1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BIMA, Menimbang : a. bahwa wilayah Kabupaten Bima memiliki kondisi geografis, geologis, demografis, dan sosial budaya yang rawan terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor nonalam maupun faktor manusia yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dampak psikologis, dan korban jiwa, sehingga diperlukan penanganan yang sistematis, terpadu, dan terkoordinasi; b. bahwa untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana, risiko terjadinya bencana, dan pemulihan dampak yang diakibatkan oleh bencana, diperlukan upaya penanggulangan bencana meliputi tahap prabencana, saat tanggap darurat, dan pascabencana; c. bahwa sesuai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Pemerintah Daerah
91
Embed
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA TENTANG DENGAN … · 2015. 12. 30. · 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA
NOMOR 1 TAHUN 2014
TENTANG
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BIMA,
Menimbang : a. bahwa wilayah Kabupaten Bima memiliki kondisi geografis, geologis, demografis,
dan sosial budaya yang rawan terjadinya
bencana, baik yang disebabkan oleh
faktor alam, faktor nonalam maupun
faktor manusia yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda, dampak psikologis, dan korban
jiwa, sehingga diperlukan penanganan
yang sistematis, terpadu, dan
terkoordinasi;
b. bahwa untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman
bencana, risiko terjadinya bencana, dan
pemulihan dampak yang diakibatkan
oleh bencana, diperlukan upaya
penanggulangan bencana meliputi tahap
prabencana, saat tanggap darurat, dan pascabencana;
c. bahwa sesuai Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana, Pemerintah Daerah
2
bertanggung jawab dan berwewenang dalam penyelenggaraan penanggulangan
bencana yang dilaksanakan secara
terencana, terpadu, terkoordinasi, dan
menyeluruh dengan melibatkan seluruh
potensi atau sumberdaya yang ada di
daerah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, dan huruf c perlu menetapkan
Peraturan Daerah tentang
Penanggulangan Bencana Daerah;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958
tentang Pembentukan Daerah-daerah
Tingkat II Dalam Wilayah Daerah-daerah
Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor
122, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 1655);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana
3
(Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan
Lembaran Negara Republik lndonesia
Nomor 4723);
5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor
82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun
2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran
Negara Republik lndonesia Tahun 2008
Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara
Republik lndonesia Nomor 4828);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun
2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana
(Lembaran Negara Republik lndonesia
Tahun 2008 Nomor 43, Tambahan
Lembaran Negara Republik lndonesia
Nomor 4829);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga
Internasional dan Lembaga Asing
Nonpemerintah dalam Penanggulangan
Bencana (Lembaran Negara Republik
lndonesia Tahun 2008 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik
lndonesia Nomor 4830);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BIMA
dan
BUPATI BIMA
4
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Bima.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
3. Bupati adalah Bupati Bima.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disingkat
DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Bima.
5. Badan Nasional Penanggulangan Bencana, yang
selanjutnya disebut BNPB adalah Lembaga pemerintah non departemen yang dipimpin oleh pejabat setingkat
menteri yang dibentuk oleh pemerintah sebagai badan
yang berwewenang yang menyelenggarakan
penanggulangan bencana pada tingkat nasional.
6. Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang selanjutnya
disingkat BPBD adalah badan pemerintah daerah yang melakukan penyelenggaraan penanggulangan bencana di
daerah.
7. Lembaga usaha adalah setiap badan hukum yang dapat
berbentuk badan usaha milik Negara, badan usaha milik
daerah, koperasi atau swasta yang didirikan sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang
menjalankan jenis usaha tetap dan terus menerus yang
bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
5
8. Lembaga Internasional adalah organisasi yang berada dalam lingkup struktur organisasi Perserikatan Bangsa-
Bangsa atau menjalankan tugas mewakili Perserikatan
Bangsa-Bangsa atau organisasi Internasional lainnya dan
lembaga asing non pemerintah dari Negara lain diluar dari
Perserikatan Bangsa-Bangsa.
9. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
10. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh
alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, gelombang pasang, kekeringan, angin
topan, dan tanah longsor.
11. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara
lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi epidemi,
dan wabah penyakit.
12. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok
atau antar komunitas masyarakat, termasuk teror dan
intimidasi yang mengganggu ketenangan dan kenyamanan
dalam suatu masyarakat.
13. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Daerah adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan
kebijakan dan aksi nyata yang dapat mencegah terjadinya
bencana, dan atau meminimalisir resiko bencana,
maupun kegiatan tanggap darurat, pemulihan darurat,
rehabilitasi dan rekonstruksi.
14. Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko
bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana
maupun kerentanan pihak yang terancam bencana.
6
15. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana.
16. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
17. Peringatan Dini adalah serangkaian kegiatan pemberian
peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang
kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh
lembaga yang berwenang.
18. Ancaman bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa
yang bisa menimbulkan bencana.
19. Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan
akibat bencana pada suatu wilayah dalam kurun waktu
tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa
terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan
masyarakat.
20. Status keadaan darurat bencana adalah suatu keadaan
yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk jangka waktu
tertentu atas dasar rekomendasi Badan yang diberi tugas
untuk menanggulangi bencana.
21. Tingkatan bencana adalah keadaan di suatu tempat yang
terlanda bencana dinilai berdasarkan indikator jumlah
korban, kerugian harta benda, kerusakan prasarana dan
sarana, cakupan luas wilayah yang terkena bencana, dan
dampak sosial ekonomi dan budaya yang ditimbulkan.
22. Penanganan darurat adalah tindakan cepat dan tepat
yang bertujuan untuk menyelamatkan jiwa, memberikan
perlindungan terhadap korban, dan atau tindakan
pemulihan terhadap para korban bencana.
23. Korban bencana adalah orang atau kelompok orang yang
menderita dan atau meninggal dunia akibat bencana.
7
24. Kelompok rentan adalah Bayi, anak usia dibawah 5 (lima) tahun, anak-anak, ibu hamil/menyusui, penyandang
cacat dan orang lanjut usia.
25. Pengungsi adalah orang atau sekelompok orang yang
terpaksa dan atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya
dan atau dari wilayah tertentu untuk jangka waktu
tertentu sebagai akibat dampak buruk dari bencana.
26. Tanggap darurat bencana adalah serangkai kegiatan yang
dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana
untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang
meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban,
harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi serta pemulihan pra sarana dan
sarana.
27. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua
aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat
yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan
sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat pada wilayah pasca bencana.
28. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua
prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pasca
bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun
masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan
budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya
peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat pada wilayah pasca bencana.
29. Pemulihan adalah tindakan yang bertujuan untuk membantu masyarakat korban bencana untuk menata
dan membangun kembali kehidupan baik secara fisik
maupun non fisik.
Pasal 2
Penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah berasaskan:
8
a. komprehensif;
b. kemanusiaan;
c. keadilan;
d. pemerataan;
e. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
f. keseimbangan, keselarasan, dan keserasian;
g. ketertiban dan kepastian hukum;
h. kebersamaan, kekeluargaan, dan gotong royong;
i. kelestarian lingkungan hidup;
j. ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 3
Prinsip-prinsip penyelenggaraan penanggulangan bencana di
daerah meliputi:
a. cepat dan tepat;
b. prioritas;
c. koordinasi dan keterpaduan;
d. berdaya guna dan berhasil guna;
e. transparansi dan akuntabilitas;
f. kemitraan;
g. pemberdayaan;
h. nondiskriminatif; dan
i. menghargai kearifan lokal.
Pasal 4
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di Daerah
bertujuan :
9
a. menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penanggulangan bencana;
b. memberikan landasan hukum bagi program-program
penanggulangan bencana agar aktivitas penanggulangan
bencana dilaksanakan secara sadar, terencana, sistematis,
dan menyeluruh untuk mendatangkan manfaat bagi
rakyat;
c. mengatur pemberian perlindungan kepada masyarakat,
perlindungan terhadap sarana prasarana umum, serta
perlindungan terhadap kelestarian lingkungan dari
ancaman dan kerusakan akibat bencana;
d. menjamin terselenggarannya penanggulangan bencana secara sistematis, yakni: terencana, terpadu,
terkoordinasi, dan menyeluruh, dengan memperhatikan
budaya dan atau kearifan lokal serta mendorong
partisipasi kemitraan antara pemerintah daerah, swasta
dan masyarakat;
e. menumbuhkan rasa tanggungjawab para stakeholder di daerah dalam menyikapi berbagai permasalahan
kebencanaan;
f. meningkatkan kesadaran, kepedulian, kemampuan dan
kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi dampak
dan resiko bencana;
g. mewujudkan semangat kebersamaan, kekeluargaan, gotong-royong, dan rasa kesetiakawanan sosial dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
BAB II
TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG
Pasal 5
Pemerintah Daerah menjadi penanggung jawab dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah.
