Skripsi
PERBANDINGAN DENYUT JANTUNG DAN FREKUENSI NAPAS ANTARA PEMBERIAN
MINUMAN BEROKSIGEN DAN PLASEBO SELAMA LATIHAN FISIK PADA SISWA
LAKI-LAKI DI SMA NEGERI 1 PALU PADA TAHUN 2012
Yang diajukan oleh
YULI FITRIANAG 501 08 015
Telah disetujui oleh :
Pembimbing Materi
dr. M. Sabir, M.SiTanggal NIP. 19730526 200801 1 011
Pembimbing Metodologi
dr. Nur Asmar SalikunnaTanggalNIP. 19820717 200812 2 002
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan
saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis
atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Palu, Juli 2012Penulis
Yuli Fitriana
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa
memberikan kemudahan dan kekuatan yang luar biasa dalam
menyelesaikan skripsi yang berjudul PERBANDINGAN DENYUT JANTUNG DAN
FREKUENSI NAPAS ANTARA PEMBERIAN MINUMAN BEROKSIGEN DAN PLASEBO
SELAMA LATIHAN FISIK PADA SISWA LAKI-LAKI DI SMA NEGERI 1 PALU PADA
TAHUN 2012. Dan tak lupa pula penulis menghaturkan salam dan
salawat kepada Baginda Muhammad SAW beserta keluarga dan para
sahabatnya. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar sarjana Kedokteran pada Pada Program Studi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Tadulako. Pada mulanya penulis menemukan berbagai
kendala, namun berkat bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai
pihak skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Ucapan terima
kasih yang luar biasa penulis sampaikan kepada dr. M. Sabir, M.si
sebagai Pembimbing I, yang tanpa jenuh, dan penuh kesabaran serta
keikhlasan dalam membimbing, memberi motivasi dan dorongan kepada
penulis diantara kesibukan beliau. Dan tak lupa kepada dr. Nur
Asmar Salikunna sebagai Pembimbing II, yang dengan ikhlas memberi
masukan-masukan dalam penyusunan skripsi ini. Pada penyelesaian
penelitian dan penulisan ini, penulis mendapat bantuan dari
berbagai pihak, untuk itu dengan segala hormat dan ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada :1. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad
Basir, S.E, M.Si, Rektor Universitas Tadulako.2. Bapak dr. Fajar
Waskito, Sp.KK.(K), Dekan FKIK UNTAD.3. Ibu dr. Andriana Daud
Laratu, Pembantu Dekan I FKIK UNTAD.4. Bapak dr. Tengku M.
Budiansya, MHA, Pembantu Dekan II FKIK UNTAD.5. Bapak Drs. Hakim
Laenggeng, M.Kes, Pembantu Dekan III FKIK UNTAD.6. Bapak/Ibu dosen
pada FKIK UNTAD yang telah membantu penulis dari awal kuliah hingga
terselesaikan tugas akhir ini.7. Segenap pegawai Tata Usaha FKIK
UNTAD.8. Bapak Zulfikar Is Paudi, S.Pd, M.Si, Kepala Sekolah SMA
Negeri 1 Palu.9. Bapak/Ibu guru serta Pegawai Tata Usaha SMA Negeri
1 Palu. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis
sampaikan kepada :10. Kepada Ayahanda Raden Moh. Ismail untuk
prinsip-prinsip yang tanpa kompromi yang menuntun. Ibunda Zahra
Hamid, SE untuk membimbing anak-anaknya dalam pengajaran yang
intelektual. Terima kasih atas doa, motivasi, dan segala dukungan
kalian, sungguh segalanya tidak dapat tergantikan dengan apapun.11.
Untuk saudaraku tersayang dan yang sangat membanggakan, kakakku
Moh. Rizki Haryputra dan adikku Moh. Rival Kurniady. Terima kasih
atas dukungan dan bantuannya.12. Keluarga besarku Abd. Rahim
Siswopranoto dan serta Keluarga Besar H. Mansyur Hamid yang telah
mendoakan dan memotivasi sejak awal kuliah.13. Sahabat-sahabatku
Tita, Ophy, Janet, Dela, Lia, Chacha, Irni, Irma dan masih banyak
sahabat-sahabat lainnya yang membagi semangat mereka dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.14. Teman-teman calon sejawat
Olfactorius angkatan 2008. Terima kasih atas tawa, semangat kalian
dalam 4 tahun ini. Senang bisa berjuang bersama kalian.15. Kepada
junior-juniorku mahasiswa Pendidikan Dokter FKIK Universitas
Tadulako angkatan, 2009, 2010, 2011. Terima kasih atas doa dan
dukungan kalian. Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan ini
masih perlu penyempurnaan sehingga masukan berupa saran dan
kritikan yang membangun sangat diharapkan dalam penyempurnaan
skripsi ini. Akhirnya dengan segala hormat penulis berharap skripsi
ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Palu, Agustus 2012
Yuli FitrianaDAFTAR ISI
Halaman JuduliLembar PengesahaniiPernyataan...iiiKata
Pengantar.ivAbstrakvDaftar IsiviiDaftar TabelxDaftar
GambarxiiDaftar Lampiran xiii
BAB I. PENDAHULUANA. Latar Belakang 1B. Rumusan Masalah 3C.
Tujuan Penelitian 3D. Manfaat Penelitian 3E. Keaslian Penelitian
3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKAA. Telaah Pustaka 61. Definisi latihan
fisik 62. Klasifikasi latihan fisik 63. Protokol latihan fisik 74.
Latihan fisik aerobik dan anaerobik. 85. Pengaruh latihan fisik
terhadap sistem kardiovaskular 96. Pengaruh latihan fisik terhadap
sistem respirasi..107. Transpor oksigen ..........128. Sistem
Aerobik....139. Sistem Anaerobik1310. Kebutuhan cairan pada latihan
fisik1511. Mekanisme minuman beroksigen1612. Manfaat minuman
beroksigen1713. Kerangka Teori1914. Kerangka Konsep20B. Landasan
Teori20C. Hipotesis21
BAB III. METODE PENELITIANA. Rancangan Penelitian....22B.
Populasi dan Sampel serta Teknik Pengambilan Sampel22C. Alat dan
Bahan Penelitian.24D. Jalan Penelitian24E. Variabel dan Definisi
Operasional Variabel...26F. Analisis Data....27G. Jadwal
Penelitian28
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. HASIL PENELITIAN..291.
Demografi Lokasi Penelitian..292. Karakteristik Sampel..293. Denyut
Jantung..314. Frekuensi Napas..32B. PEMBAHASAN..331. Karakteristik
Sampel..332. Denyut Jantung.....343. Frekuensi Napas..36
BAB V. KESIMPULAN DAN SARANA. KESIMPULAN..38B. SARAN..38
LAMPIRANDAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
HalamanTabel 1. Klasifikasi Christensen... 7Tabel 2.
Karakteristik Sampel... 30Tabel 3. Perbandingan Denyut Jantung pada
pemberian minuman beroksigen dan Plasebo 31Tabel 4. Perbandingan
Frekuensi Napas pada pemberian minuman beroksigen dan Plasebo....
32
DAFTAR GAMBAR
HalamanGambar 1. Kerangka Teori 19Gambar 2. Kerangka Konsep....
20Gambar 3. Alur Penelitian 28Gambar 4. Perbandingan karakteristik
kelompok minuman beroksigen dan plasebo. 34Gambar 5. Perbandingan
denyut jantung pada pemberian minuman Beroksigen dan plasebo.
