PERBANDINGAN SENSITIVITI PEMERIKSAAN ANTARA SPUTUM INHALASI NaCl DAN BILASAN BRONKUS FIKSASI ALKOHOL DENGAN FIKSASI SACCOMANO UNTUK DIAGNOSIS KANKER PARU T E S I S JULI PURNOMO NIM : S6006001 PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
80
Embed
PERBANDINGAN SENSITIVITI PEMERIKSAAN …/Per... · Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan pendidikan dan ... dan non medis, serta para pasien yang berpartisipasi selama pendidikan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PERBANDINGAN SENSITIVITI PEMERIKSAAN ANTARA SPUTUM INHALASI NaCl DAN BILASAN BRONKUS FIKSASI
ALKOHOL DENGAN FIKSASI SACCOMANO UNTUK DIAGNOSIS KANKER PARU
T E S I S
JULI PURNOMO NIM : S6006001
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2010
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 ii
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
PERBANDINGAN SENSITIVITI PEMERIKSAAN ANTARA SPUTUM INHALASI NaCl DAN BILASAN BRONKUS FIKSASI
ALKOHOL DENGAN FIKSASI SACCOMANO UNTUK DIAGNOSIS KANKER PARU
Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
DOKTER SPESIALIS ILMU PENYAKIT PARU
JULI PURNOMO NIM : S6006001
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2010
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 iii
Penelitian ini dilakukan di bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran
Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/Rumah
Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta
Pimpinan : Prof. Dr. Suradi, SpP(K), dr., MARS
Pembimbing : Dr. Eddy Surjanto, dr., SpP(K)
Prof. Dr. Suradi, SpP(K), dr., MARS
Sugeng Purwoko, dr., M.Med.Sci, SpGK
PENELITIAN INI MILIK DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN
ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 iv
PERBANDINGAN SENSITIVITI PEMERIKSAAN ANTARA SPUTUM INHALASI NaCl DAN BILASAN BRONKUS FIKSASI
ALKOHOL DENGAN FIKSASI SACCOMANO UNTUK DIAGNOSIS KANKER PARU
Tesis ini telah disetujui oleh : Dr. Eddy Surjanto, dr., SpP(K) : .............................................. Kepala Bagian Pulmonologi RSUD Dr. Moewardi Surakarta Prof. Dr. Suradi, dr., SpP(K), MARS : .............................................. Ketua Program Studi Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS Dr. Eddy Surjanto, dr., SpP(K) : .............................................. Pembimbing I Prof. Dr. Suradi, dr, SpP(K), MARS : .............................................. Pembimbing II Sugeng Purwoko, dr., M.Med.Sci, SpGK : .............................................. Pembimbing III
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhana Wa Ta’ala atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai persyaratan
akhir pendidikan spesialis di bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Keberhasilan penulis dalam
menyelesaikan pendidikan dan tesis ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan
pengarahan dari para guru, keluarga, teman sejawat PPDS paru, karyawan medis
dan non medis, serta para pasien yang berpartisipasi selama pendidikan dan
penelitian ini. Penulis menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada :
Prof. Dr. Suradi, dr., SpP(K), MARS
Ketua program studi PPDS-I Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret dan pembimbing utama penelitian
ini yang telah memberikan bimbingan, dorongan, saran dan kritik yang positif.
Terima kasih penulis haturkan setinggi-tingginya atas ilmu dan petunjuk yang
telah diberikan selama penulis menjalani pendidikan.
Dr. Eddy Surjanto, dr., SpP(K)
Kepala Bagian Pulmonologi RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang senantiasa
menanamkan kedisiplinan, ketelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, pola
berfikir dan bertindak ilmiah serta telah banyak memberi masukan pengetahuan,
saran dan kritik yang membangun. Terima kasih penulis haturkan atas dedikasi
tinggi beliau untuk kemajuan bagian Pulmonologi.
Hadi Subroto, dr., SpP(K), MARS
Beliau selalu menanamkan kemandirian, kepercayaan diri, kebersamaan, keutuhan
dan dedikasi tinggi bagian Pulmonologi sehingga dapat lebih maju menghadapi
tantangan ilmu kedokteran ke depan. Penulis menghaturkan banyak terima kasih
atas himbauan dan bimbingan beliau untuk kemajuan bersama bagian
Pulmonologi.
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 vi
Yusup Subagio Sutanto, dr., SpP(K)
Beliau adalah bapak semua PPDS Paru yang senantiasa tidak jemu mengingatkan
kami untuk tetap semangat, berdedikasi dan memberikan yang terbaik untuk
sesama. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan atas nilai-nilai
luhur yang telah beliau tanamkan kepada penulis.
Reviono, dr., SpP(K)
Sekretaris Program Studi PPDS-I Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK
UNS yang senantiasa memberi bimbingan, saran serta kritik yang membangun.
Terima kasih penulis ucapkan atas bimbingan, saran dan kritik yang beliau
berikan selama penulis menjalani pendidikan di bagian Pulmonologi.
Ana Rima Setijadi, dr., SpP
Beliau senantiasa membimbing, mendorong dan memberi masukan yang baik
selama pendidikan. Terima kasih penulis ucapkan atas bimbingan, saran dan kritik
yang telah diberikan selama penulis menjalani pendidikan di bagian Pulmonologi.
Sugeng Purwoko, dr., M.Med.Sci, SpGK
Selaku pembimbing metodologi penelitian yang telah banyak meluangkan waktu
disela kesibukannya sebagai pembantu dekan II Fakultas Kedokteran UNS,
memberikan bimbingan dan pemahaman statistik sehingga lebih mudah dipahami.
Terima kasih atas waktu dan ilmu yang telah diberikan sehingga tesis ini dapat
selesai.
Harsini, dr., SpP
Beliau senantiasa membimbing, mendorong dan memberi masukan yang baik
selama pendidikan. Beliau jugalah yang selalu memberikan semangat untuk
segera menyelesaikan tesis ini secara tepat waktu.
Jatu Aphridasari, dr., SpP
Beliau banyak memberi masukan dan koreksi demi perbaikan tesis ini.
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 vii
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada staf
pengajar : Dr. Setiawan Usman SpP (alm), Dr. M. Syahril Mansyur SpP, Dr.
Fordiastiko SpP, Dr. Hasto Nugroho SpP, Dr. IGN. Widyawati SpP atas
bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna selama penulis mengikuti
pendidikan keahlian.
Ijinkan penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Direktur RSUD Dr. Moewardi Surakarta
2. Dekan Fakultas Kedokteran UNS
3. Kepala Bagian Patologi Anatomi RSUD Dr. Moewardi/FK UNS
4. Kepala Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Moewardi/FK UNS
5. Kepala Bagian Radiologi RSUD Dr. Moewardi/FK UNS Surakarta
6. Kepala Bagian Kardiologi RSUD Dr. Moewardi/FK UNS Surakarta
7. Kepala Bagian Kesehatan Anak RSUD Dr. Moewardi/FK UNS Surakarta
8. Kepala Bagian Anestesi RSUD Dr. Moewardi/FK UNS Surakarta
9. Kepala Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. Moewardi Surakarta
10. Direktur Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan Ngawen Salatiga
11. Direktur RSU Wonogiri
12. Kepala BP4 Klaten
13. Kepala BPPKM Surakarta
beserta seluruh staf atas bimbingan dan ilmu pengetahuan yang diberikan selama
penulis mengikuti tugas pendidikan.
Penghargaan dan penghormatan yang setinggi-tingginya penulis
haturkan kepada ayahanda H. Harto Diharjo dan ibunda tercinta Suparti Harto
Diharjo (Alm) atas asuhan, didikan, pengorbanan tiada tara dan tak terhingga serta
do’a kepada ananda. Terima kasih penulis haturkan kepada ibu Rieni Eddy S.
Palil atas arahan, himbauan dan tauladan yang telah diberikan selama ini. Kepada
istri Drg. Anjar Mastuti Ratna Yudiasari tercinta yang senantiasa setia, menerima
apa adanya dan mendukung setiap langkah penulis sampai akhirnya dapat
menyelesaikan pendidikan ini. Untuk ketiga putra-putri tercinta Pramesa Juan
Fadillah, Zulfikar Juan Pramasta dan Safira Juanita Ramadani, buah hati tersayang
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 viii
yang mampu mengubah suasana menjadi riang, sehingga hilang rasa penat dan
letih.
