Top Banner

of 49

Perbedaan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Tipe STAD M.ts S NU Gunungsitoli Tahun Pelajaran 20102011

Oct 15, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangPendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang sangat penting dalam menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang handal dan profesional. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi perkembangan bangsa dan negara. Dengan pendidikan manusia akan mendapat ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi dirinya dan dapat diterapkan dalam kehidupannya sehari-hari maupun dalam bermasyarakat. Hal ini sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan yang tercantum dalam undang-undang Republik Indonesia No. 20, tentang sistem Pendidikan Nasional (2003:5) menjelaskan bahwa :Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Mengingat pendidikan sangat penting bagi kehidupan, maka pendidikan harus dilaksanakan sebaik-baiknya sehingga dapat memperoleh hasil yang diharapkan. Dalam usaha pembinaan dan peningkatan mutu pendidikan, pemerintah melakukan perbaikan kurikulum, pengadaan buku-buku, dan penataran guru-guru.

1Kebijakan pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan tidak akan tercapai bila upaya itu tidak akan terkait dengan perbaikan pembelajaran di dalam kelas. Pembelajaran merupakan inti kegiatan akademis di sekolah. Oleh karena itu seorang guru profesional sebelum menyampaikan materi akan mempertimbangkan model dan metode mengajar yang digunakan, supaya peserta didik benar-benar memperoleh kecakapan dan pengetahuan.Sehubungan dengan tugas melaksanakan model pembelajaran, seorang guru harus mampu menggunakan model atau pendekatan secara arif dan bijaksana bukan sembarangan sehingga tidak merugikan peserta didik. Beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan guru antara lain model pembelajaran kooperatif, model dengan pendekatan science technology and society, model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik, model pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, model pembelajaran berbasis masalah, dan tipe STAD.Berdasarkan pengalaman peneliti, dalam proses pembelajaran guru bertindak sebagai satu-satunya sumber informasi (cara penyampaian satu arah), guru selalu mendominasi dalam proses pembelajaran, hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Dimiyati dan Mudjiono (1999:117) bahwa :Dominasi guru dalam proses pembelajaran menyebabkan peserta didik lebih banyak berperan dan terlibat secara pasif, mereka lebih banyak menunggu sajian dari guru daripada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan, keterampilan serta sikap yang mereka butuhkan.

Karena peran peserta didik yang pasif sehingga penguasaan mereka akan materi yang diberikan sangat terbatas.Model pembelajaran yang tepat untuk mencapai serangkaian kemampuan serta sikap dan nilai bukanlah cara penyampaian satu arah melainkan suatu model pembelajaran yang mengupayakan agar peserta didik menghayati proses belajar dengan melakukan sesuatu yang bermakna (learning to do), suatu proses pembelajaran yang dikenal dengan active learning, dan lahirnya manusia terdidik yang mandiri (learning to be) untuk mencapai kemampuan tersebut perlu dilakukan upaya penerapan model pembelajaran yang melibatkan peserta didik secara langsung baik secara individual maupun secara kelompok.Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 14 Nopember 2010 di MTs Swasta NU Gunungsitoli diperoleh data sebagai berikut:1. Siswa merasa bosan dengan mata pelajaran Matematika yang ditandai dengan beberapa orang siswa mengantuk dan banyak yang keluar masuk serta sebagian besar sibuk dengan kegiatannya masing-masing (mengobrol dengan berbisik-bisik dan sesekali tertawa) tanpa memperhatikan penjelasan guru.2. Metode yang digunakan cenderung monoton dengan metode ceramah sehingga guru terkesan menguasai kelas.3. Beberapa pertanyaan yang dilontarkan oleh guru tidak mendapat tanggapan dari siswa malah siswa yang ditanya hanya tertunduk dan melongo.4. Siswa tidak menggunakan kesempatan yang diberikan untuk bertanya kepada guru mengenai materi pelajaran yang tidak dimengerti.5. Penelusuran yang dilakukan oleh peneliti secara acak terhadap beberapa orang siswa terungkap bahwa catatan yang dibuat oleh siswa pada mata pelajaran matematika kurang lengkap.6. Hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika tergolong rendah, hal ini sesuai dengan data hasil belajar yang diperoleh dari tata usaha MTs Swasta NU Gunungsitoli sebagai berikut:Tabel 1RATA-RATA HASIL BELAJAR MATEMATIKA KELAS VII PERTAHUN PELAJARAN SEBELUM REMIDIAL

Tahun PelajaranKelasSemester GanjilSemester GenapKKM MPKet

PKPdKPMPKPdKPM

2006/2007VII56595357525560Tidak tuntas

2007/2008VII49564954574760Tidak tuntas

2008/2009VII636265Tidak Tuntas

Sumber: Tata Usaha MTs Swasta NU GunungsitoliHasil wawancara terhadap siswa pada tanggal 16 Nopember 2010 menunjukkan bahwa siswa mengakui bahwa mereka malas belajar Matematika karena terlalu banyak catatan dari guru dan suasana kelas yang monoton. Siswa juga mengakui bahwa mereka enggan untuk bertanya kepada guru mengenai materi yang tidak dimengerti tetapi mereka kemudian bertanya pada temannya yang dianggap pintar. Siswa juga mengharapkan agar pembelajaran dilakukan dengan diskusi kelompok dan bebas mengemukakan pendapat serta mengajukan pertanyaan. Jika hal ini terus dibiarkan maka dikhawatirkan terjadi kesenjangan antar guru dengan siswa dalam pembelajaran sehingga mengakibatkan siswa semakin malas untuk belajar dan tidak acuh dengan mata pelajaran matematika. Jika siswa sudah mulai malas untuk belajar maka akan mempunyai efek negatif pada pencapaian hasil belajar mereka. Sehingga dirasa sangat perlu untuk mencari suatu metode diskusi kelompok yang baru dan mampu menggairahkan siswa serta tidak kalah pentingnya untuk meminimalkan sikap tidak acuh siswa dalam belajar matematika.Salah satu model pembelajaran yang menekankan pada kerja sama siswa dalam suatu kelompok adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif adalah sebuah model pembelajaran yang bercirikan kerja kelompok. Model pembelajaraan kooperatif sendiri mempunyai banyak variasi yaitu: STAD (Students Teams Achievement Division); Jigsaw; GI (Group Investigation); Think Pair Share; Numbered Head Together, dan lain-lain.Model pembelajaran dengan tipe Jigsaw adalah salah satu terobosan dalam pembelajaran untuk mengaktifkan seluruh siswa serta mengarahkan siswa untuk dapat bekerja sama dan saling membagi pengetahuan yang dimiliki. Setiap siswa mempunyai bahasan tersendiri yang akan dibawa ke dalam forum ahli beranggotakan siswa yang membahas hal yang sama selanjutnya materi itu mereka ajarkan pada teman satu kelompok. Dengan demikian diharapkan siswa akan menguasai pelajaran dengan lebih baik dimana siswa merasa terbeban untuk belajar lebih giat karena harus mengajari temannya.Pendekatan pembelajaran kooperatif dengan variasi atau tipe Student Teams Achievments Division (STAD) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi peningkatan peran serta peserta didik dalam pembelajaran. Model pembelajaran dengan tipe STAD adalah salah satu cara untuk mengaktifkan seluruh siswa serta mengarahkan siswa untuk dapat bekerja sama dan saling membagi pengetahuan yang dimiliki. Dengan demikian diharapkan siswa akan menguasai pelajaran dengan lebih baik dimana siswa merasa terbeban untuk belajar lebih giat karena harus memberikan masukan bagi kelompoknya. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajran matematika, di sekolah tersebut belum pernah diterapkan model pembelajaran kooperatif baik tipe Jigsaw maupun tipe STAD. Oleh karena itu peneliti ingin mengadakan penelitian tentang kedau tipe tersebut. Meskipun demikian, kedua tipe dalam model pembelajaran kooperatif tersebut tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu peneliti berkeinginan untuk mengetahui manakah yang cocok diterapkan dalam pembelajaran pada sub materi pokok bilangan desimal. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Perbedaan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan Tipe STAD M.Ts S NU Gunungsitoli Tahun Pelajaran 2010/2011.

