-
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2010
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUMBA TIMUR
TAHUN 2008 - 2028
Disebarluaskan Oleh :
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TIMUR
Haharu
Kana
tang
Lewa Tidahu
Lewa
Kamb
eraKota W aingapu
Nggaha
Ori An
gu
Pandaw
ai
Kaha
ungu
Eti
KambataMapambuhang
Umalu
lu
Rindi
PahungaLodu
W ulaWaijelu
Ngadu NgalaKarera
PinuPahar
MahuPaber
iwaiMatawaiLa Pawu
Tabundung
Katala
Hamu L
ingu
P. SaluraP. Manggudu
KABU
PATE
N SU
MBA
TEN
GAH
SAMUDERA HINDIA
LAUT
SABU
SELAT SUMBA
140000
140000
160000
160000
180000
180000
200000
200000
220000
220000
240000
240000
260000
260000
8860000 8860000
8880000 8880000
8900000 8900000
8920000 8920000
8940000 8940000
8960000 8960000
-
1
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2010
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUMBA TIMUR
TAHUN 2008 - 2028
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI SUMBA TIMUR,
Menimbang: a. bahwa untuk mengarahkan pemanfaatan ruang di
wilayah Kabupaten Sumba Timur secara berdaya guna, berhasil guna,
serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat, dan pertahanan keamanan, perlu disusun
rencana tata ruang wilayah;
b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar
sektor, daerah dan masyarakat, maka rencana tata ruang wilayah
merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan
Pemerintah, masyarakat, dan/ atau dunia usaha;
c. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Timur Nomor 25 Tahun
1998 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumba Timur sudah
tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dewasa ini sehingga
perlu ditinjau kembali;
d. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 26
Tahun 2008 tentang RTRW Nasional, dan Peraturan Daerah Provinsi
Nusa Tenggara Timur Nomor 9 Tahun 2005 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2006 2020, maka strategi
dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional dan
provinsi perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d, perlu membentuk Peraturan
Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumba Timur
Tahun 2008-2028;
Mengingat: 1. UndangUndang Nomor 69 Tahun 1958 tentang
Pembentukan Daerah-
daerah Tingkat II Dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali,
Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 1655);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2043);
3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak Atas
Tanah Dan Benda-Benda Yang Ada di Atasnya (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1961 Nomor 288, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2324);
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3209);
-
2
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);
6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3419);
7. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469) ;
8. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470);
9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478);
10. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara
Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
11. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 129, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);
12. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4401);
13. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 3, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169);
14. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 94, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1226);
15. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);
16. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
17. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
18. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4389);
19. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4421);
20. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433);
21. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah
-
3
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4438);
22. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
23. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4444);
24. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
25. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
26. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4739);
27. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849);
28. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851);
29. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4955);
30. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4959);
31. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);
32. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025 );
33. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5059);
34. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1973 tentang Acara
Penetapan Ganti Kerugian Oleh Pengadilan Tinggi Sehubungan Dengan
Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda Yang Ada Di Atasnya
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1973 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3014);
35. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang
Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985
Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3294);
36. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1987 tentang Penyediaan
dan Penggunaan Tanah untuk Keperluan Pemakaman (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3350);
-
4
37. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi
Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3373);
38. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan
Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata cara Peran Serta
Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3660);
39. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban
dan Pendayagunaan Tanah Terlantar (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3747);
40. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan
Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3776);
41. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa
Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3838);
42. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat
Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3934);
43. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 119, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4242);
44. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Penatagunaan Tanah. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4385);
45. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang
Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4453);
46. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4490);
47. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
48. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624);
49. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi
dan Pemerintahan Daerah Kabupaten / Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
50. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman
Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4815);
51. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan Tata
Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
-
5
2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
4817); 52. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata
Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4856);
53. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070);
54. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5103);
55. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah;
56. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 tentang
Tata Cara Peran serta Masyarakat Dalam Proses Perencanaan Tata
Ruang di Daerah;
57. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2006 tentang
Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintah Daerah;
58. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan.
59. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pedoman Penyiapan Sarana dan Prasarana dalam Penanggulangan
Bencana;
60. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 51 Tahun 2007 tentang
Pembangunan Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat;
61. Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 2 Tahun 1999 tentang
Izin Lokasi;
62. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 9 Tahun
2005 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara
Timur Tahun 2006 2020 (Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur
Tahun 2005 Nomor 25);
63. Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Timur Nomor 6 Tahun 2007
tentang Pembentukan Kecamatan Kambata Mapambuhang dan Kecamatan
Kambera (Lembaran Daerah Kabupaten Sumba Timur Tahun 2007 Nomor 25,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Sumba Timur Nomor 144);
64. Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Timur Nomor 7 Tahun 2007
tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Timur Nomor
27 Tahun 2000 tentang Pembentukan Kecamatan Matawai La Pawu
(Lembaran Daerah Kabupaten Sumba Timur Tahun 2007 Nomor 26,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Sumba Timur Nomor 145);
65. Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Timur Nomor 17 Tahun 2007
tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Timur Nomor
17 Tahun 2000 tentang Pembentukan Kecamatan Karera, Kecamatan
Kahaungu Eti dan Kecamatan Wulla Waijelu (Lembaran Daerah Kabupaten
Sumba Timur Tahun 2007 Nomor 142, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Sumba Timur Nomor 155);
66. Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Timur Nomor 18 Tahun 2007
tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Timur Nomor
28 Tahun 2000 tentang Pembentukan Kecamatan Nggaha Ori Angu
(Lembaran Daerah Kabupaten Sumba Timur Tahun 2007 Nomor 143,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Sumba Timur Nomor 156);
67. Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Timur Nomor 19 Tahun 2007
tentang Pembentukan Kecamatan Lewa Tidahu, Kecamatan Katala Hamu
Lingu, Kecamatan Kanatang, Kecamatan Ngadu Ngala dan Kecamatan Mahu
(Lembaran Daerah Kabupaten Sumba Timur Tahun 2007 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupetan Sumba Timur Nomor 157);
68. Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Timur Nomor 1 Tahun 2008
tentang
Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Kabupaten Sumba
-
6
Timur (Lembaran Daerah Kabupaten Sumba Timur Tahun 2008 Nomor
151, Tambahan Lembaran Daerah Kabupetan Sumba Timur Nomor 161);
69. Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Timur Nomor 4 Tahun 2008
tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas - Dinas Daerah
( Lembaran Daerah Kabupaten Sumba Timur Tahun 2008 Nomor 154,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Sumba Timur Nomor 164);
70. Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Timur Nomor 5 Tahun 2008
tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah (Lembaran Daerah
Kabupaten Sumba Timur Tahun 2008 Nomor 155, Tambahan Lembaran
Daerah Kabupaten Sumba Timur Nomor 165);
71. Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Timur Nomor 15 Tahun 2008
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Sumba
Timur Tahun 2005 - 2025 (Lembaran Daerah Kabupaten Sumba Timur
Tahun 2008 Nomor 191, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Sumba
Timur Nomor 175);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SUMBA TIMUR
dan BUPATI SUMBA TIMUR
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KABUPATEN SUMBA TIMUR TAHUN 2008 2028.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Sumba Timur. 2. Pemerintah adalah
Pemerintah Pusat. 3. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi
Nusa Tenggara Timur. 4. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah
Kabupaten Sumba Timur. 5. Bupati adalah Bupati Sumba Timur. 6.
Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait
padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan atau aspek fungsional.
7. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan
ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan,
dan memelihara kelangsungan hidupnya.
8. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. 9.
Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana
dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial
ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan
fungsional.
10. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu
wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
-
7
11. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
12. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan
ruang.
13. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan
hukum bagi Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam
penataan ruang.
14. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan
kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat.
15. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan
penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
16. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan
penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
17. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan
struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang.
18. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur
ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui
penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
19. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan
tertib tata ruang. 20. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan
tata ruang. 21. Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang
yang mempunyai jangkauan
pelayanan pada tingkat wilayah. 22. Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten yang selanjutnya disingkat RTRW Kabupaten
adalah rencana tata ruang wilayah kabupaten di Sumba Timur. 23.
Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi
daya. 24. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan
fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan
sumber daya buatan.
25. Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan
fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi
sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
26. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan
utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan
susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan,
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan
ekonomi.
27. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan
utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
28. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu
atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem
produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang
ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hirarkhi
keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.
29. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan
ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting
secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan
negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk
wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
30. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan
ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting
dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau
lingkungan.
31. Kawasan strategis kabupaten/kota adalah wilayah yang
penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat
penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial,
budaya, dan/atau lingkungan.
32. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah
kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
internasional, nasional, atau beberapa provinsi.
33. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah
kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
provinsi atau beberapa kabupaten/kota.
-
8
34. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah
kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.
35. Kawasan Prioritas adalah kawasan yang dianggap perlu
diprioritaskan penanganannya serta memerlukan dukungan penataan
ruang segera dalam kurun waktu perencanaan.
36. Kawasan Potensial adalah kawasan yang memiliki peran untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan sekitarnya serta dapat
mewujudkan pemerataan pemanfaatan ruang.
37. Kawasan Pengendalian Ketat adalah kawasan yang memerlukan
pengawasan secara khusus dan dibatasi pemanfaatannya untuk
mempertahankan daya dukung, mencegah dampak negatif, menjamin
proses pembangunan yang berkelanjutan.
38. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat
tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja
ditanam.
39. Satuan Wilayah Pengembangan yang selanjutnya disingkat SWP
adalah suatu wilayah dengan satu dan/atau semua
kabupaten/kota-perkotaan didalamnya mempunyai hubungan hirarki yang
terikat oleh sistem jaringan jalan sebagai prasarana perhubungan
darat, dan/atau yang terkait oleh sistem jaringan sungai atau
perairan sebagai prasarana perhubungan air.
40. Energi baru dan terbarukan adalah bentuk energi yang
dihasilkan oleh teknologi baru. 41. Energi terbarukan adalah bentuk
energi yang dihasilkan dari sumberdaya energi yang
secara alamiah tidak akan habis dan dapat berkelanjutan jika
dikelola dengan baik. 42. Ekosistem adalah sistem ekologi yang
terbentuk oleh hubungan timbal balik antara
makhluk hidup dengan lingkungannya. 43. Pembangunan
berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan masa
kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi
mendatang. 44. Daya dukung lingkungan adalah kemampuan ekosistem
untuk mendukung kehidupan
organisme secara sehat sekaligus mempertahankan produktifitas,
kemampuan adaptasi dan kemampuan memperbarui diri.
45. Ramah lingkungan adalah suatu kegiatan industri, jasa dan
perdagangan yang dalam proses produksi atau keluarannya
mengutamakan metoda atau teknologi yang tidak mencemari lingkungan
dan tidak berbahaya bagi makhluk hidup.
BAB II
AZAS, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP
Bagian Kesatu Asas
Pasal 2
RTRW Kabupaten berdasarkan asas : a. keterpaduan; b. keserasian,
keselarasan, dan keseimbangan; c. keberlanjutan; d. keberdayagunaan
dan keberhasilgunaan; e. keterbukaan; f. kebersamaan dan kemitraan;
g. pelindungan kepentingan umum; h. kepastian hukum dan keadilan;
dan i. akuntabilitas.
Bagian Kedua Tujuan
Pasal 3
-
9
Tujuan penataan ruang wilayah adalah untuk mewujudkan ruang
wilayah yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berdasarkan
daya dukung dan fungsi kawasan dengan : a. terwujudnya keharmonisan
antara lingkungan alam dan lingkungan buatan sehingga
dapat melindungi masyarakat dari kemungkinan terkena bencana
alam; b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam
dan sumber daya
buatan untuk memperkuat struktur perekonomian sesuai potensi
wilayah dan peningkatan kualitas sumber daya manusia;
c. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak
negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan;
d. terwujudnya ruang wilayah Kabupaten Sumba Timur yang dapat
mendorong minat investasi dalam bidang peternakan, perkebunan,
perikanan dan kelautan, pariwisata, industri, dan pertanian di
berbagai bagian wilayah Kabupaten.
Bagian Ketiga
Ruang Lingkup
Pasal 4
Ruang lingkup RTRW Kabupaten meliputi :
a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah
kabupaten; b. rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang
meliputi sistem perkotaan di wilayahnya
yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan
prasarana wilayah kabupaten;
c. rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan
lindung kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten;
d. penetapan kawasan strategis kabupaten; e. arahan pemanfaatan
ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program utama
jangka menengah lima tahunan; dan f. ketentuan pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan
umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif
dan disinsentif, serta arahan sanksi.
BAB III
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 5 (1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3, ditetapkan kebijakan penataan ruang wilayah. (2) Kebijakan
Sistem Perdesaan meliputi:
a. kebijakan pengembangan kawasan perdesaan sesuai potensi di
masing-masing kawasan yang dihubungkan dengan pusat kegiatan pada
setiap kawasan perdesaan.
b. kebijakan memprioritaskan pengembangan kawasan agropolitan
untuk mendorong pertumbuhan kawasan perdesaan di wilayah Kabupaten
Sumba Timur.
c. kebijakan mengembangkan pusat desa mulai dari tingkat dusun
sampai pusat desa secara berhirarkhi.
(3) Kebijakan sistem perkotaan yaitu pengembangan sistem
perkotaan secara berjenjang dan bertahap sesuai pengembangan
perkotaan secara keseluruhan.
(4) Kebijakan Penetapan Pola Ruang Wilayah Kabupaten
-
10
a. kebijakan pelestarian kawasan lindung 1. kebijakan pemantapan
fungsi lindung pada kawasan yang memberi perlindungan
kawasan bawahannya; 2. kebijakan pemantapan kawasan perlindungan
setempat; 3. kebijakan pemantapan kawasan suaka alam dan
pelestarian alam; 4. kebijakan penanganan kawasan rawan bencana
alam;dan 5. kebijakan pemantapan kawasan lindung lainnya.
b. kebijakan pengembangan kawasan budidaya 1. kebijakan
pengembangan hutan produksi; 2. kebijakan pengembangan kawasan
pertanian; 3. kebijakan pengembangan kawasan pertambangan; 4.
kebijakan pengembangan kawasan peruntukan industri; 5. kebijakan
pengembangan kawasan pariwisata; 6. kebijakan pengembangan kawasan
permukiman pedesaan dan perkotaan; dan 7. kebijakan pemantapan
kawasan konservasi budaya dan sejarah.
c. kebijakan pengelolaan kawasan lindung dan budidaya 1.
kebijakan mengoptimalkan dan mengendalikan pemanfaatan ruang
pada
kawasan lindung dan budidaya; 2. kebijakan pemantapan kawasan
lindung sesuai fungsi perlindungan
masing-masing; 3. kebijakan arahan penanganan kawasan
budidaya;dan 4. kebijakan pengaturan kelembagaan pengelolaan
kawasan lindung dan budidaya.
(5) Kebijakan Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Wilayah
meliputi : a. kebijakan pengembangan transportasi jalan raya
1 pengembangan jaringan jalan untuk mendukung kelancaran
pergerakan dan pertumbuhan wilayah;dan
2 pengembangan infrastruktur jaringan pergerakan berupa terminal
untuk mendukung pertumbuhan wilayah.
b. kebijakan pengembangan transportasi laut 1. pengembangan
akses eksternal wilayah dalam lingkup yang lebih luas; 2.
pengembangan jaringan transportasi laut untuk membuka
keterisolasian wilayah
kabupaten; 3. pengembangan akses internal kawasan yang
menghubungkan simpul-simpul
kegiatan untuk mendukung potensi industri; 4. optimalisasi
pelayanan pelabuhan maupun sarana pendukung; 5. optimalisasi
pelayanan pelabuhan dari segi sosial ekonomi;dan 6. penyiapan
kelembagaan operasional pengelola kawasan pelabuhan.
c. kebijakan pengembangan transportasi udara 1. optimalisasi
penerbangan komersil; 2. optimalisasi tingkat pelayanan bandar
udara sesuai dengan hierarki yaitu bandar
udara pengumpul; 3. optimalisasi tingkat kenyamanan dan
keselamatan penerbangan;dan 4. pengembangan Bandar Udara Umbu
Mehang Kunda dari hierarki pengumpul
skala pelayanan tersier menjadi skala pelayanan sekunder untuk
mendukung pengembangan di Kabupaten Sumba Timur.
d. kebijakan pengembangan prasarana telekomunikasi 1.
peningkatan jangkauan pelayanan dan kemudahan mendapatkannya;dan 2.
peningkatan jumlah dan mutu telekomunikasi tiap wilayah.
e. kebijakan pengembangan prasarana pengairan 1. peningkatan
sistem jaringan pengairan;dan 2. optimalisasi fungsi dan pelayanan
prasarana pengairan.
f. kebijakan Pengembangan Prasarana Energi / Listrik 1.
optimalisasi tingkat pelayanan; 2. perluasan jangkauan listrik
sampai ke pelosok desa; 3. peningkatan kapasitas dan pelayanan
melalui sistem koneksi antar wilayah
kabupaten. g. kebijakan pengembangan prasarana lingkungan
1. pereduksian sumber timbunan sampah;
2. optimalisasi tingkat penanganan sampah perkotaan;
-
11
3. optimalisasi tingkat penanganan sampah perdesaan;
4. penetapan kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH);dan
5. perwujudan lingkungan permukiman yang sehat dan bersih.
Bagian Kedua
Strategi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 6
(1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
3, ditetapkan strategi penataan ruang wilayah. (2) Strategi
Sistem Perdesaan meliputi :
a. mengembangkan kawasan perdesaan sesuai potensi di
masing-masing kawasan yang dihubungkan dengan pusat kegiatan pada
setiap kawasan perdesaan, meliputi: 1. mengembangkan kawasan
perdesaan berbasis hasil perkebunan; 2. meningkatkan pertanian
berbasis hortikultura; 3. mengembangkan pusat pengolahan dan hasil
pertanian; dan 4. mengembangkan pusat produksi di kawasan
perdesaan.
b. memprioritaskan pengembangan kawasan agropolitan untuk
mendorong pertumbuhan kawasan perdesaan di wilayah Kabupaten Sumba
Timur. 1. mendorong peningkatan produksi, pengolahan dan pemasaran
produk pertanian
unggulan sebagai satu kesatuan sistem; 2. mengembangkan
fasilitas dan infrastruktur penunjang agropolitan; dan 3.
mengembangkan kelembagaan penunjang agropolitan.
c. mengembangkan pusat desa mulai dari tingkat dusun sampai
pusat desa secara berhierarki. 1. mengembangkan kawasan perdesaan
melalui desa pusat pertumbuhan
berdasarkan potensi ekonomi; 2. mengembangkan pusat kawasan
perdesaan terpadu mandiri; dan 3. meningkatkan interaksi antara
pusat kegiatan perdesaan dan perkotaan secara
bersinergi.
(3) Strategi sistem perkotaan yaitu pengembangan orde perkotaan
secara berjenjang dan bertahap sesuai pengembangan perkotaan secara
keseluruhan. a. mengembangkan perkotaan utama di Kabupaten Sumba
Timur sebagai pusat
kegiatan wilayah; b. mendorong dan mempersiapkan perkotaan di
Kecamatan Lewa, Kecamatan Karera,
Kecamatan Haharu dan Kecamatan Umalulu sebagai pusat sistem
perwilayahan; c. menjalin kerjasama dengan perkotaan di kabupaten
lainnya di Pulau Sumba untuk
menunjang dan mempercepat perkembangan sistem perkotaan di Pulau
Sumba; dan d. memantapkan potensi Perkotaan Waingapu yang
berkedudukan sebagai PKW agar
dapat meningkatkan potensinya sebagai PKN di masa yang akan
datang.