10
Pasal 6
Tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan
b. pemberian bantuan santunan duka cita dan kecacatan
bagi korban bencana;
c. pinjaman lunak untuk usaha produktif bagi korban
bencana;
(3) Tata cara pemberian dan besarnya bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diatur dengan Peraturan
Bupati;
56
Bagian Keempat
Pemeliharaan
Pasal 82
(1) Pemeliharaan terhadap bantuan berupa barang yang tidak
habis dipakai dikelola oleh organisasi perangkat daerah
yang ditunjuk oleh Bupati;
(2) Bantuan yang karena sifatnya mudah rusak dan atau
mengenal waktu kadaluarsa diprioritaskan terlebih dahulu
dalam pendistribusiannya.
BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 83
(1) Pembinaan kepada masyarakat berkaitan dengan
pentingnya pengendalian bencana dilakukan oleh BPBD beserta instansi terkait;
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 84
(1) Pengawasan secara fungsional dilakukan oleh perangkat
daerah yang bertanggungjawab dibidang pengawasan;
(2) Pengawasan penegakan Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh Satuan Polisi Pamong Praja;
57
(3) Pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana dilakukan secara bertingkat
sebagai berikut :
a. lingkup Kabupaten oleh Bupati;
b. lingkup Kecamatan oleh Camat;
c. lingkup Kelurahan oleh Lurah; dan
d. lingkup Desa oleh Kepala Desa;
Pasal 85
Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 meliputi :
a. sumber ancaman atau bahaya bencana;
b. kebijakan pembangunan yang berpotensi menimbulkan bencana;
c. kegiatan eksploitasi yang berpotensi menimbulkan bencana;
d. pemanfaatan barang, jasa, teknologi, serta kemampuan
rekayasa dan rancang bangun dalam negeri;
e. kegiatan konservasi lingkungan;
f. perencanaan tata ruang;
g. kegiatan reklamasi; dan
h. pengelolaan keuangan.
Pasal 86
(1) Dalam melaksanakan pengawasan terhadap pengumpulan
dan penyaluran bantuan, maupun pemanfaatan berbagai sumber daya dalam penyelenggaraan penanggulangan
bencana, masyarakat melalui DPRD dapat meminta
laporan tentang sistem dan prosedur pengumpulan,
penyaluran maupun pemanfaatan berbagai sumber daya
sebagai wujud akuntabilitas penyelenggara;
(2) Apabila terdapat kejanggalan dalam pengumpulan,
penyaluran, maupun pemanfaatan berbagai sumber daya,
58
DPRD dapat melibatkan akuntan publik untuk melaksanakan audit investigasi;
(3) Apabila hasil audit sebagaimana dimaksud ayat (2)
ditemukan adanya penyimpangan dalam pengumpulan,
penyaluran, maupun pemanfaatan bantuan, maka
penyelenggara, pengumpul dan pengelola bantuan harus
mempertanggungjawabkannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB IX
KERJA SAMA ANTAR DAERAH
Pasal 87
(1) Daerah dapat melakukan kerjasama operasional
penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi
dengan pemerintah daerah yang terdekat.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain melalui :
a. koordinasi pencegahan dan penanggulangan;
b. tukar menukar informasi;
c. penetapan wilayah rawan bencana;
d. pembebasan biaya di Rumah Sakit; dan
e. bidang-bidang lain yang berkaitan dengan upaya bersama penanggulangan bencana.
(3) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
dituangkan dalam peraturan bersama;
(4) Kerjasama daerah dilaksanakan setelah mendapat
pertimbangan dari DPRD.
59
BAB X
PERAN LEMBAGA USAHA, LEMBAGA INTERNASIONAL,
LEMBAGA ASING NONPEMERINTAH, DAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Peran Lembaga Usaha
Pasal 88
Lembaga usaha mendapatkan kesempatan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, baik secara
tersendiri maupun secara bersama dengan pihak lain.
Pasal 89
(1) Lembaga usaha dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88
menyesuaikan kegiatannya dengan kebijakan
penyelenggaraan penanggulangan bencana.
(2) Lembaga usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berkewajiban menyampaikan laporan kepada Pemerintah
Daerah dan BPBD, serta menginformasikan kepada publik secara transparan.
(3) Lembaga usaha wajib mengindahkan prinsip kemanusiaan
dalam melaksanakan fungsi ekonominya dalam
penanggulangan bencana.
Bagian Kedua
Peran Lembaga Internasional dan Lembaga Asing
Nonpemerintah
Pasal 90
(1) Lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah dapat ikut serta dalam upaya penanggulangan bencana
dan mendapat jaminan perlindungan dari Pemerintah
terhadap para pekerjanya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
60
(2) Peran serta lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah dalam penanggulangan bencana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan
pada tahap prabencana, saat tanggap darurat, dan
pascabencana.
(3) Peran serta lembaga internasional atau lembaga asing
nonpemerintah dalam kegiatan penanggulangan bencana pada tahap prabencana dan pascabencana wajib
menyesuaikan dengan kebijakan penyelenggaraan
penanggulangan bencana.
(4) Peran serta lembaga internasional atau lembaga asing
nonpemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Badan Nasional Penanggulangan
Bencana dan BPBD sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 91
(1) Pada saat tanggap darurat, lembaga internasional atau
lembaga asing nonpemerintah dapat memberikan bantuan secara langsung berkoordinasi dengan Badan Nasional
Penanggulangan Bencana dan BPBD sesuai dengan
kewenangannya.
(2) Pemberian bantuan oleh lembaga internasional atau
lembaga asing nonpemerintah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan menyampaikan daftar jumlah personil, logistik, peralatan, dan lokasi kegiatan.
(3) Dalam hal lembaga internasional atau lembaga asing
nonpemerintah memberikan bantuan berupa dana harus
disampaikan atau dikirimkan secara langsung kepada
Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
(4) Ketentuan mengenai bantuan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 92
(1) Lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah
yang berperan serta dalam penanggulangan bencana
61
dilarang melakukan kegiatan yang berlatar belakang politik atau keamanan.
(2) Lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah
yang berperan serta dalam penanggulangan bencana,
wajib memperhatikan dan menghormati latar belakang
sosial, budaya, dan agama masyarakat setempat.
(3) Peran serta lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah dalam penanggulangan bencana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 93
(1) Masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk
berperan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
monitoring dan evaluasi dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana;
(2) Masyarakat berkewajiban untuk berpartisipasi dalam
meningkatkan kesiapsiagaan dan resistensi terhadap
ancaman bencana;
(3) Masyarakat berkewajiban dalam menumbuhkan, dan
meningkatkan kesadaran dalam hal pemberdayaan peran masyarakat meliputi:
a. kegiatan pencegahan;
b. pengambilan keputusan;
c. pengembangan dan penerapan upaya preventif dan
proaktif untuk mengurangi risiko bencana;
d. pemanfaatan dan pengembangan teknologi dan
kearifan lokal dalam sistem peringatan dini;
e. penyediaan dan penyebarluasan informasi daerah
rawan bencana; dan
62
f. pemberian penghargaan kepada orang yang berjasa di bidang penanggulangan bencana.
(4) Untuk mendorong peran dan partisipasi, dan kemandirian
masyarakat dalam penanggulangan bencana dan
penanganan pengungsi perlu ditumbuh-kembangkan
kemauan dan kemampuan penanggulangan bencana dan
penanganan pengungsi di tingkat Kecamatan, Desa dan Kelurahan;
(5) Keberhasilan penanggulangan bencana dan penanganan
pengungsi, Kepala Desa/Lurah wajib mengerahkan dan
mendayagunakan potensi dan sumber daya masyarakat.
Pasal 94
(1) Dalam berbagai kegiatan penyelenggaraan
penanggulangan bencana, masyarakat umum dapat
berperan aktif melalui berbagai organisasi masyarakat
penanggulangan bencana;
(2) Organisasi masyarakat penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi;
a. Tim Siaga Bencana Desa/Kelurahan;
b. Taruna Siaga Bencana;
c. Tim Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana;
d. Forum Komunikasi Daerah Penanggulangan Bencana,
e. Forum Kelompok Kerja Pengurangan Risiko Bencana
f. Lembaga Masyarakat Non Pemerintah.
(3) Organisasi masyarakat penanggulangan bencana
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah mitra
pemerintah daerah yang dalam penyelenggaraannya
dikoordinir oleh BPBD;
(4) BPBD dan/atau SKPD terkait bertanggungjawab untuk
memberikan pembinaan, pendidikan dan pelatihan dalam
rangka peningkatan kapasitas organisasi masyarakat
penanggulangan bencana;
63
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi masyarakat penanggulangan bencana di daerah diatur dengan
Peraturan Bupati.
