Top Banner
PERBEDAAN PERILAKU ASERTIF DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, USIA, DAN JENIS KELAMIN PADA SISWA SMA NEGERI 3 SALATIGA DAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UKSW SALATIGA OLEH MARGARETA M. VANTIKA W. 80 2011 045 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
39

Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

Mar 22, 2022

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

PERBEDAAN PERILAKU ASERTIF DITINJAU DARI TINGKAT

PENDIDIKAN, USIA, DAN JENIS KELAMIN PADA SISWA

SMA NEGERI 3 SALATIGA DAN MAHASISWA

FAKULTAS PSIKOLOGI UKSW SALATIGA

OLEH

MARGARETA M. VANTIKA W.

80 2011 045

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk

Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2015

Page 2: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...
Page 3: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...
Page 4: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...
Page 5: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...
Page 6: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...
Page 7: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

PERBEDAAN PERILAKU ASERTIF DITINJAU DARI TINGKAT

PENDIDIKAN, USIA, DAN JENIS KELAMIN PADA SISWA SMA NEGERI 3

SALATIGA DAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UKSW SALATIGA

Margareta M. Vantika W.

Chr. Hari Soetjiningsih

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2015

Page 8: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

i

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan perilaku asertif ditinjau dari

tingkat pendidikan, usia, dan jenis kelamin pada siswa SMA Negeri 3 Salatiga dan

mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW Salatiga. Partisipan penelitian ini adalah 286

siswa SMA Negeri 3 Salatiga dan mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW Salatiga.

Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik proportionate stratified random

sampling. Alat ukur yang digunakan adalah Rathus Assertiveness Schedule (RAS).

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif komparatif dengan Mann-Whitney U-

Test (uji-u). Terdapat tiga hasil dari penelitian ini yaitu ada perbedaan signifikan

perilaku asertif ditinjau dari tingkat pendidikan dengan signifikansi 0,000 (p < 0,05),

ada perbedaan signifikan perilaku asertif ditinjau dari usia dengan signifikansi 0,004 (p

< 0,05), dan tidak ada perbedaan signifikan perilaku asertif ditinjau dari jenis kelamin

dengan signifikansi 0,485 (p > 0,05).

Kata Kunci : Perilaku asertif, tingkat pendidikan, usia, jenis kelamin.

Page 9: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

ii

Abstact

The purpose of this study to difference of assertive behavior from education levels, age,

and gender at SMA Negeri 3 Salatiga and Fakultas Psikologi UKSW Salatiga.

Participant of this research are 286 of SMA Negeri 3 Salatiga and Fakultas Psikologi

UKSW Salatiga. Intake technique of sample use sampling random stratified

proportionate technique. Instrument measure using Rathus Assertiveness Schedule

(RAS). This research use quantitative comparative method with Mann-Whitney U-Test

(uji-u). There are three result from this research that is there is a significant difference of

assertive behavior evaluated from education levels with significancy 0,000 (p < 0,05),

there is a significant difference of assertive behavior evaluated from age with

significancy 0,004 (p < 0,05), and there is no significant difference of assertive behavior

evaluated from gender with significancy 0,485 (p > 0,05).

Keywords : Assertive behavior, education levels, age, gender.

Page 10: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

1

PENDAHULUAN

Sekolah merupakan bagian dari pendidikan yang turut berperan dalam

mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi tantangan ke depan agar mampu

membangun dirinya dalam berinteraksi dengan orang lain. Tak hanya memperoleh ilmu

pengetahuan, namun siswa juga memperoleh pendidikan karakter, pengalaman, dan

ketrampilan sehingga diharapkan agar siswa dapat mengembangkan seluruh kecakapan

dan kemampuannya. Sekolah merupakan rumah kedua bagi siswa karena mereka

menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah dengan berinteraksi dan

bersosialisasi dengan teman sebayanya.

Setiap siswa akan mengalami kenaikan dalam tingkat pendidikannya dari

pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Dengan begitu, semakin bertambahnya atau

naiknya tingkat pendidikan maka diharapkan siswa dapat lebih banyak mempelajari hal

baru dan mempersiapkan dirinya agar mampu menjadi pribadi yang berkembang

sehingga nantinya dapat mencapai apa yang diinginkannya. Khususnya bagi siswa pada

usia remaja yang akan mempersiapkan diri memasuki usia dewasa di mana ia akan

dihadapkan pada tantangan baru yang mengharuskan untuk hidup mandiri dan

bereksplorasi dengan dunia barunya. Menurut Hurlock (1999), batasan usia remaja yaitu

13-17 tahun, di mana masa remaja awal berusia 13-15 tahun dan masa remaja akhir dari

usia 15-17 tahun, sedangkan masa dewasa dini pada usia antara 18-25 tahun.

Salah satu perilaku yang harus dimiliki remaja yaitu perilaku asertif. Asertif

merupakan kemampuan yang sangat penting untuk remaja dalam mengembangkan

hubungan yang sehat dengan teman sebaya, orang tua, pengajar, dan semua relasi sosial.

Ketika remaja menggunakan kemampuan asertifnya dalam lingkup sosial, pendidikan,

Page 11: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

2

dan hidup personal maka mereka mempertinggi kemungkinan dalam meraih hasil

kesuksesan (Mahmoud & Hamid, 2013). Elliot dan Gramling (dalam Eskin, 2003)

menyatakan bahwa jika siswa memiliki perilaku lebih asertif maka ia lebih mampu

dalam hubungan sosial dan jarang memiliki gejala depresi ketika mengalami stres

daripada remaja yang kurang asertif. Poyrazli, Arbona, dan Nora (dalam Larijani,

Aghajani, Baheiraei, & Neiestanak, 2010) mengatakan bahwa ketidakasertivan pada

siswa menjadi rintangan dalam hubungan dengan pengajar, penasehat, dan teman

sekelasnya. Begitu juga dengan penelitian Goldsmith dan Mc Fall (dalam Larijani et

al.), pada 40% kasus asertivitas rendah pada siswa dapat menunjukkan

ketidakmampuan pembelajaran dan menurunnya ketangkasan, di mana siswa dengan

tingkat asertif tinggi lebih mampu mengatasi masalah dan tidak merasa kesepian. Oleh

karena itu, penting bagi siswa dapat berperilaku asertif untuk mempersiapkan diri

sebagai generasi mendatang agar kelak dapat lebih efektif dalam karirnya.