B. Identifikasi MasalahDari uraian pada latar belakang maka dapat diidentifikasikan masalah yang timbul sebagai berikut:1. Siswa merasa bosan dalam pembelajaran matematika2. Kurangnya ketertiban pada saat pembelajaran matematika3. Siswa merasa terlalu banyak catatan pada pelajaran matematika4. Metode yang digunakan guru cenderung monoton5. Model pembelajaran yang digunakan masih model pembelajaran tradisional6. Siswa tidak aktif dalam pembelajaran7. Siswa enggan bertanya dan juga menjawab pertanyaan yang diajukan guru8. Siswa hanya bertanya kepada temannya yang dianggap pintar9. Hasil belajar matematika masih rendah

C. Batasan MasalahMengingat banyak dan kompleksnya hal yang mempengaruhi hasil belajar, maka peneliti membatasi masalah penelitian pada:1. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru masih model pembelajaran tradisional .2. Hasil belajar matematika masih rendah.Untuk mengatasi hal tersebut di atas maka dilakukan penelitian untuk membedakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan tipe STAD pada sub materi pokok bilangan desimal kelas VII semester 1 MTs Swasta NU Gunungsitoli tahun pelajaran 2010/2011 ditinjau dari pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, serta pemecahan masalah.

D. Rumusan MasalahUntuk memperjelas masalah yang akan diteliti maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan tipe STAD di kelas VII semester 1 M.Ts Swata NU Gunungsitoli tahun pelajaran 2010/2011?

E. Tujuan PenelitianUntuk memperjelas arah penelitian maka dengan mendasarkan pada rumusan masalah, peneliti menetapkan tujuan penelitian. Adapun tujuan penelitian ini adalah:1. Mengetahui rata-rata hasil belajar matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.2. Mengetahui rata-rata hasil belajar matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.3. Mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan antara hasil belajar matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan tipe STAD di kelas VII M.Ts Swata NU Gunungsitoli tahun pelajaran 2010/2011.

F. Hipotesis PenelitianBerdasarkan rumusan masalah, kerangka teori, dan kerangka berpikir, maka peneliti menentukan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Jawaban sementara dari peneliti yang akan dibuktikan adalah sebagai berikut:Ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan tipe STAD di kelas VII M.Ts Swata NU Gunungsitoli tahun pelajaran 2010/2011.

G. Manfaat PenelitianUntuk meyakinkan kelayakan penelitian ini ditinjau dari kontribusinya pada dunia pendidikan maka peneliti mengemukakan manfaat penelitian. Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat teoritisSebagai pembuktian dari teori yang dikemukakan oleh para ahli.2. Manfaat praktisa. Bahan masukan kepada kepala sekolah dalam peningkatan mutu pendikan.b. Bahan masukan kepada guru mata pelajaran matematika dalam menentukan arah pembelajaran yang dilakukan.c. Menambah wawasan peneliti dalam berpikir dan mengembangkan ilmu pada bidang penelitian ilmiah.d. Sebagai bahan bagi siswa dalam pelaksanaan pembelajaran.e. Sebagai bahan referensi bagi penelitian dengan topik serupa

H. Asumsi PenelitianAdapun asumsi yang menjadi titik tolak pemikiran peneliti dalam melaksanakan penelitian ini adalah:1. Materi pokok desimal adalah materi yang diajarkan di kelas VII SMP/MTs semester 2 tahun pelajaran 2010/2011.2. Model pembelajaran kooperatif adalah salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran.3. Perbedaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD dapat ditentukan dengan menggunakan metode eksperimen. 4. Hasil belajar matematika pada masing-masing siswa berbeda-beda.5. Setiap metode pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangan.6. Hasil belajar dapat diukur dengan menggunakan tes hasil belajar.I. Keterbatasan PenelitianAgar pembaca mampu menyikapi penelitian ini dari kondisi yang ada maka peneliti merasa perlu untuk mengemukakan keterbatasan sebagai berikut:1. Populasi penelitian adalah siswa kelas VII semester 1 MTs Swasta NU tahun pelajaran 2010/2011.2. Penelitian ini terbatas pada sub materi pokok bilangan desimal di kelas VII semester 2.3. Variabel lain yang diduga mempengaruhi hasil belajar siswa selain model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD pada penelitian ini dikontrol.

J. Batasan Operasional VariabelAdapun batasan operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:1. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah model pembelajaran yang dilakukan dengan membagi siswa dalam beberapa kelompok dimana masing-masing-masing siswa bertanggungjawab atas satu materi dan didiskusikan dalam kelompok ahli untuk kemudian dibagikan kepada siswa dalam kelompok asal.2. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran.3. Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang telah dicapai oleh siswa yang diperoleh melalui tes hasil belajar pada materi desimal dan dinyatakan dalam bentuk angka.

BAB IIKAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori1. Pengertian BelajarBelajar adalah proses memanusiakan manusia, dimana hanya melalui belajarlah manusia menemukan dirinya dalam relasinya dengan sesama, lingkungan dan juga sang penciptanya. Belajar terjadi pada situasi yang mengakibatkan terjadinya perubahan didalam kepribadian siswa, sehingga siswa memiliki kecakapan dan keterampilan terhadap bahan ajar yang dipelajarinya. Seperti yang dikemukakan oleh Gagne dalam Purwanto (1990:84) menyatakan bahwa Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu dari waktu sesudah ia mengalami situasi tadi. Senada dengan itu Slameto (1991:78) mengatakan bahwa Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interakasi dengan lingkungan.Sejalan dengan itu, Zebua (2004:20) mengemukakan beberapa pendapat para ahli mengenai belajar sebagai berikut :a. 11Skiner dalam Barlow (1985), berpendapat . A procces of progressive adaptation yang artinya Belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progresif.b. Chalplin (1972), . Acquirting of any relatively permanent change in behavior as a result of paratice and experience. Artinya, Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman.c. Hintzman (1978), . Learning is a change in organism due to experince wich can effectorganism behavioral. Artinya Belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme, manusia dan hewan, disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut.d. Witting (1981), . Any relativelly permament change in an organisms behavional repertoire change that a result of experience. Artinya Belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman.e. Rober (1989), Karning is a relativelly permanent change in respons potenty wich occurs as a result of reinforceol practice. Artinya Belajar adalah suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langsung sebagai hasil latihan yang diperkuat.

Berdasarkan uraian tentang belajar di atas, maka belajar dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan, yaitu perubahan dalam tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.Dari penyataan tersebut ada tiga hal pokok dalam pengertian belajar, yaitu:a. Belajar merupakan suatu proses.b. Belajar dapat menghasilkan tingkah laku.c. Belajar terjadi karena menghasilkan adanya perubahan interaksi individu dengan lingkungan belajarnya.Pengertian belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku siswa yang terjadi secara bertahap sesuai dengan tahap-tahap perkembangan siswa yang meliputi aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor. Aspek kognitif adalah perubahan tingkah laku lalu yang berkenan dengan hasil belajar intelektual atau kecerdasan. Aspek afektif adalah perubahan tingkah laku yang berkenan sikap atau minat. Sedangkan aspek psikomotor berkenaan dengan keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu.