Rasa hormat dan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Yun
Amril SpP, Dr. Azril Hasan SpP, Dr. Windu Prasetya SpP, Dr. Chrisrianto EN
SpP, Dr. Yani Purnamasari SpP, Dr. Ni Nyoman Priantini SpP, Dr. Ikalius SpP,
Dr. Kenyorini SpP, Dr. Allen Wydisanto SpP, Dr. I Wayan Agus Putra SpP, Dr.
Joko Susilo SpP, Dr. Enny S Sarjono SpP dan seluruh rekan PPDS-I Pulmonologi
dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada semua rekan
perawat poliklinik (Mbak Krisni, mbak Harti, Bu Pur, Pak Kuswanto) dan bangsal
rawat paru di RSDM, RSP Ario Wirawan Salatiga dan BP4 Klaten serta rekan
kerja di SMF paru (mas Waluyo, mbak Yamti, mbak Lusi, mbak Puji, mas Arif,
mbak Anita, mbak Ira) atas bantuan dan kerjasamanya selama ini. Penulis juga
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh karyawan
di bagian Patologi Anatomi yang telah membantu penulis sehingga dapat
menyelesaikan penelitian.
Akhir kata, penulis menyampaikan mohon maaf atas segala
kekhilafan, ketidaksempurnaan dan kekurangan selama menjalani pendidikan di
bagian Pulmonologi. Semoga Allah Subhana Wa Ta’ala memberikan ridho-Nya
sehingga ilmu dan pengalaman yang penulis miliki dapat bermanfaat bagi sesama.
Surakarta, Juni 2010
Penulis
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 ix
RINGKASAN
PERBANDINGAN SENSITIVITI PEMERIKSAAN ANTARA SPUTUM INHALASI NaCl DAN BILASAN BRONKUS FIKSASI
ALKOHOL DENGAN FIKSASI SACCOMANO UNTUK DIAGNOSIS KANKER PARU
Juli Purnomo
Penemuan dini kanker paru berdasarkan keluhan saja jarang terjadi.
Keluhan yang ringan biasanya terjadi pada mereka yang telah memasuki stadium
II. Kasus kanker paru di Indonesia terdiagnosis ketika penyakit telah berada pada
stadium lanjut. Penemuan kanker paru stadium dini akan sangat membantu
penderita. Penemuan diagnosis dalam waktu yang lebih cepat memungkinkan
penderita memperoleh kualiti hidup yang lebih baik dalam perjalanan penyakitnya
meskipun tidak dapat menyembuhkannya.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk deteksi dini ini, selain
pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan radio toraks dan pemeriksaan sitologi
sputum. Sputum dapat diperoleh secara langsung dibatukkan atau dirangsang
dengan inhalasi. Pemeriksaan sitologi sputum merupakan satu-satunya metode
non invasif yang dapat mendeteksi keganasan paru dini yaitu lesi premaligna atau
karsinoma. Inhalasi uap dapat menggunakan beberapa cairan antara lain NaCl 3%
pada suhu 37oC.3 Sputum diperiksa secara langsung dengan fiksasi alkohol 95%
maupun secara dikumpulkan dan difiksasi dengan larutan Saccomano.
Pemeriksaan sputum dengan cara invasif bisa dikerjakan dengan bilasan bronkus.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sensitiviti pemeriksaan
sitologi sputum cara inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol, inhalasi
NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano dan bilasan bronkus
dengan fiksasi alkohol dalam mendiagnosis kanker paru. Hasil dari ketiga cara
tersebut dibandingkan untuk direkomendasikan sebagai cara pemeriksaan sitologi
sputum dengan segala kekurangan dan kelebihannya.
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 x
Jenis penelitian yang digunakan ialah uji diagnostik, yang
membandingkan sensitiviti pemeriksaan sitologi sputum antara cara inhalasi
NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol, inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut
dengan fiksasi Saccomano dan bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol untuk
mendiagnosis kanker paru. Penelitian dilakukan terhadap 57 pasien yang terbukti
menderita kanker paru yang dirawat di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Sampel
diambil dengan teknik Consecutive Quota sampling. Pembacaan hasil sitologi
sputum dilakukan oleh seorang ahli patologi anatomi.
Hasil penelitian didapatkan jenis kelamin subjek penelitian terdiri dari 40
orang (70%) laki-laki dan 17 orang (30%) perempuan. Jenis sel pada laki-laki
terbanyak adalah karsinoma sel besar dan jenis sel terbanyak pada perempuan
adalah adenokarsinoma.Umur paling muda adalah 29 tahun dan paling tua adalah
76 tahun dengan rerata umur 58,2 ± 5,70 tahun. Jenis sel kanker terbanyak pada
umur di bawah 60 tahun adenokarsinoma, sedangkan jenis sel kanker terbanyak
pada umur di atas 60 tahun adalah karsinoma sel besar. Sebanyak 40 orang (70%)
adalah perokok dan 17 orang (30%) bukan perokok. Jenis sel kanker terbanyak
pada perokok adalah karsinoma sel besar, sedangkan jenis sel kanker terbanyak
bukan perokok adalah adenokarsinoma. Letak tumor paling banyak adalah di
perifer yaitu 33 kasus (57,8%), letak sentral sebanyak 21 kasus (37,0%) dan tak
bisa ditentukan adalah sebanyak 3 kasus (5,2%). Jenis sel kanker terbanyak pada
letak perifer adalah adenokarsinoma, jenis sel kanker terbanyak pada letak sentral
adalah karsinoma sel skuamosa dan semua kasus tak dapat ditentukan letaknya
adalah adenokarsinoma. Sensitiviti pemeriksaan sputum dengan cara inhalasi
NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol adalah 3,5%. Sensitiviti pemeriksaan
sputum dengan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi
Saccomano adalah sebesar 10,5%. Sensitiviti pemeriksaan sitologi sputum dengan
cara bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol adalah 24,5%. Untuk membandingkan
sensitiviti ketiga cara pemeriksaan tersebut digunakan test of agreement (uji
kesepakatan) dengan menghitung nilai kappa (k) dan uji kemaknaan dihitung nilai
z. Sensitiviti cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi
Saccomano dibanding inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol mempunyai
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xi
nilai kesepakatan yang lemah (k = 0,472) dan bermakna (zhitung > z1 - .05).
Sensitiviti cara inhalasi NaCl 3 % 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano
dibanding cara bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol mempunyai nilai
kesepakatan yang baik (k = 0,668) dan bermakna (zhitung > z1 - .05). Sensitiviti cara
inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi alkohol dibanding cara bilasan bronkus dengan
fiksasi alkohol memiliki nilai kesepakatan yang lemah (k = 0,202) dan bermakna
(zhitung > z1-.05).