BAB XI
PENYIDIKAN
Pasal 95
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia,
pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
instansi Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus
sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berwenang:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang
tentang adanya tindak pidana;
b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan;
c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa
tanda pengenal diri tersangka;
d. melakukan penyitaan benda dan/atau surat;
e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam
hubungan dengan pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat
petunjuk dari Penyidik POLRI bahwa tidak terdapat cukup bukti, atau peristiwa tersebut bukan merupakan
tindak pidana, dan selanjutnya melalui Penyidik
memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum,
tersangka atau keluarganya; dan
64
i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil
penyidikannya kepada Penyidik POLRI.
(4) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui Penyidik POLRI.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 96
(1) Setiap orang yang dengan sengaja memanfaatkan
keadaan bencana untuk keuntungan pribadi dan/atau
golongan, memprovokasi masyarakat yang dapat
menimbulkan konflik, menghalangi program kegiatan
penanggulangan bencana, dan memberikan informasi
palsu berkaitan dengan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah pelanggaran.
Pasal 97
Setiap orang yang dengan sengaja menghambat kemudahan
akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dipidana sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 98
Peraturan Bupati sebagai pelaksanaan Peraturan Daerah ini
65
harus ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.
Pasal 99
Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Daerah Kabupaten Bima.
Ditetapkan di Bima
pada tanggal 19 Pebruari 2014
BUPATI BIMA,
Ttd
H. SYAFRUDIN H.M. NUR
Diundangkan di Bima pada tanggal 19 Pebruari 2014
Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BIMA,
Ttd
Drs.H. ABDUL WAHAB
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BIMA TAHUN 2014 NOMOR 01
66
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA
NOMOR 1 TAHUN 2014
TENTANG
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
I. UMUM
Bencana merupakan suatu fenomena yang selalu
menyertai kehidupan manusia. Fenomena ini berdampak
merusak dan muncul dengan atau tanpa prediksi. Dampak
yangmerusak ini dapat berupa korban jiwa dan atau kerugian harta benda sehingga mangacaukan tatanan alam dan sosial. Bencana dapat terjadi secara alami dan dapat
dikarenakan perbuatan manusia. Gunung api meletus,
gempa bumi, tsunami, badai adalah contoh bencana yang
terjadi secara alami. Sedangkan tanah longsor pada gunung
yang hutannya digunduli manusia, kebakaran hutan
karena manusia mencari cara gampang membuka lahan
perkebunan, kebakaran pemukiman, pencemaran lingkungan, bencana karena kegagalan teknologi adalah
contoh bencana yang dikarenakan perbuatan manusia.
Kerusuhan sosial baik yang disebabkan oleh konflik
horizontal maupun vertikal merupakan peristiwa bencana
karena menyebabkan kerusakan dan merugikan masyarakat.
Sebagai negara yang sedang giat membangun, harus
disadari bahwa Indonesia terdiri dari berbagai suku, adat
dan budaya. Wilayahnya berbentuk kepulauan yang
terbentang dari sabang sampai merauke. Terletak di
wilayah tropis dan berada di antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik dan dua benua
yaitu Benua Asia dan Benua Australia. Selain itu Indonesia
juga menduduki tiga lempeng yaitu lempeng Eurasia,
lempeng Indo-Australia dan lempeng Pasifik. Oleh
karenanya negeri ini mempunyai posisi strategis dengan segala kekayaan alamnya sekaligus menyimpan potensi
bencana.
67
Kabupaten Bima sebagai salah satu wilayah di Indonesia terpengaruh secara langsung atas ancaman dan
resiko bencana di atas. Gempa bumi cukup besar silam
menimbulkan ribuan korban jiwa dan korban materi serta
goncangan institusi sosial, menjadi petunjuk nyata bahwa
kondisi daerah ini tidak lepas dari ancaman bencana.
Potensi bencana gempa dapat saja terulang atau sangat mungkin terjadi bencana dalam bentuk lain, mengingat
wilayah Kabupaten Bima memiliki resiko bencana yang
cukup beragam.
Beberapa ancaman bencana yang tersebar di
beberapa wilayah di Kabupaten Bima, meliputi : Letusan Gunung Api, Tanah Longsor dan Erosi, Banjir, Bencana