-
1
1. Pendahuluan
Berkembangnya teknologi saat ini sangat dibutuhkan para
penggunaan
layanan internet untuk mempermudah dalam melakukan berbagai hal
dalam
kehidupan sehari – hari, termasuk dalam hal mengakses berbagai
informasi
maupun data. Perkembangan internet kini menjadi pusat informasi
di seluruh
dunia. Berbagai kepentingan pekerjaan, baik itu untuk
kepentingan pribadi,
instansi maupun organisasi bergantung pada internet. Dengan
memanfaatkan
perkembangan teknologi khususnya dalam jaringan komputer untuk
berkoneksi
dengan internet saat ini, data maupun informasi dapat diakses
dengan cepat,
mudah, dan akurat. Ada beberapa macam tipe koneksi ke internet,
baik yang
mengunakan kabel (wire) maupun yang tanpa kabel (wireless). Oleh
sebab itu,
kemudahan akses informasi melalui akses internet diharapkan bisa
disediakan di
berbagai tempat dengan akses mudah dan memuaskan. Salah satu
teknologi untuk
menjawab permasalahan ini adalah dengan teknologi jaringan
wireless[1].
WLAN adalah jaringan komputer dimana media transmisinya
menggunakan udara. Jarak antara client dengan access point
sangat berpengaruh
besar dalam kinerja jaringan WLAN. Penghalang berupa tembok atau
radius
jangkauan access point juga berpengaruh besar dalam melemahnya
radio
frekuensi dalam jaringan. Pemasalah-permasalahan dalam
penelitian sebelumnya
yang terjadi dapat mempengaruhi kinerja keseluruhan jaringan
access point pada
parameter seperti delay, jitter, throughput, dan paket loss
[2].
Dalam penelitian ini ditemukan hal-hal yang mempengaruhi
penurunan
kinerja jaringan WLAN, dari kapasitas jumlah maksimal client
setiap access point
yang ada pada jaringan WLAN Food Court Salatiga. Dalam jaringan
WLAN di
Food Court memiliki kendala yaitu dari jumlah client yang sangat
banyak dan
kualitas kenyamanan pengguna WLAN.
Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut maka ditemukan
solusi
untuk mengoptimalkan layanan WLAN dengan meminimalisir paket
loss dari
beban trafik. Tujuan dari penelitian ini adalah merancang dan
membangun
mekanisme kinerja load balancing dengan algoritma least
connection pada sebuah
jaringan WLAN untuk menyeimbangkan beban trafik secara otomatis.
Manfaat
yang dapat diambil dari penelitian ini adalah mendapatkan hasil
analisis kinerja
load balancing dengan algoritma least conenction dan memberikan
kontribusi
bagi permasalahan distribusi beban trafik dengan mudah dan
secara mandiri
dengan batasan masalah yang difokuskan pada pengukuran parameter
load
balancing seperti throughput dan SNR.
2. Tinjauan Pustaka
Menurut penelitian Afritha yang berjudul Visualisasi Mekanisme
Load
Balancing Pada WLAN dengan Pemrograman Java di Politeknik Negeri
Medan.
Peneliti menemukan masalah yang terjadi pada jaringan WLAN yaitu
adanya
beberapa access point yang terkoneksi pada satu backbone yang
sama dan beban
trafik menjadi sangat padat dikarenakan hanya beberapa access
point terkoneksi
pada satu backbone saja. Berdasarkan asumsi client secara umum
bahwa kualitas
-
2
akses akan terjamin jika client memilih access point yang
memiliki level sinyal
yang paling kuat atau nilai Received Signal Strength Indicator
(RSSI) yang
tertinggi. Hal ini sangat bergantung pada jarak antara client ke
access point dan
kondisi tersebut sangat situational. Solusi yang ditemukan yaitu
penting adanya
mekanisme keseimbangan beban (load balancing) untuk
menyeimbangkan beban
trafik dan penggunaan algoritma least connection yang terbukti
efektif untuk
untuk pendistribusian beban di jaringan WLAN. Perbedaan dari
penelitian ini
adalah pengoprasian pada pemrograman java dengan pemrograman
mikrotik dan
parameter-parameter yang digunakan [3].