Kesimpulan, pemeriksaan sitologi sputum cara inhalasi NaCl 3% 3 hari
berturut-turut dengan fiksasi Saccomano direkomendasikan dapat dipakai untuk
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xii
ABSTRACT
THE COMPARATION OF EXAMINATION SENSITIVITY BETWEEN SALINE INHALATION SPUTUM AND ALCOHOL
FIXATION BRONCHIAL WASHING WITH SACCOMANO FIXATION FOR LUNG CANCER DIAGNOSIS
Juli Purnomo
Background : Histopathological examination is paramount in patients with suspected lung cancer, because it is a gold standard for lung cancer diagnosis. Sputum cytology examination is the only non-invasive examination that can detect lung cancer, besides it is quite cheap and can be used widely. Objective : The aim of this study is to compare whether any sensitivity differences among once 3% saline inhalation with alcohol fixation, continously within 3 days 3% saline inhalation with alcohol fixation and bronchial washing with alcohol fixation for lung cancer diagnosis. Setting : In the ward unit of Dr. Moewardi general hospital Surakarta. Methods : A total of 57 consecutive quota samples were examined once saline 3% saline inhalation with alcohol fixation, continously within 3 days 3% saline inhalation with alcohol fixation and bronchial washing with alcohol fixation for lung cancer diagnosis. The three ways were calculated for sensitivity and compared the value of the agreement and significancy. To compare the sensitivity of the screening method was used agreement test by calculating the kappa (k) and significant test by calculating the value of z. Result : The continously within 3 days 3% saline inhalation with Saccomano fixation was more sensitive than once 3% saline inhalation with alcohol fixation. It has good agreement (k = 0.472) and significant (zcalculated> z1 - .05). The continously within 3 days 3% saline inhalation with Saccomano fixation was less sensitive than bronchial washing with alcohol fixation. It has good agreement (k = 0.668) and significant (zcalculated > z1 - .05). Once 3% saline inhalation with alcohol fxation was less sensitive than bronchial washing with alcohol fixation. It has poor agreement (k = 0.202) and significant (zcalculated > z1-
.05). Conclusion : Sputum cytologic examination was done by doing continously within 3 days 3% saline inhalation with Saccomano fixation can be recommended to be used for early detection of lung cancer screening. Key words : lung cancer, sputum cytology, 3% saline inhalation, bronchial
washing
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xiii
DAFTAR ISI
Halaman JUDUL ..... ........................................................................................................ i KATA PENGANTAR ..................................................................................... v RINGKASAN .................................................................................................. ix ABSTRAK ..................................................................................................... xii DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi histologi......................................................................... 4 B. Penderajadan kanker paru ............................................................ .. 8 C. Tampilan.......................................................................................... 11 D. Deteksi dini...................................................................................... 11 E. Pemeriksaan sitologi sputum .......................................................... 13 BAB III. PENELITIAN SENDIRI A. Rumusan masalah ........................................................................... 19 B. Tujuan penelitian ............................................................................ 19 C. Hipotesis ......................................................................................... 20 D. Manfaat penelitian .......................................................................... 20 E. Kerangka konsep ............................................................................ 20 F. Metodologi penelitian ..................................................................... 22 1. Jenis penelitian ............................................................................ 22 2. Tempat dan waktu penelitian ...................................................... 22 3. Sampel penelitian ....................................................................... 22 4. Kriteria penerimaan...................................................................... 22 5. Kriteria penolakan....................................................................... 23 6. Besar sampel................................... ............................................ 23 7. Definisi operasional .................................................................... 24 8. Prosedur pengumpulan data.. ...................................................... 25 G. Analisis data............ .............. ......................................................... 30 H. Etika penelitian ............................................................................... 34 J. Alur penelitian ................................................................................ 35 BAB IV. HASIL PENELITIAN ...................................................................... 36 BAB V. PEMBAHASAN ............................................................................... 50 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 59 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 61 LAMPIRAN
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Penderajadan kanker paru .................................................... 10 Tabel 2. Tampilan umum menurut skala Karnofsky ..................................... 11 Tabel 3. Distribusi subjek penelitian berdasar jenis kelamin................... ...... 36 Tabel 4. Distribusi subjek penelitian berdasar usia ...................................... 37 Tabel 5. Distribusi subjek penelitian berdasar kebiasaan merokok ............. 37 Tabel 6. Distribusi subjek penelitian berdasar letak tumor................... ........ 43 Tabel 7. Distribusi sel kanker berdasar jenis kelamin .................................. 38 Tabel 8. Distribusi sel kanker berdasar usia.................................................. 63 Tabel 9. Distribusi sel kanker berdasar letak tumor .................................... 40 Tabel 10. Distribusi sel kanker berdasar riwayat merokok ............................. 40 Tabel 11. Perbandingan cara inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi alkohol dan Cara inhalasi NaCl 3% 3hari dengan fiksasi Saccomano .............. 44 Tabel 12. Perbandingan cara inhalasi NaCl 3 hari dengan fiksasi Saccomano Dan bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol .................................. 46 Tabel 13, Perbandingan cara inhalasi NaCl 1 kali dengan fiksasi alkohol dan Bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol .......................................... 47
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Gambaran sitologi karsinoma sel skuamosa ................................. 6 Gambar 2. Gambaran sitologi adenokarsinoma ................................................ 6 Gambar 3. Gambaran sitologi karsinoma sel kecil............................................ 7 Gambar 4. Gambaran sitologi karsinoma sel besar .......................................... 7 Gambar 5. Klasifikasi / pembagian paru................................................... ........ 18 Gambar 6. Kerangka konsep ............................................................................. 21 Gambar 7. Rangkaian proses Saccomano ........................................................ 27 Gambar 8. Alur penelitian ............................................................................... 35 Gambar 9. Grafik cara ambil sampel ........... ................................................... 41 Gambar 10. Grafik jenis sel kanker baku emas .............................................. 42 Gambar 11. Jenis sel kanker didapat dari inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi Saccomano ................................................................................ . 43 Gambar 12. Grafik persentase jenis sel kanker didapat dari bilasan bronkus... 44 Gambar 13. Grafik tingkat kesepakatan dan kemaknaan sensistiviti cara Inhalasi NaCl 3% fiksasi alkohol dibanding dengan inhalasi NaCl 3% dengan fiksasiSaccomano ............................................. 45 Gambar 14. Grafik tingkat kesepakatan dan kemaknaan sesnsitiviti cara inhalasiNaCl 3% dengan fiksasi Saccomano dibanding cara bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol ......................................... 47 Gambar 15. Grafik tingkat kesepakatan dan kemaknaan sensitiviti cara inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi alkohol dibanding bilasan bronkus dengan fiksasi Saccomano .......................................... 48 Gambar 16. Rangkuman hasil penellitian ..................................................... 49 Gambar 17. Patogenesis rokok sebagai faktor risiko kanker paru ................... 54
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar penjelasan untuk pasien Lampiran 2. Surat persetujuan Lampiran 3. Data dasar subjek penelitian Lampiran 4. Lembar kelaikan etik
BAB I
PENDAHULUAN
Penemuan dini kanker paru berdasarkan keluhan saja jarang terjadi.
Keluhan yang ringan biasanya terjadi pada mereka yang telah memasuki stadium
II. Kasus kanker paru di Indonesia terdiagnosis ketika penyakit telah berada pada
stadium lanjut.1 Penemuan kanker paru stadium dini akan sangat membantu
penderita. Penemuan diagnosis dalam waktu yang lebih cepat memungkinkan
penderita memperoleh kualiti hidup yang lebih baik dalam perjalanan penyakitnya
meskipun tidak dapat menyembuhkannya.1,2
Dengan peningkatan kesadaran masyarakat tentang penyakit ini, disertai
dengan peningkatan pengetahuan dokter dan peralatan diagnostik maka
pendeteksian dini seharusnya dapat dilakukan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan
untuk deteksi dini ini, selain pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan foto toraks
dan pemeriksaan sitologi sputum.1
Prinsip pemeriksaan sitologi sputum ialah untuk melihat perangai sel-sel
yang terlepas dari suatu lesi, baik secara spontan maupun buatan. Sputum dapat
diperoleh secara langsung dibatukkan atau dirangsang dengan inhalasi. Inhalasi
uap dapat menggunakan beberapa cairan antara lain NaCl 3% pada suhu 37oC.3
Sputum bisa diperiksa secara langsung dengan fiksasi alkohol 95% maupun
dikumpulkan dan difiksasi dengan larutan Saccomano. Keuntungan pemeriksaan
langsung adalah bahan yang digunakan segar sehingga didapatkan karakteristik
morfologi sel yang lebih baik untuk diagnostik. Kerugiannya, apusan dan fiksasi
harus segera dilakukan untuk mencegah sel mengalami lisis.3,4
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xvii
Pemeriksaan sitologi sputum merupakan satu-satunya metode non invasif
yang dapat mendeteksi keganasan paru dini yaitu lesi premaligna atau karsinoma.5
Sampel sputum dapat diperoleh dengan cara diinduksi maupun dengan cara
dikumpulkan. Pengumpulan sputum selama tiga hari (three days pooled sputum)
dapat meningkatkan kemungkinan deteksi kanker paru. Fiksasi cara Saccomano
(50% alkohol dan 2% polietilen glikol) merupakan cara yang direkomendasikan
dalam pengumpulan dan fiksasi sampel. Keuntungan metoda Saccomano, sputum
yang dikumpulkan dapat digunakan sebagai bahan pemeriksaan penderita rawat
jalan dan prosesnya sederhana memungkinkan bahan yang diperoleh tetap segar.4
Pemeriksan sitologi sputum dapat memberikan nilai sensitiviti sekitar 5 –
23%.4 Penelitian oleh Tintin dkk mendapatkan sensitiviti pemeriksaan sputum
dengan inhalasi NaCl 3% sebesar 4,3% dan metoda Saccomano mendapatkan
hasil sensitiviti sebesar 18,3%.5
Pemeriksaan sputum dengan cara invasif bisa dikerjakan dengan bilasan
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 li
57 100,0 Letak tumor
Letak tumor berdasar foto torak dan pemeriksaan bronkoskopi. Berdasar
letak tumor didapatkan sebanyak 33 kasus (57,8%) terletak di perifer, 21 kasus
(37%) terletak di sentral dan 3 kasus (5,2%) tak dapat ditentukan letaknya. Kanker
paru paling banyak ditemukan pada letak perifer (tabel 6).
.
Tabel 6. Distribusi subjek penelitian berdasar letak tumor No. Letak tumor Jumlah % 1. Perifer 33 57,8 2. Sentral 21 37,0 3. Tak dapat ditentukan 3 5,2
57 100,0
DISTRIBUSI JENIS SEL KANKER BERDASAR JENIS KELAMIN Dari 57 sampel, 40 kasus adalah laki-laki dan 17 kasus adalah perempuan.
Dari 40 kasus jenis kelamin laki-laki tersebut didapatkan 8 kasus (14%) jenis
karsinoma sel skuamosa, 14 kasus (24,7%) jenis adenokarsinoma, 2 kasus (3,5%)
jenis karsinoma sel kecil dan 16 kasus (28%) jenis karsinoma sel besar.
Sedangkan dari 17 kasus yang terdapat pada perempuan didapatkan 9 kasus
(15,8%) jenis adenokarsinoma, 4 kasus (7%) karsinoma sel skuamosa dan 4 kasus
(7%) jenis karsinoma sel besar. Laki-laki banyak ditemukan karsinoma sel besar
sedangkan perempuan banyak ditemukan adenokarsinoma (tabel 7).
Tabel 7. Distribusi jenis sel kanker berdasar jenis kelamin No. Jenis kelamin / sel kanker Jumlah %
1. Laki-laki - Karsinoma sel besar 16 28,0
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 lii
- Adenokarsinoma 14 24,7 - Karsinoma sel skuamosa 8 14,0 - Karsinoma sel kecil 2 3,5
2. Perempuan - Adenokarsinoma 9 15,8 - Karsinoma sel skuamosa 4 7,0 - Karsinoma sel besar 4 7,0 - Karsinoma sel kecil 0 0
57 100,0
DISTRIBUSI JENIS SEL KANKER BERDASAR KELOMPOK USIA
Berdasarkan kelompok umur, penderita berusia di atas 40 tahun yaitu
sebesar 54 orang (94,8%) sedangkan kelompok umur di bawah 40 tahun terdapat
3 orang (5,2%). Usia paling muda adalah 29 tahun sedangkan paling tua berusia
76 tahun. Penderita kanker paru banyak didapatkan pada usia di atas 40 tahun
(tabel 8).
Tabel 8. Distribusi jenis sel kanker berdasar kelompok usia No. Usia / sel kanker Jumlah %
1. Usia dibawah 40 tahun - Adenokarsinoma 3 5,3
2. Usia 40 – 59 tahun - Adenokarsinoma 9 15,7 - Karsinoma sel besar 7 12,3 - Karsinoma sel skuamosa 4 7,0 - Karsinoma sel kecil 1 1,8
3. Usia di atas 60 tahun - Karsinoma sel besar 13 22,8 - Adenokarsinoma 11 19,3 - Karsinoma sel skuamosa 8 14,0 - Karsinoma sel kecil 1
1,8
57
100,0
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 liii
DISTIBUSI JENIS SEL KANKER BERDASAR LETAK TUMOR
Berdasar letak tumor, didapatkan sebanyak 33 kasus (57,8%) terletak di
perifer, 21 kasus (37%) terletak di sentral dan 3 kasus (5,2%) tak dapat ditentukan
letaknya. Adenokarsinoma lebih banyak ditemukan di perifer sedangkan
karsinoma sel skuamosa lebih banyak ditemukan di sentral (tabel 9)
Tabel 9. Distribusi jenis sel kanker berdasar letak tumor.
No. Letak tumor / sel kanker Jumlah %
1. Tumor letak perifer - Karsinoma sel besar 12 21,0 - Adenokarsinoma 16 28,0 - Karsinoma sel skuamosa 3 5,3 - Karsinoma sel kecil 2 3,5
2. Tumor letak sentral - Adenokarsinoma 4 7,0 - Karsinoma sel skuamosa 9 15,9 - Karsinoma sel besar 8 14,0
3. Tumor tak dapat ditentukan letak - Adenokarsinoma 3
5,3
57
100,0
DISTRIBUSI JENIS SEL KANKER BERDASAR RIWAYAT MEROKOK
Berdasar riwayat merokok, didapatkan 40 orang (70%) dengan riwayat
merokok dan 17 orang (30%) tidak pernah merokok. Perokok banyak ditemukan
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 liv
karsinoma sel besar sedangkan bukan perokok banyak ditemukan adenokarsinoma
(tabel 10).
Tabel 10. Distribusi penemuan sel kanker berdasar riwayat merokok
No. Riwayat merokok / sel kanker Jumlah
%
1. Perokok - Karsinoma sel besar 16 28,0
- Adenokarsinoma 14 24,6 - Karsinoma sel skuamosa 8 14,0 - Karsinoma sel kecil 2 3,5
2. Bukan perokok - Adenokarsinoma 9 15,9 - Karsinoma sel skuamosa 4 7,0 - Karsinoma sel besar 4
7,0
57
100,0
PEMERIKSAAN PATOLOGI ANATOMI Pemeriksaan patologi anatomi pada penelitian ini dibagi dua. Pertama
pemeriksaan patologi anatomi untuk baku emas, kedua pemeriksaan sitologi
sputum untuk penelitian yaitu setelah dilakukan inhalasi NaCl 3%, gabungan
inhalasi NaCl 3% dengan Saccomano dan bilasan bronkus.
Baku emas penelitian
Baku emas penelitian ini adalah dari hasil pemeriksaan sitologi yang
bukan berasal dari sputum maupun bilasan bronkus. Baku emas penelitian ini
didapat dari Trasthoracal needle aspiration (TTNA), sikatan bronkus, aspirasi
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 lv
jarum halus (AJH) kelenjar limfe dan cairan efusi pleura. Hasil patologi anatomi
sebagai baku emas terbanyak didapatkan dari pemeriksaan TTNA yaitu sebanyak
29 kasus (51,1%), sikatan bronkus sebanyak 20 kasus (35%), AJH kelenjar limfe
sebanyak 5 kasus (8,7%) dan sitologi caran pleura sebanyak 3 kasus (5,2%).
Pemeriksaan sitologi paling banyak didapatkan dari TTNA (gambar 7).
0
10
20
30
40
50
60
Cara ambil sampel
TTNA (n=29)
AJH Kelenjar limfe(n=5)
Cairan pleura (n=3)
Sikatan bronkus (n=20)
Gambar 9. Grafik cara ambil sampel
Dari 57 sampel pemeriksaan sitologi jaringan (sebagai baku emas) tersebut
didapatkan kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK) sebanyak 2 kasus (3,5%),
dan 55 kasus (96,5%) adalah kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK).
Sedangkan dari jenis KPKBSK didapatkan karsinoma sel skuamosa sebanyak 12
kasus (21%), karsinoma sel besar sebanyak 20 kasus (35%) dan adenokarsinoma
sebanyak 23 kasus (40,5%). Jenis KPKBSK banyak didapatkan jenis
adenokarsinoma (gambar 8).
