1 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/ 301 / V /2011 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN 139 – 10 (ADVISORY CIRCULAR CASR PART 139-10), RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT BANDAR UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, Menimbang : a. bahwa dalam Subbagian 139 D angka 139.071 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM. 24 Tahun 2009 Tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 139 ( CASR Part 139) tentang Bandar Udara (aerodrome), telah mengatur penyelenggara bandar udara wajib menyiapkan rencana penanggulangan keadaan darurat bandar udara (airport emergency plan); b. bahwa untuk menyiapkan dokumen pada huruf a diatas, perlu mengatur Petunjuk Dan Tata Cara Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 139 – 10 (Advisory Circular CASR Part 139-10), Rencana Penanggulangan Keadaan Darurat Bandar Udara dengan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4075); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4146)
29
Embed
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN · PDF fileBAB III KOMITE ... tanggung jawab dalam penanggulangan keadaan darurat. Pasal 6 Keanggotaan komite sebagaimana dimaksud dalam Pasal
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA
NOMOR : SKEP/ 301 / V /2011
TENTANG
PETUNJUK DAN TATA CARA PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN 139 – 10
(ADVISORY CIRCULAR CASR PART 139-10), RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT BANDAR UDARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA,
Menimbang : a. bahwa dalam Subbagian 139 D angka 139.071 Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor: KM. 24 Tahun 2009 Tentang
Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 139 (CASR
Part 139) tentang Bandar Udara (aerodrome), telah mengatur
penyelenggara bandar udara wajib menyiapkan rencana
penanggulangan keadaan darurat bandar udara (airport
emergency plan);
b. bahwa untuk menyiapkan dokumen pada huruf a diatas, perlu
mengatur Petunjuk Dan Tata Cara Peraturan Keselamatan
Penerbangan Sipil Bagian 139 – 10 (Advisory Circular CASR
Part 139-10), Rencana Penanggulangan Keadaan Darurat
Bandar Udara dengan Peraturan Direktur Jenderal
Perhubungan Udara;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4956);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang
Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 9, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4075);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang
Kebandarudaraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2001 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4146)
2
4. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia;
5. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik
Indonesia;
6. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 48 Tahun 2002
tentang Penyelenggaraan Bandar Udara Umum;
7. Peraturan Menteri Perhubungan Udara Nomor 24 Tahun 2009,
tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 139
(Civil Aviation Safety Regulations Part 139) tentang Bandar
Udara (Aerodrome);
8. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 25 Tahun 2009
tentang Pendelegasian Kewenangan Menteri Perhubungan
Kepada Direktur Jenderal Perhubungan Udara di Bidang
Penerbangan;
9. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 60 Tahun 2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan;
M E M U T U S K A N :
Menetapkan : PETUNJUK DAN TATA CARA PERATURAN KESELAMATAN
PENERBANGAN SIPIL BAGIAN 139 – 10 (ADVISORY CIRCULAR
CASR PART 139-10), RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN
DARURAT BANDAR UDARA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-
batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan
lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat
perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas
3
keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas
penunjang lainnya.
2. Penyelenggara Bandar Udara adalah Unit Penyelenggara Bandar Udara,
Badan Usaha Bandar Udara dan/atau Badan Hukum Indonesia yang
mengoperasikan bandar udara khusus.
3. Kepala Bandar Udara adalah Kepala Unit Penyelenggara Bandar Udara,
Kepala Badan Usaha Bandar Udara atau Kepala Cabang Badan Usaha Bandar
Udara dan Kepala satuan kerja yang bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan atau operasional bandar udara.
4. Otoritas Bandar Udara adalah lembaga pemerintah yang diangkat oleh Menteri
Perhubungan dan memiliki kewenangan untuk menjalankan dan melakukan
pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan
untuk menjamin keselamatan, keamanan, dan pelayanan penerbangan.
5. Penanggulangan Keadaan Darurat (Airport Emergency Plan/AEP) adalah
pelayanan untuk menyelamatkan jiwa dan harta dari kejadian dan/atau
kecelakaan pesawat udara di bandar udara dan sekitarnya sampai radius 5
NM (± 8 Km) dari titik referensi bandar udara, serta menyelamatkan jiwa dan
harta dari kejadian, kecelakaan dan/atau kebakaran fasilitas di bandar udara.
6. Dokumen Rencana Penanggulangan Keadaan Darurat (Airport Emergency
Plan/AEP doc) adalah dokumen yang berisi koordinasi, komando dan
komunikasi antara unit/instansi untuk penanggulangan keadaan darurat yang
terjadi di bandar udara dan sekitarnya sampai radius 5 NM (± 8 Km) dari titik
referensi bandar udara yang telah disahkan oleh Direktur.
7. Komite Penanggulangan Keadaan Darurat (Airport Emergency Committee)
adalah komite yang dibentuk dari perwakilan masing-masing instansi/unit kerja
di bandar udara maupun di sekitarnya yang terkait dengan penanggulangan
keadaan darurat.
8. Pesawat Udara adalah setiap mesin atau alat yang dapat terbang di atmosfer
karena gaya angkat dari reaksi udara, tetapi bukan karena reaksi udara
terhadap permukaan bumi yang digunakan untuk penerbangan.
9. Kecelakaan Pesawat Udara adalah kejadian atau peristiwa yang terjadi pada
pesawat udara yang mengakibatkan kerusakan pada pesawat udara dan/atau
korban jiwa atau luka serius, serta harta benda.
10. Fasilitas Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran
(PKP-PK) adalah semua kendaraan PKP-PK, peralatan operasional PKP-PK
dan bahan pendukungnya serta personil yang disediakan di setiap bandar
4
udara untuk memberikan pertolongan kecelakaan penerbangan dan pemadam
kebakaran.
11. Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran yang
selanjutnya disebut PKP-PK adalah unit bagian dari penanggulangan keadaan
darurat.
12. Pos Komando Bergerak adalah pos bergerak tempat berkumpulnya seluruh
perwakilan dari instansi/unit dalam rangka untuk evaluasi dan mempercepat
proses penanggulangan keadaan darurat di lapangan dengan menggunakan
kendaraan sebagai fasilitas berkumpul.
13. Latihan Tabletop (tabletop exercise) adalah jenis latihan simulasi strategi yang
dilakukan didalam ruangan dengan sarana meja bergambar yang berisi
miniatur bandar udara, model pesawat udara dan mobil pemadam kebakaran
yang digunakan untuk menguji kemampuan personel dalam mengambil
keputusan sehubungan dengan kegiatan pertolongan dan pemadaman
kebakaran yang mungkin dilakukan sebelum mencoba latihan dilapangan.
14. Latihan Keterampilan Khusus (partial exercise) adalah suatu bentuk latihan/uji
coba dokumen rencana penanggulangan keadaan darurat yang melibatkan
anggota komite yang berada di bandar udara, dan dilaksanakan dalam rangka
menguji seluruh fasilitas, prosedur dan kompetensi personel terkait untuk
menghadapi keadaan darurat/siaga yang sebenarnya.
15. Latihan Skala Penuh (full-scale exercises) adalah suatu bentuk latihan/uji coba
dokumen rencana penanggulangan keadaan darurat yang melibatkan semua
anggota komite, dan dilaksanakan dalam rangka menguji seluruh fasilitas,
prosedur dan kompetensi personel terkait untuk menghadapi keadaan
darurat/siaga yang sebenarnya.
16. Jalur Komunikasi adalah jalur pelaporan dan informasi kecelakaan
penerbangan di bandar udara dan/atau di sekitarnya kepada pimpinan di
lingkungan Kementerian Perhubungan dan instansi/unit lain yang akan terlibat
dalam penanggulangan keadaan darurat sesuai dokumen AEP tersebut.
17. Grid Map adalah peta yang menggambarkan bandar udara dan daerah
sekitarnya sampai radius 5 Nm (± 8 Km) dari titik referensi bandar udara untuk
penanggulangan keadaan darurat.
18. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perhubungan Udara.
19. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
20. Direktur adalah Direktur yang membidangi pelayanan darurat.
5
21. Direktorat adalah Direktorat yang membidangi pelayanan darurat.
BAB II
DOKUMEN RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT
Pasal 2
(1) Setiap bandar udara wajib memiliki dokumen rencana penanggulangan
keadaan darurat.
(2) Dalam pembuatan dokumen rencana penanggulangan keadaan darurat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara bandar udara wajib
berkoordinasi dengan komite penanggulangan keadaan darurat (airport
emergency committee).
Pasal 3
(1) Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), terdiri dari dokumen
asli dan salinan dokumen asli.
(2) Dokumen rencana penanggulangan keadaan darurat sekurang-kurangnya
memuat informasi sesuai ketentuan yang telah diatur dalam Lampiran I
Peraturan ini.
(3) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disesuaikan dengan klasifikasi
dan kondisi bandar udara bersangkutan.
BAB III
KOMITE PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT
Pasal 4
(1) Kepala bandar udara wajib membentuk komite penanggulangan keadaan
darurat bandar udara.
(2) Tugas dan tanggung jawab komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
a. menyusun dokumen rencana penanggulangan keadaan darurat bersama
penyelenggara bandar udara;
b. menyusun uraian tugas dan tanggung jawab susunan anggota komite yang
menjadi bagian dari dokumen rencana penanggulangan keadaan darurat;
6
c. melakukan pertemuan komite sekurang-kurangnya satu kali dalam satu
tahun;
d. meningkatkan komando, koordinasi dan komunikasi antara anggota komite;
e. persiapan pelaksanaan latihan penanggulangan keadaan darurat;
f. melaksanakan, memelihara, mengevaluasi dan mempertahankan efektifitas
dokumen rencana penanggulangan keadaan darurat;
g. bila diperlukan melakukan amandemen/perubahan sebagaian/seluruh isi
dokumen bersama penyelenggara bandar udara; dan
h. melaksanakan penanggulangan keadaan darurat.
Pasal 5
(1) Susunan keanggotaan komite sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 paling
sedikit terdiri dari seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua
merangkap anggota, seorang sekretaris merangkap anggota dan anggota
sesuai unit/instansi yang akan terlibat dalam penanggulangan keadaan darurat.
(2) Ketua komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Kepala Kantor
Otoritas Bandar Udara atau Kepala Bandar Udara.
(3) Wakil ketua komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Kepala Bandar
Udara atau pimpinan yang membidangi operasi bandar udara.
(4) Sekretaris komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah seseorang yang
ditunjuk oleh ketua komite.
(5) Keanggotaan komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perwakilan
dari unit/instansi di bandar udara dan/atau di sekitarnya sampai radius 5 Nm (± 8
Km) dari titik referensi bandar udara.
(6) Keanggotaan komite sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sekurang-kurangnya
memiliki akses untuk mengkoordinasikan sumber daya manusia dan peralatan
pendukung ditempat kerja untuk dapat segera melaksanakan tugas dan
tanggung jawab dalam penanggulangan keadaan darurat.
Pasal 6
Keanggotaan komite sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) merupakan
perwakilan unit/instansi sebagai berikut :
a. Unit/instansi yang berada di bandar udara, antara lain :
1) Instansi bea cukai (bagi bandar udara yang melayani penerbangan
internasional);
2) Instansi Imigrasi (bagi bandar udara yang melayani penerbangan
internasional);
7
3) Instansi Karantina (bagi bandar udara yang melayani penerbangan
internasional);
4) Instansi Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika;
5) Unit pelayanan lalu lintas penerbangan;
6) Unit Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran;
7) Unit pengamanan bandar udara;
8) Instansi kantor kesehatan pelabuhan;
9) Unit poliklinik bandar udara;
10) Unit bidang transportasi;
11) Perwakilan badan usahan angkutan udara/operator pesawat udara;
12) Instansi polisi bandar udara.
b. Instansi disekitar bandar udara sampai radius 5 Nm (± 8 Km) dari titik referensi
bandar udara, antara lain :
1) Otoritas Bandar Udara;
2) Tentara Nasional Indonesia;
3) Polisi Republik Indonesia;
4) Dinas Pemadam Kebakaran Pemerintah daerah setempat;
5) Dinas Kesehatan Pemerintah daerah setempat;
6) Dinas Perhubungan Pemerintah daerah setempat;
7) Kantor Search and Rescue;
8) Rumah Sakit/Puskesmas;
9) Palang Merah Indonesia;
10) Penanggulangan keadaan darurat lainnya yang berkaitan dengan lokasi
bandar udara, yang paling memungkinkan untuk diminta bantuannya.
Pasal 7
(1) Laporan perihal terjadinya keadaan darurat di bandar udara dan sekitarnya
sekurang-kurangnya wajib dilaporkan kepada:
a. Direktur Jenderal Perhubungan Udara;
b. Direktur Bandar Udara;
c. Direktur Navigasi Penerbangan;
d. Direktur Keamanan Penerbangan;
e. Direktur Angkutan Udara;
f. Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi;
g. Kepala Otoritas bandar udara;
h. Kepala Pemerintahan Daerah setempat.
(2) Pada kondisi keadaan darurat, komite sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
wajib melakukan pertemuan/rapat sekurang-kurangnya 1(satu) kali dalam satu
hari dan/atau lebih sesuai kondisi untuk evaluasi dan mempercepat
penanggulangan keadaan darurat.
8
BAB IV
PENGESAHAN, DISTRIBUSI DAN PENINJAUAN
DOKUMEN RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT
Bagian Pertama
Pengesahan dan Distribusi Dokumen Rencana Penanggulangan Keadaan Darurat
Pasal 8
(1) Dalam pembuatan dokumen rencana penanggulangan keadaan darurat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) yang menjadi fasilitator adalah
penyelenggara bandar udara.
(2) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selanjutnya diajukan kepada
Direktur oleh kepala bandar udara untuk dilakukan evaluasi.
(3) Untuk keperluan evaluasi dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) :
a. Kepala bandar udara mempresentasikan dihadapan Direktur; dan/atau
b. Direktur dan/atau pejabat yang ditunjuk dapat melakukan verifikasi ke
bandar udara.
(4) Hasil evaluasi dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dinyatakan
masih belum memenuhi ketentuan, maka penyelenggara bandar udara wajib
memperbaiki dan mengajukan kembali ke Direktur.
(5) Hasil evaluasi dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang telah
memenuhi ketentuan, disahkan oleh Direktur untuk menjadi dokumen asli
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja.
(6) Dokumen asli sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan rekaman dokumen
asli, harus dibuat dalam bentuk dokumen dinamis.
(7) Alur pengesahan dan distribusi serta peninjauan dokumen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II Peraturan ini.
Pasal 9
(1) Dokumen asli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) harus berada di
kantor Kepala Bandar Udara.
(2) Penyelenggara bandar udara wajib mendistribusikan rekaman dokumen asli
kepada semua anggota komite dan Direktorat terkait sebagai dokumen arsip.
(3) Penyelenggara bandar udara wajib mensosialisasikan isi dokumen rencana
penanggulangan keadaan darurat kepada semua anggota komite.
9
Bagian Kedua
Evaluasi Dokumen Rencana Penanggulangan Keadaan Darurat
Pasal 10
(1) Komite penanggulangan keadaan darurat bersama penyelenggara bandar
udara wajib meninjau dokumen rencana penanggulangan keadaan darurat
selambat-lambatnya 1 (satu) kali dalam setahun, dan bila ada perubahan, wajib
dilakukan amandemen dan sosialiasi untuk menjamin dokumen rencana
penanggulangan keadaan darurat sesuai kondisi terakhir.
(2) Setiap perubahan dokumen yang akan menjadi amandemen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan kepada Direktur untuk dilakukan
evaluasi.
(3) Dokumen perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah
memenuhi ketentuan, maka diberikan persetujuan oleh Direktur.
Pasal 11
(1) Setiap lembaran dokumen asli yang diamandemen sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (3) wajib digandakan untuk disampaikan kepada semua
anggota komite dan Direktorat terkait sebagai dokumen arsip.
(2) Direktorat Jenderal sewaktu-waktu dapat melakukan evaluasi, terhadap isi
dokumen rencana penanggulangan keadaan darurat bila diperlukan.
(3) Hasil temuan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
merekomendasikan untuk dilakukan amandemen/perubahan terhadap isi
sebagian dan/seluruh dokumen rencana penanggulangan keadaan darurat.
BAB V
PUSAT KOMANDO PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT
DAN POS KOMANDO BERGERAK
Bagian Pertama
Pusat Komando Penanggulangan Keadaan darurat
(Emergency Operation Centre/EOC)
Pasal 12
10
(1) Setiap penyelenggara bandar udara wajib menyediakan ruangan pusat
komando penanggulangan keadaan darurat.
(2) Ruangan pusat komando sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diaktifkan
bila terjadi keadaan darurat di bandar udara dan sekitarnya.
(3) Persyaratan lokasi gedung pusat komando sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah sebagai berikut :
a. terletak di daerah antara daerah sisi udara dan sisi darat yang dapat
memandang pergerakan pesawat udara;
b. khusus ruang pusat komando dan ruang negoisasi diwajibkan menghadap
ke sisi udara dan posisi parkir isolasi pesawat udara;
c. ruangan pusat komando terletak pada bangunan lantai pertama;
d. secara operasional dapat mendukung pos komando bergerak;
e. bangunan gedung harus permanen.
Pasal 13
(1) Ruangan pusat komando sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2),
harus mampu mendukung dan mengkoordinasikan operasional bila terjadi:
a. insiden di bandar udara baik yang berhubungan dengan pesawat udara
atau bangunan di bandar udara;
b. kecelakaan pesawat udara di bandar udara dan sekitarnya;
c. peristiwa pembajakan pesawat udara di bandar udara;
d. ancaman bom pada pesawat udara di bandar udara;
e. ancaman bom di gedung di bandar udara.
(2) Pusat komando penanggulangan keadaan darurat wajib beroperasi sesuai jam
operasi bandar udara dan/atau pada saat terjadi keadaan darurat di luar jam
operasi bandar udara.
Pasal 14
(1) Gedung pusat komando sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) wajib
dilengkapi sekurang-kurangnya dengan:
a. ruangan pusat komando;
b. ruangan tim negoisasi/perunding;
c. tempat briefing;
d. peralatan komunikasi;
e. dapur;
f. toilet;
g. fasilitas mencuci;
h. tulisan penamaan Pusat Penanggulangan Keadaan Darurat yang tertera di
depan gedung harus dapat terlihat jelas pada siang dan malam hari;
11
i. setiap ruangan dilengkapi penamaan ruangan (ruang pusat komando,
ruang tim negoisasi/perundingan, ruang briefing, ruang komunikasi, dapur)
wajib di buat dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
(2) Pada ruangan pusat komando sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
harus ada petugas yang selalu siap bekerja sesuai jam operasi bandar udara
dan/atau pada saat terjadi keadaan darurat di luar jam operasi bandar udara
untuk menghubungi unit/instansi anggota komite, termasuk pos komando
bergerak bila sudah diaktifkan apabila terjadi keadaan darurat.
(3) Petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki kompetensi untuk
mengoperasikan peralatan yang ada di ruangan pusat komando dan atau
sekurang-kurangnya peralatan komunikasi.
(4) Ruang pusat komando sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,