(4) Strategi Penetapan Pola Ruang Wilayah Kabupaten, meliputi :
a. strategi pelestarian kawasan lindung
1. strategi pemantapan fungsi lindung pada kawasan yang memberi
perlindungan kawasan bawahannya. a) pengembalian fungsi pada
kawasan yang mengalami kerusakan, melalui
penanganan secara teknis dan vegetatif; b) pada kawasan yang
memberi perlindungan kawasan bawahannya tetapi
terjadi alih fungsi untuk budidaya maka perkembangannya dibatasi
dan dikembangkan tanaman yang memiliki fungsi lindung;
c) kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan resapan air
harus dipertahankan;
-
12
d) kawasan yang termasuk hulu DAS harus dilestarikan dengan
pengembangan hutan atau perkebunan tanaman keras tegakan
tinggi;
e) peningkatan peran serta dari masyarakat sekitar kawasan; dan
f) peningkatan kesadaran akan lingkungan melalui pendidikan,
pariwisata,
penelitian dan kerjasama pengelolaan kawasan. 2. strategi
pemantapan kawasan perlindungan setempat
a) pembatasan kegiatan yang tidak berkaitan dengan perlindungan
setempat; b) kawasan perlindungan setempat sepanjang sungai
dibatasi untuk
kepentingan pariwisata; c) kawasan perlindungan setempat sekitar
waduk dan mata air, dibatasi untuk
pariwisata dan menghindari bangunan radius pengamanan kawasan
dan mengutamakan vegetasi yang memberikan perlindungan waduk dan
mata air;
d) pengamanan kawasan perlindungan setempat sepanjang pantai
dilakukan dengan mempertahankan ekosistem pantai, terumbu karang
dan rumput laut;
e) penggunaan fungsional seperti pariwisata, pelabuhan,
pertahanan dan keamanan, permukiman, dan industri harus
memperhatikan kaidah lingkungan dan ekosistem pesisir; dan
f) pemanfaatan sumber air dan waduk untuk irigasi dilakukan
dengan tetap memperhatikan keseimbangan pasokan air dan kebutuhan
masyarakat setempat.
3. strategi pemantapan kawasan suaka alam dan pelestarian alam
a) kawasan ini hanya diperuntukkan bagi kegiatan yang berkaitan
dengan
pelestarian kawasan; b) memelihara habitat dan ekosistem khusus
yang ada dan sifatnya setempat; c) meningkatan nilai dan fungsi
kawasan dengan menjadikan kawasan sebagai
tempat wisata, obyek penelitian, dan kegiatan pecinta alam; d)
pada kawasan hutan yang mengalami alih fungsi dilakukan pembatasan
dan
pengembalian fungsi lindung; dan e) peningkatan dan pengembangan
kerjasama pengelolaan kawasan.
4. strategi penanganan kawasan rawan bencana alam a) menghindari
kawasan yang rawan terhadap bencana alam, seperti banjir,
tanah longsor dan bencana alam lainnya; b) pengembangan
peringatan dini dari kemungkinan adanya bencana alam; c)
pengembangan hutan mangrove dan bangunan yang dapat
meminimalisasi
bencana abrasi; dan d) pengurangan debit limpasan permukaan dan
peningkatan resapan air
ke dalam tanah. 5. strategi pemantapan kawasan lindung
lainnya
a) pada kawasan yang memiliki kekayaan plasma nutfah tidak
digunakan alih fungsi dan dilakukan penjagaan kawasan secara
ketat;
b) kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan pengungsian
satwa, ekosistemnya harus dipelihara guna menjaga keberlanjutan
kehidupan satwa dalam skala lokal maupun antar benua;
c) menjadikan kawasan sebagai obyek wisata dan penelitian saat
terjadi pengungsian satwa;
d) pemeliharaan habitat dan ekosistem sehingga keaslian kawasan
terpelihara; dan
e) pelaksanaan kerjasama dalam pengelolaan kawasan.
b. Strategi pengembangan kawasan budidaya 1. strategi
pengembangan hutan produksi
a) mengembangkan hutan yang memiliki nilai ekonomi tinggi tetapi
tetap memiliki fungsi perlindungan kawasan;
-
13
b) melakukan penanaman dan penebangan secara bergilir; c)
pengolahan hasil hutan; d) kawasan hutan rakyat diberikan insentif
untuk mendorong terpeliharanya
hutan produksi; e) pada kawasan hutan produksi yang dikonversi
harus dilakukan penggantian
lahan untuk pengembangan hutan setidaknya tanaman tegakan tinggi
tahunan yang berfungsi seperti hutan;
f) melakukan kerjasama dengan masyarakat kawasan hutan dalam
mengelola hutan sebagai hutan kemasyarakatan.
2. strategi pengembangan kawasan pertanian
a) mempertahankan lahan sawah beririgasi teknis di Kabupaten
Sumba Timur; b) pada lahan yang ditetapkan sebagai lahan pertanian
pangan berkelanjutan,
pertanian tanaman pangan diberikan insentif; c) alih fungi sawah
pada kawasan perkotaan yang tidak dapat dihindari harus
dilakukan pencetakan/pengembangan sawah baru yang dilengkapi
sistem irigasi teknis sehingga secara keseluruhan luas sawah
beririgasi teknis tidak berkurang;
d) mengendalikan saluran irigasi tidak boleh diputus atau
disatukan dengan drainase;
e) mengendalikan pendirian bangunan sepanjang saluran irigasi;
f) mengembangkan lumbung desa; g) mengembangkan pengolahan hasil
hortikultura ke arah eksport; h) melestarikan kawasan hortikultura
dengan mengembangkan sebagian lahan
untuk tanaman tegakan tinggi yang memiliki fungsi lindung; i)
mengembalikan lahan perkebunan yang telah mengalami kerusakan dan
alih
komoditas menjadi seperti semula; j) meningkatkan produktivitas
dan pengolahan hasil perkebunan; k) mengembangkan kemitraan dengan
masyarakat; l) mengembangkan usaha kemitraan dengan pengembangan
peternakan; m) mengendalikan kualitas embung dan sungai untuk
pengembangan perikanan
darat; n) mengembangkan sistem mina padi; o) mengembangkan
perikanan tangkap disertai pengolahan hasil ikan laut; p)
menggunakan alat tangkap ikan laut yang ramah lingkungan; dan q)
meningkatkan kualitas ekosistem pesisir untuk menjaga mata
rantai
perikanan laut.
3. strategi pengembangan kawasan pertambangan
a) meningkatkan nilai ekonomis hasil pertambangan; b)
meningkatkan pengelolaan lingkungan kawasan pertambangan; c)
kawasan tambang bernilai ekonomis tinggi yang berada pada
kawasan
lindung atau permukiman harus melakukan kajian kelayakan
ekologis dan lingkungan, ekonomis dan sosial bila akan dilakukan
kegiatan penambangan;
d) meningkatkan upaya pengembalian rona alam melalui
pengembangan kawasan hutan, atau kawasan budidaya lain seperti
tanaman yang mempunyai fungsi lindung pada area bekas penambangan;
dan
e) meningkatkan pencegahan galian liar terutama pada kawasan
yang membahayakan lingkungan.
4. strategi pengembangan kawasan peruntukkan industri
a) mengembangkan industri kecil dan home industri untuk
pengolahan hasil pertanian, peternakan, perkebunan, dan perikanan
laut;
b) mengembangkan pusat promosi dan pemasaran hasil industri
kecil;
-
14
c) meningkatkan kegiatan koperasi usaha mikro, kecil dan
menengah, serta peningkatan investasi;
d) mengembangkan industri yang mengolah bahan dasar hasil
tambang; e) mengembangkan kawasan industri menengah yang non
polutif; dan f) mengembangkan kawasan industri yang ditunjang
pelabuhan khusus.
5. strategi pengembangan kawasan pariwisata
a) mengembangkan obyek wisata yang berpotensi skala nasional dan
internasional;
b) membentuk zona wisata dengan disertai pengembangan paket
wisata; c) mengembangkan pusat kerajinan;dan d) meningkatkan
promosi wisata, melalui pengadaan kegiatan festival wisata
atau gelar seni budaya, dan penyusunan kalender wisata. 6.
strategi Pengembangan kawasan permukiman perdesaan dan
perkotaan
a) mengembangkan permukiman perdesaan disesuaikan dengan
karakter fisik, sosial-budaya dan ekonomi masyarakat perdesaan;
b) meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana permukiman
perdesaan; c) meningkatkan kualitas permukiman perdesaan; d)
meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana permukiman perkotaan;
e) meningkatkan kualitas permukiman perkotaan; f) mengembangkan
kawasan transmigrasi lokal; g) mengembangkan kawasan Kota Terpadu
Mandiri;dan h) mengembangkan perumahan yang terjangkau
masyarakat.
7. strategi penetapan kawasan konservasi budaya dan sejarah
a) meningkatkan pengamanan kawasan, benda cagar budaya dan
sejarah dengan melindungi tempat serta ruang di sekitar bangunan
bernilai sejarah, situs purbakala;
b) meningkatkan pemberian insentif bagi yang melestarikan benda
cagar budaya, dan memberikan disinsentif bagi yang melakukan
perubahan;
c) pada bangunan bersejarah yang digunakan untuk berbagai
kegiatan fungsional dilakukan pemeliharaan dan larangan perubahan
tampilan bangunan;
d) melindungi tempat sekitar bangunan bersejarah; e)
meningkatkan nilai manfaat melalui kegiatan penelitian dan
pariwisata; dan f) meningkatkan partisipasi masyarakat.
c. Strategi pengelolaan kawasan lindung dan budidaya
1. strategi mengoptimalkan dan mengendalikan pemanfaatan ruang
pada kawasan lindung dan budidaya a) menetapkan fungsi kawasan
lindung dan budidaya; b) pemantapan fungsi lindung sesuai
peruntukkannya;dan c) meminimalisasi alih fungsi kawasan lindung
menjadi kawasan budidaya.
2. strategi pemantapan kawasan lindung sesuai fungsi
perlindungan masing-masing a) melindungi keanekaragaman dan
keunikan alam; b) mengembangkan tanaman pelindung; c) meningkatkan
pengamanan kawasan perbukitan, dan kawasan lainnya yang
mempunyai fungsi resapan air;dan d) meningkatkan upaya
pembatasan perluasan dan penggunaan untuk
keperluan budidaya.
