BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dibidang kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat agar tingkat kesehatan masyarakat menjadi lebih baik. Pembangunan kesehatan gigi adalah integral pembangunan kesehatan nasional ini berarti untuk melaksanakan pembangunan dibidang kesehatan. Sebaliknya bila ingin melaksanakan pembangunan dibidang kesehatan gigi, tidak boleh melupakan kerangka yang lebih luas, yaitu pembangunan dibidang umumnya. (Ismu Suwelo, 1997). Penanganan kesehatan gigi yang baik adalah cara perawatan kesehatan gigi anak yang dapat dilaksanakan secara nyaman dan menyenangkan. Menurut Noerdin (2002) bahwa kesulitan yang sering terjadi pada perawatan gigi anak adalah pada saat pasien anak menunjunkkan sikap non 1
46
Embed
Peranan Orang Tua Terhadap Keberhasilan Perawatan Gigi Anak
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan dibidang kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat agar tingkat kesehatan masyarakat menjadi lebih baik.
Pembangunan kesehatan gigi adalah integral pembangunan kesehatan nasional ini
berarti untuk melaksanakan pembangunan dibidang kesehatan. Sebaliknya bila ingin
melaksanakan pembangunan dibidang kesehatan gigi, tidak boleh melupakan
kerangka yang lebih luas, yaitu pembangunan dibidang umumnya. (Ismu Suwelo,
1997).
Penanganan kesehatan gigi yang baik adalah cara perawatan kesehatan gigi
anak yang dapat dilaksanakan secara nyaman dan menyenangkan. Menurut Noerdin
(2002) bahwa kesulitan yang sering terjadi pada perawatan gigi anak adalah pada
saat pasien anak menunjunkkan sikap non kooperatif berupa rasa takut dan cemas
pada dokter gigi atau perawat gigi yang akan dilakukan (Hendrastuti 2003).
Suatu perawatan kesehatan gigi pada pasien anak dapat berhasil apabila
terdapat kerja sama yang baik antara perawat gigi atau dokter gigi dengan pasien anak
serta orang tua anak perawat gigi atau dokter gigi dituntut untuk mempunyai
keterampilan dan pengetahuan yang baik dalam penanganan anak secara psikologis,
sedangkan orang tua anak diharapkan dapat memberi pengertian dan dorongan
1
kepada anak agar mau melakukan perawatan gigi yang akan dilakukan kepadanya.
(Hendrastuti 2003).
Dalam perawatan gigi perilaku anak dapat dipengaruhi oleh latar belakang
kehidupannya. Sikap orang tua atau keluarga terhadap anak serta pengalaman
sebelum ke balai pengobatan gigi atau lingkungan anak itu berada, dapat
mempengaruhi tingkah laku anak pada dasarnya orang tua anak yang paling banyak
mengetahui sikap anak itu sendiri, oleh karena peranan orang tua sangat besar untuk
memerlukan keberhasilan perawatan gigi anak (Soegiyono 1990).
Berdasarkan hal tersebut diatas maka penulis mencoba mengkaji tentang
“peranan orang tua dalam keberhasilan perawatan gigi anak”. Sehingga dalam
perawatan gigi anak tidak lagi timbul rasa cemas dan takut yang dapat mempengaruhi
keberhasilan perawatan gigi anak.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang maka dirumuskan permasalahan bahwa
“Bagaimanakah peranan orang tua terhadap keberhasilan perawatan gigi anak? ”.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui peranan orang tua dalam keberhasilan orang tua dalam
perawatan gigi anak
2. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui sikap dan perilaku anak terhadap keberhasilan
perawatan gigi anak
2
2) Untuk mengetahui penanggulangan sikap anak dalam perawatan gigi
anak yang tidak kooperatif
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi institusi terkait khususnya Dinas Kesehatan Gigi dan Mulut sebagai
sumber informasi dan dapat menjadi masukan dalam penanganan perawatan
gigi pada anak.
2. Bagi institusi terkait khususnya Akademi Kesehatan Gigi (AKG) dapat
memberikan informasi tentang peranan orang tua terhadap keberhasilan
perawatan gigi pada anak.
3. Bagi peneliti merupakan salah satu sumber informasi dan bahan pengetahuan
yang menjadi informasi bagi masyarakat umum tentang peranan orang tua
terhadap keberhasilan perawatan gigi anak.
4. Bagi peneliti selanjutnya dapat menambah wawasan dan untuk memperkaya
khasanah ilmu pengetahuan dibidang kesehatan gigi dan mulut dan
diharapkan menjadi salah satu bahan acuan bagi peneliti selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
A. Sikap dan Perilaku Orang Tua
1. Perilaku Orang Tua
Menurut Hendrastuti (2003) bahwa seorang anak dalam perawatan
gigi menjadi pusat perhatian antara orang orang tua dan dokter gigi. Dokter
gigi/ perawat gigi harus mempunyai pengetahuan dasar tentang perawatan
gigi anak serta dapat mengamati bagaimana hubungan anak tersebut dengan
orang tuanya. Sikap orang tua yang berpengaruh pada anak dalam perawatan
gigi antara lain (Hendrastuti, 2003).
a. orang tua yang otoriter
sikap orang tua yang otoriter kepada anaknya membuat anak cenderung
patuh bertingkah laku baik, ramah dan kooperatif terhadap perawatan gigi.
b. orang tua yang melindungi
orang tua yang melindungi menyebabkan anak akan mengalami
keterlambatan dalam pematangan sosial dan aturan sosial, anak menjadi
berdaya malu dan memiliki perasaan-perasaan sebagai seorang yang selalu
berada di bawah. Sehingga orang tua cemas tentang kecemasan anaknya,
maka dokter atau perawat gigi harus memberikan waktu yang lebih dalam
menjelaskan hal-hal yang berhubungan perawat gigi.
c. Orang tua yang terlalu sabar
4
orang tua yang terlalu memberi hati menunjukan perhatian yang berlebihan
terhadap anaknya. Orang tua semacam ini akan terlihat berhubungan
seperti seorang sahabat dengan anaknya.
d. Orang tua yang lalai
Biasanya orang tua yang tipe ini akan terlihat setelah kunjungan pertama
anaknya ke dokter gigi dan akan tampak pada perjanjian berikutnya,
dimana anak tersebut tidak kembali untuk perawatan selanjutnya.
Orang tua yang lalai membawa anaknya ke dokter gigi berupa motivasi
dan penyuluhan yang disampaikan oleh dokter gigi tidak dijalankan
dengan baik. Orang tua mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap
kesehatan gigi anaknya.
e. orang tua yang suka mencurigai
Sikap ini ditunjukan oleh orang tua yang mempertanyakan akan perlunya
perawatan gigi anak.
f. orang tua yang manipulatif
kebiasaan suka bertanya yang berlebih-lebihan pertanyaan berkisar berapa
lama waktu untuk perawatan sampai akhirnya mendiagnosa penyakit dan
proses perawatan (Hendrastuti, 2003).
Orang tua dengan secara tidak direncanakan mananamkan kebiasaan-
kebiasaan dari nenek moyang yang diwarisi dan pengaruh lain yang
diterimanya dari masyarakat. Si anak menerima daya peniruannya, dengan
segala senang hati kadang-kadang menyadari benar apa maksud dan tujuan
5
yang ingin dicapai dengan pendidikan itu. Kebiasaan tertentu yang diinginkan
untuk dapat dilakukan anak ditanamakan benar-benar sehingga seakan-akan
tidak boleh tidak dilakukan si anak. Dengan demikian si anak akan membawa
kemana pun pengaruh keluarga itu. Sekalipun ia sudah mulai berpikir lebih
jauh lagi. Inilah yang membuktikan bahwa anak didalam perkembangan
pribadinya, dipengaruhi oleh lingkungannya. Pengaruh itu tidak akan dapat
hilang begitu saja sekalipun pada waktu besarnya si anak telah meninggalkan
lingkungan itu dan hidup di lingkungan yang lain (Agus Sujanto, dkk, 2001).
Didalam hal itu tentu saja peranan orang tua sangat menentukan justru
merekalah berdua yang memegang tanggung jawab seluruh keluarga.
Merekalah yang menentukan kemana keluarga itu akan dibawah, warna apa
yang akan diberikan kepada keluarga itu. Hal ini sama sekali ditentukan oleh
orang tua. Kebanyakan anak meniru apa yang dilakukan oleh kedua orang
tuanya (Agus Sujanto, dkk, 2001).
2. Peranan Orang Tua Dalan Perkembangan Anak
Peranan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam
suatu peristiwa (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1994).
Keluarga memiliki peranan sangat penting dalam upaya
mengembangkan pribadi anak perawatan orang tua yang penuh kasih sayang
dan pendidikan tentang nilai-nilai pendidikan baik agama maupun sosial
budaya yang diberikannya merupakan faktor yang baik untuk mempersiapkan
6
anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat (Syamsul Yusuf,
2000).
Anak membutuhkan orang lain dalam perkembangannya. Dan orang
lain yang paling utama dan pertama yang bertanggung jawab adalah orang tua
sendiri. Orang tuanyalah yang bertanggung jawab secara penuh dalam
memenuhi kebutuhan anak baik secara organis maupun psikologis (Singgih,
1990).
Ada satu anggapan mengatakan anak didik itu merupakan kertas putih
yang masih kosong karenanya peranan orang tua sangat menentukan dalam
pembentukan kepribadian sang anak, orang tua akan menurun kepada
anaknya. Justru karena itu, selama anak masih dibawah asuhan orang tua
hendaknya orang tua dapat memberikan contoh-contoh yang baik dalam
kehidupan sehari-hari malahan lebih dari itu orang tua aktif
mempengaruhi /mengarahkan, bila keperluan memaksakan agar anaknya
menjadi manusia susila. Akan tetapi semua itu harus dijalankan dengan secara
penuh kasih sayang kepada sang anak (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1993).
Untuk dapat melakukan upaya pencegahan terhadap kesehatan, orang
tua harus memberi bimbingan antisipasi kepada anak. Pendidikan kesehatan
harus diperhatikan bahwa pendidikan kesehatan suatu proses terjadi
perubahan perilaku orang tua sehingga memerlukan waktu yang relatif lama
karena mengubah perilaku orang tua bukan suatu hal yang mudah.
7
Anak sebagai buah hati orang tua, tentu akan diupayakan semaksimal
mungkin agar berkembang secara optimal, termasuk mendapat perawatan
gigi dan mulut secara rutin. Tapi, kebanyakan orang tua mengeluh kesulitan
membawa anaknya ke dokter gigi. Sebuah dilema yang harus dihadapi.
(Runkat, 2000).
Peranan orang tua diperlukan untuk mendapatkan gigi yang sehat
pada anak-anak. Orang tua memiliki pengetahuan tentang kesehatan gigi
yang baik mengajarkan cara hidup sehat terhadap anaknya akan mungkin
mendapat anak-anak dengan gigi yang sehat. Orang tua sangat berperan
dalam menumbuhkan kebiasaan pada anak-anak dalam menyikat giginya.
Tetapi pengetahuan seseorang belum tentu mampu memotivasi orang tersebut
untuk berperilaku sehat, karena proses peralihan dari mengetahui sampai
melakukan bukanlah suatu proses sederhana. Proses tersebut meliputi banyak
variabel yang terhimpun dalam sikap atau penilaian seseorang terhadap
sesuatu (Prasetyo, 2003).
B. Perawatan Gigi Anak
Banyak yang mengeluh bahwa perawatan gigi anak, terutama anak
balita, sulit dan memerlukan banyak waktu. Keluhan tersebut dapat
dimengerti karena sebagian besar anak tidak mau diperiksa giginya dan
banyak orang tua yang belum sadar akan perlunya perawatan gigi anak.
Selain itu juga biaya perawatan gigi yang cukup tinggi dan anak harus
berkalai-kali datang.
8
Biasanya anak hanya akan dibawah ke dokter gigi bila mengeluh
sakit gigi, padahal kalau anak mengeluh sakit gigi, boleh dipastikan bahwa
gigi anak tersebut sudah berlubang dan cukup dalam (Ismu Suwelo, 1997).
Sebagian dokter gigi juga enggan atau selalu mangalami kesulitan bila
merawat gigi anak. Padahal keadaan gigi anak yang dijumpai di klinik sudah
parah dan anak menderita sakit gigi anak jadinya memerlukan banyak waktu
dan biaya. Telah diketahui bahwa gigi sulung berperan penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan muka, yang berkaitan dengan fungsi
mengunyah, membentuk propel, dan petunjuk arah gigi tetapnya yang akan
erupsi. Kalau gigi sulung rusak atau anak menderita sakit gigi sampai demam,
maka selain terganggunya kesehatan umum, yang berakibat terganggunya
pertumbuhan dan perkembangan anak juga, dan pertumbuhan dan
perkembangan anak akan terganggunya selain itu secara emosional anak
mengeluh sakit gigi dan akan menjadi persoalan keluarga, anak mengeluh
sakit gigi tapi tidak mau dibawah ke dokter gigi karena takut. Demikian juga
dengan orang tuanya tidak mau membawa ke dokter gigi dengan alasan
tertentu (Ismu Suwelo, 1997).
Begitu kompleksnya perawatan gigi anak dilihat dari pihak dokter
gigi, orang tua dan anak serta keadaan sosial ekonomi keluarga, sehingga gigi
anak disepelehkan atau kurang diperhatikan pada umumnya memang gigi
orang dewasa apalagi anak belum mendapat prioritas pelayanan kesehatan
yang memadai. Padahal kualitas sumber daya manusia perlu ditingkatkan
9
untuk bisa bersaing dalam era penuh persaingan disegala bidang saat ini. Bila
diamati bagaimana kita bisa meningkatkan sumber daya manusia tanpa
memperhatikan kualitas kesehatan gigi anak sejak dini. Keluhan dan bukti
sudah menunjukkan bahwa gigi juga merupakan faktor penentu bagi remaja
untuk diterima sebagai calon taruna AKABRI dan juga sabagai karyawan
swasta sehubungan dengan asuransi kesehatan (Ismu Suwelo, 1997).
1. Sikap dan Perilaku Anak Pada Perawatan Gigi
Menurut Shire dan Fogels (1962) cit. Soegiyono (1990) ada beberapa
tingkah laku anak yang selanjutnya disebut “Frankle Behavior Ratino
Scale” yang dibedakan atas 4 kategori ;
a. Jelas negatif ditunjukkan dengan menolak perawatan, menagis takut
atau bermacam-macam hal yang kesemuanya itu menunjukkan hal yang
negatif.
b. Negatif hal ini ditunjukkan dengan ketidak kooperatifnya anak dengan
dokter gigi, seperti sikap bersungguh-sungguh tidak menjawab
pertanyaaan dan sebaliknya.
c. Positif perawatan dapat dilaksanakan tetapi kadang-kadang agar suka
walau masih mau menuruti kehendak dokternya.
d. Jelas positif dapat bekerja sama dengan baik nasehat dokter gigi
diperhatikan dan menimbulkan situasi yang menyenangkan.
Menurut Soegiyono (1990) untuk melakukan perawat diperlukan
suatu kerja sama antara dokter gigi dan penderita. Hampir semua anak
10
diajak bekerja sama asal pendekatan antara anak dan dokter giginya
diperhatikan. Berdasarkan pengalaman di praktek pribadi, hal-hal berikut
ini sering dijumpai dan dapat menyulitkan perawatan gigi pada anak-anak.
a. Sangat tidak terkontrol
Anak usia muda antara 3-6 tahun mempunyai sifat tidak terkontrol.
Pada anak yang baru pertama dibawah ke dokter gigi kadang-kadang
reaksinya sudah terlihat pada waktu masih di ruang tunggu. Reaksinya
berupa tangisan keras menyepak-nyepak, menendang kakinya,
memukul tangan ibunya.
b. Melawan
Sikap melawan dapat di jumpai pada semua umur. Manifestasinya
dengan ucapan-ucapan tidak mau setiap akan dimulai perawatan.
Biasanya sifat ini dibawah oleh anak ini sering bertingkah laku yang
sama. Anak dengan tingkah laku ini mempunyai keberanian yang
cukup.
c. Pemalu
Anak pemalu masih lebih dapat diterima, dari pada anak yang melawan,
asal dokter menghadapinya harus dengan cara yang cepat. Sifat ini
dapat ditunjukan dengan berlindung pada ibunya, menarik-narik ibunya,
mencari-cari alasan.
d. Tegang
11
Tingkah laku anak yang tegang, berada dalam negatif dan positif. Pada
umumnya dapat menerima perawatan, dapat dikenali dengan gerak-
gerak, suara bergetar, matanya selalu mengikuti perubahan sikap
dokternya atau asistennya.
e. Menangis berkepanjangan
Anak yang menangis berkepajangan akan menunjukkan sifat dapat
diajak bekerja sama. Tangisannya menunjukkan manifestasinya
reaksinya tetapi ia tidak melawan waktu diadakan perawatan
(Soegiyono, 1990).
2. Hubungan Anak dengan Dokter Gigi/ Perawat Gigi
Anak kecil membutuhkan kasih sayang dan bimbingan dari orang tua
mereka. Kasih sayang itu penting dan itu berarti mencurahkan waktu untuk
menciptakan hubungan satu sama lain dengan anak anda. Akan tetapi, hal
itu tidak selalu berarti membiarkan ia melakukan apa yang diinginkan.
Bermain melihat-lihat buku dan membaca sebuah cerita untuknya sangat
penting dan anda harus meluangkan waktu untuk kegiatan ini. Tetapi, anak
anda juga harus belajar bahwa ada saatnya anda melakukan hal-hal lain. Dua
diantara hal terpenting yang harus diperlihatkan dalam kaitannya dengan
anak anda adalah kejujuran dan kekonsistenan (Addy, P.A, 1993)
Menurut Andlaw (1996) kebanyakan pasien merasa cemas pada
kunjungan pertama ke dokter gigi. Tujuan yang paling penting bagi dokter
12
gigi dan stafnya adalah menghilangkan rasa cemas ini. Resepsionis harus
menyambut anak dengan bersahabat dan gembira, ruang tunggu harus diisi
dengan suatu tentang anak. Jadi keseluruhan lingkungan tempat penerimaan
ruang tunggu harus mampu berkomunikasi persahabatan dan penyambutan
yang hangat. Satu hal yang harus diingat bahwa dalam keperawatan anak,
klien anda bukan hanya anak-anak semata, tetapi juga orang tua (Supartini,
2004).
Kebanyakan dokter gigi atau perawat gigi menangani pasien secara
halus, dan tidak melaksanakan pemakaian kekerasan, kebanyakan dokter
gigi atau perawat gigi anak sekali-sekali memakai ketidaksabaran secara
paksa melakukan penekanan memakai tangan secara sengaja untuk dapat
menjalani tingkat perawatan atau mengatasi pasien anak yang sulit untuk