2. Model Pembelajaran Kooperatifa. Pengertian model pembelajaran kooperatifPembelajaran kooperatif mencakup adalah suatu pembelajaran yang membagi siswa dalam beberapa kelompok kecil sebagai satu tim dalam menyelesaikan tugas secara bersama-sama. Harefa (2008:96) mengatakan bahwa dalam penerapan pembelajaran kooperatif, dua atau lebih siswa bekerja sama, saling berbagi pengetahuan dan pengalaman untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.Pada pembelajaran kooperatif, peran serta setiap anggota kelompok adalah hal yang utama, tidak ada siswa yang mengerjakan semua pekerjaan kelompok sendirian dan ada yang tidak mengerjakan sama sekali. Juga tidak dapat dikatakan kooperatif bila setiap anggota mengerjakan pekerjaannya secara terpisah satu sama lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Suherman, dkk (2003:260) yang mengatakan:Tidaklah cukup menunjukkan suatu cooperative learning jika para siswa duduk dalam kelompok-kelompok kecil tetapi menyelesaikan masalah secara sendiri-sendiridan mempersilahkan salah seorang di antara mereka untuk menyelesaikan seluruh pekerjaan kelompok.

b. Belajar dengan model pembelajaran kooperatifBelajar dengan pendekatan kooperatif adalah suatu pembelajaran dimana para siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil yang bekerja sebagai tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan sebuah tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini bukan berarti bahwa dalam kooperatif para siswa duduk bersama dalam kelompok-kelompok kecil tetapi menyelesaikan sendiri-sendiri. Hal ini juga bukan berarti bahwa dalam kooperatif para siswa duduk bersama dalam kelompok-kelompok kecil dan mempersilahkan salah seorang diantara mereka untuk mengerjakan seluruh pekerjaan kelompok. Kooperatif menekankan pada keikutan teman sebaya yang berinteraksi antara sesamanya sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas. Hal tersebut dikemukakan oleh Suherman dkk (2003:260) meliputi:1) Para siswa yang bergabung dalam suatu kelompok harus merasa bahwa mereka adalah bagian dari tim dan mempunyai tujuan bersama yang harus dicapai. 2) Para siswa yang bergabung dalam kelompok harus menyadari bahwa masalah yang mereka hadapi adalah masalah kelompok, dan berhasil atau tidaknya kelompok itu akan menjadi tanggung jawab bersama oleh seluruh kelompok itu. 3) Untuk mencapai hasil yang maksimum, siswa yang bergabung dalam kelompok itu harus berbicara satu sama lain dan mendiskusikan masalah yang dihadapi.

c. Beberapa Tipe dalam Model Pembelajaran KooperatifSebagai sebuah model pembelajaran, model pembelajaran koopertif dapat dijabarkan ke dalam beberapa tipe. Tipe-tipe tersebut menurut Harefa (2008:96-100) adalah (1) Student Team Achievement Division (STAD), (2) Jigsaw, (3) Group Investigation (GI), (4) Think-Pair-Share, (5)Numbered-Head-Together.

Ad.1 Student Team Achievement Division (STAD)STAD adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif untuk mendorong siswa saling membantu dan termotivasi menguasai keterampilan yang diberikan oleh guru dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana.Ad. 2 JigsawPembelajaran dengan menggunakan tipe Jigsaw digunakan untuk mengurangi perasaan berbeda pada anak didik. Tipe ini membagi siswa menjadi beberapa kelompok Jigsaw dan kelompok ahli.Ad. 3 Group Investigation (GI)Dalam penerapan GI, guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok dengan jumlah 5 orang yang heterogen untuk selanjutnya memilih topik dalam materi yang telah ditentukan oleh guru. Kelompok ini kemudian mengadakan penyelidikan tentang topik yang mereka pilih dan mempresentasikan hasilnya di depan kelas.Ad. 4 Think-Pair-SharePada tipe ini, siswa diajak untuk menyimak suatu kasus dan memikirkan solusi dari masalah yang diberikan, selanjutnya siswa secara berpasangan saling membagi hasil pemikirannya dengan orang lain.Ad.5. Numbered-Head-Together.Tipe ini menggunakan kartu yang dipilih secara acak oleh setiap siswa. Siswa yang memperoleh nomor yang sama akan berkelompok dan kemudian mendiskusikan menganai masalah yang diberikan.

d. Belajar dengan Tipe Jigsaw1) Sejarah singkatSalah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dianggap sukses pada tiga puluh tahun belakangan ini adalah tipe Jigsaw. Menurut web Jigsaw Classrom dengan alamat http//:www.Jigsaw.org, tipe Jigsaw mulai dikembangkan di negara Amerika Serikat yang multi etnis oleh Prof. Elliot Aronson pada tahun 1971 di Austin, Texas dan diaplikasikan di University of Texas dan University of California. Pembelajaran dengan menggunakan tipe Jigsaw digunakan untuk menyikapi mengurangi perasaan rasial pada anak didik mengingat dalam satu kelas terdapat banyak etnis yang berbeda seperti kulit putih, afro-amerika, dan latin.

2) Langkah-langkah pelaksanaan JigsawAdapun langkah-langkah dalam pembelajaran Jigsaw sebagaimana dikemukakan oleh Aronson (www.Jigsaw.org) dengan terjemahan bebas adalah sebagai berikut:a) Buatlah kelompok siswa dengan anggota 5 sampai 6 orang dengan mempertimbangkan jenis kelamin, suku, dan kemampuan. Kelompok ini kemudian disebut kelompok Jigsaw.b) Mintalah kelompok itu untuk menunjuk salah seorang menjadi ketua kelompok yang dapat mereka terima dan dapat mengarahkan temannya.c) Bagilah materi pelajaran dalam 5 atau 6 sub materi tergantung jumlah siswa dalam satu kelompok.d) Tugaskan setiap siswa untuk mempelajari hanya satu bagian saja dan ingatkan agar tidak meyinggung bagian yang lain.e) Berikan waktu agar setiap siswa membaca materinya setidaknya dua kali agar dapat memahami materi tersebut (bukan menghafal)f) Setiap siswa yang mempelajari materi yang sama, kemudian berkumpul dan mengadakan pertemuan untuk saling bertukar informasi dan berdiskusi tentang materi yang mereka bahas. Kelompok ini disebut kelompok ahli.g) Setiap siswa kembali ke kelompok jigsawnya.h) Mintalah setiap siswa mengajarkan materi yang telah ia pelajari pada anggota kelompok lainnya dan anggota lainnya dapat mengajukan pertanyaan bila ada yang tidak dimengerti.i) Guru mengadakan kunjungan dari satu kelompok ke kelompok lain untuk mengamati proses pengajaran. Jika ada masalah (seperti seorang siswa mendominasi pembicaraan saat temannya menjelaskan materi) maka berikan pengarahan agar tidak mengganggu yang lainnya. Alangkah baiknya jika hal ini dapat dilakukan oleh ketua kelompok, karena ketua kelompok harus sudah dibekali dengan cara dan tekhnik mengarahkan diskusi.j) Pada akhir pelajaran, berikan kuis untuk dijawab oleh siswa sehingga mereka merasa bahwa pembelajaran yang dilakukan mempunyai makna dan bukan hanya suatu permainan.