3. strategi arahan penanganan kawasan budidaya
-
15
a) menetapkan kawasan yang dapat digunakan untuk budidaya sesuai
fungsi masing-masing serta kawasan budidaya yang digunakan untuk
mendukung fungsi lindung kawasan;
b) optimasi pengembangan kawasan melalui peningkatan nilai
ekonomis kawasan, fungsi sosial dan kenyamanan;dan
c) meningkatkan komoditas unggulan yang didukung prasarana
pendukungnya. 4. strategi pengaturan kelembagaan pengelolaan
kawasan lindung dan budidaya
a) meningkatkan peran serta masyarakat di kawasan sekitar; dan
b) meningkatkan kerjasama dengan pihak investor, terkait
pengelolaan,
pemberian dana, peningkatan sarana dan prasarana pendukung.
(5) Strategi Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Wilayah
meliputi: a. strategi pengembangan transportasi jalan raya
1. strategi pengembangan jalan dalam mendukung pertumbuhan
wilayah.
a) mengembangkan jaringan jalan dalam upaya mewujudkan
keterpaduan dengan wilayah Kabupaten Sumba Timur sebagai Pusat
Kegiatan Wilayah (PKW) dengan Pusat Kegiatan Lokal (PKL) di
Kabupaten Sumba Tengah, Kabupaten Sumba Barat dan Kabupaten Sumba
Barat Daya;
b) mengembangkan Jalan Trans Pulau Sumba sebagai Jalan Provinsi
yaitu jaringan jalan mengelilingi Pulau Sumba;
c) mengembangkan jaringan jalan, pengembangan sarana angkutan
dan pengembangan prasarana jalan raya yang mengkases ke
pelabuhan;
d) mengembangkan jalan lokal primer yang menghubungkan pusat
kabupaten dengan pusat sistem perwilayahan;
e) mengembangkan jalan menuju Kawasan Agropolitan Umakahauripan
untuk memperlancar pengangkutan hasil-hasil dari kawasan
agropolitan;
f) mengembangkan jaringan jalan di wilayah perkotaan Kabupaten
Sumba Timur;dan
g) melakukan pengendalian kemacetan lalu lintas di lokasi-lokasi
rawan kemacetan di perkotaan yang ada di Kabupaten Sumba Timur.
2. strategi pengembangan infrastruktur jaringan prasarana
transportasi pendukung pertumbuhan wilayah berupa terminal. a)
meningkatkan infrastruktur pendukung dan pelayanan terminal
penumpang di
Perkotaan Waingapu dan Terminal Penumpang Kambajawa sebagai
terminal penumpang antar Kota Tipe B di Kecamatan Kota
Waingapu;dan
b) mengembangkan terminal Tipe C di pusat wilayah pengembangan
dan disetiap kecamatan.
b. strategi pengembangan transportasi laut
1. strategi pengembangan akses eksternal wilayah dalam lingkup
yang lebih luas. a) mengembangkan jalur transportasi laut yang
menghubungkan Waingapu
dengan pelabuhan lainnya di Provinsi NTT dan Provinsi lainnya
dalam skala Nasional;
b) meningkatkan kapasitas bongkar muat Pelabuhan Waingapu dengan
pengembangan prasarananya;dan
c) menjalin kerjasama dengan daerah lain untuk mendukung
pengembangan akses eksternal.
2. strategi pengembangan jaringan transportasi laut untuk
membuka keterisolasian wilayah di pulau-pulau Kabupaten Sumba
Timur. a) pembangunan pelabuhan pengumpan di pulau-pulau kecil; b)
pembangunan pelabuhan pengumpan di pantai Selatan Kabupaten
Sumba
Timur sebagai akses masuk ke pulau-pulau kecil;dan c)
pembangunan prasarana jalan untuk mendukung kegiatan pelabuhan
pengumpan tersebut.
3. strategi pengembangan akses internal kawasan yang
menghubungkan simpul-simpul kegiatan untuk mendukung potensi
industri. a) mengembangkan jalan penghubung utama dari sentral
pengembangan
industri ke pelabuhan;dan b) pembangunan terminal khusus untuk
mendukung kegiatan industri.
-
16
4. strategi optimalisasi pelayanan pelabuhan maupun sarana
pendukung. a) mengembangkan sarana pendukung pelabuhan pengumpul;
b) mengembangkan sarana pendukung pelabuhan dengan orientasi
kegiatan
eksport-import secara langsung;dan c) mengembangkan terminal
barang dan penumpang;
5. strategi optimalisasi pelayanan pelabuhan dari segi sosial
ekonomi. a) meningkatkan pelayanan bongkar muat Pelabuhan Waingapu
antar pulau
skala Nasional;dan b) mengembangkan pelabuhan Waingapu untuk
melayani eksport-import.
6. strategi penyiapan kelembagaan operasional pengelola kawasan
pelabuhan. a) penyiapan infrastruktur penunjang pelabuhan;dan b)
memantapkan lembaga pengelola kawasan pelabuhan.
c. strategi pengembangan transportasi udara
1. strategi optimalisasi penerbangan komersil. a) meningkatkan
frekuensi penerbangan domestik ;dan b) meningkatkan kapasitas
layanan Bandar Udara Umbu Mehang Kunda
sehingga mampu didarati pesawat setara Boing 737-400.
2. strategi optimalisasi pelayanan Bandara Umbu Mehang Kunda
sesuai dengan hirarkhi sebagai bandar udara pengumpul skala
pelayanan tersier. a) mengembangkan fasilitas pada areal pendaratan
sesuai standar yang
berlaku;dan b) mengembangkan infrastruktur penunjang pada
bangunan terminal bandar
udara sesuai standar pada hirarkhinya. 3. strategi optimalisasi
tingkat kenyamanan dan keselamatan penerbangan.
a) pengendalian kawasan sekitar bandara udara sesuai aturan
keselamatan penerbangan;dan
b) pengendalian tinggi bangunan di sekitar kawasan Bandar Udara.
4. strategi pengembangan layanan Bandar Udara Umbu Mehang Kunda
dari
pengumpul skala pelayanan tersier menjadi pengumpul skala
pelayanan sekunder untuk mendukung pengembangan di Kabupaten Sumba
Timur.
d. strategi pengembangan prasarana telekomunikasi
1. strategi peningkatan jangkauan pelayanan dan kemudahan
mendapatkannya. a) mengembangkan prasarana telekomunikasi meliputi
telepon rumah tangga,
telepon umum, dan jaringan telepon seluler; b) penambahan jumlah
tower BTS (Base Transceiver Station) yang dapat
digunakan secara bersama antar Provider yang bisa menjangkau ke
seluruh wilayah di Kabupaten Sumba Timur; dan
c) meningkatkan sistem informasi telekomunikasi pembangunan
daerah berupa informasi berbasis teknologi internet.
2. strategi Peningkatan jumlah dan mutu Telekomunikasi tiap
wilayah.
a) pembangunan teknologi Telekomunikasi pada wilayah-wilayah
pusat pertumbuhan;
b) membentuk jaringan telekomunikasi dan informasi yang
menghubungkan setiap wilayah pertumbuhan dengan ibukota
kabupaten;
c) pembangunan stasiun Radio dan Televisi pemerintah daerah,
serta repeater-repeaternya untuk mempercepat penyampaian
informasi-informasi satu arah dari pusat pemerintahan ke seluruh
pelosok wilayah Kabupaten Sumba Timur; dan
d) penerapan teknologi Telekomunikasi berbasis teknologi modern.
e. strategi pengembangan prasarana pengairan
1. strategi peningkatan sistem jaringan pengairan. a)
meningkatkan pembangunan jaringan irigasi sederhana dan irigasi
setengah
teknis; dan b) meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana
pendukung.
2. strategi optimalisasi fungsi dan pelayanan prasarana
pengairan. a) perlindungan terhadap sumber-sumber mata air, daerah
resapan air dan
embung;
-
17
b) pencegahan terjadinya pendangkalan terhadap saluran irigasi
dan bendungan;
c) mengembangkan waduk baru, bendung, dan cek-dam pada kawasan
potensial; dan
d) pembangunan dan perbaikan sarana pengairan. f. strategi
pengembangan prasarana energi / listrik
1. strategi optimalisasi tingkat pelayanan. a) mengembangkan
jaringan baru untuk wilayah-wilayah hunian yang belum
terlayani fasilitas listrik; b) penyempurnaan jaringan lama
untuk meningkatkan keandalan jaringan; c) meningkatkan
infrastruktur pendukung termasuk komputerisasi sistem
administrasi pelayanan pelanggan; d) perbaikan sistem pencatatan
metering pelanggan/digitalisasi dan
komputerisasi sistem metering pelanggan; e) optimalisasi
pengoperasian dan penggunaan infrastruktur untuk
meningkatkan tingkat pelayanan kepada pelanggan, baik dari segi
kontinuitas suplai tenaga listrik, kecukupan jumlah tenaga listrik
yang memadai serta kualitas tenaga listrik yang memenuhi standard;
dan
f) meningkatkan kapasitas Penerangan Jalan Umum (PJU) khususnya
pada waktu malam hari sebagai upaya meningkatkan aktivitas
perekonomian wilayah kabupaten.
2. strategi perluasan jangkauan listrik sampai ke pelosok desa.
a) meningkatkan jaringan listrik pada wilayah pelosok; b)
pengkajian dan pengembangan sistem interkoneksi jaringan
tegangan
menengah; dan c) pengkajian dan pengembangan pembangkit listrik
Hybrid untuk wilayah-
wilayah yang secara tekno-ekonomis tidak layak untuk
diinterkoneksikan dengan jaringan listrik PLN.
3. strategi peningkatan kapasitas dan pelayanan melalui sistem
koneksi antar wilayah kabupaten. a) mengembangkan sistem
interkoneksi tegangan menengah di Kabupaten
Sumba Timur dan menggantikan PLTD-PLTD kecil dengan PLTD
kapasitas besar yang dioperasikan terpusat untuk mengurangi biaya
bahan bakar dan meningkatkan kontinuitas suplai tenaga listrik;
b) pengkajian dan pengembangan PLTU sebagai sarana pemenuhan
krisis energi listrik dalam jumlah yang cukup untuk mendukung
percepatan program-program pembangunan khususnya pembangunan dalam
bidang pengembangan industri di Kabupaten Sumba Timur;
c) pengkajian dan pengembangan PLTA kapasitas besar di sepanjang
wilayah aliran Sungai Kambaniru yang cukup untuk mengatasi krisis
energi diseluruh Pulau Sumba;
d) pengkajian dan pengembangan transmisi tegangan tinggi
interkoneksi antar kabupaten di Pulau Sumba sebagai upaya untuk
meningkatkan pendapatan daerah;
e) menjalin kerjasama dengan kabupaten sekitar untuk menunjang
pembangunan sistem interkoneksi Tegangan Tinggi Pulau Sumba;
f) pengkajian dan pengembangan pembangkit listrik Hybrid untuk
wilayah-wilayah yang secara tekno-ekonomis tidak memungkinkan untuk
diinterkoneksikan dengan jaringan listrik PLN; dan
g) mengembangkan PLTM yang memanfaatkan potensi energi air di
Bendungan Kambaniru untuk memperkuat kapasitas pembangkit listrik
di wilayah Kabupaten Sumba Timur.
g. strategi pengembangan prasarana lingkungan 1. strategi
mereduksi sumber timbunan sampah.
a) meminimasi penggunaan sumber sampah yang sukar didaur ulang
secara alamiah;
b) memanfaatkan daur ulang sampah yang memiliki nilai
ekonomi;dan c) mengolah sampah organik menjadi kompos.
-
18
2. strategi optimalisasi tingkat penanganan sampah perkotaan. a)
meningkatkan prasarana pengolahan sampah; b) meningkatkan
pengelolaan sampah berkelanjutan; dan c) mengembangkan TPA yang
ramah lingkungan.
3. strategi optimalisasi tingkat penanganan sampah perdesaan. a)
sistem pengolahan sampah komposing; dan b) meningkatkan Pengolahan
sampah untuk mendukung pertanian.
4. strategi menciptakan lingkungan permukiman yang sehat dan
bersih. a) meningkatkan pemenuhan fasilitas septic tank per KK di
wilayah perkotaan; b) meningkatkan penanganan limbah rumah tangga
dengan fasilitas sanitasi per
KK juga sanitasi umum pada wilayah perdesaan; dan c)
meningkatkan sanitasi lingkungan untuk permukiman, produksi, jasa,
dan
kegiatan sosial ekonomi lainnya.
B A B IV RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 7
(1) Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan
sistem jaringan prasarana
dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial
ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan
fungsional.
(2) Struktur Ruang Wilayah Kabupaten meliputi: a. pengembangan
sistem pusat permukiman; b. pengembangan sistem jaringan
transportasi; c. pengembangan sistem sumber energi dan jaringan
tenaga listrik; d. pengembangan sistem jaringan telekomunikasi; e.
pengembangan sistem jaringan sumber daya air; dan f. pengembangan
prasarana lingkungan.
(3) Struktur pemanfaataan ruang wilayah diwujudkan berdasarkan
arahan pengembangan sistem pusat permukiman perdesaan dan sistem
pusat permukiman perkotaan serta arahan sistem prasarana
wilayah.
(4) Struktur pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) meliputi pusat permukiman perdesaan, pusat permukiman
perkotaan, dan prasarana wilayah.
Bagian Kedua Rencana Pengembangan Sistem Pusat Pelayanan
Paragraf 1
Rencana Pengembangan Sistem Perkotaan Pasal 8
Rencana pengembangan sistem perkotaan dilakukan melalui
pengembangan sistem kota-kota yang sesuai dengan daya dukung sumber
daya alam dan daya tampung lingkungan hidup serta kegiatan
dominannya.
Pasal 9
(1) Pengembangan sistem pusat permukiman wilayah kabupaten
meliputi pengembangan
pusat permukiman perkotaan dan pusat permukiman perdesaan.
(2) Pusat permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas PKN, PKW, dan PKL.
-
19
(3) Pengembangan pusat permukiman perkotaan dan pusat permukiman
perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara teknis diatur
pejabat yang berwenang.
Pasal 10
(1) Untuk mewujudkan struktur ruang wilayah, kebijakan
pengembangan sistem perkotaan
adalah mengembangkan sistem perkotaan yang memiliki keterkaitan
secara fungsional.
(2) Untuk mengembangkan struktur ruang wilayah meliputi sistem
pusat permukiman perkotaan dan pusat permukiman perdesaan dalam
kesatuan hirarki agar berfungsi sebagai pusat-pusat pertumbuhan,
maka rencana pengembangan sistem pusat permukiman adalah sebagai
berikut : a. memantapkan peranan Kota Waingapu sebagai Ibukota
Kabupaten dan pusat
pengembangan wilayah bagi daerah; b. lebih meningkatkan,
mengembangkan dan memantapkan peran kota-kota utama
agar mengurangi kesenjangan perkembangan antar kota ; c.
mengembangkan keterkaitan antar kota secara fungsional melalui
peningkatkan
peran dan fungsi; dan d. mengembangkan desa-desa melalui
penetapan desa pusat pertumbuhan sebagai
pusat lokasi distribusi bagi kegiatan ekonomi.
Pasal 11
Sistem pusat permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (2), meliputi: a. sistem perkotaan; b.
perwilayahan;dan c. fungsi satuan wilayah pengembangan.
Pasal 12
(1) Sistem perkotaan di Kabupaten Sumba Timur dikaitkan dengan
kedudukannya dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yaitu
Waingapu sebagai Pusat Kegiatan Wilayah.
(2) Sistem perkotaan di Kabupaten Sumba Timur kedepan
dicanangkan sebagai berikut : a. PKL meliputi ibukota kecamatan
yang berkedudukan sebagai pusat sistem
perwilayahan: Lewa, Karera, Haharu, dan Umalulu, b. PKL meliputi
seluruh ibukota kecamatan di Kabupaten yang berfungsi melayani
perdesaan.
(3) Perwilayahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12, terbagi
dalam 5 (lima) wilayah pengembangan : a. Sistem Perwilayahan
Waingapu
Wilayah pengembangan Waingapu meliputi Kecamatan Kota Waingapu,
Kecamatan Kambera, Kecamatan Pandawai, dan Kecamatan Kambata
Mapambuhang. Pusat pengembangannya di Kecamatan Kota Waingapu.
b. Sistem Perwilayahan Lewa Wilayah pengembangan Lewa meliputi
Kecamatan Lewa, Kecamatan Nggaha Ori Angu, Kecamatan Katala
Hamulingu dan Kecamatan Lewa Tidahu. Pusat pengembangannya di
Kecamatan Lewa.
c. Sistem Perwilayahan Karera Wilayah pengembangan Karera
meliputi Kecamatan Karera, Kecamatan Tabundung, Kecamatan Pinu
Pahar, Kecamatan Matawai La Pawu, Kecamatan Paberiwai, Kecamatan
Mahu dan Kecamatan Ngadu Ngala. Pusat pengembangannya di Kecamatan
Karera.
d. Sistem Perwilayahan Haharu
-
20
Wilayah pengembangan Haharu meliputi Kecamatan Haharu dan
Kecamatan Kanatang. Pusat pengembangannya di Kecamatan Haharu.
e. Sistem Perwilayahan Umalulu Wilayah pengembangan Umalulu
meliputi Kecamatan Umalulu, Kecamatan Kahaungu Eti, Kecamatan
Rindi, Kecamatan Pahunga Lodu dan Kecamatan Wulla Waijelu. Pusat
Pengembangannya di Kecamatan Umalulu.
(4) Setiap wilayah pengembangan diarahkan mempunyai fungsi
wilayah sesuai dengan potensi wilayah masing-masing. a. sistem
perwilayahan Waingapu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf
a
diarahkan pada kegiatan utama sebagai berikut : 1. pengembangan
kegiatan perdagangan dan jasa; 2. pengembangan kegiatan pertanian;
3. pengembangan kawasan peternakan; 4. pengembangan perikanan; 5.
pengembangan kegiatan industri kecil, industri sedang, atau
industri besar; 6. pengembangan kegiatan pariwisata dan
sarana/prasarana penunjangnya; 7. pengembangan pertambangan; dan 8.
pengembangan kehutanan.
b. sistem perwilayahan Lewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf b diarahkan pada kegiatan utama sebagai berikut : 1.
pengembangan perkebunan, kehutanan, pertambangan dan industri
pengolahan hasil pertanian dan perkebunan, dan pariwisata; 2.
pusat pelayanan pendidikan skala SMU/SMK; 3. pusat pelayanan
perdagangan dan jasa; dan 4. pusat pelayanan kesehatan
c. sistem perwilayahan Karera sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf c diarahkan pada kegiatan utama sebagai berikut : 1.
pengembangan perkebunan, pertanian, kehutanan, dan pariwisata; 2.
pelayanan pemerintahan dan perkantoran skala lokal; 3. pusat
pendidikan (SLTA/kejuruan); 4. pusat perdagangan skala lokal; dan
5. pusat pelayanan kesehatan.
d. sistem perwilayahan Haharu sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf d diarahkan pada kegiatan utama sebagai berikut : 1.
pengembangan kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan,
industri,
pariwisata, pengembangan perikanan dan pelabuhan serta
pertambangan; 2. pusat pelayanan pemerintahan skala lokal; 3. pusat
pelayanan pendidikan tingkat SMU; 4. pusat pelayanan perdagangan
dan jasa; dan 5. pusat pelayanan kesehatan.
e. sistem perwilayahan Umalulu sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf e diarahkan pada kegiatan utama sebagai berikut : 1.
pusat pelayanan kesehatan skala rumah sakit; 2. pusat pelayanan
pendidikan tingkat SMU/SMK; dan 3. pusat pelayanan perdagangan dan
jasa, pertambangan dan kehutanan
Paragraf 2 Rencana Pengelolaan Sistem Perkotaan
Pasal 13
-
21
Rencana pengelolaan kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud,
meliputi : a. fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan
ekonomi wilayah, pusat pengolahan
dan distribusi hasil pertanian, perdagangan, jasa, pemerintahan,
pendidikan, kesehatan, serta transportasi, pergudangan dan
sebagainya.
b. fungsi perkotaan sebagai pemasok kebutuhan dan lokasi
pengolahan agroindustri dan berbagai kegiatan agrobisnis.
c. kota sebagai pusat pelayanan, pusat prasarana dan sarana
sosial ekonomi sebagai upaya mempengaruhi pedesaan dalam
peningkatan produktifitasnya.
d. pembangunan perkotaan yang berkelanjutan melalui upaya
menjaga keseimbangan wilayah terbangun dan tidak terbangun,
mengembangkan hutan kota dan menjaga eksistensi wilayah yang
bersifat perdesaan di sekitar kawasan perkotaan.
e. masing-masing wilayah kota, harus merencanakan : penyediaan
dan pemanfaatan ruang terbuka hijau; penyediaan dan pemanfaatan
ruang terbuka nonhijau; dan penyediaan dan pemanfaatan prasarana
dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor
informal, dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk
menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial
ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah.
f. ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud, terdiri dari ruang
terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat. Dengan
proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30
(tiga puluh) persen dari luas wilayah kota, dan proporsi ruang
terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua
puluh) persen dari luas wilayah kota.
