Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Teknologi mengalami perkembangan secara terus menerus,
termasuk juga teknologi di bidang pergedungan. Inovasi-inovasi
terus bermunculan untuk menciptakan barang yang efisien dan ke
arah hemat energi. Lift yang merupakan bagian penting dari
gedung yang memiliki banyak lantai pun turut mengalami
perkembangan. Namun perkembangan itu harus didukung oleh
manusia sebagai perancang, untuk merancang suatu sistem gedung
yang efisien dan hemat energi. Salah satu caranya yaitu
melakukan pengkajian ulang terhadap desain gedung yang telah
ada secara berkala. Hal ini perlu dilakukan agar dapat
meminimalisir kerugian-kerugian yang terjadi pada sistem yang
sudah tidak efisien, sehingga penghematan energi bisa
dilakukan.
1.2. Tujuan Laporan
Laporan ini bertujuan untuk:
Menyelesaikan tugas besar mata kuliah Sistem Utilitas
Bangunan
Untuk mendapatkan desain dari sistem lifting, HVAC,
Fire Fighting, Plumbing berdasarkan kondisi dan ukuran
gedung1 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 2
Untuk mengetahui apakah desain lifting, HVAC, Fire
Fighting, Plumbing yang ada sekarang sesuai standar
atau tidak.
1.3. Metodologi Penulisan
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah
sebagai berikut :
1. Pengamatan masalah
Mengamati permasalahan berupa kondisi dan ukuran
gedung.
2. Pengumpulan data
Mengumpulkan data yang berhubungan dengan gedung
berupa gambar desain melalui program Inventor.
3. Pengolahan data
Mengolah data yang telah diperoleh dengan menggunakan
persamaan yang ada pada literatur.
4. Evaluasi dan analisa
Mengevaluasi dan menganalisa data yang diolah untuk
mencari penyelesaian masalah.
5. Kesimpulan dan saran
Membuat kesimpulan dan saran dari permasalahan yang
ada.
1.4. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan dibagi atas:
BAB I Pendahuluan
2 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 3
Merupakan penjelasan singkat tentang latar belakang,
tujuan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II Perancangan Sistem Pada Gedung
Menjelaskan sistem lifting, HVAC, Fire fighting dan
Plumbing secara umum, rumus perhitungan yang
digunakan, serta analisa perhitungan.
BAB III Penutup
Menjelaskan kesimpulan yang didapat dari hasil analisa
perhitungan terhadap desain gedung.
DAFTAR PUSTAKA
Bab II
PERANCANGAN SISTEM PADA GEDUNG
2.1 Sistem Lifting
2.1.1 Cara Kerja Lift
Secara umum suatu sistem lift terdiri atas gerbong lift,
motor listrik, counterweight, kontrol sistem, dan sistem guide
3 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 4
rails. Terdapat tiga jenis mesin, yaitu hidraulik, traxon atau
katrol tetap, dan hoist atau katrol ganda. Jenis hoist dapat
dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu hoist dorong dan hoist
tarik. Motor listrik dan kontrol sistem biasanya berada di
sebuah ruang mesin di lantai teratas gedung.
Gambar 2.1. Sistem Kerja Lift
Adapun cara kerja dari lift ini adalah dengan gerakan naik
turun (hoist) dimana gerbong yang berisi barang atau orang dan
counterweight digantungkan pada tali yag ditarik naik atau
turun dengan menggunakan pully, dimana pully ini berputar
sesuai dengan kebutuhan. Pully digerakkan oleh motor listrik
dan gerakan pully dihentikan oleh rem, sehingga barang atau
orang tidak akan naik atau turun setelah posisi angkat yang
diingin tercapai. Biasanya motor listrik hanya mengatur gaya
gesek. Gerbong dan counterweight berada di sistem guide rails,
di mana counterweight bisa diletakkan di samping atau di
belakang dari gerbong tergantung desainnya. Guide rails
berperan juga sebagai sistem pengaman dalam sistem lift.
4 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 5
2.2.2 Alur Perhitungan Desain Lift
Alur perhitungan dalam mendesain sistem lift dalam laporan
ini yaitu:
Memperkirakan populasi yang berada dalam gedung
Menghitung beban puncak
Menghitung probabilitas jumlah berhenti
Menghitung waktu perjalanan naik
Menghitung waktu perjalanan turun
Menghitung waktu transfer penumpang
Menghitung waktu buka dan tutup pintu lift
Menghitung round trip time (RTT)
Menghitung interval per grup
Menghitung kapasitas grup lift
Menghitung beban motor
5 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 6
Gambar 2.2. Flowchart Perhitungan Desain Llift
2.1.3 Analisa Perhitungan Desain Lift
a) Perhitungan
Pada kasus ini, gedung yang akan didesain liftnya yaitu
sebuah gedung dengan 9 lantai, dengan luas area total gedung
mencapai 8.123,4 m2. Tinggi per lantai sekitar 4 m, sehingga
tinggi keseluruhan lantai yaitu 36 m. Dari data tersebut,
terlebih dahulu menghitung jumlah kapasitas dari gedung
tersebut berdasarkan persamaan dari literatur. Menurut standar
yang ada, setiap orang dalam sebuah gedung membutuhkan luas
lantai antara 9,5 m2 hingga 11,25 m2. Jika asumsi yang
digunakan adalah 9,5 m2 per orang, maka kapasitas gedung
tersebut adalah 856 orang.
Selanjutnya yaitu menghitung beban puncak dari lift
tersebut. Beban puncak didapat dengan memperhatikan populasi
dalam 5 menit pada waktu puncak, diperoleh dengan mengalikan
17% untuk grup lift yang naik turun bersamaan, atau dikali 12%
untuk grup lift yang naik turun secara terpisah. Dalam
perhitungan ini, asumsi grup lift bergerak secara terpisah,
oleh karena itu beban puncak didapat dengan mengali 12%
populasi gedung sehingga beban puncaknya didapat 103 orang.
6 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 7
Pada laporan ini, cara yang dilakukan ditunjukkan oleh
flowchart pada gambar 2.2 yaitu dengan membandingkan tipe-tipe
lift yang disediakan suatu produsen untuk dilihat
kesesuaiannya dengan hasil perhitungan. Tipe lift yang paling
memenuhi hasil perhitungan yang akan dipilih sebagai lift yang
digunakan. Terdapat beberapa variabel yang sama dalam setiap
perhitungan, antara lain:
Kecepatan lift : 2 m/s
Kecepatan buka dan tutup pintu lift : 0,4 m/s
Untuk menentukan tipe lift yang akan digunakan, pertama-
tama kita harus menghitung round trip time (RTT). Round trip
time adalah waktu yang diperlukan oleh lift untuk bergerak
naik sampai lantai tertinggi dan kembali ke lantai paling
bawah. Banyak aspek yang harus dipertimbangkan, antara lain
probabilitas jumlah berhenti, waktu perjalanan naik, waktu
perjalanan turun, waktu transfer penumpang, serta waktu
membuka dan menutup pintu lift.
Pada laporan ini, perhitungan yang disajikan diambil dari
satu sampel saja, hasil perhitungan keseluruhan akan
ditampilkan dalam bentuk tabel di akhir perhitungan. Sampel
yang diambil yaitu lift dengan kapasitas 18 orang dengan lebar
pintu 1100 mm. Langkah perhitungannya yaitu:
Menghitung probabilitas jumlah berhenti
7 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 8
n=80% x18orang=14,4≈15 orang
S1=9−9(9−19 )
15
S1=7,462≈8
Waktu perjalanan naik
Tu=8x(9x49x2+2x2)
Tu=48detik
Waktu perjalanan turun
Td=(9x42 +(2x2))8 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 9
Td=22detik
Waktu transfer penumpang
Tp=2,5x15
Tp=37,5detik
Waktu membuka dan menutup pintu lift
To=2(8+1)0.5∗1.1
0.4
To=24,75detik
Total RTT
RTT=48+22+37,5+24,75
RTT=132,25detik
Interval per grup
IntervalperGrup= RTTJumlahLift
9 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 10
IntervalperGrup=132,253
IntervalperGrup=44,083detik
*) jumlah lift yang digunakan sebagai variabel
Kapasitas grup lift
KapasitasGrupLift=5x60xJumlahLiftxKapasitasLiftx80%RTT
KapasitasGrupLift=5x60x3x18x80%132,25
KapasitasGrupLift=98orang
*) jumlah lift yang digunakan sebagai variabel
Hasil perhitungan di atas merupakan sampel untuk lift
dengan kapasitas 18 orang dan lebar pintu 1100 mm. Hasil
perhitungan dari tipe lift lainnya bisa dilihat melalui tabel
berikut:
10 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 11
11 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
no kapasitas lift banyak lift1 2 lift 78,000 s 74 orang 40 kW2 3 lift 52,000 s 111 orang 60 kW3 4 lift 39,000 s 148 orang 80 kW4 2 lift 66,125 s 66 orang 36 kW5 3 lift 44,083 s 98 orang 54 kW6 4 lift 33,063 s 131 orang 72 kW7 2 lift 57,000 s 64 orang 28,8 kW8 3 lift 38,000 s 95 orang 43,2 kW9 4 lift 28,500 s 127 orang 57,6 kW10 2 lift 54,750 s 57 orang 22,8 kW11 3 lift 36,500 s 86 orang 34,2 kW12 4 lift 27,375 s 114 orang 45,6 kW13 2 lift 46,000 s 53 orang 18,4 kW14 3 lift 30,667 s 79 orang 27,6 kW15 4 lift 23,000 s 105 orang 36,8 kW16 2 lift 40,750 s 48 orang 14,4 kW17 3 lift 27,167 s 71 orang 21,6 kW18 4 lift 20,375 s 95 orang 28,8 kW
Tp To RTT
s
s
s
s
s
s
s
s
s
s
s
s
s
s
s
s
s
ss
Tu
s
s
s
s
s
s
Td
109,5
92
81,5
42
42
36
30
s
s
s 20
17,5
20
18
14
12
132,2524,7537,52248
22 30 114
s
8 orang 0,8 m
54 22 50
22
22
22
27,513 orang 0,9 m
10 orang 0,8 m
18 orang 1,1 m
15 orang 1 m
lebar pintu interval per grup kapasitas grup lift total beban m otor
24 orang 1,2 m 15630s
Page 12
Standar interval bisa dilihat melalui tabel di bawah.
Karena desain lift direncanakan untuk mendapatkan pelayanan
terbaik, maka kategori interval yang dipilih adalah 23 sampai
35 detik untuk kategori baik sekali. Lift yang memenuhi
kriteria tersebut ditandai dengan warna biru muda. Sedangkan
lift yang tidak memenuhi kriteria interval dihapus dari daftar
pilihan.