35Gambar 6. Perbandingan frekuensi napas pada pemberian minuman
Beroksigen dan plasebo. 37
ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
AMP: Adenosin MonophosphatATP: Adenosin TriphosphatATP-CP:
Adenosin Triphosphat Creatine Phosphatcm: SentimeterCO2:
KarbondioksidaFEV1: Force Expiration Volume in 1 secondFiO2: Fraksi
O2 saat inspirasiFVC: Force Volume CapacityKg: Kilogramkg/m2:
Kilogram/meter persegim: Meterml: MiliitermmHg: Milimeter
HydragyrumO2: OksigenPCO2: Tekanan Parsial CO2pH: Logaritma negatif
konsentrasi ion hidrogenppm: Part per millionRCT: Randomize
Controlled TrialS: Simpang baku dari kedua kelompokTCO2: VO2Max:
Volume oksigen maksimalx/menit: Kali/menitZ: Tingkat Kepercayaan
95% = 1,96Z: Kekuatan Uji 80% = 0,20 = 0,842%: Persenp: Tingkat
kemaknaanoC: Derajat Celcius
ABSTRAK
Latar Belakang : Dalam dunia olahraga, minuman beroksigen
dipercaya dapat meningkatkan stamina maupun kebugaran tubuh. Dalam
melakukan aktifitas fisik, tubuh melakukan suatu metode adaptasi
yakni meningkatkan denyut jantung dan frekuensi napas sebagai
proses pemenuhan kebutuhan oksigen yang meningkat pada jaringan,
dalam hal ini adalah otot. Minuman beroksigen yang dimaksudkan
memiliki kandungan oksigen yang lebih banyak dibandingkan dengan
air mineral biasa, sehingga dengan adanya kandungan oksigen yang
lebih banyak tadi, sehingga tubuh tidak terlalu bekerja keras untuk
meningkatkan frekuensi napas dan denyut jantung sebagai pemenuhan
kebutuhan oksigen jaringan.Tujuan : Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh minuman beroksigen terhadap perubahan denyut
jantung dan frekuensi napas pada siswa SMA (usia 15-18 tahun) yang
melakukan latihan fisik.Metode : Penelitian ini merupakan
penelitian eksperimental dengan metode Randomize Controlled Double
Blind Parallel Design atau penelitian eksperimental acak tersamar
ganda. Penelitian ini menggunakan 40 sampel, yakni 20 sampel diberi
minuman beroksigen dan 20 sampel diberi placebo atau air mineral
biasa (aqua). Latihan fisik dilakukan sampel dengan melakukan Step
Test atau Harvard Test. Uji statistic menggunakan independent t
test dengan bantuan perangkat lunak SPSS. Hasil : Hasil penelitian
menunjukkan tidak ada perbedaan antara siswa yang diberikan minuman
beroksigen dengan siswa yang diberikan plasebo baik dari denyut
jantung (p = 0.487 dan perbedaan rata-rata = 2.55) dan frekuensi
napas ( p = 0.495 dan perbedaan rata-rata = 1,9).
Kata Kunci : Minuman beroksigen, denyut jantung, frekuensi
napas, Tes Bangku Harvard.
Top of FormABSTRACT
Background : In the world of sports, oxygenated beverages are
believed to increase stamina and fitness. In physical activity,
body perform an adaptation method that increases heart rate and
respiratory rate as the fulfillment of the increased oxygen demand
on the network, in this case is muscle. Oxygenated beverages that
are meant to contain more oxygen than regular mineral water, so the
presence of more oxygen content before, so the body does not work
too hard to increase the frequency of breathing and heart rate as
the tissue oxygen needs.Objective : The study was conducted to
determine the effect of oxygenated beverages to changes in heart
rate and respiratory rate at high school students (ages 15-18
years) who do physical exercise.Method : This study is an
experimental research method Randomize Controlled Double Blind
Parallel design or double-blind randomized experimental studies.
This study used 40 samples, 20 samples were oxygenated beverages
and 20 samples were given placebo or plain mineral water (aqua ).
Sample of physical exercise performed by the Harvard Step Test or
Test. Test statistic using the independent t test with the help of
SPSS software.Result : Advanced Research results showed no
difference between students who are given drinks oxygenated with
students given placebo both heart rate (p = 0487 and the mean
difference = 2.55) and respiratory rate (p = 0495 and the
difference in mean = 1.9) .
Keywords : Oxygenated water, heart rate, respiratory rate, test
bench Harvard.Bottom of Form
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar BelakangTerdapat berbagai cara yang dapat ditempuh
seseorang untuk mempertahankan maupun meningkatkan status
kesehatannya. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk
mempertahankan maupun meningkatkan status kesehatan yakni dengan
cara melakukan latihan fisik. Latihan fisik dapat mempertahankan
kesehatan maupun meningkatkan kesehatan dengan mengurangi berat
badan, memperbaiki konsentrasi lemak dalam darah sehingga dapat
mencegah penyakit pembuluh darah koroner, obesitas, hipertensi,
maupun hiperkolesterolemia. (Guyton and Hall, 2008).Pada saat
melakukan aktivitas fisik kebutuhan akan oksigen akan meningkat
dibandingkan saat beristirahat. Di dalam tubuh terdapat sejumlah
sistem metabolisme energi yang dapat menyediakan energi sesuai
kebutuhan pada saat aktifitas fisik maupun keadaan istirahat.
Secara garis besar sistem energi dalam latihan fisik terdiri dari
anaerobik dan aerobik. Anaerobik merupakan kegiatan yang tidak
membutuhkan oksigen sebagai sumber energi dan sumber energi yang
diperoleh berasal dari Adenosine Triphosphate Creatine Phosphate
(ATP-CP) dan asam laktat serta waktu yang diperlukan untuk
melakukan gerakan sangat singkat, sehingga tidak memerlukan
oksigen, aerobik sendiri merupakan kegiatan yang dilakukan secara
kontinu dalam waktu yang lebih lama (lebih dari 3 menit) dan
membutuhkan oksigen untuk menguraikan glikogen atau glukosa menjadi
karbondioksida (CO2) dan air (H2O) melalui siklus Krebs. Glikogen
dan glukosa diuraikan menjadi asam piruvat dan dengan adanya
oksigen maka asam laktat tidak menumpuk. Asam piruvat yang
terbentuk selanjutnya akan masuk ke siklus Krebs, sehingga akan
terbentuk Adenosine Triphosphate (ATP) yang digunakan untuk
kontraksi otot. (Guyton and Hall, 2008).Selama latihan fisik,
jumlah oksigen yang masuk ke dalam aliran darah pada paru meningkat
karena jumlah oksigen yang ditambahkan pada tiap unit darah dan
aliran darah paru per menit meningkat. Pemenuhan kebutuhan oksigen
tersebut tentu saja dipenuhi tubuh dengan proses respirasi. Namun
saat ini dipasaran banyak beredar air minum beroksigen yang konon
dipercaya dapat meningkatkan kebugaran pada saat latihan fisik.
(Brooks A, 1985).Sekitar 70% massa tubuh manusia adalah air. Air
bukan merupakan sumber energi dari tubuh itu sendiri. Namun,
peranan air sangat penting dalam berjalannya suatu metabolisme. Air
memiliki fungsi dalam metabolisme adalah sebagai pelarut dan
sebagai mediasi yang mempertemukan biomolekuler seperti
antobodi-antigen, enzim-substrat. Oleh karena itu metabolit itu
sendiri harus dapat diangkut oleh air, seperti oksigen. Kelarutan
oksigen dalam air sendiri sangat rendah, karena oksigen bersifat
nonpolar. Umumnya kelarutan oksigen dalam air berkisar 4 sampai 6
ppm, sedangkan air pegunungan dapat mengandung sampai 8 ppm. Untuk
air oksigen sendiri, oksigen yang terkandung di dalamnya diatas 80
ppm, tergantung merek air beroksigen itu sendiri. (Brooks A,
1985).
B. Rumusan MasalahBerdasarkan uraian dalam latar belakang
diatas, maka diperlukan penelitian untuk mengetahui pengaruh
minuman beroksigen terhadap denyut jantung dan frekuensi napas pada
siswa SMA (usia 15-18 tahun) yang melakukan latihan fisik.
