PERANAN DEWAN PENGAWAS KOMISI PEMBERANTASAAN TINDAK PIDANA KORUPSI DITINJAU DARI UNDANG UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2019 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAAN TINDAK PIDANA KORUPSI SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh: LOISTRA GINTING NIM: 160200339 DEPARTEMEN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020 Universitas Sumatera Utara
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PERANAN DEWAN PENGAWAS KOMISI PEMBERANTASAAN
TINDAK PIDANA KORUPSI DITINJAU DARI UNDANG UNDANG
NOMOR 19 TAHUN 2019 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
LOISTRA GINTING
NIM: 160200339
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena
melalui berkat dan rahmat-Nya penulis berhasil menyelesaikan penyusunan
penulisan hukum berupa skripsi yang berjudul “PERANAN DEWAN
dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan
paling lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak tanggal permintaan
Komisi Pemberantasan Korupsi.
(4) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan membuat
dan menandatangani berita acara penyerahan sehingga segala tugas dan
kewenangan kepolisian dan/atau kejaksaan pada saat penyerahan tersebut beralih
kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
(5) Komisi Pemberantasan Korupsi dalam mengambil alih penyidikan dan/ atau
penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan kepada
penyidik atau penuntut umum yang menangani Tindak Pidana Korupsi.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e,
Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan,
dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi yang:
Universitas Sumatera Utara
40
a. melibatkan aparat penegak hukum, Penyelenggara Negara, dan orang lain yang
ada kaitannya dengan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak
hukum atau Penyelenggara Negara; dan/ atau
b. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah).
(2) Dalam hal Tindak Pidana Korupsi tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Komisi Pemberantasan Korupsi wajib menyerahkan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan kepada kepolisian dan/ atau kejalsaan.
(3) Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan supervisi terhadap
penyelidikan,penyidikan, dan/atau penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2)
Pasal 12
(1) Dalarn melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang
melakukan penyadapan.
(2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:
a. memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang
bepergian ke luar negeri;
b. meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang
keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang di periksa;
Universitas Sumatera Utara
41
c. memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir
rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain
yang terkait;
d. memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan
sementara tersangka dari jabatannya;
e. meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada
instansi yang terkait;
f. menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan
perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang
dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang
diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan Tindak
Pidana Korupsi yang sedang diperiksa;
g. meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain
untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar
negeri; dan
h. meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan
penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sedang ditangani.
Dalam melaksanakan tugas penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf e, penuntut pada Komisi Pemberantasan Korupsi melaksanakan koordinasi
sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Universitas Sumatera Utara
42
(1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), dilaksanakan
setelah mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas.
(2) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
berdasarkan permintaan secara tertulis dari Pimpinan Komisi Pemberantasan
Korupsi.
(3) Dewan Pengawas dapat memberikan izin tertulis terhadap permintaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (21 paling lama I x 24 (satu kali dua puluh
empat) jam terhitung sejak permintaan diajukan.
(4) Dalam hal Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi mendapatkan izin tertulis
dari Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Penyadapan
dilakukan paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak izin tertulis diterima dan
dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama.
Pasal 12c
(1) Penyelidik dan penyidik melaporkan Penyadapan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 ayat (1) yang sedang berlangsung kepada Pimpinan Komisi
Pemberantasan Korupsi secara berkala.
(2) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) yang telah selesai
dilaksanakan harus dipertanggungjawabkan kepada Pimpinan Komisi
Pemberantasan Korupsi dan Dewan Pengawas paling lambat 14 (empat belas) hari
kerja terhitung sejak Penyadapan selesai dilaksanakan.
Pasal 12D
Universitas Sumatera Utara
43
(1)Hasil Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) bersifat
rahasia dan hanya untuk kepentingan peradilan dalam Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
(2)Hasil Penyadapan yang tidak terkait dengal Tindak Pidana Korupsi yang
sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi wajib dimusnahkan seketika.
(3) Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (21 tidak
dilaksanakan, pejabat dan/atau orang yang menyimpan hasil Penyadapan dijatuhi
hukuman pidana
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 13
Dalam melaksanakan tugas untuk melaksanakan penetapan hakim dan
putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf f, Komisi
Pemberantasan
Korupsi berwenang melakukan tindakan hukum yang diperlukan dan dapat
dipertanggungiawabkan sesuai dengan isi dari penetapan hakim atau putusan
pengadilan.
Selanjutnya melihat bagaimana kewajiban KPK yang terdapat dalam pasal 15
yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi berkewajiban:
a. memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan
laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya Tindak Pidana
Korupsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. memberikan informasi kepada masyarakat yang memerlukan atau memberikan
bantuan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan hasil
Universitas Sumatera Utara
44
penuntutan Tindak Pidana Korupsi yang ditanganinya;
c. menyusun laporan tahunan dan menyampaikannya kepada Presiden Republik
Indonesia, Dewan Perwakilan Ralryat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa
Keuangan;
d. menegakkan sumpah jabatan;
e. menjalankan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya berdasarkan asas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5; dan
f. menyusun kode etik pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi.30
B. Pengaturan Hukum Tindak Pidana Korupsi di Indonesia
Setelah melihat bagaimana sejarah kelembagaan Anti korupsi hingga
melihaat KPK mulai dari terbentuknya serta apa tugas, wewenang dan
kewajibannya yang tujuannya adalah memberantaas tindak pidana korupsi di
Indonesia, maka selanjutnya akan membahas mengenai bagaimana pengaturaan
hukum Tindak Pidana Korupsi di Indonesia.
1. Dasar Hukum Tindak Pidana Korupsi di Indonesia
Dasar Hukum adalah norma hukum yang menjadi landasan bagi setiap
tindakan hukum oleh subjek hukum baik orang perorangan ataupun yang
berbentuk badan hukum. Selain itu dasar hukum juga dapat berupa norma hukum
atau ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang lebih baru dan atau
yang lebih rendah derajatnya dalam hirarki atau tata urutan peraturan
30 Undang-undang Republik Indonesia NO 19 Tahun 2019 Tentang Komisi Pemberantasaan
Tindak PIdana Korupsi
Universitas Sumatera Utara
45
perundangundangan. Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan
aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yaitu aturan-
aturan yang jika di langgar mengakitbatkan sanksi tegas dan nyata. Sumber
hukum atau dasar hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan
yang mengikat dan memaksa, sehingga apabila aturan-aturan itu dilanggar akan
menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya31
.
Pada dasarnya aturan-aturan yang jika dilanggar mengakibatkan sanksi
yang tegas dan nyata. Para ahli membedakan sumber hukum ke dalam 2 (dua)
bagian, yaitu Sumber hukum dalam arti material dan sumber hukum dalam arti
formal. oleh masyarakat.
a.Sumber Hukum dalam arti material, yaitu: suatu keyakinan/ perasaan hukum
individu dan pendapat umum yang menentukan isi hukum. Dengan demikian
keyakinan/ perasaan hukum individu (selaku anggota masyarakat) dan juga
pendapat umum yang merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
pembentukan hukum.
b.Sedangkan sumber hukum dalam arti Formal, yaitu: bentuk atau kenyataan
dimana kita dapat menemukan hukum yang berlaku. Jadi karena bentuknya itulah
yang menyebabkan hukum berlaku umum, diketahui, dan ditaati.
Menurut Undang-undang No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, berikut adalah tata urutan sumber-sumber hukum di
31
R.Suroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Grafika, 2005), hal.117-118
Universitas Sumatera Utara
46
Republik Indonesia:32
1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 beserta
Amandemennya
2. Undang-undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
3. Peraturan Pemerintah
4. Penetapan Presiden
5. Peraturan Daerah, yang dapat dibagi menjadi: Peraturan Daerah Provinsi
(Tingkat I), Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (Tingkat II), Peraturan
Daerah Desa
Sumber hukum yang dikenal di Indonesia terbagi dalam beberapa kategori, yaitu
sebagai berikut :
1. Sumber – sumber hukum materil ini dapat ditinjau dari segi atau beberapa
sudut, yaitu sudut ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat, dan lain sebagainya;
2. Sumber hukum formil terbagi lagi kedalam berbagai bagian, antara lain
yaitu; Undang – Undang, Kebiasaan, Keputusan Hakim ((yurisprudence),
Traktat (treaty), dan Pendapat Para Sarjana (doktrin).33
32
Undang-undang No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 33
CST.Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka,
1989), hal,46
Universitas Sumatera Utara
47
2. Undang- undang Tindak Pidana Korupsi
Untuk Pengaturan Hukum tindak pidana Korupsi di Indonesia sendiri,
adalah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001, hal ini sesuai dengan keputusan Tap. MPR Nomor XI/MPR/1998
kemudian ditetapkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mulai
berlaku sejak tanggal 16 Agustus 1999, dan dimuat dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140. Namun kemudian diadakan
perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tersebut dengan
ditetapkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001
Nomor 134 yang mulai berlaku pada tanggal 21 November 2001.
