1 BUPATI GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjamin kesinambungan bahan tambang yang merupakan kekayaan alam yang tak terbarukan, diperlukan pengaturan dalam pengelolaannya sehingga cadangan yang tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal dan bijaksana dengan berpedoman pada pembangunan daerah yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan; b. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, maka dibutuhkan pengaturan tentang pengelolaan pertambangan khususnya dibidang mineral bukan logam, batuan yang dapat mengelola dan mengusahakan potensi bahan tambang secara mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien, dan berwawasan lingkungan, guna menjamin pembangunan daerah secara berkelanjutan; c. bahwa sehubungan dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu mengatur Pengelolaan Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan;
51
Embed
PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 14 …jdih.gresikkab.go.id/wp-content/uploads/2017/01/...1 bupati gresik peraturan daerah kabupaten gresik nomor 14 tahun 2011 tentang pengelolaan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BUPATI GRESIK
PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK
NOMOR 14 TAHUN 2011
TENTANG
PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI GRESIK,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjamin kesinambungan bahan
tambang yang merupakan kekayaan alam yang tak
terbarukan, diperlukan pengaturan dalam pengelolaannya
sehingga cadangan yang tersedia dapat dimanfaatkan
secara optimal dan bijaksana dengan berpedoman pada
pembangunan daerah yang berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan;
b. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara, maka dibutuhkan pengaturan tentang
pengelolaan pertambangan khususnya dibidang mineral
bukan logam, batuan yang dapat mengelola dan
mengusahakan potensi bahan tambang secara mandiri,
andal, transparan, berdaya saing, efisien, dan
berwawasan lingkungan, guna menjamin pembangunan
daerah secara berkelanjutan;
c. bahwa sehubungan dengan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu mengatur
Pengelolaan Pertambangan Mineral Bukan Logam dan
Batuan;
2
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan
Provinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1950 Nomor 19, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2930) sebagaimana
telah diubah dengan undang-undang Nomor 2 tahun 1965
tentang perubahan batas wilayah kotapraja surabaya dan
daerah tingkat II surabaya (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2730);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun
1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2013);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor
1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2918);
4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3888);
5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 32 Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4377) ;
6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4725);
7. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 106 Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4756);
8. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);
3
9. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas
dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 96 Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5025);
10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4959);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang
Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 28 Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5110);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 29 Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5111) sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 1 Tahun 2014;
16. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 2010 Nomor 30 Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5112);
4
17. Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2010 tentang
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan
Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 85
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5124);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang
Reklamasi dan Pasca Tambang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 138 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5172);
19. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11
Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha yang Wajib
Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup (AMDAL);
20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2013
tentang Pedoman Penyusunan, Pengendalian Dan
Evaluasi Rencana Kerja Pembangunan Daerah Tahun
2014;
21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;
22. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 2 Tahun 2008
tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Gresik;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN GRESIK
DAN
BUPATI GRESIK
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN
PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Gresik.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Gresik.
5
3. Bupati adalah Bupati Gresik.
4. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan
kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan
pengusahaan mineral bukan logam, batuan dan batubara
yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi
kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan
pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan
pasca tambang.
5. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam,
yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan
kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan,
baik dalam bentuk lepas atau padu.
6. Pertambangan Mineral adalah pertambangan kumpulan
mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi,
minyak dan gas bumi, serta air tanah.
7. Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka
pengusahaan mineral bukan logam, batuan dan batubara
yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum,
eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan,
pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan,
serta pasca tambang.
8. Badan usaha adalah setiap badan hukum yang bergerak
dibidang pertambangan yang didirikan berdasarkan
hukum Indonesia dan berkedudukan dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
9. Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disebut WP,
adalah wilayah yang memiliki potensi mineral bukan logam,
batuan dan batubara dan tidak terikat batas administrasi
pemerintah yang merupakan bagian dari tata ruang
nasional.
10. Wilayah Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut
WUP, adalah bagian dari WP yang telah memiliki
ketersediaan data, potensi, dan/atau informasi geologi.
11. Wilayah lzin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut
WIUP, adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang IUP.
12. Wilayah Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut
WPR, adalah bagian dari WP tempat dilakukan kegiatan
usaha pertambangan rakyat.
6
13. Wilayah lzin Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya
disebut WIPR, adalah wilayah yang diberikan kepada
pemegang IPR.