3) Tips dalam pelaksanaan JigsawDalam pelaksanan Jigsaw sebagaimana tipe pembelajaran yang lain mempunyai beberapa masalah yang timbul dalam pelaksanaannya. Berdasarkan pengalamannya selama lebih dari tiga dekade dalam pelaksanaan Jigsaw, Aronson (www.Jigsaw.org/tjips.htm) mengemukakan masalah umum yang mungkin timbul dan tips dalam mengatasinya sebagai berikut (dengan terjemahan bebas):a) Masalah dengan siswa yang mendominasi pembicaraanHal ini dapat diatasi dengan menunjuk seorang siswa menjadi ketua kelompok yang bertugas untuk memberikan kesempatan dengan adil dan membuat anggota kelompok lainnya berpartisipasi. Sebagai tambahan, siswa akan menyadari bahwa kelompok mereka akan lebih efektif jika siswa diberikan kesempatan terlebih dahulu untuk merepresentasikan materinya sebelum diberikan pertanyaan atau komentar. Sehingga ketertarikan pada kelompok akan mengurangi masalah dominasi.b) Masalah bagi siswa yang lambatGuru harus dapat memastikan bahwa siswa yang mempunyai kemampuan akademik kurang baik tidak menampilkan laporan yang buruk pada kelompok Jigsaw. Untuk mengatasi hal ini, teknik dalam Jigsaw ditentukan oleh kelompok ahli yang dibentuk. Sebelum menampilkan pada kelompok jigsawnya, setiap siswa masuk dalam kelompok ahli yang terdiri dari beberapa siswa yang membahas topik yang telah menyiapkan laporannya dengan topik sama. Pada kelompok ahli siswa mempunyai kesempatan untuk mendiskusikan materinya berdasarkan saran dan komentar dari anggota kelompok ahlinya. Pada awalnya, mungkin guru perlu mengamati kegiatan yang dilakukan oleh kelompok ahli untuk memastikan bahwa setiap siswa dalam kelompok ahli mempunyai laporan akurat tentang materi yang akan dibawakan di kelompok jigsawnya. Sebagian besar guru menemukan bahwa sekali saja kelompok ahli ini berhasil dengan satu materi maka monitoring menjadi tidak perlu lagi.c) Masalah timbulnya kebosanan pada siswa yang pandaiKebosanan dapat terjadi dalam setiap kelas dengan menggunakan metode apa saja. Penelitian yang telah dilakukan mengungkapkan bahwa timbul lebih sedikit kebosanan dalam kelas Jigsaw dibandingkan dengan kelas tradisional. Siswa dalam kelas Jigsaw cenderung untuk lebih menyukai pembelajaran dan ini terjadi bagi siswa yang berkemampuan akademik tinggi maupun kurang. Selain itu, berada di posisi sebagai guru memberikan kesempatan untuk mengeluarkan pendapat di depan siswa. Jika siswa mengembangkan pikiran menjadi guru, pengalaman belajar yang diperoleh dapat mengubah rasa bosan menjadi sebuah tantangan. Tidak hanya tantangan secara psikologis tetapi dapat juga memacu siswa untuk lebih banya belajar.d) Masalah dengan siswa yang telah terbiasa untuk bersaingPenelitian yang telah dilakukan menyatakan bahawa pelaksanaan Jigsaw lebih memberikan efek yang lebih kuat jika diperkenalkan pada sekolah dasar. Tapi bagaiman jika Jigsaw diperkenalkan pada sekolah menengah? Tentunya lebih sulit memulai pembelajaran koopeartif pada siswa berumur lebih 16 tahun yang tidak mempunyai pengalaman dengannya. Tapi ini bukan berarti musatahil dilakukan. Pengalaman menunjukkan bahwa sebagian besar sekolah menengah berpartisipasi dalam Jigsaw pertaman kali dan menyatakan dapat memetik manfaat daripadanya.

3. Belajar dengan Tipe Student Teams Achievements Division (STAD)Student Team Achievement Division (STAD) dikembangkan oleh Robert Salvin di Universitas John Hopkins. STAD adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif untuk mendorong siswa saling membantu dan termotivasi menguasai keterampilan yang diberikan oleh guru dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Langkah-langkahnya adalah:a.Setelah dilakukan pre-tes, siswa dibagi beberapa kelompok belajar yang beranggotakan 4-5 orang yang merupakan campuran berdasarkan prestasi, jenis kelamin, dan sebagainya.b.Guru menyajikan pelajaran atau presentase verbal atau teks.c.Siswa bekerja dalam kelompok menggunakan lembaran kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan menguasai materi dengan saling membantu.d.Dilakukan kuis untuk seluruh siswa, dalam kuis mereka bekerja masing-masing, diskor, dan setiap individu diberi skor pengembangan (dibandingkan dengan skor rata-rata pretest).e.Point tiap anggota dijumlahkan untuk mendapatkan skor kelompok.f.Kelompok yang mencapai kriteria tertentu dapat diberi penghargaan.

4. Hasil Belajar Menurut KTSPSudijono (1995:30) mengatakan bahwa : Hasil belajar adalah tingkat penguasaan peserta didik terhadap tujuan-tujuan khusus yang ingin dicapai dalam unit-unit program pengajaran atau tingkat pencapai terhadap tujuan-tujuan umum pengajaran. Waluyo (1987:2) mengatakan bahwa : Hasil belajar adalah penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti program pengajaran atau belajar mengajar sesuai dengan tujuan yang ditetapkan . Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999:3) bahwa: Dengan berakhirnya suatu proses belajar, maka siswa memperoleh suatu hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar.Jadi sesuai dengan pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang dicapai seseorang ke arah yang lebih baik setelah mengalami dan mengikuti proses pengajaran. Untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam suatu pelajaran perlu diadakan evaluasi atau tes hasil belajar. Hasil belajar ini dinyatakan dalam bentuk angka atau huruf pada tiap periode tertentu.

Kecakapan atau kemahiran yang diharapkan dalam pembelajaran matematika di SMP sebagaimana pendapat Tim Pustaka Yustisia (2007:429-430):a. Pemahaman KonsepPemahaman konsep merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam memahami konsep dan dalam melakukan prosedur (algoritma) secara luwes, akurat, efisien, dan tepat. Indikator yang menunjukkan pemahaman konsep antara lain adalah:1) Menyatakan ulang sebuah konsep2) Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya)3) Memberi contoh dan non-contoh dari konsep4) Menyajikan konsep dalam bentuk representatif matematis5) Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup sebuah konsep6) Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu7) Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalahb. Penalaran dan dan KomunikasiPenalaran dan komukasi merupakan kompetensi yang ditunjukkan oleh siswa dalam melakukan penalaran dan mengkomunikasikan gagasan matematika. Indikator yang menunjukkan penalaran dan komunikasi antara lain adalah:1) Menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar, dan diagram2) Mengajukan dugaan3) Melakukan manipulasi matematika4) Menarik kesimpulan, meyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi5) Menarik kesimpulan dari pernyataan6) Memeriksa kesahihan dari suatu argumen7) Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasic. Pemecahan MasalahPemecahan masalah merupakan kompetensi strategik yang ditunjukkan siswa dalam memahami, memilih pendekatan dan strategi pemecahan, dan menyelesaikan model untuk meyelesaikan masalah. Indikator yang menunjukkan pemecahan masalah antara lain adalah:1) Menunjukkan pemahaman masalah2) Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah3) Menyajikan masalah secara matematik dalam berbagai bentuk4) Memilih pendekatan dan pemecahan masalah secara tepat5) Mengembangkan strategi pemecahan masalah

6) Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah7) Menyelesaikan masalah yang tidak rutin

5. Bilangan Desimala. Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan DesimalPada sistem desimal, angka-nagka dalam suatu bilagan mempunyai nilai sebagai berikut:10 perseribuan sama nilainya dengan 1 perseratusan10 perseratusan sama nilainya dengan 1 persepuluhan10 persepuluhan sama nilainya dengan 1 satuan10 satuan sama nilainya dengan 1 puluhan10 puluhan sama nilainya dengan 1 ratusan10 ratusan sama nilainya dengan 1 ribuanJika ribuan dinyatakan dengan B, ratusan dengan R, puluhan dengan P, satuan dengan S, persepuluhan dengan p, perseratusan dengan r, dan perseribuan dengan b, maka untuk menetukan hasil dari 943,456 + 70,806 dapat dinyatakan sebagai berikut:BRPSprs

934456934,456

70806+70,806

10052621005,262

Dengan demikian, untuk emnjumlahkan atau mengurangkan suatu bialgnan desimal dapat dilakukan dengan menempatkan bilangan tersebut dalam satu jalur

b. Perkalian Bilangan dalam Bentuk DesimalPada dasarnya, perkalian bilagna dalam bentuk desimal sama dengan perkalian bilangan bulat biasa. Akan tetapi pada perkalian bilangan dalam desimal mempunyai beberapa ketentuan sebagai berikut:1) Perkalian bilangan desimal dengan bilangan 10, 100, 1000, 10000, 100000, dan seterusnya dapat dilakukan dengan menggeser tanda koma ke kanan sesuai dengan banyaknya angka nol.2) Banyaknya tempat desimal dari perkalian dua bilangan desimal diperoleh dari menjumlahkan banyak temapt desimal dari kedua bilangan tersebut.

c. Pembagian Bilangan dalam Bentuk DesimalSama seperti perkalian, pembagian bilangan dalam desimal juga dapat dilakukan sebagaimana bilangan bulat. Ketentuan dalam pembegian tersebut adalah:1) Pembagian bilangan desimal dengan bilangan 10, 100, 1000, 10000, 100000, dan seterusnya dapat dilakukan dengan menggeser tanda koma ke kiri sesuai dengan banyaknya angka nol.2) Untuk membagi suatu bilangna desimal, usahakan agar pembaginya merupakan bilangan bulat.

d. Pembulatan Bilangan DesimalPembulatan bilangan desimal mempunyai aturan tersendiri yang telah disepakati. Aturan tersebut adalah:1) Untuk membulatkan bilangan sampai 1 tempat desimal, perhatikan angka ke-2, sedangkan untuk membulatkan bilangan sampai 2 tempat desimal, perhatikan angka ke-3 dan seterusnya.2) Jika angka yang dibulatkan lebih dari atau sama dengan lima maka angka didepannya bertambah 1.3) Jika angka yang dibulatkan kurang lima maka angka didepannya tetap (tidak bertambah)

B. Kerangka BerpikirSebelum mengajar, peneliti menyiapkan perangkat dan media yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan pembelajaran. Selanjutnya peneliti mengajar di kelas eksperimen pertama (E1) dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan pada kelas eksperimen kedua (E2) dengan tipe STAD. Setelah pembelajaran selesai dilaksanakan maka kedua kelas diberikan tes untuk mengetahui nilai hasil belajar siswa. Nilai hasil belajar dari kedua kelas kemudian dibandingkan untuk diketahui mana yang lebih baik digunakan.Adapun kerangka berpikir peneliti dalam melakukan penelitian ini dapat dinyatakan dalam bagan berikut:

44

Peneliti

Validasi LogisKelas Eksperimen 1Kelas Eksperimen 2

Sebelum digunakanSebelum digunakanUji Kelayakan TesValiditas TesReliabilitas TesTingkat Kesukaran TesDaya Pembeda TesTes AwalTes Awal

Uji Homogenitas

Pembelajaran Kooperatif tipe STADPembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw

Validasi LogisSebelum digunakanTes AkhirTes AkhirSebelum digunakan

Hasil Belajar SiswaUji NormalitasPengolahan Data Hasil BelajarHasil Belajar SiswaUji Kelayakan Tes

Uji Hipotesis denganHa : 1 2Ho : 1 2

Gambar 1: Kerangka BerpikirKeterangan::Objek penelitian:komponen penelitian yang tidak ikut diteliti:arah hubungan penelitian:perbandingan variabel penelitian

BAB IIIMETODE PENELITIAN

A. Rancangan PenelitianMetode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen yaitu suatu penelitian yang berusaha untuk mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat. Penelitian ini dilaksanakan di kelas VII semester 1 MTs Swasta NU Gunungsitoli Tahun Pelajaran 2010/2011 dengan langkah-langkah sebagai berikut:1. Kedua kelas diberikan tes awal untuk menguji homogenitas kedua kelas.2. Selanjutnya pada kedua kelas eksperimen dilakukan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada kelas eksperimen pertama dan tipe STAD pada kelas eksperimen kedua.3. Pada saat pembelajaran di kedua kelas eksperimen, ada beberapa hal yang dikontrol oleh peneliti yaitu:a. Guru yang mengajar di kedua kelas adalah sama yaitu peneliti.b. Materi pembelajaran antara kedua kelas sama.c. Waktu yang digunakan untuk pembelajaran sama.4. 27Setelah pembelajaran dengan perlakuan yang berbeda selesai dilaksanakan di kedua kelas eksperimen maka selanjutnya kedua kelas diberikan tes hasil belajar untuk menentukan nilai hasil belajar masing-masing kelas eksperimen.5. Nilai hasil belajar keduanya kemudian digunakan untuk menentukan perbedaan antara model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan tipe STAD.Adapun desain penelitian yang akan dilakukan adalah randommized control group pretest-postest only design seperti pada tabel berikut:Tabel 2DESAIN PENELITIANSubjek PenelitianTes AwalPerlakuanTes Akhir

Kelas E1T1X1T2

Kelas E2X2

Keterangan:T1 : pemberian tes awal di kelas eksperimen pertama dan keduaX1:pembelajaran menggunakan model pembelajaran pendekatan kooperatif tipe JigsawX2: pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STADT2: pemberian tes hasil belajar pada kedua kelas eksperimen

B. Variabel PenelitianVariabel penelitian ini terdiri atas tiga variabel yaitu:1. Pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sebagai variabel bebas pertama (X1)2. Pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai variabel bebas kedua (X2)3. Hasil belajar sebagai variabel terikat (Y)4. Variabel kontrol terdiri dari beberapa hal di luar variabel bebas yang turut mempengaruhi hasil belajar seperti lama waktu pembelajaran, keadaan ruangan, cuaca, keadaan siswa, dan hal yang diduga turut mempengaruhi variabel terikat.

C. Populasi dan SampelPopulasi penelitian ini adalah siswa kelas VII semester 1 MTs Swasta NU Gunungsitoli tahun pelajaran 2010/2011 dengan jumlah seperti pada tabel berikut:Tabel 3JUMLAH SISWA KELAS VII SEMESTER 1 MTS SWASTA NU GUNUNGSITOLI TAHUN PELAJARAN 2010/2011

NoKelasJumlah

1VII-A28 orang

2VII-B28 orang

Total56 orang

Sumber: Tata Usaha MTs Swasta NU Gunungsitoli

Mengingat populasi penelitian hanya terdiri dari dua kelas maka sekaligus menjadi sampel total yaitu satu kelas akan menjadi kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan satu kelas menjadi eksperiman kelas kedua menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

D. Jenis Data dan Instrumen Penelitian1. Jenis DataData yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Karena data diperoleh langsung dari subjek penelitian maka merupakan berupa data primer.