Rathus dan Nevid (dalam Anindyajati & Karima, 2004) mengemukakan bahwa

semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin luas wawasan berpikirnya

sehingga kemampuan untuk mengembangkan diri lebih terbuka. Perilaku asertif

diharapkan dapat berkembang dengan naiknya tingkat pendidikan siswa. Dari hasil

penelitian Lee, Hallberg, dan Slemon (1985) pada siswa sekolah dasar dan sekolah

menengah didapatkan hasil bahwa asertivitas meningkat dari kelas 6 ke kelas 8, dari

kelas 8 ke kelas 10, dan dari kelas 10 ke kelas 12. Dengan kata lain, semakin

bertambahnya tingkat kelas maka asertivitas semakin tinggi. Di sisi lain didapatkan pula

hasil bahwa mahasiswa tingkat 5 cenderung lebih asertif dibandingkan tingkat

perkuliahan yang lain (Rosita, 2007). Hal ini disebabkan karena mahasiswa tingkat 5

sudah tahu banyak hal dan memiliki wawasan mengenai cara-cara bagaimana bersikap

Page 12: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

3

ketika berinteraksi dengan pihak lain supaya tujuan yang dikehendaki tercapai, sehingga

mahasiswa tingkat 5 cenderung memilih berperilaku asertif. Berbeda dengan hasil

penelitian Erbay dan Akcay (2013) yang menemukan bahwa siswa kelas 4 memiliki

tingkat asertivitas yang kurang dibandingkan siswa kelas 1.

Kenaikan tingkat pendidikan akan selalu diikuti dengan bertambahnya usia

seseorang. Dalam penelitian sebelumnya ditemukan bahwa usia berhubungan dengan

perilaku asertif seseorang. Siswa yang lebih tua mendeskripsikan dirinya lebih mampu

merespon. Dengan bertambahnya usia, individu belajar kemampuan interpersonal

beriringan dengan meningkatnya perasaan percaya diri dalam situasi interpersonal.

Dengan keyakinan diri yang dimiliki individu maka akan membuatnya berespon lebih

asertif dalam berinteraksi dengan orang lain (Eskin, 2003). Berdasarkan penelitian

Eskin pada siswa sekolah menengah atas didapatkan hasil bahwa siswa yang lebih tua

lebih asertif daripada siswa yang lebih muda. Penelitian lain oleh Kimble, Marsh, dan

Kiska (dalam Eskin) pada mahasiswa ditemukan bahwa mahasiswa yang lebih tua lebih

asertif daripada mahasiswa yang lebih muda. Selain itu Larijani, et al. (2010)

melakukan penelitian pada mahasiswa keperawatan dan ditemukan bahwa asertivitas

berhubungan dengan usia. Ini terlihat bahwa dengan bertambahnya usia, siswa belajar

kemampuan berinteraksi dan mampu bertindak lebih asertif. Begitu juga dengan

Pardeck, Anderson, Gianino, Miller, Mothershead, dan Smith (dalam Larijani, et al.)

bahwa asertivitas berhubungan dengan usia. Selain itu, penelitian Kilkus (1993)

didapatkan hasil bahwa perawat yang lebih tua kurang asertif daripada kelompok

perawat yang lebih muda. Namun berbeda dengan hasil penelitian Erbay dan Akcay

(2013) di mana tidak adanya hubungan antara usia dengan asertivitas pada mahasiswa.

Page 13: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

4

Selain usia, perilaku asertif juga dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin. Costa,

Terracciano, dan McCrae (2001) menjelaskan bahwa pembedaan jenis kelamin secara

universal dipelajari dari peran gender. Misalnya, laki-laki dalam setiap budaya nampak

lebih kuat fisiknya daripada perempuan. Laki-laki secara umum berperan sebagai

pemimpin dan dari perannya tersebut memungkinkan laki-laki dapat belajar lebih asertif

daripada perempuan. Dalam penelitian Erbay dan Akcay (2013) pada mahasiswa di

Turki ditemukan bahwa laki-laki lebih asertif daripada perempuan. Demikian juga

penelitian Rosita (2007), Bourke (2002), Costa, et al., Mueen, Khurshid, dan Hassan

(2006), Adejumo (1981), dan Feingold (dalam Costa, et al.) dari hasil penelitian

menunjukkan laki-laki lebih asertif daripada perempuan. Selain itu, Thompson dan

Klopf; Hollandsworth dan Wall (dalam Amat, Mahmud, & Salleh, 2012), Chandler,

Cook, dan Dugovics; Kimble et al.; Nesbitt (dalam Eskin, 2003), serta Arslan, Akca,

dan Baser (2013) juga menemukan bahwa siswa laki-laki lebih asertif daripada

perempuan. Berbeda dengan hasil penelitian Amat, et al. yang menemukan bahwa siswa

perempuan lebih asertif daripada laki-laki. Hal ini dapat terjadi karena saat ini

perempuan mempunyai pendidikan dan kesempatan yang sama dalam berbagai aspek

layaknya laki-laki. Demikian juga penelitian Stebbins, Kelly, Tolor, dan Power (1977)

pada mahasiswa ditemukan hasil laki-laki kurang asertif dibandingkan dengan

perempuan. Bertentangan dengan penelitian Fukuyama dan Greenfield (dalam Amat, et

al.), Kilkus (1993), Zane, Sue, Hu, dan Kwon (1991), Arigbabu, Oladipo, dan Gabriel

(2011), serta Connor, Dann, dan Twentyman (1982) bahwa tidak ada perbedaan

perilaku asertif berdasarkan jenis kelamin. Begitu juga dalam penelitian Eskin (2003)

ditemukan bahwa tidak ada perbedaan perilaku asertif antara remaja laki-laki dan

perempuan di mana penelitian ini dilakukan di Swedia.

Page 14: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

5

Peneliti akan melakukan penelitian pada siswa sekolah menengah atas yang

sedang dalam masa remaja dan pada mahasiswa perguruan tinggi yang sedang dalam

masa peralihan ke masa dewasa dini. Menurut Hurlock (1999), masa remaja merupakan

masa persiapan untuk menghadapi masa dewasa, sedangkan masa dewasa merupakan

periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial

baru. Remaja dalam hal ini siswa yang sedang menempuh pendidikan di bangku sekolah

menengah atas akan memasuki masa dewasa dengan melanjutkan ke perguruan tinggi

atau pilihan karier lainnya. Mereka akan menghadapi situasi baru, relasi baru,

lingkungan baru, dan tentunya perlu untuk menyesuaikan diri. Oleh karena itu, penting

bagi remaja sudah dapat berperilaku asertif. Begitu juga pada mahasiswa yang sedang

dalam peralihan ke masa dewasa diharapkan sudah dapat berperilaku asertif untuk

persiapan kariernya dan bekerja kelak.

Namun pada kenyataannya tidak semua siswa dan mahasiswa dapat berperilaku

asertif. Mereka belum dapat mengutarakan apa yang ada dalam dirinya, belum berani

dalam menyampaikan pendapat, juga kurang terbuka dan berterus terang. Faktor yang

dapat menghambat di antaranya yaitu relasi sosial, kepribadian, dan lingkungan.

Misalnya, transisi dari sekolah menengah atas dan perguruan tinggi, dari sebagai senior

di sekolah menengah atas menjadi anak baru di kampus mengulang fenomena top-dog

di mana individu yang tadinya termasuk dalam kelompok siswa yang paling tua dan

berkuasa menjadi kelompok siswa yang paling muda dan lemah yang sudah terjadi

sebelumnya (Santrock, 2012). Selain itu, dari penelitian-penelitian terdahulu ditemukan

berbagai hasil yang sangat menarik di mana terdapat hasil yang kontradiksi antara

perilaku asertif dengan variabel lain yang akan diteliti yaitu tingkat pendidikan, usia,

Page 15: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

6

dan jenis kelamin. Dengan kata lain, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

perbedaan perilaku asertif ditinjau dari tingkat pendidikan, usia, dan jenis kelamin.

