Managerial Owmership and Firm Performance An Emperical Analysis”, Journal of Accounting Research Fall.
Beiner. S., W. Drobetz, F. Schmid dan H. Zimmermann (2003). Is Board zise An Independent Corporate Governance Mechanism?. http://www.wwz.unibaz.ch/cofi/publications/papers/2003/06.03.pdf.
Belkaouli, Ahmed Riahi, 2000, Accounting Theory, Edisi Kelima, Jakarta : Salemba Empat.
Black, Bernard S, H. Jang, dan W. Kim., 2003, ”Does Corporate Governance affect Firm Value? Evidence from Korea”, http://papers. ssrn.com.
Cornett M. M, J. Marcuss, Saunders dan Tehranian H., (2006). Earnings Management, Corporate Governance, and True Financial Performance. http://papers.ssrn.com.
Divecha, A.B., Drach, I., dan Stefec, D. 1992. “Emerging markets:a quantitative perspective”. Journal of Portfolio Management. 19, 41–45.
Eckel, N., “The Income Smoothing Hypothesis Revisited”, Juni, 1981.
Endri., 2010, “Keterkaitan Pasar Saham Berkembang dan Maju : Implikasi Diversifikasi Portofolio Internasional”, Jurnal Ekonomi Bisnis No.2 Vol. 15.
Gideon SB Boediono. (2005). “Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governace dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis Jalur”. Simposium Nasional Akuntansi VIII, IAI, 2005.
29
Herawaty, Vinola., 2008, “Peran Praktek Corporate Governance Sebagai Moderating Variable dari Pengaruh Earnings Management Terhadap Nilai Perusahaan”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan.
Hitt, Michael A; M Tina Dacin; Edward Levitas; Jean-Luc Arregle dan Anca Borza., 2000, “Patner Selection in Emerging and Developed Market Contexts : Resource-Based and Organizational Learning Perspectives”, Academy of Management Journal.
Istanti, Sri Layla Wahyu. 2009. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Sukarela Modal Intelektual (Studi Empiris Pada Perusahaan Non Keuangan Yang Listing di BEI). Tesis Program Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
Jensen, Michael C, & W, H Meckling., 1976, “Theory of The Firm : Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure”, Journal of Financial Economics, 3, 305-360.
Johnson, Simon; P. Boons; A. Breach; dan E. Friedman., 2000, “Corporate Governance in Asian Financial Crisis”, Journal of Financial Economics, 58, 141-186.
Kaihatu, Thomas. S., 2006, “Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia”, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 8.
Kawakatsu, H. dan Morey, M.R. 1999, “Financial liberalization and stock market efficiency: an empirical examination of nine emerging market countries”. Journal of Multinational Financial Management. 9: 353-371.
Klein, April. 2002, “Audit Committee, Board Of Director Characteristics and Earnings Management”. Journal of Accounting and Economics, Vol.33. No.3. August.
Koch, Bruce S., “Income Smoothing An Experiment, The Accounting Review”, Vol. LVI, No. 3, Juli 1981, hal. 574-586.
Komite Nasional Kebijakan Governance, (2004). Pedoman Tentang Komisaris Independen. http://www.governance-indonesia.or.id/main.htm.
Kusumawati, Dwi Novi., 2007, “Profitability and Corporate Governance Disclosure : an Indonesian Study”, Jurnal Riset Akuntansi, Vol. 10, No. 2, hal. 131-146.
Mursalim., 2005, “Income Smoothing dan Motivasi Investor : Studi Empiris pada Investor di BEJ”, SNA VIII, Solo, September, hal. 195-206.
Pedersen, T., & Thomsen, S, 1997, “European patterns of corporate ownership: A 12-country study”. Journal of International Business Studies, 28: 759-778.
Permanasari, Wien Ika. 2010. Pengaruh Kepemilikan Manajemen, Kepemilikan Institusional, dan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan. Skripsi. Program S1 Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang.
Pratana, Puspa Midiastuty dan Mas’ud, Mahfoedz. 2003, “Analisis Hubungan Mekanisme Corporate Governance dan Indikasi Manajemen Laba”. Simposium Nasional Akuntansi VI.
Purwandari, Arum dan Purwanto, Agus., 2012, “Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Kepemilikan Publik dan Status Terhadap Pengungkapan Laporan Keuangan Pada Perusahaan Manufaktur di Indonesia”, Diponegoro Journal of Accounting, Vol. 1, No. 2, hal. 1-10.
Roos, Johan., Roos, Goran., Edvinsson, Leif., dan Dragonetti, Nicola. C. 2002. Intellectual Capital: Navigating the new business landscape. Macmillan Press Ltd.
Sukamulja, Sukmawati., 2004, “Good Corporate Governance di Sektor keuangan : Dampak GCG terhadap Kinerja Perusahaan (Kasus di Bursa Efek Jakarta)”, BENEFIT, Vol.8, No.1. Juni : 1-25.
Suwito, Edy dan Herawaty, Arleen., 2005, “Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Tindakan Perataan Laba yang dilakukan oleh Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”, SNA VIII, Solo, September, hal. 136-146.
Tangkilisan, Hessel Nogi S, 2003, “Mengelola Kredit Berbasis Good Corporate Governance”, Penerbit Balairung & Co, Yogyakarta.
Xie, Biao., Wallace N. Davidson and Peter J. Dadalt, 2003. “Earning Management and Corporate Governance: The Roles Of The Board and The Audit Committee”. Journal of Corporate Finance, Vol.9.
Yusuf, Muhammad dan Soraya., 2004, “ Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba pada Perusahaan Asing dan Non Asing di Indonesia”, JAAI, Vol. 8, No. 1, Juni, hal. 99-125.