2. Instrumen PenelitianUntuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan tes hasil belajar pada sub materi pokok bilangan desimal kepada sampel penelitian yang telah ditentukan.

a. Tes awalTes awal diberikan kepada sampel yang terdiri dari dua kelas dengan bentuk esei tes sebanyak 5 (lima) butir soal. Tes ini bertujuan untuk menguji homogenitas kelompok yang menjadi sampel dalam penelitian.

b. Tes akhirTes akhir (post-tes) merupakan kegiatan akhir yang dilakukan kepada seluruh sampel. Tes akhir ini berbentuk esei tes yang disusun berdasarkan kisi-kisi terdiri dari 5 (lima) butir soal, dimana setiap tes memiliki bobot dan skor. Tes ini diberikan kepada subjek penelitian setelah dalam proses belajar mengajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada kelas eksperimen pertama dan tipe STAD pada kelas eksperimen kedua. Pemberian tes ini bertujuan untuk menghitung perbedaan hasil belajar kedua kelas. Sebelum digunakan sebagai instrumen penelitian, terlebih dahulu divalidasikan secara logis dan empiris.

3) Validitas logisSebelum kedua tes digunakan terlebih dahulu divalidasikan kepada tiga orang guru matematika untuk melihat karakteristik tes tersebut dari ranah materi, ranah konstruksi, dan ranah bahasa dengan mengisi format telaah butir tes uraian sebagaimana tertera pada lampiran 12 dengan pengisian sebagai berikut:a) Kolom 1: Jika Ya skor 1, sedangkan jika Tidak skor 0b) Kolom 2 dengan skala penilaian: 1 = tidak valid, 2 = kurang valid, 3 = cukup valid dan 4 = validc) Setelah memvalidasikan instrumen penelitian pada tiga orang guru matematika maka selanjutnya adalah menghitung tingkat reproduksibilitas dari hasil telaah tersebut menggunakan rumus yang disampaikan oleh Nazir (2003:342):Kr = 1- Dimana:n=total kemungkinan jawaban, yaitu jumlah pertanyaan dikali jumlah responsene=jumlah errorKr=koefisien reproduksibilitas (dianggap baik jika Kr > 0,90)

d) Uji Kelayakan InstrumenSetelah instrumen direvisi sesuai dengan petunjuk validator maka dilakukan uji empiris (uji statistik) yaitu:

(1) Validitas TesValiditas tes dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan sudah sesuai untuk mengukur apa yang hendak diukur. Untuk melihat kevalidan tes digunakan rumus:

Dimana:rxy: koefisien korelasi antara variabel x dan yN: jumlah peserta tesX: skor butir soalY: skor total soalSetelah harga rxy diketahui, maka rxy dibandingkan dengan harga tabel (rt) dalam hal ini taraf signifikan 5% dengan n = jumlah butir soal. Bila rxy rt dengan taraf signifikan 5%, maka butir soal tersebut valid. Arikunto (2002:146)

(2) Reliabilitas TesUji reliabilitas adalah uji kestabilan instrumen untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan dapat digunakan untuk mengukur hal yang sama pada kesempatan yang lain. Untuk menguji reliabilitas tes digunakan rumus Alpha yang formulasinya sebagai berikut:r11=

Nilai masing-masing varians ditentukan dengan rumus: = = Keterangan :r11=Reliabilitas instrumenk=Banyak butir pertanyaan atau banyaknya soal=Jumlah varians butir=Varians totalN=Jumlah peserta tesX= Skor butir soalXt= Skor total soalHarefa (2009:35)

(3) Tingkat Kesukaran TesTingkat kesukaran soal digunakan untuk mengetahui apakah tingkat kesukaran soal yang tertera pada kisi-kisi tes telah sesuai atau belum. Tingkat kesukaran tes dihitung dengan rumus :

Dimana:

Kemudian hasil ini dikonsultasikan dengan klasifikasi tingkat kesukaran soal yaitu :TK > 0,70:kategori soal mudah0,30 TK 0,70:kategori soal sedangTK < 0, 30:kategori soal sukarDepdiknas (2002:26 27)

(4) Daya Pembeda TesDaya pembeda soal dihitung apakah soal dapat membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah menilik dari pencapaian siswa. Daya pembeda soal dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:

Dimana:DP=daya pembedaMe=mean (nilai rata-rata)KA=kelompok atasKB=kelompok bawahDengan klasifikasi daya pembeda soal yaitu :0,40-1,00=soal diterima/baik0,30-0,39=soal diterima tapi perlu diperbaiki0,20-0,29=soal diperbaiki0,00-0,19=soal tidak dipakai/dibuangDepdiknas (2002:28)

E. Analisis Data Penelitian1. Pengolahan Data Tes Awala. Mengubah skor mentah menjadi nilai standarUntuk mengetahui tingkat pencapaian siswa, peneliti mengolah skor mentah dari tes uraian yang diberikan menjadi nilai standar dengan menggunakan rumus

Dimana:N= Nilai setiap butir soalA=Skor mentah yang diperoleh siswa untuk butir soalB=Skor mentah maksimum soalC=Bobot soalSelanjutnya nilai total siswa dapat dihitung dengan menjumlahkan nilai masing-masing butir soal perolehan siswa yang bersangkutan.Depdiknas (2004:46)b. Menentukan rata-rata hitungRata-rata hitung digunakan untuk mengetahui tingkat pencapaian rata-rata siswa. Untuk menentukan rata-rata hitung, maka digunakan rumus :

Dimana :

=Nilai rata-rata hitung

=Jumlah nilain=Banyaknya sampelSudjana (1992:67)

Sedangkan hasil belajar diklasifikasikan dengan kriteria sebagai berikut:86-100:Baik sekali71-85:Baik56-70:Cukup41-55:Kurang0-40: Sangat kurang

Rapor SMP

c. Menentukan standar deviasiStandar deviasi ialah suatu nilai yang menunjukkan tingkat (derajat) variasi kelompok data atau ukuran standar penyimpangan dari rata-ratanya. Untuk mengetahui standar deviasi digunakan rumus:

Keterangan :S=Standar deviasin=ukuran sampelX=dataRiduwan (2005:146)

d. Uji HomogenitasUntuk mengetahui apakah kedua subjek penelitian homogen maka digunakan uji F dengan langkah-langkah sebagai berikut:1) Tulis Ha dan Ho dalam bentuk kalimat2) Tulis Ha dan Ho dalam bentuk statistik3) Cari Fhitung dengan menggunakan rumus:F = 4) Tetapkan taraf signifikan ()5) Hitung Ftabel dengan rumus:

6) Tentukan kriteria pengujian Ha yaitu:Jika Fhitung < Ftabel, maka Ha diterima (Homogen)7) Bandingkan Fhitung dengan Ftabel 8) Buatlah kesimpulannya.Sudjana (2002:250)

2. Pengolahan Data Tes Akhira. Mengubah skor mentah menjadi nilai standar, rata-rata, dan standar deviasiPada pengolahan tes akhir, untuk mengubah skor mentah menjadi nilai standar, menghitung rata-rata, dan menghitung standar deviasi dilakukan dengan menggunakan rumus yang sama dengan tes awal. Hal ini dikarenakan kedua tes berbentuk sama yaitu tes uraian.

b. Pengujian HipotesisHipotesis yang akan diuji adalah :

Ha :

Ho:

Untuk menguji rumus itu digunakan rumus t dua pihak dengan rumus :

Sudjana (2002:239)Dimana :t= harga t hitung

=rata-rata nilai kelas eksperimen pertaman

=rata-rata nilai kelas eksperimen keduan1=jumlah siswa kelas eksperimen pertaman2=jumlah siswa kelas eksperimen keduas2=varians kedua kelas s12=varians kelas eksperimen pertamas22= varians kelas eksperimen keduakriteria uji t adalah :Ha diterima jika t(1 1/2) > thitung > t(1 1/2) untuk daftar distribusi t pada dk = n1 + n2 2 dengan peluang (1 1/2) pada taraf signifikan 0,05. Untuk harga-harga thitung lainnya, Ho ditolak.