Perilaku Asertif

Rathus (2012) mendefinisikan perilaku asertif yaitu “Assertive behavior

involves the expression of one’s genuine feelings, standing up for one’s legitimate

rights, and refusing unreasonable requests. It means resisting undue social influences,

disobeying arbitrary authority figures, and resisting conformity to arbitrary group

standards” (h. 608). Dari pengertian tersebut dapat diartikan perilaku asertif melibatkan

ekspresi perasaan tulus seseorang, mempertahankan hak-hak pribadi, dan menolak

permintaan yang tidak masuk akal. Ini berarti menolak pengaruh sosial yang tidak

semestinya, tidak mematuhi figur otoritas yang sewenang-wenang, dan menolak

kesamaan dengan standar kelompok.

Aspek-aspek Perilaku Asertif

Rathus dan Nevid (dalam Anindyajati & Karima, 2004) mengungkapkan 10

aspek dari asertivitas yaitu :

a. Bicara asertif

Tingkah laku ini dibagi 2 macam, yaitu rectifying statement

(mengemukakan hak-hak dan berusaha mencapai tujuan tertentu dalam

suatu situasi) dan commendatory statement (memberikan pujian untuk

menghargai orang lain dan memberi umpan balik positif).

b. Kemampuan mengungkapkan perasaan

Mengungkapkan perasaan kepada orang lain dan pengungkapan perasaan

ini dengan suatu tingkat spontanitas yang tidak berlebihan.

Page 16: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

7

c. Menyapa atau memberi salam kepada orang lain

Menyapa atau memberi salam kepada orang-orang yang ingin ditemui,

termasuk orang yang baru dikenal dan membuat suatu pembicaraan.

d. Ketidaksepakatan

Menampilkan cara yang efektif dan jujur untuk menyatakan rasa tidak

setuju.

e. Menanyakan alasan

Menanyakan alasannya bila diminta untuk melakukan sesuatu, tetapi tidak

langsung menyanggupi atau menolak begitu saja.

f. Berbicara mengenai diri sendiri

Membicarakan diri sendiri mengenai pengalaman-pengalaman dengan cara

yang menarik, dan merasa yakin bahwa orang akan lebih berespon

terhadap perilakunya daripada menunjukkan perilaku menjauh atau

menarik diri.

g. Menghargai pujian dari orang lain

Menghargai pujian dari orang lain dengan cara yang sesuai.

h. Menolak untuk menerima begitu saja pendapat orang yang suka berdebat

Mengakhiri percakapan yang bertele-tele dengan orang yang memaksakan

pendapatnya.

i. Menatap lawan bicara

Ketika berbicara atau diajak bicara, menatap lawan bicaranya.

j. Respon melawan rasa takut

Menampilkan perilaku yang biasanya melawan rasa cemas, biasanya

kecemasan sosial.

Page 17: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

8

Perbedaan Perilaku Asertif dan Non Asertif

Alberti dan Emmons (dalam Anindyajati & Karima, 2004) mengemukakan

bahwa seseorang yang bertingkah laku asertif dapat melakukan perbaikan/peningkatan

diri, ekspresif, bisa meraih tujuan yang diinginkannya, pilihan untuk diri sendiri, dan

merasa nyaman dengan dirinya. Sedangkan seseorang dengan tingkah laku non asertif

yaitu melakukan penyangkalan diri, kecenderungan menahan, tidak meraih tujuan-

tujuan yang diinginkannya, pilihan dari orang lain, tidak tegas, cemas, dan memandang

rendah diri sendiri.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Perkembangan Perilaku Asertif

Menurut Rathus dan Nevid (dalam Anindyajati & Karima, 2004), faktor-faktor

yang memengaruhi perkembangan perilaku asertif antara lain :

a. Jenis kelamin

Wanita pada umumnya lebih sulit bertingkah laku asertif seperti

mengungkapkan perasaan dan pikiran dibandingkan dengan laki-laki.

Wanita diharapkan lebih banyak menurut dan tidak boleh mengungkapkan

perasaannya bila dibandingkan dengan laki-laki, artinya pengkondisian

budaya untuk wanita cenderung membuat wanita menjadi lebih sulit

mengembangkan asertivitasnya.

b. Harga diri

Harga diri seseorang turut memengaruhi kemampuan seseorang untuk

melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Orang yang memiliki

harga diri yang tinggi, memiliki kekhawatiran sosial yang rendah sehingga

Page 18: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

9

ia mampu mengungkapkan pendapat dan perasaannya tanpa merugikan

dirinya maupun orang lain.

c. Kebudayaan

Tuntutan lingkungan menentukan batasan-batasan perilaku masing-masing

anggota masyarakat sesuai dengan umur, jenis kelamin, dan status sosial

seseorang.

d. Tingkat pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan individu maka semakin luas wawasan

berpikirnya sehingga kemampuan untuk mengembangkan diri lebih

terbuka.

e. Situasi-situasi tertentu di sekitarnya

Kondisi dan situasi dalam arti luas, misalnya posisi kerja antara bawahan

terhadap atasannya, ketakutan yang tidak perlu (takut dinilai kurang

mampu), situasi-situasi seperti kekhawatiran mengganggu dalam keadaan

konflik.

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan

tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang

dikembangkan (Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, 2003).

Dalam penelitian ini menggunakan tingkat pendidikan SMA di SMA Negeri 3

Salatiga dan tingkat pendidikan perguruan tinggi di Fakultas Psikologi UKSW Salatiga.

Page 19: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

10

Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau dari Tingkat Pendidikan, Usia, dan Jenis

Kelamin

a. Tingkat Pendidikan

Dalam konteks pendidikan, Althen (dalam Amat, et al., 2012) menyatakan

bahwa siswa yang asertif lebih bisa membangun hubungan positif dengan

pengajar dan teman sebayanya dan dengan demikian dapat menghasilkan

penyesuaian diri yang baik. Poyrazli et al. (dalam Amat, et al.) menyatakan

bahwa siswa yang lebih asertif lebih berpartisipasi dalam diskusi dan mencari

pertolongan ketika menghadapi kesulitan akademik. Selain itu Nelson dan

Nelson (2003) menemukan bahwa perilaku asertif meningkatkan prestasi

akademik dalam institusi pendidikan yang lebih tinggi. Dari pernyataan-

pernyataan tersebut dapat terlihat bahwa perilaku asertif penting dimiliki setiap

siswa dalam konteks pendidikan dan hubungan dengan orang lain. Khususnya

bagi siswa sekolah menengah atas dan perguruan tinggi di mana mereka berada

pada masa remaja dan dalam persiapan memasuki masa dewasa. Mereka harus

mempersiapkan diri untuk tantangan selanjutnya sebagai orang dewasa sehingga

penting untuk berperilaku asertif. Perilaku asertif ini sangat penting untuk

menghadapi tantangan global yang semakin maju dan berkembang.

b. Usia

Naiknya tingkat pendidikan seseorang dapat menambah pengetahuan dan

wawasan yang semakin luas. Dalam penelitian sebelumnya disebutkan tingkat

pendidikan berhubungan dengan perilaku asertif seseorang karena adanya

pertambahan usia dan wawasan seseorang. Dengan bertambahnya usia siswa

akan menambah kemampuan untuk menunjukkan apa yang ingin diekspresikan,

Page 20: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

11

apa yang dirasakan, menghormati perasaan dan hak orang lain merupakan inti

dari perilaku interpersonal dan kunci dari berhubungan dengan orang lain

(Mahmoud & Hamid, 2013).

c. Jenis Kelamin

Perilaku asertif ini tidak memandang dari jenis kelamin seseorang. Bukan hanya

laki-laki saja yang dapat berperilaku asertif dikarenakan tuntutan peran gender

yang dimilikinya, namun perempuan juga harus dapat bersikap asertif. Remaja

yang asertif akan mempunyai lebih banyak teman dan diperhatikan oleh teman-

teman dan keluarganya seperti dukungan daripada mereka yang tidak asertif

(Eskin, 2003). Oleh karena itu, perilaku asertif ini sangat penting dimiliki setiap

individu. Perilaku ini tidak muncul begitu saja dan bukan bawaan dari lahir

sehingga butuh proses belajar dan latihan. Dengan dapat berperilaku asertif

maka individu akan mampu menghadapi tantangan ke depan, berkomunikasi

dengan orang lain, menjalin hubungan interpersonal, dan terlebih untuk dirinya

sendiri agar dapat terbuka dan jujur dengan apa yang dirasakan atau dipikirkan.

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan landasan teori yang telah dikemukakan

di atas, maka dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai jawaban sementara

terhadap permasalahan yang telah dikemukakan. Dikarenakan peneliti belum dapat

menyimpulkan atau menentukan arah dari hasil penelitian, oleh karena itu hipotesis

yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

a. Ada perbedaan signifikan perilaku asertif ditinjau dari tingkat pendidikan pada

siswa SMA Negeri 3 Salatiga dan mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW

Salatiga.

Page 21: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

12

b. Ada perbedaan signifikan perilaku asertif ditinjau dari usia pada siswa SMA

Negeri 3 Salatiga dan mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW Salatiga.

c. Ada perbedaan signifikan perilaku asertif ditinjau dari jenis kelamin pada siswa

SMA Negeri 3 Salatiga dan mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW Salatiga.

METODE PENELITIAN

Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif komparatif yang bersifat

membandingkan keberadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih sampel yang

berbeda (Sugiyono, 2013). Model komparasinya yaitu sampel yang tidak berkorelasi

atau disebut dengan sampel independen. Dalam penelitian ini variabel yang ingin

diketahui adalah perbedaan perilaku asertif ditinjau dari tingkat pendidikan, usia, dan

jenis kelamin pada siswa SMA Negeri 3 Salatiga dan mahasiswa Fakultas Psikologi

UKSW Salatiga.

Partisipan

Partisipan dalam penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 3 Salatiga kelas X, XI,

XII berjumlah 1.029 siswa dan mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW Salatiga angkatan

2014, 2013, 2012, 2011 berjumlah 586 mahasiswa, sehingga total keseluruhan yaitu

1.615 siswa dan mahasiswa. Partisipan meliputi siswa dan mahasiswa laki-laki maupun

perempuan dengan rentang usia 14-24 tahun.

Page 22: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

13

Prosedur Sampling

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

proportionate stratified random sampling yaitu di mana populasinya mempunyai

anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional (Sugiyono, 2013).

Alasan menggunakan teknik ini karena sampel yang diambil meliputi strata pendidikan

yaitu dari SMA Negeri 3 Salatiga kelas X, XI, XII dan mahasiswa Fakultas Psikologi

UKSW Salatiga angkatan 2014, 2013, 2012, 2011.

Tabel 1.

Jumlah Populasi

SMA Negeri 3 Salatiga Fakultas Psikologi UKSW Salatiga

Total Kelas

X

Kelas

XI

Kelas

XII

Angkatan

2014

Angkatan

2013

Angkatan

2012

Angkatan

2011

334 344 351 203 159 119 105 1.615

Penentuan ukuran sampel yang diambil dari populasi berstrata dengan tingkat

kesalahan 5% menggunakan rumus perhitungan dari Isaac dan Michael (Sugiyono,

2013), yaitu :

a. SMA Negeri 3 Salatiga

Kelas X : 334/1.615 x 286 = 59,2 = 59

Kelas XI : 344/1.615 x 286 = 60,9 = 61

Kelas XII : 351/1.615 x 286 = 62,2 = 62

b. Fakultas Psikologi UKSW Salatiga

Angkatan 2014 : 203/1.615 x 286 = 18,6 = 36

Angkatan 2013 : 159/1.615 x 286 = 21,1 = 28

Angkatan 2013 : 119/1.615 x 286 = 28,2 = 21

Angkatan 2011 : 105/1.615 x 286 = 35,9 = 19

Page 23: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

14

Jadi, jumlah sampelnya yaitu 59 + 61 + 62 + 36 + 28 + 21 + 19 = 286.

Alat Ukur Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa skala psikologi. Alat ukur

yang digunakan yaitu Rathus Assertiveness Schedule (RAS) oleh Rathus (1973). Skala

ini menggunakan aspek-aspek asertivitas menurut Rathus dan Nevid (dalam Anindyajati

& Karima, 2004) yaitu bicara asertif, kemampuan mengungkapkan perasaan, menyapa

atau memberi salam kepada orang lain, ketidaksepakatan, menanyakan alasan, berbicara

mengenai diri sendiri, menghargai pujian dari orang lain, menolak untuk menerima

begitu saja pendapat orang yang suka berdebat, menatap lawan bicara, dan respon

melawan rasa takut.

Skala ini menggunakan model Likert yang terdiri dari 5 pilihan jawaban yaitu

Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Dapat Menentukan dengan Pasti (TP), Tidak

Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala ini berjumlah 30 aitem di mana

terdapat 13 aitem favorable dan 17 aitem unfavorable. Pemberian skor pada aitem

favorable yaitu Sangat Sesuai (SS) diberi skor 4, Sesuai (S) diberi skor 3, Tidak Dapat

Menentukan dengan Pasti (TP) diberi skor 2, Tidak Sesuai (TS) diberi skor 1, dan

Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi skor 0. Sebaliknya, pemberian skor pada aitem

unfavorable yaitu Sangat Sesuai (SS) diberi skor 0, Sesuai (S) diberi skor 1, Tidak

Dapat Menentukan dengan Pasti (TP) diberi skor 2, Tidak Sesuai (TS) diberi skor 3, dan

Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi skor 4.

Dilakukan uji daya diskriminasi aitem pada skala perilaku asertif. Kriteria

pemilihan aitem menggunakan batasan 0,30 namun apabila jumlah aitem yang lolos

tidak mencukupi jumlah yang diinginkan, maka dapat dipertimbangkan untuk

Page 24: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

15

menurunkan sedikit batas kriterianya yaitu menjadi 0,25 (Azwar, 2012). Peneliti

menggunakan batasan 0,25 dikarenakan banyaknya aitem dan adanya indikator yang

gugur jika menggunakan batasan 0,30. Dari hasil dua kali uji daya diskriminasi aitem

pada 30 aitem skala perilaku asertif, terdapat 5 aitem gugur sehingga 25 aitem yang

layak digunakan. Dari uji reliabilitas Alpha Cronbach didapatkan hasil 0,861. Menurut

Azwar (2012), koefisien reliabilitas semakin tinggi jika mendekati angka 1,00 yang

berarti pengukuran semakin reliabel. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa skala

perilaku asertif ini tergolong reliabel.

Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam pengolahan data penelitian ini

menggunakan sampel independen uji-t untuk melihat perbedaan perilaku asertif ditinjau

dari tingkat pendidikan, usia, dan jenis kelamin pada siswa SMA Negeri 3 Salatiga dan

mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW Salatiga. Syarat uji-t yaitu sebaran data

berdistribusi normal dan varians data homogen, namun apabila syarat tersebut tidak

terpenuhi maka dapat digunakan Mann-Whitney U-Test (uji-u). Pengujian dilakukan

dengan menggunakan bantuan program SPSS 16.0 for windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Deskriptif

Variabel perilaku asertif mempunyai 25 aitem valid dengan pemberian skor

antara 0 sampai 4. Pembagian skor tertinggi dan terendah yaitu :

Skor tertinggi 4 x 25 = 100

Skor terendah 0 x 25 = 0

Page 25: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

16

Dalam penelitian ini akan dibuat sebanyak 5 kategori yaitu sangat tinggi, tinggi,

sedang, rendah, dan sangat rendah. Rumus untuk mencari interval yang digunakan

untuk menentukan kategori tersebut yaitu :

Berdasarkan hasil tersebut dapat ditentukan kategori sebagai berikut :

Sangat Tinggi 80 ≤ x ≤ 100

Tinggi 60 ≤ x < 80

Sedang 40 ≤ x < 60

Rendah 20 ≤ x < 40

Sangat Rendah 0 ≤ x < 20

a. Tingkat Pendidikan

Tabel 2.

Kriteria Perilaku Asertif SMA Negeri 3 Salatiga

No. Interval Kategori Mean SD Frekuensi %

1. 80 ≤ x ≤ 100 Sangat Tinggi 2 1,1

2. 60 ≤ x < 80 Tinggi 38 20,9

3. 40 ≤ x < 60 Sedang 49,33 13,825 109 59,9

4. 20 ≤ x < 40 Rendah 24 13,2

5. 0 ≤ x < 20 Sangat Rendah 9 4,9

Jumlah 182 100

Min = 0 Max = 81

Page 26: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

17

Berdasarkan perhitungan data keseluruhan perilaku asertif pada siswa SMA

Negeri 3 Salatiga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 81. Dari tabel di atas

diketahui bahwa kategori sangat tinggi sebesar 1,1% dengan frekuensi 2, tinggi 20,9%

dengan frekuensi 38, sedang 59,9% dengan frekuensi 109, rendah 13,2% dengan

frekuensi 24, dan sangat rendah 4,9% dengan frekuensi 9. Mean (rata-rata) sebesar

49,33 dengan standar deviasi (SD) sebesar 13,825 yang terletak pada kategori sedang.

Hal ini menunjukkan sebagian besar siswa SMA Negeri 3 Salatiga memiliki perilaku

asertif yang sedang.

Tabel 3.

Kriteria Perilaku Asertif Fakultas Psikologi UKSW Salatiga

No. Interval Kategori Mean SD Frekuensi %

1. 80 ≤ x ≤ 100 Sangat Tinggi - -

2. 60 ≤ x < 80 Tinggi 36 34,6

3. 40 ≤ x < 60 Sedang 55,34 8,863 65 62,5

4. 20 ≤ x < 40 Rendah 3 2,9

5. 0 ≤ x < 20 Sangat Rendah - -

Jumlah 104 100

Min = 32 Max = 73

Berdasarkan perhitungan data keseluruhan perilaku asertif pada mahasiswa

Fakultas Psikologi UKSW Salatiga diperoleh skor minimum 32 dan skor maksimum 73.

Dari tabel di atas diketahui bahwa kategori sangat tinggi sebesar 0% dengan frekuensi 0,

tinggi 34,6% dengan frekuensi 36, sedang 62,5% dengan frekuensi 65, rendah 2,9%

dengan frekuensi 3, dan sangat rendah 0% dengan frekuensi 0. Mean (rata-rata) sebesar

55,34 dengan standar deviasi (SD) sebesar 8,863 yang terletak pada kategori sedang.

Hal ini menunjukkan sebagian besar mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW Salatiga

memiliki perilaku asertif yang sedang.

Page 27: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

18

b. Usia

Tabel 4.

Kriteria Perilaku Asertif Remaja

No. Interval Kategori Mean SD Frekuensi %

1. 80 ≤ x ≤ 100 Sangat Tinggi 2 1,3

2. 60 ≤ x < 80 Tinggi 33 20,9

3. 40 ≤ x < 60 Sedang 49,56 14,244 95 60,1

4. 20 ≤ x < 40 Rendah 20 12,7

5. 0 ≤ x < 20 Sangat Rendah 8 5,1

Jumlah 158 100

Min = 0 Max = 81

Berdasarkan perhitungan data keseluruhan perilaku asertif pada remaja diperoleh

skor minimum 0 dan skor maksimum 81. Dari tabel di atas diketahui bahwa kategori

sangat tinggi sebesar 1,3% dengan frekuensi 2, tinggi 20,9% dengan frekuensi 33,

sedang 60,1% dengan frekuensi 95, rendah 12,7% dengan frekuensi 20, dan sangat

rendah 5,1% dengan frekuensi 8. Mean (rata-rata) sebesar 49,56 dengan standar deviasi

(SD) sebesar 14,244 yang terletak pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan sebagian

besar remaja memiliki perilaku asertif yang sedang.

Tabel 5.