Gambar 2.3. tabel kualitas pelayanan lift
Setelah memilih lift dengan interval yang sesuai,
selanjutnya adalah mengecek kapasitas grup lift. Kapasitas
grup lift berarti kemampuan grup lift tersebut mengangkut
kapasitas populasi yang berada pada gedung tersebut dalam
rentang waktu 5 menit. Hal yang harus diperhatikan adalah
kapasitas lift yang dibutuhkan saat beban puncak penggunaan
lift. Hal ini umum terjadi ketika jam masuk kantor dan jam
makan siang. Berdasarkan perhitungan di awal, populasi puncak
gedung ini adalah 103 orang. Oleh karena itu, lift dengan
hasil perhitungan kapasitas grup di atas 103 ditandai dengan
warna biru muda. Sedangkan lift yang tidak memenuhi kriteria
tersebut ditandai dengan warna merah dan tidak masuk dalam
pemilihan.
Dari pemilahan yang telah dilakukan berdasarkan nilai
interval dan kapasitas grup, ada empat tipe lift yang bisa
12 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 13
menjadi pilihan untuk gedung ini. Keempat tipe tersebut yaitu
lift kapasitas 4 x 18 orang, 4 x 15 orang, 4 x 13 orang, dan 4
x 10 orang. Faktor penentu berikutnya adalah beban motor.
Beban motor berkaitan erat dengan biaya operasional yang harus
dikeluarkan pengelola gedung untuk menjalankan sarana dan
prasarananya. Semakin kecil beban motor dari lift, maka
semakin kecil pula biaya yang harus disiapkan pengelola
gedung. Dari hasil perhitungan didapat bahwa lift kapasitas 4
x 10 orang membutuhkan beban motor terkecil, yaitu sekitar
36,8 kilowatt. Oleh karena itu lift tipe inilah yang dipilih
untuk digunakan dalam gedung ini.
b) Pemilihan Lift dan Motor
Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan, maka desain
lift yang digunakan yaitu berupa grup lift sebanyak 4 gerbong
dengan kapasitas 10 orang (4 x 10). Lift yang dipilih yaitu
berasal dari pabrikan TOSHIBA dengan tipe ELCOSMO P10-CO120.
Hasil desain lift tersebut memiliki karakteristik:
Interval : 23 detik
Kapasitas grup per 5 menit : 105 orang
Total beban motor : 36,8 kW
13 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 14
Tabel 2.1 Spesifikasi Lift
14 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 15
Mulai
Pengumpulan Data
Perhitungan Beban Pendingin
Pemilihan Chiller
Selesai
Gambar 2.3 Interior Lift ELCOSMO
2.2 Sistem HVAC
2.2.1 Flow Chart Perencanaan Chiller
2.2.2 Menghitung Cooling Load Gedung
2.2.2.1 Kondisi Bangunan
Lokasi perencanaan berada di Gedung Dinas Teknis Perumahan di
Jalan Taman Jatibaru Jakarta Pusat. Bangunan eksisting berada
dikomplek pemerintahan dimana terdapat beberapa instansi
15 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 16
pemerintah, seperti Dinas tata kota, DLLAJ, Dinas Perumahan
dan lainnya.
Bangunan ini direncanakan terdiri dari 9 lantai tanpa
basement. Acuan desain yang akan dikondisikan adalah lantai 9
(Aula), sedang lantai dibawahnya kapasitas pendingin
diasumsikan sama.
Secara geografis wilayah DKI Jakarta terletak terletak pada
posisi 6°12’ Lintang Selatan dan 106°48’ Bujur Timur antara.
(www.dephut.go.id)
Kondisi udara luar dan ruang perencanaan adalah sebagai
berikut :
No. Parameter
Kondisi Udara
luar
Ruang yg
dikondisikan1 Latitude 6 LS 6 LS2 Design dry bulb (F) 95 773 Design wet bulb (F) 86 62.6
4
Relative Humidity
(%) 80 50
5
Humidity Ratio
(gr/kg)
0.025
(psicrometry)
0.010
(psicrometry)6 Bulan terpanas September
16 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 17
Gambar 2.4. Lokasi Peta Bangunan
Bentuk bangunan memanjang kearah utara-selatan, sehingga
dengan demikian pada sisi panjang bangunan timur-barat akan
menerima banyak sinar matahari langsung. (lihat gambar
2)
Gambar 2.5 Tampak Foto dari udara
Ukuran bangunan yang dikondisikan adalah sebagai berikut :
- panjang = 58 m x 3.2808 = 190.29 ft
- lebar = 17 m x 3.2808 = 45.92 ft
- tinggi per lantai = 3.5 m x 3.2808 = 11.48 ft
- desain bangunan bagian atas tanpa ceiling
17 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 18
2.2.2.2 Konsep Perencanaan
a. Konsep fasade
Fasade merupakan bagian depan dari suatu bangunan, dari
konsep ini bagian sisi timur-barat diperlukan dalam pengolahan
fasade, agar sinar matahari tidak membebani kinerja AC namun
tetap memanfaatkan sinar matahari sebagai penerangan alami di
siang hari (tanpa lampu).
Untuk pemanfaatan light shelf, akan digunakan sebagai sirip
peneduh sekaligus pengarah sinar matahari agar tidak langsung
mengenai area, sehingga ruangan terang namun tidak panas.
Gambar 2.6 Light shelf
b. Konsep koridor
Adalah penggunaan koridor yang bebas AC. Koridor
berfungsi mengalirkan udara dan cahaya alami. Dengan demikian
penggunaan AC dapat diminimalkan hanya untuk area kerja.
18 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 19
Gambar 2.7 Konsep Denah
Pada bidang muka bangunan berada disisi barat. Sedang
pada sisi timur-barat dapat diusahakan tidak terlalu banyak
bidang yang menerima panas matahari langsung, atau meredam
panas dengan light shelf dan kaca glace film coated. Sedangkan
pada sisi utara-selatan diberikan bukaan agar penerangan alami
dapat optimal. Orientasi bangunan menghadap barat, olah karena
itu, perlindungan terhadap paparan sinar matahari langsung
adalah dengan Gubahan massa dan olahan fasade.
Gambar 2.8 Bidang muka bangunan yang terkena sinar matahari
c. Konsep Green wall
19 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 20
Penggunaan konsep green wall dimaksudkan untuk meredam
panas yang masuk kedalam bangunan dan agar intensitas panas
yang masuk tidak berlebihan.
Gambar 2.9 Green wall
d. Konsep Interior
Konsep interior dibuat terbuka dengan penggunaan partisi
dari kaca hal ini dimaksudkan agar cahaya matahari bisa tetap
masuk hingga ke tengah bangunan sehingga meminimalkan
penggunaan cahaya buatan. Privacy tetap terjaga dengan
penggunaan kaca sticker pada ruang.
20 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 21
Gambar 2.10 Deskripsi konsep interior
Ruangan yang dikondisikan adalah lantai 9 dengan rincian luas
dan volume ruang sebagai berikut :
Fungsi
BangunanJenis Ruang
luas volume
m2 ft2 m3 ft3fasilitas dan
pameran
1. Aula sisi
kiri(kecil) 184.8 606.29 646.8
2122.0
2
3.
R.Tunggu/prefunctio
n 124 406.82 434
1423.8
7
4.
R.Tunggu/prefunctio
n VIP 36 118.11 126 413.38 5. Mushola 9 29.53 31.5 103.35 6. Aula sisi 352.8 1157.47 1234.8 4051.1
21 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 22
kanan(besar) 3 7. Ruang ganti 16.8 55.12 58.8 192.91
total 538.6 2373.33 1885.1
8306.6
6
2.2.2.3 Penyesuaian Data Tabel
Pada perhitungan digunakan harga-harga tertentu yang
didapat dari tabel referensi. Tabel-tabel tersebut dipakai
dalam keadaan-keadaan tertentu untuk suatu pengukuran pada
suatu tempat (Lintang Utara). Oleh karena itu tabel-tabel
tersebut harus disesuaikan dengan kondisi tempat rancangan
(Lintang Selatan).
a. Penyesuaian Terhadap Bulan
Untuk data-data yang berhubungan dengan bulan, bila
hendak digunakan pada posisi LS maka bulan yang telah dipilih
ditambah 6 bulan dari bulan rancangan. Pada bulan itulah
diperoleh data untuk bulan yang sesuai dengan rancangan.
Karena kondisi yang sama antara LU dan LS perbedaannya terpaut
6 bulan, maka kondisi yang dikehendaki pada bulan tertentu
pada posisi LS harus ditambah 6 bulan agar diperoleh kondisi
dan data yang sama pada posisi LU. Misalnya kondisi yang
diinginkan adalah kondisi pada bulan Maret pada posisi LU,
maka data yang digunakan adalah data pada bulan September
(Maret + 6 bulan) pada posisi LS. Jadi, data umumnya pada
bulan januari sampai Desember pada LU sama kondisinya dengan
data untuk bulan juli sampai dengan Juni pada posisi LS.
22 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 23
Karena pada perancangan sistem tata udara untuk lantai 9
(Gedung Aula) terjadi pada bulan rancangan september, maka
pada tabel-tabel yang akan digunakan berdasarkan ketentuan
diatas maka bulan rancangan ditambah 6 bulan kedepan. Jadi,
pada bulan September untuk lintang selatan diganti menjadi
bulan Maret untuk lintang utara.
b. Penyesuaian Terhadap Arah Mata Angin
Penyesuaian perlu dilakukan karena seluruh tabel
pengukurannya dilakukan pada belahan bumi utara (lintang
Utara). Jadi tabel tersebut hanya berlaku untuk Lintang Utara
saja. Agar tabel-tabel tersebut dapat digunakan pada belahan
bumi sebelah selatan (Lintang Selatan), maka arah anginnya
perlu disesuaikan menjadi sebagai berikut:
Tabel. Penyesuaian Terhadap Arah Mata Angin
Lintang
Utara N NE E SE S SW W NW
Lintang
Selatan S SE E NE N NW W SW
2.2.3 PENGOLAHAN DAN PERHITUNGAN DATA
2.2.3.1 Perhitungan Beban Pendingin
Beban pendingin adalah jumlah kalor persatuan waktu yang
harus dikeluarkan dari dalam suatu ruangan tersebut sesuai
dengan yang diinginkan.
23 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 24
Perhitungan beban pendinginan (cooling load) dipengaruhi
oleh faktor beban dari luar (eksternal) dan faktor beban dari
dalam (internal)
a. Beban dari luar ruangan, meliputi:
o Beban konduksi dan radiasi matahari melalui dinding luar.
o Beban radiasi melalui atap.
o Beban konduksi dan radiasi matahari melalui kaca.
o Beban ventilasi dan infiltrasi.
b. Beban dari dalam ruangan, meliputi:
o Beban dari penghuni.
o Beban dari penerangan.
o Beban dari peralatan yang mengeluarkan kalor.
o Beban partisi (ruangan yang bersebelahan dan tidak
dikondisikan).
2.2.3.2 Perancangan Duct Design
Distribusi Udara sejuk ke dalam ruangan
Pengkondisian udara adalah suatu usaha untuk mengbah kondisi
udara dari temperature dan kelembapan yang tinggi ke yang
lebih rendah atau sebaliknya, sehingga nantinya dapat membuat
keadaan sekelilingnya menjadi lebih nyaman yaitu dengan
mengatur temperature, kelembapan udara, sirkulasi udara dan
distribusi udara bersih secara simultan( bersamaan) didalan
suatu ruangan. Hal yang berhubungan dengan pengaturan tersebut
adalah :
24 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 25
1. Suhu udara (temperature)\dimana proses yang terjadi pada
pengaturan suhu udara (tempearatur) adalah sebagai
berikut:
Udara dingin mempercepat proses konveksi dan udara panas
memperlambat konveksi
Udara dingin membuat suhu permukaan sekeliling menjadi
lenih rendah sehingga menambah proses radiasi
Udara panas menaikan sehu sekeliling sehingga mengurangi
proses radiasi
2. Gerakan udara
Gerakan udara adalah kemampuan untuk mengeluarka atau
memberikan panas sekelilingnya dan bila gerakan udara
bertambah maka akan terjadi :
Jumlah proses penguapan dari pembuangan panas di tubuh
manusia bertambah karena uap air disekitar tubug diserap
dengan cepat
Proses konveksi bertambah karena lapisan udara disekitar
tubuh diserap lebih cepat
Proses radiasi mempunyai kecepatan yang kecenderungan
naik karena panas pada sekuliling tubuh manusia di buang
dengan kecepatan yang lebih cepat
Beberapa jenis mesin penyegeran udara telah dikembangkan untuk
mendapatkan pengaturan pengkondisian udara ruangan yang baik
dalam pertimbangan teknis maupun ekonomi.
Udara dari Air Handling Unit (AHU) dan ducting harus di
distribusikan ke seluruh ruangan secara merata, sehingga tidak
ada satu daerah didalam ruangan lebih dingin dan didaerah
25 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 26
lain lebih panas. Pada umumnya untuk ruangan yang besar, dari
ducting dimasukkna ke dalam ruangan melalui lubang-lubang
keluaran (diffuser) yang diletakkan di atas bidang hunian atau
di tempat yang sesuai.
Jumlah letak dan jenis diffuser ini harus ditentukan dengan
beberapa pertimbangan antara lain:
Dapat memberikan distribusi udara yang merata
Tidak menimbulkan noise (bising) berlebihan
Sesuai dengan interior ruangan
Udara didalam ruangan ditarik kembali melalui lubang-lubang
isap (grille) dan disalurkan melalui ducting kembali masuk
kembali ke Air Handling Unit (AHU). Letak dari inlet ini
umumnya pada daerah-daerah dimana sumber kalor masuk misalnya
di dekat jendela atau pintu.
Penjelasan tentang ducting
Saluran ducting dapat digunakan untuk pemanasan, ventilasi dan
air conditioning (HVAC) untuk mengirimkan dan memindahkan
udara. Ini diperlukan aliran udara meliputi sebagai contoh
supply air, return air dan exhaust air. Saluran ducting juga
mengirimkan umumnya sebagai bagian dari supply air air,
ventilasi udara. Sedemikian, saluran udara ke gedung adalah
satu metode kualitas udara didalam ruangan yang bisa diterima
seperti halnya kenyamana termal. System saluran ducting sering
disebut ductwork. Perencanaan (mempersiapkan),pengukuran,
26 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 27
pemgoptimalan, perincian dan menemukan kerugian tekanan
melalui system saluran pipa disebut duct design.
Komponen system ducting
Pada perencanaan system ducting terdapat beberapa komponen
utama yaitu :
1. Air Handling Unit (AHU)
2. Ducting
3. Diffuser
4. Grille
Air Handling Unit (AHU)
Komponen Air Handling Unit
1. Cooling coil
Berfungsi untuk mengontrol suhu dan kelembaban relat f
udara yang didistribusikan ke ruang produksi. Di maksudkan
agar di hasilkan output udara, sesuai spesifikasi ruangan
yang telah di tetapkan. Prosesnya terjadi dengan
mengalirkan udara yang berasal dari campuran udara balik
dan udara luar melalui kisi-kisi operator yang bersuhu
rendah. Proses ini menyebabkan terjadinya kontak antara
udara dan permukaan kisi evaporator sehingga akan
menghasilkan udara dengan suhu yang lebih rendah dan uap
air mengalami kondensasi. Hal ini menyebabkan kelembaban
udara yang keluar juga berkurang.
27 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 28
Gambar 2.11 Cooling Coil
2. Blower
Berfungsi untuk menggerakkan udara di sepanjang sistem
distribusi udara yang terhubung dengannya. Blower yang di
gunakan dalam AHU berupa blower radial yang terhubung
dengan motor penggerak blower. Energi gerak yang di
hasilkan oleh motor ini selalu menghasilkan frekuensi yang
tetap, hingga selalu akan menghasilkan output udara dengan
debit yang tetap.
Gambar 2.12 Blower
3. Filter
Berfungsi untuk mengendalikan dan mengontrol jumlah
partikel dan mikroorganisme yang mengkontaminasi. Biasanya
ditempatkan di dalam rumah filter (Filter House) yang di
28 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 29
desain sedemikian rupa supaya mudah di bersihkan dan atau
di ganti. Beberapa jenis filter untuk AHU :
1. Pre-filter (efisiensi penyaringan 35%)
2. Medium filter(efisiensi penyaringan 95%)
3. High Efficiency Particulate Air (HEPA) filter
(efisiensi 99,997%)
Gambar 2.13 Filter
4. Ducting
Berfungsi sebagai saluran tertutup tempat mengalirnya
udara. Terdiri dari saluran udara yang masuk (ducting
supply) dan saluran udara yang keluar dari ruangan
produksi dan kembali ke AHU (ducting return). Ducting
didesain sedemikian rupa agar bisa mendistribusikan udara
ke seluruh ruangan dan terdapat insulator di sekelilingnya
yang berfungsi sebagai penahan penetrasi panas dari udara
luar
5. Dumper
Merupakan bagian dari ducting AHU berfungsi untuk mengatur
jumlah udara yang dipindahkan ke dalam ruangan produksi.
Berguna untuk mengatur besarnya debit udara yang sesuai
dengan ukuran ruangan.
29 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 30
Ducting
Fungsi dari system ducting seperti yang telah disebut
sebelumnya adalah menyalurkan udara terkondisi dari Air
Handling Unit (AHU) ke ruangan-ruangan yang membutuhkan
pengkondisian dan mengembalikan udara dari ruangan-ruangan ke
Air Handling Unit (AHU) untuk dip roses kembali. Bentuk dari
ducting dapat berupa lingkaran, segi empat, atau oval
tergantung pada kebutuhan danfungsinya. Tetapi yang paling
popular digunakan adalah ducting segi empat.
Dari segi kontruksi ada 2 tipe ducting yaitu tipe rigit (kaku)
dan flexible sedangkan bahan ducting dapat berupa baja lapis
seng (BJLS) atau alumunium. Namun demikian bahan fiberglasas,
PVC polypropylene atau bahan plastic yang lain akhir-akhir ini
banyak digunakan.
Saluran udara dibuat sedemikian rupa sehingga :
Tidak terjadi deformasi karena tekana udara
Tidak terjadi bunyi bising dan getaran pada saluran udara
tersebut
Tidak terjadi kebocoran udara
Material saluran ducting :
Baja berlapis seng
Polyurethane dan isolasi papan Phenolic ( alumunium saluran
pipa sebelum di isolasi)
Panas saluran pipa serat kaca
Tabung fleksibel
Kain tekstil
Ketebalan bahan duct yang digunakan tergantung pada jenis
system duct dan ukuran terpanjang pada kedua sisinya, sebagai
30 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 31
contoh bila menggunakan baja lapis seng (BJLS) untuk kecepatan
kurang dari 12 m/s
Material yang sekarang banyak digunakan adalah baja lapis
seng (BJLS). Untuk menghingari adanya perbedaan temerpatur
antara salauran udara bagian dalam dan luar dan untuk
menghidnari terjadinya kondensassi bagian dalam dan luar maka
saluran udara diberikan isolasi. Banyak jenis isolasai yang
terdapat di pasaran, untuk mempertimbangkan efisiensi
pengerjaan dan kecepatan pembuatan maka dipilih kontruksi :
Gambar 2.14
Saluran
Konstruksi Udara
Ducting keluran dan kembali diberi lapisan isolasi termal
untuk memperkecil kebocoran kalor dan luar kedalam ducting.
Disamping fungsi tersebut, isolasi juga berfungsi untuk
meredam bising yang ditimbulkan oleh adanya gerakan udara dan
peralatan lain didalam system ducting.
Pelapisan isolasi dapat dilakukan pada bagia luar
(isolasi luar) atau pada bagian dalam (isolasi dalam) ducting
atau kombinasi keduanya. Untuk isolasi luar, setelah ducting
dibungkus dengan isolasi di bagian luarnya diberi lapisan
untuk mencegah masuknya udara ke dalam isolasi. Banyak jenis
isolasi yang dapat digunakan untuk membungkus dicting antara
lain yang umum digunakan adalah jenis fiberglasa (glasswool),
31 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 32
polyurethane foam atau Styrofoam. Sedangkan bahan lapisan
umumnya dapat dipergunakan alumunium foil.
Ducting harus dibuat dari lembaran-lembaran BJLS yang baru
dari kualitas terbaik dari ukuran sepenuhnya (full sized) dan
dipatah-silangkan secara diagonal dari ujung untuk setiap
segmen. Untuk ducting yang di isolasi bagian dalamnya (lined)
tidak diperkenankan dilakukan pematahsilangan.