Penelitian yang lain dilakukan oleh Sundawa Bakti yang
berjudul
Peningkatan Kinerja Jaringan WLAN dengan Load Balancing
Menggunakan
Teknologi Agent. Peneliti tersebut menemukan sumber masalah
yaitu dalam
beban trafik yang berlebihan sehingga mengakibatkan transfer
data dengan
throughput dan SNR yang sangat kurang. Oleh karena itu, peneliti
memilih
penggunaan load balancing karena merupakan teknologi yang tepat
dalam sistem
terdistribusi. Penggunaan algoritma least connection melalui
teknologi agent yang
berfungsi untuk membagi jumlah client berdasarkan jumlah koneksi
yang paling
kecil. Penelitian ini meliputi perancangan sistem dan pemilihan
algoritma,
observasi terhadap jaringan WLAN yang eksis dengan pengumpulan
sejumlah data
serta membangun simulasi dengan aplikasi OPNET. Perbedaan dari
penelitian
sebelumnya adalah dari pengimplementasian secara simulasi dan
penerapan
secara real atau langsung dan penambahan jumlah bandwidth
dengan
menambahkan jumlah layanan ISP [4].
WLAN adalah suatu jaringan area lokal tanpa kabel dimana
media
transmisinya menggunakan frekuensi radio (RF) dan infrared (IR),
untuk
memberi sebuah koneksi jaringan ke seluruh pengguna dalam area
di sekitarnya.
Area yang berjarak dari ruangan kelas ke seluruh kampus atau
dari kantor ke
kantor yang lain dan berlainan gedung. Alat –alat yang umumnya
digunakan
untuk jaringan WLAN termasuk di dalamnya adalah PC, Laptop, PDA,
telepon
seluler, dan lain sebagainya. Teknologi WLAN ini memiliki
kegunaan yang sangat
banyak [5].
Load balancing adalah sebuah hardware dan software yang
digunakan
untuk membagi beban kerja kepada 2 atau lebih komputer, server ,
terminal, CPU,
hardisk, dan peralatan komputasi lainnya untuk mengoptimalkan
penggunaan
sistem dan memaksimalkan kemampuan dari semua peralatan yang
terhubung ke
load balancing [6]. Load balancing atau penyeimbangan beban
dalam jaringan
sangat penting bila skala dalam jaringan komputer makin besar
demikian juga
trafik data yang ada dalam jaringan komputer makin lama makin
tinggi. Layanan
load balancing dimungkinkan pengaksesan sumber daya dalam
jaringan
didistribusikan ke beberapa host lainnya agar tidak terpusat
sehingga unjuk kerja
jaringan komputer secara keseluruhan bisa stabil. Solusi yang
paling ideal adalah
dengan membagi-bagi beban yang datang ke beberapa server. Jadi
yang melayani
pengguna tidak hanya terpusat pada satu perangkat saja. Teknik
ini disebut teknik
load balancing [7]. Load balancing adalah suatu jaringan
komputer yang
menggunakan metode untuk mendistribusikan beban kerjaan pada dua
atau
bahkan lebih suatu koneksi jaringan secara seimbang agar
pekerjaan dapat
-
3
berjalan optimal dan tidak overload (kelebihan) beban pada salah
satu jalur
koneksi [8].
Algoritma penjadwalan atau least connection adalah algoritma
yang
menenyalurkan koneksi jaringan kepada server yang memiliki
koneksi aktif
paling sedikit. Pada server yang memiliki kemampuan pemrosesan
yang sama,
algoritma penjadwalan least connection akan mendistribusikan
beban permintaan
dengan baik karena permintaan yang panjang tidak akan disalurkan
kepada sebuah
server. Metode penjadwalan ini baik digunakan untuk
melancarkan
pendistribusian ketika request yang datang banyak. Algoritma
least connection
memberikan throuhput yang lebih baik daripada algoritma round
robin dan
weighted round robin [9]. Pengujian untuk membandingkan hasil
dari
pendistribusian beban dengan hasil algoritma least connection
lebih cepat dalam
waktu tanggapan, dan juga memiliki throughput yang besar
[10].
3. Metode Perancangan Sistem
Metode Penelitian ini mengkaji tentang penerapan load balancing
pada
jaringan WLAN dengan menggunakan algoritma least connection di
Food Court
Salatiga. Alur yang digunakan untuk merancang sistem ini
menggunakan metode
PPDIOO, berdasarkan huruf pertama dari masing-masing fase
(Prepare-Plan-
Design-Implement-Operation-Optimize). Sercara garis besar
prinsip
pembangunan sebuah jaringan dengan menggunakan PPDIOO dapat
ditunjukkan
pada Gambar 1.
Gambar 1 Metode PPDIOO
Tahap penelitian pada Gambar 1 dapat dijelaskan sebagai berikut.
Tahap
Persiapan Sistem (Prepare) perlu adanya persiapan sistem yang
meliputi
pengecekan pada kondosi layanan jaringan, kondisi server,
kondisi client, kondisi
acces point atau routerboard agar saat implementasi berjalan
baik dan tidak
ditemukan masalah yang dapat menghambat proses berjalannya
penelitian.
Tahap Perancangan Sistem (Plan) pada topologi jaringan yang
sudah ada,
hanya terdapat penggunaan satu buah access point dengan
menggunakan satu
layanan ISP yaitu Telkom Speedy 1Mbps. Untuk menambah jumlah
bandwidth
dan melakukan perancangan ini perlu adanya perangkat hardware
dan software
yang dibutuhkan seperti tambahan satu layanan ISP Telkom Speedy
1Mbps, satu
-
4
buah routerboard RB750 untuk menggabungkan dua ethernet pada
layanan ISP,
satu buah routerboard RB411AR dengan spesifikasi (300MHz Atheros
CPU,
64MB RAM), satu buah Mini PCI R52h Wireless, dua buah antena
omni 2.4GHz
5.5dBi N-Type Male sebagai pemancar access point, lima meter
kabel UTP
straight, dua puluh meter kabel LMR sebagai penghubung antara
antena dengan
MiniPCI dan aplikasi Winbox Loader v2.2.16.
Tahap Design untuk menata atau mengatur letak tambahan hardware
dan
sistem dan mengenali topologi jaringan WLAN pada Food Court
Salatiga sebelum
dibangun mekanisme load balancing dengan algoritma least
connection. Untuk
menambah fasilitas dan memudahkan serta memanjakan client
pengunjung Food
Court Salatiga dalam menggunakan akses internet, diperlukan
adanya mekanisme
load balancing untuk membagi rata client dalam penggunaan
internet dan
algoritma least connection untuk memudahkan karyawan dalam
pengaplikasian
internet. Berikut gambar topologi jaringan komputer Food Court
Salatiga sebelum
penerapan load balancing yang tertera seperti pada Gambar 2.
Gambar 2 Topologi Jaringan Awal Food Court Salatiga
Dalam penggunaan mekanisme load balancing dengan algoritma
least
connection, akan sedikit mengubah letak access point dan
menambah beberapa
hardware dan mengubah mekanisme jaringan, namun tidak mengubah
topologi
jaringan yang sudah ada. Desain topologi jaringan baru pada Food
Court Salatiga
adalah dengan penambahan satu layanan ISP, satu buah modem, satu
buah
routerboard 750 penambahan ISP1 dengan ISP2, routerboard
RB411AR/access
point sebagai wireless dan penerapan algoritma least connection
untuk pengatur
client dan pengubahan letak access point dengan mekanisme load
balancing
seperti Gambar 3.
-
5
Gambar 3 Topologi Jaringan WLAN Setelah Menggunakan Mekanisme
Load Balancing
Tahap Implementasi Sistem adalah tahapan yang penting dari semua
tahap
sebelumnya, karena memakan waktu yang lama dan juga sangat
menentukan
berhasil atau tidaknya perancangan jaringan baru yang telah
didesain yang siap
diimplementasi. Tahap implementasi dijelaskan pada Gambar 4.
Gambar 4 Flowchart Alur Sistem Proses Kerja
Pertama kali yang dilakukan adalah melihat lokasi dimana
letak-letak
access point dan melihat topologi jaringan yang sudah ada.
Kemudian merancang
sebuah jaringan yang ingin dibuat pada lokasi dan menambahkan
beberapa alat
yang dibutuhkan. Kemudian setelah jaringan WLAN sudah siap
dilanjutkan
dengan penginstalan aplikasi Winbox pada komputer, lalu
konfigurasi load
balancing pada routerboard/server (RB750) pada dua layanan ISP
dengan
aplikasi Winbox dan konfigurasi WLAN dengan mikrotik OS dengan
tidak
menggunakan mekanisme load balancing. Kemudian konfigurasi load
balancing
pada routerboard/access point (RB411AR) untuk membedakan hasil
penggunaan
-
6
load balancing dan tidak. Jika hasil konfigurasi sudah akurat
setelah itu akan
dilanjutkan dengan konfigurasi WDS yang bertujuan untuk
menjadikan satu SSID.
Tahap Pengoprasian Sistem adalah dengan menjalankan
konfigurasi
mikrotik sebelum penerapan load balancing dan sesudah. Penerapan
load
balancing dengan algoritma least connection pada
routerboard/access point untuk
kemudian dianalisis kinerja pada server dan client. Proses
kinerja server dan
client akan dicatat dan diukur terhadap parameter-parameter
dengan algoritma
least connection yang digunakan. Pengukuran dilakukan pada
topologi jaringan
WLAN dengan parameter SNR (Signal Noise Ratio) dan
keseimbangan
throughput. Jika ada suatu kekurangan pada jaringan dan
mekanisme load
balancing akan ditemukan pada tahap ini. Selanjutnya kekurangan
tersebut dicari
tahu penyebabnya untuk selanjutnya dilakukan perbaikan pada
tahap selanjutnya.
Tahap Optimasi Sistem adalah tahap dimana setiap sistem yang
kekurangan akan ditemukan dan dianalisis mulai dari sebelum
terjadi masalah
hingga setelah masalah ditemukan. Misalnya jika pembagian
bandwidth tidak rata
maka mekanisme load balancing yang di terapkan tidak berjalan,
dan jika pada
server load balancing algoritma least connection yang digunakan
tidak
melakukan proses handoff maka algoritma yang digunakan belum
berhasil.
4. Hasil dan Pembahasan
Pengujian load balancing dengan algoritma least connection pada
jaringan
WLAN, sesuai dengan urutan skenario yang terdapat pada tahap
desain. Langkah
pertama yaitu mengkonfigurasi protokol TCP/IP pada ISP1, ISP2
dan lokal pada
aplikasi Winbox. Konfigurasi TCP/IP digunakan sebagai dasar
untuk memulai
pembuatan server pada routerboard RB750 yang berfungsi
menyelaraskan
penggunaan koneksi antara ISP1 dengan ISP2 agar dapat digunakan
secara
bersamaan dan dapat dikenali oleh client sebagai satu kesatuan
bandwidth koneksi
atau menadai jaringan dan modem sehingga server dapat
berhubungan dengan
jaringan lokal dan global. Untuk melakukan konfigurasi pada
TCP/IP tidak perlu
menginstal aplikasi pendukung yang lain karena sudah terdapat
fitur-fitur
pendukung yang terdapat pada aplikasi WinBox Mikrotik.
Pemberian alamat IP ini berdasarkan jumlah client yang tidak
kurang dari
200 client, maka dari itu digunakan pembagian alamat IP dengan
kelas C yang
memiliki jumlah host 254 dengan netmask 255.255.255.0 atau /24.
Pemberian
kelas ini berdasarkan netmask pada kelas C tersebut.
Gambar 5 Konfigurasi IP Address
-
7
Konfigurasi pemberian IP address pada Gambar 5 merupakan IP
yang
digunakan sesuai tujuan masing-masing fungsi dengan segment
network yang
berbeda. Untuk menuju ke jaringan public ISP satu memiliki IP
192.168.3.2/24
untuk ether1, untuk menuju ke jaringan public ISP dua
memiliki
IP192.168.7.2/24 untuk ether2 dan untuk jaringan lokal pada
ether3 memliki IP
192.168.100.1/24.
Konfigurasi firewall mangle berfungsi membuat mark connection
dan mark
packet pada paket-paket data yang akan masuk dalam router.
Konfigurasi ini
menggunakan chain prerouting yang berarti connection atau packet
yang
menggunakan chain ini akan mengalami pemrosesan di dalam router
mikrotik,
proses itu selanjutnya digunakan untuk menandai connection dan
packet. Packet
mark bekerja dengan mengenali paket yang didapatkan dari
connection mark.
Untuk traffic client limiter disini digunakan Queue tree
mikrotik dengan
metode pcq, dimana mode pcq tersebut otomatis membagi bandwidth
sesuai
dengan besaran limitter yang kita setting berdasarkan source IP
client dan alamat
yang dituju. Kemudian konfigurasi Routing dan setting Mangel
Rule yang
bertujuan untuk menangkap setiap paket yang masuk untuk langsung
dibagi
menjadi dua jalur dengan sama rata atau menyeimbangkan trafik
bandwidth atau
load balancing pada layanan ISP. Kemudian konfigurasi NAT dan
router untuk
penempatan ISP dengan IP yang sudah dibuat dan jika trafik yang
masuk akan
dilewatkan sesuai dengan gateway yang ada di ether, perlu
setting gateway
routing mark dengan menggunakan masquuerade yang berfungsi untuk
mencari
IP yang ada di NAT.
Gambar 6 Hasil Load Balancing ISP
Hasil pada Gambar 6 dijelaskan jika load balancing atau
penggabungan
pada layanan ISP sudah berjalan dengan baik. Rata-rata trafik
yang masuk hampir
sama dan pada ether3 atau lokal dijelaskan jika bandwidth yang
masuk sudah rata
yang diambil sama rata dari ether1 dan ether2.
Langkah berikutnya adalah konfigurasi pada routerboard
RB411AR
dengan pemberian IP address, pemberian bridge dan pengaturan
route dan default
gateway yang ditunjukkan Gambar 7. IP yang digunakan untuk
penanda ether1
dan bridge1 dengan IP 192.168.100.2/24 untuk ether1 dan IP
10.50.10.1/24 untuk
bridge1, dimana interface bridge berisi interface WLAN1, WLAN2
dan interface
-
8
WDS sehingga client yang tersambung dengan WLAN1 maupun WLAN2
akan
mendapatkan alokasi IP dengan range yang sama, sesuai dengan IP
yang kita
setting di interface bridge dengan konfigurasinya pada Kode
Program 1.
Gambar 7 Hasil Konfigurasi IP Dan Bridge
Kode Program 1 Konfigurasi IP Dan Route
[admin@MikroTik] > interface bridge add name=bridge1
disabled=no
[admin@MikroTik] > ip address add address=192.168.100.2/24
interface=ether1
[admin@MikroTik] > ip address add address=10.50.10.1/24
interface=bridge1
[admin@MikroTik] > interface bridge port add bridge=bridge1
interface=wlan1
[admin@MikroTik] > interface bridge port add bridge=bridge1
interface=wlan2
[admin@MikroTik] > ip route add gateway=192.168.100.1
Gambar 8 menjelaskan settingan wireless di menu Interface WLAN 1
dan
WLAN 2 menggunakan mode ap bridge dan penyamaan frequency WLAN 1
dan
WLAN 2 yang bertujuan untuk menjadikan satu SSID dan pemberian
nama yang
sama dengan konfigurasi pada Kode Program 2.
Gambar 8 Konfigurasi WDS
-
9
Kode Program 2 Interface WLAN1 dan WLAN2
[admin@MikroTik] > interface wireless set wlan1
mode=ap-bridge band=2ghz-
b/g channel-width=20mhz frequency=2412 ssid=Hotspot
radio-name=Hotspot-R-1 frequency-mode=manual-txpower
[admin@MikroTik] > interface wireless set wlan2
mode=ap-bridge band=2ghz-
b/g channel-width=20mhz frequency=2462 ssid=Hotspot
radio-name=Hotspot-R-2 frequency-mode=manual-txpower
Gambar 9 Monitoring Client Sebelum Penggunaan Mekanisme Load
Balancing
Gambar 9 menunjukkan monitoring client dengan konfigurasi
mikrotik
sebelum penggunaan mekanisme load balancing. Dapat dilihat jika
jumlah client
pada WLAN 1 dan WLAN 2 tidak seimbang yang berpangaruh pada
perolehan
SNR dan Throughput yang sangat kecil yang menyebabkan client
rentan sekali
untuk loss. Dengan jumlah client yang didapat berjumlah 30 hanya
ada 3 client
yang terkoneksi dengan WLAN 2, sedangkan 27 client terkoneksi
pada WLAN 1.
Kondisi tersebut bisa terjadi jika client pengunjung Cafe Food
Court
Salatiga hanya berada didaerah radius WLAN 1 saja dengan
diameter 8 meter
tanpa ada halangan. Oleh sebab itu perlu adanya penerapan
mekanisme load
balancing dengan algoritma least connection untuk membagi jumlah
beban secara
rata pada tiap WLANnya. Mekanisme load balancing yang dipakai
dengan
menggunakan algoritma least connection yang membagi jumlah beban
secara rata
dengan konfigurasi pada menu Advanced dan penggunaan Accest List
untuk limit
Tx pada setiap client.
-
10
Gambar 10 Konfigurasi Least Connection
Kemudian Gambar 10 menjelaskan jika settingan pada menu
Advanced
untuk mengatur jalannnya algoritma least connection dengan
mengatur jumlah
maksimal client pada setiap access point dengan konfigurasi pada
Kode Program
5.
Kode Program 5 Interface wireless
[admin@MikroTik] > interface wireless set wlan1
max-station-count=20
[admin@MikroTik] > interface wireless set wlan2
max-station-count=20
Gambar 11 Monitoring Trafik Pada WLAN 1
-
11
Gambar 12 Monitoring Client pada WLAN1 dan WLAN2
Gambar 12 diatas menunjukkan sebelum adanya penerapan load
balancing dengan algoritma least connection jika jumlah client
pada WLAN2
sudah melewati batas maksimum beban normal pada sebuah access
point. Batas
maksimal client pada setiap WLAN diberi batas maksimum duapuluh
client
sehingga menunjukkan jika WLAN2 memiliki jumlah client lebih
dari duapuluh
yang berdampak pada jumlah Tx/Rx dan Throughput client pada
WLAN2 tidak
seimbang.
Gambar 13 Monitoring Client Dengan Mekanisme Load Balancing
Gambar 13 menunjukkan jika setelah penerapan algoritma load
balancing
dengan algortima least connection, jumlah client yang masuk
sudah seimbang dan
dibagi rata dengan tiap WLAN. Hal tersebut menunjukkan jika
penerapan load
-
12
balancing dengan algoritma least connection sudah berjalan
dengan baik.
Banyaknya SNR client yang berguna untuk menentukan client mana
yang akan
menjadi kandidat untuk dialihkan. Monitoring client yang
terdapat pada masing-
masing WLAN menunjukkan jika Tx/Rx, throughput dan SNR client
yang masuk
sudah memiliki rata-rata nilai yang sama antara client satu
dengan client lainnya
dan pada WLAN1 dengan WLAN2.
