Top Banner
BAB I PENDAHULUAN A. KASUS POSISI Pihak-pihak yang bersengketa dalam perkara pada Putusan Nomor: 187/G/2006/PT.TUN.JKT antara lain Wajirin yang selanjutnya disebut sebagai Penggugat melawan Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK) yang selanjutnya disebut sebagai Tergugat. Objek Gugatannya yaitu Surat Keputusan Tergugat yang ditandatangani oleh Badan Pertimbangan Kepegawaian tertanggal 12 – 10 – 2005 Nomor : 058/KPTS/BAPEK/2005 dalam hal tentang penguatan Hukuman Disiplin Atas Nama Wajirin. Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Badan Pertimbangan Kepegawaian tertanggal 12 – 10 – 2005 Nomor : 058/KPTS/BAPEK/2005 yang berisikan tentang Penguatan Hukuman Disiplin Atas Nama Wajirin Nip.: 150217943 melalui Kepala Bagian Pemberhentian Pegawai Departemen Agama pada tanggal, 24 April 2006 sangatlah merugikan pihak Tergugat. Sehingga Tergugat mengajukan 1
37

peratun Agus

Jun 29, 2015

Download

Documents

Alexandra Adela
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: peratun Agus

BAB I

PENDAHULUAN

A. KASUS POSISI

Pihak-pihak yang bersengketa dalam perkara pada Putusan Nomor:

187/G/2006/PT.TUN.JKT antara lain Wajirin yang selanjutnya disebut sebagai

Penggugat melawan Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK) yang selanjutnya

disebut sebagai Tergugat. Objek Gugatannya yaitu Surat Keputusan Tergugat yang

ditandatangani oleh Badan Pertimbangan Kepegawaian tertanggal 12 – 10 – 2005

Nomor : 058/KPTS/BAPEK/2005 dalam hal tentang penguatan Hukuman Disiplin

Atas Nama Wajirin.

Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Badan Pertimbangan Kepegawaian

tertanggal 12 – 10 – 2005 Nomor : 058/KPTS/BAPEK/2005 yang berisikan tentang

Penguatan Hukuman Disiplin Atas Nama Wajirin Nip.: 150217943 melalui Kepala

Bagian Pemberhentian Pegawai Departemen Agama pada tanggal, 24 April 2006

sangatlah merugikan pihak Tergugat. Sehingga Tergugat mengajukan gugatan atas

penolakan surat keputusan tersebut ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN)

Provinsi Jakarta pada tanggal 27 Juni 2006 dan diperbaiki tanggal 31 Juni 2006,

dengan Nomor registrasi perkara: 187/G/2006/PT.TUN.JKT.

1

Page 2: peratun Agus

Penggugat merasa bahwa haknya telah dirugikan oleh surat keputusan yang

dikeluarkan oleh Badan Pertimbangan Kepegawaian tersebut, dalam hal ini Wajirin

berkedudukan sebagai pegawai negri sipil Universitas Islam Negri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta, Ciputat, Tangerang, Banten. Keputusan Tergugat No.

058/KPTS/BAPEK/2005 Tanggal, 12 Oktober 2005 telah memenuhi ketentuan Pasal 1

butir 3 Undang-undang Nomer : 5 Tahun 1986, yaitu ditetapkan oleh Pejabat Tata

Usaha Negara (Badan Pertimbangan Kepegawaian/BAPEK), bersifat konkrit,

individual, dan final serta menimbulkan akibat hukum bagi Penggugat, dikeluarkan

secara sewenang-wenang dan tidak cermat dimana keputusan Tergugat telah

bertentangan dengan Azas-azas Umum Pemerintahan yang baik, karena Tergugat telah

mengabaikan kepentingan Penggugat sebagai Pegawai Negri Sipil, sehingga keputusan

Tergugat tersebut tidak memenuhi rasa keadilan bagi Penggugat, yaitu sebagai berikut :

1) Penggugat yang seharusnya menerima hak-haknya sebagai Pegawai Negri Sipil

seperti kenaikan Pangkat/Golongan Reguler atau kenaikan gaji berkala (KGB),

tetapi hal ini tidak diberikan kepada Penggugat.

2) Dalam Surat Keputusan Mentri Agama Nomor : B.II/4/PDH/03176 tanggal, 28

Agustus 2001 terdapat kesalahan pada penulisan Nomor Induk Pegawai (Nip.)

Penggugat. Tercetak/tertulis dalam surat Keputusan Mentri Agama Nip.:

150217493, padahal Nomor Induk Pegawai (Nip.) Penggugat yang benar adalah

Nip.: 150217943

3) Menghambat Penggugat untuk mendapatkan kepastian hukum, karena terlambatnya

Terguggat menyampaikan Surat Keputusan. Tergugat menetapkan keputusan

tanggal, 12 Oktober 2005, tetapi baru Penggugat terima tanggal, 24 April 2006

2

Page 3: peratun Agus

kurang lebih 7 (tujuh) bulan lamanya Penggugat menunggu Surat Keputusan

tersebut, sedangkan lokasi Tergugat dan Penggugat sama-sama di Jakarta.

Penggugat mengakui telah melakukan kesalahan melanggar Disiplin Pegawai Negri

Sipil, yaitu melanggar Peraturan Pemerintah Nomor : 30 tahun 1980 Pasal 2 huruf

b,c,d,f,g,h,w,x Pasal 3 ayat (1) huruf a dan f serta Surat Edaran BKN Nomor :

10/SE/1981 dengan menggunakan Ijazah Palsu untuk penyesuaian kenaikan

pangkat/golongan dari Pengatur Tk.I (II/d) menjadi Penata Muda (III/a) terhitung mulai

1 Oktober 1999.

Keputusan Tergugat merupakan Keputusan Bandina Administratif terhadap

keberatan Penggugat atas Keputusan Mentri Agama Nomor : B.II/4/PDH/03176

tanggal, 28 Agustus 2001, sehingga sesuai Pasal 48 jo Pasal 51 ayat (3) Undang-

undang Nomor : 5 Tahun 1986, maka Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta

berwenang untuk memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan gugatan Penggugat

dalam perkara ini.

B. INTISARI PUTUSAN

Pada surat gugatan penggugat memohon putusan sebagai berikut :

(1) Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya

(2) Menyatakan batal/tidak sah surat keputusan Badan Pertimbangan

Kepegawainan (Tergugat) Nomer : 058/KPTS/BAPEK/2005 tanggal, 12

Oktober 2005 tentang Penguatan Hukuman Disiplin Pegawai berupa

pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai

Pegawai Negri Sipil atas Nama : Wajirin Nip.: 150217943.

3

Page 4: peratun Agus

(3) Memerintahkan kepada pihak Tergugat untuk menerbitkan surat

keputusan yang berisi :

(a) Membatalkan Surat Keputusan Mentri Agama No.:

B.II/4/PDH/03176 Tanggal, 28 Agustus 2001.

(b) Perintahkan kepada Mentri Agama untuk menertibkan surat

keputusan yang baru yang isinya :

”Mengangkat kembali Penggugat sebagai Pegawai Negri Sipil pada

Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan

menurunkan pangkat dan golongan setingkat lebih rendah (dari

Penata Muda Golongan (III/a) menjadi Pengatur Tk.I (II/d) selama 1

Tahun”.

(4) Menghukum Tergugat untuk membayar biaya dalam perkara ini.

Pertimbangan hukum hakim yang memeriksa perkara ini antara lain sebagai

berikut:

1. Menimbang bahwa yang menjadi objek sengketa yakni keputusan

Badan Pertimbangan Kepegawaian Nomer : 058/KPTS/BAPEK/2005

tanggal 12 Oktober 2005 tentang Penguatan Hukuman Disiplin atas

nama Wajirin Nip : 150217943, apakah telah diterbitkan sesuai

peraturan perundang-undangan yang berlaku atau Azas-azas Umum

Permerintahan yang Baik, sebagaimana diatur dalam Pasal 53 ayat 2

huruf a dan b Undang-undang No.5 Tahun 1986 Jo Undang-undang

No.9 Tahun 2004.

4

Page 5: peratun Agus

2. Tentang pelanggaran disiplin Pegawai Negri Sipil menggunakan Ijazah

palsu tidak dibantah oleh Penggugat berdasarkan bukti yang diberikan.

Sehingga mengacu kepada Surat Edaran Kepala BAKN No. 10/SE/1981

tanggal 07 Juli 1981 tentang penggunaan Ijazah Palsu untuk

kepentingan kenaikan pangkat dan Surat Keputusan Mentri Agama

menurut Majelis sudah sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.