Diffuser
Diffuser digunakan secara umum dalam pemanasan, ventilasi dan
system pengkondisian udara. Diffuser bisa digunakan untuk
system HVAC yang terdiri dari udara secara keseluruhan maupun
campuran dari udara dan air. Sebagai bagian dari subsitem dari
distribusi udara di dalam ruangan, maka dapat memberikan
beberapa tujuan :
Untuk mengirimkan udara saat pengkondisian maupun pada
ventilasi
Meratakan distribusi aliran udara pada arah yang di
inginkan
Untuk meningkatkan pencampuran udara yang berasal dari
ruangan ke dalam udara utama atau udara luar untuk
dikeluarkan.
Untuk menciptakan pergerakan udara dengan kecepatan
rendah dalam bagian setiap bagian dari ruangan
Meminimalkan suara berisik
32 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 33
Diffuser bisa berbentuk lingkaran, segi empat, tekstil dan
kadang-kadang diffuser digunakan untuk kebalikannya sebagai
lubang masuk udara atau lubang kembali. Tetapai pada umumnya ,
grille digunakan sebagai lubang kembali atau exhaust air
inlets.
Jenis dari diffuser ada beberapa macam yaitu :
Ceilling diffuser
Gambar 2.15 Ceilling Diffuser
Linear diffuser
Gambar 2.16 Linear Diffuser
Grille
Didalam pemanasan, ventilasi dan pengkondisian udara untuk
distribusi udara dalam ruangan, grille, adalah bagian dari
system pengkondisian udara. Kebanyak grille untuk HVAC
digunakan sebagai lubang kembali atau exhaust air inlets
33 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 34
menuju ducting tetapi beberapa kali digunakan sebagai supply
air outlets. Sebagai contohnya, diffuser dan nozzles juga
digunakn sebagai supply air outlets.
Gambar 2.17 Grille
Metode Tahanan Gesek Sama (Equal Friction Rate Method)
Ukuran saluran ducting dapat dicari dengan metode tahanan
gesek sama (Equal Friction Rate Method) dimana ukuran saluran
ditetapkan agar kerugian per satuan panjang saluran sama
besarnya. Biasanya system saluran dirancang dengan rugi gesek
per meter saluran sebesar 0.1 – 0.2 mm H2O, dan perhitungan
didasarkan pada saluran dengan rugi gesek yang paling besar
dimana biasanya ditemukan pada saluran paling panjang. Saluran
udara yang hampir sama panjangnya tidak memerlukan pengaturan
jumlah aliran. Jika dipergunakan saluran yang berbeda ukuran
maka saluran yang lebih pendek hendaknya menggunakan damper.
34 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 35
Perancangan Sistem Ducting
Mulai
Input Data : Luas setiap lantai pada gedung
Mengkonversikan luas setiap lantai ke dalam bentuk ft²
Mengakalikan dengan internal average air qualities ( CFM/ ft²) untuk berbagai aplikasi dalam tabel Cooling Load Check Figures
Banyak udara yang dibutuhkan tiap lantai
Menghitung kerugian gesek dengan metode equal friction
Ukuran Ducting Pilih AHU yang sesuai
Flowchart Duct Design
35 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 36
Selesai
Data gedung
Nama gedung : Gedung Dinas Teknis Perumahan DKI
Jakarta
Fungsi : Gedung Kantor
Lokasi : Jalan Taman Jatibaru Jakarta Pusat
Jumlah lantai : 9 lantai (tipikal berdasarkan lantai 9)
Data Perancangan
Desain ruangan atau data perancangan untuk memperoleh udara
sejuk adalah sebagai berikut :
1. Suhu udara dalam ruangan yang di desaian adalah 25 °C
2. Relative humidity (RH) dalam ruangan : 50 %
3. Banyaknya orang di setiap lantai : (luas lantai/ 10 orang
per m²) (Standar banyaknya orang pada tiap lantai per m²)
4. Luas lantai yang digunakan adalah luas bersih yaitu luas
ruang yang dikondisikan dengan satuan m²
36 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 37
Perancangan akan dilakukan dengan menggunakan pipa saluran
udara (ducting) dengan menggunakan AHU (Air Handling Unit).
Setiap lantainya akan diberikan Air Handling Unit (AHU) yang
berjumlah satu tiap lantainya dengan kapasitas yang telah
diperhitungkan sebelumnya.
Pada perancangan system ducting ini dilakukan pula penentuan
ukuran ducting tersebut dimulai dari ukuran ducting utama
sampai pada cabang-cabang keluarannya. Dalam perancangan
ducting ini akan dirancang ducting yang berbentuk persegi atau
persegi panjang dengan menggunakan metode equal friction.
Perhitungan Dalam Pemilihan Ukuran Ducting
Dari data autocad yang telah diberikan pada saat dalam kelas
maka dapat diketahui luas lantai keseluruhan. Dari luas lantai
keseluruhan tersebut dipilah luas daerah mana saja yang akan
dikondisikan. Satuan luas yang dipakai adalah m², setelah itu
dari satuan m² dikonversikan ke dalam satuan ft². Maka
didapatkanlah luas dengan satuan ft², dari tabel coolin load
check figures (Ashrae, Handbook for Air Conditioning, Heating,
ventilation and Refrigeration). Didapatkan rata-rata banyaknya
udara dalam ruangan adalah sebesar 1.1 CFM/ ft². Setelah itu
luas bersih pada tiap lantainya dengan satuan ft². dikalikan
dengan banyaknya udara didalam ruangan dengana satuan CFM/ ft²
maka didaptkan banyaknya udara yang dibutuhkan pada setiap
lantainya dengan satuan CFM
37 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 38
Tabel 2.2 cooling Load Check Figures Ashrae 26.15
Secara rumus dalam perhitungan diatas dapat diperlihatkan
sebagai berikut :
Banyaknya udara (CFM) = Luas bersih (ft²) X 1.1 CFM/ ft²
Dalam proses penentuan ukuran ducting digunakan rumus untuk
menentukan kerugian gesekan adalah sebagai berikut :
Q = V X A
Dimana : Q = banyaknya udara ( CFM)
A = luas ducting (ft²)
V = kecepatan (FPM)
Setelah didapatkan A yaitu luas ducting dalam ft² dapat
dilihat dalam tabel penentuan dimensi duct. Setelah itu
38 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 39
dilihat diameter yang terdapat pada dimensi ducting tersebut
dengan luas ducting yang telah didapatkan dari perhitungan,
diameter tersebut adalah ukuran ducting yang berbentuk
lingkaran sedangkan ntuk dari ducting yang berbentuk persegi
atau persegi panjang dengan melihat ukuran dari ducting dari
angka yang terdapat sebelah kiri dari diameter ducting.pada
chart kerugian gesek, dari banyaknya udara ( Q ) yang telah di
dapat ditarik garis ke kiri sehingga memotong garis kecepatan
( V ) setelah itu di dapatkan kerugian gesek ( in. WG/100 ft
of equivalent length) dengan menarik garis ke bawah. Kerugian
gesek inilah menjadi acuan nantinya dalam menentukan ukuran
ducting dan cabang-cabang setiap lantainya.
Pemilihan AHU
Dalam proses pemilihan AHU terdapat banyak sekali merk-merk
yang biasa sudah banyak dipakai oleh perusahaan atau gedung-
gedung tinggi karena kualitasnya bisa dikatakan bagus dalam
interios dan eksterior. Berbagia merk dari AHU adalah Carrier,
York, Trane dan masih bnayak lagi yang memproduksi AHU
Dalam memilih AHU harus berdasarkan kapasitas banyaknya udara
yang dibutuhkan dalam lantai maupun satu gedung. Proses
memilih pun harus banyak melihat pertimbangan- pertimbangan
yang mungkin bisa dijadikan masukan dalam memilih apakah AHU
yang dipilih sesuai dengan apa yang dibutuhkan.
Klasifikasi detail lokasi yang ada pada lantai 9 :
39 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 40
NO
Klasifikasi
Ruangan
P
(m)
L
(m)
A
(m²)1 Aula 1 24 14 3362 Aula 2 10 14 140
3
Waiting Room
VIP 6 6 364 Waiting Room 13 6 785 Ruang Ganti 4.2 4.2 17.646 Toilet Pria 4 4 167 Toilet Wanita 3 3 98 Musholla 4 3.5 14
9
Pantry &
Catering 4 3.5 1410 Lift 7 4 2811 Tangga 1 4.2 6 25.212 Tangga 2 6 2 1213 Selasar 86.16
Total 812
m2 ft2
Luas lantai 9 812
8737.
12Luas lantai yang tidak
dikondisikan
121.
84
1311.
00
Luas bersih
7426.
12
40 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 41
Luas bersih sebesar 7426.12 ft2 sedangkan untuk kecepatan
aliran dapat diasumsikan antara 1500 sampai dengan 2000 fpm.
Data tersebut dapat dilihat dalam tabel 7 dalam carrier duct
design.
Tabel 2.3 Duct Velocity
Banyaknya udara (CFM) = Luas bersih (ft²) X 1.1 CFM/ ft²
= 7426.12 ft2 X 1.1 CFM/ ft²
= 8169 CFM
Jika dibulatkan maka banyak udara (CFM) yang diperlukan pada
lantai 9 adalah sekitar 8200 CFM.
Q = V X A
A = Q / V
= 8200 CFM / 2000 Fpm
= 4.10 ft²
Karena didalam pelaksanaan dilapangan menggunakan ducting
berpenampang lingkaran dirasa sulit, maka biasanya dipakai
ducting berpenampang persegi. Maka itu, ducting berpenampang
41 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 42
lingkaran dikonversikan menjadi ducting berpenampang persegi
dengan melihat grafik.
Dari grafik ukuran penampang duct (Carrier) didapatkan
ukuran duct adalah = 28 inch x 24 inch.
Gambar 2.4 Duct Dimention
Duct
PipeCFM %CFM
1820
0
100.0
0%
2800
0
97.56
%
42 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 43
3780
0
97.50
%
4400
0
51.28
%
5320
0
80.00
%
6240
0
75.00
%
7160
0
66.67
%
8 80050.00
%
9380
0
48.72
%
10320
0
84.21
%
11300
0
93.75
%
12260
0
86.67
%
13240
0
92.31
%
14200
0
83.33
%
15160
0
80.00
%
16 80050.00
%17 600 15.79
43 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 44
%
18 40050.00
%
19 20050.00
%
Tabel 2.5 Percent Section Area in Branches for Maintainging Equal Friction
Tabel 2.6 Duct Dimesions
44 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 45
Selanjutnya dari tabel di atas, maka area untuk cabang
(branch) dapat ditentukan berdasarkan besarnya prosentase
duct area dibandingkan dengan saluran utamanya (main
ducting).
Duct
PipeCFM %CFM
%duct
area
Area
(sqft)
Duct Size
Carrier (Inch)
1820
0
100.0
0%100.00% 4.10 28 X 24
2800
0
97.56
%98.00% 4.02 26 X 24
3780
0
97.50
%97.50% 3.92 28 X 22
4400
0
51.28
%60.00% 2.35 26 X 14
5320
0
80.00
%84.50% 1.99 22 X 14
6240
0
75.00
%80.50% 1.60 18 X 14
7160
0
66.67
%73.50% 1.18 18 X 12
8 80050.00
%58.00% 0.68 10 X 10
9380
0
48.72
%57.00% 2.23 22 X 16
10320
0
84.21
%87.50% 1.95 22 X 14
11 300 93.75 95.00% 1.86 18 X 16
45 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 46
0 %
12260
0
86.67
%90.00% 1.67 16 X 16
13240
0
92.31
%88.50% 1.48 16 X 14
14200
0
83.33
%87.50% 1.29 14 X 14
15160
0
80.00
%84.50% 1.09 14 X 12
16 80050.00
%58.00% 0.63 10 X 10
17 60015.79
%23.00% 0.51 14 X 6
18 40050.00
%58.00% 0.37 10 X 6
19 20050.00
%58.00% 0.21 8 X 8
Biasanya CFM dari diffuser untuk gedung perkantoran sekitar
175 s/d 300CFM. Dalam mendisain Ducting penulis
mengasumsikan tiap diffuser adalah 200 CFM. Dengan
menentukan keluaran tiap diffuser maka kita bisa menentukan
berapa banyak diffuser yang kita pakai tiap lantainya.
Berikut tabel jumlah diffuser berdasarkan zona daerah yang
dikondisikan.
Jenis
Ruangan
Luas
(m2)
Luas
(ft2)
CFM Jlh
Diffuse
46 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 47
r
Aula 1 336
3615.3
6
3976.
9020
Aula 2 140
1506.4
0
1657.
048
Waiting Room
VIP 36387.36
426.1
02
Waiting Room 78839.28
923.2
15
Musholla 14150.64
165.7
01
Selasar 86.16927.08
1019.
795
Total 690.16
7426.1
2
8168.
7341
47 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 48
Gambar 2.18 Ducting Sketch
Dari jumlah diffuser yang didapatkan tiap lantainya
kemudian dibuatlah suatu sketsa duct design berdasarkan zona
yang di kondisikan. Jumlah diffuser sangant tergantung dari
luasan daerah yang di kondisikan seperti zona dengan luasan
daerah yang besasr secara otomatis diffuser yang diberikan
untuk zona tersebut semakin banyak karena makin luas suatu
daerah mengakibatkan beban pendinginan daerah tersebut semakin
besar.
Tekanan statik fan yang dibutuhkan
48 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 49
Duct
Section
Typical
item
LENGTH
(ft)
ADDITIONAL EQUIVALENT
LENGTH (ft)
1 Duct 9.2 2 Duct 9.2 3 Duct 32.1 Elbow 134 Duct 13.8 Elbow 5 Duct 13.8 Elbow 6 Duct 13.8 Elbow 7 Duct 13.8 Elbow
8 s/d 18 Duct 20.3 Elbow 519 Duct 9.8
Total 135.8 18.0
Total friksi loss pada ducting dari fan hingga akhir
terminal :
Duct Loss = 135.8 ft x 0.1∈.wg100ft
0,155inWG100ft = 0.21 in.wg
Elbow Loss pada belokan (elbow) = 18 ft x 0,155inWG100ft = 0,03 in.
wg
49 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 50
Total friction loss : 0.21 + 0,03 = 0.24 in. wg
Untuk menghitung Additional Equivalent Length (ft) lihat tabel
di bawah
50 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 51
Tabel 2.7 Friction and radius Elbow
Total tekanan statis fan kipas diperlukan adalah total
friction loss ducting dikurangi dengan regain
First duct velocity = 2000 fpm
Last duct velocity = 780 fpm
Menggunakan koefisien regain 75%,
Regain = 0,75 [(20004000 )2−(7804000 )
2] = 0,75 (0,25 – 0,038)
= 0,01 in. wg
Total static pressure :
= total friction loss – regain
= 0.24 – 0,01
= 0.23 in. wg
Daya yang dibutuhkan Fan adalah
51 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 52
ahp = 8200 x 0.236356 = 0.3 hp
Karena efisiensi yang ingin dicapai adalah 75 %, maka daya
aktual yang dibutuhkan fan adalah :
10075 x 0.3 hp = 0,4 hp
Dimana 1 hp sama dengan 745.56 Watt, maka setelah
dikonversikan ke satuan watt, didapat daya fan yang dibutuhkan
:
ahp = 0,4 x 745.56 = 296.59 Watt
Berdasarkan data-data di atas maka penulis bekesimpulan
bahwa produk AHU yang diperlukan yaitu 8200 CFM dengan
kecepatan aliran 2000 FPM. Berdasarkan catalog produk carrier
maka penulis menetapkan produk carrier dengan model 39S dengan
airflow berkisar antara 400 s/d 8500 CFM yang bisa di
tempatkan di dalam atau diluar
52 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 53
Gambar 2.19 Sketch
Berikut ialah cara perhitungan beban pendingin pada
ruangan:
1. Menghitung beban pendingin yang disebabkan beban kalor
konduksi melalui struktur luar bangunan (Conduction through exterior
structure) :
Struktur bangunan yang dimaksud adalah melalui atap,
dinding, dan kaca. Semua itu dapat diperhitungkan dengan rumus
persamaan :53 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 54
Q = U x A x CLTDc
Dimana : Q = beban pendingin untuk tiap-tiap struktur
(BTU/hr)
U = koefisien perpindahan kalor menyeluruh untuk
tiap struktur, BTU/hr-ft2-F
A = luas dari atap, dinding, dan kaca (ft2)
CLTDc = koreksi dari selisih temperatur beban
pendingin (F)
Dinding
Hal yang pertama dilakukan yaitu menentukan material
yang ada pada dinding bangunan yang ada. Adapun
material dinding di asumsikan sebagai berikut :
Material R UUdara 0.333
0.
21
kaca
1.6393
44concrete 1.5752gipsum 0.45udara
ruangan 0.683
R = R udara + R kaca + R concrete + R gypsum + R air
= 4.68 h.F.ft²/.Btu
U = 1/R = 1/R = 0.21 Btu/h.Ft².F
CLTD bukan selisih temperatur aktual antara outdoor
dan indoor. Untuk menentukan nilai CLTD cor harus54 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 55
mempertimbangkan faktor solar atau posisi matahari
sedangkan rumus secara umum CLTD cor sebagai berikut
:
CLTD cor = (CLTD table+LM)xK + ( 78-ti ) + [(to -
DR/2)-85]
dimana : CLTD table = nilai dasar yang terdapat
dalam table dapat dilihat di
buku HVAC Simplied atau Ashrae
LM = faktor koreksi terhadap posisi
matahari yang terdapat di
Ashrae 26.15 tabel 9ª
K = faktor koreksi terhadap warna
dengan asumsi 1 (atap berwarna
gelap dan dinding berwarna terang)
DR = daily range berdasarkan standar
Ashrae 20° C
ti = temperatur input
to = temperatur output
55 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 56
Tabel 2.8 nilai LM pada Ashrae 26.15
CLTD cor berlaku bagi daerah yang dipengaruhi oleh
solar heat gain berupa dinding, atap, jendela dan
kaca. Untuk dinding (wall) diperoleh data dengan
waktu jam 3 pm, dan dengan warna dark adalah sebagai
berikut :
Q pada dinding = U x A x CLTDc
Dindi
ng
U (BTU/hr-
ft2-F)
A
(ft2)
CLTDc
(F)
Q
(BTU/hr
)
Utara 0.213
527.1
6 22.68
2,546.6
3selat
an 0.213
527.1
6 3.77 423.32Timur 0.213 2184. 17.78 8,273.1
56 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 57
53 2
Barat 0.213
2184.
53 17.78
8,273.1
2
Sehingga beban pendingin yang dihasilkan dari
selubung bangunan atau dinding gedung sebesar
19,516.19 Btu/hr
Atap
Untuk atap diasumsikan menggunakan deskripsi
kontruksi 2 inch insulation + steel shiding kelas
ringan (light structure). Nilai CLTD ditentukan melalui
tabel 8.5 (HVAC simplied), dengan solar time 3 pm,
CLTDc = 92 F, dan U = 0,16 BTU/hr-ft2-F.
Sehingga Q pada atap = U x A x CLTDc
= 0,16 x (190,29 x 45,92) x 92
= 128.064,87 BTU/hr
Kaca / jendela
Untuk kaca/jendela bahan yang digunakan adalah kaca
dengan tipe double glass, clear without shading.
Adapun susunan material yang terdapat pada kaca
sebagai berikut :
Material R U
Udara
0.3
33
0.
38Kaca 1.6
39
57 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 58
udara
ruangan
0.6
83
Dalam perhitungan beban pendingin pada kaca
bergantung pada nilai SHGF(solar heat gain factor),
SC (shading coefficient), CLF (cooling load factor)
dan luas area dari kaca. Sehingga dapat dirumuskan
dengan persamaan berikut :
Q kaca = A x SC x SHGF x CLF (BTU/hr)
Dimana :
A = luas area dari kaca, ft2
SC = shading coefficient
SHGF = solar heat gain factor, BTU/hr-ft2
CLF = cooling load factor for glass
Nilai SC dan CLF ditentukan berdasarkan tabel 7.3,
7.4 (sumber Stephen P. Kavanaugh-HVAC Simplified)
pada puncak (peak) jam 4 pm. Didapat nilai SC dari
type kaca double, 1/8 in clear, visible transmission
= 0,81 dan CLF = 0.36.
Untuk nilai CLTD pada semua arah saat peak 3 pm
adalah 14 (tabel 8.4, Stephen P. Kavanaugh-HVAC
Simplified). Sedangkan nilai SHGF dan CLF pada tiap-
tiap arah adalah sebagai berikut :
58 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 59
Tabel 2.9 Nilai SHG (Ashrae 26.19-20)
Posis
i
SHGF
(BTU/hr-
ft2) CLFUtara 170.36 0.51Selat
an 31.91 0.36Timur 217.73 0.69Barat 217.73 0.16
Untuk ukuran jendela kaca = 100 cm x 100 cm = (3,28 x 3,28)ft
x 8 unit = (26,24 x 26,24)ft2
Jumlah unit kaca bagian timur = 8 unit
Jumlah unit kaca bagian barat = 8 unit
Pada perhitungan beban pendinginan kaca pada bagian
utara dan selatan dianggap 0, atau tidak ada kaca
59 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 60
yang dipasang. Sehingga hanya bagian timur dan
barat.
Rumus persamaannya adalah sebagai berikut :
Q = (U x A x CLTDc) + (A x SC x SHGF x CLF)
Sehingga hasil perhitungannya adalah :
Q = U X A X CLTDc + A X SC X SHG X CLF
Q kaca utara = 0,38 x (0) x 14 + (0) x 0.81 x 170.36 x
0.51 = 0Q kaca selatan = 0,38 x (0) x 14 + (0) x 0,81 x 31.91 x 0.36
= 0Q kaca timur = 0,38 x (26.24 x 26.24) x 14 + (26.24 x
26.24) x 0,81 x 217.73 x 0.69
= 87,450.68 BTU/hrQ kaca barat = 0,38 x (26.24 x 26.24) x 14 + (26.24 x
26.24) x 0,81 x 217.73 x 0.16
= 16,334.32 BTU/hr
Pintu
Untuk pintu ukuran yang didesain adalah 1,2 m x 2 m
= (3,9369 ftx 6,5616 ft) x 4 unit (bagian timur).
Nilai koefisien perpindahan kalor menyeluruh (U) =
0,4 BTU/hr-ft2-F
Nilai CLTDc ditentukan dengan asumsi pintu sebagai
dinding menggunakan tabel Ashare 26.9 pada peak jam
60 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 61
3 pm dengan warna dark, sehingga CLTDc bagian timur
= 17,78 F nilai ini sama dengan nilai CLTD c pada
dinding bagian timur
Rumus persamaannya adalah
Q pintu = U x A x CLTDc
= 0,4 x (3,9369 x 6,5616) x 4 x 17,78
= 735, 28 BTU/hr
2. Menghitung beban pendingin yang disebabkan
infiltrasi udara luar
Infiltrasi udara luar yang mengalir melalui celah
jendela atau pintu menghasilkan beban kalor sensible
dan latent ke ruangan.
Dengan menggunakan data psycrometri chart didapat
nilai humidity ratio untuk ruangan (Wroom) pada
temperature 77 F, RH = 50 % didapat = 0,010, sedang
humidity untuk udara luar (Woa) pada temperature 95
F dan RH = 80% didapat = 0,025.
Dengan menggunakan tabel 7.9 pada ½ air exchange.
Persamaan sensible load Qs = 1,1 x CFM x TD
Dimana : CFM = air exchange per hour x volume
ruang / 60 menit per hour
= {0,5 x (190,29 x 45,92 x 11,
48)}/60
= 835,95
Sehingga Qs = 1,1 X 835.95 X (95 - 77)
= 16,551.81 Btu/h
61 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 62
Persamaan latent load Ql = 4680 X CFM X (Wroom - Woa)
= 4680 X 835,95 - |0,010 - 0,025|
= 58,683.69 Btu/h
Sehingga beban infiltrasi yang terjadi pada gedung
ini sebesar 75,235.50 Btu/h
3. Menghitung beban pendinginan dari Ventilasi
Seperti halnya dengan infiltrasi, beban pendingin
yang terjadi akibat ventilasi terbagi atas 2 macan
yaitu bebn sensibel dan laten. Berdasarkan
temperatur lingkungan dan ruangan yang dikondisikan
maka di dalam pyschometric chart dapat digunakan
berupa nilai humidity ratio nilai temperatur
lingkungan sebesar 95 °F didapatkan humidity ratio
sebesar 0,025 sedangkan temperatur ruangan yang
dikondisikan sebesar 77 °F didapatkan humidity ratio
sebesar 0,010.
Sebelum menghitung beban sensibel dan laten maka
nilai CFM/person hendaklah ditentukan dahulu
berdasarkan tabel ashrae didapatkan 20 CFM/person
dikalikan dengan banyak orang di lantai tersebut
sekitar 82 orang maka CFM/lantai sebesar 1640 CFM
Persamaan sensible load Qs = 1,1 x CFM x TD
= 1,1 X 1640 X (95 - 77)
= 31,881.60 Btu/h
62 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 63
Persamaan latent load Ql = 4680 X CFM X (Wroom - Woa)
= 4680 X 1640 X (0,025 - 0,010)
= 115,128.00 Btu/h
Sehingga beban pendingin yang diakibatkan oleh
ventilasi yang terjadi pada lantai ini sebesar
147,009.60 Btu/h
4. Menghitung beban pendinginan dari Lampu
Di lantai 9 ini gedung tersebut menggunakan dengan
berbagai jenis lampu, berikut daftar lampu serta
daya waat lampu dalam 1 lantai :
Tipe
Lampu
Lamp
u
Bua
h
Wat
t
T5 2x28 100560
0T5 1x14 5 70T5 1x28 7 196D1 1x12 3 36D2 1x5 1 5D3 1x5 45 225
Total161
613
2
Persamaan yang digunakan untuk menghitung beban
sensibel oleh lampu sebagai berikut :
Q = W lights X 3,41 x CLF X balast factor
= 6132 X 1,2 X 3,41 X 0.87
= 21,882.02 Btu/h
63 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 64
Sehingga beban pendingin yang diakibatkan oleh
ventilasi yang terjadi pada lantai ini sebesar
21,882.02 Btu/h. Nilai CLF sebesar 0.87 dari tabel
8.13 di buku HVAC Simplied.
5. Menghitung beban pendinginan dari Peralatan
Peralatan yang ada pada gedung secara otomatis akan
menimbulkan kenaikan termal sehingga perlu
dihitungnya beban pendingin yang disebabkan oleh
peralatan atau equipment seperti komputer, mesin
faks, dispenser dll
Adapun persamaan yang dipakai untuk beban pendingin
yang disebabkan oleh equipment sebagai berikut :
Q = Watt/sqft X luas area X 3,41
= 1,5 X (190,29 X 45,92) X 3,41
= 41,156.53 Btu/h.
Sehingga beban pendingin yang diakibatkan oleh
equipment yang terjadi pada lantai ini sebesar
41,156.53 Btu/h.
6. Menghitung beban pendinginan dari Penghuni
Penghuni gedung merupakan salah satu penyebab
terjadi perubahan pengkondisian udara yang terjadi
pada gedung tersebut. Logikanya adalah semakin
banyak penghuni pada gedung tersebut maka beban
pendinginan untuk mencapai thermal confort semakin
besar, hal ini disebabkan makin besarnya energi yang
64 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 65
harus dihasilkan chiller. Energi besar di akibatkan
perubahan termal dalam gedung tersebut akibat
aktifitas penghuni tersebut. Sehingga beban
pendinginan diakibatkan oleh penghuni gedung terbagi
atas beban sensibel dan latent. Sebelum masuk ke
perhitungan beban laten dan sensibel, kita harus
menetapkan berapa kalor yang dihasil tiap penghuni
terjadi baik itu laten maupun sensibel.
Heat gain yang berasal dari penghuni dapat dilihat
di tabel 8.3 di buku HVAC Simplied dimana penulis
menentukan kondisi penghuni saat berdiri dan level
berjalan. Penulis mengasumsikan hal terebut karena
di lantai 9 mayoritas luas lantainya digunakan
sebagai aula. Sehingga nilai kalor sensible sebesar
250 Btu/h per person dan nilai kalor laten sebesar
250 Btu/h per person. Kemudian berdasarkan standar
Ashrae juga bahwa tingkat kenyamanan seseorang dalam
luas daerah yaitu 10 m2/person sehingga dengan luas
daerah 1 lantai sebesar 819 m². Maka banyak penghuni
tiap lantainya adalah luas daerah dibagi dengan luas
tiap orang yaitu 819 m² dibagi dengan 10 m2/person
maka hasilnya jika digenapkan ke nilai atasnya yaitu
82 orang/lantai.
Persamaan sensible load Q= Btuhr sensible/penghuni X
jumlah penghuni X CLF
= 250 X 82 X 0,94
65 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 66
= 19,270.00 Btu/h
Persamaan latent load Ql = Btuhr latent/penghuni X
jumlah penghuni
= 200 X 82
= 16,400.00 Btu/h
Sehingga beban pendingin yang diakibatkan oleh
penghuni yang terjadi pada lantai ini sebesar
35,670.00 Btu/h
Perhitungan yang dilakukan di atas hanya terjadi
pada 1 lantai saja yaitu lantai 9. Sehingga untuk
mengetahui beban pendingi yang terjadi pada 1 gedung
tinggal dikalikan sebanyak 9 lantai. Berikut
tampilan sederhan untuk beban pendinginan satu
gedung :
Dari
perhitungan di atas di dapatkan beban pendingin satu gedung
sebesar 361.64 = 362 TR. Sehingga kita perlu mencari di
66 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Lantai
Cooloing Load
Total Sensible Latent
1 s/d 8 3,559,920.84
2,038,22
7.32
1,521,69
3.52
9 573,054.97
382843.2
8
190,211.
69Total (Btu/h) 4,132,975.81TR yang
dibutuhkan 344.41Safety X 5 % 361.64
Page 67
pasaran berupa air chiller yang mempunyai beban pendingin
sebesar 362 TR sebanyak 2 buah dimana satu chiller sebagai
cadangan jika air chiller satunya dalam kondisi rusak atau
sedang dalam proses maintenance maka air chiller yang lainnya
bisa digunakan, sehingga proses pengkondisian udara tetap
berjalan.
Penulis mengambil produk carrier dengan seri 30 RB dengan
range 60 s/d 390 TR dengan jenis screw
67 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 68
2.3 Sistem Fire Fighting
2.3.1 Klasifikasi Bahaya Kebakaran
Bahaya kebakaran pada gedung balaikota DKI Jakarta
sebagai berikut :
a. Bahaya kebakaran ringan pada lantai 9, merupakan bahaya
terbakar pada tempat dimana terdapat bahan-bahan yang
mempunyai nilai kemudahan terbakar rendah dan apabila
terjadi kebakaran melepaskan panas rendah dan
menjalarnya api lambat.
b. Bahaya kebakaran sedang pada lantai 1 sampai 8,
merupakan bahaya kebakaran pada tempat di mana terdapat
bahan-bahan yang mempunyai nilai kemudahan terbakar
sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan
tinggi tidak lebih dari 2.5 meter dan apabila terjadi
kebakaran, melepaskan panas sedang sehingga menjalarnya
api sedang
2.3.2 Klasifikasi Bangunan
Menurut tinggi dan jumlah lantai maka bangunan dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Klasifikasi
BangunanKetinggian dan Jumlah Lantai
A
B
C
Ketinggian kurang dari 8m atau 1
lantai
Ketinggian sampai dengan 8m atau 2
lantai
68 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 69
D
E
Ketinggian sampai dengan 14m atau 4
lantai
Ketinggian sampai dengan 40m atau 8
lantai
Ketinggian lebih dari 40m atau
diatas 8 lantai
Tabel 2.10 Klasifikasi Bangunan
2.3.3 Sistem Hydrant
a. Tipe Semi Automatic-Dry, merupakan sistem stand pipe
kering yang dirangkaikan dengan suatu alat seperti
deluge value, untuk menerima air ke dalam sistem
perpipaannya dengan cara mengaktifkan suatu alat
pengontrol jarak jauh yang terletak pada setiap hose
connection. Suplai air harus mampu memenuhi kebutuhan
sistem.
b. Kelas III, merupakan suatu sistem yang harus
menyediakan baik hose connection berdiameter 1½ inchi
untuk digunakan oleh penghuni gedung maupun hose
connection berdiameter 2½ inchi untuk digunakan oeh
petugas pemadam kebakaran ada orang-orang yang telah
terlatih untuk kebakaran berat.
c. Penentuan letak hose connection, pada sistem stand pipe
kelas I, jika bagian terjauh dari suatu
lantai/tingkat yang tidak bersprinkler melebihi 150 ft
(45.7 m) dari jalan keluar (exit) atau melebihi 200
ft (61 m) untuk lantai yang tidak bersprinkler, perlu
69 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 70
dilakukan penambahan hose connection pada lokasi yang
diperlukan oleh petugas pemadam kebakaran.
d. Flow rate minimum pada hidran gedung minimum gedung
400 l/menit
e. Penentuan ukuran pipa dan kehilangan tekan yang
ditimbulkan dilakukan denga cara yang sama pada
sistem penyediaan air bersih, yaitu menggunakan
persamaan Hazen-William. Pipa yang digunakan juga
merupakan jenis pipa Galvanis baru.
f. Secara permanen drain riser 3 inchi (76 mm) harus
disediakan berdekatan pada setiap stand pipe, yang
dilengkapi dengan pressure regulating device guna
memungkinkan dilakukannya tes pada tiap alat/device.
Setiap stand pipe harus disediakan draining, suatu drain
valve dan pipanya, diletakkan pada titik terendah
pada stand pipe. Penentuan suatu stand pipe drain dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Ukuran Stand Pipe Ukuran Drain Connection
Sampai dengan 2 in
2 ½ in, 3 in, atau
3 ½ in
4 in atau lebih
besar
¾ in atau lebih besar
1¼ in atau lebih
besar
2 in saja
Tabel 2.11 Standar Stand Pipe
70 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 71
g. supply harus cukup untuk memenuhi kebutuhan sistem
seperti yang telah diuraikan di atas selama
sedikitnya 30 menit.
2.3.4 Sistem Sprinkler
a. Sistem sprinkler harus dipasang terpisah dari sistem
perpipaan dan pemompaan lainnya, serta memiliki
penyediaan air tersendiri.
b. Memakai Wet Pipe System, suatu sistem yang
menggunakan sprinkler otomatis yang disambungkan ke
suplai air (water supply). Dengan demikian air akan
segera keluar melalui sprinkler yang telah terbuka
akibat adanya panas dari api.
c. Memakai type bulb sprinkler, temperatur tinggi
memanaskan cairan dalam bohlam kaca(glass bulb),
sampai bulb pecah
Gambar 2.20 Sprinkler
d. Klasifikasi hunian dimana berkaitan dengan
pemasangan sprinkler dan suplai airnya saja.
Klasifikasinya yaitu hunian bahaya kebakaran ringan71 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 72
(Light Hazard Occupancies) yaitu gedung atau bagian
dari gedung yang memiliki kuantitas dan keterbakaran
isi gedung rendah dan kecepatan pelepasan panas dari
api rendah.
e. Maksimal Area Proteksi Jarak Maksimal antara Sprinkler.
Jarak maksimal yang diijinkan antara sprinkler dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Tipe
Konstruksi
Light
Hazard
Ordinary
Hazard
Extra
Hazard
Area
Prote
ksi
(ft2)
Jara
k
Maks
(ft)
Area
Prote
ksi
(ft2)
Jara
k
Maks
(ft)
Area
Prote
ksi
(ft2)
Jar
ak
Mak
s(f
t)
Non
Combustible
Obstructed
Non
Combustible
Unobstructed
Combustible
Unobstructed
225 15 130 15 100 12
72 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 73
Combustible
Obstructed168 15 130 15 100 12
Tabel 2.11 Sumber: “Installation of Sprinkler Systems”, NFPA 13, 1996
Edition
NB: Dalam berbagai kasus, area maksimal yang dilindungi
sprinkler tidak boleh melebihi 225 ft2 (21 m2).
f. Jarak sprinkler ke dinding tidak boleh melebihi 1.5
kali jarak antar sprinkler yang diindikasi dalam tabel
di atas. Sprinkler minimal ditempatkan 4 inchi dari
dinding.
g. Dibawah konstruksi yang tidak terhalang, jarak
antara deflektor sprinkler dengan langit-langit minimal
1 inchi (25.4 mm) dan jarak maksimal 12 inchi (305
mm).Dibawah konstruksi yang terhalang, deflektor
sprinkler harus diletakkan 1-6 inchi (25.4-152 mm) di
bawah benda-benda struktur dan maksimal 22 inchi
(559 mm) di bawah langit-langit atau dek.
h. Jarak antara Perkembangan Keluaran Sprinkler ke
Penghalang. Penghalang menerus atau tidak menerus
kurang dari 18 inchi (457 mm) di bawah deflektor
sprinkler, yang dapat menghalangi pula perkembangan
penuh sprinkler, harus dipasang sebagai berikut:
Sprinkler harus diletakkan sedemikian rupa sehingga
berjarak tiga kali lebih besar dari dimensi maksimal
penghalang sampai maksimal 24 inchi (609 mm) (Lihat
gambar 3.1.3)
73 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 74
Gambar 2.21 Sprinkler Standard
74 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 75
i. Persyaratan penyediaan air pada sprinkler
Klasifikas
i Hunian
Tekanan
Residual Min.
yang
Diperlukan
(psi)
Flow yang
Diijinkan
pada Dasar
Riser (gpm)
Durasi
(menit)
Light
Hazard
Ordinary
Hazard
15
20
500-700
850-1500
30-60
60-90
j. Pipa Schedule I untuk hunian Jenis Light Hazard
dengan Bahan pipa Baja
Diameter Pipa
(inchi)
Jumlah Sprinkler
(buah)
1
1 ¼
1 ½
2
2 ½
3
2
3
5
10
30
60
75 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 76
3 ½ 100
2.3.5 Perhitungan
h. Sistem Hydrant
Diketahui :
Flow pada standpipe terjauh minimum adalah 500 gpm =
1893 ltr/menit.
Fire Hose Cabinet (FHC) pada gedung ini ditempatkan
dekat dengan tangga darurat yang berada di sudut
sehingga setiap sudut bangunan berada dalam batas
jangkauan semburan air dari selang dengan panjang
maksimum selang adalah 30 m dan sisa tekan yang
diinginkan 100 psi (70m).
Penentuan diameter pipa dengan cara yang sama pada
sistem penyediaan air dingin yaitu dengan
menggunakan data flow dan range kecepatan aliran 2
m/dtk.
76 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 77
Gambar 2.22 Gravik losses terhadap Kapasitas Air
Berdasarkan tabel didapat diameter riser yang aman
untuk sistem hydrant yaitu 5 1/2 inchi dan kerugian
yaitu 50 mm kolom air / m.
Menghitung kapasitas air pada sistem hydrant :
Q = (500 gpm x 3.7854 )dm3/menit x 9 hose
Q = 1892,7 dm3/menit x 9 hose
Q = 17,0343 m3/menit
T = waktu yang diperlukan untuk sistem hidrant
bekerja = 30 menit
V = 17.0343m3/menit x 30 menit
V = 511.029 m3
i. Sistem Sprinkler
77 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 78
Untuk light hazar kebutuhan minimum flow rate = 500
gpm = 0.0315 m3/detik. Kecepatan untuk sprinkler 5.08
meter / detik. Dengan asumsi, maka diameter pipa
riser adalah:
Q=14xπxD2xv
D=[ 4x0.03155.08π ]12=0.0889m=88.9mm
Diameter riser yang digunakan adalah 88.9 mm = 3,5
inchi.
Pipa drain digunakan untuk memungkinkan adanya test.
Berdasarkan referensi NFPA 14 (tabel 3.1.2), untuk
riser berukuran 3.5 inchi digunakan drain pipe
berdiameter 2 in = 50mm.
Menentukan losses dengan menggunakan persamaan Hazen
williams :
c = konstanta kekasaran, material yang dipakai
galavanis jadi c =120
q= flow rate dari fluid di sprinkle, (minimum 500
gpm)
dh = inside hydrolic diameter, (3.5 inchi)
Diperoleh :
78 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 79
Specific Head Loss (psi / 100 ft pipe): 14.4
Actual Head Loss (psi): 39.9
Ketentuan pemasangan Sprinkler :
Perencanaan Sprinkeler
Menentukan susunan kepala sprinkler
Gambar 2. 23 Susunan kepala ganda dengan 3 kepala sprinkler dan pemasukan di tengah.
79 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 80
Arah pancaran ke bawah, karena kepala sprinkler di
letakkan pada atap ruangan.
Kepekaan terhadap suhu, warna cairan dalam tabung
gelas berwarna Jingga pada suhu 53°C
Sprinkler yang dipakai ukuran ½ inchi dengan
kapasitas(Q) = 80 liter/ menit
Kepadatan pancaran = 2,25 mm/ menit.
Jarak maksimum antar titik sprinkler 4,6 meter.
Jarak maksimum sprinkler dari dinding tembok 1,7 meter.
Daerah yg dilindungi adalah semua ruangan kecuali
kamar mandi, toilet dan tangga yang diperkirakan
tidak mempunyai potensi terjadinya kebakaran.
Sprinkler overlap ¼ bagian
Luas total gedung tanpa lift, toilet dan tangga
darurat adalah 814.2 mm2
Satu buah sprinkler dapat mencakup 4,6 m x 4,6 m.
Overlapping 0.25 area jangkauan.
Maka area jangkauan sprinkler = 4,6 m - (0.25 x 4.6
m)
= 3.45 m
Maka luas nya adalah 3.45 m x 3.45 m = 11.9 m2
Jadi jumlah sprinkler yang dibutuhkan 814.2 m2 / 11.9 m2
= 69 buah
80 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 81
Kebutuhan air sprinkler per gedung :
V=QxT
Dimana :
V = Volume air yang dibutuhkan
Q = Kapasitas air (ltr/menit)
T = Waktu Operasi Sistem
Q=Qtiapsprinklerxjumlahsprinkleryangbekerja
Q=80ltr /menitx69
Q=5520ltr/menit
Sesuai standard waktu operasi sistem sprinkler untuk
tingkat light hazard adalah 30 menit.
Jadi Volume air yang dibutuhkan pada sistem sprinkler
adalah
V=5520dm3
menit x30menit
V=165.6m3
Penentuan kapasitas pompa :
Pompa Listrik
Data :
81 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 82
Kapasitas : 500gpm
Head total : 129 feet
Sg air : 1
Penggerak listrik
Efisiensi Pompa : 60 %
Efisiensi motor listrik : 80 %
Perhitungan :
Hp= QxHxSG3960xefisiensipompa
Hp=500x129x13960x0.6
Hp=645002376
Hp=27.14Hp
KwMotor=Hpx0.7457
efisiensimotorlistrik
KwMotor=27.14Hpx0.74570.8
KwMotor=20.240.8
KwMotor=25.3kW
Pompa Diesel
82 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 83
Data :
Kapasitas : 500gpm
Head total : 129 feet
Sg air : 1
Penggerak mesin diesel
Efisiensi Pompa : 70 %
Efisiensi mesin penggerak : 80 %
Perhitungan :
Hp= QxHxSG3960xefisiensipompa
Hp=500x129x13960x0.7
Hp=645002772
Hp=23.26Hp
Hpmesindiesel=Hp
efisiensimesinpenggerak
Hpmesindiesel=23.260.8
Hpmesindiesel=29.089Hp
2.4 Sistem Plumbing
83 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 84
Bab III
84 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 85
PENUTUP
3.1 Lifting
Kesimpulan
Hasil desain lift yang didapat berdasarkan perhitungan
yaitu grup lift dengan kapasitas 10 orang sebanyak 4 gerbong
(4 x 10 orang). Grup lift ini memiliki karakteristik:
Lebar pintu : 800 mm
Kecepatan lift : 2 m/s
Kecepatan buka pintu lift : 0,4 m/s
Kapasitas : 800 kg
Ukuran gerbong : 1400 mm x 1350 mm
Ukuran hoistway : 1950 mm x 2100 mm
Dimensi ruang mesin : 1950 mm x 2100 mm
Jumlah berhenti maksimum : 40 detik
Jarak tempuh maksimum : 125 m
Interval : 23 detik
Kapasitas grup per 5 menit : 105 orang
Total beban motor : 36,8 kW
Hasil desain lift yang didapat memiliki perbedaan dengan
hasil desain dari tim Dinas Provinsi DKI Jakarta, di mana
hasil desain yang tertera pada program Inventor yaitu berupa
sistem lift dengan 3 gerbong dan total dimensi hoistway
sekitar 7 m x 2 m. Hal ini berarti hasil desain sistem lift
85 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 86
kami memiliki dimensi panjang yang lebih panjang dibanding
desain tim Dinas Provinsi DKI Jakarta.
Kami tidak bisa mengetahui apakah sistem lift yang
didesain oleh tim Dinas Provinsi DKI Jakarta memenuhi standar
atau tidak dikarenakan kurangnya sumber data mengenai
kapasitas lift yang digunakan. Tapi jika asumsi lift yang
digunakan berasal dari pabrikan yang sama, maka sistem grup
lift hasil desain kami lebih unggul pada segi interval dan
kapasitas grup dibandingkan desain dari tim Dinas Provinsi DKI
Jakarta.
Saran
Hasil desain sistem lift yang kami dapat merupakan hasil
desain berdasarkan perhitungan dari literatur yang ada. Hasil
desain ini merupakan yang terbaik dan paling efisien. Jika tim
Dinas Provinsi DKI Jakarta berniat mengganti desain mereka,
hal yang harus diperhatikan yaitu dimensi sistem lift yang
lebih panjang. Kegiatan desain ulang harus dilakukan secara
berkala untuk menjamin sistem yang baik dan efisien.
3.2 HVAC
Kesimpulan
1. Beban pendinginan dari lantai 1 sampai 8 sama pada gedung
dinas perumahan DKI sebesar 444,990.1 Btu/h yang terdiri
86 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 87
dari beban sensible sebesar 254,778.4 Btu/ h dan beban
laten sebesar 190,211.7 Btu/h
2. Beban pendingin pada lantai 9 lebih besar daripada lantai
lainnya karena dipengaruhi oleh beban pendinginan yang
berasal dari atap, dimana beban pendinginannya sebesar
573,055.0 Btu/h yang terdiri dari beban sensible
382,843.28 Btu/h dan beban laten 190,211.69 Btu/h
3. Beban pendinginan secara keseluruhan untuk gedung
perumahan dinas DKI sebesar 362 TR
4. Chiller yang digunakan yaitu air chiller dengan merek
carrier dengan seri 30 RB dengan range 60 s/d 390 TR
dengan jenis screw
5. Air chiller yang digunakan sebanyak 2 buah jika terjadi
permasalahan seperti kerusakan atau maintenance air
chiller yang biasa digunakan masih ada 1 air chiller yang
lainnya sebagai cadangan atau back up.
6. Duct design menggunakan metode equal friction, dimana
CFM yang didapatkan pada main duct sebesar 8200 CFM
7. Dengan menggunakan tabel friction kita bisa menghubungkan
garis kecepatan aliran sebesar 2000 FPM serta garis
banyak udara sebesar 8200 CFM, pertemua garis tersebut
jika di tarik kebawah akan menemukan friction sebesar
0.155 in WIG/100 feet
8. Untuk mencari luasan daerah cabang duct bisa menggunakan
% CFM dan % luas area atau dengan menggunakan tabel
friction loss yang nantinya hasilnya sama-sama berupa
luas daerah baik itu dalam bentuk duct rectangular
ataupun circular
87 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 88
9. Untuk menghitung static pressure yang di dalam duct
dipengaruhi bentuk lintasan duct itu tersendiri baik itu
losses yang terjadi dan kecepatan aliran yang diberikan.
10. Static pressure terdiri dari total friction dan
regain. Total friction los dipengaruhi oleh loss yang
terjadi sepanjang lintasan ducting ditambahkan dengan
loss pada aksesoris yang digunakan berupa elbow, T
junction dll. Sedangkan regain lebih dipengaruhi oleh
kecepatan aliran mulai dari awal sampai dengan kecepatan
aliran pada ujung terminal.
11. Besaran daya fan secara actual merupakan nilai dari
banyaknya udara dikalikan dengan static pressure dan
dibagi dengan nilai factor koreksi sebesar 6356 sehingga
dihasilkan 0.3 Hp
12. Pada kenyataannya actual fan yang bekerja sekitar 75
% dari daya yang terlah dihitung sehingga menjadi 0.4 Hp
Saran
Dalam pemilihan Air Handling Unit (AHU) yang akan
digunakan sebaiknya yang memiliki kapasitas yang sesuai
dengan yang di inginkan dan jangan terlalu besar sebab
memakan biaya yang juga besar
Pemilihan Air Handling Unit (AHU) sebainya harus mudah
dicari suku cadangnya sesuai dengan daerah tempat
perusahaan itu berdiri serta jaringan distribusi yang
luas
88 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 89
Untuk menambah efisiensi kerja mesin sebaiknya dilakukan
perawata secara berkala sesuai dengan buku panduan
intruksi dari pabrik pembuatnya.
Dalam perhitungan cooling load sangat penting
memperhatikan posisi gedung tersebut. Mayoritas dalam
buku Ashrae yang dicantumkan paling kecil sebesar 24°
dari lintang utara sedangkan posisi di Indonesia sendiri
berada 6°dari lintang utara
3.3 Fire Fighting
Kesimpulan
a. Jumlah sprinkler yang digunakan untuk gedung Balai kota
DKI adalah 160 buah sprinkler
b. Penentuan peletakan sprinkler gedung Balai kota DKI
Jakarta terlampir pada Lampiran 1
c. Sumber persediaan air berasal dari air tanah (galian
dan pdam) dengan kebutuhan volume air untuk sistem
fire fighting 677.6 m3 sehingga diperlukan penampungan
air dibawah gedung dengan kapasitas 700 m3 dengan
ukuran panjang 10 m x lebar 7 m x tinggi 10 m.
d. Kapasitas pompa yang dibutuhkan untuk masing-masing
pompa (pompa listrik dan pompa diesel) yaitu 27.14
Hp (dengan daya 25.3 kW) dan 29.089 Hp
Saran
89 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 90
a. Peletakan alarm sangat dianjurkan terutama di gudang
penyimpanan kertas dan dapur. Alarm yang dipakai di
gudang adalah smoke alarm. Sedangkan di dapur alarm
yang diletakan di sana yaitu gas alarm guna
mengantisipasi kebakaran akibat kebocoran bahan
bakar.
b. Memakai kabel jenis FRC 2x1,5 mm ke panel dan sumber
listrik agar kebakaran yang diakibatkan karena
konslet tidak terjadi dan melindungi komponen
listrik yang penting dalam sistem fire fighting
(alarm dan pompa listrik).
c. Memakai hydrant pilar dan Siamesse connection di
luar gedung agar pemadam kebakaran dapat memberikan
penyelamatan dari luar gedung saat terjadi
kebakaran.
3.4 Plumbing
Kesimpulan
Saran
90 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 91
Bab IV
91 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 92
Daftar Pustaka
Lifting
(PDF) Building Elevator Systems. Bhatia A. CED Engineering
(PDF) Ismail, Mohd Rodzi. Trasnportation Systems in Buildings
(PDF) About Elevators. OTIS
(PDF) ELCOSMO Toshiba Compact Machine Room Elevators
HVAC
ASHRAE Handbook 2009
Stephen P. Kavanaugh, HVAC simplified
Edward G. Pita, Air Conditioning Principles and Systems, 4th Edition,
2002
http://www.dephut.go.id/INFORMASI/PROPINSI/DKI/umum_dki.html
Fire Fighting
http://engineeringbuilding.blogspot.com
Buku Panduan Praktis Perencanaan “Surface Facillities”
NFPA 10 Standard for Fire Portable Extinguisher 2002
92 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Page 93
93 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin