Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teknologi mengalami perkembangan secara terus menerus, termasuk juga teknologi di bidang pergedungan. Inovasi-inovasi terus bermunculan untuk menciptakan barang yang efisien dan ke arah hemat energi. Lift yang merupakan bagian penting dari gedung yang memiliki banyak lantai pun turut mengalami perkembangan. Namun perkembangan itu harus didukung oleh manusia sebagai perancang, untuk merancang suatu sistem gedung yang efisien dan hemat energi. Salah satu caranya yaitu melakukan pengkajian ulang terhadap desain gedung yang telah ada secara berkala. Hal ini perlu dilakukan agar dapat meminimalisir kerugian-kerugian yang terjadi pada sistem yang sudah tidak efisien, sehingga penghematan energi bisa dilakukan. 1.2. Tujuan Laporan Laporan ini bertujuan untuk: Menyelesaikan tugas besar mata kuliah Sistem Utilitas Bangunan Untuk mendapatkan desain dari sistem lifting, HVAC, Fire Fighting, Plumbing berdasarkan kondisi dan ukuran gedung 1 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
93

Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Jan 29, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Teknologi mengalami perkembangan secara terus menerus,

termasuk juga teknologi di bidang pergedungan. Inovasi-inovasi

terus bermunculan untuk menciptakan barang yang efisien dan ke

arah hemat energi. Lift yang merupakan bagian penting dari

gedung yang memiliki banyak lantai pun turut mengalami

perkembangan. Namun perkembangan itu harus didukung oleh

manusia sebagai perancang, untuk merancang suatu sistem gedung

yang efisien dan hemat energi. Salah satu caranya yaitu

melakukan pengkajian ulang terhadap desain gedung yang telah

ada secara berkala. Hal ini perlu dilakukan agar dapat

meminimalisir kerugian-kerugian yang terjadi pada sistem yang

sudah tidak efisien, sehingga penghematan energi bisa

dilakukan.

1.2. Tujuan Laporan

Laporan ini bertujuan untuk:

Menyelesaikan tugas besar mata kuliah Sistem Utilitas

Bangunan

Untuk mendapatkan desain dari sistem lifting, HVAC,

Fire Fighting, Plumbing berdasarkan kondisi dan ukuran

gedung1 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 2: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Untuk mengetahui apakah desain lifting, HVAC, Fire

Fighting, Plumbing yang ada sekarang sesuai standar

atau tidak.

1.3. Metodologi Penulisan

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah

sebagai berikut :

1. Pengamatan masalah

Mengamati permasalahan berupa kondisi dan ukuran

gedung.

2. Pengumpulan data

Mengumpulkan data yang berhubungan dengan gedung

berupa gambar desain melalui program Inventor.

3. Pengolahan data

Mengolah data yang telah diperoleh dengan menggunakan

persamaan yang ada pada literatur.

4. Evaluasi dan analisa

Mengevaluasi dan menganalisa data yang diolah untuk

mencari penyelesaian masalah.

5. Kesimpulan dan saran

Membuat kesimpulan dan saran dari permasalahan yang

ada.

1.4. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan dibagi atas:

BAB I Pendahuluan

2 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 3: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Merupakan penjelasan singkat tentang latar belakang,

tujuan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II Perancangan Sistem Pada Gedung

Menjelaskan sistem lifting, HVAC, Fire fighting dan

Plumbing secara umum, rumus perhitungan yang

digunakan, serta analisa perhitungan.

BAB III Penutup

Menjelaskan kesimpulan yang didapat dari hasil analisa

perhitungan terhadap desain gedung.

DAFTAR PUSTAKA

Bab II

PERANCANGAN SISTEM PADA GEDUNG

2.1 Sistem Lifting

2.1.1 Cara Kerja Lift

Secara umum suatu sistem lift terdiri atas gerbong lift,

motor listrik, counterweight, kontrol sistem, dan sistem guide

3 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 4: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

rails. Terdapat tiga jenis mesin, yaitu hidraulik, traxon atau

katrol tetap, dan hoist atau katrol ganda. Jenis hoist dapat

dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu hoist dorong dan hoist

tarik. Motor listrik dan kontrol sistem biasanya berada di

sebuah ruang mesin di lantai teratas gedung.

Gambar 2.1. Sistem Kerja Lift

Adapun cara kerja dari lift ini adalah dengan gerakan naik

turun (hoist) dimana gerbong yang berisi barang atau orang dan

counterweight digantungkan pada tali yag ditarik naik atau

turun dengan menggunakan pully, dimana pully ini berputar

sesuai dengan kebutuhan. Pully digerakkan oleh motor listrik

dan gerakan pully dihentikan oleh rem, sehingga barang atau

orang tidak akan naik atau turun setelah posisi angkat yang

diingin tercapai. Biasanya motor listrik hanya mengatur gaya

gesek. Gerbong dan counterweight berada di sistem guide rails,

di mana counterweight bisa diletakkan di samping atau di

belakang dari gerbong tergantung desainnya. Guide rails

berperan juga sebagai sistem pengaman dalam sistem lift.

4 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 5: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

2.2.2 Alur Perhitungan Desain Lift

Alur perhitungan dalam mendesain sistem lift dalam laporan

ini yaitu:

Memperkirakan populasi yang berada dalam gedung

Menghitung beban puncak

Menghitung probabilitas jumlah berhenti

Menghitung waktu perjalanan naik

Menghitung waktu perjalanan turun

Menghitung waktu transfer penumpang

Menghitung waktu buka dan tutup pintu lift

Menghitung round trip time (RTT)

Menghitung interval per grup

Menghitung kapasitas grup lift

Menghitung beban motor

5 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 6: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Gambar 2.2. Flowchart Perhitungan Desain Llift

2.1.3 Analisa Perhitungan Desain Lift

a) Perhitungan

Pada kasus ini, gedung yang akan didesain liftnya yaitu

sebuah gedung dengan 9 lantai, dengan luas area total gedung

mencapai 8.123,4 m2. Tinggi per lantai sekitar 4 m, sehingga

tinggi keseluruhan lantai yaitu 36 m. Dari data tersebut,

terlebih dahulu menghitung jumlah kapasitas dari gedung

tersebut berdasarkan persamaan dari literatur. Menurut standar

yang ada, setiap orang dalam sebuah gedung membutuhkan luas

lantai antara 9,5 m2 hingga 11,25 m2. Jika asumsi yang

digunakan adalah 9,5 m2 per orang, maka kapasitas gedung

tersebut adalah 856 orang.

Selanjutnya yaitu menghitung beban puncak dari lift

tersebut. Beban puncak didapat dengan memperhatikan populasi

dalam 5 menit pada waktu puncak, diperoleh dengan mengalikan

17% untuk grup lift yang naik turun bersamaan, atau dikali 12%

untuk grup lift yang naik turun secara terpisah. Dalam

perhitungan ini, asumsi grup lift bergerak secara terpisah,

oleh karena itu beban puncak didapat dengan mengali 12%

populasi gedung sehingga beban puncaknya didapat 103 orang.

6 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 7: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Pada laporan ini, cara yang dilakukan ditunjukkan oleh

flowchart pada gambar 2.2 yaitu dengan membandingkan tipe-tipe

lift yang disediakan suatu produsen untuk dilihat

kesesuaiannya dengan hasil perhitungan. Tipe lift yang paling

memenuhi hasil perhitungan yang akan dipilih sebagai lift yang

digunakan. Terdapat beberapa variabel yang sama dalam setiap

perhitungan, antara lain:

Kecepatan lift : 2 m/s

Kecepatan buka dan tutup pintu lift : 0,4 m/s

Untuk menentukan tipe lift yang akan digunakan, pertama-

tama kita harus menghitung round trip time (RTT). Round trip

time adalah waktu yang diperlukan oleh lift untuk bergerak

naik sampai lantai tertinggi dan kembali ke lantai paling

bawah. Banyak aspek yang harus dipertimbangkan, antara lain

probabilitas jumlah berhenti, waktu perjalanan naik, waktu

perjalanan turun, waktu transfer penumpang, serta waktu

membuka dan menutup pintu lift.

Pada laporan ini, perhitungan yang disajikan diambil dari

satu sampel saja, hasil perhitungan keseluruhan akan

ditampilkan dalam bentuk tabel di akhir perhitungan. Sampel

yang diambil yaitu lift dengan kapasitas 18 orang dengan lebar

pintu 1100 mm. Langkah perhitungannya yaitu:

Menghitung probabilitas jumlah berhenti

7 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 8: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

n=80% x18orang=14,4≈15 orang

S1=9−9(9−19 )

15

S1=7,462≈8

Waktu perjalanan naik

Tu=8x(9x49x2+2x2)

Tu=48detik

Waktu perjalanan turun

Td=(9x42 +(2x2))8 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 9: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Td=22detik

Waktu transfer penumpang

Tp=2,5x15

Tp=37,5detik

Waktu membuka dan menutup pintu lift

To=2(8+1)0.5∗1.1

0.4

To=24,75detik

Total RTT

RTT=48+22+37,5+24,75

RTT=132,25detik

Interval per grup

IntervalperGrup= RTTJumlahLift

9 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 10: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

IntervalperGrup=132,253

IntervalperGrup=44,083detik

*) jumlah lift yang digunakan sebagai variabel

Kapasitas grup lift

KapasitasGrupLift=5x60xJumlahLiftxKapasitasLiftx80%RTT

KapasitasGrupLift=5x60x3x18x80%132,25

KapasitasGrupLift=98orang

*) jumlah lift yang digunakan sebagai variabel

Hasil perhitungan di atas merupakan sampel untuk lift

dengan kapasitas 18 orang dan lebar pintu 1100 mm. Hasil

perhitungan dari tipe lift lainnya bisa dilihat melalui tabel

berikut:

10 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 11: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

11 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

no kapasitas lift banyak lift1 2 lift 78,000 s 74 orang 40 kW2 3 lift 52,000 s 111 orang 60 kW3 4 lift 39,000 s 148 orang 80 kW4 2 lift 66,125 s 66 orang 36 kW5 3 lift 44,083 s 98 orang 54 kW6 4 lift 33,063 s 131 orang 72 kW7 2 lift 57,000 s 64 orang 28,8 kW8 3 lift 38,000 s 95 orang 43,2 kW9 4 lift 28,500 s 127 orang 57,6 kW10 2 lift 54,750 s 57 orang 22,8 kW11 3 lift 36,500 s 86 orang 34,2 kW12 4 lift 27,375 s 114 orang 45,6 kW13 2 lift 46,000 s 53 orang 18,4 kW14 3 lift 30,667 s 79 orang 27,6 kW15 4 lift 23,000 s 105 orang 36,8 kW16 2 lift 40,750 s 48 orang 14,4 kW17 3 lift 27,167 s 71 orang 21,6 kW18 4 lift 20,375 s 95 orang 28,8 kW

Tp To RTT

s

s

s

s

s

s

s

s

s

s

s

s

s

s

s

s

s

ss

Tu

s

s

s

s

s

s

Td

109,5

92

81,5

42

42

36

30

s

s

s 20

17,5

20

18

14

12

132,2524,7537,52248

22 30 114

s

8 orang 0,8 m

54 22 50

22

22

22

27,513 orang 0,9 m

10 orang 0,8 m

18 orang 1,1 m

15 orang 1 m

lebar pintu interval per grup kapasitas grup lift total beban m otor

24 orang 1,2 m 15630s

Page 12: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Standar interval bisa dilihat melalui tabel di bawah.

Karena desain lift direncanakan untuk mendapatkan pelayanan

terbaik, maka kategori interval yang dipilih adalah 23 sampai

35 detik untuk kategori baik sekali. Lift yang memenuhi

kriteria tersebut ditandai dengan warna biru muda. Sedangkan

lift yang tidak memenuhi kriteria interval dihapus dari daftar

pilihan.

Gambar 2.3. tabel kualitas pelayanan lift

Setelah memilih lift dengan interval yang sesuai,

selanjutnya adalah mengecek kapasitas grup lift. Kapasitas

grup lift berarti kemampuan grup lift tersebut mengangkut

kapasitas populasi yang berada pada gedung tersebut dalam

rentang waktu 5 menit. Hal yang harus diperhatikan adalah

kapasitas lift yang dibutuhkan saat beban puncak penggunaan

lift. Hal ini umum terjadi ketika jam masuk kantor dan jam

makan siang. Berdasarkan perhitungan di awal, populasi puncak

gedung ini adalah 103 orang. Oleh karena itu, lift dengan

hasil perhitungan kapasitas grup di atas 103 ditandai dengan

warna biru muda. Sedangkan lift yang tidak memenuhi kriteria

tersebut ditandai dengan warna merah dan tidak masuk dalam

pemilihan.

Dari pemilahan yang telah dilakukan berdasarkan nilai

interval dan kapasitas grup, ada empat tipe lift yang bisa

12 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 13: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

menjadi pilihan untuk gedung ini. Keempat tipe tersebut yaitu

lift kapasitas 4 x 18 orang, 4 x 15 orang, 4 x 13 orang, dan 4

x 10 orang. Faktor penentu berikutnya adalah beban motor.

Beban motor berkaitan erat dengan biaya operasional yang harus

dikeluarkan pengelola gedung untuk menjalankan sarana dan

prasarananya. Semakin kecil beban motor dari lift, maka

semakin kecil pula biaya yang harus disiapkan pengelola

gedung. Dari hasil perhitungan didapat bahwa lift kapasitas 4

x 10 orang membutuhkan beban motor terkecil, yaitu sekitar

36,8 kilowatt. Oleh karena itu lift tipe inilah yang dipilih

untuk digunakan dalam gedung ini.

b) Pemilihan Lift dan Motor

Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan, maka desain

lift yang digunakan yaitu berupa grup lift sebanyak 4 gerbong

dengan kapasitas 10 orang (4 x 10). Lift yang dipilih yaitu

berasal dari pabrikan TOSHIBA dengan tipe ELCOSMO P10-CO120.

Hasil desain lift tersebut memiliki karakteristik:

Interval : 23 detik

Kapasitas grup per 5 menit : 105 orang

Total beban motor : 36,8 kW

13 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 14: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Tabel 2.1 Spesifikasi Lift

14 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 15: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Mulai

Pengumpulan Data

Perhitungan Beban Pendingin

Pemilihan Chiller

Selesai

Gambar 2.3 Interior Lift ELCOSMO

2.2 Sistem HVAC

2.2.1 Flow Chart Perencanaan Chiller

2.2.2 Menghitung Cooling Load Gedung

2.2.2.1 Kondisi Bangunan

Lokasi perencanaan berada di Gedung Dinas Teknis Perumahan di

Jalan Taman Jatibaru Jakarta Pusat. Bangunan eksisting berada

dikomplek pemerintahan dimana terdapat beberapa instansi

15 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 16: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

pemerintah, seperti Dinas tata kota, DLLAJ, Dinas Perumahan

dan lainnya.

Bangunan ini direncanakan terdiri dari 9 lantai tanpa

basement. Acuan desain yang akan dikondisikan adalah lantai 9

(Aula), sedang lantai dibawahnya kapasitas pendingin

diasumsikan sama.

Secara geografis wilayah DKI Jakarta terletak terletak pada

posisi 6°12’ Lintang Selatan dan 106°48’ Bujur Timur antara.

(www.dephut.go.id)

Kondisi udara luar dan ruang perencanaan adalah sebagai

berikut :

No. Parameter

Kondisi Udara

luar

Ruang yg

dikondisikan1 Latitude 6 LS 6 LS2 Design dry bulb (F) 95 773 Design wet bulb (F) 86 62.6

4

Relative Humidity

(%) 80 50

5

Humidity Ratio

(gr/kg)

0.025

(psicrometry)

0.010

(psicrometry)6 Bulan terpanas September  

16 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 17: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Gambar 2.4. Lokasi Peta Bangunan

Bentuk bangunan memanjang kearah utara-selatan, sehingga

dengan demikian pada sisi panjang bangunan timur-barat akan

menerima banyak sinar matahari langsung. (lihat gambar

2)

Gambar 2.5 Tampak Foto dari udara

Ukuran bangunan yang dikondisikan adalah sebagai berikut :

- panjang = 58 m x 3.2808 = 190.29 ft

- lebar = 17 m x 3.2808 = 45.92 ft

- tinggi per lantai = 3.5 m x 3.2808 = 11.48 ft

- desain bangunan bagian atas tanpa ceiling

17 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 18: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

2.2.2.2 Konsep Perencanaan

a. Konsep fasade

Fasade merupakan bagian depan dari suatu bangunan, dari

konsep ini bagian sisi timur-barat diperlukan dalam pengolahan

fasade, agar sinar matahari tidak membebani kinerja AC namun

tetap memanfaatkan sinar matahari sebagai penerangan alami di

siang hari (tanpa lampu).

Untuk pemanfaatan light shelf, akan digunakan sebagai sirip

peneduh sekaligus pengarah sinar matahari agar tidak langsung

mengenai area, sehingga ruangan terang namun tidak panas.

Gambar 2.6 Light shelf

b. Konsep koridor

Adalah penggunaan koridor yang bebas AC. Koridor

berfungsi mengalirkan udara dan cahaya alami. Dengan demikian

penggunaan AC dapat diminimalkan hanya untuk area kerja.

18 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 19: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Gambar 2.7 Konsep Denah

Pada bidang muka bangunan berada disisi barat. Sedang

pada sisi timur-barat dapat diusahakan tidak terlalu banyak

bidang yang menerima panas matahari langsung, atau meredam

panas dengan light shelf dan kaca glace film coated. Sedangkan

pada sisi utara-selatan diberikan bukaan agar penerangan alami

dapat optimal. Orientasi bangunan menghadap barat, olah karena

itu, perlindungan terhadap paparan sinar matahari langsung

adalah dengan Gubahan massa dan olahan fasade.

Gambar 2.8 Bidang muka bangunan yang terkena sinar matahari

c. Konsep Green wall

19 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 20: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Penggunaan konsep green wall dimaksudkan untuk meredam

panas yang masuk kedalam bangunan dan agar intensitas panas

yang masuk tidak berlebihan.

Gambar 2.9 Green wall

d. Konsep Interior

Konsep interior dibuat terbuka dengan penggunaan partisi

dari kaca hal ini dimaksudkan agar cahaya matahari bisa tetap

masuk hingga ke tengah bangunan sehingga meminimalkan

penggunaan cahaya buatan. Privacy tetap terjaga dengan

penggunaan kaca sticker pada ruang.

20 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 21: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Gambar 2.10 Deskripsi konsep interior

Ruangan yang dikondisikan adalah lantai 9 dengan rincian luas

dan volume ruang sebagai berikut :

Fungsi

BangunanJenis Ruang

luas volume

m2 ft2 m3 ft3fasilitas dan

pameran

1. Aula sisi

kiri(kecil) 184.8 606.29 646.8

2122.0

2

 

3.

R.Tunggu/prefunctio

n 124 406.82 434

1423.8

7

 

4.

R.Tunggu/prefunctio

n VIP 36 118.11 126 413.38  5. Mushola 9 29.53 31.5 103.35  6. Aula sisi 352.8 1157.47 1234.8 4051.1

21 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 22: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

kanan(besar) 3  7. Ruang ganti 16.8 55.12 58.8 192.91

  total 538.6 2373.33 1885.1

8306.6

6

2.2.2.3 Penyesuaian Data Tabel

Pada perhitungan digunakan harga-harga tertentu yang

didapat dari tabel referensi. Tabel-tabel tersebut dipakai

dalam keadaan-keadaan tertentu untuk suatu pengukuran pada

suatu tempat (Lintang Utara). Oleh karena itu tabel-tabel

tersebut harus disesuaikan dengan kondisi tempat rancangan

(Lintang Selatan).

a. Penyesuaian Terhadap Bulan

Untuk data-data yang berhubungan dengan bulan, bila

hendak digunakan pada posisi LS maka bulan yang telah dipilih

ditambah 6 bulan dari bulan rancangan. Pada bulan itulah

diperoleh data untuk bulan yang sesuai dengan rancangan.

Karena kondisi yang sama antara LU dan LS perbedaannya terpaut

6 bulan, maka kondisi yang dikehendaki pada bulan tertentu

pada posisi LS harus ditambah 6 bulan agar diperoleh kondisi

dan data yang sama pada posisi LU. Misalnya kondisi yang

diinginkan adalah kondisi pada bulan Maret pada posisi LU,

maka data yang digunakan adalah data pada bulan September

(Maret + 6 bulan) pada posisi LS. Jadi, data umumnya pada

bulan januari sampai Desember pada LU sama kondisinya dengan

data untuk bulan juli sampai dengan Juni pada posisi LS.

22 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 23: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Karena pada perancangan sistem tata udara untuk lantai 9

(Gedung Aula) terjadi pada bulan rancangan september, maka

pada tabel-tabel yang akan digunakan berdasarkan ketentuan

diatas maka bulan rancangan ditambah 6 bulan kedepan. Jadi,

pada bulan September untuk lintang selatan diganti menjadi

bulan Maret untuk lintang utara.

b. Penyesuaian Terhadap Arah Mata Angin

Penyesuaian perlu dilakukan karena seluruh tabel

pengukurannya dilakukan pada belahan bumi utara (lintang

Utara). Jadi tabel tersebut hanya berlaku untuk Lintang Utara

saja. Agar tabel-tabel tersebut dapat digunakan pada belahan

bumi sebelah selatan (Lintang Selatan), maka arah anginnya

perlu disesuaikan menjadi sebagai berikut:

Tabel. Penyesuaian Terhadap Arah Mata Angin

Lintang

Utara N NE E SE S SW W NW

Lintang

Selatan S SE E NE N NW W SW

2.2.3 PENGOLAHAN DAN PERHITUNGAN DATA

2.2.3.1 Perhitungan Beban Pendingin

Beban pendingin adalah jumlah kalor persatuan waktu yang

harus dikeluarkan dari dalam suatu ruangan tersebut sesuai

dengan yang diinginkan.