Gambar 14 Topologi Jaringan WLAN
Pengukuran pada setiap client dilakukan pada topologi jaringan
WLAN pada Gambar 14 dengan parameter SNR (Signal to Noise Ratio)
dan pengukuran
throughput pada lokasi area_1 dan area_2. Batas jumlah client
diasumsikan sebanyak
20 client untuk setiap Area dengan total client 40. Kemudian
posisi client secara acak
tetapi tetap memiliki jarak kurang dari 10m terhadap setiap
access pointnya agar
posisi client tetap berada dalam radius coverage area jangkuan
signal dari access
point tersebut. Selanjutnya dilakukan pengukuran untuk setiap
client dan access point
pada setiap areanya yang berhasil dideteksi oleh client
tersebut. Tabel 1 dan Tabel 2
merupakan hasil simulasi pengukuran SNR (Signal to Noise Ratio)
dan Troughput
sebelum penerapan mekanisme load balancing yang meliputi area_1
dan area_2.
-
13
Tabel 1 Sebelum Penerapan Load Balancing dengan Least Connection
Pada AP1
Client Area 1 SNR AP 1 (dB) Throughput
Client1_1 17 352 Client2_1 44 4580 Client3_1 23 912 Client4_1 23
29917 Client5_1 33 1149 Client6_1 29 943 Client7_1 57 71359
Client8_1 17 352 Client9_1 19 4580
Client10_1 29 4580 Client11_1 29 940 Client12_1 44 7823
Tabel 2 Sebelum Penerapan Load balancing dengan Least Connection
Pada AP2
Client Area 2 SNR AP 2 (dB) Throughput
Client1_2 23 4580 Client2_2 35 4580 Client3_2 17 943 Client4_2
19 17339 Client5_2 57 29917 Client6_2 23 352 Client7_2 33 1149
Client8_2 29 1156 Client9_2 29 7823
Client10_2 27 4513 Client11_2 17 952 Client12_2 15 952
Client13_2 44 7823 Client14_2 29 4580 Client15_2 17 4580 Client16_2
44 912 Client17_2 23 952 Client18_2 23 952 Client19_2 33 7823
Client20_2 57 17339 Client21_2 23 7823 Client22_2 29 352
-
14
Tabel 1 dan Tabel 2 menunjukan jika perolehan SNR dan Throughput
pada
access point 1 dan access point 2 tidak seimbang antara satu
dengan lainnya yang
disebabkan adanya penumpukan pada salah satu access point saja
sehingga
mengakibatkan signal loss pada client.
Tabel 3 Hasil Pengukura SNR pada Area 1
Client Area 1 SNR AP 1 (dB) SNR AP 2 (dB)
Client1_1 51.9 - Client2_1 50.9 - Client3_1 52.9 - Client4_1
51.4 - Client5_1 51.3 - Client6_1 51.5 - Client7_1 50.6 40.2
Client8_1 51.6 42.2 Client9_1 48.8 42.2
Client10_1 49.7 41.4 Client11_1 49.6 40.2 Client12_1 50.1 40.5
Client17_2 49.3 50.1 Client21_2 49.2 49.7 Client22_2 50.5 48.7
Gambar 15 Grafik SNR pada Area_1
-
15
Tabel 4 Hasil Pengukura SNR pada Area 2
Client Area 2 SNR AP 1 (dB) SNR AP 2 (dB)
Client1_2 - 52.8 Client2_2 - 53.1 Client3_2 - 52.4 Client4_2 -
52.7 Client5_2 - 51.2 Client6_2 - 54.2 Client7_2 - 52.4 Client8_2 -
52.5 Client9_2 - 50.4
Client10_2 - 49.8 Client11_2 39.7 52.3 Client12_2 38.5 52.3
Client13_2 - 52.1 Client14_2 - 53.2 Client15_2 37.4 51.2 Client16_2
50.2 49.2 Client18_2 49.5 50.3 Client19_2 50.1 51.1 Client20_2 48.2
50.2
Gambar 16 Grafik SNR pada Area_2
-
16
Tabel 5 Hasil SNR client pada area Handoff
Client Area 3 SNR AP 1 (dB) SNR AP 2 (dB)
Client7_1 50.6 40.2 Client8_1 51.6 42.2 Client9_1 48.8 42.2
Client10_1 49.7 41.4 Client11_1 49.6 40.2 Client11_2 39.7 52.3
Client12_2 38.5 52.3 Client15_2 37.4 51.2 Client16_2 45.2 49.2
Client17_2 49.3 50.1 Client18_2 46.3 50.3 Client19_2 46.5 51.1
Client20_2 48.2 50.2 Client21_2 49.2 49.7 Client22_2 50.5 48.7
Gambar 17 Grafik SNR pada Area_3
Berdasarkan hasil pengukuran tersebut Gambar 15 dan Gambar 16
terlihat
bahwa hampir setiap client memiliki nilai SNR yang maksimal
terhadap AP-nya
dimana client tersebut terkoneksi. Tabel 5 menjelaskan jika ada
tiga client yang
memiliki SNR maksimal terhadap access point yang tidak
terkoneksi dengannya
yaitu client 17_2, client 21_2 dan client 22_2. SNR AP1 terlihat
lebih tinggi
dengan rata-rata SNR 47.93dB daripada SNR AP 2 dengan rata-rata
SNR 47.80dB,
walaupun client 17_2, client 21_2 dan client 22_2 terkoneksi
pada AP 2.