3. Pengadilan mempertanyakan Keputusan Tergugat yang jadi objek

sengketa yang bersifat memperkuat Keputusan Mentri Agama justru

bukan memperkuat tapi merubah dan memperberat Hukuman Disiplin

yang dijatuhkan kepada Pengugat, dengan menetapkan bahwa kepada

Pengugat tidak diberikan hak pensiun karena tidak memenuhi syarat-

syarat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Maka dalam Putusan Akhir Hakim dalam perkara ini, Hakim Mengadili :

1. Mengabulkan gugatan sebagian ;

2. Menyatakan batal Keputusan Tergugat Pertimbangan Kepegawaian

Nomor :058/KPTS/BAPEK/2005 tanggal 12 Oktober 2005 tentang

Penguatan Hukuman Disiplin atas nama Wajirin, Nip : 150217943, yang

menjadi objek sengketa ;

3. Memerintahkan Tergugat untuk mencabut kembali keputusan yang

dinyatakan batal diatas;

5

Page 6: peratun Agus

4. Menghukum Tergugat membayar biaya perkara yang hingga Putusan

diucapkan berjumlah Rp.188.00,- (Seratus delapan puluh delapan ribu

rupiah) ;

5. Menolak gugatan Penggugat yang lain dan selebihnya;

C. RUMUSAN MASALAH

Apakah Putusan Nomor 187/G/2006/PT.TUN.JKT telah sesuai dengan

ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia ?

6

Page 7: peratun Agus

BAB II

ANALISA PUTUSAN HAKIM

A. TEORI DAN DASAR HUKUM ATAU ATURAN YANG DIGUNAKAN

UNTUK MENGANALISIS KASUS

1. Teori yang Digunakan untuk Menganalisis Kasus

Teori yang digunakan untuk menganalisis kasus yang terdapat di dalam Putusan

Nomor: 187/G/2006/PT.TUN.JKT antara lain teori mengenai Badan Peradilan Tata

Usaha Negara, prinsip-prinsip dasar Peradilan Tata Usaha Negara, pengertian dasar

dalam Tata Usaha Negara, sengketa Tata Usaha Negara, Dasar-dasar untuk menguji

Keputusan Tata Usaha Negara, Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB),

dan Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

Berdasarkan Pasal 25 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman, Badan Peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung

meliputi Badan Peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama,

Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara. “Peradilan Tata Usaha Negara

yang dimaksud berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan

sengketa tata usaha negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan1”.

Dasar hukum yang mengatur Peradilan Tata Usaha Negara yaitu Undang-Undang

Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986

Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Dasar hukum yang mengatur akan dijelaskan

1 Pasal 25 ayat 5 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

7

Page 8: peratun Agus

lebih lanjut di dalam sub bab berikutnya mengenai dasar hukum atau aturan yang

digunakan untuk menganalisis kasus.

DASAR-DASAR PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Hukum Acara PTUN adalah: seperangkat peraturan-peraturan yang memuat

cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan, serta cara

pengadilanbertindak satu sama lain untuk menegakkan peraturan HAN (materiil).

Hukum Acara PTUN dapat pula disebut dengan Hukum Acara Peradilan Administrasi

Negara. Scahran Basah menyebut matakuilah ini sebagai Hukum Acara Peradilan di

Lingkungan Administrasi.2

Tujuan dan Fungsi Peradilan Tata Usaha Negara

Tujuan pembentukan suatu Peradilan Administrasi selalu terkait dengan

falsafah negara yang dianutnya. Negara yang menganut faham demokrasi liberal, maka

tujuan dibentuknya Peradilan Administrasi tidak jauh dari falsafah liberalnya, yaitu

dalam rangka perlindungan hukum kepada rakyat yang menitikberatkan pada

kepentingan individu dalam suatu masyarakat. Berbeda dengan Negara Hukum

Pancasila (demokrasi Pancasila) yang memberikan porsi yang seimbang antara

kepentingan individu disatu sisi dan kepentingan bersama dalam masyarakat disisi

yang lain. Tujuan pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara menurut keterangan

pemerintah pada saat pembahasan RUU PTUN adalah3:

2 Indroharto, 1999, Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

3 Abdullah, Rozali, 1996, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Raja GrafindoPersada

8

Page 9: peratun Agus

i) memberikan perlindungan terhadap hak-hak rakyat yang bersumber dari

hak-hak individu;

ii) memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat yang didasarkan

kepada kepentingan bersama dari individu yang hidup dalam masyarakat

tersebut. (keterangan) pemerintah pada Sidang Paripurna DPR RI.