23 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 24: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Perhitungan beban pendinginan (cooling load) dipengaruhi

oleh faktor beban dari luar (eksternal) dan faktor beban dari

dalam (internal)

a. Beban dari luar ruangan, meliputi:

o Beban konduksi dan radiasi matahari melalui dinding luar.

o Beban radiasi melalui atap.

o Beban konduksi dan radiasi matahari melalui kaca.

o Beban ventilasi dan infiltrasi.

b. Beban dari dalam ruangan, meliputi:

o Beban dari penghuni.

o Beban dari penerangan.

o Beban dari peralatan yang mengeluarkan kalor.

o Beban partisi (ruangan yang bersebelahan dan tidak

dikondisikan).

2.2.3.2 Perancangan Duct Design

Distribusi Udara sejuk ke dalam ruangan

Pengkondisian udara adalah suatu usaha untuk mengbah kondisi

udara dari temperature dan kelembapan yang tinggi ke yang

lebih rendah atau sebaliknya, sehingga nantinya dapat membuat

keadaan sekelilingnya menjadi lebih nyaman yaitu dengan

mengatur temperature, kelembapan udara, sirkulasi udara dan

distribusi udara bersih secara simultan( bersamaan) didalan

suatu ruangan. Hal yang berhubungan dengan pengaturan tersebut

adalah :

24 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 25: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

1. Suhu udara (temperature)\dimana proses yang terjadi pada

pengaturan suhu udara (tempearatur) adalah sebagai

berikut:

Udara dingin mempercepat proses konveksi dan udara panas

memperlambat konveksi

Udara dingin membuat suhu permukaan sekeliling menjadi

lenih rendah sehingga menambah proses radiasi

Udara panas menaikan sehu sekeliling sehingga mengurangi

proses radiasi

2. Gerakan udara

Gerakan udara adalah kemampuan untuk mengeluarka atau

memberikan panas sekelilingnya dan bila gerakan udara

bertambah maka akan terjadi :

Jumlah proses penguapan dari pembuangan panas di tubuh

manusia bertambah karena uap air disekitar tubug diserap

dengan cepat

Proses konveksi bertambah karena lapisan udara disekitar

tubuh diserap lebih cepat

Proses radiasi mempunyai kecepatan yang kecenderungan

naik karena panas pada sekuliling tubuh manusia di buang

dengan kecepatan yang lebih cepat

Beberapa jenis mesin penyegeran udara telah dikembangkan untuk

mendapatkan pengaturan pengkondisian udara ruangan yang baik

dalam pertimbangan teknis maupun ekonomi.

Udara dari Air Handling Unit (AHU) dan ducting harus di

distribusikan ke seluruh ruangan secara merata, sehingga tidak

ada satu daerah didalam ruangan lebih dingin dan didaerah

25 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 26: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

lain lebih panas. Pada umumnya untuk ruangan yang besar, dari

ducting dimasukkna ke dalam ruangan melalui lubang-lubang

keluaran (diffuser) yang diletakkan di atas bidang hunian atau

di tempat yang sesuai.

Jumlah letak dan jenis diffuser ini harus ditentukan dengan

beberapa pertimbangan antara lain:

Dapat memberikan distribusi udara yang merata

Tidak menimbulkan noise (bising) berlebihan

Sesuai dengan interior ruangan

Udara didalam ruangan ditarik kembali melalui lubang-lubang

isap (grille) dan disalurkan melalui ducting kembali masuk

kembali ke Air Handling Unit (AHU). Letak dari inlet ini

umumnya pada daerah-daerah dimana sumber kalor masuk misalnya

di dekat jendela atau pintu.

Penjelasan tentang ducting

Saluran ducting dapat digunakan untuk pemanasan, ventilasi dan

air conditioning (HVAC) untuk mengirimkan dan memindahkan

udara. Ini diperlukan aliran udara meliputi sebagai contoh

supply air, return air dan exhaust air. Saluran ducting juga

mengirimkan umumnya sebagai bagian dari supply air air,

ventilasi udara. Sedemikian, saluran udara ke gedung adalah

satu metode kualitas udara didalam ruangan yang bisa diterima

seperti halnya kenyamana termal. System saluran ducting sering

disebut ductwork. Perencanaan (mempersiapkan),pengukuran,

26 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 27: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

pemgoptimalan, perincian dan menemukan kerugian tekanan

melalui system saluran pipa disebut duct design.

Komponen system ducting

Pada perencanaan system ducting terdapat beberapa komponen

utama yaitu :

1. Air Handling Unit (AHU)

2. Ducting

3. Diffuser

4. Grille

Air Handling Unit (AHU)

Komponen Air Handling Unit

1. Cooling coil

Berfungsi untuk mengontrol suhu dan kelembaban relat f

udara yang didistribusikan ke ruang produksi. Di maksudkan

agar di hasilkan output udara, sesuai spesifikasi ruangan

yang telah di tetapkan. Prosesnya terjadi dengan

mengalirkan udara yang berasal dari campuran udara balik

dan udara luar melalui kisi-kisi operator yang bersuhu

rendah. Proses ini menyebabkan terjadinya kontak antara

udara dan permukaan kisi evaporator sehingga akan

menghasilkan udara dengan suhu yang lebih rendah dan uap

air mengalami kondensasi. Hal ini menyebabkan kelembaban

udara yang keluar juga berkurang.

27 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 28: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Gambar 2.11 Cooling Coil

2. Blower

Berfungsi untuk menggerakkan udara di sepanjang sistem

distribusi udara yang terhubung dengannya. Blower yang di

gunakan dalam AHU berupa blower radial yang terhubung

dengan motor penggerak blower. Energi gerak yang di

hasilkan oleh motor ini selalu menghasilkan frekuensi yang

tetap, hingga selalu akan menghasilkan output udara dengan

debit yang tetap.

Gambar 2.12 Blower

3. Filter

Berfungsi untuk mengendalikan dan mengontrol jumlah

partikel dan mikroorganisme yang mengkontaminasi. Biasanya

ditempatkan di dalam rumah filter (Filter House) yang di

28 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 29: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

desain sedemikian rupa supaya mudah di bersihkan dan atau

di ganti. Beberapa jenis filter untuk AHU :

1. Pre-filter (efisiensi penyaringan 35%)

2. Medium filter(efisiensi penyaringan 95%)

3. High Efficiency Particulate Air (HEPA) filter

(efisiensi 99,997%)

Gambar 2.13 Filter

4. Ducting

Berfungsi sebagai saluran tertutup tempat mengalirnya

udara. Terdiri dari saluran udara yang masuk (ducting

supply) dan saluran udara yang keluar dari ruangan

produksi dan kembali ke AHU (ducting return). Ducting

didesain sedemikian rupa agar bisa mendistribusikan udara

ke seluruh ruangan dan terdapat insulator di sekelilingnya

yang berfungsi sebagai penahan penetrasi panas dari udara

luar

5. Dumper

Merupakan bagian dari ducting AHU berfungsi untuk mengatur

jumlah udara yang dipindahkan ke dalam ruangan produksi.

Berguna untuk mengatur besarnya debit udara yang sesuai

dengan ukuran ruangan.

29 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 30: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Ducting

Fungsi dari system ducting seperti yang telah disebut

sebelumnya adalah menyalurkan udara terkondisi dari Air

Handling Unit (AHU) ke ruangan-ruangan yang membutuhkan

pengkondisian dan mengembalikan udara dari ruangan-ruangan ke

Air Handling Unit (AHU) untuk dip roses kembali. Bentuk dari

ducting dapat berupa lingkaran, segi empat, atau oval

tergantung pada kebutuhan danfungsinya. Tetapi yang paling

popular digunakan adalah ducting segi empat.

Dari segi kontruksi ada 2 tipe ducting yaitu tipe rigit (kaku)

dan flexible sedangkan bahan ducting dapat berupa baja lapis

seng (BJLS) atau alumunium. Namun demikian bahan fiberglasas,

PVC polypropylene atau bahan plastic yang lain akhir-akhir ini

banyak digunakan.

Saluran udara dibuat sedemikian rupa sehingga :

Tidak terjadi deformasi karena tekana udara

Tidak terjadi bunyi bising dan getaran pada saluran udara

tersebut

Tidak terjadi kebocoran udara

Material saluran ducting :

Baja berlapis seng

Polyurethane dan isolasi papan Phenolic ( alumunium saluran

pipa sebelum di isolasi)

Panas saluran pipa serat kaca

Tabung fleksibel

Kain tekstil

Ketebalan bahan duct yang digunakan tergantung pada jenis

system duct dan ukuran terpanjang pada kedua sisinya, sebagai

30 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 31: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

contoh bila menggunakan baja lapis seng (BJLS) untuk kecepatan

kurang dari 12 m/s

Material yang sekarang banyak digunakan adalah baja lapis

seng (BJLS). Untuk menghingari adanya perbedaan temerpatur

antara salauran udara bagian dalam dan luar dan untuk

menghidnari terjadinya kondensassi bagian dalam dan luar maka

saluran udara diberikan isolasi. Banyak jenis isolasai yang

terdapat di pasaran, untuk mempertimbangkan efisiensi

pengerjaan dan kecepatan pembuatan maka dipilih kontruksi :

Gambar 2.14

Saluran

Konstruksi Udara

Ducting keluran dan kembali diberi lapisan isolasi termal

untuk memperkecil kebocoran kalor dan luar kedalam ducting.

Disamping fungsi tersebut, isolasi juga berfungsi untuk

meredam bising yang ditimbulkan oleh adanya gerakan udara dan

peralatan lain didalam system ducting.

Pelapisan isolasi dapat dilakukan pada bagia luar

(isolasi luar) atau pada bagian dalam (isolasi dalam) ducting

atau kombinasi keduanya. Untuk isolasi luar, setelah ducting

dibungkus dengan isolasi di bagian luarnya diberi lapisan

untuk mencegah masuknya udara ke dalam isolasi. Banyak jenis

isolasi yang dapat digunakan untuk membungkus dicting antara

lain yang umum digunakan adalah jenis fiberglasa (glasswool),

31 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 32: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

polyurethane foam atau Styrofoam. Sedangkan bahan lapisan

umumnya dapat dipergunakan alumunium foil.

Ducting harus dibuat dari lembaran-lembaran BJLS yang baru

dari kualitas terbaik dari ukuran sepenuhnya (full sized) dan

dipatah-silangkan secara diagonal dari ujung untuk setiap

segmen. Untuk ducting yang di isolasi bagian dalamnya (lined)

tidak diperkenankan dilakukan pematahsilangan.

Diffuser

Diffuser digunakan secara umum dalam pemanasan, ventilasi dan

system pengkondisian udara. Diffuser bisa digunakan untuk

system HVAC yang terdiri dari udara secara keseluruhan maupun

campuran dari udara dan air. Sebagai bagian dari subsitem dari

distribusi udara di dalam ruangan, maka dapat memberikan

beberapa tujuan :

Untuk mengirimkan udara saat pengkondisian maupun pada

ventilasi

Meratakan distribusi aliran udara pada arah yang di

inginkan

Untuk meningkatkan pencampuran udara yang berasal dari

ruangan ke dalam udara utama atau udara luar untuk

dikeluarkan.

Untuk menciptakan pergerakan udara dengan kecepatan

rendah dalam bagian setiap bagian dari ruangan

Meminimalkan suara berisik

32 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 33: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Diffuser bisa berbentuk lingkaran, segi empat, tekstil dan

kadang-kadang diffuser digunakan untuk kebalikannya sebagai

lubang masuk udara atau lubang kembali. Tetapai pada umumnya ,

grille digunakan sebagai lubang kembali atau exhaust air

inlets.

Jenis dari diffuser ada beberapa macam yaitu :

Ceilling diffuser

Gambar 2.15 Ceilling Diffuser

Linear diffuser

Gambar 2.16 Linear Diffuser

Grille

Didalam pemanasan, ventilasi dan pengkondisian udara untuk

distribusi udara dalam ruangan, grille, adalah bagian dari

system pengkondisian udara. Kebanyak grille untuk HVAC

digunakan sebagai lubang kembali atau exhaust air inlets

33 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 34: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

menuju ducting tetapi beberapa kali digunakan sebagai supply

air outlets. Sebagai contohnya, diffuser dan nozzles juga

digunakn sebagai supply air outlets.

Gambar 2.17 Grille

Metode Tahanan Gesek Sama (Equal Friction Rate Method)

Ukuran saluran ducting dapat dicari dengan metode tahanan

gesek sama (Equal Friction Rate Method) dimana ukuran saluran

ditetapkan agar kerugian per satuan panjang saluran sama

besarnya. Biasanya system saluran dirancang dengan rugi gesek

per meter saluran sebesar 0.1 – 0.2 mm H2O, dan perhitungan

didasarkan pada saluran dengan rugi gesek yang paling besar

dimana biasanya ditemukan pada saluran paling panjang. Saluran

udara yang hampir sama panjangnya tidak memerlukan pengaturan

jumlah aliran. Jika dipergunakan saluran yang berbeda ukuran

maka saluran yang lebih pendek hendaknya menggunakan damper.

34 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 35: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Perancangan Sistem Ducting

Mulai

Input Data : Luas setiap lantai pada gedung

Mengkonversikan luas setiap lantai ke dalam bentuk ft²

Mengakalikan dengan internal average air qualities ( CFM/ ft²) untuk berbagai aplikasi dalam tabel Cooling Load Check Figures

Banyak udara yang dibutuhkan tiap lantai

Menghitung kerugian gesek dengan metode equal friction

Ukuran Ducting Pilih AHU yang sesuai

Flowchart Duct Design

35 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 36: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Selesai

Data gedung

Nama gedung : Gedung Dinas Teknis Perumahan DKI

Jakarta

Fungsi : Gedung Kantor

Lokasi : Jalan Taman Jatibaru Jakarta Pusat

Jumlah lantai : 9 lantai (tipikal berdasarkan lantai 9)

Data Perancangan

Desain ruangan atau data perancangan untuk memperoleh udara

sejuk adalah sebagai berikut :

1. Suhu udara dalam ruangan yang di desaian adalah 25 °C

2. Relative humidity (RH) dalam ruangan : 50 %

3. Banyaknya orang di setiap lantai : (luas lantai/ 10 orang

per m²) (Standar banyaknya orang pada tiap lantai per m²)

4. Luas lantai yang digunakan adalah luas bersih yaitu luas

ruang yang dikondisikan dengan satuan m²

36 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 37: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Perancangan akan dilakukan dengan menggunakan pipa saluran

udara (ducting) dengan menggunakan AHU (Air Handling Unit).

Setiap lantainya akan diberikan Air Handling Unit (AHU) yang

berjumlah satu tiap lantainya dengan kapasitas yang telah

diperhitungkan sebelumnya.

Pada perancangan system ducting ini dilakukan pula penentuan

ukuran ducting tersebut dimulai dari ukuran ducting utama

sampai pada cabang-cabang keluarannya. Dalam perancangan

ducting ini akan dirancang ducting yang berbentuk persegi atau

persegi panjang dengan menggunakan metode equal friction.

Perhitungan Dalam Pemilihan Ukuran Ducting

Dari data autocad yang telah diberikan pada saat dalam kelas

maka dapat diketahui luas lantai keseluruhan. Dari luas lantai

keseluruhan tersebut dipilah luas daerah mana saja yang akan

dikondisikan. Satuan luas yang dipakai adalah m², setelah itu

dari satuan m² dikonversikan ke dalam satuan ft². Maka

didapatkanlah luas dengan satuan ft², dari tabel coolin load

check figures (Ashrae, Handbook for Air Conditioning, Heating,

ventilation and Refrigeration). Didapatkan rata-rata banyaknya

udara dalam ruangan adalah sebesar 1.1 CFM/ ft². Setelah itu

luas bersih pada tiap lantainya dengan satuan ft². dikalikan

dengan banyaknya udara didalam ruangan dengana satuan CFM/ ft²

maka didaptkan banyaknya udara yang dibutuhkan pada setiap

lantainya dengan satuan CFM

37 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 38: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Tabel 2.2 cooling Load Check Figures Ashrae 26.15

Secara rumus dalam perhitungan diatas dapat diperlihatkan

sebagai berikut :

Banyaknya udara (CFM) = Luas bersih (ft²) X 1.1 CFM/ ft²

Dalam proses penentuan ukuran ducting digunakan rumus untuk

menentukan kerugian gesekan adalah sebagai berikut :

Q = V X A

Dimana : Q = banyaknya udara ( CFM)

A = luas ducting (ft²)

V = kecepatan (FPM)

Setelah didapatkan A yaitu luas ducting dalam ft² dapat

dilihat dalam tabel penentuan dimensi duct. Setelah itu

38 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 39: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

dilihat diameter yang terdapat pada dimensi ducting tersebut

dengan luas ducting yang telah didapatkan dari perhitungan,

diameter tersebut adalah ukuran ducting yang berbentuk

lingkaran sedangkan ntuk dari ducting yang berbentuk persegi

atau persegi panjang dengan melihat ukuran dari ducting dari

angka yang terdapat sebelah kiri dari diameter ducting.pada

chart kerugian gesek, dari banyaknya udara ( Q ) yang telah di

dapat ditarik garis ke kiri sehingga memotong garis kecepatan

( V ) setelah itu di dapatkan kerugian gesek ( in. WG/100 ft

of equivalent length) dengan menarik garis ke bawah. Kerugian

gesek inilah menjadi acuan nantinya dalam menentukan ukuran

ducting dan cabang-cabang setiap lantainya.

Pemilihan AHU

Dalam proses pemilihan AHU terdapat banyak sekali merk-merk

yang biasa sudah banyak dipakai oleh perusahaan atau gedung-

gedung tinggi karena kualitasnya bisa dikatakan bagus dalam

interios dan eksterior. Berbagia merk dari AHU adalah Carrier,

York, Trane dan masih bnayak lagi yang memproduksi AHU

Dalam memilih AHU harus berdasarkan kapasitas banyaknya udara

yang dibutuhkan dalam lantai maupun satu gedung. Proses

memilih pun harus banyak melihat pertimbangan- pertimbangan

yang mungkin bisa dijadikan masukan dalam memilih apakah AHU

yang dipilih sesuai dengan apa yang dibutuhkan.

Klasifikasi detail lokasi yang ada pada lantai 9 :

39 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 40: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

NO

Klasifikasi

Ruangan

P

(m)

L

(m)

A

(m²)1 Aula 1 24 14 3362 Aula 2 10 14 140

3

Waiting Room

VIP 6 6 364 Waiting Room 13 6 785 Ruang Ganti 4.2 4.2 17.646 Toilet Pria 4 4 167 Toilet Wanita 3 3 98 Musholla 4 3.5 14

9

Pantry &

Catering 4 3.5 1410 Lift 7 4 2811 Tangga 1 4.2 6 25.212 Tangga 2 6 2 1213 Selasar   86.16

Total 812

m2 ft2

Luas lantai 9 812

8737.

12Luas lantai yang tidak

dikondisikan

121.

84

1311.

00

Luas bersih

7426.

12

40 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 41: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Luas bersih sebesar 7426.12 ft2 sedangkan untuk kecepatan

aliran dapat diasumsikan antara 1500 sampai dengan 2000 fpm.

Data tersebut dapat dilihat dalam tabel 7 dalam carrier duct

design.

Tabel 2.3 Duct Velocity

Banyaknya udara (CFM) = Luas bersih (ft²) X 1.1 CFM/ ft²

= 7426.12 ft2 X 1.1 CFM/ ft²

= 8169 CFM

Jika dibulatkan maka banyak udara (CFM) yang diperlukan pada

lantai 9 adalah sekitar 8200 CFM.

Q = V X A

A = Q / V

= 8200 CFM / 2000 Fpm

= 4.10 ft²

Karena didalam pelaksanaan dilapangan menggunakan ducting

berpenampang lingkaran dirasa sulit, maka biasanya dipakai

ducting berpenampang persegi. Maka itu, ducting berpenampang

41 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 42: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

lingkaran dikonversikan menjadi ducting berpenampang persegi

dengan melihat grafik.

Dari grafik ukuran penampang duct (Carrier) didapatkan

ukuran duct adalah = 28 inch x 24 inch.

Gambar 2.4 Duct Dimention

Duct

PipeCFM %CFM

1820

0

100.0

0%

2800

0

97.56

%

42 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 43: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

3780

0

97.50

%

4400

0

51.28

%

5320

0

80.00

%

6240

0

75.00

%

7160

0

66.67

%

8 80050.00

%

9380

0

48.72

%

10320

0

84.21

%

11300

0

93.75

%

12260

0

86.67

%

13240

0

92.31

%

14200

0

83.33

%

15160

0

80.00

%

16 80050.00

%17 600 15.79

43 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 44: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

%

18 40050.00

%

19 20050.00

%

Tabel 2.5 Percent Section Area in Branches for Maintainging Equal Friction

Tabel 2.6 Duct Dimesions

44 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 45: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Selanjutnya dari tabel di atas, maka area untuk cabang

(branch) dapat ditentukan berdasarkan besarnya prosentase

duct area dibandingkan dengan saluran utamanya (main

ducting).