-
17
Gambar 17 menjelaskan jika pendataan jumlah SNR sangat penting
untuk
mendeteksi client yang melakukan proses handoff. Jumlah client
yang didapat
pada keseluruhan access pointnya berjumlah 34 client koneksi
yang berbeda dan
tidak rata yaitu AP1 memiliki jumlah 12 koneksi client sedangkan
pada AP 2
memiliki jumlah client 22. Proses handoff perlu dilakukan untuk
membagi rata
dan menyeimbangkan jumlah client pada setiap access point.
Target untuk
penerapan least connection dilakukan pada client 17_2, client
21_2 dan client
22_2 karena client tersebut memiliki SNR AP 1 yang lebih tinggi
dari SNR AP 2.
Gambar 15 dan Gambar 16 menunjukkan hasil pengukuran SNR
pada
area_1 dan area_2. Tabel 5 menjelaskan bahwa client yang berada
pada area 3
mampu melakukan proses handoff. Proses handoff dijalankan pada
client yang
memiliki jumlah rata-rata SNR yang paling tinggi dan throughput
yang besar
dengan sinyal yang kuat.
Pengukuran throughput juga dilakukan dengan memonitoring client
pada
setiap access point yang terkoneksi pada setiap area. Jumlah
client yang didapat
sebanyak 20 client untuk setiap area dengan jarak client yang
berbeda-beda
terhadap access point. Dengan penggunaan jumlah 2Mbps yang
diberikan maka
akan mendapatkaan kecepatan download sebesar 512 kbps. Perolehan
throughput
client pada area_1 dapat dilihat pada Tabel 6 dimana perolehan
throughput client
bervariasi dengan nilai rata-rata throughput sebesar
7603.86kbps.
Tabel 6 Pengukuran Troughput Pada AP_1
Client AP 1 Troughput (kbps)
Client1_1 7823
Client2_1 7823
Client3_1 7823
Client4_1 6540.5
Client5_1 7135.9
Client6_1 7823
Client7_1 7665.7
Client8_1 7665.7
Client9_1 7823
Client10_1 7664.5
Client11_1 7665.7
Client12_1 7823
Client17_2 7823
Client21_2 7135.9
Client22_2 7823
Perolehan throughput client pada area_2 dapat dilihat pada Tabel
6 Perolehan
throughput client bervariasi dengan nilai rata-rata throughput
sebesar 7569.85kbps.
-
18
Tabel 7 Pengukuran Troughput Pada AP_2
Client AP 2 Troughput (kbps)
Client1_2 7823
Client2_2 7135.9
Client3_2 7823
Client4_2 7135.9
Client5_2 7823
Client6_2 7823
Client7_2 7135.9
Client8_2 7823
Client9_2 7823
Client10_2 7823
Client11_2 7823
Client12_2 7135.9
Client13_2 7135.9
Client14_2 7823
Client15_2 7823
Client16_2 7823
Client18_2 7135.9
Client19_2 7823
Client20_2 7135.9
Berdasarkan hasil pengukuran, terdapat nilai throughput yang
variatif pada
setiap area yang berbeda. Penelitian ini menampilkan nilai
rata-rata throughput yang
diperoleh client untuk setiap area. Hasilnya dapat dilihat pada
Tabel 7. Berdasarkan
Tabel nilai rata-rata throughput client pada area_2 memiliki
nilai yang terendah yaitu
7569.85kbps. Hal ini disebabkan pada area tersebut memiliki
access point yang
paling berdekatan dengan client dengan jumlah client lebih
banyak dibandingkan
dengan area_2. Jarak yang mempunyai korelasi positif dengan
perolehan nilai SNR
yang besar menjadikan akan sama dengan perolehan throughput yang
semakin besar.