C. Tujuan PenelitianTujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh minuman beroksigen terhadap perubahan denyut
jantung dan frekuensi napas pada siswa SMA (usia 15-18 tahun) yang
melakukan latihan fisik.
D. Manfaat PenelitianManfaat dari penelitian ini adalah untuk
menambah ilmu pengetahuan tentang pengaruh minuman beroksigen
terhadap sistem kardiorespirasi selama latihan fisik.
E. Keaslian PenelitianTelah terdapat beberapa penelitian yang
dilakukan terkait penggunaan air beroksigen, seperti yang dilakukan
Laila (2007) yang meneliti tentang perbandingan denyut jantung
murid laki-laki pada pemberian minuman beroksigen dan placebo
selama latihan fisik di Kabupaten Labuhan Batu Sumatra Utara.
Penelitian ini merupakan penelitian experimental dengan menggunakan
metode Randomize Controlled Double Blind Parallel Designe atau
penelitian eksperimental acak tersamar ganda. Penelitian ini
menggunakan 40 sampel, yakni 20 sampel diberi air minum beroksigen
dan 20 sampel diberi placebo atau air mineral biasa (aqua ).
Latihan fisik dilakukan sampel dengan menjalani Treadmild
Test.Utami (2007) yang meneliti tentang perubahan pH, PCO2, HCO3-,
TCO2 akibat pemberian minuman beroksigen di Kabupaten Labuhan Batu
Sumatra Utara. Penelitian ini merupakan penelitian experimental
dengan menggunakan metode Randomize Controlled Double Blind
Parallel Designe atau penelitian eksperimental acak tersamar ganda.
Penelitian ini menggunakan 40 sampel, yakni 20 sampel diberi air
minum beroksigen dan 20 sampel diberi placebo atau air mineral
biasa (aqua ). Latihan fisik dilakukan sampel dengan menjalani
Treadmild Test.Matondang (2007) yang meneliti tentang pengaruh
minuman beroksigen dibanding dengan air minum biasa terhadap nilai
FEV1, FVC, VO2 MAX, dan frekuensi napas pada latihan fisik di
Kabupaten Labuhan Batu Sumatra Utara. Penelitian ini merupakan
penelitian eksperimental dengan menggunakan metode Randomize
Controlled Double Blind Parallel Designe atau penelitian
eksperimental acak tersamar ganda. Penelitian ini menggunakan 40
sampel, yakni 20 sampel diberi air minum beroksigen dan 20 sampel
diberi placebo atau air mineral biasa (aqua). Latihan fisik
dilakukan sampel dengan menjalani Treadmild Test.Anindya (2008)
yang meneliti tentang pengaruh pemberian air minum beroksigen
terhadap nilai konsumsi oksigen maksimal (VO2Max) pada latihan
fisik di Semarang Jawa Tengah. Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimental dengan metode Randomize Controlled Double Blind
Parallel Designe atau penelitian eksperimental acak tersamar ganda.
Penelitian ini menggunakan 40 sampel, yakni 20 sampel diberi air
minum beroksigen dan 20 sampel diberi placebo atau air mineral
biasa (aqua). Latihan fisik dilakukan sampel dengan menjalani
Ergometer Test.Perbedaan dengan penelitian yang dilaksanakan adalah
perbandingan denyut jantung dan frekuensi napas pada pemberian
minuman beroksigen dan placebo selama latihan fisik di Palu
Sulawesi Tengah. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental
dengan metode Randomize Controlled Double Blind Parallel Designe
atau penelitian eksperimental acak tersamar ganda. Penelitian ini
menggunakan 40 sampel, yakni 20 sampel diberi minuman beroksigen
dan 20 sampel diberi placebo atau air mineral biasa (aqua). Latihan
fisik dilakukan sampel dengan melakukan Step Test atau Harvard
Test.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka1. 2. 1. Definisi latihan fisikMenurut Newman
(1998), latihan fisik merupakan gerakan pada bagian tubuh yang
ditimbulkan oleh kontraksi dan relaksasi volunter. Latihan fisik
merupakan stress fisiologi yang paling umum, dan menempatkan
tuntunan utama pada sistem kardiorespirasi. Untuk alasan ini,
latihan fisik dapat dianggap tes yang paling praktis digunakan
untuk menilai fungsi dan perfusi jantung. Tes latihan fisik
merupakan alat yang non invasif untuk mengevaluasi respon sistem
kardiovaskular dibawah kondisi yang terkontrol secara hati-hati.
Adaptasi selama terjadinya tes latihan fisik. (Froelicher F,
2006).Ketika tes latihan fisik dilakukan dalam sebuah pemeriksaan
klinis, kata tes stress sering digunakan. Dibawah kontrol kondisi
jantung dan respon komponen darah digunakan untuk menentukan adanya
penyakit. Mengikuti tes stress latihan fisik, sebuah resep dapat
ditulis untuk dapat meningkatkan kapasitas fungsional. (Brooks A,
1985).
2. Klasifikasi latihan fisikMenurut Widodo (2008), derajat
latihan fisik diklasifikasikan berdasarkan pada : (1) pemakaian
energi permenit dan (2) frekuensi nadi permenit. Pemakaian energi
menggambarkan volume pemakaian oksigen (O2 Uptake) permenit.
Berikut merupakan derajat latihan fisik berdasarkan Christensen.
Tabel 1. Klasifikasi ChristensenKategori beban kerjaDenyut
jantung
denyut/menit
Ringan75 - 100
Sedang100 125
Berat125 150
Sangat Berat150 175
Sangat Berat Sekali>175
3. Protokol latihan fisikDayaguna uji latihan fisik sangat
bergantung pada jenis latihan fisik dan protokol yang digunakan
dalam uji latihan fisik tersebut. Salah satu uji yang biasanya
dilakukan adalah uji Step Test atau Harvard Test. Harvard Test
adalah tes yang telah digunakan untuk uji masal. Uji tersebut
dilakukan pada bangku setinggi 12 inci, dengan kecepatan 24
langkah/menit dengan waktu uji selama 5 menit. Perhitungan harus
dimulai sejal 5 detik setelah latihan fisik berhenti. Pada uji ini,
bila subjek merasa tidak mampu meneruskan uji sebelum kurun waktu
yang ditentukan, untuk alasan keamanan, uji dapat dihentikan.
(Bertha,2004).Segera setelah menyelesaikan uji yang diberikan,
denyut jantung diukur dengan menggunakan perhitungan nadi pada
arteri radialis atau arteri carotis selama 15 detik, kemudian
dikali 4. Pengukuran juga dapat dilakukan dengan auskultasi dengan
stetoskop, atau monitor nadi. Untuk metode auskultasi, bel
stetoskop harus diletakkan pada sebelah kiri tulang dada (sterum)
diatas puting. (Bertha,2004).Untuk pengukuran frekuensi napas
dilakukan dengan menginspeksi pergerakan irama dada naik dan turun.
Pengukuran juga dilakukan selama 15 detik, kemudian dikali 4.
(Bertha,2004).
4. Latihan fisik aerobik dan anaerobikLatihan fisik berdasarkan
bagaimana energi gerak dapat dihasilkan dikelompokkan menjadi 2,
yaitu latihan fisik aerobik dan anaerobik. Disebut latihan fisik
aerobik bilamana reaksi biokimiawi penghasil energi gerak adalah
dengan melibatkan unsur oksigen (O2). Peristiwa aerobik dapat
terlaksana pada latihan fisik yang berlangsung lebih dari 4 menit
dan bersifat terus-menerus. (Laila, 2007).Sebutan latihan fisik
anaerobik dimaksudkan untuk menyatakan, bahwa timbulnya energi
gerak pada latihan fisik tersebut adalah tanpa menggunakan oksigen.