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 lvi
0
5
10
1520
25
30
3540
45
Jenis sel baku emas
karsinoma sel kecil(n=2)
karsinoma selskuamosa (n=12)
karsinoma sel besar(n=20)
Adenokarsinoma(n=23)
Gambar 10. Jenis sel kanker baku emas
Cara inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol
Setelah dilakukan inhalasi NaCl 3% sebanyak 3 cc, sputum yang
dikeluarkan ditampung dalam pot yang sudah diberi larutan fiksasi alkohol 70%.
Kemudian pot tersebut dikirim ke laboratorium patologi anatomi untuk diproses
dan diwarnai. Dari 57 kasus yang dilakukan pemeriksaan, didapatkan 2 kasus
positif ganas. Sel ganas yang didapatkan semuanya jenis karsinoma sel skuamosa.
Jadi sensitiviti dengan cara inhalasi NaCl 3% adalah : 3,5%
Cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano
Setelah dilakukan inhalasi NaCl 3% pada pagi dan sore hari, sputum yang
telah dikumpulkan dari 3 pot besar yang berisi larutan fiksasi Saccomano selama
3 hari berturut – turut. Kemudian pot tersebut dikirim ke laboratorium patologi
anatomi untuk diproses dan diwarnai. Dari 57 sampel yang diteliti didapatkan 6
kasus positif sel kanker (10,5%). Setelah dilakukan inhalasi NaCl 3% 3 hari
berturut-turut. Dari 6 kasus tersebut didapatkan 3 kasus (50%) jenis karsinoma sel
skuamosa, 2 kasus (33,3%) jenis karsinoma sel besar dan 1 kasus (16,7%) jenis
adenokarsinoma (gambar 9).
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 lvii
05
101520253035404550
Jenis sel kanker dariinhalasi NaCl 3% 3 hariberturut dengan fiksasi
Saccomano
karsinoma sel skuamosa(n=3)
karsinoma sel besar (n=2)
Adenokarsinoma (n=1)
Gambar11. Jenis sel kanker didapat dari inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi Saccomano Sensitiviti cara gabungan inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan
fiksasi Saccomano adalah 10,5%.
Cara bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol 50%
Setelah dilakukan tindakan bronkoskopi, bilasan bronkus yang dihasilkan
dimasukkan ke dalam pot yang berisi alkohol 50%. Kemudian pot dikirim ke
bagian patologi anatomi untuk diproses lebih lanjut. Dari 57 sampel yang
diperiksa didapatkan 14 sel ganas. Dari 14 sampel tersebut, sel ganas yang
didapatkan terdiri dari 7 kasus (50%) jenis karsinoma sel skuamosa, 3 kasus
(21,4%) jenis karsinoma sel besar dan 4 kasus (28,6%) jenis adenokarsinoma.
Cara bilasan bronkus paling banyak didapat karsinoma sel skuamosa (gambar 10).
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 lviii
0
10
20
30
40
50
Jenis sel kanker dari bilasan bronkusdengan fiksasi alkohol
karsinoma sel skuamosa(n=7)
karsinoma sel besar (n=3)
Adenokarsinoma (n=4)
Gambar 12. Grafik persentase jenis sel kanker didapat dari bilasan bronkus. Sensitiviti cara bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol adalah 24,6%
UJI KESEPAKATAN
a. Perbandingan sensitiviti hasil sitologi sputum setelah dilakukan inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi alkohol dan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano
Pada penelitian ini, dari 57 kasus yang diperiksa didapatkan pemeriksaan
cara inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi alkohol dibandingkan baku emas adalah
2/57 (3,5%), sedangkan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan
fiksasi Saccomano dibandingkan baku emas 6/57 (10,5%).
Tabel 11. Perbandingan cara inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi alkohol dan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari betrurut-turut dengan fiksasi Saccomano Cara inhalasi NaCl 3% Jumlah dengan fiksasi alkohol 70 %
(+) (-)
Cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut- (+) 2 4 6
dengan fiksasi Saccomano (-) 0 51 51
Jumlah 2 55 57
Untuk menguji tingkat kesepakatan dan kemaknaannya dicari nilai kappa
dan z menggunakan program win episcope 2.0.
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 lix
K = 0,472 seK = 0,04
P0 = 0,930
Pe = 0,867
Zhitung = 11,8
Z1 - .05 = 1,64
Karena k > 0 dan Zhitung > Z1 - .05 maka Ho ditolak. Sehingga disimpulkan terdapat
tingkat kesepakatan yang lemah (k = 0,472) dan bermakna (p < 0,05) antara cara
inhalasi NaCl 3% dengan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturur-turut dengan
fiksasi Saccomano untuk mendiagnosis kanker paru.
0
2
4
6
8
10
12
k = 0,472; p < 0,05
Inhalasi NaCl 3%1kali dengan fiksasialkohol (3,5%)
Gambar 13. Tingkat kesepakatan dan kemaknaan sensitiviti cara inhalasi NaCl 3% 1 kali dibanding cara inhalasi NaCl 3% 3 hari dengan fiksasi Saccomano.
b. Perbandingan sensitiviti cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dan fiksasi Saccomano dengan bilasan bronkus dan fiksasi alkohol
Pada penelitian ini, dari 57 kasus yang diperiksa didapatkan pemeriksaan
cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dan fiksasi Saccomano dibandingkan
baku emas adalah 6/57 (10,5%), sedangkan cara bilasan bronkus dengan fiksasi
alkohol dibandingkan baku emas 6/57 (10,5%). Sehingga untuk membandingkan
hal tersebut dapat dilakukan dengan cara di bawah.
Tabel 12. Perbandingan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari dengan fiksasi Saccomano dan bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol.
Cara inhalasi NaCl 3% Jumlah 3 hari dengan fiksasi Saccomano
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 lx
(+) (-)
Cara bilasan bronkus dengan (+) 8 6 14
fiksasi alkohol 50% (-) 0 43 43
Jumlah 8 49 57
Untuk menguji menentukan tingkat kesepakatan dan kemaknaan dicari
nilai kappa dan z menggunakan software win episcope 2.0.
K = 0,668
seK = 0,13
P0 = 0,895
Pe = 0,683
Zhitung = 5,14
Z1 - .05 = 1,64
Karena k > 0 dan Zhitung > Z1 - .05 maka Ho ditolak. Sehingga disimpulkan terdapat
tingkat kesepakatan yang baik (k = 0,668) dan bermakna (p < 0,05) antara cara
inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol dan inhalasi NaCl 3% 3 hari
berturut-turut dengan fiksasi Saccomano untuk mendiagnosis kanker paru.
0
5
10
15
20
25
k = 0,668; p < 0,05
Cara inhalasiNaCl 3% 3 hariberturut denganfiksasiSaccomano(10,5%)
Cara bilasanbrokus denganfiksasi alkohol(24,6%)
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 lxi
Gambar 14. Tingkat kesepakatan dan kemaknaan sensitiviti sputum sitologi cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano dan cara bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol.
c. Perbandingan sensitiviti cara inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol dan bilasan bronkus dan fiksasi alkohol.
Pada penelitian ini, dari 57 kasus yang diperiksa didapatkan pemeriksaan
cara inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol dibandingkan baku emas
adalah 2/57 (3,5%), sedangkan cara bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol
dibandingkan baku emas 14/57 (24,5%). Sehingga untuk membandingkan hal
tersebut dapat dilakukan dengan cara di bawah.
Tabel 13. Perbandingan cara inhalasi NaCl 3% 1 kali dengn fiksasi alkohol dan bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol Cara bilasan bronkus Jumlah dengan fiksasi alkohol 50%
(+) (-)
Cara inhalasi NaCl 3% 1 kal (+) 2 12 14
dengan fiksasi alkohol 70% (-) 0 43 43
Jumlah 8 55 57
Untuk menentukan tingkat kesepakatan dan kemaknaan dicari nilai kappa
dan z menggunakan program win episcope 2.0.
K = 0,201
P0 = 0,895
Pe = 0,683
Zhitung = 1,675
Z1 - .05 = 1,64
seK = 0,12
Karena k > 0 dan Zhitung > Z1 - .05 maka Ho ditolak. Sehingga disimpulkan terdapat
tingkat kesepakatan yang lemah (k = 0,201) yang bermakna (p < 0,05) antara cara
inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi alkohol dan cara bilasan bronkus dengan fiksasi
alkohol 50% untuk mendiagnosis kanker paru.
