PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENGAWASAN PEMOTONGAN TERNAK DAN PENANGANAN DAGING SERTA HASIL IKUTANNYA DI KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II BADUNG Menimbang : a. bahwa kesehatan masyarakat Veteriner mempunyai peranan penting dalam mencegah penularan penyakit zoonasa dan pengamanan Produksi bahan makanan asal hewan dan bahan asal hewan lainnya untuk kesehatan masyarakat; b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas maka untuk melindungi kesehatan masyarakat yang menggunakan daging dan bahan asal hewan sebagai bahan konsumsi dan juga dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka penyediaan daging/bahan asal hewan yang memenuhi persyaratan kesehatan, maka dipandang perlu untuk menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengawasan Pemotongan Ternak, dan penanganan daging serta hasil ikutannya di Kabupaten Daerah Tingkat II Badung. Mengingat : 1. Undang – Undang Nomor 12 Drt Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Retribusi Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 57; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1288 ); 2. Undang-Undangan Nomor 6 Tahun 1967 tentang ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2824 );
22
Embed
PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II …jdih.badungkab.go.id/uploads/PERDA_21_1994.pdf · peraturan daerah kabupaten daerah tingkat ii badung . nomor . 2. 1. tahun 1994 tentang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG
NOMOR 21 TAHUN 1994
TENTANG
PENGAWASAN PEMOTONGAN TERNAK DAN PENANGANAN DAGING
SERTA HASIL IKUTANNYA
DI KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II BADUNG
Menimbang : a. bahwa kesehatan masyarakat Veteriner mempunyai peranan penting
dalam mencegah penularan penyakit zoonasa dan pengamanan
Produksi bahan makanan asal hewan dan bahan asal hewan lainnya
untuk kesehatan masyarakat;
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas maka untuk
melindungi kesehatan masyarakat yang menggunakan daging dan
bahan asal hewan sebagai bahan konsumsi dan juga dalam upaya
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
penyediaan daging/bahan asal hewan yang memenuhi persyaratan
kesehatan, maka dipandang perlu untuk menetapkan Peraturan
Daerah tentang Pengawasan Pemotongan Ternak, dan penanganan
daging serta hasil ikutannya di Kabupaten Daerah Tingkat II
Badung.
Mengingat : 1. Undang – Undang Nomor 12 Drt Tahun 1957 tentang Peraturan
Umum Retribusi Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1957 Nomor 57; Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 1288 );
2. Undang-Undangan Nomor 6 Tahun 1967 tentang ketentuan Pokok
Peternakan dan Kesehatan Hewan ( Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2824 );
2
3. Undang – Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan
Daerah – Daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah – Daerah
Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655);
4. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok – Pokok
Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1974 Nomor 38; Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3027);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang Penolakan,
Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1977 Nomor 20,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3120);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan
Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1983 Nomor 28);
7. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1984 tentang Pedoman
Penyederhanaan dan Pengendalian Perijinan di Bidang Usaha;
8. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 555/Kpts/TN.240/9/1986
tentang syarat-syarat Rumah Pemotongan Hewan;
9. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 413/Kpts/TN.310/7/1992,
tentang Pemotongan Hewan Potong dan Penanganan Daging serta
hasil ikutannya;
10.Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1993 tentang
Bentuk Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Perubahan;
11.Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Bali Nomor 5 Tahun
1974 tentang Pemotongan Ternak Potong (Lembaran Daerah
Propinsi Daerah Tingkat I Bali Nomor 3 Tahun 1977 Seri D Nomor
3).
3
Dengan Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II
Badung.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II
BADUNG TENTANG PENGAWASAN PEMOTONGAN TERNAK
DAN PENANGANAN DAGING SERTA HASIL IKUTANNYA DI
KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
a. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II
Badung.
b. Bupati Kepala Daerah adalah Bupati Kepala Daerah Tingkat II
Badung.
c. Dinas Peternakan adalah Dinas Peternakan Kabupaten Daerah
Tingkat II Badung.
d. Ternak Potong adalah Hewan untuk keperluan dipotong yaitu sapi,
kerbau, kambing, domba, babi, ayam, dan hewan lainnya yang
dagingnya lazim dikonsumsi.
e. Rumah Potong Hewan (RPH) adalah bangunan atau komplek
bangunan yang permanen dengan sarana sarananya yang
dipergunakan untuk kegiatan pemotongan ternak yang ditetapkan
oleh Bupati Kepala Daerah.
f. Tempat Penampungan Ternak adalah bangunan atau komplek
bangunan untuk menampung ternak sebelum dipotong.
4
g. Pemotongan Ternak adalah kegiatan yang menghasilhan daging
yang terdiri dari pemeriksaan ante mortem, penyembelihan,
penyelesaian penyembelihan dan pemeriksaan post mortem.
h. Pemotongan Darurat adalah pemotongan ternak yang terpaksa harus
segera dilakukan baik didalam maupun diluar rumah potong hewan
karena sesuatu hal yang membahayakan jiwa ternak itu sendiri ,
manusia dan lingkungannya atau karena kecelakaan, hewan
mengamuk atau buas.
i. Daging adalah bagian-bagian dari ternak yang telah dipotong
termasuk isi rongga perut dan dada yang lazim dimakan manusia.
j. Karkas adalah bagian dari hewan potong yang disembelih setelah
kepala dan kaki dipisahkan, dikuliti serta isi rongga perut dan dada
dikeluarkan.
k. Daging Dingin adalah daging yang didinginkan dengan suhu antara
00
(nol derajat) sampai 40
(empat derajat) celcius.
l. Daging Beku adalah daging yang dibekukan dengan suhu sekurang-
kurangnya minus 100 (sepuluh derajat) celcius.
m. Daging Giling adalah daging yang telah mengalami proses
penggilingan.
n. Daging Olahan adalah daging yang telah mengalami proses
pengolahan kecuali dikalengkan.
o. Hasil Ikutan Ternak adalah hasil samping dari pemotongan hewan
potong yang berupa darah, kulit, bulu, lemak, tulak, tanduk, dan
kuku.
p. Pemeriksaan ante mortem adalah pelaksanaan pemeriksaan dan atau
pengujian sebelum ternak dipotong.
q. Pemeriksaan post mortem adalah pelaksanaan pemeriksaan dan atau
pengujian setelah ternak dipotong.
5
r. Usaha Pemotongan Ternak adalah kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh perorangan dan atau badan yang melaksanakan
pemotongan ternak dirumah potong hewan milik sendiri, atau milik
pihak lain atau menjual jasa pemotongan ternak.
s. Pengusaha Daging adalah seseorang atau badan yang usahanya
meliputi kegiatan menghasilkan daging, menyimpan daging,
pengecer daging.
t. Pengusaha Pemasok Daging adalah seseorang atau badan yang
usahanya memasukkan daging kewilayahKabupaten Daerah Tingkat
II Badung.
u. Pengusaha Penggilingan Daging adalah seseorang atau badan yang
usahanya menyelenggarakan penggilingan daging.
v. Penyimpangan daging adalah kegiatan penyimpanan daging untuk
keperluan persediaan daging di wilayah Kabupaten Dati II Badung.
w. Petugas pemeriksa yang berwenang adalah Dokter Hewan
pemerintah yang ditunjuk oleh menteri berdasarkan pasal 14 PP
No. 22 Tahun 1983 Tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner yang
bertugas melakukan pemeriksaan ante mortem dan post mortem di
RPH/tempat pemotongan hewan di wilayah tertentu atau petugas
tehnis yang ditunjuk untuk melakukan pekerjaan diatas dan dibawah
pengawasan serta tanggung jawab Dokter Hewan sebagaimana
dimaksud diatas.
x. Pemeriksaan ulang adalah pemeriksaan terhadap daging yang harus
dilengkapi dengan dokumen sesuai ketentuan yang berlaku yang
dilakukan oleh petugas pemeriksa yang berwenang ditempat yang
ditentukan oleh Bupati Kepala Daerah.
y. Ijin pemotongan ternak dan Penjualan daging serta hasil ikutanya
adalah ijin yang dikeluarkan oleh Bupati Kepala Daerah atau
pejabat lain yang diberikan wewenang mengeluarkan ijin yang
memberikan hak untuk melaksanakan kegiatannya.
6
z. Tempat penjualan daging adalah tempat dimana usaha
penjualan dilakukan di los-los dalam pasar yang telah ditetapkan
dan kios penjualan yang didirikan sendiri diluar tempat yang telah
ditetapkan oleh Pemerintah.
BAB II
PENGUSAHAAN PEMOTONGAN TERNAK
Pasal 2
(1) Setiap pemotongan ternak di Kabupaten Daerah Tingkat II Badung
harus mendapat ijin dari Bupati Kepala Daerah atau Pejabat yang
ditunjuk.
(2) Prosedur Permohonan untuk memperoleh ijin sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) pasal ini ditetapkan sesuai dengan
Peraturan yang berlaku.
(3) Untuk dapat memperoleh ijin pemotongan ternak harus dengan
mengajukan permohonan bermaterai secukupnya kepada Bupati
Kepala Daerah, yang tembusannya disampaikan kepada Kepala
Dinas Peternakan Kabupaten dengan menyebutkan antara lain :
a. Nama lengkap, alamat dan keperluan permohonan.
b. Lokasi tempat pemotongan/penjualan dengan surat keterangan
kepala Rumah Pemotongan Hewan.
c. Pernyataan tertulis bersedia mematuhi aturan yang berlaku.
d. Jenis kegiatan/jenis hewan yang dipotong.
e. Melampirkan bukti diri (KTP), pas photo.
f. Melampirkan surat keterangan dokter pemerintah.
g. Dan lain-lain yang dipandang perlu.
7
BAB III
TATA CARA DAN TEMPAT PEMOTONGAN TERNAK
Pasal 3
(1) Tata Cara pemotongan ternak dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Hewan yang telah disembelih harus segera diperiksa oleh petugas
pemeriksa daging.
(3) Daging yang diperiksa dan ternyata tidak baik/tidak memenuhi
syarat hygeine untuk dikonsumsi harus dimusnahkan menurut
petunjuk petugas pemeriksa daging.
Pasal 4
Daging yang didapat dari sapi, babi, kerbau atau kuda yang baru
dipotong, harus disimpan dulu dirumah pemotongan ( ruang pelayuan)
kecuali dalam hal dimaksud dalam pasal 11 ayat 2 Peraturan Daerah ini.
Pasal 5
(1) Bagian-bagian ternak setelah selesai pemotongan harus segera
dilakukan pemeriksaan post mortem oleh petugas pemeriksa yang
berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(2) Petugas Pemeriksa yang berwenang mempunyai wewenang untuk
mengiris, membuang seperlunya bagi bagian-bagian daging yang
tidak layak untuk dikonsumsi, mengambil bagian-bagian daging dan
atau menyita untuk keperluan pemeriksaan lebih lanjut, serta
memerintahkan pemusnahan daging yang dilarang untuk
diedarkan/dikonsumsi.
8
Pasal 6
Apabila saat pemeriksaan atau pengujian dijumpai kelainan, maka
petugas pemeriksa yang berwenang dapat mengambil tindakan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 7
(1) Daging yang telah diperiksa dan dinyatakan sehat oleh petugas
pemeriksa yang berwenang harus dibubuhi tanda cap yang bentuk,
warna, ukuran dan bahannya ditetapkan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
(2) Karkas harus ditiriskan terlebih dahulu, dan karkas yang
dikeluarkan dari rumah pemotongan hewan dapat berbentuk utuh,
separuh atau bagian bagian.
Pasal 8
Tata cara pemeriksaan ante mortem dan post mortem dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 9
Petugas Pemeriksa, berwenang melakukan pemeriksaan terhadap daging
yang beredar diluar Rumah Pemotongan Hewan.
BAB IV
PEMERIKSAAN PEMOTONGAN TERNAK
Pasal 10
(1) Setiap ternak yang belum dipotong diistirahatkan sekurang-
kurangnya 12 jam sebelum saat pemotongan dan dilakukan
pemeriksaan ante mortem oleh petugas pemeriksa yang berwenang.
9
(2) Ternak yang telah diperiksa untuk dipotong harus dipisahkan dari
ternak lainnya.
(3) Pemotongan ternak harus dilakukan tidak boleh lebih dari 24 jam
sesudah diperiksa dan disetujui oleh petugas pemeriksa yang
berwenang kecuali dalam pemotongan darurat.
Pasal 11
(1) Setiap pemotongan ternak yang dilakukan harus dilakukan di rumah
pemotongan hewan dan atau ditempat lain yang ditetapkan oleh
Bupati Kepala Daerah, kecuali untuk keperluan peribadatan atau
upacara adat.
(2) Dalam hal pemotongan ternak yang dilakukan untuk peribadatan
atau upacara-upacara adat pelaksanaannya harus dilaporkan kepada
Bupati Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk.
(3) Pemotongan darurat dapat dilakukan diruang pemotongan darurat
pada rumah, pemotongan hewan atau ditempat lain.
(4) Kecuali para petugas dan pihak yang berkepentingan, setiap orang
yang memasuki kawasan rumah pemotongan hewan harus mendapat
ijin dari Bupati Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk.
(5) Tata tertib dalam kawasan Rumah Pemotongan hewan dan standar
pemotongan ditetapkan oleh Bupati Kepala Daerah.
Pasal 12
Syarat-syarat Rumah Pemotongan Hewan harus sesuai dengan Peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
10
BAB V
TATA CARA PENANGANAN, PENGANGKUTAN
DAN PENJUALAN HASIL PEMOTONGAN TERNAK
Pasal 13
(1) Pengangkutan daging di Kabupaten Daerah Tingkat II Badung harus
menggunakan angkutan khusunya yang memenuhi persyaratan yang
ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(2) Angkutan khusus untuk mengangkut daging harus memiliki izin
dari Bupati Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk.
(3) Angkutan khusus untuk mengangkut daging babi harus dibedakan
dengan angkutan untuk daging lainnya.
Pasal 14
Pengangkutan daging dengan angkutan khusus harus memenuhi
ketentuan :
a. Mempergunakan angkutan khusus daging.
b. Melalui jalan yang sesingkat-singkatnya.
c. Dilengkapi dengan surat keterangan kesehatan dan asal daging.
Pasal 15
(1) Setiap pengusaha daging dan hasil ikutannya harus mempunyai izin
dari Bupati Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk.
(2) Prosedur Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pasal ini, ditetapkan oleh Bupati Kepala Daerah.
11
(3) Prosedur untuk memperoleh izin tersebut diatas sesuai dengan pasal
2 ayat (3) Peraturan Daerah ini.
Pasal 16
Setiap penyimpanan, pengangkutan, penggilingan dan penjualan daging
babi harus dipisahkan secara nyata dengan daging lainnya.
Pasal 17
(1) Daging yang dijual hanya dipotong-potong diatas meja, bangku atau
alat lainnya yang dilapisi dengan bahan aluminium atau dibuat dari
bahan yang tidak dapat tembus oleh barang cair dan mudah
dibersihkan.
(2) Daging yang dijual keliling atau yang dipasarkan ditempat-tempat
penjualan daging harus dilindungi terhadap kotoran, debu, sinar
matahari, air hujan, lalat, dan sebagainya.
(3) Dasar/alat lantai tempat penjualan/pengeceran harus lebih tinggi
dari lantai sekitarnya dengan tinggi minimal 50 cm, bersih dan
memperhatikan kesehatan.
(4) Tempat penjualan daging dingin dan beku hanya dapat dilakukan
ditempat tertentu atas izin Bupati Kepala Daerah.
(5) Tempat penjualan daging babi harus terpisah dengan tempat
penjualan daging lainnya.
Pasal 18
Semua penjual daging diwajibkan memberi kesempatan pada petugas
pemeriksa daging untuk memeriksa daging untuk memeriksa daging di
tempat penjualan atau sewaktu daging dibawa.
12
BAB VI
RETRIBUSI PEMOTONGAN TERNAK
Pasal 20
(1) Pelayanan Pengawasan Pemotongan ternak, penanganan daging dan
hasil ikutannya sesuai dengan peraturan daerah ini, dikenakan