Energi gerak dalam latihan fisik anaerobik ini dihasilkan melalui
proses metabolisme sistem fosfagen dan glikogen-asam laktat. Karena
sedemikian singkatnya waktu yang diperlukan untuk melakukan
gerakan, rata-rata kurang dari 4 menit, menyebabkan tidak
tersedianya reaksi oksidatif untuk menyediakan energi sesuai
keperluan pada waktunya. (Laila, 2007).
5. Pengaruh latihan fisik terhadap sistem kardiovaskularRespon
sistem kardiovaskular pada latihan fisik yang akut dengan waktu
secara berkala diyakini (1) otot aktif menerima suplai yang tepat
sesuai kebutuhan metabolik, (2) menimbulkan panas pada otot yang
melakukan latihan fisik, dan (3) suplai oksigen pada otak dan
jantung terpelihara. Respon ini memerlukan retribusi besar pada
cardiac output sekitar angka dari perubahan metabolik lokal.
Biasanya pengukuran dari kapasitas tubuh utuk melepaskan dan
menggunakan oksigen adalah uptake oksigen maksimal (VO2 max).
Demikian, limit dari sistem kardiopulmonal secara historitikal
ditemukan oleh VO2max, yang mana dapat menjadi lebih jelas dengan
prinsip Fick, yaitu VO2 max = cardiac output maksimal x perbedaan
oksigen atrerivena maksimal. (Widodo, 2008).Cardiac output harus
menutupi penyesuaian ventilasi di paru-paru sampai penyampaian
oksigen di jaringan otot. VO2 max ditentukan dengan jumlah maksimal
(VE) bergerak dalam dan luar paru-paru dan oleh fraksi dari
ventilasi ini dapat dimanfaatkan di organ. Rumus VO2 max = VE x
(FiO2 FeO2),yang mana VE adalah menit ventilasi, dan FiO2 dan FeO2
adalah jumlah fraksi dari oksigen dalam inspirasi maupun ekspirasi
udara, secara berturut-turut. (Widodo, 2008).Limit kardiopulmonary
(VO2 max) adalah didapatkan oleh (1) komponen sentral (cardiac
output) yang dijelaskan dengan kapasitas dari jantung yang
fungsinya sebagai pemompa, (2) faktor perifer (perbedaan oksigen
arteri vena) yang menjelaskan kapasitas dari paru-paru untuk
oksigenasi pembawaan oksigen dan kapasitas dari otot yang bekerja
mengambil oksigen dari darah. (Widodo, 2008).Pada denyut jantung,
yang diatur oleh sistem saraf simpatik dan parasimpatik
mempengaruhi dasar respon awal pada sistem kardiovaskular selama
latihan fisik, dan meningkatnya denyut jantung. Outflow simpatetik
pada jantung dan sistem pembuluh darah sistemik dan vagal outflow
menurun. Dari 2 komponen besar yaitu cardiac output denyut jantung
dan stroke volume, denyut jantung bertanggung jawab untuk
peningkatan cardiac output selama latihan fisik merupaka bukti pada
level tinggi. Denyut jantung meningkat secara linear dengan beban
kerja dan ambilan oksigen. Peningkatan dalam denyut jantung terjadi
semula pada nilai diastol, bukan sistol. Jadi, pada denyut jantung
yang sangat tinggi, diastol kadang menjadi pendek sebagai
penghalang yang adekuat pengisian ventrikular. (Widodo,
2008).Respon denyut jantung pada latihan fisik terpengaruh oleh
beberapa faktor mencakup usia, jenis aktivitas, posisi tubuh,
fitness, dan adanya penyakit jantung, obat-obatan, dan volume
darah. Faktor yang sangat penting adalah usia ; penurunan dari
dalam denyut jantung maksimal terjadi seiring pertambahan usia. Hal
ini harus dicatat dan perlakuan yang baik dari lingkungan yang
berubah-ubah regresi terjadi antara denyut jantung maksimal dan
usia. Perubahan denyut jantung maksimal atau dapat sedikit menurun
setelah program latihan. (Widodo, 2008).
6. Pengaruh latihan fisik terhadap sistem respirasiLatihan fisik
meningkatkan metabolisme dari kerja otot. Ini menekankan bahwa
sistem pernapasan meningkat dengan membutuhkan oksigen dan
meningkatkan produksi karbondioksida. Dari tingkat sedang sampai
berat dari latihan fisik juga menyebabkan peningkatan produksi asam
laktat. Pada sistem pernapasan dan sistem kardiovaskular harus
meningkatkan suplai oksigen pada jaringan tubuh dan meningkatkan
buangan dari karbondioksida dan ion hidrogen dari tubuh. (Levitzky,
2008).Kerja sistem pernapasan meningkat selama latihan fisik. Besar
dari hasil volume tidal dalam meningkatkan kebutuhan untuk
mengatasi kemunduran dari paru-paru dan dinding dada selama
inspirasi karena paru-paru lebih kurang compliant pada volume paru
tinggi dan karena kemunduran dari dinding dada terlindungi pada
volume toraks meningkat. (Levitzky, 2008).Penarikan karbondioksida
kedalam darah dan pengeluaran oksigen dari darah menuju jaringan
otot yang melakukan latihan fisik. Pengeluaran oksigen dimanfaatkan
karena terjadi penurunan Po2 dalam otot yang sedang dalam latihan
fisik, penyebab besarnya persentase dari deoksihemoglobin.
Pengeluaran hemoglobin juga mempertinggi sift rightward dari rantai
pemisahan oksihemoglobin dengan peningkatan PCO2s (efek Bohr),
konsentrasi ion hidrogen dan temperatur ditemukan pada otot
seseorang yang melakukan latihan fisik. (Levitzky, 2008).Latihan
fisik berat cukup dapat merubah secara signifikan derajat dari
hasil metabolisme anaerobik dalam asidosis kedua meningkatkan
produksi asam laktat. Sebagai hasil diskusi sebelumnya, ion
hidrogen membangkitkan proses stimulasi kemoreseptor arterial dan
menyebabkan peningkatan kompensasi lebih lanjut pada ventilasi
alveolar, memelihara pH arterial agar tetap dalam kisaran level
normal. (Levitzky G, 2008).7. Transpor oksigenTranspor oksigen
dalam darah ada 2 bentuk yaitu yang terlarut dalam plasma dan yang
terikat hemoglobin. Sesuai hukum Henry, jumlah oksigen yang
terlarut dalam plasma berhubungan langsung dengan PaO2. Karena
oksigen relatif tidak larut dalam air, maka hanya 3 ml oksigen yang
diangkut dalam bentuk terlarut setiap 1 liter darah pada PaO2 100
mmHg atau 0,003 ml oksigen dalam 1 ml darah. (Matondang,
2007).Selain terlarut dalam plasma, oksigen juga diangkut
hemoglobin dan bersifat reversibel. Oksigen terikat pada sisi hem
dari hemoglobin. Persentase sisi hem hemoglobin yang mengikat
oksigen tersebut disebut saturasi oksigen (SaO2). Bagian hem dari
molekul hemoglobin mampu mengikat empat molekul oksigen. Saturasi
oksigen tidak menunjukkan jumlah total oksigen dalam darah, karena
tidak semua oksigen terikat dalam hemoglobin. (Laila, 2007).Darah
pada orang normal mengandung hemoglobin 12-14 gram tiap 100 ml
darah, dan tiap gram hemoglobin dapat berikatan dengan maksimal
kira-kira 1,34 ml oksigen. Oleh karena out, rata-rata hemoglobin
dalam 100 ml darah dapat bergabung dengan total sekitar 20 ml
oksigen bila tingkat kejenuhan 100%. (Matondang,2007).Selain
kemampuan darah dalam mengangkut oksigen, transpor oksigen juga
ditentukan oleh aliran darah ke jaringan dan ini dikenal dengan
oxygen delivery (DO2). Oxygen delivery adalah jumlah oksigen yang
diangkut ke jaringan setiap menit dan ini merupakan salah satu
fungsi utama kardiorespirasi. Jumlah oksigen yang ditranspor dari
paru-paru ke jaringan tergantung dari aliran darah ke jaringan dan
kandungan oksigen dalam darah (oxygen content). Oxygen content
disebut sebagai jumlah total oksigen yaitu jumlah oksigen yang
terlarut dalam plasma ditambah oksigen yang terikat dengan
hemoglobin. Jumlah total oksigen yang dipergunakan setiap menit
untuk keperluan jaringan ditentukan oleh jumlah oksigen yang
ditranspor setiap 100 ml darah dan kecepatan aliran darah.