Duct

PipeCFM %CFM

%duct

area

Area

(sqft)

Duct Size

Carrier (Inch)

1820

0

100.0

0%100.00% 4.10 28 X 24

2800

0

97.56

%98.00% 4.02 26 X 24

3780

0

97.50

%97.50% 3.92 28 X 22

4400

0

51.28

%60.00% 2.35 26 X 14

5320

0

80.00

%84.50% 1.99 22 X 14

6240

0

75.00

%80.50% 1.60 18 X 14

7160

0

66.67

%73.50% 1.18 18 X 12

8 80050.00

%58.00% 0.68 10 X 10

9380

0

48.72

%57.00% 2.23 22 X 16

10320

0

84.21

%87.50% 1.95 22 X 14

11 300 93.75 95.00% 1.86 18 X 16

45 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 46: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

0 %

12260

0

86.67

%90.00% 1.67 16 X 16

13240

0

92.31

%88.50% 1.48 16 X 14

14200

0

83.33

%87.50% 1.29 14 X 14

15160

0

80.00

%84.50% 1.09 14 X 12

16 80050.00

%58.00% 0.63 10 X 10

17 60015.79

%23.00% 0.51 14 X 6

18 40050.00

%58.00% 0.37 10 X 6

19 20050.00

%58.00% 0.21 8 X 8

Biasanya CFM dari diffuser untuk gedung perkantoran sekitar

175 s/d 300CFM. Dalam mendisain Ducting penulis

mengasumsikan tiap diffuser adalah 200 CFM. Dengan

menentukan keluaran tiap diffuser maka kita bisa menentukan

berapa banyak diffuser yang kita pakai tiap lantainya.

Berikut tabel jumlah diffuser berdasarkan zona daerah yang

dikondisikan.

Jenis

Ruangan

Luas

(m2)

Luas

(ft2)

CFM Jlh

Diffuse

46 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 47: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

r

Aula 1 336

3615.3

6

3976.

9020

Aula 2 140

1506.4

0

1657.

048

Waiting Room

VIP 36387.36

426.1

02

Waiting Room 78839.28

923.2

15

Musholla 14150.64

165.7

01

Selasar 86.16927.08

1019.

795

Total 690.16

7426.1

2

8168.

7341

47 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 48: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Gambar 2.18 Ducting Sketch

Dari jumlah diffuser yang didapatkan tiap lantainya

kemudian dibuatlah suatu sketsa duct design berdasarkan zona

yang di kondisikan. Jumlah diffuser sangant tergantung dari

luasan daerah yang di kondisikan seperti zona dengan luasan

daerah yang besasr secara otomatis diffuser yang diberikan

untuk zona tersebut semakin banyak karena makin luas suatu

daerah mengakibatkan beban pendinginan daerah tersebut semakin

besar.

Tekanan statik fan yang dibutuhkan

48 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 49: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Duct

Section

Typical

item

LENGTH

(ft)

ADDITIONAL EQUIVALENT

LENGTH (ft)

1 Duct 9.2  2 Duct 9.2  3 Duct 32.1    Elbow   134 Duct 13.8    Elbow    5 Duct 13.8    Elbow    6 Duct 13.8    Elbow    7 Duct 13.8    Elbow    

8 s/d 18 Duct 20.3    Elbow   519 Duct 9.8  

Total 135.8 18.0

Total friksi loss pada ducting dari fan hingga akhir

terminal :

Duct Loss = 135.8 ft x 0.1∈.wg100ft

0,155inWG100ft = 0.21 in.wg

Elbow Loss pada belokan (elbow) = 18 ft x 0,155inWG100ft = 0,03 in.

wg

49 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 50: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Total friction loss : 0.21 + 0,03 = 0.24 in. wg

Untuk menghitung Additional Equivalent Length (ft) lihat tabel

di bawah

50 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 51: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Tabel 2.7 Friction and radius Elbow

Total tekanan statis fan kipas diperlukan adalah total

friction loss ducting dikurangi dengan regain

First duct velocity = 2000 fpm

Last duct velocity = 780 fpm

Menggunakan koefisien regain 75%,

Regain = 0,75 [(20004000 )2−(7804000 )

2] = 0,75 (0,25 – 0,038)

= 0,01 in. wg

Total static pressure :

= total friction loss – regain

= 0.24 – 0,01

= 0.23 in. wg

Daya yang dibutuhkan Fan adalah

51 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 52: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

ahp = 8200 x 0.236356 = 0.3 hp

Karena efisiensi yang ingin dicapai adalah 75 %, maka daya

aktual yang dibutuhkan fan adalah :

10075 x 0.3 hp = 0,4 hp

Dimana 1 hp sama dengan 745.56 Watt, maka setelah

dikonversikan ke satuan watt, didapat daya fan yang dibutuhkan

:

ahp = 0,4 x 745.56 = 296.59 Watt

Berdasarkan data-data di atas maka penulis bekesimpulan

bahwa produk AHU yang diperlukan yaitu 8200 CFM dengan

kecepatan aliran 2000 FPM. Berdasarkan catalog produk carrier

maka penulis menetapkan produk carrier dengan model 39S dengan

airflow berkisar antara 400 s/d 8500 CFM yang bisa di

tempatkan di dalam atau diluar

52 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 53: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Gambar 2.19 Sketch

Berikut ialah cara perhitungan beban pendingin pada

ruangan:

1. Menghitung beban pendingin yang disebabkan beban kalor

konduksi melalui struktur luar bangunan (Conduction through exterior

structure) :

Struktur bangunan yang dimaksud adalah melalui atap,

dinding, dan kaca. Semua itu dapat diperhitungkan dengan rumus

persamaan :53 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 54: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Q = U x A x CLTDc

Dimana : Q = beban pendingin untuk tiap-tiap struktur

(BTU/hr)

U = koefisien perpindahan kalor menyeluruh untuk

tiap struktur, BTU/hr-ft2-F

A = luas dari atap, dinding, dan kaca (ft2)

CLTDc = koreksi dari selisih temperatur beban

pendingin (F)

Dinding

Hal yang pertama dilakukan yaitu menentukan material

yang ada pada dinding bangunan yang ada. Adapun

material dinding di asumsikan sebagai berikut :

Material R UUdara 0.333

0.

21

kaca

1.6393

44concrete 1.5752gipsum 0.45udara

ruangan 0.683

R = R udara + R kaca + R concrete + R gypsum + R air

= 4.68 h.F.ft²/.Btu

U = 1/R = 1/R = 0.21 Btu/h.Ft².F

CLTD bukan selisih temperatur aktual antara outdoor

dan indoor. Untuk menentukan nilai CLTD cor harus54 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 55: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

mempertimbangkan faktor solar atau posisi matahari

sedangkan rumus secara umum CLTD cor sebagai berikut

:

CLTD cor = (CLTD table+LM)xK + ( 78-ti ) + [(to -

DR/2)-85]

dimana : CLTD table = nilai dasar yang terdapat

dalam table dapat dilihat di

buku HVAC Simplied atau Ashrae

LM = faktor koreksi terhadap posisi

matahari yang terdapat di

Ashrae 26.15 tabel 9ª

K = faktor koreksi terhadap warna

dengan asumsi 1 (atap berwarna

gelap dan dinding berwarna terang)

DR = daily range berdasarkan standar

Ashrae 20° C

ti = temperatur input

to = temperatur output

55 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 56: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Tabel 2.8 nilai LM pada Ashrae 26.15

CLTD cor berlaku bagi daerah yang dipengaruhi oleh

solar heat gain berupa dinding, atap, jendela dan

kaca. Untuk dinding (wall) diperoleh data dengan

waktu jam 3 pm, dan dengan warna dark adalah sebagai

berikut :

Q pada dinding = U x A x CLTDc

Dindi

ng

U (BTU/hr-

ft2-F)

A

(ft2)

CLTDc

(F)

Q

(BTU/hr

)

Utara 0.213

527.1

6 22.68

2,546.6

3selat

an 0.213

527.1

6 3.77 423.32Timur 0.213 2184. 17.78 8,273.1

56 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 57: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

53 2

Barat 0.213

2184.

53 17.78

8,273.1

2

Sehingga beban pendingin yang dihasilkan dari

selubung bangunan atau dinding gedung sebesar

19,516.19 Btu/hr

Atap

Untuk atap diasumsikan menggunakan deskripsi

kontruksi 2 inch insulation + steel shiding kelas

ringan (light structure). Nilai CLTD ditentukan melalui

tabel 8.5 (HVAC simplied), dengan solar time 3 pm,

CLTDc = 92 F, dan U = 0,16 BTU/hr-ft2-F.

Sehingga Q pada atap = U x A x CLTDc

= 0,16 x (190,29 x 45,92) x 92

= 128.064,87 BTU/hr

Kaca / jendela

Untuk kaca/jendela bahan yang digunakan adalah kaca

dengan tipe double glass, clear without shading.

Adapun susunan material yang terdapat pada kaca

sebagai berikut :

Material R U

Udara

0.3

33

0.

38Kaca 1.6

39

57 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 58: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

udara

ruangan

0.6

83

Dalam perhitungan beban pendingin pada kaca

bergantung pada nilai SHGF(solar heat gain factor),

SC (shading coefficient), CLF (cooling load factor)

dan luas area dari kaca. Sehingga dapat dirumuskan

dengan persamaan berikut :

Q kaca = A x SC x SHGF x CLF (BTU/hr)

Dimana :

A = luas area dari kaca, ft2

SC = shading coefficient

SHGF = solar heat gain factor, BTU/hr-ft2

CLF = cooling load factor for glass

Nilai SC dan CLF ditentukan berdasarkan tabel 7.3,

7.4 (sumber Stephen P. Kavanaugh-HVAC Simplified)

pada puncak (peak) jam 4 pm. Didapat nilai SC dari

type kaca double, 1/8 in clear, visible transmission

= 0,81 dan CLF = 0.36.

Untuk nilai CLTD pada semua arah saat peak 3 pm

adalah 14 (tabel 8.4, Stephen P. Kavanaugh-HVAC

Simplified). Sedangkan nilai SHGF dan CLF pada tiap-

tiap arah adalah sebagai berikut :

58 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 59: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Tabel 2.9 Nilai SHG (Ashrae 26.19-20)

Posis

i

SHGF

(BTU/hr-

ft2) CLFUtara 170.36 0.51Selat

an 31.91 0.36Timur 217.73 0.69Barat 217.73 0.16

Untuk ukuran jendela kaca = 100 cm x 100 cm = (3,28 x 3,28)ft

x 8 unit = (26,24 x 26,24)ft2

Jumlah unit kaca bagian timur = 8 unit

Jumlah unit kaca bagian barat = 8 unit

Pada perhitungan beban pendinginan kaca pada bagian

utara dan selatan dianggap 0, atau tidak ada kaca

59 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 60: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

yang dipasang. Sehingga hanya bagian timur dan

barat.

Rumus persamaannya adalah sebagai berikut :

Q = (U x A x CLTDc) + (A x SC x SHGF x CLF)

Sehingga hasil perhitungannya adalah :

Q = U X A X CLTDc + A X SC X SHG X CLF

Q kaca utara = 0,38 x (0) x 14 + (0) x 0.81 x 170.36 x

0.51 = 0Q kaca selatan = 0,38 x (0) x 14 + (0) x 0,81 x 31.91 x 0.36

= 0Q kaca timur = 0,38 x (26.24 x 26.24) x 14 + (26.24 x

26.24) x 0,81 x 217.73 x 0.69

= 87,450.68 BTU/hrQ kaca barat = 0,38 x (26.24 x 26.24) x 14 + (26.24 x

26.24) x 0,81 x 217.73 x 0.16

= 16,334.32 BTU/hr

Pintu

Untuk pintu ukuran yang didesain adalah 1,2 m x 2 m

= (3,9369 ftx 6,5616 ft) x 4 unit (bagian timur).

Nilai koefisien perpindahan kalor menyeluruh (U) =

0,4 BTU/hr-ft2-F

Nilai CLTDc ditentukan dengan asumsi pintu sebagai

dinding menggunakan tabel Ashare 26.9 pada peak jam

60 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 61: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

3 pm dengan warna dark, sehingga CLTDc bagian timur

= 17,78 F nilai ini sama dengan nilai CLTD c pada

dinding bagian timur

Rumus persamaannya adalah

Q pintu = U x A x CLTDc

= 0,4 x (3,9369 x 6,5616) x 4 x 17,78

= 735, 28 BTU/hr

2. Menghitung beban pendingin yang disebabkan

infiltrasi udara luar

Infiltrasi udara luar yang mengalir melalui celah

jendela atau pintu menghasilkan beban kalor sensible

dan latent ke ruangan.

Dengan menggunakan data psycrometri chart didapat

nilai humidity ratio untuk ruangan (Wroom) pada

temperature 77 F, RH = 50 % didapat = 0,010, sedang

humidity untuk udara luar (Woa) pada temperature 95

F dan RH = 80% didapat = 0,025.

Dengan menggunakan tabel 7.9 pada ½ air exchange.

Persamaan sensible load Qs = 1,1 x CFM x TD

Dimana : CFM = air exchange per hour x volume

ruang / 60 menit per hour

= {0,5 x (190,29 x 45,92 x 11,

48)}/60

= 835,95

Sehingga Qs = 1,1 X 835.95 X (95 - 77)

= 16,551.81 Btu/h

61 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 62: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Persamaan latent load Ql = 4680 X CFM X (Wroom - Woa)

= 4680 X 835,95 - |0,010 - 0,025|

= 58,683.69 Btu/h

Sehingga beban infiltrasi yang terjadi pada gedung

ini sebesar 75,235.50 Btu/h

3. Menghitung beban pendinginan dari Ventilasi

Seperti halnya dengan infiltrasi, beban pendingin

yang terjadi akibat ventilasi terbagi atas 2 macan

yaitu bebn sensibel dan laten. Berdasarkan

temperatur lingkungan dan ruangan yang dikondisikan

maka di dalam pyschometric chart dapat digunakan

berupa nilai humidity ratio nilai temperatur

lingkungan sebesar 95 °F didapatkan humidity ratio

sebesar 0,025 sedangkan temperatur ruangan yang

dikondisikan sebesar 77 °F didapatkan humidity ratio

sebesar 0,010.

Sebelum menghitung beban sensibel dan laten maka

nilai CFM/person hendaklah ditentukan dahulu

berdasarkan tabel ashrae didapatkan 20 CFM/person

dikalikan dengan banyak orang di lantai tersebut

sekitar 82 orang maka CFM/lantai sebesar 1640 CFM

Persamaan sensible load Qs = 1,1 x CFM x TD

= 1,1 X 1640 X (95 - 77)

= 31,881.60 Btu/h

62 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 63: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Persamaan latent load Ql = 4680 X CFM X (Wroom - Woa)

= 4680 X 1640 X (0,025 - 0,010)

= 115,128.00 Btu/h

Sehingga beban pendingin yang diakibatkan oleh

ventilasi yang terjadi pada lantai ini sebesar

147,009.60 Btu/h

4. Menghitung beban pendinginan dari Lampu

Di lantai 9 ini gedung tersebut menggunakan dengan

berbagai jenis lampu, berikut daftar lampu serta

daya waat lampu dalam 1 lantai :

Tipe

Lampu

Lamp

u

Bua

h

Wat

t

T5 2x28 100560

0T5 1x14 5 70T5 1x28 7 196D1 1x12 3 36D2 1x5 1 5D3 1x5 45 225

Total161

613

2

Persamaan yang digunakan untuk menghitung beban

sensibel oleh lampu sebagai berikut :

Q = W lights X 3,41 x CLF X balast factor

= 6132 X 1,2 X 3,41 X 0.87

= 21,882.02 Btu/h

63 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 64: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Sehingga beban pendingin yang diakibatkan oleh

ventilasi yang terjadi pada lantai ini sebesar

21,882.02 Btu/h. Nilai CLF sebesar 0.87 dari tabel

8.13 di buku HVAC Simplied.

5. Menghitung beban pendinginan dari Peralatan

Peralatan yang ada pada gedung secara otomatis akan

menimbulkan kenaikan termal sehingga perlu

dihitungnya beban pendingin yang disebabkan oleh

peralatan atau equipment seperti komputer, mesin

faks, dispenser dll

Adapun persamaan yang dipakai untuk beban pendingin

yang disebabkan oleh equipment sebagai berikut :

Q = Watt/sqft X luas area X 3,41

= 1,5 X (190,29 X 45,92) X 3,41

= 41,156.53 Btu/h.

Sehingga beban pendingin yang diakibatkan oleh

equipment yang terjadi pada lantai ini sebesar

41,156.53 Btu/h.

6. Menghitung beban pendinginan dari Penghuni

Penghuni gedung merupakan salah satu penyebab

terjadi perubahan pengkondisian udara yang terjadi

pada gedung tersebut. Logikanya adalah semakin

banyak penghuni pada gedung tersebut maka beban

pendinginan untuk mencapai thermal confort semakin

besar, hal ini disebabkan makin besarnya energi yang

64 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 65: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

harus dihasilkan chiller. Energi besar di akibatkan

perubahan termal dalam gedung tersebut akibat

aktifitas penghuni tersebut. Sehingga beban

pendinginan diakibatkan oleh penghuni gedung terbagi

atas beban sensibel dan latent. Sebelum masuk ke

perhitungan beban laten dan sensibel, kita harus

menetapkan berapa kalor yang dihasil tiap penghuni

terjadi baik itu laten maupun sensibel.

Heat gain yang berasal dari penghuni dapat dilihat

di tabel 8.3 di buku HVAC Simplied dimana penulis

menentukan kondisi penghuni saat berdiri dan level

berjalan. Penulis mengasumsikan hal terebut karena

di lantai 9 mayoritas luas lantainya digunakan

sebagai aula. Sehingga nilai kalor sensible sebesar

250 Btu/h per person dan nilai kalor laten sebesar

250 Btu/h per person. Kemudian berdasarkan standar

Ashrae juga bahwa tingkat kenyamanan seseorang dalam

luas daerah yaitu 10 m2/person sehingga dengan luas

daerah 1 lantai sebesar 819 m². Maka banyak penghuni

tiap lantainya adalah luas daerah dibagi dengan luas

tiap orang yaitu 819 m² dibagi dengan 10 m2/person

maka hasilnya jika digenapkan ke nilai atasnya yaitu

82 orang/lantai.

Persamaan sensible load Q= Btuhr sensible/penghuni X

jumlah penghuni X CLF

= 250 X 82 X 0,94

65 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 66: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

= 19,270.00 Btu/h

Persamaan latent load Ql = Btuhr latent/penghuni X

jumlah penghuni

= 200 X 82

= 16,400.00 Btu/h

Sehingga beban pendingin yang diakibatkan oleh

penghuni yang terjadi pada lantai ini sebesar

35,670.00 Btu/h

Perhitungan yang dilakukan di atas hanya terjadi

pada 1 lantai saja yaitu lantai 9. Sehingga untuk

mengetahui beban pendingi yang terjadi pada 1 gedung

tinggal dikalikan sebanyak 9 lantai. Berikut

tampilan sederhan untuk beban pendinginan satu

gedung :

Dari

perhitungan di atas di dapatkan beban pendingin satu gedung

sebesar 361.64 = 362 TR. Sehingga kita perlu mencari di

66 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Lantai

Cooloing Load

Total Sensible Latent

1 s/d 8 3,559,920.84

2,038,22

7.32

1,521,69

3.52

9 573,054.97

382843.2

8

190,211.

69Total (Btu/h) 4,132,975.81TR yang

dibutuhkan 344.41Safety X 5 % 361.64

Page 67: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

pasaran berupa air chiller yang mempunyai beban pendingin

sebesar 362 TR sebanyak 2 buah dimana satu chiller sebagai

cadangan jika air chiller satunya dalam kondisi rusak atau

sedang dalam proses maintenance maka air chiller yang lainnya

bisa digunakan, sehingga proses pengkondisian udara tetap

berjalan.

Penulis mengambil produk carrier dengan seri 30 RB dengan

range 60 s/d 390 TR dengan jenis screw

67 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 68: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

2.3 Sistem Fire Fighting

2.3.1 Klasifikasi Bahaya Kebakaran

Bahaya kebakaran pada gedung balaikota DKI Jakarta

sebagai berikut :

a. Bahaya kebakaran ringan pada lantai 9, merupakan bahaya

terbakar pada tempat dimana terdapat bahan-bahan yang

mempunyai nilai kemudahan terbakar rendah dan apabila

terjadi kebakaran melepaskan panas rendah dan

menjalarnya api lambat.

b. Bahaya kebakaran sedang pada lantai 1 sampai 8,

merupakan bahaya kebakaran pada tempat di mana terdapat

bahan-bahan yang mempunyai nilai kemudahan terbakar

sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan

tinggi tidak lebih dari 2.5 meter dan apabila terjadi

kebakaran, melepaskan panas sedang sehingga menjalarnya

api sedang

2.3.2 Klasifikasi Bangunan

Menurut tinggi dan jumlah lantai maka bangunan dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

Klasifikasi

BangunanKetinggian dan Jumlah Lantai

A

B

C

Ketinggian kurang dari 8m atau 1

lantai

Ketinggian sampai dengan 8m atau 2

lantai

68 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 69: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

D

E

Ketinggian sampai dengan 14m atau 4

lantai

Ketinggian sampai dengan 40m atau 8

lantai

Ketinggian lebih dari 40m atau

diatas 8 lantai

Tabel 2.10 Klasifikasi Bangunan

2.3.3 Sistem Hydrant

a. Tipe Semi Automatic-Dry, merupakan sistem stand pipe

kering yang dirangkaikan dengan suatu alat seperti

deluge value, untuk menerima air ke dalam sistem

perpipaannya dengan cara mengaktifkan suatu alat

pengontrol jarak jauh yang terletak pada setiap hose

connection. Suplai air harus mampu memenuhi kebutuhan

sistem.

b. Kelas III, merupakan suatu sistem yang harus

menyediakan baik hose connection berdiameter 1½ inchi

untuk digunakan oleh penghuni gedung maupun hose

connection berdiameter 2½ inchi untuk digunakan oeh

petugas pemadam kebakaran ada orang-orang yang telah

terlatih untuk kebakaran berat.

c. Penentuan letak hose connection, pada sistem stand pipe

kelas I, jika bagian terjauh dari suatu

lantai/tingkat yang tidak bersprinkler melebihi 150 ft

(45.7 m) dari jalan keluar (exit) atau melebihi 200

ft (61 m) untuk lantai yang tidak bersprinkler, perlu

69 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 70: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

dilakukan penambahan hose connection pada lokasi yang

diperlukan oleh petugas pemadam kebakaran.

d. Flow rate minimum pada hidran gedung minimum gedung

400 l/menit

e. Penentuan ukuran pipa dan kehilangan tekan yang

ditimbulkan dilakukan denga cara yang sama pada

sistem penyediaan air bersih, yaitu menggunakan

persamaan Hazen-William. Pipa yang digunakan juga

merupakan jenis pipa Galvanis baru.

f. Secara permanen drain riser 3 inchi (76 mm) harus

disediakan berdekatan pada setiap stand pipe, yang

dilengkapi dengan pressure regulating device guna

memungkinkan dilakukannya tes pada tiap alat/device.

Setiap stand pipe harus disediakan draining, suatu drain

valve dan pipanya, diletakkan pada titik terendah

pada stand pipe. Penentuan suatu stand pipe drain dapat

dilihat pada tabel di bawah ini:

Ukuran Stand Pipe Ukuran Drain Connection

Sampai dengan 2 in

2 ½ in, 3 in, atau

3 ½ in

4 in atau lebih

besar

¾ in atau lebih besar

1¼ in atau lebih

besar

2 in saja

Tabel 2.11 Standar Stand Pipe

70 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 71: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

g. supply harus cukup untuk memenuhi kebutuhan sistem

seperti yang telah diuraikan di atas selama

sedikitnya 30 menit.

2.3.4 Sistem Sprinkler

a. Sistem sprinkler harus dipasang terpisah dari sistem

perpipaan dan pemompaan lainnya, serta memiliki

penyediaan air tersendiri.

b. Memakai Wet Pipe System, suatu sistem yang

menggunakan sprinkler otomatis yang disambungkan ke

suplai air (water supply). Dengan demikian air akan

segera keluar melalui sprinkler yang telah terbuka

akibat adanya panas dari api.

c. Memakai type bulb sprinkler, temperatur tinggi

memanaskan cairan dalam bohlam kaca(glass bulb),

sampai bulb pecah

Gambar 2.20 Sprinkler

d. Klasifikasi hunian dimana berkaitan dengan

pemasangan sprinkler dan suplai airnya saja.

Klasifikasinya yaitu hunian bahaya kebakaran ringan71 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 72: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

(Light Hazard Occupancies) yaitu gedung atau bagian

dari gedung yang memiliki kuantitas dan keterbakaran

isi gedung rendah dan kecepatan pelepasan panas dari

api rendah.

e. Maksimal Area Proteksi Jarak Maksimal antara Sprinkler.

Jarak maksimal yang diijinkan antara sprinkler dapat

dilihat pada tabel berikut ini.

Tipe

Konstruksi

Light

Hazard

Ordinary

Hazard

Extra

Hazard

Area

Prote

ksi

(ft2)

Jara

k

Maks

(ft)

Area

Prote

ksi

(ft2)

Jara

k

Maks

(ft)

Area

Prote

ksi

(ft2)

Jar

ak

Mak

s(f

t)

Non

Combustible

Obstructed

Non

Combustible

Unobstructed

Combustible

Unobstructed

225 15 130 15 100 12

72 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 73: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Combustible

Obstructed168 15 130 15 100 12

Tabel 2.11 Sumber: “Installation of Sprinkler Systems”, NFPA 13, 1996

Edition

NB: Dalam berbagai kasus, area maksimal yang dilindungi

sprinkler tidak boleh melebihi 225 ft2 (21 m2).

f. Jarak sprinkler ke dinding tidak boleh melebihi 1.5

kali jarak antar sprinkler yang diindikasi dalam tabel

di atas. Sprinkler minimal ditempatkan 4 inchi dari

dinding.

g. Dibawah konstruksi yang tidak terhalang, jarak

antara deflektor sprinkler dengan langit-langit minimal

1 inchi (25.4 mm) dan jarak maksimal 12 inchi (305

mm).Dibawah konstruksi yang terhalang, deflektor

sprinkler harus diletakkan 1-6 inchi (25.4-152 mm) di

bawah benda-benda struktur dan maksimal 22 inchi

(559 mm) di bawah langit-langit atau dek.

h. Jarak antara Perkembangan Keluaran Sprinkler ke

Penghalang. Penghalang menerus atau tidak menerus

kurang dari 18 inchi (457 mm) di bawah deflektor

sprinkler, yang dapat menghalangi pula perkembangan

penuh sprinkler, harus dipasang sebagai berikut:

Sprinkler harus diletakkan sedemikian rupa sehingga

berjarak tiga kali lebih besar dari dimensi maksimal

penghalang sampai maksimal 24 inchi (609 mm) (Lihat

gambar 3.1.3)

73 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 74: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Gambar 2.21 Sprinkler Standard

74 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 75: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

i. Persyaratan penyediaan air pada sprinkler

Klasifikas

i Hunian

Tekanan

Residual Min.

yang

Diperlukan

(psi)

Flow yang

Diijinkan

pada Dasar

Riser (gpm)

Durasi

(menit)

Light

Hazard

Ordinary

Hazard

15

20

500-700

850-1500

30-60

60-90

j. Pipa Schedule I untuk hunian Jenis Light Hazard

dengan Bahan pipa Baja

Diameter Pipa

(inchi)

Jumlah Sprinkler

(buah)

1

1 ¼

1 ½

2

2 ½

3

2

3

5

10

30

60

75 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 76: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

3 ½ 100

2.3.5 Perhitungan

h. Sistem Hydrant

Diketahui :

Flow pada standpipe terjauh minimum adalah 500 gpm =

1893 ltr/menit.

Fire Hose Cabinet (FHC) pada gedung ini ditempatkan

dekat dengan tangga darurat yang berada di sudut

sehingga setiap sudut bangunan berada dalam batas

jangkauan semburan air dari selang dengan panjang

maksimum selang adalah 30 m dan sisa tekan yang

diinginkan 100 psi (70m).

Penentuan diameter pipa dengan cara yang sama pada

sistem penyediaan air dingin yaitu dengan

menggunakan data flow dan range kecepatan aliran 2

m/dtk.

76 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 77: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Gambar 2.22 Gravik losses terhadap Kapasitas Air

Berdasarkan tabel didapat diameter riser yang aman

untuk sistem hydrant yaitu 5 1/2 inchi dan kerugian

yaitu 50 mm kolom air / m.

Menghitung kapasitas air pada sistem hydrant :

Q = (500 gpm x 3.7854 )dm3/menit x 9 hose

Q = 1892,7 dm3/menit x 9 hose

Q = 17,0343 m3/menit

T = waktu yang diperlukan untuk sistem hidrant

bekerja = 30 menit

V = 17.0343m3/menit x 30 menit

V = 511.029 m3

i. Sistem Sprinkler

77 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 78: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Untuk light hazar kebutuhan minimum flow rate = 500

gpm = 0.0315 m3/detik. Kecepatan untuk sprinkler 5.08

meter / detik. Dengan asumsi, maka diameter pipa

riser adalah:

Q=14xπxD2xv

D=[ 4x0.03155.08π ]12=0.0889m=88.9mm

Diameter riser yang digunakan adalah 88.9 mm = 3,5

inchi.

Pipa drain digunakan untuk memungkinkan adanya test.

Berdasarkan referensi NFPA 14 (tabel 3.1.2), untuk

riser berukuran 3.5 inchi digunakan drain pipe

berdiameter 2 in = 50mm.

Menentukan losses dengan menggunakan persamaan Hazen

williams :

c = konstanta kekasaran, material yang dipakai

galavanis jadi c =120

q= flow rate dari fluid di sprinkle, (minimum 500

gpm)

dh = inside hydrolic diameter, (3.5 inchi)

Diperoleh :

78 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 79: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Specific Head Loss (psi / 100 ft pipe): 14.4

Actual Head Loss (psi): 39.9

Ketentuan pemasangan Sprinkler :

Perencanaan Sprinkeler

Menentukan susunan kepala sprinkler

Gambar 2. 23 Susunan kepala ganda dengan 3 kepala sprinkler dan pemasukan di tengah.

79 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 80: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Arah pancaran ke bawah, karena kepala sprinkler di

letakkan pada atap ruangan.

Kepekaan terhadap suhu, warna cairan dalam tabung

gelas berwarna Jingga pada suhu 53°C

Sprinkler yang dipakai ukuran ½ inchi dengan

kapasitas(Q) = 80 liter/ menit

Kepadatan pancaran = 2,25 mm/ menit.

Jarak maksimum antar titik sprinkler 4,6 meter.

Jarak maksimum sprinkler dari dinding tembok 1,7 meter.

Daerah yg dilindungi adalah semua ruangan kecuali

kamar mandi, toilet dan tangga yang diperkirakan

tidak mempunyai potensi terjadinya kebakaran.

Sprinkler overlap ¼ bagian

Luas total gedung tanpa lift, toilet dan tangga

darurat adalah 814.2 mm2

Satu buah sprinkler dapat mencakup 4,6 m x 4,6 m.

Overlapping 0.25 area jangkauan.

Maka area jangkauan sprinkler = 4,6 m - (0.25 x 4.6

m)

= 3.45 m

Maka luas nya adalah 3.45 m x 3.45 m = 11.9 m2

Jadi jumlah sprinkler yang dibutuhkan 814.2 m2 / 11.9 m2

= 69 buah

80 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 81: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Kebutuhan air sprinkler per gedung :

V=QxT

Dimana :

V = Volume air yang dibutuhkan

Q = Kapasitas air (ltr/menit)

T = Waktu Operasi Sistem

Q=Qtiapsprinklerxjumlahsprinkleryangbekerja

Q=80ltr /menitx69

Q=5520ltr/menit

Sesuai standard waktu operasi sistem sprinkler untuk

tingkat light hazard adalah 30 menit.

Jadi Volume air yang dibutuhkan pada sistem sprinkler

adalah

V=5520dm3

menit x30menit

V=165.6m3

Penentuan kapasitas pompa :

Pompa Listrik

Data :

81 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 82: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Kapasitas : 500gpm

Head total : 129 feet

Sg air : 1

Penggerak listrik

Efisiensi Pompa : 60 %

Efisiensi motor listrik : 80 %

Perhitungan :

Hp= QxHxSG3960xefisiensipompa

Hp=500x129x13960x0.6

Hp=645002376

Hp=27.14Hp

KwMotor=Hpx0.7457

efisiensimotorlistrik

KwMotor=27.14Hpx0.74570.8

KwMotor=20.240.8

KwMotor=25.3kW

Pompa Diesel

82 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 83: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Data :

Kapasitas : 500gpm

Head total : 129 feet

Sg air : 1

Penggerak mesin diesel

Efisiensi Pompa : 70 %

Efisiensi mesin penggerak : 80 %

Perhitungan :

Hp= QxHxSG3960xefisiensipompa

Hp=500x129x13960x0.7

Hp=645002772

Hp=23.26Hp

Hpmesindiesel=Hp

efisiensimesinpenggerak

Hpmesindiesel=23.260.8

Hpmesindiesel=29.089Hp

2.4 Sistem Plumbing

83 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 84: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Bab III

84 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 85: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

PENUTUP

3.1 Lifting

Kesimpulan

Hasil desain lift yang didapat berdasarkan perhitungan

yaitu grup lift dengan kapasitas 10 orang sebanyak 4 gerbong

(4 x 10 orang). Grup lift ini memiliki karakteristik:

Lebar pintu : 800 mm

Kecepatan lift : 2 m/s

Kecepatan buka pintu lift : 0,4 m/s

Kapasitas : 800 kg

Ukuran gerbong : 1400 mm x 1350 mm

Ukuran hoistway : 1950 mm x 2100 mm

Dimensi ruang mesin : 1950 mm x 2100 mm

Jumlah berhenti maksimum : 40 detik

Jarak tempuh maksimum : 125 m

Interval : 23 detik

Kapasitas grup per 5 menit : 105 orang

Total beban motor : 36,8 kW

Hasil desain lift yang didapat memiliki perbedaan dengan

hasil desain dari tim Dinas Provinsi DKI Jakarta, di mana

hasil desain yang tertera pada program Inventor yaitu berupa

sistem lift dengan 3 gerbong dan total dimensi hoistway

sekitar 7 m x 2 m. Hal ini berarti hasil desain sistem lift

85 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 86: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

kami memiliki dimensi panjang yang lebih panjang dibanding

desain tim Dinas Provinsi DKI Jakarta.

Kami tidak bisa mengetahui apakah sistem lift yang

didesain oleh tim Dinas Provinsi DKI Jakarta memenuhi standar

atau tidak dikarenakan kurangnya sumber data mengenai

kapasitas lift yang digunakan. Tapi jika asumsi lift yang

digunakan berasal dari pabrikan yang sama, maka sistem grup

lift hasil desain kami lebih unggul pada segi interval dan

kapasitas grup dibandingkan desain dari tim Dinas Provinsi DKI

Jakarta.

Saran

Hasil desain sistem lift yang kami dapat merupakan hasil

desain berdasarkan perhitungan dari literatur yang ada. Hasil

desain ini merupakan yang terbaik dan paling efisien. Jika tim

Dinas Provinsi DKI Jakarta berniat mengganti desain mereka,

hal yang harus diperhatikan yaitu dimensi sistem lift yang

lebih panjang. Kegiatan desain ulang harus dilakukan secara

berkala untuk menjamin sistem yang baik dan efisien.

3.2 HVAC

Kesimpulan

1. Beban pendinginan dari lantai 1 sampai 8 sama pada gedung

dinas perumahan DKI sebesar 444,990.1 Btu/h yang terdiri

86 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 87: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

dari beban sensible sebesar 254,778.4 Btu/ h dan beban

laten sebesar 190,211.7 Btu/h

2. Beban pendingin pada lantai 9 lebih besar daripada lantai

lainnya karena dipengaruhi oleh beban pendinginan yang

berasal dari atap, dimana beban pendinginannya sebesar

573,055.0 Btu/h yang terdiri dari beban sensible

382,843.28 Btu/h dan beban laten 190,211.69 Btu/h

3. Beban pendinginan secara keseluruhan untuk gedung

perumahan dinas DKI sebesar 362 TR

4. Chiller yang digunakan yaitu air chiller dengan merek

carrier dengan seri 30 RB dengan range 60 s/d 390 TR

dengan jenis screw

5. Air chiller yang digunakan sebanyak 2 buah jika terjadi

permasalahan seperti kerusakan atau maintenance air

chiller yang biasa digunakan masih ada 1 air chiller yang

lainnya sebagai cadangan atau back up.

6. Duct design menggunakan metode equal friction, dimana

CFM yang didapatkan pada main duct sebesar 8200 CFM

7. Dengan menggunakan tabel friction kita bisa menghubungkan

garis kecepatan aliran sebesar 2000 FPM serta garis

banyak udara sebesar 8200 CFM, pertemua garis tersebut

jika di tarik kebawah akan menemukan friction sebesar

0.155 in WIG/100 feet

8. Untuk mencari luasan daerah cabang duct bisa menggunakan

% CFM dan % luas area atau dengan menggunakan tabel

friction loss yang nantinya hasilnya sama-sama berupa

luas daerah baik itu dalam bentuk duct rectangular

ataupun circular

87 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 88: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

9. Untuk menghitung static pressure yang di dalam duct

dipengaruhi bentuk lintasan duct itu tersendiri baik itu

losses yang terjadi dan kecepatan aliran yang diberikan.

10. Static pressure terdiri dari total friction dan

regain. Total friction los dipengaruhi oleh loss yang

terjadi sepanjang lintasan ducting ditambahkan dengan

loss pada aksesoris yang digunakan berupa elbow, T

junction dll. Sedangkan regain lebih dipengaruhi oleh

kecepatan aliran mulai dari awal sampai dengan kecepatan

aliran pada ujung terminal.

11. Besaran daya fan secara actual merupakan nilai dari

banyaknya udara dikalikan dengan static pressure dan

dibagi dengan nilai factor koreksi sebesar 6356 sehingga

dihasilkan 0.3 Hp

12. Pada kenyataannya actual fan yang bekerja sekitar 75

% dari daya yang terlah dihitung sehingga menjadi 0.4 Hp

Saran

Dalam pemilihan Air Handling Unit (AHU) yang akan

digunakan sebaiknya yang memiliki kapasitas yang sesuai

dengan yang di inginkan dan jangan terlalu besar sebab

memakan biaya yang juga besar

Pemilihan Air Handling Unit (AHU) sebainya harus mudah

dicari suku cadangnya sesuai dengan daerah tempat

perusahaan itu berdiri serta jaringan distribusi yang

luas

88 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 89: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Untuk menambah efisiensi kerja mesin sebaiknya dilakukan

perawata secara berkala sesuai dengan buku panduan

intruksi dari pabrik pembuatnya.

Dalam perhitungan cooling load sangat penting

memperhatikan posisi gedung tersebut. Mayoritas dalam

buku Ashrae yang dicantumkan paling kecil sebesar 24°

dari lintang utara sedangkan posisi di Indonesia sendiri

berada 6°dari lintang utara

3.3 Fire Fighting

Kesimpulan

a. Jumlah sprinkler yang digunakan untuk gedung Balai kota

DKI adalah 160 buah sprinkler

b. Penentuan peletakan sprinkler gedung Balai kota DKI

Jakarta terlampir pada Lampiran 1

c. Sumber persediaan air berasal dari air tanah (galian

dan pdam) dengan kebutuhan volume air untuk sistem

fire fighting 677.6 m3 sehingga diperlukan penampungan

air dibawah gedung dengan kapasitas 700 m3 dengan

ukuran panjang 10 m x lebar 7 m x tinggi 10 m.

d. Kapasitas pompa yang dibutuhkan untuk masing-masing

pompa (pompa listrik dan pompa diesel) yaitu 27.14

Hp (dengan daya 25.3 kW) dan 29.089 Hp

Saran

89 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 90: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

a. Peletakan alarm sangat dianjurkan terutama di gudang

penyimpanan kertas dan dapur. Alarm yang dipakai di

gudang adalah smoke alarm. Sedangkan di dapur alarm

yang diletakan di sana yaitu gas alarm guna

mengantisipasi kebakaran akibat kebocoran bahan

bakar.

b. Memakai kabel jenis FRC 2x1,5 mm ke panel dan sumber

listrik agar kebakaran yang diakibatkan karena

konslet tidak terjadi dan melindungi komponen

listrik yang penting dalam sistem fire fighting

(alarm dan pompa listrik).

c. Memakai hydrant pilar dan Siamesse connection di

luar gedung agar pemadam kebakaran dapat memberikan

penyelamatan dari luar gedung saat terjadi

kebakaran.

3.4 Plumbing

Kesimpulan

Saran

90 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 91: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Bab IV

91 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 92: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

Daftar Pustaka

Lifting

(PDF) Building Elevator Systems. Bhatia A. CED Engineering

(PDF) Ismail, Mohd Rodzi. Trasnportation Systems in Buildings

(PDF) About Elevators. OTIS

(PDF) ELCOSMO Toshiba Compact Machine Room Elevators

HVAC

ASHRAE Handbook 2009

Stephen P. Kavanaugh, HVAC simplified

Edward G. Pita, Air Conditioning Principles and Systems, 4th Edition,

2002

http://www.dephut.go.id/INFORMASI/PROPINSI/DKI/umum_dki.html

Fire Fighting

http://engineeringbuilding.blogspot.com

Buku Panduan Praktis Perencanaan “Surface Facillities”

NFPA 10 Standard for Fire Portable Extinguisher 2002

92 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Page 93: Perancangan Sistem Utilitas Bangunan

93 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin