-
i
PERBANDINGAN PEMAHAMAN
HADIS MAULID NABI
DALAM WEBSITE NU ONLINE DAN
MUSLIM.OR.ID SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)
Oleh:
Isti Faizah
NIM: 53030160011
PROGRAM STUDI ILMU HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB, DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2020
-
ii
-
iii
-
iv
-
v
MOTTO
"Allah berada dalam prasangka hamba-Nya”
ُ َعْنهُ قَالَقَ َحدَّثَنَا ُعَمرُ اَل النَّبِيُّ ْبُن َحْفٍص
َحدَّثَنَا أَبِي َحدَّثَنَا اْْلَْعَمُش َسِمْعُت أَبَا َصاِلحٍ َعْن
أَبِي ُهَرْيَرةَ َرِضَي َّللاَّ
ُ تَعَالَى أَنَا ِعْندَ َظن ِ َعْبِدي ِبي َوأَنَا َمعَهُ إِذَا
ذَكَ ُ َعلَْيِه َوَسلََّم يَقُوُل َّللاَّ ْرتُهُ َرنِي فَإِْن
ذََكَرنِي فِي نَْفِسِه ذَكَ َصلَّى َّللاَّ
ْبُت إِ َب إِلَيَّ بِِشْبٍر تَقَرَّ َب لَْيِه ِذَراعاا َوإِْن تَ
فِي نَْفِسي َوإِْن ذََكَرنِي فِي َمََلٍ ذََكْرتُهُ فِي َمََلٍ
َخْيٍر ِمْنُهْم َوإِْن تَقَرَّ قَرَّ
ْبُت إِلَْيِه بَاعاا َوإِ ْن أَتَاِني يَْمِشي أَتَْيتُهُ
َهْرَولَةا إِلَيَّ ِذَراعاا تَقَرَّ ))البخاري 1
Telah menceritakan kepada kami 'Amru bin Hafs telah menceritakan
kepada
kami Ayahku telah menceritakan kepada kami Al A'masy aku
mendengar Abu
Shalih dari Abu Hurairah radliyallahu'anhu berkata, "Nabi
shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Aku berada dalam prasangka hamba-Ku, Aku
selalu
bersamanya jika ia mengingat-Ku, jika ia mengingat-Ku dalam
dirinya, maka
Aku mengingatnya dalam diri-Ku, dan jika ia mengingat-Ku
dalam
perkumpulan, maka Aku mengingatnya dalam perkumpulan yang lebih
baik
daripada mereka, jika ia mendekatkan diri kepada-Ku sejengkal,
maka Aku
mendekatkan diri kepadanya sehasta, dan jika ia mendekatkan diri
kepada-Ku
sehasta, Aku mendekatkan diri kepadanya sedepa, jika ia
mendatangi-Ku dalam
keadaan berjalan, maka Aku mendatanginya dalam keadaan berlari."
( HR.
Bukhari)
1Muhammd bin Ismail, Shahih Bukhari (Beirut: Dar Ibn Katsir,
1987),
2694, Hadis Nomor 6970.
-
vi
PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan hati, skripsi ini saya persembahkan
untuk:
Bapak & Ibu Tercinta
Bapak Sahiran & Ibu Surti
Kepada kedua orangtuaku, yang senantiasa menuntun, membimbing,
serta
mengarahkan untuk selalu berbuat baik kepada orang lain, tetap
rendah hati,
tetap istiqamah dalam belajar, dan mengajarkan arti sebuah
kehidupan yang
tak selamanya berjalan mulus, dan tentunya selalu bersyukur atas
apa yang
telah diberikan oleh Allah SWT. Semoga kedua orangtuaku
diberikan panjang
umur dan selalu diberikan kesehatan oleh Allah SWT.
Kakak dan Adik Tercinta
Sidik Widaryanto, Ahmad Syaifudin, dan Fathur Rahman
Kepada kakak dan kedua adikku, yang senantiasa membuat penulis
untuk
selalu menjadi tauladan dan kepribadian baik agar dapat dicontoh
sebagaimana
mestinya
Keluarga Besar Pondok Pesantren Bustanul Usysyaqil Qur’an
Yang telah mengajarkan makna kehidupan yang sesungguhnya dan
keberkahan
untuk meraih sukses, sholehah, selamat, lahir batin
selamanya.
Para Guru
Teruntuk para kyai dan guru-guruku, yang telah memberikan ilmu
hingga tak
terhitung jumlahnya dan semoga ilmu yang diberikan dapat
bermanfaat bagi
penulis.
Teman-teman Ilmu Hadis di IAIN Salatiga dan khususnya angkatan
2016
Teman yang selalu menemani, mengingatkan, serta memberikan
semangat
penulis menyelesaikan skripsi ini.
-
vii
KATA PENGANTAR
Al-hamdulillah, pujian bagi Allah yang telah memberi kesempatan
kepada
penulis untuk belajar Ilmu Hadis di IAIN Salatiga hingga
menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Rasulullah Shallallahu’ala Muhammad,
rahmat dan salam semoga dicurahkan Allah kepada Nabi Muhammad yang
sunnahnya semoga
dapat terus penulis ikuti.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin bisa
terselesaikan tanpa
adanya bantuan dan dorongan baik moril maupun materiel dari
semua pihak
yang telah membantu proses penyusunan skripsi ini. Berkat
bantuan, saran dan
motivasi dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak
langsung
akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan.Oleh karena itu, sudah
sepantasnya
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Zakiyudin, M.Ag. selaku Rektor IAIN Salatiga. 2. Dr.
Benny Ridwan, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Adab dan
Humaniora IAIN Salatiga.
3. Miftachur Rif’ah Mahmud, M.Ag., selaku Ketua Program Studi
Ilmu Hadis IAIN Salatiga. Sekaligus selaku dosen pembimbing skripsi
yang dengan
tulus telah membimbing penulisan skripsi penulis sampai
selesai.
4. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN
Salatiga, terkhusus seluruh dosen Program Studi Ilmu Hadis.
5. Seluruh pengajar penulis sejak di pesantren, SD, SMP, hingga
SMA. 6. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung
membantu
menyelesaikan tulisan ini dari awal, proses penelitian, hingga
skripsi ini
terselesaikan.
http://bismillah-arrahman.blogspot.com/2010/07/blog-post.htmlhttp://bismillah-arrahman.blogspot.com/2010/07/blog-post.html
-
viii
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari layak,
sehingga kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Semoga skripsi ini
bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan bagi para
pembaca.
Akhirnya semoga Allah memberikan ma’unahnya, agar setelah
skripsi ini
penulis akan dapat lebih produktif dalam berkarya dan
mengabdi.
Salatiga, 2020
Penulis
Isti Faizah
-
ix
ABSTRAK
Skripsi ini hasil penelitian library research (kepustakaan)
dengan judul “Perbandingan Pemahaman Hadis Maulid Nabi dalam
Website NU Online dan
Website Muslim.or.id.” Penelitian terhadap hadis sangat
diperlukan, karena
hadis sampai kepada umat Islam melalui jalur periwayatan yang
panjang. Wajar
apabila terdapat perbedaan pemahaman hadis Nabi SAW. Hadis
tidak
bertambah jumlahnya setelah wafatnya Rasulullah SAW.
Sedangkan
permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam terus berkembang
sehubungan
dengan perkembangan zaman. Maka dari itu, dalam memahami hadis
diperlukan
metode pemahaman yang tepat melalui pendekatan yang
komprehensif, baik tekstual maupun kontekstual. Latar belakang
permasalahan adalah adanya perbedaan pemahaman mengenai hadis
maulid Nabi yang terletak pada
pemaknaan أمرنا yang artinya urusan agama perbedaan pemaknaan
ini sangat
mengacu diantara perbandingan pemahaman mengenai maulid Nabi di
masing-
masing website.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif
menggunakan
library research, pendekatan yang digunakan fiqhul hadis dengan
cara mengumpulkan konten-konten artikel tema maulid Nabi dari
website NU Online dan website Muslim.or.id, serta membandingkan
hadis tema maulid Nabi dalam kedua website tersebut yang disebut
dengan metode komparatif.
Hasil penelitian ini bahwa website NU Online dan website
Muslim.or.id memiliki perbedaan pemahaman dalam memahami hadis
maulid Nabi, terdapat
pro dan kontra dalam peringatan perayaan maulid Nabi, perbedaan
yang
mendasar dalam pemahaman hadis perayaan maulid Nabi adalah
masalah
tentang bi’dah didalam website NU Online dan website
Muslim.or.id. sehingga dalam tulisan ini berusaha mencari titik
tengah dalam memahami hadis
perayaan maulid melalui pemahaman hadis dengan pendekatan
pemahaman
fiqhul hadis. Sehingga akan terjalin rasa toleransi yang
mendukung dan yang tidak mendukung perayaan maulid Nabi. Jadi
kesimpulannya silahkan
mengambil dan meyakini pendapat yang dianggap lebih kuat serta
tidak
mengingingkari sesama saudara muslim yang berbeda pandangan.
Kata kunci: maulid Nabi, bid’ah, fiqh hadis, nu online,
muslim.or.id
-
x
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman transliterasi huruf (pengalihan huruf) dari huruf Arab
ke huruf
Latin yang digunakan adalah hasil Keputusan Bersama Menteri
Agama RI dan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 158 Tahun 1987 atau
Nomor
0543 b/u 1987, tanggal 22 Januari 1988, dengan melakukan sedikit
modifikasi
untuk membedakan adanya kemiripan dalam penulisan.
A. Penulisan huruf :
No Huruf Arab Nama Huruf Latin
Alif Tidak dilambangkan ا .1
Ba’ B ب .2
Ta T ت .3
ṡa ṡ ث .4 Jim J ج .5
Ḥa ḥ ح .6 Kha Kh خ .7
Dal D د .8
\z\al z ذ .9
Ra R ر .10
Za Z ز .11
Sin S س .12
Syin Sy ش .13
Ṣad ṣ ص .14 Ḍad ḍ ض .15 Ṭa’ ṭ ط .16 Ẓa ẓ ظ .17 (ain ‘ (koma
terbalik di atas‘ ع .18
Gain G غ .19
Fa’ F ف .20
-
xi
Qaf Q ق .21
Kaf K ك .22
Lam L ل .23
Mim M م .24
Nun N ن .25
Wawu W و .26
Ha’ H ه .27
(Hamzah ‘ (apostrof ء .28
Ya’ Y ي .29
B. Vokal:
ََ Fathah Ditulis “ a “
ِ Kasroh Ditulis “ i “
َُ Dhammah Ditulis “ u “
C. VOKAL PANJANG:
+ا ِ Fathah + alif Ditulis “ a> “ جاهلية Ja>hiliyah
+ى ِ Fathah + alif
Layin Ditulis “ a> “ تنسى Tansa>
+ي ِ Kasrah +ya’
Mati Ditulis “ i> “ حكيم Haki>m
+و ِ Dlammah +
wawu mati Ditulis “ u> “ فروض Furu>d
D. Vokal rangkap:
+ا ِ Fathah + ya’
mati Ditulis “ ai “ بينكم Bainakum
+و ِ Fathah +
wawu mati Ditulis “ au “ قول Qaul
-
xii
E. Huruf rangkap karena tasydid ( ِ ) ditulis rangkap:
Iddah‘ عد ة “ Ditulis ” dd د
Minna من ا “ Ditulis “ nn ن
F. Ta’ Marbuthah: 1. Bila dimatikan ditulis h :
Hikmah حكمة
Jizah جزية
(ketentuan ini tidak berlaku untuk kata-kata bahasa arab
yang
sudah diserap kedalam bahasa indonesia)
2. Bila Ta’ Marbuthah hidup atau berharakat maka ditulis t :
Zaka>t al-fiṭr زكاةالفطر Ḥaya>t al-insa>n
حياةاالنسان
G. Vokal pendek berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan
Apostrof
(‘)
A’antum أأنتم
U’iddat أعد د
La’insyakartum لئنشكرتم
H. Kata sandang alif +lam
Al-qamariyah القران al-Qur’a>n
Al-syamsiyah السماء al-sama>’
-
xiii
I. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat:
Ditulis menurut bunyi atau pengucapannya
Z|awi al-furu>d ذويالفروض
Ahl al-sunnah أهاللسن ة
-
xiv
DAFTAR ISI
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN DAN KESEDIAAN PUBLIKASI ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
..................................................................
.iii
PENGESAHAN KELULUSAN
....................................................................
.iv
MOTTO
.........................................................................................................
v
PERSEMBAHAN
..........................................................................................
vi
KATA PENGANTAR
...................................................................................
vii
ABSTRAK
.....................................................................................................
ix
PEDOMAN TRANSLITERASI
....................................................................
x
DAFTAR ISI
..................................................................................................
xiv
BAB I PENDAHULUAN
..............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah
....................................................................
1 B. Batasan dan Rumusan Masalah
......................................................... 6 C.
Tujuan dan kegunaan penelitian
........................................................ 7 D.
Kajian Pustaka
...................................................................................
7 E. Kerangka Teori
..................................................................................
9 F. Metode Penelitian
..............................................................................
12
BAB II KONSEP FIQH AL-HADIS
.............................................................
15
A. Pengertian Fiqh al-Hadis
...................................................................
15 B. Posisi Fiqh al-Hadis
...........................................................................
16 C. Urgensi Memahami dan Mengamalkan Hadis Nabi
......................... 18 D. Prinsip-prinsip dalam Memahami
Hadis ........................................... 21 E. Metode
Memahami Hadis
.................................................................
22 F. Prinsip-Prinsip dalam Memahami Hadis
........................................... 28
G. Metode Memahami Hadis
.................................................................
32
BAB III GAMBARAN UMUM
....................................................................
44
A. Profil NU Online
................................................................................
44 B. Profil website Muslim.or.id
............................................................... 47
C. Perayaan Maulid Nabi dalam Wacana Website Nu Online dan
Website Muslim.or.id
........................................................................
51
D. Mazhab Website NU Online dan Website Muslim.or.id
.................. 55
-
xv
E. Perayaan Maulid Nabi dalam Wacana Website NU Online dan
Website Muslim.or.id
.......................................................................
59
BAB IV ANALISIS HADIS PEMBAHASAN PERAYAAN
MAULID NABI
.............................................................................................
86
A. Dalil Hadis sebagai Acuan Pemahaman terhadap Peringatan
Maulid Nabi
....................................................................
86
B. Perbandingan Pemahaman Hadis Maulid Nabi Saw dalam Website Nu
Online dan Website Muslim.or.id
............................................... 91
C. Penjelasan Fiqh al-Hadis dihubungkan dengan Perbedaan
Pemahaman Merayakan Maulid Nabi
............................................... 100
D. Penjelasan Fiqh al-Hadis dihubungkan dengan Perbedaan
Pemahaman Merayakan Maulid Nabi
.............................................. 115
E. Menyikapi Perbedaan Memahami Hadis Maulid Nabi
..................... 118
BAB V PENUTUP
.........................................................................................
121
A. Kesimpulan
........................................................................................
121 B. Saran
..................................................................................................
125 C. Kata Penutup
.....................................................................................
126
DAFTAR PUSTAKA
....................................................................................
127
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Hadis bagi umat Islam merupakan suatu
yang penting karena
didalamnya terungkap berbagai tradisi yang berkembang di
masa
Rasulullah SAW.2 Dalam perjalanan hadis, sejak masa
pewahyuan
sampai munculnya pada periode pertama masa kelahiran hadis dan
pembentukan masyarakat Islam, periode ini ditandai dengan
pewahyuan
hadis oleh Nabi Muhammad SAW dengan cara lisan, tertulis,
maupun
demonstrasi praktis. Cara menjaga hadis Nabi Muhammad SAW,
pada
masa ini dilakukan dengan cara menghafal. Kedua, masa pematerian
dan penyedikitan riwayat. Masa ini berjalan pada masa
pemerintahan
Khulafa’ al Rasyidin (11-40 H). Masa ini ditandai dengan upaya
sahabat
besar dalam menerima dan meriwayatkan hadis., serta
periwayat-
periwayat tertentu saja yang dapat diterima. Ketiga, masa
penyebaran diberbagai wilayah. Masa penyebaran ini pelopornya
adalah para sahabat
kecil, dan tabi’in besar dan berakhirmya Khulafa’ al Rasyidun
sampai awal dinasti Muawiyyah pada abad pertama hijriyah. Dan masa
ini hadis
sudah tersebar ke berbagai wilayah kekuasaan Islam sampai ke
Afrika.3
Keempat, masa pembukuan hadis dimulai pada abad kedua hijriyah.
Kitab hasil kodifikasi pada masa tersebut adalah Muwatta’ karya
Imam Malik Ibnu Anas. Kelima, masa penyaringan, pemeliharaan dan
pelengkapan. Masa ini dilakukan satu abad penuh sampai akhir abad
ke-
3. Pada masa ini bermunculan kitab hadis di antaranya: Musnad
Ahmad, al-Kutub al-Sittah. Keenam, masa pembersihan, penyusunan,
penambahan dan pengumpulan hadis. Masa ini berawal dari abad
ke-4
sampai jatuhnya kota Bagdad tahun 656 H. dan pada masa ini ulama
yang
berperan adalah ulama’muta’akhirin. Adapun kegiatan yang
dilakukan hanyalah mengutip kitab-kitab hadis yang telah ditadwin
oleh ulama
2Alfatih Suryadilaga, Aplikasi Penelitian Hadis dari Teks ke
Konteks
(Yogyakarta: Teras, 2009), 1. 3Alfatih Suryadilga, Metodologi
Syarah Hadis Dari Klasik Hingga
Kontemporer (Yogyakarta: Kalimedia, 2017). Hal vi
-
2
abad-2 dan abad-3, oleh karenanya corak kitab pada masa ini
dan
sesudahnya sudah beragam. Seperti yang dilakukan oleh Ismail
ibn
Ahmad yang menghimpun kitab shahih al-Bukhari, dan shahih Muslim
dalam satu kitab. Ketujuh, masa pensyarahan, penghimpunan,
pentakhrijan dan pembahasan hadis. Rentang waktu relative
panjang
dimulai tahun 656 H sampai sekarang. Masa ini merupakan
kelanjutan
masa sebelumnya dan menambah semakin banyaknya khazanah
hasil
tadwin ulama hadis. Jika dihubungkan dengan rentetan dari
perkembangan ilmu hadis, maka masa ini disebut dengan masa
keemasan
bagi ulumul hadis. Oleh karena itu, tidaklah heran jika
perkembangan ilmu hadis telah menyempurnakan dirinya dengan
karyanya. Hasil
karyanya yaitu Syarah Shahih al-Bukhari (Fath al-Bari), dan
Irsyad al-Sari karya al-Qastalani. Hal serupa juga ditemukan pada
kitab-kitab lain seperti shahih Muslim, sunan al-Nasa’i dan Sunan
al-Tirmidzi.4
Perkembangan teknologi pun sama halnya dengan perkembangan
ilmu hadis, khususnya internet sangat mempengaruhi pola fikir
manusia
pada umumnya, salah satunya adalah website. Website menyediakan
informasi tidak terbatas dan dapat diakses secara online ke manapun
dan di manapun. Media masa menjadi perhatian utama masyarakat
untuk
menyediakan informasi. Tidak dapat dipungkiri bahwa seiring
dengan
berkembangnya zaman kajian keilmuan hadis dan bahkan yang
lainnya
dalam Islam semakin modern dan berkembang dengan pesat,
sehingga
antara guru dan murid tidak harus bertatap muka lagi.5 Seperti
halnya
mempelajari hadis yang telah tersedia dimedia online, seperti
website. Website merupakan kumpulan dari beberapa halaman web di
mana
informasi dalam bentuk teks, gambar, suara, dan lain – lain
disajikan
dalam bentuk hypertext serta dapat di akses melalui perangkat
lunak yang
4Ibid. hal vi-x
5Saifudin Zuhri dan Ali Imron Imron, Model-Model Penelitian
Hadis
Kontemporer (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), xvii.
-
3
sering disebut dengan browser. Website menyediakan informasi
tidak terbatas dan dapat diakses secara online kapanpun dan
dimanapun.6
Di era modern ini, website dinilai sebagai media dakwah yang
efektif dan efisien yang memiliki nilai plus dimata masyarakat di
era
kekinian untuk mengakses informasi secara online baik dibidang
agama maupun dibidang ilmu lainnya. Melihat realitas tersebut,
bukan berarti
website tidak memiliki kekurangan, mudahnya cara membuat website
seakan-akan kualitas isinya perlu diuji.7
Permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam terus berkembang
sehubungan dengan perkembangan zaman. Maka dari itu, dalam
memahami hadis diperlukan metode pemahaman yang tepat
melalui
pendekatan yang komprehensif, baik tekstual maupun kontekstual
oleh
karena itu penelitian terhadap hadis sangat diperlukan, karena
hadis
sampai kepada umat Islam melalui jalur periwayatan yang
panjang.8
Wajar apabila terdapat perbedaan pemahaman hadis karena hadis
tidak
bertambah jumlahnya setelah wafatnya Rasulullah SAW.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan
menggunakan
metode wacana, sehingga analisis wacana akan digunakan untuk
mengungkap metode fiqh al-hadis dalam website NU Online dan
Muslim.or.id. Hasil penelitian ini bahwa situs NU Online dan
Muslim
or.id merupakan media alternatif yang tepat untuk menyebarkan
pesan-
pesan ajaran Islam dalam tema tentang maulid Nabi.
Perayaan maulid Nabi adalah sebuah upacara keagamaan yang
diadakan kaum muslimin untuk memperingati kelahiran Rasulullah
SAW.
Hal itu diadakan dengan harapan menumbuhkan rasa cinta pada
6Ahmad Faruk, “Kualitas Kajian Hadis Di Website (Studi
terhadap
kajian-kajian hadis di website https:// muslim.or.id)” (Program
Study Agama
dan Filsafat Konsentrasi Studi Al Qur’an dan HadisPascasarjana
UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2016), 4. 7Ria Candra Widayaningsih,
“Metode Fiqh al-Hadis dalam Website
bincangsyariah.com dan Kontribusinya Terhadap Wacana Islam
Moderat.”
(Program Studi Ilmu Hadis Fakultas Ushuluddin Adab Dan Humaniora
Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) SALATIGA, 2019), 3–4. 8Lailiyatun
Nafisah, “Urgensi Pemahaman Hadis Kontekstual,”
UNIVERSUM Vol 13, No. 1 (Januari 2019): 1–2.
-
4
Rasululllah SAW. Perayaan maulid Nabi merupakan tradisi yang
berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad
SAW
wafat. Secara subtansi, peringatan ini adalah ekspresi
kegembiraan dan
penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW, dengan cara
menyanjung
Nabi, mengenang, memuliakan dan mengikuti perilaku yang terpuji
dari
diri Rasulullah SAW.9
Peringatan maulid Nabi untuk pertama kalinya dilaksanakan
atas
prakarsa Sultan Salahuddin Yusuf al-Ayyubi (memerintah tahun
1174-
1193 Masehi atau 570-590 Hijriah) dari Dinasti Bani Ayyub.
Serta
perayaan maulid Nabi secara besar-besaran dilaksanakan pertama
kali
oleh Raja Al-Mudhaffar Abu Sa’id Kokburi bin Zain al-Din Ali
bin
Baktatin (549-630 H / 1154-1232 M) penguasa Irbil, 80 KM
tenggara
Mossul.10
Alasan terjadinya maulid Nabi atas dasar pendapat Salahuddin
Al-
Ayyubi, semangat juang umat Islam harus dihidupkan kembali
dengan
cara mempertebal kecintaan umat kepada nabi mereka. Dia
mengimbau
umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad
SAW,
tanggal 12 Rabiul Awal, yang setiap tahun berlalu begitu saja
tanpa
diperingati, kini dirayakan secara massal. Karena sekitar 600
tahun
setelah Nabi Muhammad SAW wafat, di kalangan umat Islam
banyak
yang telah melupakan ajaran Islam itu sendiri.
Dalam keadaan tersebut Sultan Shalahuddin al-Ayubi
menyelenggarakan perlombaan bagi rakyatnya untuk menulis
kembali
riwayat kehidupan Nabi SAW dan perjuangannya serta dipentaskan
pada
acara seremonial untuk membacakan kembali sejarah Nabi
Muhammad
SAW. Penulisan riwayat Nabi tersebut dikarang beberapa Ulama
pada
saat itu, setelah selesai ditulis lalu kaum Muslimin diundang
untuk
9Musohihul Hasan, “Nilai nilai Pendidikan Islam dalam Maulid
Nabi
Muhammad SAW,” Al Insyirah Vol.1 (2015): 211. 10Nihayatur
Rohmah, “Akulturasi Islam dan Budaya Lokal ( Memahami Nilai-
Nilai Ritual Maulid Nabi di Pekalongan ),” Antropologi
Meneropong Ritual Maulid Nabi,
t.t., 4.
-
5
mendengarkan pembacaan riwayat kehidupan Nabi yang diselingi
oleh
jamuan-jamuan yang telah disiapkan.11
Perayaan seperti ini secara fakta memang tidak pernah
diajarkan,
tidak pernah dicontohkan dan juga tidak pernah dianjurkan
oleh
Rasulullah SAW, para sahabat bahkan para ulama salaf di masa
selanjutnya. Perayaan maulid Nabi. Secara khusus baru dilakukan
di
kemudian hari, dan ada banyak versi tentang siapa yang memulai
tradisi
ini. Sebagian mengatakan bahwa Shalahuddin al-Ayyubi yang
mula-mula
melakukannya, sebagai reaksi atas perayaan Natal umat Nasrani.
Karena
saat itu di Palestina, umat Islam dan Nasrani hidup
berdampingan.
Sehingga terjadi interaksi yang majemuk dan melahirkan
berbagai
pengaruh satu sama lain.12
Sehingga pembahasan-pembahasan yang disajikan membahas
perayaan maulid Nabi harus relevan. Dalam menganalisis
penjelasan
maulid Nabi website ini menyertakan ayat-ayat Al-Qur’an, hadis,
serta pendapat ulama. Penjelasan yang disertakan tidak hanya
berpatokan pada
satu pendapat saja, sehingga bisa memberikan wawasan bagi
para
pembacanya untuk open minded. Selain itu, pada kajian hadis di
website NU Online dengan website Muslim.or.id. memiliki penjelasan
yang cukup memadai dan update.
Perbedaan yang muncul antara kedua website yaitu tentang
penjelasan pemahaman hadis perayaan maulid Nabi, perbedaan
tersebut
ialah website NU Online dibolehkannya perayaan maulid Nabi dan
website Muslim.or.id tidak dibolehkannya merayakan maulid Nabi.
Perbedaan tersebut terletak pada penjelasan bid’ah terutama
pada
pemaknaan kata أمرنا yang artinya urusan agama pada hadis
yang
diriwayatkan HR. Bukhari
ٍد َعْن َعائَِشةَ َرِضَي َحدَّثَنَا يَْعقُوُب َحدَّثَنَا
إِْبَراِهيُم ْبُن َسْعٍد َعْن أَبِيِه َعْن اْلقَاِسِم ْبِن
ُمَحمَّ
ُ َعلَْيِه َوَسلََّم َمْن أَْحدََث فِي أَْمِرنَا َهذَا َما
لَْيَس ِ َصلَّى َّللاَّ ُ َعْنَها قَالَْت قَاَل َرُسوُل َّللاَّ
َّللاَّ
11Muhammad Anwar, Sejarah Nabi Muhammad Saw (Jakarta: S.A.
Alaydrus,
1988), 11. 12Ahmad Sarwat, Lc,
http://afrivolities.blogspot.com/2007/04/maulid-nabi-
benarkah.html (blog), t.t., diakses 1 Mei 2020.
-
6
ِ ْبُن َجْعفٍَر اْلَمْخَرِميُّ َوَعْبدُ اْلَواِحِد ْبُن أَبِي
َعْوٍن َعْن َسْعِد ْبِن فِيِه فَ ُهَو َردٌّ َرَواهُ َعْبدُ
َّللاَّ
13إِْبَراِهيمَ
Telah menceritakan kepada kami Ya'qub telah menceritakan
kepada kami Ibrahim bin Sa'ad dari bapaknya dari Al Qasim
bin Muhammad dari 'Aisyah radliallahu 'anha berkata;
Rasulull
ah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang
membuat
perkara baru dalam urusan kami ini yang tidak ada
perintahnya
maka perkara itu tertolak". Diriwayatkan pula oleh 'Abdullah
bin Ja'far Al Makhramiy dan 'Abdul Wahid bin Abu 'Aun dari
Sa'ad bin Ibrahim.
Penjelasan tersebut akan dijelaskan pada bab ke tiga tentang
konten-konten yang telah dijabarkan oleh masing-masing website.
Tidak hanya itu saja selanjutnya akan dimunculkan beberapa
informasi tentang
penguatan argument masing-masing website, sehingga akan
memunculkan perbedaan pendapat, dan akan di selesaikan dengan
cara
memahami hadis menggunakan fiqh al-hadis Melalui permasalahan
perbedaan pendapat diatas, peneliti berusaha
menggali informasi mengenai hadis tentang maulid Nabi, fokus
pada
kajian website nu online dengan website muslim.or.id, dalam hal
ini, peneliti berupaya menelusuri mengungkap metode fiqh al-hadis
dalam kedua website tersebut.
B. Batasan dan Rumusan Masalah Untuk menghindari kesalahan
pemahaman terhadap judul skripsi,
maka perlu adanya pembatasan fokus dalam pembahasan skripsi ini.
Skripsi
ini difokuskan perbandingan pemahaman hadis maulid Nabi dalam
website NU Online dan website Muslim.or.id. Pemahaman hadis yang
dimaksudkan disini adalah apa yang dikenal sebagai metode fiqh
al-hadis dalam teori keilmuan hadis.
13Ismail, Shahih Bukhari, 959, Hadis Nomor 2550.
-
7
Adapun rumusan masalahnya adalah:
1. Bagaimana publikasi tentang maulid Nabi di website NU Online
dan website Muslim.or.id ?
2. Bagaimana pemaparan hadis tentang maulid Nabi sebagai acuan
perbandingan website NU Online dan website Muslim.or.id ?
3. Bagaimana metode fiqh al-hadis yang diterapkan dalam website
NU Online dan website Muslim.or.id ?
C. Tujuan dan kegunaan penelitian 1. Mengetahui bagaimana
publikasi maulid Nabi website NU Online dan
website Muslim.or.id 2. Mengetahui apa saja hadis maulid Nabi
sebagai acuan website NU
Online dan website Muslim.or.id 3. Mengetahui bagaimana metode
fiqh-hadis yang diterapkan dalam
website NU Online dan website Muslim.or.id
D. Kajian Pustaka Sampai sejauh ini, menurut pengamatan penulis
setelah melakukan
pencarian penelitian di perpustakaan IAIN Salatiga serta di
Google
Cendekia belum menemukan karya-karya secara khusus membahas
tentang hadis maulid Nabi yang terdapat di website NU Online dan
website Muslim.or.id.
Beberapa penelitian yang hampir mendekati pembahasan yaitu
tesis yang disusun oleh Ahmad Faruk berjudul Kualitas Kajian
Hadis di Website (Studi terhadap kajian-kajian hadis di website
https:// muslim.or.id), membahas bagaimana validitas kutipan teks
hadis dalam website https://muslim.or.id dan bagaimana model
pemahaman website https://muslim.or.id dari hasil penelitian
menyimpulkan bahwa kutipan
teks-teks hadis yang ada dalam website https://muslim.or.idbisa
dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Kemudian teks hadis yang
diambil dari kitab-kitab hadis didominasi dari kitab-kitab induk
kutub al-tis’ah dengan kategori shahih al-Bukhari karya Imam
al-Bukhari dan Shahih Muslim karya Imam Muslim yang mendominasi
teks hadis. Untuk
keterangan yang kaitannya dengan sumber periwayatan tidak semua
teks
https://muslim.or.id/https://muslim.or.id/
-
8
hadis diberi keterangan. Sedangkan model pemahaman dalam
website
tersebut adalah tekstual dan kontekstual.14 Perbedaan dengan
penelitian
penulis terletak pada difokuskannya penelitian website mengenai
hadis pemahaman tentang maulid Nabi, serta menggunakan pendekatan
fiqh al-hadis sebagai cara menentukan sebuah perbedaan
pendapat.
Ria Candra Widayaningsih skripsinya yang berjudul Metode Fiqh
al-Hadis dalam Website bincangsyariah.com dan Kontribusinya
Terhadap Wacana Islam Moderat. Penelitian ini menggali informasi
mengenai penggunaan hadis di internet focus kajiannya pada
website
bincangsyariah.com serta menelusuri metode fiqh al-hadis dalam
website bincangsyariah.com hingga kontribusinya terhadap wacana
Islam
moderat, yang menyimpulkan bahwa website bincangsyariah.com
merupakan situs yang berisi tentang praktik ibadah, sejarah
Islam,
persoalan-persoalan hukum Islam, akidah, zikir dan doa. Website
ini diluncurkan untuk merespon wacana keislaman yang berkembang
di
tengah masyarakat, khususnya media sosial, serta menggulirkan
wacana
keislaman agar kajian Islam selalu berkembang dan semakin
dinamis.
Dalam menganalisa sebuah permasalahan, para redaktur atau
kontributor
selalu berpedoman kepada Al-Qur’an, hadis, dan pendapat ulama
yang
otoritatif, panduannya tidak diterjemahkan begitu saja, tetapi
dibaca melalui pendekatan normatif ataupun empiris. Diawali
dengan
mengungkapkan sebuah persoalan, kemudian menampilkan hadis
sebagai
pemecah masalah, lalu disertakan hadis, ayat atau penejelasan
dari
kutipan pendapat ulama yang otoritatif. Dengan berprinsip bahwa
selama
hadis yang dikutip disebutkan sumbernya secara jelas.15
Perbedaan
dengan penelitian penulis terletak pada difokuskannya
pembahasan
website tentang pemahaman hadis maulid Nabi menggunakan cara
pendekatan fiqh al-hadis untuk menemui titik terang suatu
perbedaan.
14Faruk, “Kualitas Kajian Hadis Di Website (Studi terhadap
kajian-kajian hadis
di website https:// muslim.or.id).” 15Widayaningsih, “Metode
Fiqh al-Hadis dalam Website bincangsyariah.com
dan Kontribusinya Terhadap Wacana Islam Moderat.”
-
9
Ahmad Fatoni Tesisnya yang berjudul “ Berita maulid nabi
Muhammad SAW di Hidayatullah.com dan Eramuslim.com ( perspektif
Framing Zhongdang Pan dan Gerald M Kosick ) “ menyimpulkan
bahwasanya hasil analisis framing berita yang dikerjakan terhadap
eramuslim.com dan hidayatullah.com dalam pembingkaian tentang
perayaan maulid Nabi SAW dua media online dilakukan dengan beberapa
cara antara lain: pemilihan sumber berita, pemilihan kutipan
berita, dan
menempatkan gambar yang mendukung framing pemberitaan. Framing
berita yang dibuat menunjukkan kedua media tersebut mendukung
dilaksanakannya perayaan maulid Nabi Muhammad SAW. Pada framing
hidayatullah.com dilihat dari empat struktur Pan and Kosicki
pada
struktur sintaksis mendukung adanya kegiatan maulid Nabi,
sedangkan
framing eramuslim.com dilihat dari empat struktur Pan and
Kosicki pada struktur sintaksis media ini sering kali keterkaitan
perayaan maulid Nabi dengan politik, salah satu contoh adalah
kegiatan perayaan maulid Nabi
dengan peristiwa pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun
2017.16
Perbedaan dengan penelitian penulis terletak pada tidak ada
penjelasan
mengenai fiqh al-hadis dalam memahami hadis maulid Nabi.
E. Kerangka Teori Sebagai sumber hukum Islam yang ke dua setelah
Al-Qur’an, hadis
pun sebagaimana mestinya Al-Qur’an. Cara memahami hadis pun
muncullah ilmu yang dulunya disebut dengan istilah fiqh al-hadis
atau syarah al-hadis yang kemudian disebut dengan ma’anil hadis
yang merupakan ilmu mengkaji tentang bagaimana memahami hadis
Nabi
dengan mempertimbangkan berbagai aspek, mulai dari konteks
semantic dan struktur linguistic teks hadis, konteks munculnya
hadis (baik mikro maupun makro), posisi dan kedudukan Nabi ketika
menyampaikan hadis,
konteks audiens yang menyertai Nabi Saw, serta bagaimana
menghubungkan teks hadis masa lalu dengan konteks kekinian,
sehingga
16Ahmad Fatoni, “Berita Maulid Nabi Muhammad SAW di
Hidayatullah.com
dan Eramuslim.com ( perspektif Framing Zhongdang Pan dan Gerald
M Kosicki )”
(Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2017).
-
10
dapat menangkap maksud (maqhasid) secara tepat, tanpa kehilangan
relevansinya dengan konteks kekinian yang selalu dinamis.17
Beberapa petunjuk dan ketentuan umum dalam memahami sunnah
dengan baik menurut Yusuf Qardhawi yaitu Pertama, memahami
al-Sunnah sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an. Kedua, memadukan
beberapa hadis yang mengemukakan satu topik. Ketiga, penggabungan
atau pentarjihan antara hadis-hadis yang (tampaknya) bertentangan.
Keempat, memahami hadis dengan mempertimbangkan latar belakang,
situasi dan
kondisinya ketika diucapkan, serta tujuannya. Kelima, memisahkan
antara sarana yang berubah-ubah dan tujuan yang bersifat tetap
dalam
setiap hadis. Keenam, membedakan antara ungkapan yang bermakna
sebenarnya dan yang bersifat majas dalam memahami hadis. Ketujuh,
membedakan antara yang ghaib dan yang nyata. Kedelapan, memastikan
makna dan konotasi kata-kata dalam hadis.18
Abdul Mustaqim menyatakan bahwa sebelum memahami hadis,
sebaiknya memetakan kajian hadis yang terbagi menjadi empat
objek,
pertama, kajian tentang otentisitas hadis yang fokus kajiannya
adalah melacak hadis-hadis Nabi untuk menentukan, apakah hadis
tersebut
benar-benar otentik atau tidak, dalam hal ini , kritik sanad dan
mtn menjadi penting untuk dilakukan memvalidasi sebuah hadis.
Kedua, kajian tentang historisitas hadis Nabi, yang memfokuskan
pada aspek historiografi penulisan hadis Nabi. Ketiga, kajian
tentang otoritas hadis Nabi, kajian ini akan membicarakan
perdebatan mengenai kehujjahan
hadis sebagai sumber ajaran Islam. Keempat, kajian hadis yang
terkait
dengan aspek hermeneutis.19 Sejalan dengan paradigma pemahaman
hadis dipetakan menjadi
tiga paradigma, pertama, paradigma normatif-tekstual, golongan
ini
17Abdul Mustaqim, Ilmu Ma’anil Hadis Paradigma Interkoneksi
Berbagai Teori
dan Metode Memahami Hadis Nabi (Yogyakarta: Idea Press, 2016).
18Yusuf Qardhawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi SAW (Bandung:
Karisma, 1997). 19Mustaqim, Ilmu Ma’anil Hadis Paradigma
Interkoneksi Berbagai Teori dan
Metode Memahami Hadis Nabi, 21–26.
-
11
menganggap bahwa makna original (bal-dalalah al-ashliyah) suatu
hadis itu diwakili oleh zhahir teks hadis, sehingga segala upaya
memahami
hadis, di luar apa yang ditunjukkan oleh dhahirnya teks hadis,
dianggap
tidak valid. Kedua, paradigma historis-kontekstual, paradigma
ini cenderung lebih moderat. Mereka tidak terburu-buru menolak
suatu hadis
sebelum melakukan kajian yang seksama. Ketiga, paradigma
rejeksionis-liberal, paradigm ini cenderung akan menolak
hadis-hadis medis yang dianggap tidak masuk akal menurut
mereka.
Kemudian prinsip-prinsip metodologi memahami hadis agar
terhindar dari kekeliruan, yang diperhatikan ialah, pertama
prinsip jangan terburu-buru menolak suatu hadis hanya karena
dianggap bertentangan
dengan akal, sebelum benar-benar melakukan penelitian dan
pemahaman
secara mendalam. Kedua, prinsip memahami hadis secara tematik,
sehingga memperoleh gambaran utuh mengenai tema yang dikaji.
Ketiga, prinsip bertumpu pada analisis kebahasaan, mempertimbangkan
struktur
teks dan konteks. Keempat, prinsip membedakan antara ketentuan
hadis yang bersifat legal formal dengan aspek yang bersifat ideal
moral,
membedakan sarana dan tujuan. Kelima, prinsip bagaimana misalnya
membedakan hadis-hadis yang bersifat lokal-kultural, temporal dan
universal. Keenam, mempertimbangkan kedudukan Nabi SAW, apakah
beliau sebagai manusia biasa, Nabi atau Rasul, hakim, qadli, dan
panglima
perang. Ketujuh, meneliti dengan seksama tentang keshahiham
hadis. Kedelapan, memastikan bahwa teks hadis tersebut tidak
bertentangan dengan nash yang lain yang lebih kuat. Kesembilan,
menginterkoneksikan dengan teori-teori sains modern untuk
memperoleh kejelasan makna.20
Studi pada hadis maulid Nabi di Indonesia menunjukkan bahwa
kajian pemahaman dan amal lebih penting dari pada kajian ilmu
hadis
yang rumit. Hadis populer maulid terdiri dari beberapa matan
hadis dan beberapa komentar sharh. Hadis tersebut kemudian
dikompilasikan dan diringkas hingga menjadi suatu kalimat yang
dianggap sebagai hadis yang
akan mudah difahami dan dihafal masyarakat. Metode yang sama
juga
diterapkan dalam penulisan dan pengajaran kitab hadis. Kompilasi
dan ringkasan ini merupakan bukti terbalik dari isnad cum matn
yang
20 Ibid hal 28-36
-
12
menegaskan bahwa transmisi hadis mengalami perkembangan lafal
dari waktu ke waktu.21
Dijelaskan di latar belakang bahwasanya permasalahan yang
muncul adanya perbedaan pemahaman dalam perayaan maulid Nabi
sehingga memunculkan pro dan kontra, maka dari itu perlunya
langkah-
langkah dalam memahami hadis secara baik, agar memunculkan
rasa
saling menghargai atas perbedaan.
F. Metode Penelitian Agar suatu penelitian lebih terarah dan
sistematis, tentunya
diperlukan suatu metode yang jelas, begitu juga penelitian ini,
tentunya
juga penyusun gunakan untuk memaparkan, mengkaji, serta
menganalisis
data-data yang ada untuk diteliti. Metode penelitian meliputi;
jenis dan
pendekatan penelitian, kebutuhan dan sumber data, teknik
pengumpulan
data, analisis data, pemeriksaan keabsahan data.
1. Jenis Penelitian dan pendekatan Jenis penelitian adalah
penelitian kualitatif bentuknya library
research fokus pada website NU Online dan website Muslim.or.id
yaitu hadis tentang Maulid Nabi. Analisis menggunakan pendekatan
fiqhul-hadis dengan cara perbandingan komparatif dalam website NU
Online dan website Muslim.or.id.
2. Kebutuhan dan Data Sumber Penulisan ini merupakan penulisan
kepustakaan, karenanya data
yang digunakan adalah buku atau tulisan yang terkait penelitian
hadis
di website. Selain itu penulis juga melakukan pengumpulan data
dengan mempelajari literature dari buku-buku yang mendukung
penelitian. Secara garis besar sumber data terbagi menjadi dua,
yaitu:
a. Sumber pilihan (primer)
21Muhammad Akmaluddin, “Metode Riwayat Bi al-Ma’na dan Hadis
Populer di
Indonesia: Studi Hadis-Hadis Maulid Rasulullah,” Jurnal
Mutawatir: Jurnal Keilmuan
Tafsir Hadis 7, no. 2 (Desember 2017).
-
13
Sumber data primer yaitu sumber pokok penelitian, pada
penelitian ini sumber utama penelitian ialah website NU Online
dan website Muslim.or.id, terfokus pada kajian hadis tentang maulid
Nabi.
b. Sumber tambahan (sekunder) Sumber sekunder yaitu data yang
diperoleh peneliti dari
sumber yang sudah ada atau sumber pendukung. Dalam
penelitian
ini data pendukungnya adalah buku-buku, artikel, jurnal, dan
bahan-
bahan kepustakaan lain yang ada relevansinya dengan
penelitian
ini.
3. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data tidak lain dari
suatu proses pengadaan data
primer untuk keperluan peneliti, pada penggunaan hadis di
website NU Online dan website Muslim.or.id, peneliti menggunakan
teknik pengumpulan data secara observasi (pengamatan) dari tema
tema dan
bahasan yang terdapat dalam website tersebut terutama pembahasan
tentang hadis maulid Nabi, pada kajian ini peneliti mengamati
setiap
gejala pada objek yang tampak, kemudian dilanjutkan dengan
data
sekunder seperti buku buku, jurnal, dan bahan kepustakaan lain
yang
ada relevansinya dengan penelitian ini.
4. Analisis Data Analisis data adalah proses pengaturan urutan
data,
mengorganisasikan kedalam suatu pola, kategorisasi dan satuan
uraian
dasar. Analisis data merupakan rangkaian kegiatan
penelaahan,
pengelompokan, sistematisasi, penafsiran dan verifikasi data
agar sebuah fenomena memiliki nilai sosial akademis dan
ilmiah.22
G. Teknik Validitas Data Pada kajian ini, pertama-tama peneliti
mengambil data dari sampel-
sampel yang sudah diambil dari website NU Online dan website
Muslim.or.id dari beberapa penulis dan tema tentang maulid
Nabi,
kemudian dianalisis secara ilmiah yang mencakup kutipan hadis
sebagai
22Faruk, “Kualitas Kajian Hadis Di Website (Studi terhadap
kajian-kajian hadis
di website https:// muslim.or.id),” 18.
-
14
uji validitas kutipan teks hadis, dan pemahaman kajian untuk
melihat
model pemahaman yang dihasilkan dari beberapa penulis masing
masing
website melalui pendekatan fiqhul hadis atau ma’anil hadis.
H. Sistematika Penulisan Supaya pembahasan ini tersusun secara
sistematis dan tidak keluar
dari permasalahan yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah,
maka
penulis menetapkan sistematika pembahasan sebagai berikut:
Bab pertama, berupa pendahuluan sebagai gambaran umum dari
penelitian yang dilakukan oleh penulis. Bab ini mencakup latar
belakang
masalah yang berisikan beberapa hal yang menjadi alasan
penulis
mengkaji tema ini. Sebagai acuan dan mempertegas permasalahan
serta
membatasi pembahasan agar tidak meluas, maka dicantumkan
dalam
rumusan masalah berupa pertanyaan yang jelas. Kemudian agar
lebih jelas
maksud dari penelitian ini, maka sub bab selanjutnya adalah
memaparkan
tujuan dan manfaat dari penelitian. Kajian pustaka dipaparkan
untuk
melihat perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya.
Metode
penelitian dan diakhiri dengan sistematika pembahasan.
Bab kedua berisi tentang teori tentang pemahaman hadis tekstual
dan kontekstual, mulai dari pengertian fiqh al-hadis, konsep
memahami hadis serta prinsip-prinsip memahami hadis.
Bab ketiga berisi tentang hadis maulid Nabi dalam website NU
Online dan website Muslim.or.id. Pada bagian ini peneliti
memaparkan gambaran umum seputar website dan kajian-kajian tentang
maulid Nabi hadis di dalamnya.
Bab keempat memaparkan perbandingan penafsiran ataupun
pemahaman hadis tentang maulid Nabi menurut website NU Online
dengan website Muslim.or.id dengan menggunakan analisi fiqh
al-hadis.
Bab yang terakhir yaitu bab kelima, bab ini terdiri dari
kesimpulan
dan saran, pada bab kesimpulan memaparkan singkat mengenai
penelitian
yang merupakan jawaban dari permasalahan pokok yang terdapat
dalam
rumusan masalah.
-
15
BAB II
KONSEP FIQH AL-HADIS
A. Pengertian Fiqh al-Hadis Fiqh al-hadis terdiri dari dua kata
yaitu fiqh dan al-hadis. Kata fiqh
berasal dari kata fiqhun yang secara etimologi (bahasa) berarti
mengerti dan memahami juga diartikan pengetahuan, pemahaman
atau
pengertian.23 Adapun secara terminologi (istilah) fiqh
didefinisikan sebagai ilmu tentang hukum-hukum syar’iyyah, amaliah
yang diperoleh dari dalil-dalil yang terperinci.
Tetapi kata fiqh yang dimaksudkan ini adalah kata fiqh dalam
makna dasarnya. Kata ini sebanding dengan kata fahm yang juga
bermakna memahami kata yang lebih popular dipakai untuk
menunjukkan
pemahaman terhadap suatu teks keagamaan atau cabang ilmu
agama
tertentu adalah fiqh. Hal ini wajar, meskipun kedua kata ini
sama-sama bermakna memahami, namun kata fiqh lebih menunjukkan
kepada makna “memahami secara dalam.” Itu pula sebabnya, Ibnû
al-Qayyim
menyatakan bahwa kata fiqh lebih spesifik dari kata fahm, karena
fiqh lebih memahami maksud yang diinginkan pembicara. Jadi fiqh
lebih dari sekedar memahami maksud yang diinginkan pembicaraan
secara lafaz
dalam konteks kebahasaan.24
Dengan demikian, maka fiqh al-hadis dapat dikatakan sebagai
salah satu aspek ilmu hadis yang mempelajari dan berupaya memahami
hadis-
hadis Nabi dengan baik. Dimaksudkan dengan baik adalah mampu
menangkap pesan-pesan keagamaan sebagai sesuatu yang
dikehendaki
Nabi. Pesan-pesan keagamaan tersebut terutama yang tersirat baru
baru
dapat ditangkap bila dilakukan dengan usaha menggali makna
dan
dalalah. Oleh karena itu, mengetahui makna lahir redaksi hadis,
belum
23Ahmad Warson Munawwir, “Al-Munawwir: Kamus Arab Indonesia”
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), 1067. 24Maizuddin, “Fiqh
al-Hadîts (Aspek Penting ilmu hadis),”
http://maizuddin.wordpress.com/fiqh al-hadits-aspek penting
ilmuhadis (blog),
t.t., diakses 10 April 2020.
-
16
tentu dapat menyampaikan seseorang kepada apa yang diinginkan
oleh
Rasulullah SAW.
Sedangkan kata al-hadis secara etimologi (bahasa) ialah baru dan
berita. Adapun secara terminologi (istilah) al-hadis adalah sesuatu
yang diriwayatkan Nabi Muhammad saw. Setelah kenabian, baik itu
perkataan,
perbuatan, atau ketetapan beliau25. Dengan demikian, maka fiqh
al-hadis dapat dikatakan sebagai salah satu aspek ilmu hadis yang
mempelajari dan
berupaya memahami hadis-hadis Nabi dengan baik dan sebagai
ilmu
tentang hukum-hukum syar’iyyah, amaliah yang diperoleh dari
dalil-dalil yang terperinci.
B. Posisi Fiqh al-Hadis Dari sekian kajian ilmu hadis, fiqh
al-hadis merupakan dimensi
yang tak kalah pentingnya setelah ilmu dirayah dan musthalah
hadis. Hal
ini karena fiqh al-hadis adalah kajian yang mencoba menggali dan
memahami ajaran yang terkandung dalam hadis-hadis Nabi untuk
dapat
diamalkan. Apresiasi terhadap Islam tidak hanya cukup dengan
mengetahui adanya pesan-pesan Allah dan Rasul serta
memperagakan
ketaatan semata, tetapi juga lebih jauh dari itu, yakni
kemampuan
menangkap dan memahami pesan-pesan yang terkandung di balik
redaksi
Al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi. Kemampuan inilah sebetulnya
yang
paling penting dalam mencuatkan dan meneguhkan karakter agama
yang
moderat, tidak memberatkan dan shalih li kulli zaman wa makan
(selalu selaras dengan ruang dan waktu manapun).
Sejak masa yang paling awal para sahabat telah
memperlihatkan
kemampuan menangkap pesan-pesan dibalik redaksi yang
disampaikan
oleh Nabi. Oleh karena itu, terkadang kita melihat sebagian
sahabat
seperti Aisyah dan Umar bin Khatab terlihat lebih maju dalam
memahami
hadis-hadis Nabi, bahkan secara lahir terkesan meninggalkan
hadis. Hal
25Alfatih Suryadilaga, Ulumul Hadis (Yogyakarta: Kalimedia,
2015),
20–21.
-
17
ini berlanjut pada generasi-generasi berikutnya sampai pada
imam-imam
mazhab dalam bidang fiqh, terutama dari kalangan mazhab
Hanafi.26 Pada zaman Nabi para sahabat tidak terlalu sulit
memahaminya.
Sebagian besar mereka mengetahui asbab al-wurud (latar belakang
disabdakannya hadis oleh Nabi), bahkan mereka dapat saja
mengkonfirmasikan apa yang mereka terima sebagai hadis kepada
Nabi.
Aisyah misalnya, bila ia tidak memahami apa yang disampaikan
Nabi
karena hadis tersebut terasa bertentangan Al-Qur’an, ia
langsung
meminta penjelasan kepada Nabi,
َمْنُصوٍر َحدَّثَنَا َرْوُح ْبُن ُعبَادَةَ َحدَّثَنَا َحاِتُم
ْبُن أَِبي َصِغيَرةَ َحدَّثَنَا َعْبدُ َحدَّثَنِي إِْسَحاُق
ْبُن
ُ ِ َصلَّى َّللاَّ ٍد َحدَّثَتْنِي َعائَِشةُ أَنَّ َرُسوَل
َّللاَّ ِ ْبُن أَبِي ُملَْيَكةَ َحدَّثَنِي اْلقَاِسُم ْبُن ُمَحمَّ
َعلَْيِه َّللاَّ
ُ تَعَالَى قَالَ َوَسلََّم ِ أَلَْيَس قَدْ قَاَل َّللاَّ لَْيَس
أََحدٌ يَُحاَسُب يَْوَم اْلِقيَاَمِة إَِّلَّ َهلََك فَقُْلُت يَا
َرُسوَل َّللاَّ
ُ ِ َصلَّى َّللاَّ ا { فَقَاَل َرُسوُل َّللاَّ ا َمْن أُوتَِي
ِكتَابَهُ بِيَِمينِِه فََسْوَف يَُحاَسُب ِحَساباا يَِسيرا }
فَأَمَّ
بَ َعلَْيهِ َوَسلََّم إِنََّما ذَِلِك اْلعَْرُض َولَْيَس أََحدٌ
يُنَاقَُش اْلِحَساَب يَْوَم اْلِقيَاَمِة إَِّلَّ ُعذ ِ27
Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Manshur telah
menceritakan kepada kami Rauh bin 'Ubadah telah menceritakan
kepada kami Hatim bin Abi Shaghirah telah menceritakan
kepada kami Abdullah bin Abi Mulaikah telah menceritakan
kepadaku Al Qasim bin Muhammad telah menceritakan
kepadaku 'Aisyah, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Tidak seorang pun yang di (paparkan)
hisabnya melainkan akan celaka." Maka saya bertanya; 'Wahai
Rasulullah, Bukankah Allah berfirman; 'barangsiapa yang
diberi
kitabnya dari sebelah kanan, maka ia menghadapi hisab yang
mudah? (QS. Al Insyiqaq 7-8) Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Yang dimaksudkan ayat itu adalah saat
amal diperlihatkan, dan tidaklah seseorang hisabnya
diperdebatkan, melainkan ia akan disiksa."
26Maizuddin, “Fiqh al-Hadîts (Aspek Penting ilmu hadis).”
27Muhammad bin Ismail, Sahih Bukhari (Dar: Ibn Katsir, 1987),
2395,
hadis nomor 6172.
-
18
C. Urgensi Memahami dan Mengamalkan Hadis Nabi Pemahaman hadis
Nabi SAW merupakan sesuatu yang sangat
penting untuk umat Islam mengingat realitas hadis yang
merupakan
sumber hukum ajaran Islam setelah Al-Qur’an. Perbedaan yang
sangat
besar adalah terkodifikasinya Al-Quran relative dekat dengan
masa hidup
Nabi SAW. Serta dalalah (petunjuk) Al-Qur’an adalah mutlak, hal
ini berbeda dengan hadis yang tidak semuanya bernilai mutlak.
Usaha memahami hadis Nabi merupakan persoalan yang urgent
dan
cukup mendasar bagi umat Islam. Hal ini karena hadis sebagai
sumber
hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Al-Qur’an
pengkodifikasiannya relative lebih dekat dengan masa hidup Nabi
SAW.
Periwayatannya secara mutawatir, qath’i al-wurud, dijaga
otensitasnya oleh Allah dan secara kuantitas lebih sedikit
dibandingkan hadis,
sementara hadis Nabi SAW kondisinya justru sebaliknya.
Menurut petunjuk Al-Qur’an, Nabi Muhammad SAW diutus
oleh Allah SWT untuk semua manusia dan sebagai rahmat bagi
seluruh
alam. Itu berarti, kehadiran Nabi Muhammad SAW, membawa
kepada
kebajikan dan rahmat bagi semua manusia dalam segala waktu
dan
tempat. Selain itu, sebagi Nabi akhir zaman, otomatis ajaran
Nabi
Muhammad SAW, mestinya dapat berlaku bagi umat Islam
diberbagai
tempat dan masa hingga akhir zaman. Kalau begitu, hadis Nabi
merupakan salah satu sumber utama agama Islam di samping
Al-Qur’an,
mengandung ajaran yang bersifat universal, temporal, dan
lokal.28 Hal ini
mengingat perkembangan zaman yang sudah semakin pesat dan
maju
sehingga bermunculan berbagai problem di dalam kehidupan
manusia
pada umumnya serta umat Islam pada khususnya.
Nabi Muhammad SAW berperan dalam banyak fungsi, antara lain
sebagai Rasul, kepala negara, panglima perang, hakim,
pemimpin
masyarakat, dan kepala rumah tangga. Bahkan Nabi sendiri
mengakui
bahwa tindakan-tindakannya banyak yang lahir darinya sebagai
seorang
28Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual
(Jakarta:
Bulan Bintang, 2009), 4.
-
19
penguasa, hakim, mufti dan manusia biasa. Dengan demikian,
setiap
posisi Nabi tentu memiliki muatan hukum yang berbeda.
Konsekuensinya, apabila sebuah ucapan atau perbuatan Nabi lahir
dari
seorang Nabi penguasa, maka sudah pasti tindakan itu
merupakan
kebijakan yang dapat direvisi sebagaimana halnya setiap
keputusan
seorang penguasa yang kebijakan-kebijakannya mendapat kritikan
dan
perubahan baik dari dirinya sendiri maupun penguasa yang
berkuasa
setelahnya.29
Begitu pula, memahami tipe-tipe tindakan Nabi dan melakukan
pembedaan setiap tindakan itu memiliki peran penting di
dalam
memahami ajaran Islam secara umum dan memahami hadis Nabi
secara
khusus. Dengan memahami hadis Nabi secara benar dan tepat
akan
menjadi penuntun atau penghalang terjadinya ekstrimisme dalam
proses
pemahaman agama.