(Matondang, 2007).
8. Sistem AerobikSistem aerobik membutuhkan oksigen untuk
menguraikan glikogen atau glukosa menjadi karbondioksida dan air
melalui siklus Krebs (tricarboxyclic acid cycle = TCA) dan sistem
transpor elektron. Glikogen atau glukosa diuraikan menjadi asam
piruvat dan dengan adanya oksigen, maka asam laktat tidak menumpuk.
Asam piruvat yang terbentuk selanjutnya memasuki siklus Krebs.
(Utami, 2007).Sistem aerobik menghasilkan ATP lebih lambat daripada
sistem ATP-CP dan asam laktat, tetapi produksi ATP jauh lebih
besar. Pemecahan 1 mol atau 180 gram glikogen, pada keadaan oksigen
cukup tersedia, dihasilkan energi sebanyak 39 mol ATP. Bahan yang
dapat diuraikan pada sistem aerobik berasal dari glikogen, lemak
atau protein (asam amino). (Utami, 2007).
9. Sistem Anaerobika. Sistem Adenosine Triphosphate Creatine
PhosphateAdenosine Triphosphate merupakan sumber energi yang
terdapat di dalam sel-sel tubuh terutama sel otot yang siap
dipergunakan untuk aktivitas otot. Jumlah ATP yang tersimpan di
otot hanya sedikit, berguna untuk latihan fisik maksimal beberapa
detik. Ketika ATP terurai menjadi Adenosine Diphosphate (ADP) dan
Adenosine Monophosphate (AMP), dihasilkan energi yang dapat
digunakan untuk kontraksi otot skeletal selama latihan fisik. Tiap
molekul ATP yang terurai diperkirakan besarnya 7-12 kalori.
(Utami,2007).Disamping ATP, otot skeletal juga mempunyai senyawa
fosfat berenergi tinggi lain yaitu Creatine Phosphate (CP), yang
dapat digunakan untuk menghasilkan ATP. Sistem ini berguna
menggerakkan otot 8-10 detik, misalnya pada olahraga lari 100 meter
(m). Sistem ATP-CP merupakan sistem anaerobik dimana ATP dan CP
dapat diuraikan tanpa adanya oksigen. (Laila,2007).
b. Sistem Asam LaktatGlikogen pada otot dapat dipecah menjadi
glukosa yang kemudian digunakan sebagai energi. Proses ini disebut
glikolisis, dimana terjadi tanpa menggunakan oksigen disebut
sebagai metabolisme anaerobik. Selama glikolisis, tiap glukosa
pecah menjadi asam piruvat, kemudian asam piruvat ini masuk
mitokondria sel otot dan bereaksi dengan oksigen untuk membentuk
ATP. Pada saat oksigen tidak cukup, metabolisme glukosa yang
terjadi adalah asam piruvat berubah menjadi asam laktat yang
kemudian berdifusi keluar dari sel otot masuk ke cairan intertisial
dan aliran darah. (Utami, 2007).
10. Kebutuhan cairan pada saat latihan fisikSekitar 40 sampai 70
% masa tubuh tersusun atas air, tergantung usia, umur, jenis
kelamin, dan komposisi tubuh; 65 sampai 70 % merupakan berat otot
dan sekitar 10% dari masa lemak. Perbedaan total air dalam tubuh
antar sebagian besar individu bervariasi sesuai dengan komposisi
tubuh. Lemak tubuh memiliki kadar air yang rendah, jadi tiap
individu dengan total lemak yang lebih besar memiliki prosentase
air yang kecil dari berat badan mereka. Tubuh memiliki 2
kompartemen cairan. Kompartemen pertama adalah intraselular, yang
mengacu pada cairan yang berada didalam sel. Kompartemen kedua
yakni ekstraseluler, yang meliputi cairan yang mengalir diantara
sel, saliva, dan cairan mata, cairan sekresi dari glandula, dan
traktus digestif, cairan ekskresi dari kulit dan ginjal.
Perhitungan plasma darah mendekati 20% dari caira ekstraselular ( 3
sampai 4 Liter). Cairan ekstraselular menyediakan sebagian besar
cairan yang hilang ketika berkeringat saat terjadi panas maupun
saat melakukan latihan fisik. (McArdle, 2007).Pada hariannya,
sekitar 350 mL air secara kontinu keluar dari jaringan terdalam
melewati permukaan kulityang disebut insensible persipitasi atau
persipitasi yang tidak terasa. Kehilangan air juga terjadi melewati
kulit dengan proses berkeringat yang berkaitan dengan kelenjar
keringat pada kulit. Proses evaporasi dari keringat merupakan
mekanisme pendinginan tubuh. Tiap harinya pada suhu dibawah normal
dan kondisi fisik yang aktif dapat memproduksi sekitar 500 sampai
700 mL keringat. (McArdle, 2007).Kehilangan cairan tubuh dapat
mengakibatkan konsekuensi yang serius dari berkeringat yang
berlebih. Aktifitas fisik yang keras maupun padat, suhu lingkungan,
dan kelembaban menentukan jumlah dari kehilangan cairan saat
berkeringat. Kelembaban relative ( kadar air dalam udara)
mempengaruhi efisiensi mekanisme berkeringat dalam regulasi
temperaratur. Pada hari yang kering udara dapat menyerap sebagian
besar kelembaban dan cairan dapat berevaporasi dengan cepat dari
kulit. Sehingga, mekanisme berkeringat merupakan manfaat yang
optimal dan regulasi tetap dari suhu tubuh dengan batasan yang
sempit. Volume plasma menurun ketika berkeringat karena kehilangan
cairan sama dengan 2 sampai 3 % dari masa tubuh. Kehilangan cairan
dari kompartemen vaskular membuat fungsi sirkulasi menjadi berat.
Pada akhirnya akan merusak kapasitas dan termoregulasi. Monitoring
perubahan berat badan (setelah urinasi) menilai dengan baik
kehilangan cairan tubuh selama latihan fisik dan atau stress
jantung. Tiap 0,45 kg (1 lb) dari kehilangan berat badan sama
dengan 450 mL dehidrasi. (McArdle, 2007).Literatur fisiologi
latihan fisik mengemukakan yakni penting untuk mengkonsumsi cairan
sebelum, selama maupun setelah latihan fisik. Beberapa pihak
merekomendasikan minuman yang ada seperti minuman ion, minuman
beroksigen dan lain-lain. (McArdle, 2007).
11. Mekanisme air beroksigenKelarutan oksigen dalam air sangat
rendah, karena oksigen bersifat non polar. Kelarutan oksigen dalam
air terjadi akibat molekul oksigen terjebak di dalam struktur
cincin molekul air. Akibat orientasi molekul air berfluktuasi
sangat cepat, struktur air cenderung tidak teratur, karena itu
oksigen terlarut mudah lepas. (Laila, 2007).Pada manusia, oksigen
diangkut melalui darah oleh hemoglobin dari paru-paru ke jaringan.
Minuman beroksigen mampu berdifusi ke dalam darah melalui absorpsi
di saluran intestinal dan mukosa lainnya setelah dikonsumsi.
(Matondang, 2007).Jika minuman beroksigen tersebut bersentuhan
dengan membran sel mitokondria akan melepaskan oksigen dan masuk ke
dalam sel. Oksigen masuk ke dalam sirkulasi darah vena porta
melalui lambung dan usus secara difusi dan osmosis. (Utami,
2007).