Paragraf 3
Rencana Pengembangan Sistem Perdesaan
Pasal 14 (1) Sistem pusat permukiman perdesaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
dilakukan dengan membentuk pusat pelayanan desa secara
berhirarkhi. (2) Pusat permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disusun
berdasarkan pelayanan perdesaan secara berhirarkhi, meliputi :
a. pusat pelayanan antar desa; dan b. pusat pelayanan desa.
(3) Pusat pelayanan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
secara berhirarkhi memiliki hubungan dengan pusat kecamatan sebagai
kawasan perkotaan terdekat, dan dengan ibukota kabupaten sebagai
pusat wilayah pengembangan.
Paragraf 4
Rencana Pengelolaan Sistem Perdesaan
Pasal 15
Rencana pengelolaan kawasan perdesaan, meliputi : a. fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. b. rencana pengembangan
kawasan agropolitan merupakan alternatif pembangunan
perdesaan melalui keterkaitan kawasan perkotaan-perdesaan untuk
meningkatkan peran perkembangan kawasan perdesaan.
Pasal 16
(1) Rencana pengembangan pusat permukiman perdesaan adalah
penataan struktur ruang
pedesaan sebagai sistem pusat permukiman di pedesaan yang
berpotensi menjadi pusat pertumbuhan di perdesaan.
-
22
(2) Rencana pengembangan struktur ruang pedesaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) melalui : a. pembentukan Desa Pusat
Pertumbuhan (DPP). b. pembentukan Pusat Desa. c. pembentukan Desa
Pendukung.
(3) Pengelolaan struktur ruang perdesaan merupakan upaya untuk
mempercepat efek pertumbuhan di kawasan perdesaan.
(4) Setiap pusat pelayanan dikembangkan melalui penyediaan
berbagai fasilitas sosial-ekonomi yang mampu mendorong perkembangan
kawasan perdesaan.
Bagian Ketiga
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana
Paragraf 1 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi
Pasal 17
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan transportasi wilayah
mencakup sistem jaringan
transportasi darat, sistem jaringan transportasi laut, dan
sistem jaringan transportasi udara.
(2) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mencakup transportasi jalan raya serta transportasi
penyeberangan;
(3) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mencakup
pelabuhan laut dan alur pelayaran. (4) Sistem jaringan
transportasi udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup
jaringan rute penerbangan yang membentuk suatu sistem angkutan
udara.
Pasal 18 (1) Rencana pengembangan sistem prasarana transportasi
jalan terdiri dari prasarana jalan
umum yang dinyatakan dalam status, fungsi jalan, sistem jaringan
jalan dan prasarana terminal penumpang jalan.
(2) Pengelompokan jalan berdasarkan status dapat dibagi menjadi
jalan nasional, jalan Provinsi, dan jalan kabupaten.
(3) Pengelompokan jalan berdasarkan fungsi jalan dibagi kedalam
jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal dan jalan lingkungan.
(4) Pengelompokan jalan berdasarkan sistem jaringan jalan
terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan
sekunder.
(5) Pengembangan prasarana jalan meliputi arahan pengembangan
bagi jalan nasional, jalan Provinsi, jalan kabupaten dan jalan
lingkar pulau sebelah utara.
(6) Pengembangan prasarana jalan meliputi pengembangan jalan
baru dan pengembangan jalan yang sudah ada.
Pasal 19
(1) Rencana pengembangan jalan nasional yaitu pada ruas jalan
yang menghubungkan
Kota Waingapu ke Waibakul (Kabupaten Sumba Tengah) Waikabubak
(Kabupaten
-
23
Sumba Barat) Weetabula (Kabupaten Sumba Barat Daya) dan ruas
jalan Waingapu Napu Tanambanas Mamboro Tanariwu Weetabula.
(2) Rencana pengembangan jalan Provinsi yaitu pada ruas yang
menghubungkan Kabupaten Sumba Timur ke Kabupaten Sumba Barat,
rencana jaringan jalan lingkar Pantai Utara (Trans Pulau Sumba) dan
rencana pengembangan jaringan jalan lingkar Sumba dengan prioritas
sedang yang menghubungkan kota-kota
Waitabula-Waikabubak-Waibakul-Waingapu.
(3) Jalan Provinsi direncanakan mampu dilewati oleh
kendaraan-kendaraan berat, dan kelas jalan direncanakan kelas I
dengan muatan sumbu terberat lebih dari 10 ton.
(4) Rencana jaringan jalan kabupaten adalah sebagai berikut : a
rencana pengembangan jaringan jalan kabupaten dilakukan dengan
melakukan
peningkatan jalan eksisting yaitu melebarkan jalan dan
meningkatkan kualitas perkerasan jalan.
b penentuan prioritas pengembangan jaringan jalan didasarkan
kepada rencana prioritas pengembangan wilayah.
(5) Rencana pengembangan terminal angkutan di Kabupaten Sumba
Timur sebagai berikut: a rencana pengembangan terminal di Kota
Waingapu dengan klasifikasi Tipe B
sebagai terminal antar kota untuk melayani pergerakan antar
wilayah kabupaten, dan b rencana pengembangan terminal Tipe C
sebagai terminal antar Kecamatan terdiri
dari : 1. rencana pengembangan terminal dalam Kota Waingapu
melayani angkutan
umum perkotaan di Kota Waingapu; 2. rencana pengembangan
terminal angkutan Tipe-C di Lewa (Sistem
Perwilayahan Lewa); 3. rencana pengembangan terminal angkutan
Tipe-C di Karera (Sistem
Perwilayahan Karera); 4. rencana pengembangan terminal angkutan
Tipe-C di Haharu (Sistem
Perwilayahan Haharu); 5. rencana pengembangan terminal angkutan
Tipe-C di Umalulu (sistem
perwilayahan Umalulu); dan 6. rencana pengembangan terminal Tipe
C di Tingkat Kecamatan Kabupaten
Sumba Timur sesuai dengan tingkat kebutuhannya.
Pasal 20
Rencana pengembangan dermaga pelabuhan laut di Kabupaten Sumba
Timur didasarkan pada pendekatan sebagai berikut : 1. rencana
pengembangan pelabuhan laut mendukung rencana sistem
pengembangan
kepulauan di Provinsi Nusa Tenggara Timur; 2. pembangunan
pelabuhan mendukung pengembangan ekonomi masyarakat dan memacu
perkembangan wilayah hiterlandnya; 3. pengembangan pelabuhan
rakyat menjadi pelabuhan lokal dilakukan pada lokasi-lokasi
yang strategis dalam memperlancar transportasi orang/barang
sehingga dapat memacu percepatan pengembangan wilayah;
Pasal 21
(1) Rencana pengembangan prasarana transportasi laut sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 17 ayat 1, di arahkan sebagai berikut : a. melakukan
pengembangan (perluasan dan pelebaran) dermaga Pelabuhan Laut
Waingapu sehingga dapat melayani kebutuhan pergerakan orang
ataupun barang keluar/masuk Kabupaten Sumba Timur dan kinerja
pelayanan pelabuhan dapat ditingkatkan; dan
b. membuka keterisolasian wilayah terhadap pulau-pulau yang
belum terakses transportasi laut.
(2) Rencana pengembangan pelabuhan di Pulau Sumba adalah sebagai
berikut :
-
24
a. rencana pengembangan pelabuhan (perluasan dan pelebaran
Dermaga Laut Waingapu) untuk meningkatkan kinerja/pelayanan skala
prioritas sedang Pelabuhan Nasional Waingapu;
b. rencana pengembangan Pelabuhan Waingapu menjadi pelabuhan
untuk skala internasional yang mendukung kegiatan eksport/import
dari Pulau Sumba;
c. rencana pembangunan pelabuhan lokal di Pulau Salura untuk
membuka keterisolasian wilayah dan memperlancar pergerakan dari
Pulau Sumba (Kabupaten Sumba Timur) ke Pulau Salura;
d. pembangunan pelabuhan lokal di Desa Katundu sebagai akses
menuju pelabuhan di Pulau Salura; dan
e. pembangunan Pelabuhan Khusus di Warajangga Kecamatan Rindi,
Laiwotung Kecamatan Haharu untuk mendukung pengembangan kegiatan
industri.
(3) Rencana pengembangan sistem jaringan transportasi
penyeberangan dari pelabuhan Waingapu dengan rute penyeberangan :
a. Waingapu Sabu Kupang (Lintas Kabupaten/ Kota); b. Waingapu
Aimere Kupang (Lintas Kabupaten/ Kota); c. Waingapu Ende Kupang
(Lintas Kabupaten/ Kota); d. Waingapu Borong Kupang (Lintas
Kabupaten/ Kota); e. Sape Waingapu (Lintas Provinsi); f. Waingapu
Benoa (Lintas Provinsi); g. Waingapu Surabaya (Lintas Provinsi);
dan h. Waingapu Labuan Bajo (Lintas Kabupaten/Kota).
Pasal 22
(1) Rencana pengembangan prasarana transportasi udara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat 1 meliputi bandara
umum.
(2) Rencana pengembangan Bandar Udara Umbu Mehang Kunda
dilakukan sebagai berikut : a. bandar udara Umbu Mehang Kunda
adalah Bandar Udara Pengumpul skala tersier. b. rencana peningkatan
fasilitas Bandara Umbu Mehang Kunda yaitu fasilitas pada
bangunan terminal dan areal pendaratan/ run-way pesawat untuk
meningkatkan keamanan dan kenyamanan penumpang dan keselamatan
penerbangan.
c. pengembangan bandara Umbu Mehang Kunda menjadi bandar udara
pengumpul skala sekunder pada masa yang akan datang sejalan dengan
peningkatan volume angkutan orang dan barang yang ditetapkan lebih
lanjut dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. rencana pengembangan bandar udara Laipori sebagai bandar
udara pengumpul.
Paragraf 2 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Energi
Pasal 23
(1) Sumberdaya energi adalah sebagian dari sumberdaya alam yang
dapat dimanfaatkan
sebagai sumber energi dan/atau energi baik secara langsung
maupun dengan proses konservasi atau transformasi.
(2) Rencana pengembangan sistem jaringan energi dimaksudkan
untuk menunjang penyediaan jaringan energi listrik dan pemenuhan
energi lainnya.
(3) Rencana pengembangan sumberdaya energi akan memberikan
masukan (supply) energi listrik di Wilayah Kabupaten Sumba
Timur.
(4) Rencana pengembangan energi baru dan terbarukan oleh
pemerintah kabupaten yang meliputi PLTD, PLTMH, PLTU, PLTA,
Mikrohidro, PLTB, PLTS ataupun sistem Pembangkit gabungan (Hybrid)
sesuai dengan potensi energi yang ada di daerah setempat;
(5) Rencana pengembangan sarana listrik meliputi :
-
25
a. pembangunan pembangkit listrik Mikrohidro untuk menambah
kapasitas pembangkit listrik yang sudah ada dengan memanfaatkan
aliran sungai Kambaniru, Kadumbul, dan Melolo;
b. pengkajian dan pengembangan PLTA Kapasitas besar di sepanjang
wilayah aliran Sungai Kambaniru yang cukup untuk mengatasi krisis
energi listrik di seluruh pulau Sumba;dan
c. rencana jaringan energi listrik nasional di Pulau Sumba
berupa rencana pembangunan 3 PLTU yaitu di Waingapu, Waikabubak dan
Weetabula.
Paragraf 3
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 24
(1) Prasarana telekomunikasi adalah perangkat komunikasi dan
pertukaran informasi yang
dikembangkan untuk sektor publik ataupun swasta (private).
(2) Prasarana telekomunikasi yang dikembangkan, meliputi : a.
sistem kabel;
b. sistem seluler;dan
c. sistem satelit.
(3) Rencana pengembangan prasarana telekomunikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terus ditingkatkan perkembangannya hingga
mencapai pelosok wilayah kecamatan dan desa yang belum terjangkau
sarana prasarana telekomunikasi mendorong kualitas perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan.
(4) Untuk meningkatkan pelayanan di wilayah terpencil,
pemerintah memberi dukungan dalam pengembangan kemudahan jaringan
telekomunikasi.
(5) Pengelolaan ada di bawah kewenangan pemerintah kabupaten
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Paragraf 4 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Daya
Air
Pasal 25
(1) Prasarana sumber daya air adalah prasarana pengembangan
sumber daya air untuk memenuhi berbagai kepentingan.
(2) Rencana pengembangan prasarana sumber daya air untuk air
bersih diarahkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber air
permukaan dan sumber air tanah.
(3) Rencana pengembangan prasarana sumber air tanah untuk air
bersih dengan melakukan pengoptimalan mata air dan membangun sumur
bor, di Kecamatan Kota Waingapu, Kambera, Pandawai, Kambata
Mapambuhang, Lewa, Nggaha Ori Angu, Katala Hamu Lingu, Lewa Tidahu,
Karera, Tabundung, Pinu Pahar, Matawai La Pawu, Paberiwai, Mahu,
Ngadu Ngala, Haharu, Kanatang, Umalulu, Kahaungu Eti, Rindi,
Pahunga Lodu, dan Wulla Waijelu.
(4) Wilayah sungai lintas kabupaten yaitu Sungai Kadahang di
Kecamatan Haharu.
(5) Pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), meliputi :
a. pembangunan prasarana sumber daya air.
b. semua sumber air baku dari dam, embung, waduk/danau, serta
sungai - sungai yang airnya dapat dimanfaatkan secara langsung dan
dikembangkan untuk berbagai kepentingan.
c. zona pemanfaatan DAS dilakukan dengan membagi tipologi DAS
berdasarkan tipologinya.
-
26
d. penetapan zona pengelolaan sumber daya air sesuai dengan
keberadaan wilayah sungai tersebut pada zona kawasan lindung tidak
diijinkan pemanfaatan sumber daya air untuk fungsi budidaya.
e. prasarana sumber daya air yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan lintas wilayah administratif kabupaten/kota,
dikoordinasikan oleh pemerintah provinsi.
Paragraf 5 Rencana Pengembangan Sistem Prasarana Lingkungan
Pasal 26
(1) Prasarana lingkungan merupakan arahan pengelolaan prasarana
yang digunakan lintas
wilayah administratif.
(2) Prasarana yang digunakan lintas wilayah secara administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) terpadu yang dikelola bersama untuk kepentingan wilayah
dan tempat pengelolaan limbah industri B3 dan non B3, dan
pengembangan sistem pengelolaan sampah di Kecamatan Pandawai.
(3) Rencana pengembangan sistem prasarana lingkungan yang
digunakan lintas wilayah secara administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), adalah :
a. kerjasama antar wilayah dalam hal pengelolaan dan
penanggulangan masalah sampah terutama di wilayah perkotaan.
b. pengalokasian tempat pembuangan akhir sesuai dengan
persyaratan teknis.
c. pengolahan dilaksanakan dengan teknologi ramah lingkungan
sesuai dengan kaidah teknis.
d. pemilihan lokasi untuk prasarana lingkungan harus sesuai
dengan daya dukung lingkungan.
BAB V
RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUMBA TIMUR
Bagian Kesatu Umum
Pasal 27
(1) Pola ruang wilayah menggambarkan rencana sebaran kawasan
lindung dan kawasan
budidaya.
(2) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, kawasan
perlindungan setempat, kawasan suaka alam dan cagar budaya, dan
kawasan rawan bencana alam.
(3) Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
kawasan hutan produksi, kawasan pertanian, kawasan perikanan dan
kelautan, kawasan perkebunan, kawasan peternakan, kawasan
pariwisata, kawasan permukiman, kawasan industri, kawasan
pertambangan, dan kawasan khusus.
Bagian Kedua
-
27
Rencana Pengembangan Kawasan Lindung
Pasal 28
Kawasan lindung meliputi :
a. kawasan perlindungan kawasan bawahannya;
b. kawasan perlindungan setempat;
c. kawasan suaka alam dan cagar budaya; dan
d. kawasan rawan bencana.
Pasal 29
(1) Perlindungan kawasan bawahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 huruf a, meliputi :
a. kawasan hutan lindung;dan
b. kawasan resapan air.
(2) Kawasan hutan lindung di Kabupaten Sumba Timur mencakup
wilayah seluas kurang lebih 118.035 Ha, dengan penyebaran kawasan
hutan lindung hampir di seluruh kecamatan di Kabupaten Sumba
Timur.
(3) Kawasan resapan air yang berfungsi untuk perlindungan
memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air di Kabupaten Sumba
Timur tersebar di 22 Kecamatan dengan luas kurang lebih 1.770 Ha.
Kecamatan yang memiliki daerah resapan air yang paling luas yaitu
Kecamatan Kambata Mapambuhang sebesar 324 Ha.
Pasal 30
(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 huruf b,
meliputi :
a. kawasan sekitar mata air;
b. kawasan sempadan sungai;dan
c. kawasan sempadan pantai.
(2) Kawasan perlindungan setempat kawasan sekitar mata air,
paling kurang dengan jarijari 200 meter di sekeliling mata air.
(3) Kawasan perlindungan setempat kawasan sempadan mata air di
Kabupaten Sumba Timur terdapat di Kecamatan Kota Waingapu yaitu
mata air Payeti dan Lakullu.
(4) Kawasan perlindungan setempat kawasan sempadan sungai di
Kabupaten Sumba Timur mencapai kurang lebih 196.233 Ha.
(5) Kawasan perlindungan setempat kawasan sempadan pantai di
Kabupaten Sumba Timur terdapat di 15 kecamatan, yaitu Kecamatan
Haharu, Kecamatan Kanatang, Kecamatan Kambera, Kecamatan Pandawai,
Kecamatan Umalulu, Kecamatan Rindi, Kecamatan Pahunga Lodu,
Kecamatan Ngadu Ngala, Kecamatan Karera, Kecamatan Pinu Pahar,
Kecamatan Tabundung, Kecamatan Katala Hamu Lingu, Kecamatan Kota
Waingapu, Kecamatan Wula Waijelu dan Kecamatan Lewa Tidahu. Panjang
pantai di wilayah Kabupaten Sumba Timur kurang lebih 433 km.
Pasal 31
-
28
(1) Kawasan suaka alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 huruf c
meliputi kawasan Taman Nasional dan kawasan cagar budaya.
(2) Kawasan Taman Nasional di Kabupaten Sumba Timur, yaitu
Kawasan Taman Nasional Manupeu Tanadaru dengan luas 24.200 Ha dan
Kawasan Taman Nasional LaiwangiWanggameti seluas 47.014 Ha, yang
tersebar di Kecamatan Tabundung, Kecamatan Matawai La Pawu,
Kecamatan Pinu Pahar dan Kecamatan Karera.
(3) Kawasan suaka alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), meliputi situs-situs budaya rumah adat, situs
kerajaan dan peninggalan sejarah. Kawasan Cagar Budaya tersebar di
seluruh wilayah kecamatan khususnya di Kecamatan Karera, Kecamatan
Kanatang, Kecamatan Kambera, Kecamatan Umalulu, Kecamatan Haharu,
dan Kecamatan Rindi.
Pasal 32 (1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 huruf d, meliputi:
a. kawasan rawan banjir. b. kawasan rawan longsor.
(2) Kawasan rawan banjir dan longsor sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dan b, meliputi wilayah: Kecamatan Lewa, Kecamatan
Lewa Tidahu, Kecamatan Katala Hamu Lingu, Kecamatan Karera,
Kecamatan Ngadu Ngala, Kecamatan Paberiwai, Kecamatan Pahunga Lodu,
Kecamatan Wula Waijelu, Kecamatan Rindi, Kecamatan Pandawai,
Kecamatan Kambera, Kecamatan Tabundung, Kecamatan Pinu Pahar,
Kecamatan Umalulu dan Kecamatan Tabundung.
Pasal 33
(1) Dalam kawasan lindung di Kabupaten Sumba Timur, terdapat
enclave yang berada di dalam kawasan hutan lindung seluas kurang
lebih 3.110 Ha, dan enclave yang berada di kawasan Taman Nasional
Laiwangi Wanggameti seluas kurang lebih 1.765 Ha, yang berkaitan
dengan perkembangan kegiatan penduduk dan kepemilikan lahan oleh
penduduk asli Kabupaten Sumba Timur .
(2) Keberadaan enclave tersebut tidak mengurangi luasan lahan
kawasan hutan lindung di Kabupaten Sumba Timur sebagaimana disebut
dalam Pasal 29 maupun luas lahan Taman Nasional sebagaimana disebut
dalam Pasal 31 diatas.
Bagian Ketiga Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya
Pasal 34
Pola pemanfaatan kawasan budidaya meliputi : a. kawasan hutan;
b. kawasan pertanian; c. kawasan perikanan dan kelautan; d. kawasan
perkebunan; e. kawasan peternakan; f. kawasan pariwisata; g.
kawasan permukiman; h. kawasan industri;dan i. kawasan
pertambangan.
Pasal 35
-
29
(1) Kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf a,
meliputi kawasan hutan produksi terbatas, kawasan hutan produksi
tetap dan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi.
(2) Kawasan hutan produksi terbatas di Kabupaten Sumba Timur
seluas kurang lebih 15.231 Ha yang tersebar di Kecamatan Pandawai,
Kecamatan Haharu, Kecamatan Umalulu, Kecamatan Pahunga Lodu,
Kecamatan Lewa dan Kecamatan Karera.
(3) Kawasan hutan produksi tetap di Kabupaten Sumba Timur seluas
kurang lebih 25.000 Ha yang tersebar di Kecamatan Pandawai,
Kecamatan Haharu, Kecamatan Rindi, Kecamatan Lewa, Kecamatan
Tabundung dan Kecamatan Paberiwai.
(4) Kawasan hutan produksi di Kabupaten Sumba Timur seluas
kurang lebih 58.422 Ha yang tersebar di Kecamatan Pandawai,
Kecamatan Haharu, Kecamatan Umalulu, Kecamatan Pahunga Lodu,
Kecamatan Lewa dan Kecamatan Karera.
Pasal 36
(1) Kawasan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf
b, meliputi lahan basah/sawah beririgasi dan sawah tadah
hujan/pertanian lahan kering.
(2) Lahan sawah di Kabupaten Sumba Timur seluas kurang lebih
28.224 Ha yang terbagi atas lahan sawah irigasi seluas kurang lebih
19.428 Ha dan lahan sawah tadah hujan seluas kurang lebih 8.796 Ha.
Sedangkan lahan kering terdiri dari lahan tegalan, perkebunan, dan
pekarangan seluas kurang lebih 77.726 Ha.
(3) Lahan pertanian sawah teknis tersebar di tiga kecamatan
yaitu Kecamatan Pandawai, Kambera dan Umalulu dengan total luas
kurang lebih 2.699 Ha, sedangkan lahan setengah teknis tersebar di
8 kecamatan yaitu Kecamatan Pahunga Lodu, Lewa Tidahu, Rindi,
Umalulu, Wula Waijelu, Ngadu Ngala, Lewa dan Pinu Pahar dengan luas
lahan kurang lebih 8.011 Ha.
(4) Daerah irigasi yang tersebar di kecamatan-kecamatan
Kabupaten Sumba Timur antara lain (beserta luasannya), antara lain:
(Menurut Kepmen PU Nomor 390 Tahun 2007) a. D.I Kabundulpola 200 Ha
b. D.I. Kadauki 55 Ha c. D.I. Kahiri 300 Ha d. D.I. Kahunggar 165
Ha e. D.I. Kambuhapang 150 Ha f. D.I. Kambumuru 150 Ha g. D.I.
Kandoruk 100 Ha h. D.I. Kangeli 200 Ha i. D.I. Karinga 214 Ha j.
D.I. Kiriali 75 Ha k. D.I. Kitena 200 Ha l. D.I. Kombapari 200 Ha
m. D.I. Kondamara 150 Ha n. D.I. Kotakau 200 Ha o. D.I. Laharianang
150 Ha p. D.I. Lai Timur 150 Ha q. D.I. Laimbonga 60 Ha r. D.I.
Laikambela 200 Ha s. D.I. Laikandera 100 Ha t. D.I. Laikonda 70 Ha
u. D.I. Lailunggi 75 Ha v. D.I. Laimahi 80 Ha w. D.I. Laingguhar
120 Ha x. D.I. Laitena 200 Ha y. D.I. Lakabu 100 Ha z. D.I. Lurumbu
60 Ha . D.I. Makaminggit 150 Ha . D.I. Marawatu 200 Ha . D.I.
Matawa Iwi 200 Ha
-
30
aa. D.I. Matawai Kabaru 65 Ha bb. D.I. Matawai Kamaimbun 150 Ha
cc. D.I. Matawai Kanjangi 150 Ha dd. D.I. Matawai Kanoru 75 Ha ee.
D.I. Matawai Kurrang 60 Ha ff. D.I. Matawai Maringu 60 Ha gg. D.I.
Matawai Mbana 90 Ha hh. D.I. Maukawau 86 Ha ii. D.I. Mbalu 54 Ha
jj. D.I. Mburukulu I 150 Ha kk. D.I. Mburukulu II 100 Ha ll. D.I.
Mburukulu IV 150 Ha mm. D.I. Ngolung 100 Ha nn. D.I. Pahomba 100 Ha
oo. D.I. Paulunga 100 Ha pp. D.I. Praing Kareha 150 Ha qq. D.I.
Pulupanjang 100 Ha rr. D.I. Rakawatu 282 Ha ss. D.I. Retijawa 120
Ha tt. D.I. Rutung / Ukaehuk 100 Ha uu. D.I. Tanahraing II 200 Ha
vv. D.I. Tanalingu 200 Ha ww. D.I. Tanamiting 100 Ha xx. D.I.
Tandulalu'u 65 Ha yy. D.I. Tatung 310 Ha zz. D.I. Tawui 100 Ha .
D.I. Waibara 55 Ha . D.I. Watubara 100 Ha . D.I. Watumbelar 85 Ha
aaa. D.I. Watumoto 100 Ha bbb. D.I. Wula 543 Ha ccc. D.I.
Kawukuliku 50 Ha ddd. D.I. Waimbidi 30 Ha eee. D.I. Watumanu 40 Ha
fff. D.I. Kanjangi 50 Ha ggg. D.I. Kataka 50 Ha hhh. D.I. Matawai
Hanoi 50 Ha iii. D.I. Palaomang 50 Ha jjj. D.I. Kanatang 45 Ha kkk.
D.I. Kapehu 15 Ha lll. D.I. Karita 45 Ha mmm. D.I. Labokang 45 Ha
nnn. D.I. Lolalang 50 Ha ooo. D.I. Matawai Kawuku 40 Ha ppp. D.I.
Maulewa 25 Ha qqq. D.I. Nggurumuni 45 Ha rrr. D.I. Okatehu 20 Ha
sss. D.I. Paruru Nggading 40 Ha ttt. D.I. Prai Marada 20 Ha uuu.
D.I. Praimbana 48 Ha vvv. D.I. Ri Iyang 30 Ha www. D.I. Taimanu 20
Ha xxx. D.I. Tamburi 50 Ha yyy. D.I. Tanabara 25 Ha zzz. D.I.
Tangga Madita 45 Ha . D.I. Tiring 50 Ha . D.I. Wudi 20 Ha
(5) Kawasan andalan pertanian di Kabupaten Sumba Timur sebagai
berikut : a. padi terdapat di Kecamatan Lewa, Pahunga Lodu, Wulla
Waijelu, Pandawai, Kota
Waingapu, Haharu, Umalulu, Lewa Tidahu dan Kambera; b. jagung
terdapat di Kecamatan Nggaha Ori Angu, Pahunga Lodu, Umalulu,
Kota
Waingapu, Kambera, Pandawai, Lewa Tidahu dan Katala Hamu
Lingu;
-
31
c. kacang tanah terdapat di Kecamatan Lewa, Nggaha Ori Angu,
Pinu Pahar, Paberiwai, Karera, Pahunga Lodu, Wulla Waijelu,
Umalulu, Kanatang dan Haharu;dan
d. kacang hijau terdapat di Kecamatan Umalulu,Haharu, Kambera
dan Pandawai.
Pasal 37
(1) Kawasan perikanan dan kelautan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 34 huruf c meliputi : a. perikanan darat; dan b. perikanan
laut.
(2) Kawasan perikanan darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, meliputi: Pengembangan kawasan perikanan darat yang
tersebar pada wilayahwilayah yang teraliri air atau dilintasi
sungai dan sepanjang daerah aliran sungai.
(3) Pengembangan kawasan perikanan laut sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, meliputi hampir seluruh Kecamatan yang
wilayahnya mempunyai akses secara langsung dengan laut.
(4) Perikanan darat, diantaranya adalah usaha budidaya ikan
berupa perairan umum, tambak dan kolam;
(5) Perikanan laut, meliputi usaha penangkapan ikan di laut yang
tersebar di kawasan pesisir Kabupaten Sumba Timur yang mempunyai
wilayah pantai atau berbatasan dengan laut. Hasil perikanan laut
yang potensial lainnya yaitu budidaya rumput laut dan penangkapan
cumi-cumi.
(6) Kecamatan pantai yang potensial untuk usaha budidaya rumput
laut sistem permukaan (long line, rakit) sebanyak 13 kecamatan dan
37 desa/kelurahan yaitu Desa Praisalura, Desa Praim