Alasan diadakannya perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
dapat diketahui dari konsiderans butir b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001,
yaitu antara lain untuk lebih menjamin kepastian hukum, menghindari keragaman
penafsiran hukum, memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan
ekonomi masyarakat, serta perlakuan adil dalam memberantas tindak pidana
korupsi.
Universitas Sumatera Utara
48
a. Undang- undang No 31 Tahun 1999
a. Bahwa tindakan pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus
diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. Bahwa akibat tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini selain merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, juga menghambat pertumbuhan dan
kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi;
c. Bahwa Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum
dalam masyarakat, karena itu perlu diganti dengan Undang-undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang baru sehingga diharapkan lebih
efektif dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi; d. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan e perlu
dibentuk Undang-undang yang baru tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
IX/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme.
Universitas Sumatera Utara
49
Pada undang undang ini pada BAB II menyebutkan tindak pidana korupsi
Pasal 2
(1). Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2). Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.
Pasal 3
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang
ada padanya karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
b.Undang-undang No 20 Tahun 2001
Undang undang ini mengatakan bahwa tindak pidana korupsi yang selama
ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga
telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat
Universitas Sumatera Utara
50
secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan
yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa kemudian untuk lebih
menjamin kepastian hukum, menghindari keragaman penafsiran hukum dan
memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, serta
perlakuan secara adil dalam memberantas tindak pidana korupsi, perlu diadakan
perubahan atas Undangundang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi; c berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud ,
perlu membentuk Undang-undang tentang Perubahan Atas Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; Mengingat
: 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar
1945; 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981. Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3209); 3. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggara Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3851; 4. Undang-undang No.31 Tahun 1999tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3874);
Dalam UU nomor 20 tahun 2001 pengertian korupsi tidak di paparkan
secara jelas tapi pengertian mengenai tiddak pidana korupsi terdapat pada bab 2
pasal dua yang berbunyi “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara
Universitas Sumatera Utara
51
dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00
(satu milyar rupiah).”34
Dalam penegakaan Tindak pidana korupsi di Indonesia sebelum terbitnya
UU Tindak Pidana Korupsi dan UU KPK dipakai Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana ( KUHP), meskipun tidak secara explisit menggunakan terminology
korupsi dalam rumusaan tindak pidana ( rumusan delik), beberapa pasal dalam
KUHP,(di antaranya pasal 209,210,418,419, dan pasal 420 KUHP), sesungguhnya
mengandung hakikat tindak pidana krupsi. Akan tetapi, dalam kaitannya dengan
perkembangan masyarakat, terutama sekali semenjak proklamasi kemerdekaan
Indonesia, ternyata pola perilaku koruptif mempunyai potensi yang cukup tinggi
untuk dijangkau oleh rumusaan hukum pidana yang terdapat di dalam kodifikasi,
terdapat ciri-ciri khusus yang melekat di dalam tindak pidana korupsi sebagai
salah satu bentuk” white collar crime” ( kejahatan yang dilakukaan oleh orang-
orang yang memiliki kedudukan social yang tertinggi dan terhormat dalam
pekerjaanya)35
Setelah lahirnya Undamg- undang Tindak Pidana korupsi penindakannya ialah
UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 2001 hanya memberikan
kualifikasi/pengelompokan mengenai jenis/bentuk Tindak Pidana Korupsi, yakni:
34
Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasaan Tindak Pidana Korupsi 35 Elwi Danil, Korupsi ; Konsep, Tindak Pidana, dan Pemberantasannya, (Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2011), hlm. 72.
Universitas Sumatera Utara
52
a) Kerugian keuangan negara (Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi);
b) Suap-menyuap (Pasal 5 ayat (1) huruf a, huruf b, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat
(1) huruf a, huruf b, Pasal 11, Pasal 12 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, Pasal 13
UU Tindak Pidana Korupsi);
c) Penggelapan dalam jabatan (Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 hurf a, huruf b, huruf c
UU Tindak Pidana Korupsi);
d) Pemerasan (Pasal 12 hurf e, huruf g, huruf f);
e) Perbuatan curang (Pasal 7 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, pasal 7
ayat (2), pasal 12 huruf h UU Tindak pidana korupsi),;
f) Benturan kepentingan dalam pegandaan (Pasal 12 huruf i UU TIPIKOR);
g) Gratifikasi (Pasal 12 B jo. Pasal 12 C UU Tindak Pidana Korupsi ).
Selain defenisi tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan diatas, masih ada
tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, yaitu :
a) Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi (Pasal 21 UU TIPIKOR);
b) Tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan tidak benar (Pasal 22
jo. Pasal 28 UU Tindak Pidana Korupsi);
c) Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka (Pasal 22 jo. Pasal
29 UU Tindak Pidana Korupsi);
d) Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu
(Pasal 22 jo. Pasal 35 UU TIPIKOR);
Universitas Sumatera Utara
53
BAB III
DIBENTUKNYA DEWAN PENGAWAS KOMISI PEMBERANTASAAN
KORUPSI DIKAITKAN PENEGAKAAN HUKUM TINDAK PIDANA
KORUPSI di INDONESIA
A. Latar Belakang Dibentuknya Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK)
Setelah membahas atau mengkaji mengenai Terbentuknya KPK hingga
pengaturan hukum bagi pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia, sekarang akan
membahas mengenai Dewan Pengawas KPK, yang diketahui badan ini baru
dibentuk setelah revisi undang-undang KPK dan menuai berbagai macam
perdebataan. Maka dari itu mari liat latar belakang terbentuknya Dewan
Pengawas KPK tersebut.
Di dalam kamus besar bahasa Indonesia arti kata pengawas ialah „‟orang
yang mengawasi‟‟ sedangkan Dewan Menurut KBBI ialah majelis atau badan
yang terdiri atas beberapa orang anggota yang pekerjaannya memberi nasihat,
memutuskan suatu hal, dan sebagainya dengan jalan berunding36
. Jadi dengan
demikian arti Dewan Pengawas Ialah kumpulan orang yang mengawasi, memberi
nasihat, memutuskan suatu hal, dan sebagainya dengan jalan berunding.
Kontrol atau pengawasan adalah fungsi di dalam manajemen fungsional
yang harus dilaksanakan oleh setiap pimpinan semua unit/satuan kerja terhadap
pelaksanaan pekerjaan atau pegawai yang melaksanakan sesuai dengan tugas
36 KBBI (Kamus Besar Bahasa Indoneisa)
Universitas Sumatera Utara
54
pokoknya masing-masing. Dengan demikian, pengawasan oleh pimpinan
khususnya yang berupa pengawasan melekat (built in control), merupakan
kegiatan manajerial yang dilakukan dengan maksud agar tidak terjadi
penyimpangan dalam melaksanakan pekerjaan. Suatu penyimpangan atau
kesalahan terjadi atau tidak selama dalam pelaksanaan pekerjaan tergantung pada
tingkat kemampuan dan keterampilan pegawai.
Muchsan berpendapat sebagai berikut: “Pengawasan adalah kegiatan
untuk menilai suatu pelaksanaan tugas secara de facto, sedangkan tujuan
pengawasan hanya terbatas pada pencocokan apakah kegiatan yang dilaksanakan
telah sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan sebelumnya (dalam hal ini
berwujud suatu rencana atau plan)”37
Kehadiran komisi negara independen yang sebagian besar diantaranya
difungsikan sebagai lembaga pengawas, telah memunculkan pertanyaan
mendasar, lembaga apakah yang ditugaskan menjadi pengawas atas Komisi
Pemberantasan Korupsi?38
Terdapat beberapa lembaga yang dapat mengawasi KPK:
a Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR adalah salah satu lembaga tinggi negara
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan
rakyat. DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang
dipilih melalui pemilihan umum. DPR merupakan perwakilan politik (political
representation) organ pemerintahan yang bersifat sekunder sedangkan rakyat
37 Ni‟matul Huda, Pengawasan Pusat terhadap Pusat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah, FH UII Press,Yogyakarta ,2007, hlm.33 38
Zainal Arifin Mochtar, Lembaga Negara Independen, Rajawali Press, Jakarta, 2016.hlm 40
Universitas Sumatera Utara
55
bersifat primer, sehingga melalui DPR kedaulatan rakyat bisa tercapai.Secara
umum, dipahami oleh masyarakat bahwa fungsi DPR meliputi fungsi legislatif, fungsi
pengawasan dan fungsi budget. Diantara ketiga fungsi tersebut terdapat fungsi
pengawasan yang dapat DPR gunakan untuk melakukan pengawasan terhadap KPK.
DPR dapat melakukan pengawasan terhadap suatu kebijakan serta pelaksanaan tugas-
tugas umum pemerintahan dan pembangunan.
b Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Ide pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan berasal dari bahasa belanda yaitu
raad van rekenkamer . Beberapa negara lain juga mengadakan lembaga yang
semacam ini untuk menjalankan fungsi-fungsi pemeriksaan atau sebagai external
auditor terhadap kinerja keuangan pemerintah. Fungsi pemeriksaan keuangan
yang dikaitkan dengan lembaga ini sebenarnya berkaitan erat dengan fungsi
pengawasan oleh parlemen. Oleh karena itu, kedudukan kelembagaan Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) ini sesungguhnya berada dalam ranah kekuasaan
legislative atau sekurang-kurangnya berhimpitan dengan fungsi pengawasan yang
dijalankan oleh DPR. Oleh karena itu, laporan hasil pemeriksaan yang dilakukan
oleh Badan Pemeriksa Keuangan ini harus dilaporkan atau disampaikan kepada
DPR untuk ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.
Berkaitan dengan pengawasan terhadap KPK, BPK dapat melakukan
pengawasan dengan cara melakukan pengawasan atas penggunaan keuangan
negara meliputi pengauditan terhadap penggunaan uang negara dan pengauditan
terhadap kinerja KPK itu sendiri baik itu di bidang penindakan maupun
Universitas Sumatera Utara
56
pencegahan seperti yang telah dipaparkan diatas. dilaporkan atau disampaikan
kepada DPR untuk ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.39
Berkaitan dengan pengawasan terhadap KPK, BPK dapat melakukan
pengawasan dengan cara melakukan pengawasan atas penggunaan keuangan
negara meliputi pengauditan terhadap penggunaan uang negara dan pengauditan
terhadap kinerja KPK itu sendiri baik itu di bidang penindakan maupun
pencegahan seperti yang telah dipaparkan diatas.
c Dewan Pengawas
Mulai dari tahun 2010 sampai 2019 terjadi pembahasan mengenai revisi
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pembahasan revisi Undang-Undang ini menuai pro dan kontra baik dari politisi
maupun rakyat awam sekalipun. Subtansi yang menjadi tawaran dalam revisi
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi,
satu diantaranya adalah tentang pembentukan Dewan Pengawas yang mengawasi
internal Komisi Pemberantasan Korupsi. Aturan mengenai Dewan Pengawasan
Komisi Pemberantasan Korupsi dimasukkan dalam pasal 37A sampai 37F di
dalam draft Rancangan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi. Adapun hal yang paling menarik perhatian adalah
subtansi pada pasal 37F yang menyatakan bahwa “ketentuan lebih lanjut tentang
tata cara pemilihan, pengangkatan, dan pemberhentian dewan pengawas diatur
39
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, diterbitkan atas kerja sama
Mahkamah Konstitusi dengan Pusat Studi HTN FH Universitas Indonesia, Jakarta, 2014, hlm 153
Universitas Sumatera Utara
57
dengan peraturan presiden…” dan pasal 12A sampai pasal 12F yang menyatakan
bahwa “penyadapan dilakukan oleh KPK harus seizing Dewan Pengawasan…”40
Jika konsep Dewan Pengawasan dalam pembahasan Revisi Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang diinginkan
DPR disahkan menjadi Undang-Undang, maka hal ini akan menjadi problem bagi
KPK karena berakibat akan melemahnya nilai-nilai independensi yang dimiliki
oleh KPK. Apabila Dewan Pengawas yang mengawasi internal KPK berada
dalam kontrol Presiden selaku pemimpin negara Indonesia maka rentan KPK akan
kehilangan kemerdekaan dalam memerangi korupsi yang sudah menjadi penyakit
di tanah air.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Ashad Kusuma Jaya salah
satu anggota Satgas Anti Korupsi Dewan Pimpinan Daerah Muhammadiyah
Cabang Yogyakarta, meskipun pengangkatan prosedur administrasi pimpinan
KPK melalui campur tangan Presiden dan DPR sebagai konsekuensi dari check
and balances akan tetapi KPK bertanggung jawab terhadap publik bukan kepada
eksekutif dan legislatif. Dalam konteks pengawasan internal terhadap Komisi
Pemberantasan Korupsi sudah dipaparkan dalam point sebelumnya, dengan
adanya pengawasan yang merdeka tanpa berada dibawah naungan infrastruktur
politik yang memonitor dan bahkan harus meminta izin kepada Dewan Pengawas
dalam melakukan penyadapan, tidak akan mencederai dan melemahkan asas yang
menjadi keistimewanya Komisi Pemberantasan Korupsi yaitu asas Independensi
selama pengawasan tersebut berada di dalam social control. Menurut salah satu
40
Ihsanudin, Ini Konsep Dewan Pengawasan Yang Diingankan DPR. Yang diakses dari
Dasar mula dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi adalah
mendorong kinerja Komisi Kejaksaan dan Kepolisian Republik Indonesia untuk
lebih baik dan lebih giat. Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki fungsi trigger
mekanisme yaitu mendorong pemberantasan korupsi, satu-satunya lembaga Luar
biasa ini bukan hanya masalah kewenangannya saja yang di antaranya menyadap
tanpa izin dan Mencekal orang waktu peyelidikaan,45
Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki tugas yang lain seperti
koordinasi supervisi dengan kepolisian Kejaksaan dan kementerian lembaga
selain monitoring dan evaluasi yang sifatnya mencegah. Pada realitanya Komisi
Pemberantasan Korupsi didirikan dari tahun 2002 hingga sekarang, Komisi
Pemberantasan Korupsi tidak dianggap kerja bila tidak menangkap orang Pipik
dengan begitu berarti komisi pemberantasan korupsi tidak menggunakan kan
seluruh potensi kewenangannya untuk menjalankan tugas-tugasnya dengan
perkiraan karena keterbatasan orang-orang yang ada di komisi pemberantasan
korupsi dan ataupun karena kemampuan dari Komisi Pemberantasan Korupsi
yang terbatas ataupun biaya yang terbatas , tapi di samping itu Komisi
pemberantas korupsi tidak boleh terlepas dari tugasnya itu mencegah dan minta
harapan berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi ketika KPK menindak 1
Kementerian seperti Kementerian Perhubungan dengan KPK langsung ambil
tugas atau yang disebut dengan koordinasi supervisi dengan terus diawasi Dan
manajemennya diperbaiki sampai benar baru dapat ditinggal untuk tugas yang
lainnya. pada realitanya sekarang KPK setelah melakukan OTT atau operasi
45 Ismail “Fungsi Penyidik KPK dalam Pemberantasaan Tindak Podana Korupsi Berdasarkan
Undang-undang No 30 Tahun 2002”. Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion Vol.02. (2013). Hlm 3
Universitas Sumatera Utara
63
tangkap tangan KPK kurang memaksimalkan tugasnya dengan koordinasi
supervisi fungsi koordinasi dan supervisi yang dilakukan oleh KPK ternyata
belum dapat dilaksanakan sebagaimana dikehendaki oleh ketentuan perundangan,
kedua fungsi ini tidak dapat diabaikan oleh KPK mengingat kedua fungsi tersebut
sangat penting penyidikan Tipikor yang dilakukan oleh penyidik kepolisian dan
Kejaksaan di daerah mana kala ditemui kesulitan menyidik kasus Tipikor.46
Salah satu masalah sangat serius Terjadi di Indonesia adalah soal korupsi.
Turki telah menjadi penyakit yang muncul perlahan-lahan sebagai momok yang
dapat membawa kehancuran bagi perekonomian negara. diakui atau tidak, praktik
korupsi yang terjadi dalam bangsa ini telah menimbulkan banyak kerugian titik
tidak saja bidang ekonomi maupun juga bidang politik sosial budaya maupun
keamanan.47
Oleh karena itu haruslah timbul gagasan untuk pembentukan lembaga
pengawas pada Komisi Pemberantasan Korupsi dikarenakan alasan yang meliputi:
Adanya asas abuse of power (penyalahgunaan wewenang) Secara garis besar
penyalahgunaan wewenang dibagi menjadi dua yaitu
1. Penyalahgunaan wewenang dalam tindak pemerintahan dan penyalahaan
wewenang dalam tindak pidana korupsi, penyalahguna wewenang /kewenangan
dalam tindak pemerintahan menurut konsep Hukum Tata Negara atau Hukum
Administrasi Negara selalu diparalelkan dengan konsep de‟tornement de puvoir.
Dalam Verklarend Woordenboek openbaar Bestuur dirumuskan bahwa
46 Hibnu Nigroho, “EfektifitasKordiniasi dan Superfisi dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi
Oleh KPK”, Jurnal Dinamika Hukum vol 13 no 3 September (2013) h. 393. 47 Deny styawati. KPK Pemburu Koruptor, Cet I( Yogyakarta: Pustaka Timur 2008), hlm 1
Universitas Sumatera Utara
64
penggunaan wewenang tidak sebagaimana mestinya. Dalam hal ini pejabat
menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain yang menyimpang dari tujuan yang
telah diberikan kepada wewenang itu. Hal ini sebagai bentuk pelanggaran asas
spesialitas (asas tujuan). Dalam pembuktian apakah terjadi penyalahgunaan
wewenang dilakukan dengan pembuktian factual bahwa pejabat tersebut telah
menggunakan kewenangannya utnuk tujuan lain. Implikasi penyalahgunaan
kewenangan Dalam tindakan pemerintah, tidak semata-mata kewenangan ter-
singkat, tetapi juga merupakan suatu kekuasaan bebas yang meliputi kebebasan
kebijakan dan kebebasan penilaian. Komisi Pemberantasan Korupsi dianggap
telah menjadi lembaga bus of power Karena sering menyalahgunakan prosedur
yang seharusnya dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu bahkan Komisi
Pemberantasan Korupsi dianggap telah melakukan kriminalisasi dalam
penyelidikannya terhadap petugas korupsi
2.Adanya super body
Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dipandang oleh banyak kalangan
hukum sebagai lembaga superbody negara memiliki kewenangan yang lebih besar
daripada kepolisian kejaksaan.48
Di dalam UU no 19 tahun 2019 ialah dalam Pasal 21 ayat 1 menyebutkan
(1) Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri atas:
a. Dewan Pengawas yang berjumlah 5 (lima) orang;
48 Ujuang Chandra S, Potensi Penyalahgunaan Kewenangan oleh Pejabat Adminstrasi Negara
dalam Pengambilaan dan Pelaksanaan Kebijakaan Public, Jurnal Wawasan Hukum, vol 27,No 2
september (2012) hlm.602
Universitas Sumatera Utara
65
b. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang terdiri dari 5 (lima) orang
Anggota KomisiPemberantasan Korupsi; dan
c. Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi.
Menurut penulis bahwa perlu adanya pengawasaan terhadaap KPK
agar setiap tugas, fungsi dan wewnangnya di jalankan sesuai peraturaan
perundang-undangan serta tidak terjadi abuse of power (penyalahgunaan
wewenang) yang mengambat penumpasaan tindak pidana korupsi di
Indonesia.
B. Fungsi dan Tugas Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) Dikaitkan Dengan Penegakkan Tindak Pidana Korupsi
Sebelumnya sudah membahas latar belakang yang menjadi terbentuknya
Dewan Pengawas KPK diliat dari naskah akdemik undang undang tersebut hingga
kedudukan Dewan Pengawas Dalam UU, serta arti kata dewan pengawas menurut
KBBI. Selanjutnya kita akan melihat Fungsi dan Tugas Dewan Pengawas. Dalam
kamus besar bahasa Indonesia arti Fungsi ialah jabatan (pekerjaan) yang
dilakukan sedangkan Tugas ialah sesuatu yang wajib dikerjakan atau yang
ditentukan untuk dilakukan; pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seseorang;
pekerjaan yang dibebankan49
, menurut penulis dewan Pengawas KPK suatu
jabatan yang mempunyai tugas yang wajib dikerjakaan apakah itu wewenang dan
hal hal lain yang berhubungan dengan dewan pengawas.
49 Tim Penyusun Pusat Kamus, kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), Jakarta: Balai
Pustaka,2007
Universitas Sumatera Utara
66
Di dalam Naskah Akademik RUU KPK menekankan adanya Dewan
Pngawas ini untuk menghindari abuse of power ( penyalahgunaan Kewenangaan )
sekarang kita akan melihat apa itu dewan pengawas KPK menurut Undang
undang No19 tahun 2019 di dalam Bab VA mengenai dewan pengawas pada pasal
37 A yang berisi
Pasal 37 A
(1)Dalam rangka mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi
Pemberantasan Korupsi dibentuk Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (1) huruf a.
(2) Anggota Dewan Pengawas berjurnlah 5 (lima) orang.
(3) Anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (21 memegang
jabatan selama 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang
sama hanya untuk I (satu) kati masa jabatan.
Pasal 37 B
(1) Dewan Pengawas bertugas:
a. mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi;
b. memberikan izin atau tidak memberikan Izin Penyadapan, penggeledahan,
dan/atau penyitaan;
c. menyusun dan menetapkan kode etik Pimpinan dan Pegawai Komisi
Pemberantasar Korupsi;
d. menerima dan laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran
Universitas Sumatera Utara
67
kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi atau
pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang ini;
e. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode
etik oleh Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi; dan
f. melakukan evaluasi kinerja Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan
Korupsi secara berkala 1 (satu) kali dalam 1(satu) tahun.
(2) Dewan Pengawas membuat laporan pelaksanaan tugas secara berkala 1 (satu)
kali dalam 1 (satu)tahun.
(3) laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Presiden
Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Pasal 37 C
(1) Dewan Pengawas dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37B membentuk organ pelaksana pengawas.
(2) Ketentuan mengenai organ pelaksana pengawas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 37 D
Untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 37A, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. sehat jasmani dan rohani;
d. memiliki integritas moral dan keteladanan;
e. berkelakuan baik;
Universitas Sumatera Utara
68
f. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan
yang diancam dengan pidana penjara paling singkat5 (lima) tahun;
g. berusia paling rendah 55 (lima puluh lima) tahun;
h. berpendidikan paling rendah S1 (sarjana strata satu);
i. tidak menjadi anggota dan/ atau pengurus partai politik;
j. melepaskan jabatan struktural atau jabatan lainnya;
k. tidak menjalankan profesinya selama menjadi anggota Dewan Pengawas; dan
l. mengumumkan harta kekayaannya sebelum dan setelah menjabat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 37 E
(1) Ketua dan anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37A
diangkat dan ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia.
(2) Dalam mengangkat ketua dan anggota Dewan Pengawas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Presiden Republik Indonesia membentuk panitia seleksi.
(3) Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur
Pemerintah Pusat dan unsur masyarakat.
(4) Setelah terbentuk, panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
mengumumkan penerimaan calon
(5) Pendaftaran calon dilakukan dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja secara
terus menerus.
(6) Panitia seleksi mengumumkan kepada masyarakat untuk mendapatkan
tanggapan terhadap nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Universitas Sumatera Utara
69
(7) Tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan kepada panitia
seleksi paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diumumkan.
(8) Panitia seleksi menentukan nama calon yang akan disampaikan kepada
Presiden Republik Indonesia.
(9) Dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak
tanggal diterimanya daftar nama calon dari panitia seleksi, Presiden Republik
Indonesia menyampaikan nama calon sebagaimana dimalsud pada ayat (8) kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk dikonsultasikan.
(10) Presiden Republik Indonesia menetapkan ketua dan anggota Dewan
Pengawas dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung
sejak
konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) selesai dilaksanakan.
(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan ketua dan anggota
Dewan Pengawas diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 37 F
(1) Ketua dan anggota Dewan Pengawas berhenti atau diberhentikan, apabila:
a. meninggal dunia;
b. berakhir masa jabatannya;
c. melakukan perbuatan tercela;
d. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan;
e. mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis; dan/ atau
f. tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga)bulan secara berturut- turut.
Universitas Sumatera Utara
70
(2) Dalam hal ketua dan anggota Dewan Pengawas menjadi tersangka tindak
pidana, ketua dan anggota Dewan Pengawas diberhentikan sementara dari
jabatannya.
(3) Ketua dan anggota Dewan Pengawas yang mengundurkan diri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e dilarang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun sejak
tanggal pengunduran dirinya menduduki jabatan publik.
(4) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dan ayat (2) ditetapkan
oleh Presiden Republik Indonesia.
Pasal 37 G
(1) Sebelum memangku jabatan, Ketua, dan anggotaDewan Pengawas wajib
mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya di hadapan Presiden Republik
Indonesia. (2) Bunyi sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
secara mutatis mutandis dengan bunyi sumpah/janji Ketua dan Wakil Ketua
Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2).50
Di atas merupakan apa itu dewan pengawas mulai dari tugas dan
fungsinya hingga, hal hal yang menjadi syarat menjadi dewan pengawas hingga
hal apa saja yang harus di pertanggung jawabkan oleh dean pengawaas sebagai
pengawas kinerja Komisi Pemberantasaan Korupsi di Indonesia, dan setelah
undang-undang ini di sahkan dan mendapat banyak kritikan hingga penoalakaan
serta undang-undang ini dibawa ke Mahkamah Konstitusi untuk di uji materil
Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK)
menerima 234 permohonan izin penyadapan, penyitaan dan penggeledahan dalam
50 Undang Undang No 19 Tahun 2019 Tentang Komisi Pemberantasaan Tindak Pidana Korupsi