Kriteria Perilaku Asertif Dewasa Dini

No. Interval Kategori Mean SD Frekuensi %

1. 80 ≤ x ≤ 100 Sangat Tinggi - -

2. 60 ≤ x < 80 Tinggi 44 34,4

3. 40 ≤ x < 60 Sedang 54,34 10,612 74 57,8

4. 20 ≤ x < 40 Rendah 9 7,0

5. 0 ≤ x < 20 Sangat Rendah 1 0,8

Jumlah 128 100

Min = 10 Max = 73

Page 28: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

19

Berdasarkan perhitungan data keseluruhan perilaku asertif pada dewasa dini

diperoleh skor minimum 10 dan skor maksimum 73. Dari tabel di atas diketahui bahwa

kategori sangat tinggi sebesar 0% dengan frekuensi 0, tinggi 34,4% dengan frekuensi

44, sedang 57,8% dengan frekuensi 74, rendah 7,0% dengan frekuensi 9, dan sangat

rendah 0,8% dengan frekuensi 1. Mean (rata-rata) sebesar 54,34 dengan standar deviasi

(SD) sebesar 10,612 yang terletak pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan sebagian

besar dewasa dini memiliki perilaku asertif yang sedang.

c. Jenis Kelamin

Tabel 6.

Kriteria Perilaku Asertif Perempuan

No. Interval Kategori Mean SD Frekuensi %

1. 80 ≤ x ≤ 100 Sangat Tinggi 2 1,4

2. 60 ≤ x < 80 Tinggi 39 27,3

3. 40 ≤ x < 60 Sedang 51,80 13,374 82 57,3

4. 20 ≤ x < 40 Rendah 13 9,1

5. 0 ≤ x < 20 Sangat Rendah 7 4,9

Jumlah 143 100

Min = 8 Max = 81

Berdasarkan perhitungan data keseluruhan perilaku asertif pada perempuan

diperoleh skor minimum 8 dan skor maksimum 81. Dari tabel di atas diketahui bahwa

kategori sangat tinggi sebesar 1,4% dengan frekuensi 2, tinggi 27,3% dengan frekuensi

39, sedang 57,3% dengan frekuensi 82, rendah 9,1% dengan frekuensi 13, dan sangat

Page 29: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

20

rendah 4,9% dengan frekuensi 7. Mean (rata-rata) sebesar 51,80 dengan standar deviasi

(SD) sebesar 13,374 yang terletak pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan sebagian

besar perempuan memiliki perilaku asertif yang sedang.

Tabel 7.

Kriteria Perilaku Asertif Laki-laki

No. Interval Kategori Mean SD Frekuensi %

1. 80 ≤ x ≤ 100 Sangat Tinggi - -

2. 60 ≤ x < 80 Tinggi 35 24,5

3. 40 ≤ x < 60 Sedang 51,22 11,763 92 64,3

4. 20 ≤ x < 40 Rendah 14 9,8

5. 0 ≤ x < 20 Sangat Rendah 2 1,4

Jumlah 143 100

Min = 0 Max = 74

Berdasarkan perhitungan data keseluruhan perilaku asertif pada laki-laki diperoleh

skor minimum 0 dan skor maksimum 74. Dari tabel di atas diketahui bahwa kategori

sangat tinggi sebesar 0% dengan frekuensi 0, tinggi 24,5% dengan frekuensi 35, sedang

64,3% dengan frekuensi 92, rendah 9,8% dengan frekuensi 14, dan sangat rendah 1,4%

dengan frekuensi 2. Mean (rata-rata) sebesar 51,22 dengan standar deviasi (SD) sebesar

11,763 yang terletak pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan sebagian besar laki-

laki memiliki perilaku asertif yang sedang.

Uji Normalitas

a. Tingkat Pendidikan

Dari hasil uji normalitas perilaku asertif siswa SMA Negeri 3 Salatiga melalui

Kolmogorov-Smirnov diperoleh nilai K-S-Z sebesar 1,855 dengan probabilitas (p) atau

signifikansi sebesar p = 0,02 (p < 0,05), dapat dikatakan bahwa sebaran data tidak

Page 30: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

21

berdistribusi normal. Sedangkan uji normalitas perilaku asertif mahasiswa Fakultas

Psikologi UKSW Salatiga diperoleh nilai K-S-Z sebesar 0,766 dengan probabilitas (p)

atau signifikansi sebesar p = 0,600 (p > 0,05), dapat dikatakan bahwa sebaran data

berdistribusi normal.

b. Usia

Dari hasil uji normalitas perilaku asertif remaja melalui Kolmogorov-Smirnov

diperoleh nilai K-S-Z sebesar 1,758 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar p =

0,04 (p < 0,05), dapat dikatakan bahwa sebaran data tidak berdistribusi normal.

Sedangkan uji normalitas perilaku asertif dewasa dini diperoleh nilai K-S-Z sebesar

0,644 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar p = 0,801 (p > 0,05), dapat

dikatakan bahwa sebaran data berdistribusi normal.

c. Jenis Kelamin

Dari hasil uji normalitas perilaku asertif perempuan melalui Kolmogorov-

Smirnov diperoleh nilai K-S-Z sebesar 1,380 dengan probabilitas (p) atau signifikansi

sebesar p = 0,044 (p < 0,05), dapat dikatakan bahwa sebaran data tidak berdistribusi

normal. Sedangkan uji normalitas perilaku asertif laki-laki diperoleh nilai K-S-Z sebesar

1,427 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar p = 0,034 (p < 0,05), dapat

dikatakan bahwa sebaran data tidak berdistribusi normal.

Uji Homogenitas

a. Tingkat Pendidikan

Hasil uji homogenitas melalui Levene statistic diperoleh nilai pada baris based

on mean, yaitu 7,242 dengan nilai p (signifikansi) sebesar 0,008 di mana p < 0,05 yang

berarti varians data tersebut dapat dikatakan tidak homogen.

Page 31: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

22

b. Usia

Hasil uji homogenitas melalui Levene statistic diperoleh nilai pada baris based

on mean, yaitu 3,835 dengan nilai p (signifikansi) sebesar 0,051 di mana p > 0,05 yang

berarti varians data tersebut dapat dikatakan homogen.

c. Jenis Kelamin

Hasil uji homogenitas melalui Levene statistic diperoleh nilai pada baris based

on mean, yaitu 1,488 dengan nilai p (signifikansi) sebesar 0,223 di mana p > 0,05 yang

berarti varians data tersebut dapat dikatakan homogen.

Uji Hipotesis

Dari hasil uji asumsi menunjukkan bahwa adanya sebaran data tidak

berdistribusi normal dan varians data tidak homogen, sehingga untuk pengujian

komparasi menggunakan Mann-Whitney U-Test (uji-u) di mana uji dapat digunakan bila

asumsi uji-t tidak dipenuhi yaitu sebaran data berdistribusi normal dan varians data

homogen (Sugiyono, 2010).

a. Tingkat Pendidikan

Dari hasil olah data diketahui mean 130,30 untuk SMA Negeri 3 Salatiga dengan

jumlah responden 182, sedangkan pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW Salatiga

didapatkan mean 166,60 dengan jumlah responden 104. Signifikansi 2 arah (2 tailed)

diperoleh hasil 0,000 (p value < 0,05), maka H0 ditolak H1 diterima. Hal ini berarti

bahwa ada perbedaan signifikan perilaku asertif ditinjau dari tingkat pendidikan pada

siswa SMA Negeri 3 Salatiga dan mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW Salatiga.

Page 32: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

23

Terlihat dari mean yang dihasilkan bahwa perilaku asertif mahasiswa Fakultas Psikologi

UKSW lebih tinggi daripada siswa SMA Negeri 3 Salatiga.

b. Usia

Dari hasil olah data diketahui mean 130,92 untuk remaja dengan jumlah

responden 158, sedangkan dewasa dini didapatkan mean 159,02 dengan jumlah

responden 128. Signifikansi 2 arah (2 tailed) diperoleh hasil 0,004 (p value < 0,05),

maka H0 ditolak H1 diterima. Hal ini berarti bahwa ada perbedaan signifikan perilaku

asertif ditinjau dari usia pada siswa SMA Negeri 3 Salatiga dan mahasiswa Fakultas

Psikologi UKSW Salatiga. Terlihat dari mean yang dihasilkan bahwa perilaku asertif

dewasa dini lebih tinggi daripada remaja.

c. Jenis Kelamin

Dari hasil olah data diketahui mean 146,92 untuk perempuan dengan jumlah

responden 143, sedangkan laki-laki didapatkan mean 140,08 dengan jumlah responden

143. Signifikansi 2 arah (2 tailed) diperoleh hasil 0,485 (p value > 0,05), maka H0

diterima H1 ditolak. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan signifikan perilaku asertif

ditinjau dari jenis kelamin pada siswa SMA Negeri 3 Salatiga dan mahasiswa Fakultas

Psikologi UKSW Salatiga.

Pembahasan

a. Tingkat Pendidikan

Dari hasil penelitian didapatkan adanya perbedaan perilaku asertif ditinjau dari

tingkat pendidikan, di mana mahasiswa lebih tinggi daripada siswa sekolah menegah

atas. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Lee, et al. (1985) di mana asertivitas

meningkat dengan bertambahnya tingkat kelas seseorang. Selain itu, Rosita (2007) juga

Page 33: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

24

mendapatkan hasil bahwa mahasiswa yang tinggi jenjangnya lebih asertif daripada

mahasiswa di bawahnya. Hal ini disebabkan karena mahasiswa tingkat atas sudah tahu

banyak hal dan memiliki wawasan mengenai cara-cara bagaimana bersikap ketika

berinteraksi dengan pihak lain supaya tujuan yang dikehendaki tercapai, sehingga

mereka memilih berperilaku asertif.

Rathus dan Nevid (dalam Anindyajati & Karima, 2004) mengemukakan bahwa

semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin luas wawasan berpikirnya

sehingga kemampuan untuk mengembangkan diri lebih terbuka. Dalam pembelajaran,

siswa mendapatkan materi dan pengetahuan yang bertambah sesuai dengan hal yang

dipelajari di tingkat pendidikan yang sedang ia tempuh. Selain itu, siswa yang lebih atas

akan mampu memproses dan memilah informasi atau hal lainnya sesuai dengan

kebutuhan dirinya. Oleh karena itu, dianggap bahwa siswa yang lebih tinggi tingkat

pendidikannya akan lebih mampu bersikap asertif jika ia dihadapkan pada suatu situasi

tertentu.

b. Usia

Dari hasil penelitian didapatkan adanya perbedaan perilaku asertif ditinjau dari

usia, di mana dewasa dini lebih tinggi daripada remaja. Hasil penelitian ini sesuai

dengan hasil penelitian Larijani, et al. (2010), dan Pardeck, et al. (dalam Larijani, et al.)

yang menyebutkan bahwa semakin bertambahnya usia maka seseorang mampu

bertindak lebih asertif dikarenakan pengaturan dirinya yang lebih stabil. Kimble, Marsh,

dan Kiska (dalam Eskin, 2003) menyebutkan bahwa seseorang yang menuju masa

dewasa akan berpengaruh pada perubahan interaksi sosial dengan keluarga maupun

Page 34: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

25

teman sebayanya di mana mereka akan lebih mampu menguasai situasi di sekitarnya.

Hasil ini juga sesuai dengan penelitian Eskin yang menyatakan siswa yang lebih tua

lebih asertif daripada siswa yang lebih muda.

Subjek dalam penelitian ini berada pada masa remaja dan dewasa dini.

Dikatakan bahwa masa remaja adalah masa peralihan di mana harus mempelajari pola

perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap ketika ia meninggalkan

masa anak-anak (Hurlock, 1999). Itulah sebabnya remaja harus melakukan penyesuaian

kembali. Begitu pula dengan dewasa dini yang berada dalam masa penyesuaian. Akan

tetapi, sebagai orang dewasa diharapkan mengadakan penyesuaian diri secara mandiri

(Hurlock). Oleh karena itu, masa dewasa merupakan masa di mana seseorang harus

mampu mengatur dirinya untuk mempersiapkan diri agar mampu bersaing dan

berinteraksi dengan orang lain. Dengan bertambahnya usia, individu belajar

kemampuan interpersonal beriringan dengan meningkatnya perasaan percaya diri dalam

situasi interpersonal. Dengan keyakinan diri yang dimiliki individu akan membuatnya

berespon lebih asertif dalam berinteraksi dengan orang lain (Eskin, 2003).

c. Jenis Kelamin

Dari hasil penelitian didapatkan tidak adanya perbedaan perilaku asertif ditinjau

dari jenis kelamin. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Fukuyama dan

Greenfield (dalam Amat, et al., 2012), Kilkus (1993), Zane, et al. (1991), Arigbabu, et

al. (2011), Connor, et al. (1982), serta Eskin (2003) bahwa tidak ada perbedaan perilaku

asertif berdasarkan jenis kelamin. Hal ini bisa disebabkan karena budaya yang sudah

tidak menitikberatkan pada prasangka gender, di mana bukan hal yang tabu lagi bagi

Page 35: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

26

perempuan dapat melakukan hal yang sama layaknya laki-laki, seperti bekerja,

memimpin, dan lain sebagainya (Arigbabu, et al.).

Costa, et al. (2001) menjelaskan bahwa pembedaan jenis kelamin secara

universal dipelajari dari peran gender. Misalnya, laki-laki dalam setiap budaya nampak

lebih kuat fisiknya daripada perempuan. Laki-laki secara umum berperan sebagai

pemimpin dan dari perannya tersebut memungkinkan laki-laki dapat belajar lebih asertif

daripada perempuan. Namun, tidak hanya laki-laki saja yang mampu berperilaku asertif.

Perempuan juga dapat berperilaku asertif lebih tinggi dikarenakan di zaman sekarang

baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kedudukan dan peluang yang sama.

Perempuan dapat bekerja dan juga tidak lagi dipandang sebelah mata, oleh karena itu

perempuan juga dapat berperilaku asertif layaknya laki-laki. Maka, bisa saja terjadi

tidak adanya perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam berperilaku asertif seperti

hasil dalam penelitian ini.