14. Wilayah Pencadangan Negara, yang selanjutnya disebut
WPN, adalah bagian dari WP yang dicadangkan untuk
kepentingan strategis nasional.
15. Wilayah Usaha Pertambangan Khusus yang selanjutnya
disebut WUPK, adalah bagian dari WPN yang dapat
diusahakan.
16. Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus dalam WUPK,
yang selanjutnya disebut WIUPK, adalah wilayah yang
diberikan kepada pemegang IUPK.
17. Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUP,
adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan.
18. IUP Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk
melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum,
eksplorasi, dan studi kelayakan.
19. IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang dlberikan
setelah selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk
melakukan tahapan kegiatan operasi produksi.
20. Izin Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut IPR,
adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan
dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah
dan investasi terbatas.
21. Penyelidikan Umum adalah tahapan kegiatan pertambangan
untuk mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi
adanya mineralisasi.
22. Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan
untuk memperoleh informasi secara terperinci dan telita
tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan
sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi
mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup.
23. Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan usaha
pertambangan untuk memperoleh informasi secara rinci
seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan
ekonomis dan teknis usaha pertambangan, termasuk
analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan
pascatambang.
7
24. Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan usaha
pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan,
pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan
penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan
sesuai dengan hasil studi kelayakan.
25. Konstruksi adalah kegiatan usaha pertambangan untuk
melakukan pembangunan seluruh fasilitas operasi
produksi, termasuk pengendalian dampak lingkungan.
26. Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan
untuk memproduksi mineral bukan logam, batuan dan
batubara atau mineral ikutannya.
27. Pengolahan dan Pemurnian adalah kegiatan usaha
pertambangan untuk meningkatkan mutu mineral bukan
logam, batuan dan batubara serta untuk memanfaatkan
dan memperoleh mineral ikutan.
28. Pengangkutan adalah kegiatan usaha pertambangan
untuk memindahkan mineral bukan logam dan/atau
batuan dari daerah tambang dan/ atau tempat pengolahan
dan pemurnian sampai tempat penyerahan.
29. Penjualan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk
menjual hasil pertambangan mineral bukan logam, batuan
dan batubara.
30. Badan Usaha adalah setiap badan hukum yang bergerak di
bidang pertambangan yang didirikan berdasarkan hukum
Indonesia dan berkedudukan dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
31. Jasa Pertambangan adalah jasa penunjang yang berkaitan
dengan kegiatan usaha pertambangan.
32. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang selanjutnya
disebut AMDAL, adalah kajian mengenai dampak besar dan
penting suatu usaha dan/ atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi
proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan
usaha dan/ atau kegiatan.
33. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang
tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan,
dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar
dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya.
8
34. Kegiatan pascatambang, yang selanjutnya disebut
pascatambang, adalah kegiatan terencana, sistematis, dan
berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan
usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan
alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh
wilayah penambangan.
35. Penutupan Tambang adalah kegiatan yang bertujuan
memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu
sebagai akibat dihentikannya kegiatan penambangan
dan/atau pengolahan dan pemurnian untuk memenuhi
kriteria sesuai dengan dokumen Rencana Penutupan
Tambang.
36. Jaminan Reklamasi adalah dana yang disediakan oleh
perusahaan sebagai jaminan untuk melakukan reklamasi.
37. Jaminan Penutupan Tambang adalah dana yang disediakan
oleh Perusahaan untuk melaksanakan Penutupan Tambang.
38. Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat adalah
usaha untuk meningkatkan kemampuan masyarakat, baik
secara individual maupun kolektif, agar menjadi lebih baik
tingkat kehidupannya.
39. Masyarakat adalah masyarakat yang berada di wilayah
Kabupaten Gresik.
40. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah,
adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan Pemerintahan Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
41. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pertambangan mineral dan
batubara.
42. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Pertambangan dikelola berasaskan:
a. manfaat, keadilan, dan keseimbangan;
b. keberpihakan kepada kepentingan daerah;
c. partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas; dan
d. berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
9
Pasal 3
Pengelolaan Pertambangan bertujuan:
a. menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian
kegiatan usaha pertambangan secara berdaya guna,
berhasil guna, dan berdaya saing;
b. menjamin manfaat pertambangan mineral bukan logam,
batuan dan batubara secara berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan hidup;
c. menjamin tersedianya mineral bukan logam, batuan dan
batubara sebagai bahan baku dan/atau sebagai sumber
energi untuk kebutuhan dalam negeri;
d. mendukung dan menumbuh kembangkan kemampuan
nasional agar lebih mampu bersaing di tingkat nasional,
regional, dan internasional;
e. meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah, dan
negara, serta menciptakan lapangan kerja untuk sebesar-
besar kesejahteraan rakyat; dan
f. menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan
kegiatan usaha pertambangan mineral bukan logam, batuan
dan batubara.
Pasal 4
Ruang lingkup pengelolaan pertambangan yang diatur dalam
Peraturan Daerah ini adalah kegiatan dalam rangka pengelolaan
mineral bukan logam, batuan dan batubara.
BAB III
PENGUASAAN DAN KEWENANGAN PENGELOLAAN
Pasal 5
(1) Mineral bukan logam, dan batuan sebagai sumber daya dan
yang tak terbarukan merupakan kekayaan nasional yang
dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kesejahteraan
rakyat.
(2) Penguasaan mineral bukan logam, dan batuan oleh negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
10
Pasal 6
Kewenangan Pemerintah Kabupaten dalam pengelolaan
pertambangan mineral bukan logam, dan batuan antara lain,
adalah :
a. pemberian IUP dan IPR, pembinaan, penyelesaian konflik
masyarakat, dan pengawasan usaha pertambangan di
wilayah kabupaten dan/atau wilayah laut sampai dengan 4
(empat) mil;
b. pemberian IUP dan IPR, pembinaan, penyelesaian konflik
masyarakat dan pengawasan usaha pertambangan operasi
produksi yang kegiatannya berada di wilayah kabupaten
dan/atau wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil;
c. penginventarisasian, penyelidikan dan penelitian, serta
eksplorasi dalam rangka memperoleh data dan informasi
mineral;
d. pengelolaan informasi geologi, informasi potensi mineral,
serta informasi pertambangan pada wilayah kabupaten;
e. penyusunan neraca sumber daya mineral dan batubara
pada wilayah kabupaten;
f. pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat
dalam usaha pertambangan dengan memperhatikan
kelestarian lingkungan;
g. pengembangan dan peningkatan nilai tambah dan manfaat
kegiatan usaha pertambangan secara optimal;
h. penyampaian informasi hasil inventarisasi, penyelidikan
umum, dan penelitian, serta eksplorasi dan eksploitasi
kepada Menteri dan Gubernur;
i. penyampian informasi hasil produksi, penjualan dalam
negeri, serta ekspor kepada Menteri dan Gubernur;
j. pembinaan dan pengawasan terhadap reklamasi lahan
pascatambang; dan
k. peningkatan kemampuan aparatur pemerintah
Kabupaten dalam penyelenggaraan pengelolaan usaha
pertambangan.
11
BAB IV
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
Bagian Kesatu
Penyelidikan dan Penelitian
Pasal 7
(1) Bupati sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan
penyelidikan dan penelitian pertambangan untuk
memperoleh data dan informasi.
(2) Pelaksanaan penyelidikan dan penelitian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Bupati sesuai
dengan kewenangannya, apabila :
a. tidak berpotensi lintas wilayah Kabupaten/Provinsi;
b. berpotensi untuk dikembangkan; dan/atau
c. terdapat lembaga riset daerah di Kabupaten.
(3) Penyelidikan dan penelitian sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) meliputi antara lain:
a. Identifikasi Daerah yang secara geologis mengandung
indikasi dan endapan mineral;
b. informasi tentang kondisi geografi, tata guna lahan dan
aksesibilitas Daerah;
c. kondisi lingkungan geologi;
d. aspek sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat;
e. status legalitas; dan
f. lingkungan hidup.
Pasal 8
(1) Data hasil penyelidikan dan penelitian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 dikumpulkan dan diolah sesuai
dengan standar nasional pengolahan data geologi oleh
Bupati atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
meliputi antara lain:
a. peta geologi yang antara lain memuat formasi batuan
pembawa mineral dan/atau batubara;
b. evaluasi data perizinan yang masih berlaku, yang
sudah berakhir dan/atau yang sudah dikembalikan
kepada Pemerintah Daerah;
12
c. evaluasi data geologi yang berasal dari kegiatan
pertambangan yang sedang berlangsung, telah
berakhir dan/atau telah dikembali kepada Pemerintah
Daerah;
d. peta geokimia dan/atau peta geofisika; dan
e. interpretasi penginderaan jauh baik berupa pola
struktur maupun sebaran litologi.
(3) Bupati wajib menyampaikan data sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dengan dilampiri peta wilayah potensi
pertambangan kepada Menteri dan Gubenur.
(4) Hasil penyelidikan dan penelitian termasuk peta wilayah
potensi pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dievaluasi dan digunakan sebagai bahan penetapan WP.
Pasal 9
(1) Bupati sesuai dengan kewenangannya dapat melakukan
eksplorasi dan melakukan inventarisasi data hasil
eksplorasi.
(2) Pelaksanaan eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan secara terkoordinasi oleh Bupati.
(3) Data hasil eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) harus meliputi antara lain :
a. peta, yang terdiri dari atas :
1. peta geologi dan peta formasi batuan pembawa;
dan/ atau
2. peta geokimia dan peta geofisika,
b. bentuk dan sebaran estimasi sumberdaya dan
cadangan;
c. hasil evaluasi data terhadap perizinan dan perjanjian,
antara lain;
1. masih berlaku;
2. sudah berakhir;
3. sudah dikembalikan kepada Bupati sesuai dengan
wewenangnya.
d. Hasil evaluasi data atas informasi mengenai
pemanfaatan diluar sektor pertambangan.
(4) Bupati wajib menyampaikan laporan hasil eksplorasi
dengan dilampiri peta wilayah potensi pertambangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada
Menteri dan Gubernur.
13
Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman evaluasi hasil
pelaksanaan penyelidikan dan penelitian pertambangan dan
eksplorasi diatur dengan Peraturan Bupati.
Bagian Kedua
Tata Cara Penugasan
Pasal 11
(1) Bupati dapat mengusulkan kepada Menteri atau gubernur
sesuai dengan kewenangannya suatu wilayah untuk
dilakukan penyelidikan dan penelitian dalam rangka
penugasan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penugasan
penyelidikan dan penelitian pertambangan diatur dengan
Peraturan Bupati.
Pasal 12
(1) Wilayah penugasan penyelidikan dan penelitian
sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (1) menjadi
dasar dalam pemrosesan penerbitan penugasan
penyelidikan dan penelitian.
(2) Pemrosesan permohonan penugasan penyelidikan dan
penelitian menerapkan sistem permohonan pertama yang
telah mendapatkan wilayah penugasan penyelidikan dan
penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan
memenuhi persyaratan administrasi, teknis, dan finansial
mendapatkan prioritas pertama untuk mendapatkan
penugasan penyelidikan dan penelitian.
Bagian Ketiga
Pengelolaan Data dan Informasi
Pasal 13
(1) Setiap data yang berasal dari kegiatan usaha pertambangan
merupakan milik Pemerintah Daerah.
14
(2) Pengelolaan data diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah
sesuai dengan kewenangannya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan data diatur
dengan Peraturan Bupati.
Pasal 14
(1) Pengelolaan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
meliputi perolehan, pengadministrasian, pengolahan,
penataan, penyimpanan, pemeliharaan, dan pemusnahan
data.
(2) Pengelolaan data dilakukan dalam sistem informasi
geografis dengan koordinat pemetaan menggunakan Datum
Geodesi Nasional yang ditetapkan oleh instansi Pemerintah
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
survei dan pemetaan nasional.
(3) Pemanfaatan data digunakan untuk:
a. Penetapan klasifikasi potensi dan WP.
b. Penentuan neraca sumber daya dan cadangan mineral;
atau
c. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
mineral.
Bagian Keempat
Pendidikan, Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan
Pasal 15
(1) Pemerintah Daerah wajib mendorong, melaksanakan,
dan/atau memfasilitasi pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan di bidang pengusahaan mineral.
(2) Pemerintah Daerah wajib mendorong, melaksanakan,
dan/atau memfasilitasi pelaksanaan penelitian dan
pengembangan mineral.
(3) Hasil penelitian dan pengembangan yang telah dilakukan
wajib dilaporkan kepada Pemerintah Daerah.
(4) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dapat dilakukan
oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, dan
Masyarakat.
15
BAB V
USAHA PERTAMBANGAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 16
Usaha Pertambangan mineral bukan logam, dan batuan adalah
kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral bukan logam,
batuan dan batubara sesuai pengelompokan komoditas tambang
sebagai berikut:
a. mineral bukan logam meliputi intan, korundum, grafit,