Gambar 18 Perbandingan Hasil Sesudah dan Sebelum Penggunaan Load
Balancing
-
19
Gambar 19 Grafik Perolehan SNR dengan Nilai Throughput
Pada Gambar 18 terlihat bahwa perbandingan sesudah dan
sebelum
penggunaan Mekanisme load balancing sangat terlihat jelas dari
perolehan SNR dan
throughput pada setiap access point, dapat dilihat jika
perolehan SNR sesudah
menggunakan load balancing lebih tinggi dibandingkan dengan
sebelum
penggunakan load balancing dan pada perolehan throughput juga
dapat dilihat jika
perolehan throughput yang sesudah menggunakan load balancing
sudah seimbang
antara access point 1 dengan access point 2 dibandingkan dengan
perolehan
troughput yang sebelum menggunakan load balancing tidak seimbang
antara satu
dengan satunya.
Nilai rata- rata SNR pada setiap area memiliki rata-rata yang
hampir sama
seimbang. Dan terlihat pada Gambar 19 nilai rata-rata SNR yang
didapat pada suatu
area berkorelasi positif dengan perolehan nilai rata-rata
throughput client-nya.
Area_1 mendapatkan nilai rata-rata SNR tertinggi sebesar 47.93
dB. Hal tersebut
berbanding lurus dengan perolehan rata-rata throughput sebesar
7603.85kbps.
Demikian sebaliknya, pada area_2 diperoleh nilai rata-rata SNR
terendah sebesar
47.80dB diikuti dengan jumlah rata-rata throughput sebesar
7569.85kbps. Nilai SNR
dan throughput yang diperoleh pada setiap client pada satu area
relatif seimbang
dengan perbandingan jumlah koneksi yang relatif seimbang untuk
setiap access point.
5. Simpulan
Berdasarkan hasil Implentasi dan pengukuran yang dilakukan
pada
penelitian ini, dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu dengan
penerapan load
balancing menggunakan algoritma least connection dengan
kolaborasi antara
mekanisme handoff yang digunakan adanya peningkatan
penyeimbangan beban
koneksi jaringan WLAN pada lokasi yang padat dan tidak seimbang.
Perolehan
SNR dan throughput pada setiap access point mimiliki nilai
rata-rata yang
seimbang dan berbanding lurus.
Saran yang dapat disampaikan untuk penelitian ini adalah
penerapan
kinerja load balancing sangat berpengaruh dengan kualitas
layanan ISP. Dapat
melanjutkan dan mengembangkan penelitian ini agar lebih variatif
dan lengkap
dengan mengukur parameter untuk spesifikasi kualitas layanan
seperti delay,
packet loss, jitter dan dapat menggunakan algoritma selain least
connection.
-
20
6. Daftar Pustaka
[1] Batu, Arya, 2013, Pemanfaatan Internet Dalam Meningkatkan
Ilmu
Pengetahuan. http://aryabatu1.wordpress.com/page/2/. (Diakses
tanggal
29 Mei 2014).
[2] Purwanto, Timur Dali, 2011, Analisa Kinerja Wireless Radius
Server
Pada Perangkat Access Point 802.11g, Studi Kasus Di
Universitas
Binadarma.
[3] Afritha Amelia, Bakti Viyata Sundawa. 2011. Visualisasi
Mekanisme
Load Balancing Pada WirelessLocal Area Network (WLAN) Dengan
Pemrograman Java. Politeknik Negeri Medan.
[4] Bakti, Sundawa, 2011, Peningkatan Kinerja Jaringan WLAN
dengan
Load Balancing Menggunakan Teknologi Agent. Megister Teknik
Elektro Universitas Sumatera Utara.
[5] WLAN, 2013, http:// teknologi. kompasiana.
com/internet/2013/01/31/
tentang-wlan-wireless-local-area-network-530142.html.(Diakses
tanggal
29 Mei 2014).
[6] Margono, Adriansyah Eko, 2013, Analisis Dan Perancangan
Load
Balancing Pada Web Server Berbasis Cloud Pada Kantor DPRD
Kota
Palembang. STMIK PalComTech.
[7] Rijayana, Iwan, 2005, Teknologi Load Balancing Untuk
Mengatasi
Beban Server, in Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi
2005,
Yogyakarta.
[8] Ngurah, Gede Duta Krisna Mandala, 2013, Analisis dan
Implementasi
Load Balancing pada Server Video Streaming Denpasar.
[9] Haris, Abdul Nasution, 2011, Komparasi Algoritma Penjadwalan
pada
Layanan Terdistribusi Load Balancing via LVS, Teknik
Informatika,
Institut Teknologi Sepuluh November.
[10] Angsar, Nongki, 2013, Pengujian Distribusi Beban Kerja Web
Pada
Sistem Server Web Berbasis Cluster Dengan Algoritma Least
Connection Dan Weighted Least Connection. Universitas Gajah
Mada.