Yusuf Qardhawi adalah salah seorang ulama kontemporer yang
sangat tekun menekankan perlunya memahami dan mengamalkan hadis
Nabi dengan tidak melepaskan dari konteks sosial yang
melingkupi
penuturan sebuah hadis. Hampir semua karya dan tulisannya kita
dapat
menangkap pesan itu dengan kuat. Bahkan ia mengklaim bahwa
tanpa
cara itu kita dapat dikategorikan sebagai orang yang melanggar
sunah.
Apa yang dikemukakan oleh Yusuf Qardhawi dapat dimaklumi,
oleh
karena realitas menunjukkan bahwa memang dalam mengkaji dan
memahami hadis lebih rumit dari Al-Qur’an. Sebab, hadis lebih
banyak
memberi solusi atas persoalan-persoalan yang terkait dengan
zaman dan
tempat tertentu dan memiliki spesifikasi-spesifikasi dan detail
yang tidak
dimiliki oleh Al-Qur’an.30
Hadis yang merupakan sesuatu yang berasal dari Nabi SAW.
Mengandung petunjuk pemahaman dan penerapannya perlu
dikaitkan
juga dengan peristiwa Nabi tatkala hadis itu terjadi. Kehidupan
Nabi
SAW ditengah para sahabat berjalan sangat familier (rasa
kekeluargaan)
29Mukhlis Mukhtar, “SYARH AL-HADIS DAN FIQH AL-HADIS (Upaya
Memahami dan Mengamalkan Hadis Nabi),” Jurnal Ashahabah : Jurnal
pendidikan dan
studi islam 4, no. 2 (Juli 2018): 116. 30Ibid., 166.
-
20
diberbagai tempat mereka dapat bergaul, berbicara dan bertanya
berbagai
masalah keagamaan dan kehidupan sehari-hari31.
Komunikasi dengan masyarakat terjadi tidak hanya pada satu
arah
saja yakni dari Nabi kepada umatnya, tetapi juga dua arah secara
timbal
balik. Tidak jarang Nabi SAW menerima pernyataan dari para
sahabatnya. Bahkan, Nabi SAW pada kesempatan tertentu
memberikan
komentar terhadap peristiwa yang sedang terjadi. Demikian,
terjadinya
hadis Nabi SAW.
Ada yang didahului oleh sebab tertentu dan adapula yang
tanpa
sebab.Di samping itu, terjadinya hadis Nabi ada yang bersifat
umum dan
ada yang berkaitan erat dengan keadaan yang bersifat khusus.
Dalam Al-
Qur’an dinyatakan bahwa dalam menyampaikan ajaran Islam,
Nabi
mendapatkan bimbingan dari Allah SWT. Bimbingan itu misalnya
berupa
perintah dalam berdakwah agar berlaku bijaksana.
Perintah Allah itu pastilah dilaksanakan dengan sempurna
oleh
Nabi, sebab tingkat kepatuhan Nabi kepada Allah sangat
tinggi.
Sekiranya Nabi mengalami kekeliruan dalam menjalankan perintah
Allah,
niscaya Allah segera memberikan petunjuk perbaikannya. Kalau
demikian, maka hadis Nabi dapat dinilai sebagai bagian dari
bukti
kebijaksanaan Nabi dalam menyampaikan ajaran agama Allah.32
Karena hadis merupakan bagian dari kebijaksanaan Nabi, maka
mungkin saja suatu hadis tertentu yang sanadnya sahih secara
tekstual
tampak bertentangan dengan hadis tertentu lainnya yang sanadnya
juga
sahih. Ulama ahli hadis telah membahas dan mengajukan
beberapa
alternatif metode penyelesaiannya sehingga teratasilah masalah
yang
tampak bertentangan itu.33
Segi-segi yang berkaitan erat dengan diri Nabi SAW dan
suasana
yang melatar belakangi ataupun menyebabkan terjadinya hadis
tersebut
31Mohammad Nor Ichwan, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis (Semarang:
RaSAIL
Media Group, 2013), 114. 32Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan
Kontekstual, 5. 33Ibid., 6.
-
21
mempunyai kedudukan penting dalam pemahaman suatu hadis.
Mungkin
saja suatu hadis tertentu lebih tepat dipahami secara tersurat
(tekstual), sedangkan hadis tertentu lainnya lebih tepat dipahami
secara yang tersirat
(kontekstual).34 Pemahaman dan penerapan hadis secara tekstual
dilakukan bila ada
hadis yang bersangkutan, setelah dihubungkan dengan segi-segi
yang
berkaitan dengannya, misalnya latarbelakang terjadinya, tetap
menuntut
pemahaman sesuai dengan apa yang tertulis dalam teks hadis
yang
bersangk utan. Pemahaman dan penerapan hadis secara
kontekstual
dilakukan bila “dibalik” teks suatu hadis, ada petunjuk yang
kuat yang
mengharuskan hadis yang bersangkutan dipahami dan diterapkan
tidak
sebagaimana maknanya yang tersurat (tekstual).35
D. Kriteria Kesahihan Hadis Kriteria bagi sesuatu merupakan
standar atau norma persyaratan
yang harus dipenuhi, agar sesuatu yang bersangkutan menjadi
benar dan
dapat dipertanggungjawabkan. Misalnya, dikatakan hadis shahih
adalah
karena hadis tersebut telah memenuhi atau sesuai dengan
rumusan
kriteria kesahihan hadis. Dan dikatakan hadis dhaif adalah
karena telah memenuhi rumusan kriteria sebagai hadis dhaif.36
Para Muhadisin dalam menentukan kriteria kesahihan hadis
berbeda-beda jumlah unsur yang dipersyaratkannya, ada yang
bersifat
longgar danada pula yang sangat ketat dalam kriteria kesahihan
hadis.
Mereka pada umumnya menerapkan kriteria kesahihan hadis ke
dalam
lima persyaratan yakni:37 1. Diriwayatkan oleh orang yang
adil
Dalam konteks ini keadilan itu dibuktikan dengan:
a. Beragama Islam
34Ibid., 6 35Ramli Abdul Wahid, “Perkembangan Metode Pemahaman
Hadis di
Indonesia,” Analytica Islamica 4, no. 2 (2015): 234.
36Abdulfatah Idris, “Studi Analisis Takhrij Hadis-Hadis Prediktif
dalam Kitab
al-Bukhari” (Semarang, IAIN Walisongo Semarang, 2012), 13.
37Muhibbin, “Tela’ah Ulang atas Kriteria Kesahihan Hadis-Hadis
Al-Jami’ Al-
Shahih” (Yogyakarta, IAIN Sunan Kalijaga, 2003), 27–29.
-
22
b. Mukallaf, artinya sehat akal, dalam keadaan sadar dan baligh
(sudah tidak kanak-kanak dan dapat membedakan mana yang baik
dan
mana yang jelek)
c. Taat atau melakukan ketentuan agama (syari’at) dan tidak
melakukan dosa besar serta tidak membiasakan berbuat dosa
kecil.
d. Memelihara muru’ah (kepribadian)
2. Diriwayatkan oleh orang yang dhabit, artinya bahwa: a. Perawi
tersebut memahami riwayat yang diterimanya b. Perawi tersebut hafal
terhadap riwayat yang diterimanya c. Perawi tersebut mampu
menyampaikan riwayat yang diterimanya
3. Sanadnya bersambung Artinya bahwa para perawi hadis semenjak
pembuku hadis
hingga peawi terakhir, yaitu sahabat (para pengikut Nabi
Muhammad,
yang bertemu langsung dengan Nabi dan meriwayatkan hadis
darinya)
masing-masing harus benar-benar bertemu dengan perawi
terdekat
(dengan guru ataupun muridnya), hingga membentuk rangkaian
yang
utuh.
4. Terhindar dari syudzudz Artinya bahwa hadis tersebut tidak
bertentangan dengan hadis
lain senada dan diriwayatkan oleh perawi yang mempunyai nilai
lebih
baik (baik kualitas maupun kuantitas)
5. Terhindar dari ‘illat, artinya Bahwa hadis tersebut harus
benar-benar tidak mengandung cacat
tersembunyi baik dalam sanad, seperti memawshulkan
(menganggap
sesuatu itu berhubungan langsung atau bersambung langsung)
yang
mestinya munqati’ (sesuatu yang terputus), ataupun dalam matan,
seperti terjadi percampuran dengan hadis lain.
E. Kriteria dan Status Kehujjahan Hadits Shahih, Hasan, Dho’if
1. Hadis Shahih
Kata shahihالصحيخ dalam bahasa diartikan orang sehat antonim
dari kata as-saqimالسقيم orang yang sakit. Jadi yang dimaksud hadis
shahih adalah hadits yang sehat dan benar tidak terdapat penyakit
dan
-
23
cacat hadis yang muttasil (bersambung) sanadnya, diriwayatkan
oleh orang adil dan dhabit (kuat daya ingatan) sempurna dari
sesamanya, selamat dari kejanggalan (syadz), dan cacat
(‘ilat).38
2. Pembagian Hadis Shahih Para ulama ahli hadis membagi
hadis–hadis menjadi dua macam
yaitu:
a. Hadis Shahih Li-Dzatihi Ialah hadis shahih dengan sendiriya,
artinya hadis shahih
yang memiliki lima syarat atau kiteria sebagaimana
disebutkan
pada persyaratan di atas. Dengan demikian penyebutan hadis
shahih
li dzatihi dalam pemakaiannya sehari-hari pada dasarnya cukup
memakai sebutan dengan hadis shahih.39Adapun contoh hadis
shahih li-dzatihi, yang artinya: “Dari Ibnu Umar ra. Rasulullah
SAW bersabda: “Dasar
(pokok) Islam itu ada lima perkara : mengakui tidak ada
Tuhan selain Allah dan mengaku bahwa Muhammad adalah
Rasul Allah , menegakkan Sholat (sembahyang), membayar
zakat, menunaikan puasa dibulan Ramadhan dan menunaikan
ibadah haji” (HR. Bukhari dan Muslim).
b. Hadis Shahih Li-Ghairihi. Hadis li-ghairihi adalah hadis yang
keshahihannya dibantu
adanya keterangan lain. Hadis pada kategori ini pada mulanya
memiliki kelemahan pada aspek kedhabitannya. Sehingga dianggap
tidak memenuhi syarat untuk dikategorikan sebagai hadis shahih.
Contoh hadis shahih li-ghairihi : Artinya : “Dari Abu Hurairah
Bahwasahnya Rasulullah SAW bersabda:
“sekiranya aku tidak menyusahkan ummatku tentulah aku
menyuruh mereka bersunggi (menyikat gigi) disetiap
mengerjakan Sholat.”(HR. Bukhari dan Tirmidzi)
c. Kehujjahan Hadis Shahih
38Mahmud Thahan, Ilmu Hadis Praktis (Bogor: Pustaka Thariqul
Izzah, 2014),
39. 39Tajul Arifin, Ulumul Hadis (Bandung: Gunung Djati Press,
2014), 113.
-
24
Para Ulama sependapat bahwa hadis ahad yang shahih dapat
dijadikan hujjah untuk menetapkan syariat Islam, namun
mereka
berbeda pendapat, apabila hadis kategori ini dijadikan untuk
menetapkan soal-soal aqidah.
Perbedaan di atas berpangkal pada perbedaan penilaian
mereka tentang faedah yang diperoleh dari hadis ahad yang
shahih, yaitu apakah hadis semacam itu memberi faedah qoth’i
sebagaimana hadis mutawatir, maka hadis-hadis tersebut dapat
dijadikan hujjah untuk menetapkan masalah-masalah aqidah.
Akan
tetapi yang menganggap hanya member faidah zhanni, berarti
hadis-hadis tersebut tidak dapat dijadikan hujjah untuk
menetapkan
soal ini. Para ulama dalam hal ini berbeda pendapat, sebagai
berikut
:
Pertama: menurut sebagian ulama bahwa hadis shahih tidak memberi
faidah qath’i sehingga tidak bisa dijadikan hujjah untuk menetapkan
soal aqidah.
Kedua: menurut An-Nawawi bahwa hadis-hadis shahih yang
diriwayatkan Bukhari dan Muslim memberikan faidah qath’i. Ketiga:
Pendapat Ibn Hazm, bahwa semua hadis shahih memberikan faidah
qath’i, tanpa dibedakan apakah diriwayatkan oleh kedua ulama di
atas atau bukan jika memenuhi syarat ke
shahih-hannya, adalah sama dalam memberikan faidahnya.
b. Hadis Hasan 1) Definisi Hadis Hasan
Secara bahasa, hasan berarti al-jamal yaitu bagus. Sedangkan
para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan hadis hasan
karena hadis hasan merupakan pertengahan antara hadis shahih dan
hadis dha’if, dan juga karena sebagian ulama mendefinisikan sebagai
salah satu bagiannya. Sebagian dari definisinya yaitu:40
40Mahmud Thahan, Ilmu Hadis Praktis, 51.
-
25
a) Definisi al- Khatabi: adalah hadis yang diketahui tempat
keluarnya, dan telah mashur rawi-rawi sanadnya, dan
kepadanya tempat berputar kebanyakan hadis, dan yang
diterima kebanyakan ulama, dan yang dipakai oleh umumnya
fuqaha’.
b) Definisi Tirmidzi: yaitu semua hadis yang diriwayatkan,
dimana dalam sanadnya tidak ada yang dituduh berdusta,
serta tidak ada syadz (kejangalan), dan diriwatkan dari selain
jalan seperti demikian, maka dia menurut kami adalah hadis
hasan. c) Definisi Ibnu Hajar: beliau berkata, adalah hadis ahad
yang
diriwayatkan oleh yang adil, sempurna ke-dhabit-annya,
bersanbung sanadnya, tidak cacat, dan tidak syadz (janggal) maka
dia adalah hadis shahih li-dzatihi, lalu jika ringan
ke-dhabit-annya maka dia adalah hadis hasan li dzatihi kriteria
hadis hasan sama dengan kriteria hadis shahih. Perbedaannya
hanya terletak pada sisi ke-dhabit-annya, yaitu hadis shahih
lebih sempurna ke-dhabit-annya dibandingkan dengan hadis hasan.
Tetapi jika dibandingkan dengan ke-dhabit-an perawi hadis dha’if
tentu belum seimbang, ke-dhabit-an perawi hadis hasan lebih
unggul.
2) Syarat-syarat Hadis Hasan Adapun syarat-syarat yang harus
dipenuhi bagi suatu
hadis yang dikategorikan sebagai hadis hasan, yaitu:41 a) Para
perawinya yang adil. b) Ke-dhabith-an perawinya di bawah perawi
hadis shahih. c) Sanad-sanadnya bersambung. d) Tidak terdapat
kejanggalan atau syadz e) Tidak mengandung illat.
3) Pembagian Hadis Hasan Para ulama hadis membagi hadis hasan
menjadi dua bagian
yaitu:
41Syamsuez Salihima, “Historiagrafi Hadis Hasan dan Dhaif,”
Jurnal Adabiyah
Vol. X, no. 2 (2010): 215.
-
26
a) Hadis Hasan Li-Dzatihi Hadis hasan li-dzatihi adalah hadis
hasan dengan sendirinya, yakni hadis yang telah memenuhi
persyaratan hadis hasan
yang lima. Menurut Ibn Ash-Shalah, pada hadis hasan li-dzatihi
para perawinya terkenal kebaikannya, akan tetapi daya ingatannya
atau daya kekuatan hafalan belum sampai
kepada derajat hafalan para perawi yang shahih.42 b) Hadis Hasan
Li-Ghairihi
Hadis hasan li-ghairihi ialah hadis hasan yang bukan dengan
sendirinya, artinya hadis yang menduduki kualitas hasan, karena
dibantu oleh keterangan hadis lain yang sanadnya
hasan. Jadi hadis yang pertama itu terangkat derajatnya oleh
hadis yang kedua, dan yang pertama itu disebut hadis hasan.43
4) Kehujjahan Hadis Hasan Sebagaimana hadis shahih, menurut para
ulama ahli Hadis,
bahwa hadis hasan, baik hasan li-dzatihi maupun hasan
li-ghairihi, juga dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan suatu
hukum, harus diamalkan. Hanya saja terdapat perbedaan
pandangan diantara mereka dalam soal penempatan rutbah
(urutannya), yang disebabkan oleh kualitasnya masing-masing.
c. Hadis Dhaif 1) Pengertian Hadis Dhaif
Kata dhaif menurut bahasa yang berarti lemah, sebagai lawan dari
Qawiy yang kuat. Sebagai lawan dari kata shahih, kata dhaif secara
bahasa berarti hadis yang lemah, yang sakit atau yang tidak
kuat.44
Secara terminologi, para ulama mendefinisikan secara
berbeda-beda. Akan tetapi pada dasarnya mengandung maksud
yang sama, Pendapat An-Nawawi : “Hadis yang didalamnya
42Arifin, Ulumul Hadis, 123. 43Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadis
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), 271. 44Mahmud Thahan, Ilmu
Hadis Praktis, 75.
-
27
tidak terdapat syarat-syarat hadis shahih dan syarat-syarat
hadis hasan.”
2) Pembagian Hadis Dhaif Ada beberapa penyebab ke-dhaif-an hadis
karena beberapa
factor antara lain: sanad terputus, perawinya tidak dhabith,
perawinya tidak adil, dan karena cacat yang tersembunyi.
Beberapa faktor ini terbagi kepada beberapa bagian antara
lain:
sanadnya terputusterbagi menjadi empat jenis yaitu: munqathi’,
mualaq, mu’dhal, dan mursal. Perawinya tidak dhabit terbagi lima
jenis yaitu munkar, maqlub, mudtarib, mudraj, dan muhharaf. Dhaif
karena periwayatnya tidak adil terbagi menjadi empat yaitu maudhu’,
matruk, munkar, dan mubham. Dhaif karena cacat tersembunyi terbagi
menjadi satu yaitu muallal.45
3) Hukum Mengamalkan Hadis Dhaif Ulama hadis berbeda dalam
menetapkan hukum mengamalkan
hadis dhaif, ada tiga pendapat yang diterapkan menurut teori
Imam Syamsuddin bin Abdurrahman al-Sukhowi murid dari al-
Hafidz Ibnu Hajar Asqalani menyebutkan ada tiga mazhab
dalam mengamalkan hadis dhaif, antara lain:46 Pertama, boleh
mengamalkan hadis dhaif secara mutlak, baik dalam fadhail a’mal,
maupun dalam hukum syariat (halal, haram,
wajib, dan lain-lain) dengan syarat dhaifnya tidak dhaif syadid
(lemah sekali) dan juga tidak ada dalil lain selain hadis
tersebut,
atau dalil yang bertentangan dengan hadis tersebut.
Kedua, boleh dan sunnah mengamalkan hadis dhaif dalam hal
fadhail a’mal, zuhud, nasehat, kisah-kisah, selain hukum syariat
dan akidah, selama hadis tersebut bukan hadis maudhu’ (palsu).
Dalam mengamalkan hadis dhaif dalam hal fadhail a’mal para ulama
mensyaratkan 3 hal, yaitu:
a) Hadis tersebut tidak boleh syadid dhaif (lemah sekali)
45Alfatih Suryadilaga, Ilmu Sanad Hadis (Yogyakarta: Idea Press,
2017), 67. 46Muhammad Maulana Nur Cholis, “Hukum mengamalkan hadis
Dha’if dalam
Fadhail A’mal: Studi Teoritis dan Praktis,” Al-Tsiqoh: Islamic
Economy and Da’wa
JournalVol. 1, no. 02 (2016): 36–37.
-
28
b) Hadis tersebut masuk dalam salah satu kaidah syariat Islam c)
Ketika mengamalkannya kita tidak boleh meyakini
kebenaran hadis tersebut, supaya tidak menisbatkan sesuatu
yang tidak diucapkan oleh baginda Nabi.
Ketiga, tidak boleh mengamalkan hadis dhaif secara mutlak, baik
dalam hal fadahil a’mal maupun hukum syariat, ini adalah
mazhab Imam Abu Bakar Ibnu al-Arabi, al-Syihab al-Khafaji,
dan Jalal al-Dawwani.
F. Prinsip-Prinsip dalam Memahami Hadis Memahami hadis memang
tidak semudah membalikkan telapak
tangan. Oleh sebab itu, para ulama memberikan beberapa prinsip
umum
dalam memahami hadis Nabi Saw agar terhindar dari
kekeliruan.
Memahami hadis secara tepat dan proporsional perlu diketahui
posisi dan fungsi Rasulullah saat hadis diutarakan. Misal posisi
Rasulullah
sebagai Nabi, rasul, suami, kepala negara, panglima perang,
hakim, atau
manusia biasa. Karena posisi atau peran yng dimainkan menjadi
acuan
untuk memahami hadis agar tetap shalih li kulli zaman wa makan.
Secara garis besar ada dua tipologi memahami hadis; pertama,
pemahaman atas hadis Nabi tanpa memperdulikan proses sejarah yang
melahirkan historis, tipologi ini disebut tekstualis; kedua,
pemahaman kritis dengan mempertimbangkan asal-usul (asbabul wurud)
hadis, dan konteks yang mengitarinya, pemahaman hadis dengan cara
demikian disebut
kontekstual.47 Kata kontekstual secara kebahasaan bersal dari
kata “konteks” yang
secara rinci mengandung dua arti; pertama, bagian sesuatu uraian
atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna,
kedua, situasi yang ada hubungan dengan suatu kejadian. Sehingga
makna dari
kedua tersebut digunakan untuk memahami hadis. Pemahaman
kontekstual atas hadis adalah memahami hadis- hadis Rasulullah
dengan memperhatikan dan mengkaji keterkaitannya dengan peristiwa
atau
47Liliek Channa Aw, “Memahami Makna Hadis secara Tekstual
dan
Kontekstual”Ulumuna,” UlumunaVol. XV, no. 2 (Desember 2011):
395.
-
29
situasi yang melatarbelakangi munculnya, atau dengan kata
lain,
memperhatikan dan mengkaji konteksnya.48
Dengan demikian, asbab al-wurud dalam kajian kontekstual
merupakan bagian paling penting. Hal kajian yang lebih luas
tentang
pemahaman kontekstual tidak hanya terbatas pada asbabul wurud
dalam arti khusus seperti yang bisa dipahami, tetapi lebih luas
dari itu meliputi
konteks histori-sosiologis di mana asbabul wurud merupakan
bagian darinya, dimana memahami hadis berdasarkan
peristiwa-peristiwa dan
situasi ketika hadis diucapkan, dan kepada siapa hadis itu
ditujukan.
Artinya, hadis Nabi SAW dipahami melalui redaksi lahiriah dan
aspek-
aspek kontekstualnya. Meskipun di sini kelihatannya konteks
historis merupakan aspek yang paling penting dalam sebuah
pendekatan
kontekstual, namun konteks redaksional juga tak dapat diabaikan.
Aspek terakhir itu tak kalah pentingnya dalam rangka membatasi
dan
menangkap makna yang lebih luas (makna filosofis) sehingga hadis
tetap menjadi komunikatif.49
Berkenaan dengan memahami hadis dengan
pendekatankontekstual, para sahabat Nabi sudah mulai
melakukannya,bahkan ketika Nabi masih hidup. Apa yang
dilakukan
olehsebagian sahabat terhadap hadis “jangan kamu shalat
Ashar,kecuali
di perkampungan Bani Quraydhah” merupakan contoh yang cukup
layak.