12. Manfaat minuman beroksigenTubuh manusia tersusun dari air
sekitar 70%. Air merupakan komponen yang sangat penting dalam
metabolisme yang mana berfungsi sebagai pelarut dan perantara atau
media yang mempertemukan biomolekul seperti antibodi dan antigen,
sehingga metabolit yang ada harus dapat diangkut oleh air. (Guyton
and Hall, 2008).Dalam air biasa, kelarutan oksigen sangat rendah.
Hal ini disebabkan karena oksigen sendiri bersifat non polar.
Kelarutan oksigen dalam air terjadi akibat molekul oksigen terjebak
di dalam struktur cincin molekul air. Kelarutan oksigen pada air
juga tergantung pada suhu air. Pada suhu 0oC, kelarutan oksigen
dalam 100 g air adalah 69,45 ppm. Sedangkan pada suhu 30oC
kelarutan oksigen berkurang menjadi 35,88 ppm. Pada suhu air yang
mencapai titik didih yakni 100oC, tidak terdapat lagi kandungan
oksigen didalamnya. (Laila, 2007).Semakin rendah jumlah kadar
oksigen dalam darah manusia, maka makin sedikit pula peredaran
oksigen ke jaringan-jaringan tubuh sehingga dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan pada sel-sel tubuh. Oksigen dibutuhkan tubuh
untuk perbaikan dan penggantian sel-sel tubuh yang rusak, misalnya
sel-sel otak. Oksigen juga dapat berfungsi dengan baik untuk
membuang zat-zat racun dari tubuh (toksin). Beberapa akibat
kekurangan oksigen secara klinis dapat menyebabkan: kejang otot,
sakit kepala, lemas, gangguan peredaran darah, menurunnya
metabolisme tubuh, menurunnya sistem imun tubuh, serta gangguan
pernapasan. (Anonim, 2007).
13. Kerangka TeoriAir beroksigen dan Plasebo
Latihan fisikFaktor yang berpengaruh : Jenis latihan fisik
Lingkungan BMI
Pengosongan Lambung dan absorpsi cairanSistem
KardiovaskularSistem RespirasiSistem Otot Skeletal
Frekuensi Napas
Energi
Denyut Jantung
Tekanan Darah
Keterangan : Ruang lingkup penelitian Pengaruh langsungGambar
1.Kerangka Teori Penelitian14. Kerangka Konsep
Variabel Bebas
- Latihan Fisik- Minuman beroksigen- Plasebo
Variabel bergantung
Frekuensi napas Denyut Jantung
Gambar 2.Kerangka Konsep Penelitian
B. Landasan TeoriLatihan fisik merupakan gerakan bagian tubuh
yang ditimbulkan oleh kontraksi dan relaksasi volunter otot-otot
bagian tersebut. Latihan yang diciptakan untuk meningkatkan
konsumsi oksigen serta meningkatkan fungsi kardiovaskular dan
fungsi sistem respirasi. (Dorland, 1998)Dalam latihan fisik tubuh
membutuhkan asupan cairan yang cukup untuk menggantikan cairan yang
hilang. Dalam air biasa, kelarutan oksigen sangat rendah. Hal ini
disebabkan karena oksigen sendiri bersifat non polar. Kelarutan
oksigen dalam air terjadi akibat molekul oksigen terjebak di dalam
struktur cincin molekul air. Kelarutan oksigen pada air juga
tergantung pada suhu air itu sendiri. Pada suhu 0oC, kelarutan
oksigen dalam 100 g air adalah 69,45 ppm. Sedangkan pada suhu 30oC
kelarutan oksigen berkurang menjadi 35,88 ppm. Pada suhu air yang
mencapai titik didih yakni 100oC, tidak terdapat lagi kandungan
oksigen didalamnya. (Laila, 2007).Semakin rendah jumlah kadar
oksigen dalam darah manusia, maka makin sedikit pula peredaran
oksigen ke jaringan-jaringan tubuh sehingga dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan pada sel-sel tubuh. Oksigen dibutuhkan tubuh
untuk perbaikan dan penggantian sel-sel tubuh yang rusak, misalnya
sel-sel otak. Oksigen juga dapat berfungsi dengan baik untuk
membuang zat-zat racun dari tubuh (toksin). Beberapa akibat
kekurangan oksigen secara klinis dapat menyebabkan: kejang otot,
sakit kepala, lemas, gangguan peredaran darah, menurunnya
metabolisme tubuh, menurunnya sistem imun tubuh, serta gangguan
pernapasan. (Anonim, 2007)
C. HipotesisHipotesis pada penelitian kali ini adalah hipotesis
nol, yakni tidak ada perbedaan denyut jantung dan frekuensi napas
siswa laki-laki di SMA Negeri 1 Palu pada pemberian minuman
beroksigen dengan placebo selama latihan fisik. Dengan dasar
pengambilan keputusan jika probabilitas >0,05, maka Ho
diterima.
BAB IIIMETODE PENELITIAN
1. 2. 3. A. Desain PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian
experimental dengan menggunakan metode Randomize controlled double
blind parallel designe atau penelitian eksperimental acak tersamar
ganda. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan
denyut jantung dan frekuensi napas dengan pemberian minuman
beroksigen dan plasebo selama latihan fisik pada siswa laki-laki di
SMA Negeri 1 Palu pada tahun 2012.
B. Populasi dan Sampel serta Teknik Pengambilan Sampel1.
PopulasiPopulasi dari penelitian ini adalah siswa Sekolah Menengah
Atas (SMA) yang berusia 15-18 tahun.2. Sampel a. Sampel penelitian
adalah anak SMA yang berusia 15-18 tahun yang ada di wilayah Palu
Sulawesi Tengah.b. Anak SMA di Kota Palu yang diikutkan dalam
penelitian ini diambil secara acak sederhana yaitu dengan mencabut
nomor.3. Perkiraan jumlah sampelAdapun penentuan jumlah sampel
menggunakan rumus berikut :n1 = n2 = 2 ((Z + Z)S) 2 (X1 X2)S=
Simpang baku dari kedua kelompok = 6Z= Tingkat kepercayaan 95% =
1,96Z= Kekuatan uji 80% = 0,20 = 0,842X1 X2= Perbedaan klinis yang
diinginkan = 5,5Dengan menggunakan rumus diatas didapat jumlah
sampel 19 orang per kelompok.
4. Kriteria inklusi dan eksklusia. Kriteria Inklusi Anak sehat
berdasarkan pemeriksaan fisik diagnostik. Anak laki-laki dengan
indeks massa tubuh (IMT) antara 16 sampai 20.b. Kriteria Eksklusi
Tidak bersedia mengikuti penelitian. Menolak minuman yang diberikan
Merokok.
C. Alat dan bahan penelitian1. Alat :a. Bangku Harvardb.
Metronomec. Stopwatch d. Stetoskop General Care CE 0123e.
Tensimeter air raksa Riesterf. Bathroom scale SMIC ZT-120g.
Microtoice SMIC ZT-1202. Bahan :a. Minuman beroksigen Super 02b.
Air mineral Aqua
D. Jalan penelitian1. Jalan penelitiana. Subyek yang
diikutsertakan dalam penelitian ini adalah anak laki-laki yang
berumur 15 18 tahun dengan nilai IMT antara 16 sampai 20.b. Data
dasar anak dicatat dalam satu lembaran isian (lampiran). Pengukuran
antropometri dilakukan dengan mengukur berat badan (BB) dengan
menggunakan bathroom scale merek SMIC tipe ZT0 120. Berat badan
diukur pada siswa dengan berpakaian seragam sekolah tanpa sepatu.
Tinggi badan (TB) diukur dengan microtoice merek SMIC tipe ZT0 120.
Siswa berdiri tegak tanpa memakai alas kaki dengan tumit pada
posisi bidang vertikal yang sama. Kedua lengan dalam posisi relaks
disamping dan wajah mengarah kedepan. Siswa disuruh bernapas dalam,
dan pengukuran TB dilakukan pada akhir napas dalam.c. Sesudah itu
dilakukan pemeriksaan kesehatan fisik diagnostik, untuk menentukan
apakah siswa dalam keadaan sehat dan mampu untuk melakukan latihan
fisik yang akan diikuti.d. Kemudian pengelompokan sampel dilakukan
dengan proses matching dengan melihat IMT dari sampel, jadi tiap
sampel memiliki pasangan di kelompok yang berbeda. Subyek dibagi
kedalam 2 kelompok, yaitu 20 orang yang mendapat minuman beroksigen
dan 20 orang mendapat air putih. Tiga puluh menit sebelum latihan
fisik dilakukan, subjek diberi minuman beroksigen sebanyak 400 cc
pada kelompok I dan air mineral sebagai placebo sebanyak 400 cc
pada kelompok II.e. Uji yang digunakan adalah Harvard test atau
latihan dengan menggunakan bangku Harvard. Sebelumnya subjek
diminta untuk duduk untuk menenangkan diri selama 5 menit dan
denyut jantung serta frekuensi napasnya diukur. Kemudian subjek
diminta untuk naik turun pada bangku Harvard sesuai dengan irama
dari metronome selama 5 menit atau bila subjek telah lelah. Uji
dapat dihentikan bila terdapat tanda-tanda perfusi yang buruk
seperti kepala terasa ringan, kebingungan, ataksia, kepucatan,
cyanosis, perasaan mual terjadi atau permintaan subyek untuk
berhenti.f. Sesudah melakukan latihan fisik dalam keadaan duduk
dilakukan perhitungan terhadap frekuesi napas dan denyut
jantung.
E. Pengolahan dataKegiatan dalam proses pengolahan data meliputi
editing, coding, entry, dan tabulating data. Yang dimaksud ialah
sebagai berikut :1. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan data yang
dibutuhkan.1. Coding, yaitu memberikan kode-kode untuk memudahkan
proses pengolahan data.1. Entry, memasukkan data untuk diolah
menggunakan komputer.1. Tabulating, yaitu mengelompokkan data
sesuai variabel yang akan diteliti guna memudahkan analisis
data.
F. Alur Penelitian
Siswa SMA
Kelompok Minum air 02
Frekuensi Napas dan Denyut jantungFrekuensi Napas dan Denyut
jantungTBTBIMT
Latihan Fisik
Kelompok minum air biasa
Gambar 3.Alur Penelitian.
G. Variabel dan Definisi operasional
1. Variabel penelitian3. Variabel Bebasi. Latihan fisik adalah
gerakan pada bagian tubuh yang ditimbulkan oleh kontraksi dan
relaksasi secara volunter. Skala : Nominalii. Minuman beroksigen
adalah minuman yang memiliki kadar oksigen lebih dari air biasa.
Dalam penelitian ini digunakan SuperO2 Skala : Nominaliii. Plasebo
adalah minuman yang diperkirakan tidak menimbulkan efek. Dalam
penelitian ini digunakan Aqua Skala : Nominal3. Variabel terikati.
Frekuensi napas adalah kecepatan pernapasan dalam hal ini melakukan
inspirasi dan ekspirasi. Frekuensi napas dinyatakan dalam
kali/menit. Skala : Numerik.ii. Denyut jantung adalah kontraksi
jatung dalam memenuhi kebutuhan oksigen oleh aliran darah. Denyut
jantung dinyatakan dalam kali/menit. Skala : Numerik.
H. Analisis dataData diolah dengan menggunakan SPSS for WINDOWS
16. Analisis data untuk mengetahui perbedaan karakteristik usia,
berat badan, tinggi badan dan BMI dengan uji t independen.
Perbedaan rerata denyut jantung dan frekuensi napas sebelum dan
sesudah latihan fisik pada kelompok minuman beroksigen dan plasebo
dengan uji t dependen. Uji dinyatakan bermakna bila p0.05 maka
perbedaan tidak bermakna. Demikian pula pada tinggi badan p value
adalah 0.736, hal ini juga menunjukkan bahwa nilainya >0.05,
maka kedua kelompok dikatakan memiliki perbedaan yang tidak
bermakna. Pada IMT, p value adalah 0.962, hal ini menunjukkan pula
bahwa nilainya > 0.05, maka kedua kelompok dikatakan tidak
memiliki perbedaan yang signifikan. Dan yang terakhir adalah
perbedaan dari segi umur. p value adalah 0.072, hal ini menunjukkan
bahwa nilainya > 0.05, maka kedua kelompok tidak memiliki
perbedaan yang bermakna dari segi umur.
3. Denyut JantungDari prosedur yang telah dijelaskan sebelumnya,
setelah melakukan latihan fisik, para sampel langsung dilakukan
pengukuran denyut jantung dengan melakukan palpasi pada arteri
radialis selama 15 detik, kemudian dikali dengan 4. (Bertha,2004).
Dari hasil penelitian, kemudian data diolah dengan program SPSS 16
dengan uji t sesuai syarat tabel uji hipotesis. Dan data telah
dinyatakan terdistribusi normal dengan menggunakan uji kolmogorov
smirmov. Apabila data tidak terdistribusi secara normal, maka uji
alternatif yang digunakan adalah uji Mann-Whitney. (Dahlan,
2010)
Tabel 3. Perbandingan denyut jantung pada pemberian minuman
beroksigen dan plasebo di SMA Negeri 1 Palu pada tahun 2012
MinumanNMeanStd. DeviationMean Difference Indeks Kepercayaan
(95%)
p
DJOksigen20140.15219.015992.559.3-14.40.487
Plasebo20137.60217.85438
Pada tabel 4.2 menjelaskan bahwa pada kelompok yang diberi
minuman beroksigen memiliki denyut jantung yang lebih tinggi
dibandingkan dengan plasebo (p = 0.487). Dilihat dari nilai
probabilitasnya, maka kedua kelompok ini tidak memiliki perbedaan
yang bermakna (p > 0.05).
4. Frekuensi NapasDari prosedur yang telah dijelaskan
sebelumnya, setelah melakukan latihan fisik, para sampel langsung
dilakukan pengukuran frekuensi napas dengan melakukan menginspeksi
pergerakan irama dada naik dan turun. Pengukuran juga dilakukan
selama 15 detik, kemudian dikali 4. (Bertha,2004).Dari hasil
penelitian, kemudian data diolah dengan program SPSS 16 dengan uji
t sesuai syarat tabel uji hipotesis. Dan data telah dinyatakan
terdistribusi normal dengan menggunakan uji kolmogorov smirmov.
Apabila data tidak terdistribusi secara normal, maka uji alternatif
yang digunakan adalah uji Mann-Whitney. (Dahlan, 2010)
Tabel 4. Perbandingan frekuensi napas pada pemberian minuman
beroksigen dan plasebo di SMA Negeri 1 Palu pada tahun
2012MinumanNMeanStd. DeviationMean Difference Indeks Kepercayaan
(95%)P
FNOksigen2027.956.69231.91.9-5.70.495
Plasebo2029.855.06042
Pada tabel 4.3 menjelaskan bahwa pada kelompok minuman
beroksigen memiliki frekuensi napas yang lebih rendah dibandingkan
dengan kelompok plasebo (p = 0.495). Dilihat dari nilai
probabilitasnya, bahwa kedua kelompok ini tidak memiliki perbedaan
yang bermakna (p > 0.05).
G. PembahasanBanyak pertanyaan yang berkenaan dengan manfaat
minuman beroksigen yang belum dapat dijelaskan secara ilmiah.
Pertanyaan yang paling mendasar adalah bagaimana oksigen bisa
terlarut dalam air. Kelarutan oksigen dalam air terjadi akibat
molekul oksigen terjebak di dalam struktur cincin molekul air.