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya,

maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

a. Terdapat perbedaan signifikan perilaku asertif ditinjau dari tingkat pendidikan

pada siswa SMA Negeri 3 Salatiga dan mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW

Salatiga. Perilaku asertif mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW Salatiga lebih

Page 36: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

27

tinggi dengan mean 166,60 daripada siswa SMA Negeri 3 Salatiga dengan mean

130,30.

b. Terdapat perbedaan signifikan perilaku asertif ditinjau dari usia pada siswa

SMA Negeri 3 Salatiga dan mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW Salatiga.

Perilaku asertif dewasa dini lebih tinggi dengan mean 159,02 daripada remaja

dengan mean 130,92.

c. Tidak ada perbedaan signifikan perilaku asertif ditinjau dari jenis kelamin pada

siswa SMA Negeri 3 Salatiga dan mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW

Salatiga. Perilaku asertif perempuan dengan mean 146,92 dan laki-laki dengan

mean 140,08.

d. Perilaku asertif yang dimiliki sebagian besar (59,9%) siswa SMA Negeri 3

Salatiga termasuk dalam kategori sedang, demikian pula perilaku asertif yang

dimiliki sebagian besar (62,5%) mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW Salatiga

termasuk dalam kategori sedang.

e. Perilaku asertif yang dimiliki sebagian besar (60,1%) remaja termasuk dalam

kategori sedang, demikian pula perilaku asertif yang dimiliki sebagian besar

(57,8%) dewasa dini termasuk dalam kategori sedang.

f. Perilaku asertif yang dimiliki sebagian besar (57,3%) perempuan termasuk

dalam kategori sedang, demikian pula perilaku asertif yang dimiliki sebagian

besar (64,3%) laki-laki termasuk dalam kategori sedang.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai dan peneliti menyadari masih

banyaknya keterbatasan dalam penelitian ini, untuk itu peneliti memberikan beberapa

saran sebagai berikut :

Page 37: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

28

a. Institusi pendidikan memberikan pelatihan agar peserta didik dapat lebih

mampu untuk berperilaku asertif, baik di lingkup pendidikan maupun di

luar lingkup pendidikan.

b. Setiap individu agar dapat meningkatkan perilaku asertifnya dan

menyadari bahwa penting bagi dirinya untuk dapat berperilaku asertif

dalam menghadapi hubungan atau relasi interpersonal yang lebih efektif.

c. Peneliti selanjutnya disarankan melakukan penelitian dengan

menggunakan faktor yang memengaruhi lainnya seperti harga diri,

kebudayaan, dan situasi-situasi tertentu di sekitarnya. Dikarenakan adanya

hasil yang kontra pada variabel jenis kelamin, maka variabel tersebut

dapat diteliti kembali.

Page 38: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

29

DAFTAR PUSTAKA

Adejumo, D. (1981). Sex differences in assertiveness among university students in

Nigeria. The Journal of Social Psychology, 113, 139-140.

Amat, S., Mahmud, Z., & Salleh, A. (2012). An investigation of assertiveness and

satisfaction with life among Malaysian secondary school students. The

International Journal of Knowledge, Culture and Change Management,

11(6), 1-10.

Anindyajati, M., & Karima, C. M. (2004). Peran harga diri terhadap asertivitas remaja

penyalahguna narkoba (Penelitian pada remaja penyalahguna narkoba di

tempat-tempat rehabilitasi penyalahguna narkoba). Jurnal Psikologi, 2(1), 49-

73.

Arigbabu, A. A., Oladipo, S. E., & Gabriel, M. A. O. (2011). Gender, marital status and

religious affiliation as factors of assertiveness among Nigerian education

majors. International Journal of Psychology and Counselling, 3(2), 20-23.

Arslan E., Akca, N. K., & Baser, M. B. (2013). Levels of assertiveness and peer

pressure of nursing students. International Journal of Caring Sciences, 6(1),

78-86.

Azwar, S. 2012. Penyusunan skala psikologi edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bourke, R. (2002). Gender differences in personality among adolescents. Psychology,

Evolution & Gender, 4, 31-41.

Connor, J. M., Dann, L. N., & Twentyman, C. T. (1982). A self-report measure of

assertiveness in young adolescents. Journal of Clinical Psychology, 38(1),

101-106.

Costa, P. T. Jr., Terracciano, A., & McCrae, R. R. (2001). Gender differences in

personality traits across cultures: Robust and surprising findings. Journal of

Personality and Social Psychology, 81(2), 322-331.

Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. (2003). Undang-undang

Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi.

Erbay, E., & Akcay, S. (2013). Assertivenesss skill of social work students: A case of

Turkey. Academic Research International, 4(2), 316-323.

Eskin, M. (2003). Self-reported assertiveness in Swedish and Turkish adolescents: A

cross-cultural comparison. Scandinavian Journal of Psychology, 44, 7-12.

Hurlock, E. B. (1999). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang

kehidupan edisi 6. Jakarta: Erlangga.

Page 39: Perbedaan Perilaku Asertif Ditinjau Dari Tingkat ...

30

Kilkus, S. P. (1993). Assertiveness among professional nurses. Journal of Advanced

Nursing, 18, 1324-1330.

Larijani, T. T., Aghajani, M., Baheiraei, A., & Neiestanak, N. S. (2010). Relation of

assertiveness and anxiety among Iranian university students. Journal of

Psychiatric and Mental Health Nursing, 17, 893-899.

Lee, D. Y., Hallberg, E. T., & Slemon, A. G. (1985). An assertiveness scale for

adolescents. Journal of Clinical Psychology, 41(1), 51-57.

Mahmoud, S., & Hamid, R. A. (2013). Effectiveness of assertiveness training

programme on self esteem & academic achievement in adolescents girls at

secondary school at Abba city. Journal of American Sciences, 9(8), 262-269.

Mueen, B., Khurshid, M., & Hassan, I. (2006). Relationship of depression and

assertiveness in normal population and depressed individuals. Internet

Journal of Medical Update 2006, 1(2), 10-17.

Nelson, D. B., & Nelson, K. W. (2003). Emotional intelligence skills: Significant

factors in freshmen achievement and retetion. ERIC (ED 476121).

Rathus, S. A. (1973). A 30-item schedule for assesing assertive behavior. Behavior

Therapy, 4, 398-406.

___________ (2012). Psychology: Concepts and connections 10th

edition. USA:

Wadsworth.

Rosita, H. (2007). Hubungan antara perilaku asertif dengan kepercayaan diri pada

mahasiswa. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.

Santrock, J. W. (2012). Life-span development: Perkembangan masa-hidup edisi 13.

Jakarta: Erlangga.

Stebbins, C. A., Kelly, B. R., Tolor, A., & Power, M. (1977). Sex differences in

assertiveness in college students. The Journal of Psychology, 95, 309-315.

Sugiyono. (2011). Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.

________ (2013). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan r&d. Bandung: Alfabeta.

Zane, N. W. S., Sue, S., Hu, L., & Kwon, J. (1991). Asian-American assertion: A social

learning analysis of cultural differences. Journal of Counseling Psychology,

38(1), 63-70.