mengenai RUU PTUN tanggal 29 April 1986). Menurut Sjahran Basah

(1985;154), tujuan peradilan administrasi adalah untuk memberikan

pengayoman hukum dan kepastian hukum, baik bagi rakyat maupun bagi

admiistrasi negara dalam arti terjaganya keseimbangan kepentingan

masyarakat dan kepentingan individu. Dari sudut pandang yang berbeda, SF

Marbun menyoroti tujuan peadilan administrasi secara preventif dan secara

represif. Tujun Peradilan Administrasi negara secara preventif adalah

mencegah tindakan-tindakan badan/pejabat tata usaha negara yang melawan

hukum atau merugikan rakyat, sedangkan secara represif ditujukan terhadap

tindakan-tindakan badan/pejabat tata usaha negara yang melawan hukum

dan merugikan rakyat, perlu dan harus dijatuhi sanksi. Fungsi Peradilan

Tata Usaha Negara adalah sebagai sarana untuk menyelesaikan konflik

yang timbul antara pemerintah (Badan/Pejabat TUN) dengan rakyat (orang

perorang/badan hukum perdata). Konflik disini adalah sengketa tata usaha

negara akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara.

9

Page 10: peratun Agus

Untuk lebih mendalami urgensi eksistensi Peradilan Tata Usaha Negara dilihat

dari tujuan dan fungsinya dapat dilihat dari beberapa pendekatan, yaitu pendekatan dari

segi filsafat, segi teori, segi historis dan segi sistem terhadap peradilan administrasi.

Pengertian-Pengartian dalam Hukum Acara PTUN

Peradilan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas negara

menegakkan hukum dan keadilan. Peradilan Administrasi Negara adalah suatu badan

yang mengatur tata cara penyelesaian persengketaan antara sesama instansi

administrasi Negara dan warga masyarakat, atau dapat pula dirumuskan sebagai

persengketaan intern administrasi dan persengketaan ekstern administrasi Negara.

Secara normatif, Pasal 4 UU NO. 5 Tahun 1986 Jo. UU No. 9 Tahun 2004,

mengartikan Peradilan Tata Usaha Negara adalah sebagai salah satu pelaku kekuasaan

kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara.

Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha

Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha

Negara, baik di pusat maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata

Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku (Pasal 1 angka 4 UU PTUN). Istilah Peradilan Tata Usaha

Negara dapat disebut juga dengan Peradilan Administrasi Negara, hal ini dapat kita

temukan dasar hukumnya dalam Pasal 144 UU PTUN. Pengertian-Pengertian Dasar

dalam UU PTUN (Pasal 1) Tata Usaha Negara adalah Administrasi Negara yang

melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat

maupun di daerah;4

4 Abdullah, Rozali, 1996, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Raja GrafindoPersada.

10

Page 11: peratun Agus

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang

melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku; Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang

dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum

Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi

seseorang atau badan hukum perdata; Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa

yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata

dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah,

sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa

kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; Gugatan

adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha

Negara dan diajukan ke Pengadilan untuk mendapatkan putusan; Tergugat adalah

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan

wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya, yang digugat oleh

orang atau badan hukum perdata; Pemahaman tehadap Peradilan Adminstrasi akan

lebih mudah jika terlebih dahulu dimengerti unsur-unsur yang melengkapinya.,

setidaknya terdapat lima unsur dalam Peradilan Adminstrasi, yaitu5 :

a) adanya suatu instansi atau badan yang netral dan dibentuk berdasarkan

peraturan perundang-undangan, sehingga mempunyai kewenangan untuk

memberikan putusan. Dalam hal ini adalah adanya Pengadilan Tata Usaha

Negara (dibentuk dengan Kepres), Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara

(dibentuk dengan UU.) dan Berpuncak pada Mahkamah Agung yang diatur

tersendiri Dalam UUMA.

5 Abdullah, Rozali, 1996, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Raja GrafindoPersada.

11

Page 12: peratun Agus

b) terdapatnya suatu peristiwa hukum konkret yang memerlukan kepastian

hukum. Peristiwa hukum konkret disini adalah adanya Sengketa Tata Usaha

Negara akibatdikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara oleh pejabat

TUN.

c) terdapatnya suatu peristiwa hukum yang abstrak dan mengikat umum.

Aturan hukum tersebut terletak di lingkungan Hukum Administrasi Negara.

d) adanya sekurang-kurangnya dua pihak. Sesuai dengan ketentuan hukum

positif, yakni Pasal 1 angka 4 UU PTUN. dua pihak disini adalah Badan

atau Pejabat Tata Usaha Negara yang selalu sebagai Tergugat dan rakyat

pencari keadilan (orang perorang atau badan hukum privat)

e) adanya hukum formal. Hukum formal disini adalah Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1986 juncto Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang

Peradilan Tata Usaha Negara dan peraturan-peraturan lainnya.Dasar Hukum

Peradilan Tata Usaha Negara

Pasal 10 UU No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-

Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, menyatakan bahwa

kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam

lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan

Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara (UU No.14 Tahun

1970 diperbaharui dengan UU No.4 Tahun 2004).

