Top Banner
RANGKUMAN PROGRAM PEMBINAAN KAMTIBMAS DI INGGRIS Pemerintah pusat memainkan peran kunci di bidang kepolisian di Inggris. Departemen Dalam Negeri bertanggung jawab atas pengangkatan dan pemberhentian para staf senior. Para kepala eksekutif diminta menanggapi setiap permintaan akan laporan yang datang dari Departemen Dalam Negeri, yang juga dapat menyelidiki setiap permasalahan yang relevan dengan satuan kepolisian, mengeluarkan peraturan dan membahas permohonan. Ini diperkuat lagi dengan wewenang anggaran atas komando kepolisian lokal yang dipegang oleh Departemen Dalam Negeri, yang menyediakan 51 % dana moneter yang dibutuhkan oleh masing-masing komando. Terdapat pula aspek-aspek desentralisasi administrasi kepolisian dalam bentuk otoritas kepolisian lokal ( Dewan Kota untuk kepolisian kota London, Sekertariat Kepolisian Metropolitan London dan komite-komite yang terdiri atas pejabat – pejabat daerah dan majelis rendah untuk komando propinsi) dan dalam bentuk kepala eksekutif ( dikenal sebagai kepala sector ) yang mengatur operasi sehari-hari. Kegiatan kepolisian di Inggris terfokus pada patrol, pencegahan kejahatan dan pembinaan tanggung jawab (akuntabilitas). Walaupun sebenarnya Inggris barangkali dapat diletakkan sebagai Negara dalam urutan terakhir yang menyebut Pembinaan Kamtibmas sebagai strategi baru. Pada
31

Perbandingan Comunity Policing

Jun 06, 2015

Download

Documents

dolly99

Analisis Perbandingan Comunity Policing di Inggris dan Indonesia
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Perbandingan Comunity Policing

RANGKUMAN

PROGRAM PEMBINAAN KAMTIBMAS DI INGGRIS

Pemerintah pusat memainkan peran kunci di bidang kepolisian di Inggris.

Departemen Dalam Negeri bertanggung jawab atas pengangkatan dan pemberhentian

para staf senior. Para kepala eksekutif diminta menanggapi setiap permintaan akan

laporan yang datang dari Departemen Dalam Negeri, yang juga dapat menyelidiki

setiap permasalahan yang relevan dengan satuan kepolisian, mengeluarkan peraturan

dan membahas permohonan. Ini diperkuat lagi dengan wewenang anggaran atas

komando kepolisian lokal yang dipegang oleh Departemen Dalam Negeri, yang

menyediakan 51 % dana moneter yang dibutuhkan oleh masing-masing komando.

Terdapat pula aspek-aspek desentralisasi administrasi kepolisian dalam bentuk

otoritas kepolisian lokal ( Dewan Kota untuk kepolisian kota London, Sekertariat

Kepolisian Metropolitan London dan komite-komite yang terdiri atas pejabat –

pejabat daerah dan majelis rendah untuk komando propinsi) dan dalam bentuk kepala

eksekutif ( dikenal sebagai kepala sector ) yang mengatur operasi sehari-hari.

Kegiatan kepolisian di Inggris terfokus pada patrol, pencegahan kejahatan dan

pembinaan tanggung jawab (akuntabilitas). Walaupun sebenarnya Inggris barangkali

dapat diletakkan sebagai Negara dalam urutan terakhir yang menyebut Pembinaan

Kamtibmas sebagai strategi baru. Pada saat ini di Inggris Pembinaan Kamtibmas

menjadi topik umum dalam diskusi professional maupun ilmiah tentang strategi dan

inovasi yang terkait dengan kebijakan.

Pada masa lalu Polisi di Inggris dilihat sebagi pekerja sukarela yang tidak

disukai dan digambarkan dan dipersepsikan sebagai penindas. Pada masa itu

kepolisian merupakan sebuah instansi yang stabil , agak konservatif dalam

penampilan dan lambat menerima perubahan hal ini dimungkinkan karena

kepentingan pribadi tertentu. Namun seiring dengan perjalanan waktu pada abad ke

-19 terdapat beberapa penyesuaian yang dapat dilihat dari beberapa kebijakan

kepolisian di beberapa kota di Inggris yang beralih dari Polisi preventif ke Polisi

Baru yang lebih professional , direkrut dari masyarakat yang dilayaninya dan oleh

para pakar sejarah modern dipersepsi melayani kepentingan suatu kelas yang sejalan

Page 2: Perbandingan Comunity Policing

dengan kepentingan hukum dan ketertiban. Di Tahun 1960-an polisi dilihat sebagai

penyedia layanan sosial dan dengan demikian perlu menunjukkan tanggung jawab

kepada masyarakat. Ini diikuti dengan tuntutan untuk melaksanakan restrukturisasi

pengawasan kepolisian untuk membuatnya lebih mampu menanggapi masalah

kejahatan yang terus berkembang.

Fungsi Polisi di tengah masyarakat penuh dengan paradox. Dalam praktek

polisi merupakan lembaga hukum dan menjaga ketertiban perilaku sehari-hari serta

menetukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan masyarakat. Namun dalam pada

itu hukum-hukum ini diatur kalu bukan kepentingan kelas mengkin pula oleh agenda

politik. Polisi seringkali terperangkap dalam ketidak jelasan keinginan masyarakat

yang satu pihak menginginkan polisi netral namun dilain pihak menolak keinginan

untuk berperan dalam mengambil keputusan yang berkenaan dengan gaji dan kondisi

kerja. Lebih dari itu polisi dalam menegakkan hukum seringkali melakukan

pekerjaan kotor untuk masyarakat, aparat kepolisian seringkali endapat hambatan

dari masyarakat disaat mereka seharusnya mendukung tugas polisi.

Aparat kepolisian di Inggris dapat dikelompokkan kedalam citra-citra yaitu

citra konservatif dimana polisi adalah pelindung bagi tatanan masyarakat yang

berbeda-beda namun syah. Citra liberal, dimana efisiensi kinerja mempertimbangkan

kebebasan individu dan disisi Citra Radikal dimana polisi mewakili suatu tatanan

masyarakat yang represif. Dibalik ini terdapat penalaran tersembunyi tantang

pembinaan kamtibmas yang mendukung peran serta yang lebih besar sebagai prinsip

hubungan dan kinerja yang lebih baik.

Sama seperti di Negara lain, di Inggris program pembinaan kamtibmas datang

dari tekanan praktis seperti keluhan masyarakat, persepsi peningkatan kecemasan

terhdap kejahatan, keterbatsan dana, dan berbagai kerusuhan dan kekacauan di akhir

1970-an dan awal 1980-an terutama di Brixton. Studi antara kontak polisi dan

masyarakat terutama kontak langsung menyatakan adanya permasalahan dan sulit

ditangani oleh polisi menemukan bahwa faktor keorganisasian berperan dalam

ketidakmampuan polisi dalam melaksanakan tugas dengan baik. Alderson menilai

keberhasilan polisi dalam masyarakat ditandai bukan dari efisiensi dalam melakukan

penangkapan, pengelolaan penjara, dan kerasnya hukuman tetapi sebagian besar oleh

Page 3: Perbandingan Comunity Policing

berkurangnya keterkaitan dengan sanksi kejahatan yang melindungi tatanan sosial

dan terlebih lagi dengan gagasan-gagasan inovatif untuk mencegah kejahatan.

Dalam pandangan Alderson pembinaan kamtibmas menawarkan kontrak sosial

kepada pihak kepolisian di inggris untuk memperbaiki keseimbangan antara

kepolisian dan masyarakat, karenanya ia mendukung dewan pembinaan kamtibmas,

bekerjasama dengan banyak pihak dan pembinaan kamtibmas yang ditunjuk untuk

lokasi tertentu. Ada sepuluh prinsip Alderson tentang pembinaan kamtibmas dalam

masyarakat ideal yang bersifat bebas, murah hati, dan senang berperan serta :

1. Memberikan kontribusi terhadap kebebasan,kesejajaran dan persaudaraan

dalam masalah kemanusiaan

2. Membantu mempertemukan kebebasan dengan keamanan dan

mempertahankan tegaknya hukum

3. Menjunjung martabat manusia dengan mempertahankan dan menjaga hak

asasi manusia dan mengejar kebahagiaan

4. Membina kepemimpinan dan peran serta dalam menghapus kondisi sosial

yang rawan kejahatan melalui tindakan sosial bersama

5. Memberikan kontribusi kearah terciptanya dan terpeliharanya

kepercayaan di dalam masyarakat

6. Memperkuat keamanan jiwa dan harta benda, serta rasa aman bagi setiap

orang

7. Menyelidiki, mendeteksi dan melaksanakan penuntutan atas tindak

kekerasan sesuai hukum

8. Menciptakan kebebasan ,melintas dan bergerak di jalan-jalan raya,

jalanan kampung , gang, dan tempat-tempat terbuka untuk umum

9. Mencegah terjadinya kekacauan

10. Menangani krisis besar maupun kecil dan membantu dan memberikan

saran kepada mereka yang mengalami musibah , jika perlu dengan

enggerakkan instansi lain.

Pernyataan Alderson diatas yang menjadi tonggak penting dalam khasanah

pembinaan kamtibmas di Inggris. Pandangan Alderson itu mendapat penyempurnaan

Page 4: Perbandingan Comunity Policing

dari Schaffer yang mengajak untuk melihat keterlibatan polisi dalam pencegahan

kejahatan sebagai satu dimensi saja dari upaya meningkatkan kualitas hidup,

dibutuhkan kerjasama yang lebih erat antara semua instansi dan warga yang terkait

dalam pencapaian kualitas hidup . Menurut Butcher meski pencegahan kejahatan

secara total adalah mustahil, masih cukup beralasan untuk mengharapkan bahwa

polisi dapat berupaya lebih baik, daripada yang sudah-sudah dan kepolisian dapat

melakukannya dengan lebih mengandalkan sumberdaya lingkungan.

Karena tuntutan akan perubahan akan pasti datang baik dari pihak kepolisian

maupun masyarakat, berbagai reorganisasi structural kepolisian inggris telah

berjalan untuk mempertemukan antara teori dengan praktek. Ada bebrapa inovasi

yang dilakukan dalam persiapan organisasi untuk menghadapi perubahan sikap baik

dipihak kepolisian maupun masyrakat yaitu diperkenalkan perencanaan nasional

kedinamisan dan pengutamaan pentingnya meraih keberhasilan yang menjadi ciri

khas kepolisian, secara bersamaan mengutamakan program pembinaan kamtibmas

dengan berangsur-angsur mengendorkan fungsi tradisional kepolisian yang

menggunakan kekuatan dalam menangani konflik.

Program Polisi Lingkungan di Inggris

Berbagai jenis kegiatan yang dilakukan oleh polisi Inggris untuk membuat

polisi lebih dekat dengan masyarakat dapat dilihat dari beberapa kegiatan yang

dilakukan antara lain : Kampanye Kehumasan, Program Pengawasan Kampung,

Asosiasi keamanan masyarakat, Upaya Konsultatif berdasarkan mandat peraturan

khusus, kerjasama dengan berbagai pihak Proyek kepolisian sektoral yaitu Patroli

berwawasan masyarakat.

Pada awalnya Departemen dalam negeri memperkenalkan kepolisian sektoral

dengan membentuk tim gabungan antara polisi sector, patrol bermobil, dan reserse

setempat. Akan tetapi seiring dengan perjalanan waktu strategi ini tidak dapat

berjalan baik dan kurang memberi harapan. Maka terdapat beberapa usulan untuk

mengaktifkan lagi Patroli jalan kaki yang selama itu ditinggalkan. Sebuah

pengamatan mengenai kesukaran kontak langsung antara polisi dan masyarakat

Page 5: Perbandingan Comunity Policing

mebuktikan faktor – faktor organisasi polisi sebagai penyebab kurangnya layanan

masyarakat yang efektif. Polisi lebih memikirkan kepuasan atasan , sangat

kekurangan informasi karena tidak memiliki system control radio yang efektif,

koordinasi dukungan jauh dari cukup dan lebih mementingkan pendekatan penegakan

hukum dibanding memberikan layanan jasa sosial.

Di Yorkshire para personil polisi dilatih untuk memberikan pelayanan

kepolisian di suatu wilayah yang memiliki penyakit masyarakat dan ketegangan

paling tinggi namun program pencegahan kejahatan tidak dapat mencapai

keberhasilan yang tinggi. Sementara itu banyak kritik atas program pengawasan

kampung yang dianggap punya potensi menjadikan polisi terlalu bebas untuk

melaksanakan peraturan dan pemberantasan kejahatan sehingga dapat mendorong

terciptanya Negara Polisi. Beberapa program pengawasan kampung gagal akibat

kurang bagusnya pelaksanaan. Kegagalan pencegahan kejahatan itu terjadi

disebabkan lemahnya relevansi praktis dari teori pencegahan kejahatan dan

kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pencegahan kejahatan. Masalah ini

menjadi pelik karena hal itu mengalihkan tugas penjagaan harta benda dari polisi ke

masyarakat.

Upaya pencegahan kejahatan dengan cara kampanye tidak berhasil

menghimbau masyarakat untuk menjaga harta bendanya dan tidak membawa dampak

penurunan tingkat kejahatan. Evaluasi pelaksanaan kampanye menyimpulkan bahwa

hal itu tidak mengubah persepsi masyarakat tentang resiko dan kecilnya ancaman

terhadap pelaku justeru akan merubah modus operandi baru karena modus yang lama

sudah diketahui dan disampaikan ke masyarakat.

Program pencegahan kamtibmas yang berjalan sukses adalah program Kirkholt

di Manchester. Upaya pencegahan kejahatan di wilayah itu ditujukan pada penurunan

angka pencurian di komplek pemukiman. Program ini mula-mula mengumpulkan data

tentang pola kejahatan dan kemudian menerapkan langkah-langkah pencegahan untuk

meningkatkan keamanan rumah, menghapus meteran bensin system koin, menandai

property, dan merancang pelaksanaan ronda malam dalam skala kecil yang meliputi

korban pencurian terlebih dahulu dan para tetangganya. Program ini melaksanakan

kerja sama dengan berbagai pihak dengan menghubungi biro-biro sosial dan

Page 6: Perbandingan Comunity Policing

perusahaan peralatan. Evaluasi program terdapat penurunan pencurian di perumahan

walau tidak disertai pertimbangan tentag pengalihan sasaran. Satu kesamaan antara

program Kirkholt dan Yorkshire adalah pendekatan menyeluruh yang tidak bertumpu

pada upaya seorang polisi yang bertugas di suatu waktu.

Kepolisian di Inggris dan Wales mengalami berbagai perubahan organisasi

yang membawa perampingan sampai sepertiga hingga 43 %. Meski sentralisasi ini

membawa resiko bagi otonomi daerah dan bertentangan dengan salah satu prinsip

pembinaan kamtibmas namun didalamnya juga ada rancangan yang lebih baik untuk

menanggapi keluhan masyarakat melalui badan-badan seperti kantor urusan

kepolisian daerah atau bagian keluhan satuan-satuan kepolisian. Selain itu pula ada

keunggulan berupa menjalin kerjasama dengan berbagai pihak. Jelas bahwa

hubungan dengan masyarakat mencakup hal-hal seperti kehumasan, masalah remaja,

layanan pendidikan, hubungan ras, dan bantuan bagi penyandang cacat dan

karenanya menuntut kerjasama dengan instansi lain yang menyediakan jasa sosial

dan jasa yang diperlukan lainnya.

Aspek lain kerjasama dengan banyak pihak disodorkan melalui peraturan

pemerintah yang berorientasi pembinaan kamtibmas. Peraturan itu menggariskan

agar setiap pemerintahn daerah membentuk kelompok hukum yang terdiri atas

anggota majelis rendah, anggota parlemen daerah , wakil dari biro-biro hukum,

aparat kepolisian dan warga masyarakat, Komite itu dikenal dengan Komite

Penasehat Kepolisian. Diharapkan bukan saja forum diskusi masalah kepolisian saja

tetapi pla merencanakan masa depan kepolisian. Dengan kehadiran masyarakat yang

begitu jelas , kepolisian menyerahkan sebagaian kewenangan organisasinya ditukar

dengan peran dari perwakilan masyarakat.

Dalam paruh kedua dasawarsa tahun 1980-an dipahami benar bahwa interaksi

denga warga masyarakat mengharuskan aparat memadukan pendekatan hubungan

kemanusiaan dengan kecakapan dan perangkat teknologi. Karenanya sebagian

tantangan dari kepolisian modern di bidang pelatihan muncul secara langsung dari

persepsi pejabat kepolisian dan jenis kebijakan yang mereka terapkan dalam kaitan

jenis pelayanan yang diberikan oleh kepolisian, sebagai contoh aparat dilatih untuk

spesialis atau generalis dan apakah menitikberatkan dari segi penegakan hokum

Page 7: Perbandingan Comunity Policing

ataukah layanan sosial.. Namun samapai akhir tahun 1985 polisi Pembina kamtibmas

tidak cukup mendapat pelatihan untuk mendukung keterampilan yang diharapkan

dari mereka.

Walupun program pembinaan kamtbmas dianggap bermutu dan pencegahan

kejahatan sangat danjurkan namun dalam evaluasi prestasi dan kenaikan pangkat

tetap mengutamakan perilaku penegakan hokum. Penafsiran dimana usulan idealistis

pembinaan kamtibmas menjadi realitas yang hidup ditengah perkembangan

masyarakat. Di Inggris salah satu kunci yang direkomendasikan bagi program

pembinaan kamtibmas adalah desentralisasi, namun satuan kepolisian yang

tersentralisasi menghadapi kecenderungan kearah pengawasan yang lebih terpusat

lagi sebagian Karen apengaruh Departemen dalam negeri sebagian lagi karena ulah

Asosiasi Aparat Tinggi Kepolisian. Masih layak dipertanyakan apakah kesenjangan

itu dibiarkan berlanjut tanpa menghalangi tercapainya tujuan masing-masing atau

apakah sentralisasi satuan kepolisian masih memungkin terjadinya desentralisasi

pelayanan kepolisian di Inggris.. Pada akhirnya hal ini tidak terlepas dari struktur

komando dalam hal sentralisasi , yang lebih penting adalah besarnya otonomi yang

dimiliki aparat kepolisian di sektornya.

KEBIJAKAN PEMBINAAN KAMTIBMAS DI INDONESIA(Sebagai Bahan Perbandingan dengan Pembinaan Kamtibmas di Inggris)

I. Kebijakan dan Strategi Polri

Program pembinaan kamtibmas yang dilakukan di Indonesia sebagian besar

tertuang dalam Kebijakan dan Strategi Kapolri Tahun 2005 – 2010 yang terdiri

dari :

1. Kebijakan Di bidang Pembangunan Kekuatan.

Pembangunan kekuatan Polri diarahkan untuk meningkatkan kemampuan

operasional satuan kewilayahan, agar mampu memberikan perlindungan,

pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, serta memelihara Kamtibmas

dan menegakkan hukum secara profesional. Sejalan dengan Kebijakan

Page 8: Perbandingan Comunity Policing

tersebut, strategi pembangunan kekuatan Polri dilaksanakan melalui langkah-

langkah sebagai berikut :

a. Melanjutkan terlaksananya desentralisasi kewenangan operasional dan

pembinaan kesatuan kewilayahan, sehingga dapatdirealisasikan Polda

sebagai kesatuan yang memiliki kewenanganpenuh, Polres sebagai basis

pelayanan masyarakat, dan Polsek sebagai ujung tombak operasional

yang langsung mengendalikananggotanya di lapangan sebagai pengemban

diskresi kepolisian.

b. Mengembangkan kuantitas anggota Polri untuk mencapai ratio

perbandingan Polri dengan penduduk 1 : 500. Pengembangan jumlah

personel Polri tersebut diarahkan untuk mengisi pemekaran Satuan-satuan

Kewilayahan, dan Satuan Kewilayahan tertentu sesuai dengan tantangan

tugas yang dihadapi.

c. Melanjutkan pembangunan Satuan Kewilayahan, terutama pada tingkat

Polres dan Polsek diselaraskan dengan pengembangan administrasi

pemerintahan daerah, dan wilayah perbatasan serta perairan.

d. Secara bertahap melanjutkan pembangunan kemampuan fungsi teknis

pendukung di satuan-satuan kewilayahan, meliputi : fungsi teknis

laboratorium forensik, kedokteran forensik dan identifikasi guna

meningkatkan profesionalisme Polri dalam penyidikan.

e. Menggelar sistem jaringan elektronik ”E-Polri” guna meningkatkan

kemampuan operasional, utamanya dalam kecepatan pemberian pelayanan

masyarakat, peningkatan keamanan, kecepatan penyampaian informasi,

serta untuk peningkatan dan efisiensi dalam bidang pembinaan di jajaran

Polri.

2. Kebijakan Di bidang Operasional.

Kebijakan di bidang operasional diarahkan agar terpeliharanya Kamtibmas,

tegaknya hukum serta meningkatnya kualitas perlindungan, pengayoman dan

pelayanan masyarakat, guna terwujudnya Kamdagri. Sejalan dengan

kebijakan tersebut, strategi yang diterapkan lebih mengedepankan langkah-

Page 9: Perbandingan Comunity Policing

langkah pre-emtif dan preventif. Dengan demikian diharapkan setiap

permasalahan yang muncul ditengah-tengah masyarakat, secara dini dapat

dideteksi dan diselesaikan, agar tidak berkembang menjadi lebih besar dan

mengganggu stabilitas Kamtibmas. Terhadap gangguan keamanan yang

terjadi ditangani sesuai ketentuan hukum yang berlaku serta dilaksanakan

secara tegas, konsisten, obyektif dengan menjunjung tinggi HAM, sehingga

menjamin adanya kepastian hukum dan rasa keadilan. Penerapan strategi

tersebut antara lain :

a. Meningkatkan pemeliharaan Kamtibmas dengan mengedepankan pre-emtif

dan preventif, sedangkan penegakan hokum dilaksanakan sebagai upaya

untuk menimbulkan dampak jera yang memiliki daya prevensi.

1) Secara konsisten menerapkan program Community Policing, dalam

rangka meningkatkan pemberdayaan peran serta masyarakat dalam

mengamankan diri dan lingkungannya, serta mengeliminir dan

menyelesaikan permasalahan yang muncul ditengah masyarakat.

2) Meningkatkan kehadiran petugas ditengah-tengahmasyarakat dalam

rangka mencegah munculnya gangguan Kamtibmas, sehingga terwujud

ketentraman di dalam masyarakat.

3) Meningkatkan kecepatan Polri dalam menangani permasalahan

gangguan Kamtibmas yang muncul dan dilaporkan oleh masyarakat

(Quick Respons).

4) Menindak secara tegas dan konsisten :

a) Kejahatan yang merugikan kekayaan negara, meliputi : korupsi,

illegal logging, illegal mining, penyelundupan, dan pencurian

kekayaan alam lainnya.

b) Kejahatan yang berdampak luas terhadap masyarakat, antara lain :

meliputi kejahatan narkoba dan perjudian yang merambah

ditengah-tengah masyarakat.

Page 10: Perbandingan Comunity Policing

c) Kejahatan yang meresahkan masyarakat dengan prioritas kepada

street crime dan banditisme.

d) Segala bentuk pelanggaran lalu lintas yang mengakibatkan ketidak

tertiban, kemacetan dan kecelakaan lalu lintas, guna meningkatkan

keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas, sekaligus

mengangkat citra Polri di jalan raya.

Untuk menjamin efektivitas penanganan kejahatan dan pelanggaran

tersebut, dilaksanakan secara terpadu dengan instansi terkait.

5) Penegakan hukum dilaksanakan secara profesional dan proporsional,

tegas, tidak diskriminatif, transparan dan akuntabel serta

meningkatkan kerjasama antar penegak hukum Criminal Justice

System (CJS).

6) Meningkatkan kemampuan fungsi teknis pendukung, meliputi : fungsi

teknis laboratorium forensik, kedokteran forensik dan identifikasi,

serta secara bertahap melengkapi satuan kewilayahan dengan

kemampuan fungsi teknis pendukung tersebut.

7) Meningkatkan kemampuan dan peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil

(PPNS).

8) Memperkuat kerja sama Internasional dalam wadah ASEANAPOL dan

Interpol untuk memberantas Transnational Crime.

b. Menggelar kekuatan Polri di wilayah perbatasan, dalam rangka

mengamankan wilayah perbatasan dan mencegah kejahatan lintas batas,

antara lain dengan :

1) Menambah dan memperkuat Satuan Kepolisian dan Pos-Pos perbatasan

yang telah ada.

2) Meningkatkan patroli udara dan patroli perairan secara terpadu.

c. Melaksanakan pencegahan, penanggulangan separatisme dan konflik yang

terjadi di beberapa wilayah di Indonesia.

Page 11: Perbandingan Comunity Policing

1) Menindak secara tegas sesuai hukum yang berlaku terhadap para

pelakunya, dengan tetap menghormati HAM serta hak-hak masyarakat

sipil.

2) Mendorong dan meningkatkan kerjasama dengan instansi terkait dan

lembaga kemasyarakatan :

a) Upaya penyadaran kepada warga masyarakat yang terpengaruh

gerakan separatis dan konflik.

b) Mencari solusi terhadap akar masalah yang menjadi penyebab

munculnya gerakan separatis dan konflik yang terjadi.

3) Dalam rangka penegakan hukum menjalin hubungan kerjasama dengan

negara tempat domisili/pelarian bagi para tokoh-tokoh separatis

melalui Departemen Luar Negeri.

4) Meningkatkan operasi penegakan hukum di wilayah konflik, guna

menjamin keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

d. Meningkatkan pencegahan dan penindakan gerakan terorisme melalui :

1) Meningkatkan kerja sama antar pengemban fungsi Intelijen dalam

rangka pertukaran informasi.

2) Meningkatkan kemampuan intelijen Kepolisian dengan dukungan

Teknologi Informasi.

3) Menggalang kebersamaan dengan tokoh-tokoh masyarakat guna

menumbuh kembangkan kesadaran dalam memerangi terorisme.

4) Melanjutkan pengembangan unit-unit penindak anti teroris di daerah.

5) Secara intensif memburu kelompok dan otak teroris yang belum

tertangkap.

6) Meningkatkan kerja sama internasional dalam penanggulangan

terorisme.

7) Melakukan pembinaan di daerah yang potensial, guna mencegah

tumbuhnya terorisme.

Page 12: Perbandingan Comunity Policing

8) Mendorong dibenahinya sistem administrasi kependudukan ke arah

single number identification dalam rangka meningkatkan sistem

keamanan.

e. Meningkatkan pelayanan administrasi kepada masyarakat, dilakukan

dengan upaya :

1) Memperbaiki dan mengembangkan sistem pelayanan yang bersifat

administratif kepada masyarakat, denganmenyederhanakan prosedur

dan mempercepat waktu pelayanan.

2) Mengeliminir terjadinya penyimpangan yang membebani masyarakat

yang membutuhkan pelayanan Polri.

f. Menjalin kerja sama dengan lembaga kemasyarakatan / LSM dalam

kapasitasnya sebagai sosial control, guna peningkatan pelayanan

masyarakat.

g. Meningkatkan kemampuan dan kecepatan penanganan musibah dan

bencana alam dalam skala luas dan besar, bersama-sama dengan instansi

terkait lainnya.

h. Menempatkan SLO/LO Polri di negara-negara tertentu, dengan berpegang

pada azas kebutuhan, efisiensi dan timbal balik (reciprochal).

3. Kebijakan Di bidang Sumber Daya Manusia.

Kebijakan di bidang pembinaan Sumber Daya Manusia diarahkan pada

peningkatan kualitas dan kuantitas SDM serta soliditas organisasi Polri,

melalui strategi :

a. Melanjutkan upaya rekruitment personil Polri golongan Bintara

dilaksanakan dengan memperhatikan kondisi calon di berbagai daerah,

menuju kepada penerapan prinsip ”Lokal Boy for the Lokal Job”. Sedang

untuk golongan Perwira penugasannya tidak terkait kepada daerah asal,

Page 13: Perbandingan Comunity Policing

tapi diarahkan dalam rangka memperluas wawasan, meningkatkan rasa

kebangsaan serta mempersiapkan sebagai kader pimpinan.

b. Peningkatan kualitas pendidikan Polri diprioritaskan pada kualitas calon

siswa, tenaga pendidik dan kurikulum yang sesuai dengan tujuan

pendidikan, dilaksanakan :

1) Proses seleksi secara transparan, obyektif, dan melibatkan pihak luar

untuk membantu mengawasi pelaksanaannya, serta menghindari segala

bentuk intervensi.

2) Penempatan personil Polri yang berprestasi dan memiliki integritas

moral yang tinggi sebagai tenaga pendidik, serta menetapkan jabatan

tenaga pendidik sebagai jabatan promosi.

3) Penyusunan kurikulum diarahkan agar mampu membentuk anggota

Polri yang profesional, terpuji dan patuh hukum.

c. Pembinaan karir personil Polri dilaksanakan secara obyektif, adil dan

didasarkan atas ketentuan yang berlaku, dengan mempertimbangkan :

Moral, kemampuan, prestasi, pendidikan, senioritas tanpa mengorbankan

kualitas.

d. Memelihara dan meningkatkan profesionalisme Kepolisian baik

perorangan maupun satuan, dengan melanjutkan program pendidikan dan

pelatihan yang dilakukan :

1) Secara internal maupun eksternal melalui kerja sama dengan pihak

dalam dan luar negeri.

2) Secara simultan disela-sela pelaksanaan tugas.

3) Dengan memanfaatkan teknologi pendidikan.

e. Meningkatkan upaya merubah kultur anggota Polri menuju Polisi

berwatak sipil yang mampu melindungi, mengayomi dan melayani

masyarakat, melalui :

Page 14: Perbandingan Comunity Policing

1) Pembenahan sistem pendidikan Polri.

2) Keteladanan setiap unsur pimpinan di setiap strata jabatan Polri dalam

sikap dan perilaku terpuji.

3) Penerapan Reward and Punishment secara konsisten, obyektif dan adil.

4) Mensosialisasikan nilai-nilai yang terkandung dalampemaknaan Tri

Brata dan Catur Prasetya serta Kode Etik Kepolisian.

5. Kebijakan Di bidang Materiil, Fasilitas dan Jasa.

Kebijakan di bidang Materiil, fasilitas dan jasa diarahkan agar senantiasa siap

dalam mendukung keberhasilan tugas-tugas Polri. Penerapan strategi antara

lain sebagai berikut :

a. Melaksanakan debirokratisasi sistem dukungan materiil, fasilitas dan jasa

melalui pendelegasian wewenang ke kesatuan wilayahsesuai dengan

ketersediaan materiil, fasilitas dan jasa yang ada di wilayah tersebut.

b. Pengadaan material, fasilitas dan jasa diprioritaskan untuk; memenuhi

kebutuhan pengamanan perbatasan, daerah rawan,daerah terpencil,

peningkatan kemampuan fungsi teknis pendukung operasional, pemenuhan

perumahan dinas dan markas. Upaya-upaya yang dilaksanakan

antara lain :

1) Pengadaan transportasi darat, laut dan udara untuk; patrol antar pulau

dan wilayah perbatasan, pengejaran pelaku kejahatan, penanganan

bencana alam, angkutan pasukan dan penanggulangan kejahatan.

2) Pembangunan markas Satuan kewilayahan baru (pemekaran) dan Pos-

Pos Kepolisian di wilayah perbatasan.

3) Pengadaan peralatan fungsi teknis pendukung, meliputi Laboratorium

Forensik, Kedokteran Forensik dan Identifikasi Kepolisian disesuaikan

dengan kebutuhan.

c. Meningkatkan pemeliharaan dan perawatan terhadap seluruh materiil dan

fasilitas yang dimiliki, agar selalu dalam kondisi siap pakai untuk

mendukung keberhasilan tugas-tugas Polri.

Page 15: Perbandingan Comunity Policing

d. Meningkatkan ”kualitas inventory control” agar setiap asset negara

terjamin keberadaan dan penggunaannya untuk mendukung pelaksanaan

tugas.

e. Meningkatkan pengawasan untuk mencegah penyimpangan dan pemborosan

dalam proses pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pemeliharaan dan

penghapusan.

5. Kebijakan Di Bidang Manajemen.

Kebijakan di bidang manajemen diarahkan agar seluruh proses manajemen

dapat berjalan disetiap unit organisasi secara efektif dan efisien. Penerapan

strategi antara lain sebagai berikut :

a. Menyempurnakan sistem perencanaan Polri agar selaras dengan PP No. 21

tahun 2004 yang berorientasi pada ”penganggaran berbasis kinerja” dan

menjamin transparansi serta akuntabilitas sebagai bagian dari lembaga

pemerintahan.

b. Sejalan dengan Kebijakan desentralisasi kewenangan, pelaksanaan tugas

operasional Kepolisian di dorong agar sejauh mungkin dapat di selesaikan

oleh satuan kewilayahan.

c. Modernisasi peralatan Polri dilaksanakan dengan memperhatikan daya

guna yang tinggi untuk mendukung tugas Polri, serta kesinambungan dan

kemudahan dalam pengoperasiannya.

d. Meningkatkan ”kualitas dan frekuensi penyelenggaraan pengawasan

melekat dan pengawasan fungsional” untuk menjamin pencapaian sasaran

perencanaan dan pencegahan kebocoran keuangan negara.

e. Mengkaji dan menyempurnakan :

1) Struktur organisasi Polri, agar mampu menjamin tergelarnya sebagian

besar kekuatan dan kemampuan Polri pada Polres dan Polsek, tanpa

mengabaikan prinsip efektifitas dan efisiensi.

2) Penerimaan Calon Taruna Akpol bersumber dari Sarjana (S1). Dengan

tujuan untuk lebih meningkatkan kualitas Perwira lulusan Akpol.

Page 16: Perbandingan Comunity Policing

3) Jenjang kepangkatan di Kepolisian untuk meningkatkan kesejahteraan

dan kualitas pengabdian dalam rangka effisiensi dan effektivitas tugas.

4) Berbagai sistem dukungan logistik, keuangan dan perencanaan

anggaran melalui kemajuan teknologi, agar proses penyalurannya dapat

langsung kepada petugas di lapangan.

II. Konsep Polmas Indonesia

Kemudian untuk lebih mendayagunakan kemitraan antara polisi dan masyarakat

dalam membantu tugas operasional kepolisian yang tertuang dalam kebijakan

dan strategi Polri diatas. Polri telah menetapkan kebijakan Polmas yang

disesuaikan dengan kondisi dan situasi masyarakat Indonesia, adapun konsep

Polmas yang diterapkan adalah sebagai berikut :

1. Pengertian

a. Konsep mencakup 2 unsur : Perpolisian dan masyarakat , dimana

Perpolisian /policing adalah segala hal ikhwal tentang penyelenggaran

fungsi kepolisian dalam hal ini tidak hanya menyangkut

operasionalisasi fungsi kepolisian tetapi pula pengelolaan fungsi

kepolisian secara menyeluruh dari manajemen puncak sampai

manajemen lapis bawah termasuk pemikiran filsafati yang

melatarbelakanginya.

b. Masyarakat/Community dalam konteks Polmas berarti :

1) Warga masyarakat atau komunitas yang berada di dalam suatu

wilayah kecil yang jelas batas-batasnya. Batas wilayah komunitas

itu didasarkan keunikan karakteristik geografis dan sosial dari suatu

lingkungan dan terutama keefektifan pemberian layanan kepada

warga masyarakat. Wilayah itu dapat berbentuk RT,RW, desa,

kelurahan, atau pusat perbelanjaan/mall, kawasan industri,

kompleks olahraga, stasiun , dan lain-lain

2) Dalam pengertian yang lebih luas masyarakat dalam pendektan

Polmas diterapkan juga bisa meliputi sekelompok orang yang hidup

Page 17: Perbandingan Comunity Policing

dalam suatu wilayah yang lebih luas seperti kecamatan bahkan

kabupaten/kota sepanjang mereka memiliki kesamaan kepentingan

c. Sebagai suatu strategi Polmas berarti model perpolisian yang

menekankan kemitraan yang sejajar antara petugas Polmas dengan

masyarakat lokal dalam menyelesaikan dan mengatasi setiap

permasalahan sosial yang mengancam keamanan dan ketertiban

masyarakat serta ketentraman kehidupan masyarakat setempat dengan

tujuan untuk mengurangi kejahatan dan rasa ketakutan terhadap

kejahatan serta meningkat taraf hidup masyarakat setempat.

d. Polmas pada dasarnya sejalan dengan nilai-nilai yang terkandung

dalam konsep Pamswakarsa yang dalam pengembangannya ke-kini-an

penyelenggaraan fungsi kepolisian dalam masyarakat madani, sehingga

tidak semata-mata merupakan pengadopsian dari konsep Community

Policing

e. Polmas pada haekatnya mengandung 2 unsur utama yaitu membangun

kemitraan antara polisi - masyarakat dan menyelesaikan berbagai

masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat lokal.

f. Sebagai suatu falsafah Polmas mengandung makna suatu model

perpolisian masyarakat yang menekankan hubungan yang menjunjung

nilai social/kemanusian dan menampilkan sikap santun dan saling

menghargai antara polisi dan warga dalam rangka menciptakan kondisi

yang menunjang kelancaran penyelenggaraan fungsi kepolisian dan

peningkatan kualitas hidup masyarakat.

2. Perwujudan Polmas

a. Model Polmas dapat mengambil bentuk : Model wilayah yang

mencakup satu atau gabungan beberapa area/kawasan pemukiman dan

Model Kawasan yaitu satu kesatuan area kegiatan bisnis dengan

pembatasan yang jelas.

b. Pembentukan Polmas mempersyaratkan : adanya petugas Polmas,

Model Kawasan empesyaratkan adanya Pos (Balai), adanya sutau

Page 18: Perbandingan Comunity Policing

forum kemitraan yang keangotaannya mencerminkan keterwakilan seua

unsur dalam masyarakat.

c. Perwujudan Polmas sebagai suatu falsafah merasuk dalam sikap dan

perilaku seiap anggota Polri yang mencerminkan pendekatan

kemanusiaan baik dalam pelaksanaan tugas pelayanan kepolisian

maupun dalam kehidupan sosialkemasyarakatan.

3. Prinsip Operasionalisasi Polmas

a. Prinsip-prinsip operaionalisasi Polmas meliputi : Transparansi dan

akuntabilitas, Partisipasi dan Kesetaraan, Personalisasi, Penugasan

permanen, Desentralisasi dan Otonomisasi.

b. Keefektifan operasionalisasi Polmas ditentukan oleh hal-hal sebagai

berikut :

1) Perubahan pendekatan manajerial yang meliputi :

a) Kapolsek bertanggungjawab untuk menunjang keberhasilan

pelaksanaan tugas Polmas

b) Kapolres beserta staf terkait bertanggungjawab untuk

memperoleh dan menyediakan sumbe daya dan dukungan yang

diperlukan untuk pemecahan masalah

2) Perubahan persepsi di kalangan segenap anggota kepolisian

setempat bahwa masyarakat adalah stakeholder bukan saja kepada

siapa polisi memberikan layanan tetapi juga kepada siapa mereka

bertanggung jawab

3) Pelaksanaan tugas setiap anggota satuan fungsi operasional Polri

harus dijiwai dengan semangat “melayani dan melindungi” sebagai

suatu kewajiban profesi

4) Kerjasama dan dukungan pemerintah daerah dan DPRD serta

segenap komponen yang terkait yaitu instansi pemerintah terkait,

pengusaha, lembaga –lembaga sosialkeasyarakatan ( LSM ) dan

Media Massa ( elektronik dan cetak )

Page 19: Perbandingan Comunity Policing

PERBANDINGAN KONSEP COMMUNITY POLICING INGGRIS

DAN KONSEP POLMAS INDONESIA

KONSEP COMMUNITY POLICING NEGARA INGGRIS

KONSEP POLMAS

1. Fokus melaksanakan pencegahan kejahatan di lingkungan masyarakat lokal, berupa kegiatan antara lain : Kampanye Kehumasan, Program Pengawasan Kampung, Asosiasi keamanan masyarakat, Upaya Konsultatif berdasarkan mandat peraturan khusus, kerjasama dengan berbagai pihak Proyek kepolisian sektoral yaitu Patroli berwawasan masyarakat.

2. Prinsip : Kebebasan,kesejajaran dan persaudaraan dalam masalah kemanusiaan serta menjunjung martabat manusia dengan mempertahankan dan menjaga hak asasi manusia dan mengejar kebahagiaan.

3. Masyarakat tidak mengerjakan pekerjaan polisi, Hanya polisi langsung yang melaksanakan tugas kepolisian di wilayah layanannya

4. Dukungan anggaran dari Departemen Dalam Negeri melalui otoritas kepolisian lokal

5. Kebijakan kepolisian dalam menerapkan CP di wilayahnya berasal dari Komite Penasehat Polisi

1. Fokus upaya menyelesaikan dan mengatasi setiap permasalahan sosial yang mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat serta ketentraman kehidupan masyarakat setempat dengan tujuan untuk mengurangi kejahatan dan rasa ketakutan terhadap kejahatan serta meningkat taraf hidup masyarakat setempat, berupa kegiatan,antara lain : Pemberdayaan masyarakat untuk menjalankan Sispamswakarsa lingkungan ,deteksi dini, penyelesaian pertikaian antar warga dan menerima saran / keluhan masyarakat.

2. Falsafah: Menekankan hubungan yang menjunjung nilai sosial/kemanusian dan menampilkan sikap santun dan saling menghargai antara polisi dan warga dalam rangka menciptakan kondisi yang menunjang kelancaran penyelenggaraan fungsi kepolisian dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.

3. Petugas Polmas bersama-sama masyarakat merencanakan dan melaksanakan tugas kepolisian terbatas

4. Dukungan alokasi anggaran untuk operasionalisasi Polmas memperoleh bantuan dari Pemerintah Daerah.

5. Kebijakan implementasi Polmas dari tingkat pusat ( Mabes Polri ) dan pelaksanaannya bersifat otonom oleh masing-masing Polres/Polsek

Page 20: Perbandingan Comunity Policing

NAMA – NAMA ANGGOTA KELOMPOK 2 BINKAM( No.. Absen 20-40 )

NO. NAMA NO. MHSW KETERANGAN1.2.3.4.5.6.7.8.9.

10.11.12.13.14.15.16.17.18.19.20.

NANY HARTATI PRIBADISHARLY SOLLUANDIKO WICAKSONOLEO DEDY, SHSEPTIANA DWI ROHANIDOLLY GUMARA ENDON NURCAHYOTRI SURYANTIERWIN ARDIYANSYAHMIFTA HADI SAFI’IARIES DWI CAHYANTOBENTUNG MAHARSOYOMARULI AHILES HUTAPEACATUR CAHYONO WIBOWOEKO TJAHYO UNTOROYATNA SUPRIATNAI MADE DHANUARTA BUDI UTOMONOERWIYANTOALBERTUS RECKY ROBHERTO

64696477648064886491649665136517652065366544656165736580658365846596660066036606

SekertarisAnggotaAnggotaAnggotaAnggota

KetuaAnggotaAnggotaAnggotaAnggotaAnggotaAnggotaAnggotaAnggotaAnggotaAnggotaAnggotaAnggotaAnggotaAnggota

Jakarta, Agustus 2008K E T U A

DOLLY GUMARANO. MHS. 6496