PERANAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEPALA KELUARGA (PEKKA) DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN JANDA DI KECAMATAN TANGAN- TANGAN KABUPATENACEH BARAT DAYA SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Oleh TRISNA SUSIANDA NIM : 10C20201040 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH – ACEH BARAT 2014
64
Embed
PERANAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEPALA …repository.utu.ac.id/689/1/I-V.pdf · miskin, dan 320-480 untuk kategori hampir berkecukupan, di negara-negara dunia ketiga, masyarakat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PERANAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEPALA KELUARGA (PEKKA) DALAM MENINGKATKAN
KESEJAHTERAAN JANDA DI KECAMATAN TANGAN-
TANGAN KABUPATENACEH BARAT DAYA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi
Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Oleh
TRISNA SUSIANDA
NIM : 10C20201040
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH – ACEH BARAT
2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan merupakan hal terpenting yang harus ditingkatkan demi
mencapai tujuan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Namun proses
pembangunan ini terganggu ketika krisis moneter tahun 1997 melanda Indonesia
dan pada era tersebut semakin terlihat jelas jurang antara golongan miskin dan
golongan kaya. Untuk masalah kemiskinan, Indonesia sendiri menggunakan tiga
penggolongan kemiskinan, yaitu masyarakat yang hidup dibawah garis
kemiskinan, masyarakat yang hidup tepat diatas garis kemiskinan, dan yang
terakhir adalah golongan masyarakat yang hidup di atas batas garis kemiskinan.
Menurut Sayogya (Ichwan Muis, 2008:65) mengenai batas garis
kemiskinan itu sendiri adalah setara dengan harga 240 kg beras per orang dalam
satu tahun untuk pedesaan dan 360 kg beras per orang per tahun untuk wilayah
perkotaan. Dalam perkembangan selanjutnya, batas kemiskinan dikoreksi
menjadi < 240 yang dikategorikan sangat miskin, 240-320 untuk kategori
miskin, dan 320-480 untuk kategori hampir berkecukupan, di negara-negara dunia
ketiga, masyarakat yang hidup didalam lingkaran kemiskininan adalah masyarakat
yang hidup didalam keluarga yang dikepalai oleh wanita, karena dalam
keluarga tersebut tidak ada pria yang mampu menafkahi keluarganya (Todaro
& Smith, 2006: 81).
Sebagian wanita mengalami trauma karena tindak kekerasan dalam rumah
termasuk pembatasan hak-hak wanita dalam kegiatan ekonominya. Terlepas dari
2
semua kondisi kehidupan wanita yang memprihatinkan, wanita khususnya yang
hidup di negara berkembang sebenarnya memiliki peran tersendiri sebagai salah
satu instrumen pengentasan kemiskinan. Berdasarkan beberapa bukti
emipiris, tingkat pengembalian (rate of return) dari investasi pendidikan kaum
wanita lebih tinggi dibanding dengan tingkat pengembalian dari investasi
pendidikan kaum pria. Hal ini menunjukan bahwa kaum wanita dapat
memberikan produktivitas kerja yang lebih tinggi dibanding kaum pria. Bahkan
dengan pendidikan wanita yang lebih tinggi, untuk jangka panjang wanita tersebut
dapat menjamin kualitas intelejensi anak-anaknya sehingga berguna untuk masa
depan. Apalagi Perempuan kepala keluarga di Indonesia Di tahun 2010, Biro
Pusat Statistik (BPS) memperkirakan terdapat 65 juta keluarga di Indonesia. Dari
keluarga-keluarga tersebut, 14% (9 juta) nya dikepalai oleh perempuan. BPS
mendefinisikan kepala keluarga sebagai seorang yang bertanggung jawab atas
kebutuhan sehari-hari sebuah keluarga atau seorang yang dianggap kepala dari
keluarga tersebut.
Kondisi demikian juga sejalan dengan apa yang telah disampaikan oleh
Komnas Perempuan yang kemudian membentuk sebuah program yang
melindungi hak-hak para wanita yaitu PEKKA. Data Susenas Indonesia tahun
2007 menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga yang dikepalai perempuan
mencapai 13.60% atau sekitar 6 juta rumah tangga yang mencakup lebih dari 30
juta penduduk. Jika dibandingkan data tahun 2001 ketika PEKKA pertama
digagas yang kurang dari 13%, data ini menunjukkan kecenderungan
peningkatan rumah tangga yang dikepalai perempuan rata-rata 0.1% pertahun.
Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974, dalam
3
kehidupan sosial politik dan kemasyarakatan di Indonesia, kepala keluarga
adalah suami atau laki-laki. Oleh karena itu keberadaan perempuan sebagai
kepala keluarga tidak sepenuhnya diakui baik dalam sistem hukum yang berlaku
maupun dalam kehidupan sosial masyarakat. Sebagai akibatnya perempuan
kepala keluarga menghadapi diskriminasi hak dalam kehidupan sosial politiknya
(PEKKA, 2010). Rumah tangga yang dikepalai perempuan umumnya miskin
dan merupakan kelompok termiskin dalam strata sosial ekonomi di Indonesia.
Hal ini sangat terkait dengan kualitas sumberdaya perempuan kepala keluarga
yang rendah. Data dasar Sekretariat Nasional PEKKA di 8 provinsi menunjukkan
bahwa PEKKA umumnya berusia antara 20 – 60 tahun, lebih dari 38.8% buta
huruf dan tidak pernah duduk di bangku sekolah dasar sekalipun. Sebagian
wanita menghidupi antara 1-6 orang tanggungan, bekerja sebagai buruh tani dan
sektor informal dengan pendapatan rata-rata kurang dari Rp 10.000 per hari.
PEKKA (Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga) adalah sebuah LSM
Indonesia yang didirikan pada tahun 2001 yang bekerja dengan lebih dari 12.000
perempuan kepala keluarga melalui sebuah jejaring yang terdiri dari 500
kelompok PEKKA yang tersebar di 330 desa di 8 Propinsi di Indonesia, termasuk
NAD, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur, Maluku Utara dan Sulawesi Tenggara dan sekarang PEKKA
sudah meluas sampai di 19 propinsi.
Di Aceh pada tahun 2002 mulai dibentuk kelompok PEKKA di lima
kabupaten yaitu: Aceh Besar, Pidie, Bireun, Aceh Timur dan Aceh Barat Daya.
Pada tahun 2007, diperluas sampai ke kabupaten Aceh Jaya dan Singkil, sekarang
wilayah PEKKA di Aceh sudah meliputi 9 kabupaten yaitu Aceh Besar, Pidie,
4
Bireun, Idi Rayeuk, Aceh Jaya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, dan Aceh
Singkil. Di Aceh, ada ribuan perempuan yang menjadi kepala keluarga akibat
terjadinya konflik yang berkepanjangan, karena cerai hidup, ditelantarkan atau
tidak menikah, perempuan yang menikah tetapi menghidupi keluarga karena
suami sakit, cedera, tidak dapat bekerja, atau bekerja diluar negeri dan suaminya
tersebut tidak membiayai kebutuhan ekonomi keluarga juga dapat menjadi
anggota PEKKA. Sampai tahun 2005 setelah gempa bumi dan Tsunami pada 26
desember 2004 telah banyak membuat anggota PEKKA meninggal, ratusan rumah
dan ratusan sumber penghidupan mereka hancu, Yang tersisa hanyalah semangat
untuk bangkit mereka yang tidak pernah mati, berjuang dalam ketidakpastian.
Dikabupaten Aceh Barat Daya masih banyak terdapat perempuan sebagai
kepala keluargaterutama yang tinggal didaerah pedesaan, salah satu daerah
tersebut berada di Kecamatan Tangan-tangan yang merupakan salah satu
Kecamatan dari 9 Kecamatan di Kabupaten Aceh Barat Daya, jarak dengan
ibukota kabupaten adalah ± 13 Km, penduduknya didominasi oleh petani, hanya
sebagian kecil yang berprofesi sebagai Pengusaha dan Pegawai Negeri. PEKKA
sudah terbentuk di Kecamatan Tangan-tangan sejak tahun 2002 dan sudah mulai
membentuk kelompok-kelompok di gampong, walau agak sedikit sulit mengajak
para janda bergabung namun PEKKA terus bersosialisasi tentang pentingnya
berkelompok agar kehidupan mereka lebih maju dan berkembang. Seiring
berjalannya waktu dari 15 gampong yang ada di Kecamatan Tangan-tangan hanya
2 gampong yang belum terbentuk kelompok PEKKA, ini karena kesadaran
masyarakat yang masih sangat rendah akan pentingnya berorganisasi dan
berkelompok.
5
Perempuan kepala keluarga yang tergabung dalam kelompok PEKKA di
Kecamatan Tangan-tangan merupakan keluarga sangat miskin, faktor utama yang
menyebabkan Janda sulit untuk maju dan berkembang adalah akses keadilan yang
kurang, baik dalam masalah sosial, hukum dan politik. Janda sering
termarjinalkan dan dipandang sebelah mata dan susah dalam berbagai pengurusan
seperti KTP, akta kelahiran anak, mendapatkan Bantuan Langsung Tunai (BLT),
beras miskin (RASKIN), Jaminan Kesehatan untuk mayarakat Miskin
(JAMKESMAS), perebutan hak asuh anak dalam keluarga janda serta dalam hal
akses modal untuk membuka usaha karena dianggap perempuan sebagai kepala
keluarga tidak akan mampu mengembalikan modal pada waktu yang di tentukan.
PEKKA.
Berdasarkan uraian di atas maka, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul Peranan Program Pemberdayaan Perempuan Kepala
Keluarga (PEKKA) Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Janda Di
Kecamatan Tangan-Tangan Kabupaten Aceh Barat Daya ?.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah:
1. Bagaimana peranan Program Pemberdayaan Perempuan Kepala keluarga
(PEKKA) dalam meningkatkan kesejahteraan janda di Kecamatan
Tangan-tangan Kabupaten Aceh Barat Daya?
2. Apa kendala yang dihadapi PEKKA dalam meningkatkan kesejahteraan
janda di Kecamatan Tangan-tangan Kabupaten Aceh Barat Daya?
6
1.1.1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang di atas, adapun tujuan penelitian ini
ialah:
1. Untuk mengetahui bagaimana peranan PEKKA dalam meningkatkan
kesejahteraan janda?
2. Untuk mengetahui kendala-kendala apa saja yang dihadapi PEKKA
dalam meningkatkan kesejahteraan jandadi Kecamatan Tangan-tangan
Kabupaten Aceh Barat Daya?
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Mamfaat teoritis
1. Untuk dapat meningkatkan kemampuan berfikir peneliti melalui karya
ilmiah, sekaligus penerapan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh
guna mendukung teori yang teori yang telah ada.
2. Menambah referensi bagi peneliti selanjutnya, yang juga ingin
melakukan penelitian yang sama dengan penulis.
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu imformasi
yang berisikan tentang peranan program PEKKA dalam meningkatkan
kesejahteraan janda khususnya bermanfaat bagi warga di kecamatan
Tangan-tangan dan umumnya bermamfaat bagi pemerintah daerah.
2. Dapat dijadikan referensi bagi akademik serta mahasiswa program ilmu
studi Administrasi Negara, yang juga nantinya akan melakukan
penelitian yang sama dengan penulis.
7
1.5. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran yang jelas dalam penulisan skripsi ini ditulis
dengan struktur berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab ini terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
mamfaat penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab ini yang memuat tentang teori-teori yang mendukung penelitian.
Bab III Metodologi Penelitian
Pada Bab ini berisi tentang metodologi penelitian, sumber data dan
teknik pengumpulan data, instrument penelitian, teknik analisis data,
pengujian kredibilitas data dan teknik penentuan informan.
Bab IV Hasil dan Pembahasan
Memuat tentang uraian laporan hasil penelitian dan pembahasan hasil
penelitian.Yakni deskripsi dari interprestasi data-data yang diperoleh.
Bab V Penutup
Berisi kesimpulan dan saran
vii
ABSTRAK
TRISNA SUSIANDA. Perana Program Pemberdayaan Perempuan kepala
keluarga (PEKKA) dalam Meningkatkan Kesejahteraan Janda di
Kecamatan Tangan-tangan Kabupaten Aceh Barat Daya, pembimbing I,
Said Fadhlain S.IP. Pembimbing II, Saiful Asra, M.Soc.sc
Pembangunan merupakan hal terpenting yang harus ditingkatkan demi tercapai
masyarakat yang adil makmur dan sejahtera. Di Negara-negara ketiga masyarakat
yang hidup di dalam lingkaran kemiskinan adalah masyarakat yang hidup di
dalam keluarga yang dikepalai oleh wanita karena tidak ada yang mampu
menafkahinya. Sejak tahun 2001 komnas perempuan telah meluncurkan Program
Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) yang bertujuan untuk
pemberdayaan Perempuan dalam rangka ikut berkontribusi membangun tatanan
masyarakat yang sejahtera adilgender dan bermartabat. PEKKA yang
dilaksanakan di Kecamatan Tangan-tangan sejak tahun 2002 sampai dengan
sekarang berbagai program telah dilaksanakan. Permasalahan dalam penelitian ini
adalah bagaimana peranan program (PEKKA) dalam meningkatakan
kesejahteraan janda dan apa saja kendala yang dihadapi PEKKA dalam
meningkatkan kesejahteraan janda di kecamatan Tangan-tangan kabupaten Aceh
Barat Daya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan Program
PEKKA dalam meningkatkan kesejahteraan janda dan untuk mengetahui kendala-
kendala yang dihadapi PEKKA dalam meningkatkan kesejahteraan janda di
kecamatan Tangan-tangan Kabupaten Aceh Barat Daya. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sumber data
yang diperoleh adalah sumber data primer dan skunder. Teknik pengumpulan data
yaitu observasi wawancara dan dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian
didapatkan bahwaprogram PEKKA di Kecamatan Tangan-tangan sudah sangat
banyak membantu keluarga janda. Peranan PEKKA sangat terlihat terhadap
peningkatan pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga yang tergolong miskin
sebelum dan sesudah bergabung dengan kegiatan PEKKA di kecamatan Tangan-
tangan. Disamping itu dalam pelaksanaan juga masihterdapat kelemahan dan
kendala-kendala baik oleh pengelola maupun oleh anggota yang namun tidak
begitu berpengaruh terhadap proses pelaksanaan program PEKKA secara umum.
Kata Kunci : Peranan, Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga
(PEKKA), Kesejahteraan, dan Janda.
viii
ABSTRACT
TRISNA SUSIANDA. Role Of Program Enableness of Woman of family
head ( PEKKA) in Improving Prosperity of Widow in District Of Hands Sub-
Province Acheh South-West, counsellor of I, Said Fadhlain S.Ip. Counsellor
Of II, Saiful Asra, M.Soc.Sc
Development represent all important matter which must be improved by for the
shake of reached by society which is welfare and justice and is secure and
prosperous. In third Nations of society which is life in poorness circle is society
which is life in family headed by woman for no capable to do it maintain. Since
year 2001 woman komnas have launched Program Enableness Of Woman of
Family Head ( PEKKA) with aim to for the enableness of Woman in order to
following to have contribution develop;build secure and prosperous society
tatanan of adilgender and is prestigious. executed PEKKA in District of Hands
since year 2002 up to now various program have been executed. Problem of this
research is how role of program ( PEKKA) in meningkatakan prosperity of widow
and any kind of constraint faced by PEKKA in improving prosperity of widow in
district of Hands Acheh South-West sub-province. Target of this research is to
know role of Program of PEKKA in improving prosperity of widow and to know
constraints faced by PEKKA in improving prosperity of widow in district of
Hands Sub-Province Acheh South-West. Method Research the used is descriptive
method with approach qualitative. Source of data the obtained is the source of
primary data and of skunder. Technique data collecting that is observation
interview and documentation. Pursuant to result of research got by PEKKA
bahwaprogram in District of Hands have plenty of assisting widow family. Role
of PEKKA very seen to make-up of enableness of Woman of impecunious
pertained Family Head before and after joining forces with activity of PEKKA in
district of Hands. Beside that in execution also weakness masihterdapat and
constraints either by organizer and also by member which but do not so have an
effect on to process execution of program of PEKKA in general.
Keyword : Role, Program Enableness Of Woman Of Family Head ( PEKKA),
Prosperity, and Widow.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian dahulu berfungsi untuk membantu penelitian yang penulis
lakukan. Penelitian sebelumnya telah mengkaji beberapa penelitian yang hampir
sama dan masih memiliki kaitan dengan variable dalam penelitian ini mengenai
peranan program Pemberayaan perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) dalam
meningkatkan kesejahteraan Janda. Berikut ini hasil penelitian terdahulu yang
pernah dilakukan oleh peneliti lainnya terkait masalah yang sama tentang
PEKKA.
Dalam penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Siska Sasmita, (2001) dari
Fakultas Ilmu-ilmu sosial (FIS) Universitas Negri Padang dengan judul “ Peranan
Perempuan Suku Minangkabau yang Menjadi Kepala Keluarga (PEKKA) Bagi
Penciptaan ketahanan Pangan Rumah Tangga Di Kecamatan Padang Timur ”,
pendekatan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan
pendekatan kualitatif. Penelitian ini lebih memfokuskan pada asfek Peranan
Perempuan Suku Minang kabau yang Menjadi Kepala Keluarga Bagi Penciptaan
ketahanan Pangan Rumah Tangga. Sementara penelitian yang akan dilakukan oleh
penulis lebih kepada peranan program pemberdyaan perempuan kepala keluarga
(PEKKA) Kecamatan Tangan-tangan Kabupaten Aceh Barat Daya.
Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa perempuan kepala keluarga
suku Minang Kabau dalam menciptakan ketahan pangan rumah tangga sangat
memprihatinkan, karena dari penghasilan mereka yang relatif kecil dan
9
meningkatnya harga kebutuhan sehari-hari membuat mereka tidak mampu
memenuni kebutuhan pangan keluarga yang diasuhnya.
Berbeda dengan kajian yang akan diteliti oleh penulis, yaitu mengenai
peranan Program Pemberdayaan Perempuan kepala keluarga (PEKKA) disini
penulis ingin mengetahui sejauh mana program- program yang dilaksanakan oleh
PEKKA berperan dalam meningkatkan kesejahteraan perempuan kepala keluarga
terutama janda.
2.2. Peranan
2.2.1 Pengertian Peranan
Berbicara mengenai peran, akan lebih jelas jika dikaitkan dengan posisi.
Posisi adalah situasi atau kedudukan seseorang didalam sukruktur sosial. Dan bila
dikaitkan dengan asfek penilaian tinggi atau rendah, maka sudah menggambarkan
status dari posisi tersebut, sedangkan peranan adalah asfek dinamis dari suatu
posisi, jika dikaitkan dengan kategori individu tertentu dalam sistem sosial, maka
telah ada menggambarkan peranan yang ada hubungannya dengan peran-peran
rumusan yang berlaku khusus untuk kategori yang bersangkutan Aida Vitayala
(dalam Ismah Salman, 2005:61)
Dalam hidup bermasyarakat, individu menerima suatu status dan
mendudukinya di dalam hubungan dengan status-status lainya. Apabila seseorang
melaksanakan hak-hak dan kewajiban yang melekat pada status itu atau
mewujudkannya, maka berarti ia melakukan sebuah peran.
Menurut Linton Ralph (2004: h. 148-150) Status dan peranan merupakan
ideal patterns bagi kehidupan sosial. Dan juga merupakan”model” untuk
10
mengorganisir sikap dan tingkah laku individu lainnya di dalam turut serta
mengekspresikan social pattern.
Lebih lanjut Linton Ralph (2004: h. 150) mengungkapkan selama tidak
ada intervensi dari sumber-sumber luar, maka makin sempurna para anggota
masyarakat menyesuaikan diri dengan status dan perannya, akan makin baik
fungsi masyarakat.
Menurut Soejono Soekanto (2002: h. 43) “peranan adalah aspek dinamisi
kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai
dengan kedudukannya, maka ia akan menjalankan suatu peranan”. Konsep tentang
peran (role) bahwa:
1. Bagian tugas utama yang harus dilakukan oleh manajemen.
2. Pola perilaku yang diharapkan dapat menyertai suatu status.
3. Bagian suatu fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata
4. Fungsi yang diharapkan dari seorang atau terjadinya karakteristik yang ada
padanya.
5. Fungsi setiap variable dalam hubungan sebab akibat.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa bahwa peranan
merupakan penilaian sejauh mana fungsi seseorang atau bagian dalam menunjang
usaha pencapaian tujuan yang ditetapkan atau ukuran mengenai hubungan dua
variabel yang mempunyai hubungan sebab akibat.
2.2.2 Peran Perempuan
Calvin dan Gardner (dalam Ismah Salman, 2005: 63) mengklarifikasi
strategi-strategi coping yang ada dalam tipe-tipe peran perempuan, yaitu:
11
1. Tipe I: Mendefinisikan ulang peran struktural (structural role definition)
mencakup kegiatan kegiatan mendefinisikan kembali peran-peran dari diri
dan orang-orang yang terlibat supaya lebih sesuai dengan situasi yang ada,
misalnya dengan memberiakan peran-peran yang baru pada masing-masing
anggota keluarga, baik istri, suami, anak, atau pihak lain.
2. Tipe II: Mendefinisikan ulang peran personal (personal role difinitation)
yaitu mendefinisikan kembali peran-peran personal yang diemban oleh
individu perempuan, tanpa harus mengubah lingkungan.
3. Tipe III: Tingkahlaku peran reaktif (reactive role behaviour) yaitu ussaha
individu melaksanakan semua peran dan tuntutan yang ada dengan maksud
untuk memuaskan semua pihak (syndrome superwomen).
Dari semua tipe coping di atas, yang paling efektif dan sesuai dengan ajaran
islam serta kemampuan perempuan sebagai manusia, maka tipe I lebih tepat untuk
dikembangkan, baik untuk individu maupun organisasi perempuan. Dalam
kenyataan, kebanyakan pekerja perempuan, dalam rumah tangga bersifat rangkap
tiga; pertama, sebagai ibu dengan tugas reproduktif melahirkan), kedua,
melaksanakan fungsi produktif dengan menghasilkan uang untuk kepentingan
keluarga, dan ketiga sebagai anggota masyarakat.
Menurut Aida (dalam Ismah Salman.2005: 63) pemilihan peran yang akan
terjadi dapat terbentuk melalui:
1. Peran Tradisi, menempatkan perempuan dalam fungsi reproduktif
(mengurus rumah tangga, melahirkan dan mengasuh anak, mengayomi
suami). Hidupnya seratus persen untuk keluarga. Pembagian kerja sangat
jelas, perempuan dirumah, laki-laki diluar rumah
12
2. Peran Transisi, mempolakan peran tradisi lebih utama dari yang lain.
Pembagian tugas menurut aspirasi jender tetap eksis mempertahankan
keharmonisan dan urusan rumah tangga tetap menjadi tanggung jawab
perempuan.
3. Dwi Peran, memposisikan perempuan dalam kehidupan dua dunia, peran
domestik-publik sama penting. Pendapat suami menjadi pemicu ketegaran
atau keresahan.
4. Peran Egalitarian, menyita waktu dan perhatian perempuan untuk kegiatan
diluar. Dukungan moral dan bentuk kepedulian laki-laki. Sangat hakiki
untuk menghindari konflik kepentingan.
5. Peran Kontemporer, adalah dampak pilihan perempuan untuk mandiri dalam
kesendirian. Jumlahnya belum banyak tetapi benturan demi benturan dari
dominasi yang belum terlalu peduli kepada kepentingan perempuan
mungkin akan meningkatkan populasinya.
2.3 Program Pembardayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA)
Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluaraga (PEKKA) merupakan sebuah
lembaga yang mengorganisir masyarakat miskin khususnya perempuan-
perempuan yang menjadi kepala keluarga. PEKKA mulai digagas pada akhir
tahun 2000 dari rencana awal Komnas Perempuan yang ingin
mendokumentasikan kehidupan janda di wilayah konflik dan keinginan Program
Pengembangan Kecamatan (PPK) merespon permintaan janda korban konflik di
Aceh untuk memperoleh akses sumber daya agar dapat mengatasi persoalan
ekonomi dan trauma mereka. Semula upaya ini diberi nama“widows project”
yang sepenuhnya didukung dana hibah dari Japan Social Development
13
Fund(JSDF) melalui Trust Fund Bank Dunia. KOMNAS Perempuan kemudian
meminta Nani Zulminarni, pada saat itu adalah ketua Pusat Pengembangan
Sumberdaya Wanita (PPSW), menjadi Koordinator program ini.
Melalui proses refleksi dan diskusi intensif dengan berbagai fihak, Nani
kemudian mengusulkan mengintegrasikan kedua gagasan awal ini ke dalam
sebuah upaya pemberdayaan yang lebih komprehensif. Untuk itu “Widows
Project” atau “Proyek untuk Janda” diubah tema dan judulnya menjadi lebih
provokatif dan ideologis, yaitu dengan menempatkan janda lebih pada kedudukan,
peran, dan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga. Selain itu, upaya ini
diharapkan mampu pula membuat perubahan sosial dengan mengangkat martabat
janda dalam masyarakat yang selama ini terlanjur mempunyai stereotype negatif.
Oleh karena itu Nani mengusulkan judul Program Pemberdayaan Perempuan
Kepala Keluarga atau disingkat Program PEKKA yang disepakati oleh semua
fihak. Selanjutnya kata PEKKA juga dipergunakan untuk menyingkat Perempuan
Kepala Keluarga.
2.3.1 Profil Perempuan Kepala Keluarga
Seknas PEKKA mendampingi Perempuan miskin yang melaksanakan
peran dan tanggung jawab sebagai pencari nafkah, pengelola rumah tangga, dan
pengambil keputusan dalam keluarga yang mencakup:
1. Perempuan yang ditinggal/dicerai hidup.
2. Perempuan yang suaminya meninggal dunia.
3. Perempuan yang membujang atau tidak menikah
4. Perempuan bersuami, tetapi oleh karena suatu hal, suaminya tidak dapat