TAP MPR Nomor : IV/MPR/1978 tentang Garis-Garis Besar

Haluan Negara menjamin eksistensi PTUN;

12

Page 13: peratun Agus

UU No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

diundangkan (UU No.5 Tahun 1986 diubah dengan UU No.9

Tahun 2004);

UU No.10 Tahun 1990 dan Kepres No.52 Tahun 1990

(tentang pembentukan pengadilan tinggi dan pengadilan tata

usaha negara);

PP No.7 Tahun 1991 tentang Penerapan UU No.5 Tahun

1986.

Azas-Azas Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

Ciri khas Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara terletak pada asas-asas

yang melandasinya, yaitu6 :

i) Asas praduga rechtmatig (vermoeden van rechtmatigheid : presumptio

iustea causa), asas ini menganggap bahwa setiap tindakan penguasa selalu

harus dianggap rechtmatige sampai ada pembatalan. Dalam asas ini gugatan

tidak menunda pelaksanaan KTUN yang digugat (Pasal 67 ayat (1) UU

No.5 tahun 1986);

ii) Asas pembuktian bebas. Hakim yang menetapkan beban pembuktian. Hal

ini berbeda dengan ketentuan 1865 BW. Asas ini dianut oleh Pasal 101 UU

No.5 tahun 1986, hanya saja masih dibatasi ketentun Pasal 100;

6 Indroharto, 2003, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta; Pustaka Sinar Harapan

13

Page 14: peratun Agus

iii) Asas keaktifan hakim (dominus litis). Keaktifan hakim dimaksudkan untuk

mengimbangi kedudukan para pihak karena Tergugat adalah Pejabat Tata

Usaha Negara sedangkan Penggugat adalah orang atau badan hukum

perdata. Penerapan asas ini antara lain terdapat dalam ketentuan Pasal 58,

63, ayat (1) dan (2), Pasal 80 dan Pasal 85;

iv) Asas putusan pengadilan mempunyai kekuatan mengikat “erga omnes”.

Sengketa TUN adalah sengketa hukum publik. Dengan demikian putusan

pengadilan berlaku bagi siapa saja-tidak hanya bagi para pihak yang

bersengketa. Dalam rangka ini kiranya ketentuan Pasal 83 tentang

intervensi bertentangan dengan asas erga omnes (P.M Hadjon dalam

Riawan 2005:9). Selain empat asas tersebut, Zairin Harahap menambahkan

asas-asas yang lainnya, yang menurut hemat penulis adalah asas yang juga

berlaku di Peradilan lainnya. Berikut ini asas-asas tersebut setelah penulis

kurangi asas-asas yang dikemukakan Philipus M. Hadjon, sebagai berikut:

“Asas para pihak harus didengar (audi et alteram partem)´, para

pihak mempunyai kedudukanyang sama;

“Asas kesatuan beracara” (dalam perkara yang sejenis);

“Asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang bebas”

(Pasal 24 UUD 1945 Jo.Pasal 1 UU No. 4 2004);

“Asas sidang terbuka untuk umum” putusan mempunyai

kekuatan hukum jika diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk

umum (Pasal 70 UU PTUN); Asas pengadilan berjenjang”

14

Page 15: peratun Agus

(tingkat pertama (PTUN), banding (PT TUN), dan Kasasi

(MA),dimungkinkan pula PK (MA);

“Asas pengadilan sebagai upaya terakhir (ultimum remidium)”,

sengketa sedapat mungkin diselesaikan melalui upaya

administrasi (musyawarah mufakat), jika belum puas, maka

ditempuh upaya peradilan (Pasal 48 UU PTUN);

“Asas obyektivitas”, lihat Pasal 78 dan 79 UU PTUN). Asas

peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan.

Azas-Azas Umum Pemerintahan yang Baik

Diantara azas-azas tertulis terdapat azas-azas tidak tertulis yang digunakan dalam

pengadilan tata usaha negara yaitu 7:

1. Kecermatan formal, Asas ini menghendaki bahwa semua fakta-fakta dan

masalah–masalah yang relevan diinventarisasi dan diperiksa, untuk

dipertimbangkan dalam mengambil keputusannya. Asas ini dapat dilanggar

dengan berbagai cara ialah :

a. Pihak-pihak yang berkepentingan tidak didengar dengan cara yang tidak

benar.

b. Fakta-fakta tidak diperiksa dengan cermat.

c. Advis-advis dipergunakan dengan tidak cermat.