Akibat orientasi molekul air berfluktuasi sangat cepat, struktur
air cenderung tidak teratur, karena itu oksigen terlarut mudah
lepas. (Laila, 2007).Pertanyaan yang selanjutnya timbul adalah
bagaimana air beroksigen tersebut dapat masuk ke dalam pembuluh
darah melalui pencernaan. Promosi yang dilakukan menyatakan bahwa
kandungan oksigen air tersebut akan diserap melalui sistem
pencernaan dan segera dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Tentunya hal
ini masih perlu dibuktikan lebih lanjut. (Matondang, 2007).Pada
penelitian kali ini, memfokuskan pada dua variabel yakni denyut
jantung dan frekuensi napas. Yang diukur pada sampel yang memiliki
karakteristik yang sama.
1. Karakteristik SampelDari sampel tersebut, kelompok minuman
beroksigen memiliki berat badan rata-rata 54,15 kg, tinggi badan
rata-rata 1,64 m, IMT rata-rata 20,05 (kg/m2) serta umur rata-rata
15.85. Untuk kelompok plasebo memiliki berat badan rata-rata 56,00
kg, tinggi badan rata-rata 1,67 m, IMT rata-rata 19,97 05 (kg/m2)
serta umur rata-rata 16.00. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
sampel dari kedua kelompok memiliki karakteristik yang sama. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat dalam grafik berikut.
Gambar 4. Perbandingan karakteristik kelompok minuman beroksigen
dan plasebo di SMA Negeri 1 Palu pada tahun 2012
2. Denyut JantungPeningkatan denyut jantung seimbang terhadap
beratnya latihan fisik. Terdapat beberapa variabel yang dapat
mempengaruhi denyut jantung, yaitu : tipe latihan fisik, posisi
tubuh selama latihan fisik, jenis kelamin, kesehatan subjek, dan
kondisi lingkungan sekitar. (Laila, 2007).Pada latihan fisik
tertentu posisi tubuh dapat mempengaruhi denyut jantung, hal ini
disebabkan karena posisi tegak akan mengakibatkan berkurangnya
volume darah ke jantung sehingga isi sekuncup berkurang kemudian
diikuti dengan peningkatan denyut jantung yang lebih tinggi
dibandingkan dengan posisi lain sebagai kompensasinya. (Laila,
2007).Untuk jenis kelamin, ukuran jantung pada wanita cenderung
lebih kecil dibandingkan dengan jantung laki-laki. Hal ini
menyebabkan volume sekuncup lebih kecil, curah jantung rendah. Hal
ini menyebabkan denyut jantung wanita cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan denyut jantung pria. (Laila, 2007).Untuk
kondisi lingkungan, suhu panas sangat besar pengaruhnya terhadap
sistem kardiovaskular, dengan responnya terhadap sistem
kardiovaskular menimbulkan keadaan dimana terjadi peningkatan
denyut jantung dan penurunan volume sekuncup dengan tujuan
mempertahankan curah jantung. (Laila, 2007).Pada hasil penelitian
menunjukkan bahwa rata-rata denyut jantung untuk sampel yang diberi
minuman beroksigen adalah 140.152, sedangkan plasebo memiliki
rata-rata 137.60. Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang
bermakna dilihat dari nilai p yakni 0.487, yang sesuai dengan
hipotesis yakni jika probabilitas >0.05, maka Ho diterima. Ho
yang dimaksud adalah tidak ada perbedaan denyut jantung antara
kelompok minuman beroksigen dan plasebo. Peningkatan kandungan
oksigen dalam tubuh meningkat disebabkan karena latihan fisik.
Penyaluran oksigen melalui pembuluh darah yang dipompa oleh jantung
secara umum sama antara pemberian minuman beroksigen maupun
plasebo. Solubilitas oksigen di dalam air sangat rendah dan belum
ada penelitian secara klinis yang menjelaskan tentang penyerapan
oksigen melalui saluran gastrointestinal.
Gambar 5. Perbandingan denyut jantung pada pemberian minuman
beroksigen dan plasebo di SMA Negeri 1 Palu pada tahun 2012.3.
Frekuensi NapasBerbagai mekanisme kardiovaskular dan respirasi
harus bekerja secara terpadu untuk memenuhi kebutuhan O2 jaringan
aktif untuk mengeluarkan CO2 beserta panas saat melakukan latihan
fisik. Ambilan O2 dari darah di otot yang bekerja akan meningkat,
dan ventilasi juga meningkat sehingga sejumlah O2 tambahan akan
tersedia, dan sebagian panas serta kelebihan CO2 dapat dikeluarkan.
(Ganong,2008)Frekuensi napas dan ventilasi meningkat tiba-tiba
begitu aktivitas fisik mulai dilakukan. Frekuensi napas maupun
ventilasi berbanding lurus dengan aktivitas fisik yang dilakukan.
Semakin berat latihan fisik yang dilakukan, maka semakin tinggi
pula frekuensi napas dan ventilasi yang terjadi. Pada aktivitas
fisik sedang, kenaikan ventilasi terutama disebabkan oleh
peningkatan kedalaman pernapasan, dan diikuti oleh peningkatan
frekuensi pernapasan bila aktivitas fisik diperberat. Ventilasi
mendadak berkurang saat aktivitas fisik berhenti, dan setelah jeda
singkat akan diikuti oleh penurunan bertahap ke nilai sebelum
latihan. Peningkatan mendadak pada awal aktivitas fisik kemungkinan
disebabkan oleh rangsang psikis dan impuls aferen dari
proprioseptor di otot, tendo dan sendi. Peningkatan ventilasi
sebanding dengan peningkatan konsumsi O2, namun mekanisme yang
mendasari perangsangan pernapasan masih menjadi perdebatan. Adanya
peningkatan suhu juga dapat memainkan peranan. Frekuensi pernapasan
setelah latihan fisik dihentikan tidak akan mencapai nilai basal
sampai utang O2 dilunasi. Keadaan tersebut dapat mencapai 90 menit.
(Ganong,2008).Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata
frekuensi napas untuk sampel yang diberi minuman beroksigen adalah
27.95, sedangkan plasebo memiliki rata-rata 29.85. Hal ini
menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna dilihat dari nilai p
yakni 0.495, yang sesuai dengan hipotesis yakni jika probabilitas
>0.05, maka Ho diterima. Ho yang dimaksud adalah tidak ada
perbedaan frekuensi napas antara kelompok minuman beroksigen dan
plasebo.Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa peningkatan
kandungan oksigen dalam tubuh bukan dikarenakan oleh pengkonsumsian
minuman beroksigen, tetapi karena melakukan latihan fisik itu
sendiri. Sesuai dengan Ganong (2008), yang menjelaskan bahwa
kebutuhan oksigen jaringan yang melakukan latihan fisik tidak
pernah melebihi ambilan oksigen dari sistem respirasi. Sehingga
bila ada oksigen yang diserap oleh saluran gastrointestinal, maka
nilainya tidak sebanding dengan ambilan oksigen pada sistem
respirasi, sehingga nilai tersebut dapat diabaikan secara
sistemik.
Gambar 3 Perbandingan frekuensi napas pada pemberian minuman
beroksigen dan plasebo di SMA Negeri 1 Palu pada tahun 2012
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah
diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pada
latihan fisik yang singkat pada anak laki-laki di SMA Negeri 1 Palu
dengan pemberian minuman beroksigen tidak memberikan efek atau
pengaruh yang berbeda terhadap denyut jantung dan frekuensi
napas.B. Saran1. Aspek MasyarakatHendaknya masyarakat lebih kritis
dan lebih bijak dalam pemilihan produk-produk yang akan digunakan
untuk konsumsi sehari-hari. 2. Aspek Pengambangan
PenelitianDiperlukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang
lebih besar dan waktu yang lama untuk meneliti manfaat minuman
beroksigen terhadap denyut jantung dan frekuensi napas selama
latihan fisik.
lv