Sebagian sahabat memahami hadis tersebut secara kontekstual
dengan
menangkap maksud dan tujuan Nabi, sehingga mereka tetap
melakukan
shalat Ashar pada waktunya di dalam perjalanan. Sedang sebagian
lainnya
memahami secara tesktual shalat Ashar di perkampungan Banî
Quraydhah meskipun hari telah gelap.50
48Kaizal Bay, “Metode Penyelesaian Hadis-Hadis Mukhtalif menurut
al-
Syafi’i,” Jurnal UshuluddinVol. XVII, no. 2 (Juli 2011): 190.
49Liliek Channa Aw, “Memahami Makna Hadis secara Tekstual dan
Kontekstual”Ulumuna,” Ulumuna Vol. XV, no. 2 (Desember 2011):
396. 50Liliek Channa Aw, “Memahami Makna Hadis secara Tekstual
dan
Kontekstual”Ulumuna,” Ulumuna XV, no. 2 (Desember 2011):
396–397.
-
30
Diantara prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam
memahami
hadis nabi ialah menurut Abdul Mustaqim51: Pertama prinsip
jangan terburu-buru menolak suatu hadis hanya karena dianggap
bertentangan
dengan akal, sebelum benar-benar melakukan penelitian dan
pemahaman
secara mendalam, mengapa demikian, sebab boleh jadi yang
terjadi
sebenarnya bukan hadis bertentangan dengan akal, melainkan
pemahaman
seseorang tentang hadis belum sampai kepada hakikat yang
sebenarnya.
Termasuk dalam hal ini adalah hadis tentang berobat dengan air
kencing
onta dan air susu onta. Sebagian orang menyatakan bahwa hadis
tersebut
bertentangan dengan akal, ternyata beberapa riset ilmiah
membuktikan
bahwa air kencing onta bisa menjadi mengobati penyakit
tertentu.
Kedua, prinsip memahami hadis secara tematik, sehingga
memperoleh gambaran utuh mengenai tema yang dikaji. Hal ini
mengingatkan bahwa antara hadis yang satu bisa saling
menjelaskan dan
melengkapi informasinya. Disisi lain terkadang hadis yang satu
tampak
saling bertentangan satu sama lain, karena ada konteks yang
berbeda satu
dengan yang lain. Dengan metode tematik tersebut, maka problem
tersebut bisa diselelsaikan dengan baik.52
Ketiga, prinsip bertumpu pada analisis kebahasaan,
mempertimbangkan struktur teks dan konteks. Fitur-fitur linguistic
perlu diperhatikan sehingga seseorang tidak boleh gegabah, karena
ingin
mencari pemahaman kontekstual tetapi tidak mempertimbangkan
analisis tekstualnya. Bagaimanapun kajian kebahasaan sangat penting
untuk
menjelaskan relasi semantik dengan konteks historis pada saat
muncul hadis tersebut.
Keempat, prinsip membedakan antara ketentuan hadis yang bersifat
legal formal dengan aspek yang bersifat ideal moral, membedakan
sarana
dan tujuan. Dalam konteks-konteks hadis-hadis medis, hal ini
penting
diperhatikan, sebab ada kalanya redaksi hadis Nabi tentang
cara
51Mustaqim, Ilmu Ma’anil Hadis Paradigma Interkoneksi Berbagai
Teori dan
Metode Memahami Hadis Nabi, 33–36. 52Ibid., 34.
-
31
mengobati suatu penyakit merupakan sampel saja, yang ketika itu,
bukan
merupakan satu-satunya cara untuk kesembuhan. Contoh adalah
hadis
tentang anjuran madu bagi seorang sahabat yang sakit perut.
Bukankah
orang sakit perut itu banyak penyebabnya , sehingga tidak semua
jenis
sakit perut mesti diobati dengan madu.53
Kelima, prinsip bagaimana misalnya membedakan hadis-hadis yang
bersifat local-kultural, temporal dan universal, contoh adalah
hadis tentang anjuran minum air kencing dan susu onta, mengonsumsi
kurma,
jinten hitam (habbat al-sauda’) dan sebagainya. Boleh jadi, hal
itu hanya sebagai simple saja, bahwa Nabi SAW sedang mengajarkan
kreativitas
kepada umatnya untuk mengembangkan pengobatan herbal, sesuai
dengan potensi alam dan lokalitas di mana umat Islam
berada.54
Keenam, mempertimbangkan kedudukan Nabi SAW, apakah beliau
sebagai manusia biasa, Nabi atau Rasul, hami, qadli, dan panglima
perang. Hadis mengenai selera Nabi Saw memilih pakain putih,
menyimpan
daging kurban lebih dari tiga hari, menyemir rambut. Nabi Saw
menyuruh
Barirah menolak anjuran Nabi tersebut. Semua itu menuntut
kecermatan
peneliti untuk menangkap maksud di balik bunyi teks hadis
tersebut.
Ketujuh, meneliti dengan seksama tentang keshahiham hadis, baik
sanad, dan matan dan berusaha memahami secara cermat terhadap
teks-
teks hadis yang dikaji, dengan mempertimbangkan aspek-aspek lain
yang
tekait dengan teori pemahaman hadis. Kedelapan, memastikan bahwa
teks hadis tersebut tidak bertentangan dengan nash yang lain yang
lebih
kuat. Secara hirarki hadis tidak boleh bertentangan dengan
Al-Qur’an.
Jika ada kesan kontradisksi, maka harus dipastikan apakah hanya
karena
perbedaan intepretasi atau memang benar-benar kontradiksi.
Kesembilan, menginterkoneksikan dengan teori-teori sains modern
untuk memperoleh kejelasan makna tentang isyarat-isyarat ilmiah
yang
terkandung dalam hadis-hadis medis.55
53Ibid., 35. 54Ibid., 35 55Ibid., 36.
-
32
G. Metode Memahami Hadis Keberadaan hadis Nabi yang sampai
kepada kaum muslimin dalam
berbagai bentuk dan coraknya kadang-kadang saling bertentangan,
atau
bahkan tidak sesuai dengan konteks zaman dan pemikiran modern.
Oleh
karena itu, diperlukan prinsip dasar dalam memahami hadis nabi
tersebut.
Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam berinteraksi dengan
sunnah,
yaitu pertama,penyimpangan kaum ekstrim yang berlebihan dalam
urusan agama. Kedua, Manipulasi orang-orang sesat, yaitu pemalsuan
terhadap ajaran islam, membuat berbagai jenis bid’ah yang jelas
bertentangan dengan akidah dan syariat. Ketiga, penafsiran
orang-orang bodoh. Oleh sebab itu, pemahaman yang tepat terhadap
sunnah adalah
mengambil sikap tengah (moderat).56 Untuk merealisasikan sikap
tengah-tengah tersebut, maka prinsip-prinsip yang harus ditempuh
ketika
berinteraksi dengan sunnah yaitu:
1. Meneliti keshahihan hadis sesuai acuan ilmiah yang telah
ditetapkan oleh para ulama hadis terpercaya, baik meliputi sanad
maupun
matannya.
2. Memahami sunnah sesuai dengan pengertian bahasa Arab, konteks
dan asbab al wurud teks hadis untuk menemukan makna hadis yang
sesungguhnya serta tidak mengabaikan keharusan untuk membedakan
antara hadis yang ditujukan untuk menyampaikan risalah dan
yang
tidak, antara yang ditujukan untuk umum atau khusus.
3. Memastikan bahwa sunnah yang dikaji tidak bertentangan dengan
nash-nash lain yang lebih kuat kedudukannya. Hadis itu juga
tidak
bertentangan dengan nash yang lebih layak dengan hikmah tasyri’,
atau berbagai tujuan umum yang dinilai mencapai tingkat qath’.
Untuk melaksanakan prinsip dasar ini, maka Yusuf Qardhawi
mengemukakan beberapa metode dalam memahami hadis:57
1. Memahami Sunnah sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an
56Suryadi, Metode Memahami Hadis Nabi: Perspektif Muhammad
al-Ghazali
dan Yusuf al-Qardhawi (Yogyakarta: Teras, 2008), 136.
57Qardhawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi SAW, 192–195.
-
33
Menurut Yusuf Qardhawi nntuk dapat memahami as-sunnah
dengan pemahaman yang benar, jauh dari penyimpangan,
pemalsuan,
dan penafsiran yang buruk, maka harus memahami sesuai dengan
petunjuk sunnah dan Al Qur’an.58
Oleh karenanya tidak mungkin suatu hadis shahih kandungannya
bertentangan dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang muhkamat, yang berisi
keterangan-keterangan yang jelas dan pasti. Pertentangan seperti
bisa
terjadi karena, hadis tersebut tidak shahih, atau pemahamannya
yang
tidak tepat, atau yang diperkirakan sebagai pertentangan itu
bersifat
semudan bukan hakiki. Dengan demikian, menjadi kewajiban
setiap
muslim untuk men-tawaqquf-kan hadis yang dilihatnya bertentangan
dengan ayat Al-Qur’an yang muhkam selama tidak ada penafsiran
(ta’wil) yang tidak dapat diterima.59 Dalam hal ini, Yusuf
Qardhawi mengemukakan beberapa
contoh:
a. Hadis tentang Gharaniq Menurut Yusuf al-Qardhawi hadis
tersebut maudhu’ (palsu) dan bertentangan dengan Q.S al-Najm (53):
19-23, yang dengan keras
mengecam kepercayaan kaum musyrik berkenaan dengan Tuhan
palsu yang merek percaya. Menurut Yusuf Qardhawi mengutip
pendapat Ibn Kasir (w. 774 H) dalam tafsirnya kisah gharaniq
tertolak disebabkan tidak mempunyai dasar, kisah gharaniq mursal
dan sanadnya tidak shahih, sehingga tidak shahih dari segi naql
maupun penalaran Yusuf Qardhawi setuju dengan pendapat
Muhammad Nashir al-Din al-Albani (1914-1999 M) dalam
karyanya Nashb al-Majaniq li Nasf Qishah al-Gharaniq, yang
menjelaskan dengan dalil-dalil secara ilmiah tentak
ketidakbenaran
kisah tersebut. Sama dengan kasus Muhammad al-Ghazali, Yusuf
Qardhawi juga menyayangkan sikap Ibnu Hajar yang
mengemukakan bahwa kisah tersebut mempunyai dasar.60
58Suryadi, Metode Memahami Hadis Nabi: Perspektif Muhammad
al-Ghazali
dan Yusuf al-Qardhawi, 137. 59Ibid., 137–138. 60Ibid., 138.
-
34
b. Hadis tentang penguburan bayi hidup-hidup Hadis ini
menjelaskan tentang hukuman neraka bagi
perempuan yang mengubur bayi perempuan hidup-hidup dan yang
dikubur. Hal itu menurut Yusuf Qardhawi bertentangan dengan
Q.S. al-Takwir (81): 8-9, tentang bebasnya dosa bayi
perempuan
yang membunuh. Namun, Yusuf Qardhawi masih ragu dalam
menyelesaikan hadis yang tampak bertentangan tersebut,
dengan
alasan tidak ada penjelasan yang memuaskan dalam kitab-kitab
syarh hadis tentang persoalan tersebut, sehingga hadis tersebut
perlu di-tawaquf-kan.61
2. Menghimpun Hadis-hadis yang terjalin dalam tema yang sama
Menurut Yusuf Qaradhawi, untuk menghindari kesalahan dalam
memahami kandungan hadis yang sebenar-benarnya, perlu
menghadirkan hadis-hadis lain yang setema. Setelah
penghimpunan
hadis-hadis setema, langkah berikutnya adalah mengembalikan
kandungannya yang mutasyabih kepada yang muhkam, mengaitkan yang
mutlaq dengan yang muqayyad dan menafsirkan yang ‘am dengan yang
khas.62Contoh yang diangkat oleh Yusuf Qardhawi untuk memperjelas
upaya ini adalah tema tentang hukum memakai
sarung sampai di bawah mata kaki. Langkah pertama adalah
mengemukakan beberapa hadis tentang cela’an terhadap orang
yang
mengenakan sarung sampai di bawah mata kaki. Kemudian
menyebutkan hadis-hadis yang berkaitan dengan orang-orang
yang
mengenakan sarung sampai dibawah mata kaki.
Kemudian men