2. Fair play, Warga masyarakat harus diberi segala kesempatan untuk

mempertahankan kepentingannya. Juga harus dihindari kesan seolah-olah

penguasa yang bersangkutan berpihak. Asas ini juga menekankan pentingnya

7 Hadjon P.M., 1992, Pengantar Hukum Administrasi

15

Page 16: peratun Agus

kejujuran dan keterbukaan dalam proses penyelesaian sengketa tata usaha

negara. Asas ini penting dalam peradilan administrasi negara karena terdapat

perbedaan kedudukan antara pihak penggugat dengan tergugat. Pejabat selaku

pihak tergugat secara politis memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan

dengan kedudukan penggugat.

3. Larangan Detournement de procedure, Jika suatu tujuan dapat dicapai dengan 2

cara, ialah melalui jalan yang sederhana, tetapi juga melalui suatu prosedur

yang lebih rumit, namun yang mengandung lebih banyak jaminan untuk warga

masyarakat, dipilihnya jalan yang lebih sederhana itu merupakan deturnement

procedure.

4. Keharusan adanya pertimbangan, Jika Undang-undang yang bersangkutan

sendiri tidak mengatakan sesuatu tentang kewajiban ini, dituntut bahwa suatu

keputusan dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan yang tegas.

Pertimbangan yang cukup memadai, asas ini terdiri dari 2 unsur yaitu :

a. Pertimbangan-pertimbangan harus didasarkan atas fakta-fakta yang

benar sebagaimana dalam kenyataannya.

b. Pertimbangan-pertimbangan itu harus mendukung keputusan yang

diambil, dimana kesimpulan-kesimpulan sebagaimana tercantum dalam

pertimbangan-pertimbangan itu harus logis serta tepat secara yuridis.

5. Terdapat beberapa pengecualian yang membolehkan keputusan Beschikking

atas permohonan tidak dilengkapi pertimbangan ialah kalau undang-undang itu

tidak mengharuskannya dalam hal :

16

Page 17: peratun Agus

a. Keputusan itu tidak menyangkut pihak ketiga.

b. Kalau menurut kebiasaan pada keputusan demikian tidak dilekati

dengan syarat-syarat/pembatasan-pembatasan tertentu.

6. Asas Kepastian hukum, asas kepastian hukum memiliki dua aspek yang satu

lebih bersifat hukum material, yang lain bersifat formal. Aspek hukum material

terkait erat dengan asas kepercayaan. Asas ini ini menghendaki dihotmatinya

hak yang telah diperoleh seseorang berdasarakan suatu keputusan pemerintah,

meskipun itu salah. Jadi demi kepastian hukum, setiap keputusan yang telah

dikeluarkan oleh pemrintah tidak untuk dicabut kembali, sampai dibuktikan

sebaliknya dalam proses peradilan. Adapun aspek yang bersifat formal dari asas

kepastian hukum membawa serta ketetapan yang memberatkan dan ketentuan

yang terkait pada ketetapan-ketetapan yang mengunytungkan, harus disusun

dengan kata-kata yang jelas. Asas kepastian hukum memberikan hak kepada

yang berkepentingan untuk mengetahui memberikan hak kepada yang

berkepentingan untuk mengetahui dengan tepat apa yang dikehendaki

daripadanya. Asas ini berkaitan dengan prinsip dalam hukum administrasi

Negara, yaitu asas het vermoeden van rechtmatigheid atau presumtio justea

causa, yang berarti setiap keputusan badan atau pejabat tata usaha Negara yang

dikeluarkan dianggap benar menurut hukum, selama belum dibuktikan

sebaliknya atau dinyatakan sebagai keputusan yang bertentangan dengan

hukum oleh hakim administrasi.

7. Larangan Detournement de Pouvoir, Prinsip negara hukum bermaksud untuk

melindungi warga masyarakat dari kesewenang-wenangan dari pihak

17

Page 18: peratun Agus

penyelenggara pemerintahan. Posisi hukum seseorang harus kuat, aman dan

tidak dapat diganggu secara mengagetkan, tidak dapat diperhitungkan. Warga

masyarakat harus dapat mempercayai bahwa keputusan-keputusan yang

mengatur mereka akan bertahan lama, bahwa penyelenggara pemerintahan akan

menepati janji-janji yang telah diberikan serta melaksanakan harapan yang

ditimbulkan olehnya. Warga masyarakat itu harus dapat mempercayai suatu

garis kebijakan penyelenggaraan pemerintahan yang telah berulang kali

dilakukan mengenai hal-hal atau keadaan-keadaan yang serupa.

8. Asas kepastian hukum (materiil) terutama berarti bahwa hukum yang berlaku

harus dilaksanakan, serta bahwa keputusan-keputusan tidak diubah dengan

berlaku surut untuk kerugian warga masyarakat yang bersangkutan.

9. Larangan berbuat sewenang-wenang.

10. Kepercayaan.

11. Persamaan perlakuan, asas ini menghendaki agar kasus yang sama seharusnya

memperoleh perlakuan yang serupa. Asas ini megandung juga larangan

diskriminasi, ialah membeda-bedakan suatu /beberapa golongan penduduk

berdasarkan hal-hal yang khusus dimiliki masing-masing golongan itu.

12. Kecermatan materiil, Asas ini menghendaki agar perbuatan-perbuatan

penyelenggara pemerintahan sesedikit mungkin menyebabkan kerugian.

Kadang-kadang tidak dapat dihindari bahwa ada kepentingan-kepentingan yang

18

Page 19: peratun Agus

dirugikan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu demi kepentingan umum.

Dalam hal itu kerugian harus sebanyak mungkin dibatasi, dalam hal-hal tertentu

dengan memberi sejumlah ganti rugi.

13. Keseimbangan, asas ini menghendaki adanya keseimbangan antara hukuman

jabatan dan kelalaian atau kealpaan pegawai dan adanya kriteria yang jelas

mengenai jenis-jenis atau kualifikasi pelanggaran atau kealpaan.

14. Asas Kesamaan dalam Mengambil Keputusan, asas ini menghendaki badan

pemerintahan mengambil tindakan yang sama (dalam arti tidak bertentangan)

atas kasus-kasus yang faktanya sama. Asas ini memaksa pemerintah untuk

menjalankan kebijaksanaan. Aturan kebijaksanaan, memberi arah pada

pelaksanaan wewenang bebas. Asas ini menghendaki adanya keseimbangan

antara hukuman jabatan dan kelalaian atau kealpaan seorang pegawai. Asas ini

menghendaki pula adanya kriteria yang jelas mengenai jenis-jenis atau

kualifikasi pelanggaran atau kealpaan yang dilakukan seseorang sehingga

memudahkan penerapannya dalam setiap kasus yang ada seiring dengan

persamaan perlakuan serta sejalan dengan kepastian hukum. Artinya terhadap

pelanggaran atau kealpaan serupa yang dilakukan orang yang berbeda akan

dikenakan sanksi yang sama, sesuai dengan criteria yang ada dalam peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

15. Asas Motivasi untuk Keputusan, asas ini menghendaki setiap ketetapan harus

mempunyai motivasi/alasan yang cukup sebagai dasar dalam menerbitkan

ketetapan. Alasan harus jelas, terang, benar, obyektif, dan adil. Alasan sedapat

19

Page 20: peratun Agus

mungkin tercantum dalam ketetapan sehingga yang tidak puas dapat

mengajukan banding dengan menggunakan alasan tersebut. Alasan digunakan

hakim administrasi untuk menilai ketetapan yang disengketakan.

16. Asas tidak Mencampuradukkan Kewenangan, di mana pejabat Tata Usaha

Negara memiliki wewenang yang sudah ditentukan dalam perat perundang-

undangan (baik dari segi materi, wilayah, waktu) untuk melakukan tindakan

hukum dalam rangka melayani/mengatur warga negara. Asas ini menghendaki

agar pejabat Tata Usaha Negara tidak menggunakan wewenangnya untuk

tujuan lain selain yang telah ditentukan dalam peraturan yang berlaku atau

menggunakan wewenang yang melampaui batas.

2. Dasar Hukum Atau Aturan Yang Digunakan Untuk Menganalisis Kasus

Dasar Hukum atau aturan yang digunakan untuk menganalisis kasus yang

terdapat di dalam Putusan Nomor: 187/G/2006/PT.TUN.JKT yaitu Undang-Undang

Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986

Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Ketentuan-ketentuan di dalam Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1986 Jo Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 yang dijadikan dasar

untuk menganalisis kasus antara lain :

a. Pasal 1 angka 3:

“Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.”

20

Page 21: peratun Agus

b. Pasal 53 ayat (2) sub a,b,c

“Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan adalah:a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku;b. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan

keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud diberikannya wewenang tersebut;

c. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan atau tidak mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setelah mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut dengan keputsan itu seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tidak pengambilan keputusan tersebut.”

c. Pasal 55:

“Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.”

d. Pasal 83

(1) Selama pemeriksaan berlangsung, setiap orang yang berkepentingan dalam sengketa pihak lain yang sedang diperiksa oleh Pengadilan, baik atas prakarsa sendiri dengan mengajukan permohonan, maupun atas prakarsa Hakim, dapat masuk dalam sengketa Tata Usaha Negara, dan bertindak sebagai :

a. pihak yang membela haknya; ataub. peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dikabulkan atau ditolak oleh Pengadilan dengan putusan yang dicantumkan dalam berita acara sidang.

Permohonan banding terhadap putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat

(2) tidak dapat diajukan tersendiri, tetapi harus bersama-sama dengan permohonan banding

terhadap putusan akhir dalam pokok sengketa.

21

Page 22: peratun Agus

B. ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PADA PUTUSAN

NOMOR 187/G/2006/PT.TUN.JKT

Analisa Pertimbangan Hukum terhadap Objek Sengketa

Peradilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta mempertimbangkan Keputusan

Tergugat yang jadi objek sengketa yakni Keputusan Badan Pertimbangan Kepegawaian

No. 058/KPTS/BAPEK/2005 tanggal 12 Oktober 2005, tentang Penguatan Hukuman

Dipsiplin atas nama Wajirin NIP : 150217943, apakah telah ditertibkan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku atau Azas-Azas Umum Pemerintahan

yang baik, sebagaimana diatur dalam Pasal 53 ayat 2 huruf a dan b Undang-undang

No.5 tahun 1986 Jo Undang-undang no.9 tahun 2004.

Pertimbangan hakim yang terdapat di dalam Putusan Nomor No.

058/KPTS/BAPEK/2005 terhadap objek guggatan yang diajukan Badan Pertimbangan

Kepegawaian tersebut di atas, menurut kelompok penulis benar dan sesuai. karena

Tergugat menghambat Penggugat untuk mendapatkan kepastian hukum, karena

terlambatnya Terguggat menyampaikan Surat Keputusan. Tergugat menetapkan

keputusan tanggal, 12 Oktober 2005, tetapi baru Penggugat terima tanggal, 24 April

2006 kurang lebih 7 (tujuh) bulan lamanya Penggugat menunggu Surat Keputusan

tersebut, sedangkan lokasi Tergugat dan Penggugat sama-sama di Jakarta. Tergugat

mengajukan gugatan atas penolakan surat keputusan tersebut ke Pengadilan Tinggi

Tata Usaha Negara (PTTUN) Provinsi Jakarta pada tanggal 27 Juni 2006 sehingga

tidak melanggar ketentuan Pasal 55 Undang-Undang No.5 tahun 1986 yang berisikan

Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung

22

Page 23: peratun Agus

sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha

Negara. Sehingga penggugat mempunyai dasar hukum sesuai dengan Pasal 53 ayat 2

Undang-undang No.5 tahun 1986 no.9 tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha

Negara yang dimaksud adalah sebagai berikut :

Pasal 53

(2) Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) adalah:

a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku;

b. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan keputusan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah menggunakan wewenangnya untuk

tujuan lain dari maksud diberikannya wewenang tersebut;

c. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan atau tidak

mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setelah

mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut dengan keputsan itu

seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tidak pengambilan keputusan

tersebut.

Surat Keputusan yang dijadikan objek sengketa oleh tergugat apabila

diperhatikan dengan seksama, bisa dikatakan bahwa selain melanggar kepastian hukum

tergugat surat keputusan tersebut juga bertentangan dengan azas-azas umum

pemerintahan yang baik khususnya azas motivasi (Motivering beginselen), yaitu :

23

Page 24: peratun Agus

Asas Motivasi untuk Keputusan, asas ini menghendaki setiap ketetapan harus

mempunyai motivasi/alasan yang cukup sebagai dasar dalam menerbitkan ketetapan.

Alasan harus jelas, terang, benar, obyektif, dan adil. Alasan sedapat mungkin

tercantum dalam ketetapan sehingga yang tidak puas dapat mengajukan banding

dengan menggunakan alasan tersebut. Alasan digunakan hakim administrasi untuk

menilai ketetapan yang disengketakan

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Rozali, 1996, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Raja

GrafindoPersada.

Indroharto, 1999, Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

24

Page 25: peratun Agus

Indroharto, 2003, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha

Negara, Jakarta; Pustaka Sinar Harapan.

Hadjon P.M., 1992, Pengantar Hukum Administrasi,

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih

dan Bebas KKN

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

25