BAB IVTEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Temuan Penelitian1. Uji HomogenitasUntuk mengetahui apakah kedua kelas mempunyai kemampuan awal yang sama maka peneliti mengadakan uji homogenitas atas kedua kelas. Berdasarkan perhitungan data pada lampiran 19 tabel 17 dan 18 yang diolah pada lampiran 22 diperoleh bahwa Fhitung = 1,376 sedangkan Ftabel = 1,970. Ternyata Fhitung < Ftabel berarti kedua kelas homogen

2. Tes AkhirBerdasarkan lampiran 20 tabel 19 dan 20 yang diolah pada lampiran 22 diperoleh data sebagai berikut:a. Rata-rata hasil belajar siswa kelas VII semester 1 MTs Swasta Nu Gunungsitoli tahun pelajaran 2010/2011 yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah 77,35 (tergolong baik). b. Rata-rata hasil belajar siswa kelas VII semester 1 MTs Swasta Nu Gunungsitoli tahun pelajaran 2010/2011 yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation adalah 60,18 (tergolong cukup).

393. Uji HipotesisBerdasarkan perhitungan pada lampiran 21 tabel 21 yang diolah pada lampiran 22 diperoleh thitung = 4,421. Selanjutnya, harga ttabel dikonsultasikan pada t tabel pada taraf nyata 0,05 dengan dk = 54 dan diperoleh dengan interpolasi bahwa ttabel = 2,060. Berdasarkan hal tersebut, diperoleh bahwa thitung > ttabel sehingga Ha diterima dan Ho ditolak.Maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan tipe STAD di kelas VII M.Ts Swata NU Gunungsitoli tahun pelajaran 2010/2011.

B. Pembahasan Atas Temuan PenelitianPenelitian yang dilakukan ini adalah metode penelitian eksperimen yaitu metode yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel lain dalam kondisi yang terkontrol ketat. Penelitian ini melibatkan dua kelas yang diberikan perlakuan berbeda yaitu kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Pada kelas eksperimen 1, pembelajaran dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sedangkan pada kelas ekperimen 2 pembelajaran dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran Tipe Student Team Achievement Division (STAD).Dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti dalam proses pembelajaran pada kedua kelas, terdapat beberapa hal yang merupakan temuan penelitian yaitu sebagai berikut:

1. Jawaban Umum atas Peermasalahan Pokok PenelitianPermasalah pokok pada penelitian ini adalah perbedaan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan hasil belajar siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Untuk menjawab masalah tersebut maka penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode eksperimen. Penelitian dilaksanakan di kelas VII MTs Swasta NU Gunungsitoli tahun pelajaran 2010/2011.Berdasarkan pengamatan penulis selama pelaksanan pembelajaran, dapat dilihat bahwa siswa yang diajar dengan tipe Jigsaw cenderung lebih aktif dalam pembelajaran karena merasa tertantang serta diberikan tanggung jawab untuk mengajari teman yang lain dan sebagai akibatnya keadaan kelas lebih hidup bila dibandingkan dengan kelas yang diajar dengan menggunakan metode STAD. Siswa yang diajar dengan menggunakan tipe Jigsaw lebih semangat belajar bila dibandingkan dengan siswa yang diajarkan dengan menggunakan tipe STAD. Hal ini diakibatkan kesempatan siswa untuk mengembangkan kreatifitas pada pembelajaran tipe jigasaw melalui presentasi lebih banyak bila dibandingkan dengan pembelajaran tipe STAD. Siswa yang diajarkan dengan menggunakan tipe jigasaw lebih giat bertanya dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru karena merasa tertarik untuk menemukan hal-hal baru dan kesempatan untuk menyumbangkan buah pikiran masing-masing. Sedangkan siswa yang diajarkan menggunakan tipe STAD cenderung lebih terbatas karena informasi yang diperoleh sebagian besar masih berasal dari guru.

2. Analisis dan Interpretasi Temuan PenelitianDemikian halnya dengan dengan analisis data sampai pengujian hipotesis yang dilakukan peneliti, ternyata hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Rata-rata hasil belajar siswa kelas VII MTs Swasta NU Gunungsitoli tahun pelajaran 2010/2011 yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah 77,35 (tergolong baik). Sedangkan rata-rata hasil belajar siswa siswa kelas VII MTs Swasta NU Gunungsitoli tahun pelajaran 2010/2011 yang menggunakan model pembelajaran kooperatif adalah 60,18 (tergolong cukup). Ada perbedaan hasil belajar yang siginifikan antara siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas VII MTs Swasta NU Gunungsitoli hal ini diperoleh dari nilai thitung = 4,421a> ttabel = 2,060.Dari hasil penelitian yang dilakukan terlihat bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memberikan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

3. Perbandingan Temuan dengan Penelitian LainTerjadinya perbedaan nilai hasil belajar yang siginifikan antara siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan tipe STAD dikarenakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD masih mengandalkan guru sebagai pusat informasi sedangkan tipe Jigsaw mendorong siswa untuk berkreasi. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah tipe paling sederhana dalam model pembelajaran kooperatif.

4. Mengkontraskan dengan Teori yang AdaPembelajaran kooperatif berangkat dari kesadaran manusia sebagai makhluk sosial. Manusia ditakdirkan untuk hidup bersama dalam kelompok dan tidak akan bertahan bila hidup sendirian. Pemikiran ini kemudian dibawa ke dalam pembelajaran untuk diaplikasikan pada model pembelajaran. Dilihat dari landasan psikologi belajar, pembelajaran kooperatif didasarkan pada psikologi belajar holistik yang menekankan bahwa belajar adalah proses berpikir. Selain itu, hal utama yang mendasari model pembelajaran ini adalah psikologi humanistik yang menekankan pengembangan kognitif harus diimbangi dengan perkembangan pribadi secara utuh melalui perkembangan interpersonal (Sanjaya 2008:240).Meskipun model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berasal dari model pembelajaran yang sama namun keduanya mempunyai perbedaan yang cukup menyolok sebagaimana tertera pada kajian pustaka. tersebut. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, siswa diberikan kebebasan untuk mengkaji dan mendiskusikan materi yang menjadi tanggung jawabnya. Selain itu, siswa dapat mengembangkan informasi yang diperolehnya ke arah yang lebih luas sehingga menumbuhkan kreatifitas pada diri siswa terutama dalam kelompok ahli. Sedangkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD hampir menyerupai pembelajaran satu arah karena guru menjadi sumber informasi. Baru setelah memperoleh informasi, siswa saling membantu temannya dalam memahami materi. Ada beberapa hal yang menjadi kunci sukses dari model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yaitu pengajaran sebaya (peer tutorial) dan pengakuan akan kemampuan siswa. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, siswa diberikan kesempatan untuk mengajarkan teman satu kelompok yang merupakan metode tutor sebaya. Hanya saja pada tutor sebaya, siswa yang menjadi tutor adalah siswa yang telah tuntas atau lebih pandai dari siswa yang diajarinya sedangkan pada model pembelajaran kooperatf tipe Jigsaw, semua siswa diberikan kesempatan untuk mengajarkan temannya. Pengalaman ini tentunya memberikan nilai tambah tersendiri bagi siswa. Keadaan ini sejalan dengan pendapat Suherman (2003:277) bahwa:"Tugas sebagai tutor merupakan kegiatan yang kaya akan pengalaman yang justru sebenarnya kebutuhan anak itu sendiri. Dalam persiapan ini, meraka akan berusaha mendapatkan hubungan dan pergaulan baru yang mantap dengan teman sebaya, mencari perannya sendiri, mengembangkan kecakapan intelektual dan konsep yang penting, dan mendapatkan tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial.

Dengan demikian, kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode tutor sebaya memberikan dampak yang besar bagi siswa. Terlebih bila semua siswa diberikan tenggung jawab untuk mengajarkan materi tersebut kepada kelompoknya.

5. Implikasi Temuan PenelitianDengan memperhatikan temuan penelitian sebelumnya maka peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran koopertatif tipe Jigsaw adalah salah satu model pembelajaran yang cukup andal dalam membelajarkan peserta didik. Hal ini memberikan implikasi secara langsung kepada siswa, guru, serta sarana dan prasarana. Siswa diberikan kebebasan untuk mengakses informasi masing-masing sesuai dengan tanggung jawabnya masing-masing. Meskipun bekerja secara terpisah-pisah, kerja sama siswa dalam kelompok ahli memberikan sentuhan kerja sama yang merupakan ciri khas dari pembelajaran kooperatif. Selain itu, hasil pekerjaan siswa kemudian disampaikan di kelompok masing-masing sehingga dapat menimbulkan rasa bangga dan percaya diri dalam siswa. Siswa akan terbiasa bekerja dengan inisiatif sendiri dalam kelompok sosial yang kuat dan saling membantu. Selain itu, inisiatif pembelajaran pada tipe Jigsaw terletak pada siswa dan siswa dituntut untuk menyediakan waktu ekstra untuk berdiskusi dan membahas berbagai masalah.Peran guru dalam pendekatan model pembelajaran koopertatif tipe Jigsaw tidaklah kecil. Guru dituntut untuk memilih masalah yang menarik dan dijadikan bahan untuk dibagikan kepada siswa. Posisi tempat duduk yang konvensional juga kurang mendukung dalam pembelarjan kooperatif. Posisi yang diharapkan adalah posisi duduk berkelompok sedemikian rupa yang dapat dibentuk menjadi pulau-pulau kelompok siswa. Siswa duduk mengelilingi meja dengan posisi duduk berbentuk huruf U agar tidak ada siswa yang duduk membelakangi guru tetapi dapat langsung berinteraksi dengan anggota kelompok yang lain.Selain itu, sarana dan prasarana pendukung juga harus disediakan terutama sarana untuk mendapatkan informasi berkaitan dengan masalah yang diajukan. Sarana dan prasarana yang diharapkan sebagai sumber informasi adalah perpustakaan, media massa, ataupun akses internet.6. Keterbatasan Temuan PenelitianSebagai hasil kaya ilmiah, penelitian yang dilakukan ini mempunyai beberapa keterbatasan yang lahir dari keterbatasan peneliti. Keterbatasan yang terdapat pada penelitian ini diungkapkan peneliti agar pembaca dapat menyikapi hasil penelitian ini sebagaimana mestinya. Keterbatasan temuan penelitian ini adalah:a. Temuan penelitian didasarkan pada pemberian tes hasil belajar yang dilakukan pada kedua kelas eksperimen,b. Temuan penelitian hanya mencakup hasil belajar siswa dari segi kognitif tanpa memperhatikan perubahan tingkah laku siswa.

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN

A. KesimpulanBerdasarkan hasil analisis data, maka peneliti dapat menyampaikan beberapa kesimpulan sebagai berikut:1. Berdasarkan data pada lampiran 20 tabel 19 yang diolah pada lampiran 22 diperoleh bahwa rata-rata hasil belajar siswa kelas VII semester 1 MTs Swasta NU Gunungsitoli tahun pelajaran 2010/2011 yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (lampiran 22) adalah 77,35 (tergolong baik). 2. Berdasarkan lampiran 20 tabel 20 yang diolah pada lampiran 22 diperoleh bahwa rata-rata hasil belajar siswa kelas VII semester 1 MTs Swasta NU Gunungsitoli tahun pelajaran 2010/2011 yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (lampiran 22) adalah 60,18 (tergolong cukup).3. Berdasarkan data pada lampiran 21 tabel 21 yang diolah pada lampiran 22 diperoleh thitung = 4,421> ttabel = 2,060 maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan tipe STAD di kelas VII M.Ts Swata NU Gunungsitoli tahun pelajaran 2010/2011.

47B. SaranBerdasarkan kesimpulan di atas maka peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut:1. Kepada guru mata pelajaran matematika agar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam pembelajaran khususnya pada sub materi pokok bilangan desimal.2. Bagi siswa diharapkan agar membentuk kelompok-kelompok diskusi belajar agar dapat bekerja dalam membahas pelajaran.3. Diharapakan kepada rekan-rekan mahasiswa agar melakukan penelitian lanjutan tentang model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD dibandingkan dengan tipe lain pada model pembelajarna kooperatif dan pada model pembelajaran yang lain.

DAFTAR PUSTAKAAronson, Elliot et al, Jigsaw, online www.Jigsaw.org, diakses tanggal 12 Maret 2009.Arikunto, Suharsimi, 2001, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta.Arikunto, Suharsimi, 2002, Prosedur Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta.Bpk Penabur, (online) http://www1.bpkpenabur.or.id/index.htm, diakses tanggal 12 Pebruari 2008.Departemen Pendidikan Nasional, 2001, Penyusunan Butir Soal dan Instrumen Penilaian, Jakarta.Dimyati, dan Mudjiono, 2006, Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta.Harefa, Amin Otoni, 2008, Dasar-dasar Proses Pembelajaran Matematika, FPMIPA Program Studi Pendidikan Matematika, IKIP Gunungsitoli.Nazir, Moh, 2003, Prosedur Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta.Riduwan, 2005, Penelitian bagi Pemula, Rineka Cipta, Jakarta.Sudijono, Anas,1998. Pengantar Evaluasi Pendidikan, Raja Grafindo Persada, Jakarta.Sudjana, 2002, Metoda Statistika, Tarsito, Bandung.Sudjana,1987.Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Sinar Baru Algesindo, Bandung.Suherman, Erman, dkk, 2003, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.Sukino, Wilson, 2006, Matematika SMP, Erlangga, Jakarta.Undang-Undang Republik Indonesia No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.Yustisia, 2007. Panduan Lengkap KTSP, Pustaka Yustisia, Yogyakarta Muslich, Masnur, 2007, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, Bumi Aksara, Jakarta.

49Waluyo,1987, Penilaian Pencapaian Hasil Belajar, Dirjen Dikti, Jakarta.