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 lxii
0
5
10
15
20
25
k = 0,201; p < 0,05
Cara inhalasiNaCl 3% 1 kalidengan fiksasialkohol (3,5%)
Cara bilasanbronkus denganfiksasialkohol(24,6%)
Gambar 15. Tingkat kesepakatan dan kemaknaan sensitiviti sputum sitologi cara gabungan dengan cara bilasan bronkus
Dari data tersebut di atas dapat disimpulkan hasil penelitian adalah sebagai
berikut :
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 lxiii
sentral (terlihat pada pemeriksan bronkoskopi) dengan cara dibilas berkisar antara
49-76%. Sedangkan persentase penegakan diagnosis kanker paru letak perifer (tak
terlihat pada pemeriksaan bronkoskopi) dengan cara dibilas berkisar antara 35-
52%.6 Wiwin dkk melaporkan nilai sensitiviti bilasan bronkus sebesar 21,2% dan
spesiviti 100%.7
Penelitin ini mendapatkan bahwa sensitiviti tertinggi didapatkan dengan
cara bilasan bronkus dengan fiksasi alokohol 50% (24,6%). Sel ganas yang
didapatkan dengan cara bilasan bronkus yaitu 7 kasus (50%) jenis karsinoma sel
skuamosa, 3 kasus (21,4%) jenis karsinoma sel besar dan 4 kasus (28,6%) jenis
adenokarsinoma. Penemuan ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Wiwin
dkk melaporkan nilai sensitiviti bilasan bronkus sebesar 21,2%.47
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 lxxi
Sensitiviti penemuan sel kanker dengan cara bilasan pada tumor letak
sentral/terlihat dengan bronkoskopi adalah 49 – 76%.44 Penelitian ini
mendapatkan sensitiviti penemuan sel kanker letak sentral dengan bilasan bronkus
adalah sebesar 66,7%.
Cara pengambilan sputum
Cara pengambilan sputum akan mempengaruhi hasil sensitiviti sitologi
sputum. Cara pengambilan sputum bisa menggunakan cara invasif maupun non
invasif.6 Cara invasif dengan menggunakan bronkoskop sedangkan cara non
invasif dengan inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan bahan fiksasi yang sama.
Penelitian ini mencoba membandingkan sensitiviti penemuan sel kanker dengan
inhalasi NaCl 3% 1 kali dan bilasan bronkus. Penelitian ini mendapatkan
sensitiviti yang lebih tinggi dengan cara bilasan bronkus (24,5%) dengan fiksasi
alkohol 50% dibanding dengan inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol
70% (3,4%). Hasil ini setelah diuji secara statistik terdapat kesepakatan yang
lemah dan bermakna.
Identifikasi jenis tumor.
Pemeriksaan sitologi sputum dengan cara invasif yaitu dengan bilasan
bronkus mempunyai kelebihan karena memiliki sensitiviti yang lebih tinggi
dibanding inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol dan inhalasi NaCl 3% 3
hari berturut-turut untuk mengidentifikasi jenis tumor. Kelemahan cara bilasan
bronkus adalah pemeriksaan bersifat invasif sehingga tidak nyaman bagi pasien
dan memerlukan keterampilan khusus. Pemeriksaan sitologi sputum dengan cara
inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano mempunyai
keunggulan daripada inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol 70%.
Kualiti sampel
Kualiti sampel akan mempengaruhi hasil penemuan sel kanker. Sampel
yang diambil dan diperiksa langsung dari lesi akan mendapatkan kemungkinan
mendapatkan hasil sel tumor yang lebih baik.3 Cara bilasan bronkus mendapatkan
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 lxxii
sampel langsung dari terlepasnya sel epitel saluran napas sehingga akan
mendapatkan kemungkinan sel tumor yang lebih besar.6 Penelitian ini
mendapatkan sensitiviti yang lebih besar pada bilasan bronkus daripada cara yang
lain. Kelemahannya cara ini bersifat invasif sehingga sulit dilakukan pada institusi
yang tak memiliki alat bronkoskopi. Sebagai alternatif bisa dilakukan dengan
inhalasi. Inhalasi NaCl 3% 3 berturut-turut dengan fiksasi Saccomano mempunyai
nilai sensitiviti yang lebih tinggi daripada dengan inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan
fiksasi alkohol. Hal ini dikarenakan pada fiksasi Saccomano, polietilen glikol
merembes dan menempati ruang submikroskopik sehingga mencegah sel kolaps
dan melindungi sel dari kekeringan. Hal ini akan mengakibatkan kualitas sampel
terjaga.
Uji skrining
Pengembangan uji diagnostik dapat mempunyai beberapa tujuan, termasuk
:55
1. Untuk menegakkkan diagnosis penyakit atau menyingkirkan penyakit, uji
diagnostik harus sensitif (kemungkinan negatif semu kecil), sehingga apabila
didapatkan hasil yang normal dapat dipergunakan untuk menyingkirkan
adanya penyakit. Ia harus spesifik (kemungkinan hasil positif semu kecil),
sehingga apabila hasilnya abnormal dapat digunakan untuk menentukan
adanya penyalit.
2. Untuk keperluan skrining. Skrining dilakukan untuk mencari subjek yang
asimtomatik, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan agar diagnosis
dini dapat ditegakkan.
Agar uji diagnostik dapat dipergunakan sebagai alat skrining, world health
organization (WHO) menerapkan beberapa kriteria, yakni :56
· Penyakit ini harus menjadi masalah kesehatan penting.
· Harus ada perawatan untuk kondisi tersebut.
· Fasilitas untuk diagnosis dan perawatan harus tersedia.
· Harus merupakan tahap laten penyakit.
· Harus ada tes atau uji untuk kondisi tersebut.
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 lxxiii
· Tes harus dapat diterima oleh masyarakat.
· Sifat alami penyakit harus dipahami secara memadai.
· Harus ada kebijakan yang disepakati untuk mengobati.
· Total biaya penemuan kasus harus secara ekonomis seimbang dalam
kaitannya dengan pengeluaran biaya kesehatan secara keseluruhan.
· Kasus-harus menemukan proses yang berkesinambungan.
Uji skrining kanker paru
Beberapa uji skrining dipakai karena sangat membantu dalam menemukan
kanker stadium dini dan memperpanjang usia hidup seseorang. Terdapat dua
macam uji skrining yaitu foto toraks dan sitologi sputum dan satu uji yang masih
dalam penelitian yaitu spiral CT scan. American cancer society (ACS) maupun
organisasi kedokteran lain tidak merekomendasikan uji deteks kanker paru dini
terhadap individu asimtomatis. Akan tetapi ACS merekomendasikan uji skrining
terhadap pasien dengan risiko tinggi menderita kanker paru setelah berkonsultasi
dulu dengan dokter ahli yaitu terjan asap perokok maupun asap pabrik.57
Perhimpnan dokter paru Indonesia (PDPI) merekomendasikan pasien yang perlu
melakukan uji skrining deteksi dini kanker paru, yaitu laki-laki usia di atas 40
tahun dan peokok atau terpajan industri tertentu.1
1. Foto toraks
Foto toraks mempunyai sensitiviti tinggi dalam mendiagnosis kanker paru.
Akan tetapi tidak layak dipakai sebagai uji skrining karena bila sudah
terdeteksi dengan foto toraks tidak tersedia cara pengobatan dini yang
memberi tingkat kesembuhan yang lebih baik.55
2. Sitologi sputum
Prinsip pemeriksaan sitologi sputum ialah untuk melihat perangai sel-
sel yang terlepas dari suatu lesi, baik secara spontan maupun buatan. Sputum
dapat diperoleh secara langsung dibatukkan atau dirangsang dengan inhalasi.
Pemeriksan sitologi sputum dapat memberikan nilai sensitiviti sekitar 5 –
23%.4 Penelitian oleh Tintin dkk mendapatkan sensitiviti pemeriksaan sputum
dengan inhalasi NaCl 3% sebesar 4,3% dan metoda Saccomano mendapatkan
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 lxxiv
hasil sensitiviti sebesar 18,3%.5 Penelitian terdahulu menggunakan foto toraks
dan sitologi sputum pada perkok berat gagal mengurangi angka kematian.
3. CT scan
Saat ini telah dikembangkan pemeriksaan untuk uji skrining deteksi
kanker paru menggunakan low-dose CT yang dapat mendeteksi lesi lebih kecil
daripada yang bisa divisualisasikan menggunakan foto toraks. Negara tertentu
seperti
Jepang telah menerima pemeriksaan CT scan sebagai uji skrining deteksi dini
kanker paru. Helsincke dkk menemukan 1 sampai 6 nodul nonkalsifikasi pada
233 orang dari 1000 sampel penelitian. Takesi dkk mendapatkan sensitiviti CT
scan sangat tinggi dan merekomendasikan laki-laki dan perempuan usia di atas
50 tahun untuk melakukan uji skrining dengan CT scan. Sensitiviti CT scan
untuk mendeteksi kanker paru adalah 4 kali lebih besar dibanding foto toraks.
Namun CT scan memiliki kelemahan yaitu positif palsu yang besar , paparan
radiasi lebih tnggi dan biaya yang lebih tinggi.58
Untuk menegakkan diagnosis penyakit atau menyingkirkan penyakit, uji
diagnostik harus sensitif (kemungkinan negatif semu kecil), sehingga apabila
didapatkan hasil yang normal dapat dipergunakan untuk menyingkirkan adanya
penyakit. Hasil tersebut harus spesifik (kemungkinan hasil positif semu kecil),
sehingga apabila hasilnya abnormal dapat digunakan untuk menentukan adanya
penyalit.48 Penelitian ini mendapatkan baik dengan inhalasi NaCl 3% dengan
fiksasi alkohol 70%, cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fikasasi
Saccomano dan cara bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol 50% mempunyai
sensitiviti yang kecil sehingga secara teori tidak bisa dipakai untuk penegakan
diagnostik. Alur diagnostik yang dikeluarkan oleh PDPI menegaskan perlunya
pemeriksaan sitologi sputum untuk skreening deteksi kanker paru.1 Jadi untuk
pemeriksaan sitologi sputum bisa dilakukan dengan inhalasi NaCl 3% 3 hari
berturut-turut dengan fiksasi Saccomano.
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 lxxv
Untuk dipakai sebagai uji skrining harus memiliki sensitiviti tinggi tanpa
melihat spesifiti dan memenuhi kriteria uji skrining dari WHO. Sitologi sputum
memiliki sensitiviti yang rendah tapi memenuhi kriteria WHO. Foto toraks
memiliki sensitiviti yang lebih tinggi dari sitologi sputum tapi tidak nyaman buat
pasien. Pemeriksaan CT scan memiliki sensitiviti paling tinggi tapi mempunyai
nilai positif palsu besar, pajanan radiasi yang tinggi, dan biaya yang tinggi.
Berdasar dari keterangan tersebut di atas maka disimpulkan sitologi
sputum memiliki beberaa keunggulan karena memenuhi syarat yang
direkomendasikan WHO meskipun nilai sensitivitinya kecil. Pemeriksaan sputum
cara inhalasi NaCl 3% berturut-turut dengan fiksasi Saccomano memiliki
sensitiviti lebih tinggi dibanding inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi alkohol. Jadi
kami merekomendasikan uji skrining deteksi dini kanker paru dengan cara
inhalasi NaCl 3% berturut-turut dengan fiksasi saccomano.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
1. Penderita kanker paru terbanyak didapatkan pada laki-laki, usia diatas 40
tahun dan perokok.
2. Hipotesis pertama diterima. Pemeriksaan sitologi sputum dengan cara
gabungan inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dan fiksasi Saccomano
mempunyai nilai sensitiviti yang lebih tinggi dibandingkan cara inhalasi
NaCl 3% dan fiksasi alkohol 70% untuk mendiagnosis kanker paru. Hasil
ini secara statistik mempunyai tingkat kesepakatan yang lemah dan
bermakna.
3. Hipotesis ke dua ditolak. Pemeriksaan sitologi sputum dengan cara
inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dan fiksasi Saccomano mempunyai
nilai sensitiviti yang lebih rendah dibandingkan dengan bilasan bronkus
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 lxxvi
untuk mendiagnosis kanker paru. Hasil ini secara statistik mempunyai
tingkat kesepakatan yang baik dan bermakna.
SARAN
1. Pasien laki-laki, usia di atas 40 tahun dan perokok disarankan untuk
pemeriksaan skreening deteksi dini kanker paru..
2. Pemeriksaan sitologi sputum dengan cara gabungan inhalasi NaCl 3% 3
hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano disarankan untuk
mendiagnosis kanker paru terutama pada pasien yang tidak bersedia
menjalani pemeriksaan invasif atau di Rumah Sakit yang tidak punya
bronkoskop.
3. Cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dan fiksasi Saccomano dapat
dipertimbangkan penggunaannya sebagai uji skrining kanker paru
terutama pasien dengan risiko tinggi.
4. Kami menyarankan penelitian selanjutnya bilasan bronkus dengan fiksasi
Saccomano, karena berdasar penemuan kami cara pengambilan sputum
dan bahan fiksasi akan mempengaruhi sensitiviti pemeriksaan.
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 lxxvii
DAFTAR PUSTAKA 1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Kanker paru pedoman diagnosis dan
penetalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Balai penerbit UI; 2003. 2. Robert JC, Ayesha S, Bryant, Ethan S, Manisha S. Women With Pathologic
Stage I, II, and III Non-small Cell Lung Cancer Have Better Survival Than Men Chest 2006;130;1796-1802.
3. F B J M Thunnissen. Sputum examination for early detection of lung cancer. J. Clin. Pathol. 2003;56;805-810.
4. Sacconano G. Procedures in sputum cytology. In : Diagnostic pulmonary cytology. 2nd ed. Chicago: JB Lippincot Company; 1986.p.3-9.
5. Tintin M, Achmad H, Nirwan A, Anwar J, Sutjahjo E, Hudoyo H. Perbandingan kepositivan pemeriksaan sitologi sputum setelah inhalasi NaCl 3% cara langsung dengan cara modifikasi Saccomano untuk diagnosis kanker paru. Jurnal Respirologi Indonesia 2002; 22: 152-62
6. V H Mak, I D Johnston, M R Hetzel and C Grubb. Value of washings and brushings at fibreopticbronchoscopy in the diagnosis of lung cancer. Thorax 1990; 45: 373-6.
7. Wiwien HW, Anwar J, Muhammad YHP. Akurasi pemeriksaan sitologi dan histopatologi pada pasien kanker paru di beberapa rumah sakit Jakarta tahun 2000 – 2005. Jurnal Respirologi Indonesia 2007; 27: 219-25.
8. Tjahjono. Deteksi dini kanker; peran pemeriksaan sitologi dan antisipasi era genom. Maj Kedokt Indon 1999; 49: 278 – 91.
9. Tang SC, Kung ITM, Homogenization of sputum with dithiotretiol for early diagnostic of pulmonary malignancy. Acta Cythol 1993; 37: 689-93.
10. Michels R, Davidson L, Timm SS, Rienniet E, Conwell K, Saccomano G, et al. Saccomano smear slide and megafunel slides for sputum specimens. Acta Cytol 1997; 41: 1774-81.
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 lxxviii
11. F B J M Thunnissen. Sputum examination for early detection of lung cancer. J. Clin. Pathol. 2003;56;805-810
12. Rizzo T, Schumann GB, Riding JM. Comparation of the pick-and-smear and Saccomano methodes for sputum cytology analysis. Acta Cytol 1990; 34: 875-80.
13. Tintin M, Achmad H, Nirwan A, Anwar J, Sutjahjo E, Hudoyo H. Perbandingan kepositivan pemeriksaan sitologi sputum setelah inhalasi NaCl 3% cara langsung dengan cara modifikasi Saccomano untuk diagnosis kanker paru. Jurnal Respirologi Indonesia 2002; 22: 152-62.
14. Endardjo S, Hidayat A. Pathology of thoracic malignancies: changing patterns. Disampaikan pada symposium thoracic malignanciy up date 2001; 23 Oktober 2001; Jakarta.
15. Postmus PE, Brambilla E, Chansky K, et al. The IASLC Lung Cancer Staging Project: proposals for revision of the M descriptors in the forthcoming (seventh) edition of the TNM Classification of Malignant Tumours. J Thorac Oncol 2007;2:686–693.
16. National Cancer Institute. Small cell lung cancer treatment. Available at: http://www.cancer.gov. Accessed on July 8 th , 2008.
17. Kennedy TC, Miller Y, Prindiville S. Screening for lung cancer revisited and the role of sputum cytology and fluorescence bronchoscophy in a high risk group. Chest 2000; 17(Suppl): 72-9.
18. Eddy DM. Screening for lung cancer. Annals of Internal Medicine 1999; 111: 232-7.
19. Flehringer BJ, Kimmel M, Polyak T, Melamed MR. Screening for lung cancer. The Mayo Lung Project Revisited. Cancer 1993; 72: 1572-80.
20. Bechtel JJ, Kelley WR, Petty TL, Patz DS, Saccomano G. Outcome of 51 patients with roentgenographically occult lung cancer detected by sputum cytologic testing: a community hospital program. Arch Intern Med 1994; 154: 975-80.
21. Chodosh S. Sputum examination. In: Fishman AP, editor. Pulmonary diseases and disorders. Philadelphia: Mc Grow Hill Book Company; 1988.p.411-26.
23. Theros EG. Varying manifestations of pulmonary Sacconano G. Procedures in sputum cytology. In : Diagnostic pulmonary cytology. 2nd ed. Chicago: JB Lippincot Company; 1986.p.3-9.neoplasms: A radiologic-pathologic correlative study. Am J Roentgenol 1997; 128: 893-914.
24. Middleton PG, Pollard KA, Wheatley JR. Hypertonic saline alters ion transport across the human airway epithelium. Eur Respir J 2001; 17: 195-9.
25. Foot AB, Caul EO, Rome AP. An assessment of sputum induction as an aid to diagnosis of respiratory infection in the immunocompromised child. J Infect 1992; 24: 49-54.
26. Pin I, Gibson PG, Kolendowiccz R. Use of induced sputum cell count to investigate airway inflamtion in asthma. Thorax 1992; 47: 25-9.
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 lxxix
27. Popov TA, Pizzichini MM, Pizzichini E. Some technical factors influencing the induction of sputum for cell analysis. Eur Respir J 1995; 8: 559-65.
28. Chikako K, Okamoto K, Jung-Soo K, Bruce KR. Hyperosmolar solutions stimulate mucus secretion in the ferret trachea. Chest 2003; 124: 306-13.
29. Pavia D, Thomson ML, Clark SW. Enhanced clearance of secretions from the human lung after administration of hypertonic saline aerosol. Am Rev Respir Dis 1998; 117: 199-203.
30. Robinson M, Regniss JA, Bailey DL. Effect of hypertonic saline , amiloride, and coughon mucocilliary clearance in patient with fibrocystic. Am J Respir Crit Care Med 1996; 153: 1503-9.
31. Petfield AC, Richardson PA, Wells UM. The effect of airflow on mucus secretion into the trachea of the cat. J Phisiol 1996; 380: 429-39.
32. Wills P, Hall RL, Chan WM. Sodium chloride increases the ciliary transportability of cystic fibrosis and bronchiectasis sputum on the mucus-depleted bovine trachea. J clin Invest 1997; 99: 9-13.
33. Tomkiewicz RP, Samuelson DA, App AM, Zayas JG. Amilorid inhalation in cystic fibrosis. Am Rev Respir Dis 1993; 148: 1002-7.
34. Umeno E, MacDonald DM, Nadel JA. Hypertonic saline increase vascular permeability in the rat trachea by producing neurogenic inflammation.. J Clin Invest 1990; 85: 1905-08.
35. Assaulin G, Leibson B, Danon A. Stimulation of prostaglandin out put from rat stomach by hypertonic solution. Eur J Pharmacol 1997; 44: 271- 3.
36. Gravelin TR, Pan RM, Essenbacher WL. Mediator release in an isolated segment in subject with asthma. Am Rev Respir Dis 1998; 137: 641-6
37. Folkesson HG, Kheradman F, Matthay M. The effect of saltwater on alveoler epithelial barrier function. Am J Respir Crit Care Med 1999; 150: 1555-63.
38. Disgupta B, Tomkiewitz RP, Brown NP, King M. Cobined effect of hypertonic saline and rhDNA on cystic fibrosis sputum invitro. Pediatr Pulmonol 1995; 20 (Suppl 12): A201-36.
39. Ziement L. Respiratory pharmacology and therapeutic. Philadelphia: WB Saunders, 1998: 60-104.
40. Wills PJ, Hall RL, Chan WM, Cole PJ. Sodium chloride increase the ciliary transportability of cystic fibrosis and bronchiectasis sputum on the mucus-depleted bovine trachea. J Clin Invest 1996; 99: 9-13.
41. Fraser RG, Pare JAP, Pare PD, Genereux GP. Methods of roentgenologic and pathology investigation. In: Diagnosis of disease of the chest. 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders Company; 1988.p.315-87
42. Fraser RG, Pare JAP, Pare PD, Genereux GP. Methods of roentgenologic and pathology investigation. In: Diagnosis of disease of the chest. 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders Company; 1988.p.315-87
43. Wade A,Weller PJ. Handbook of pharmaceutical excipients. 2nd ed. Washington : American pharmaceutical association; 1994.p.355-61.
44. Miep A, Van de Drift, Frederik BJM, Thunissen, Julius PJ. A prospective study of the timing and cost-effectiveness of bronchial washing during bronchoscopy for pulmonary malignant tumors. Chest 2005; 128: 394-400.
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 lxxx
45. Sccreiber G, Mc Crory TJ. Performance characteristics of different modalities for diagnosis of suspected lung cancer. Chest 2003; 123(suppl): 115s-128s.
46. Kvale PA, Bode FR, Kini S. Diagnostic accuracy in lung cancer: comparison of techniques used in association with flexible fiberoptic bronchoscopy. Chest 1996; 69: 727-752.
47. Wiwien HW, Anwar J, Muhammad YHP. Akurasi pemeriksaan sitologi dan histopatologi pada pasien kanker paru di beberapa rumah sakit Jakarta tahun 2000 – 2005. Jurnal Respirologi Indonesia 2007; 27: 219-25
48. Bisma M. Penerapan metode statisitik non-parametrik dalam ilmu-ilmu kesehatan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama: 1996.
49. Heather AW, Ellen TC, Scarlett LG, Theresa HK, Diane F, Christina AC. Lung cancer incidence in never smokers. J Clin Oncol 2007: 25; 472-8
50. Ayesha B, Robert JC. Differences in epidemiology, histology,and survival between cigarette smokers and never-smokers whodevelop non-small cell lung cancer. Chest 2007;132;185-192.
51. Tonya W, Xiaoyan C, Jane Y, Jay M. L, Eileen H, Gina L. Smoking and lung cancer : The role of inflammation. Am Thorac Soc 2008: 5; 811–5.
52. Rdziwoska E, Glas P, Roszkwoski K. Lung cancer in woman : age, smoking, histology, performance status, stage, initial treatment and survival. Annals of oncology 2002: 13; 1087-93.
53. Jemi O,Yolanda C. Gender differences in lung cancer: Have we really come along way, baby? J Thorac Cardiovasc Surg 2004: 128; 346-51.
54. Javier D, Luis MM, Therasa TS, Alejandra C. Lung cancer patogénesis associated with wood smoke exposure. Chest 2005: 128; 124-131.
55. Sudigdo S, Sofyan I. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta : Sagung seto; 2002.
56. World health organization. Principles and practice of screening for disease. Geneva : World health organization; 1968.
57. Robert AS, Vilma C, Harmon J. Cancer Screening in the United States, 2007: A Review of Current Guidelines, Practices, and Prospects. CA Cancer J Clin 2007: 57; 90-104.
58. Takeshi N, Tohru N, Suzushi K, Yoshimichi K, Youichi S, Hajime N. Lung cancer screening using low-dose spiral CT. CHEST 2002: 122; 15–20.